Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA PERMUKAAN

“ANALISIS DETERGEN”

Disusun oleh :
Kelompok 2
Anggota:
1. Haryudini Arsa Putri (1414100001)
2. Fransisca Cahyaning K. (1414100069)
3. Linda Wati Oktavia (1414100105)

Dosen Pengampu :
Dr. Ir. Endah Mutiara MP., M.Si.

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA
2017
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ............................................................................................................................. i
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................................... ii
BAB I ........................................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN .................................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................................. 1
1.2 Perumusan Masalah ......................................................................................................... 1
1.3 Tujuan .............................................................................................................................. 1
1.4 Prinsip Percobaan ............................................................................................................ 1
BAB II ....................................................................................................................................... 2
TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................................................... 2
2.1 Surfaktan .......................................................................................................................... 2
2.2 Spektrofotometer UV-Vis ................................................................................................ 4
2.3 Additives .......................................................................................................................... 4
BAB III ..................................................................................................................................... 5
METODOLOGI PERCOBAAN ............................................................................................ 5
3.1 Alat dan Bahan ................................................................................................................. 5
3.2 Prosedur Percobaan .......................................................................................................... 5
3.3 Skema Kerja ..................................................................................................................... 6
BAB IV ..................................................................................................................................... 8
HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................................................ 8
4.1 Perlakuan Pada Larutan Sampel ...................................................................................... 8
4.2 Perlakuan Pada Larutan Blanko ....................................................................................... 9
4.3 Pengujian Larutan Blanko dan Sampel dengan Spektrofotometer UV-Vis .................. 10
BAB V ..................................................................................................................................... 12
PENUTUP .............................................................................................................................. 12
5.1 Kesimpulan .................................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 13

i
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 (a) jenis sampel yang diuji, (b) massa sampel yang ditimbang, (c) sampel yang
dilarutkan dalam air kran ........................................................................................ 8
Gambar 2 (a) sampel dimasukkan ke corong pisah, (b) sampel ditambahkan indikator
fenolftalein, (c) sampel ditambahkan 1 N NaOH .................................................... 8
Gambar 3 (a) sampel ditambahkan 1 N H2SO4, (b) sampel ditambahkan indikator metilen biru,
(c) sampel ditambahkan CH2Cl2, (d) sampel terpisah menjadi 2 fase ..................... 9
Gambar 4 (a) air kran 100 ml (blanko) dimasukkan ke corong pisah, (b) blanko ditambahkan
indikator fenolftalein, (c) blanko ditambahkan 1 N NaOH, (d) blanko ditambah 1N
H2SO4....................................................................................................................... 9
Gambar 5 (a) blanko ditambahkan indikator metilen biru, (b) blanko ditambahkan CH2Cl2, (c)
blanko terpisah menjadi 2 fase, (d) massa Na2SO4 anhidrat yang ditimbang ....... 10
Gambar 6 Hasil penyaringan sampel dan blanko, dengan urutan dari kiri ke kanan: fase bawah
blanko, fase atas blanko, fase atas sampel, dan fase bawah sampel ...................... 11
Gambar 7 (a) spektrofotometer UV-Vis di set pada panjang gelombang 652 nm, (b) pengukuran
absorbansi blanko lapisan bawah, (c) absorbansi sampel lapisan bawah, (d)
absorbansi sampel lapisan atas .............................................................................. 11

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Air merupakan senyawa kimia yang sangat penting bagi kehidupan makluk
hidup di bumi ini. Fungsi air bagi kehidupan tidak dapat digantikan oleh senyawa lain.
Air dapat mengandung mineral-mineral sebagai contoh mineral kalsium dan magnesium,
sehingga hal tersebut dikenal sebagai air sadah atau air yang sukar untuk dipakai mencuci.
Kesadahan tidaklah menguntungkan karena menurunkan tegangan permukaan air. Air
bermutu tinggi merupakan air dengan kesadahan yang rendah.
Disisi lain, deterjen adalah campuran berbagai bahan, yang digunakan untuk
membantu pembersihan dan terbuat dari bahan-bahan turunan minyak bumi. Dibanding
dengan sabun, deterjen mempunyai keunggulan antara lain mempunyai daya cuci yang
lebih baik serta sifat tidak membentuk endapan dengan ion-ion logam divalen dalam air
sadah. Deterjen merupakan garam natrium dari asam sulfonat. Deterjen dalam kerjanya
dipengaruhi beberapa hal, yang terpenting adalah jenis kotoran yang akan dihilangkan
dan air yang digunakan.
Deterjen, khususnya surfaktannya, memiliki kemampuan yang unik untuk
mengangkat kotoran, baik yang larut dalam air maupun yang tak larut dalam air. Salah
satu ujung dari molekul surfaktan bersifat lebih suka minyak atau tidak suka air, akibatnya
bagian ini menetrasi kotoran yang berminyak. Ujung molekul surfaktan satunya lebih
suka air, bagian inilah yang berperan mengendorkan kotoran dari kain dan
mendispersikan kotoran. Surfaktan merupakan zat aktif permukaan yang dapat berfungsi
menurunkan tegangan permukaan air sehingga dapat melepaskan kotoran yang menempel
pada permukaan air.
Sehingga analisis kandungan surfaktan dalam detergen dan sabun mandi
diperlukan untuk mengetahui seberapa efektif dan efisiennya suatu detergen dan sabun
mandi batangan dalam menghilangkan kotoran yang ada dipermukaan air.

1.2 Perumusan Masalah


Rumusan masalah pada percobaan ini yaitu
1. Bagaimana cara mengukur kandungan surfaktan anionik pada detergen Rinso yang
terdapat dalam air dengan menggunakan metode spektrofotometer UV-Vis ?
2. Bagaimana cara mengukur kandungan surfaktan pada sabun mandi Lifeboy yang
terdapat dalam air dengan menggunakan metode spektrofotometer UV-Vis ?

1.3 Tujuan
Tujuan pada percobaan ini yaitu untuk mengukur kadar kandungan surfaktan
pada detergen dan sabun mandi batangan yang terdapat dalam air dengan menganalisa
data menggunakan alat spektrofotometer UV-Vis.

1.4 Prinsip Percobaan


Pada detergen dan sabun mandi yang mengandung surfaktan anionik bereaksi
dengan warna biru metilen membentuk pasangan ion baru yang terlarut dalam pelarut
organik, intensitas warna biru yang terbentuk diukur dengan spektrofotometer UV–Vis

1
dengan panjang gelombang 652 nm. Serapan (absorbansi) yang terukur setara dengan
kadar surfaktan anionik.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Surfaktan
2.1.1 Pengertian Surfaktan
Surfaktan merupakan suatu molekul yang memiliki gugus hidrofilik dan gugus
lipofilik, sehingga dapat mempersatukan campuran yang terdiri dari air dan minyak.
Surfaktan adalah bahan aktif permukaan. Aktifitas surfaktan diperoleh karena sifat
ganda dari molekulnya. Molekul surfaktan memiliki bagian polar yang suka akan
air (hidrofilik) dan bagian non polar yang suka akan minyak/lemak (lipofilik).
Bagian polar molekul surfaktan dapat bermuatan positif, negatif atau netral. Sifat
rangkap ini yang menyebabkan surfaktan dapat diadsorbsi pada antar muka udara-
air, minyak-air dan zat padat-air, membentuk lapisan tunggal dimana gugus
hidrofilik berada pada fase air dan rantai hidrokarbon ke udara, dalam kontak
dengan zat padat ataupun terendam dalam fase minyak. Umumnya bagian non polar
(lipofilik) adalah merupakan rantai alkil yang panjang, sementara bagian yang polar
(hidrofilik) mengandung gugus hidroksil.
2.1.2 Klasifikasi Surfaktan dan Jenis – Jenis Surfaktan
Surfaktan dapat digolongkan menjadi dua golongan besar, yaitu surfaktan yang
larut dalam minyak dan surfaktan yang larut dalam air.
1. Surfaktan yang larut dalam minyak
Ada tiga yang termasuk dalam golongan ini, yaitu senyawa polar berantai
panjang, senyawa fluorokarbon, dan senyawa silikon.
2. Surfaktan yang larut dalam pelarut air
Golongan ini banyak digunakan antara lain sebagai zat pembasah, zat pembusa,
zat pengemulsi, zat anti busa, detergen, zat flotasi, pencegah korosi, dan lain-
lain. Ada empat yang termasuk dalam golongan ini, yaitu surfaktan anion yang
bermuatan negatif, surfaktan yang bermuatan positif, surfaktan nonion yang tak
terionisasi dalam larutan, dan surfaktan amfoter yang bermuatan negatif dan
positif bergantung pada pH-nya.
Surfaktan dari turunan minyak bumi dan gas alam dapat menimbulkan pencemaran
terhadap lingkungan, karena surfaktan ini setelah digunakan akan menjadi limbah
yang sukar terdegradasi. Disamping itu, minyak bumi yang digunakan merupakan
sumber bahan baku yang tidak dapat diperbaharui. Masalah inilah yang
menyebabkan banyak pihak mencari alternatif surfaktan yang mudah terdegradasi
dan berasal dari bahan baku yang dapat diperbaharui (Bord,1993).
2.1.3. Struktur Pembentuk dan Pembuatan Surfaktan
Surfaktan (surfactant=surfactive active agent) adalah zat seperti detergen yang
ditambahkan pada cairan utuk meningkatkan sifat penyebaran atau pembasahan
dengan menurunkan tegangan permukaan cairan khususnya air. Surfaktan
mempunyai struktur molekul yang terdiri dari gugus hidrofobik dan hidrofilik.
Gugus hidrofobik merupakan gugus yang sedikit tertarik/menolak air sedangkan
gugus hidrofilik tertarik kuat pada molekul air. Struktur ini disebut juga dengan
struktur amfifatik. Adanya dua gugus ini menyebabkan penurunan tegangan muka
dipermukaan cairan. Bila gugus polarnya yang lebih dominan, maka molekul-

3
molekul surfaktan tersebut akan diabsorpsi lebih kuat oleh air dibandingkan dengan
minyak. Akibatnya tegangan permukaan air menjadi lebih rendah sehingga mudah
menyebar dan menjadi fase kontinu. Demikian pula sebaliknya, bila gugus non
polarnya lebih dominan, maka molekul-molekul surfaktan tersebut akan diabsorpsi
lebih kuat oleh minyak dibandingkan dengan air. Akibatnya tegangan permukaan
minyak menjadi lebih rendah sehingga mudah menyebar dan menjadi fase kontinu.
Penambahan surfaktan dalam larutan akan menyebabkan turunnya tegangan
permukaan larutan. Setelah mencapai konsentrasi tertentu, tegangan permukaan
akan konstan walaupun konsentrasi surfaktan ditingkatkan. Bila surfaktan
ditambahkan melebihi konsentrasi ini maka surfaktan mengagregasi membentuk
misel. Konsentrasi terbentuknya misel ini disebut Critical Micelle Concentration
(CMC). Tegangan permukaan akan menurun hingga CMC tercapai. Setelah CMC
tercapai, tegangan permukaan akan konstan yang menunjukkan bahwa antar muka
menjadi jenuh dan terbentuk misel yang berada dalam keseimbangan dinamis
dengan monomernya (Pashley, 2004).
2.1.4 Cara Kerja Surfaktan dalam Menurunkan Tegangan Muka Cairan
Cara kerja dari surfaktan sangatlah unik karena bagian yang hidrofilik akan masuk
kedalam larutan yang polar dan bagian yang hidrofobik akan masuk kedalam bagian
yang non polar, sehingga surfaktan dapat menggabungkan (walaupun sebenarnya
tidak bergabung) kedua senyawa yang seharusnya tidak dapat bergabung tersebut.
Namun semua tergantung pada komposisi dari surfaktan tersebut. Jika bagian
hidrofilik lebih dominan daripada hidrofobik maka ia akan melarut kedalam air,
sedangkan jika ia lebih banyak bagian hidrofobiknya maka ia akan melarut dalam
lemak dan keduanya tidak dapat berfungsi sebagai surfaktan. Bagian liofilik
molekul surfaktan adalah bagian nonpolar, biasanya terdiri dari persenyawaan
hidrokarbon aromatik atau kombinasinya, baik jenuh maupun tidak jenuh. Bagian
hidrofilik merupakan bagian polar dari molekul, seperti gugusan sulfonat,
karboksilat, ammonium kuartener, hidroksil, amina bebas, eter, ester, amida.
Biasanya, perbandingan bagian hidrofilik dan liofilik dapat diberi angka yang
disebut keseimbangan Hidrofilik dan liofilik yang disingkat KHL, dari surfaktan.
2.1.5 Aplikasi Surfaktan
Jenis surfaktan yang biasanya digunakan pada produk-produk kosmetika dan
pangan adalah lemak/asam lemak yang berasal dari minyak kelapa, dan saat ini
seluruhnya diimpor dari negara lain. Surfaktan alkanolamida yang berasal dari
minyak kelapa contohnya coconut dietanolamida. Coconut dietanolamida
dimanfaatkan sebagai penstabil busa, bahan pendispersi, dan viscosity builder pada
produk-produk toiletries dan pembersih seperti shampo, emulsifier, bubble bath,
detergen bubuk dan cair, stabilizer skin conditioner dan sebagainya. Bahkan,
aplikasi surfaktan sangat luas, tak terbatas dalam industri pembersih tapi juga pada
industri cat, pangan, polimer, tekstil, dan lain-lain.
Salah satu aplikasi dari surfaktan yaitu yang terdapat dalam detergen. Pada
detergen, jenis muatan yang dibawa surfaktan adalah anionik. Kadang ditambahkan
surfaktan kationik sebagai bakterisida atau pembunuh bakteri. Bahan aktif ini
berfungsi sama, yaitu menurunkan tegangan permukaan air, sehingga dapat
melepaskan kotoran yang menempel pada permukaan bahan, termasuk racun

4
pestisida yang menempel pada sayur dan buah. Kemampuan detergen untuk
menghilangkan berbagai kotoran yang menempel pada tangan, kain, dan bahan lain
mengurangi keberadaan kuman dan bakteri, yang menyebabkan infeksi dan
meningkatkan umur pakai kain, karpet, alat rumah tangga, dan peralatan rumah
lainnya sudah tidak diragukan lagi.

2.2 Spektrofotometer UV-Vis


Spektrofotometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur energi secara
relatif jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan, atau diemisikan sebagai fungsi
dari panjang gelombang. Spektrofotometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan
panjang gelombang tertentu, dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang
ditransmisikan atau yang diabsorpsi.
Spektrofotometri UV-Vis adalah anggota teknik analisis spektroskopik yang
memakai sumber REM (radiasi elektromagnetik) ultraviolet dekat (190-380 nm) dan sinar
tampak (380-780 nm) dengan memakai instrumen spektrofotometer. Spektrofotometri
UV-Vis melibatkan energi elektronik yang cukup besar pada molekul yang dianalisis,
sehingga spektrofotometri UV-Vis lebih banyak dipakai untuk analisis kuantitatif
dibandingkan kualitatif.
Spektrofotometer UV-Vis adalah alat yang digunakan untuk mengukur
transmitansi, reflektansi dan absorbsi dari cuplikan sebagai fungsi dari panjang
gelombang yang digunakan untuk pengukuran di daerah ultraviolet dan di daerah tampak.
Semua metode spektrofotometri berdasarkan pada serapan sinar oleh senyawa yang
ditentukan, sinar yang digunakan adalah sinar yang semonokromatis mungkin.

2.3 Additives
Additives adalah bahan suplemen atau tambahan untuk pembuatan produk lebih
menarik, misalnya pewangi, pelarut, pemutih, pewarna, tidak berhubungan langsung
dengan daya cuci detergen. Additives ditambahkan untuk komersialisasi produk. Contoh:
enzim, borax, dan sodium klorida.

5
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan


Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah sebagai berikut:
a. Corong pisah 2 buah
b. Spektrofotometer UV-Vis
c. Beaker glass 100 ml
d. Gelas ukur 25 ml
e. Kuvet kaca
f. Pipet tetes
g. Spatula 1 buah
h. Statip 4 buah
i. Kaca arloji
j. Neraca analitik
Sedangkan bahan yang digunakan antara lain:
a. Larutan biru metilen
b. Larutan indikator phenolphthalein
c. NaOH 1 N
d. H2SO4 1 N
e. Na2SO4 anhidrat
f. Air kran
g. So Klin Softergent

3.2 Prosedur Percobaan


Langkah-langkah percobaan yang dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Perlakuan pada sampel
1. Ditimbang sampel berupa “So Klin Softergent” sebanyak 1 gram dengan
menggunakan kaca arloji
2. Dilarutkan sampel ke dalam air kran sebanyak 100 ml pada gelas beaker dan
diaduk agar sampel larut pada air kran
3. Dimasukkan larutan sampel tersebut ke dalam corong pisah
4. Agar netral, tambahkan 3 tetes indikator phenolphthalein dan NaOH 1 N sampai
warna larutan menjadi merah muda
5. Ditambahkan H2SO4 1 N sampai warnanya hilang
6. Ditambahkan 3 tetes larutan metilen biru
7. Ekstraksi larutan dengan 10 ml CH2Cl2 (diklorometana) dan biarkan selama 30
detik. Biarkan terjadi pemisahan fase. Corong pisah digoyang secara perlahan, dan
apabila terbentuk emulsi tambahkan isopropil alkohol
8. Pisahkan lapisan bawah (CH2Cl2) dan lakukan ekstraksi dengan menggunakan
kertas saring yang telah diberi Na2SO4 anhidrat sebanyak 1 gram
9. Lapisan atas dan bawah kemudian dimasukkan ke dalam kuvet kaca dan diukur
absorbansinya pada panjang gelombang 652 nm dengan spektrofotometer UV-Vis

b. Perlakuan pada blanko

6
1. Dimasukkan kran air sebanyak 100 ml ke dalam corong pisah
2. Ditambahkan 3 tetes indikator phenolphthalein dan NaOH 1 N sampai warna
larutan menjadi merah muda
3. Ditambahkan H2SO4 1 N sampai warnanya hilang
4. Ditambahkan 3 tetes larutan metilen biru
5. Ekstraksi larutan dengan 10 ml CH2Cl2 (diklorometana) dan biarkan selama 30
detik. Biarkan terjadi pemisahan fase. Corong pisah digoyang secara perlahan, dan
apabila terbentuk emulsi tambahkan isopropil alkohol
6. Pisahkan lapisan bawah (CH2Cl2) dan lakukan ekstraksi dengan menggunakan
kertas saring yang telah diberi Na2SO4 anhidrat sebanyak 1 gram
7. Lapisan bawah kemudian dimasukkan ke dalam kuvet kaca dan diukur
absorbansinya pada panjang gelombang 652 nm dengan spektrofotometer UV-Vis

3.3 Skema Kerja


a. Perlakuan pada sampel
1 g sampel Air kran 100 ml

dimasukkan ke gelas beaker


diaduk

Larutan sampel
dimasukkan ke corong pisah
ditambahkan 3 tetes indikator phenolphtalein
ditambahkan NaOH 1 N sampai warna larutan menjadi merah muda
ditambahkan H2SO4 1 N sampai warnanya hilang
ditambahkan 3 tetes metilen biru
diekstraksi dengan 10 ml CH2Cl2 (diklorometana) dan biarkan selama
30 detik. Jika terbentuk emulsi, tambahkan dengan isopropil alkohol
ekstraksi dengan menggunakan kertas saring yang telah diberi Na2SO4
anhidrat

Lapisan atas Lapisan bawah

diukur absorbansi pada panjang gelombang 652 nm dengan


menggunakan spektrofotometer UV-Vis

Hasil

b. Perlakuan pada blanko

Air kran 100 ml


7
dimasukkan ke corong pisah
ditambahkan 3 tetes indikator phenolphtalein
ditambahkan NaOH 1 N sampai warna larutan menjadi merah muda
ditambahkan H2SO4 1 N sampai warnanya hilang
ditambahkan 3 tetes metilen biru
diekstraksi dengan 10 ml CH2Cl2 (diklorometana) dan biarkan selama
30 detik. Jika terbentuk emulsi, tambahkan dengan isopropil alkohol
ekstraksi dengan menggunakan kertas saring yang telah diberi Na2SO4
anhidrat

Lapisan bawah

diukur absorbansi pada panjang gelombang 652 nm dengan


menggunakan spektrofotometer UV-Vis

Hasil

8
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Perlakuan pada Larutan Sampel

(a) (b) (c)


Gambar 1. (a) Jenis sampel yang diuji, (b) massa sampel yang ditimbang,
(c) sampel yang dilarutkan dalam air kran

Pada percobaan, diambil sampel 1 gram “So Klin Softergent” yang kemudian
dilarutkan ke dalam 100 ml air kran dan diaduk. Tujuan dilarutkan ke dalam air kran agar
sampel dapat larut secara sempurna. Kemudian, sampel dimasukkan ke dalam corong
pisah dan ditambahkan 3 tetes indikator fenolftalein serta NaOH 1 N sebanyak 40 tetes
sampai warna larutan menjadi merah muda. Penambahan indikator pada percobaan ini
bertujuan untuk mengetahui perubahan warna yang menunjukkan bahwa reaksi benar-
benar dinetralkan. Range pH indikator fenolftalein yaitu 8,3-10. Jika pH sampel dibawah
8,3 maka larutan menjadi bening, sedangkan jika pada range pH 8,3-10 larutan berwarna
pink, dan pada pH diatas 10 larutan menjadi berwarna ungu.

(a) (b) (c)


Gambar 2. (a) sampel dimasukkan ke corong pisah, (b) sampel ditambahkan indikator
fenolftalein, (c) sampel ditambahkan 1 N NaOH

Selanjutnya, larutan ditambahkan dengan 1 N H2SO4 sebanyak 105 tetes.


Dimana, warna larutan sampel yang awalnya pink menjadi bening (warna pink menjadi
hilang). Kemudian, larutan sampel diteteskan dengan indikator metilen biru sebanyak 3
tetes, sehingga warna larutan sampel menjadi biru. Range pH indikator metilen biru yaitu
10,6-13,4, dimana pada range pH tersebut, warna larutan menjadi biru. Setelah itu, larutan
9
sampel ditambahkan dengan larutan CH2Cl2 (diklorometana) sebanyak 10 ml dan
dilakukan di ruang asam serta dibiarkan selama 30 detik. Larutan diklorometana
digunakan sebagai pelarut pada percobaan ini, dimana larutan diklorometana tidak larut
sempurna dengan air, sehingga terbentuk 2 fase. Kemudian, larutan sampel pada corong
pisah digoyang secara perlahan. Ternyata, terbentuk emulsi setelah digoyang. Oleh
karena itu, ditambahkan larutan isopropil alkohol tetes demi tetes sehingga tidak
terbentuk emulsi.

(a) (b) (c) (d)


Gambar 3. (a) sampel ditambahkan 1 N H2SO4, (b) sampel ditambahkan indikator
metilen biru, (c) sampel ditambahkan CH2Cl2, (d) sampel terpisah menjadi 2 fase

Pada corong pisah terbentuk 2 fase, dimana lapisan atas berwarna biru muda
keruh, sedangkan lapisan bawah berwarna bening. Kemudian, dilakukan ekstraksi serta
dipisahkan lapisan atas dan bawah di tabung reaksi yang berbeda dengan menggunakan
kertas saring yang telah ditambahkan dengan Na2SO4 anhidrat. Tujuan penambahan
Na2SO4 anhidrat yaitu untuk menghilangkan pengotor yang ada, sehingga hasil yang
didapatkan benar-benar murni. Kemudian, diuji dengan spektrofotometer UV-Vis pada
panjang gelombang 652 nm dengan menggunakan kuvet kaca.

4.2 Perlakuan pada Larutan Blanko

(a) (b) (c) (d)


Gambar 4. (a) air kran 100 ml (blanko) dimasukkan ke corong pisah,
(b) blanko ditambahkan indikator fenolftalein, (c) blanko ditambahkan 1 N NaOH,
(d) blanko ditambah 1 N H2SO4
10
Larutan blanko yang digunakan pada percobaan ini yaitu air kran sebanyak 100
ml yang kemudian dimasukkan ke dalam corong pisah. Kemudian, larutan blanko
ditambahkan 3 tetes indikator fenolftalein serta NaOH 1 N sebanyak 12 tetes sampai
warna larutan menjadi merah muda. Penambahan indikator pada percobaan ini bertujuan
untuk mengetahui perubahan warna yang menunjukkan bahwa reaksi benar-benar
dinetralkan. Range pH indikator fenolftalein yaitu 8,3-10. Jika pH larutan dibawah 8,3
maka larutan menjadi bening, sedangkan jika pada range pH 8,3-10 larutan berwarna
pink, dan pada pH diatas 10 larutan menjadi berwarna ungu.

(a) (b) (c) (d)


Gambar 5. (a) blanko ditambahkan indikator metilen biru,
(b) blanko ditambahkan CH2Cl2, (c) blanko terpisah menjadi 2 fase,
(d) massa Na2SO4 anhidrat yang ditimbang

Selanjutnya, larutan ditambahkan dengan 1 N H2SO4 sebanyak 65 tetes. Dimana,


warna larutan yang awalnya pink menjadi bening (warna pink menjadi hilang).
Kemudian, larutan blanko diteteskan dengan indikator metilen biru sebanyak 3 tetes,
sehingga warna larutan blanko menjadi biru. Range pH indikator metilen biru yaitu 10,6-
13,4, dimana pada range pH tersebut, warna larutan menjadi biru. Setelah itu, larutan
blanko ditambahkan dengan larutan CH2Cl2 (diklorometana) sebanyak 10 ml dan
dilakukan di ruang asam serta dibiarkan selama 30 detik. Larutan diklorometana
digunakan sebagai pelarut pada percobaan ini, dimana larutan diklorometana tidak larut
sempurna dengan air, sehingga terbentuk 2 fase. Kemudian, larutan sampel pada corong
pisah digoyang secara perlahan.
Setelah terbentuk 2 fase, dimana lapisan atas berwarna biru laut bening,
sedangkan lapisan bawah berwarna bening kebiruan, dilakukan ekstraksi serta dipisahkan
lapisan atas dan bawah di tabung reaksi yang berbeda dengan menggunakan kertas saring
yang telah ditambahkan dengan Na2SO4 anhidrat. Tujuan penambahan Na2SO4 anhidrat
yaitu untuk menghilangkan pengotor yang ada, sehingga hasil yang didapatkan benar-
benar murni.. Kemudian, diuji lapisan bawah blanko dengan spektrofotometer UV-Vis
pada panjang gelombang 652 nm dengan menggunakan kuvet kaca.

4.3 Pengujian Larutan Blanko dan Sampel dengan Spektrofotometer UV-Vis


Larutan blanko lapisan bawah yang diuji dengan spektrofotometer UV-Vis
didapatkan absorbansi sebesar 0,389 pada panjang gelombang 652 nm. Sedangkan,

11
lapisan atas pada sampel didapatkan absorbansi sebesar 0,290 dan lapisan bawah pada
sampel didapatkan absorbansi sebesar 0,295.

Gambar 6. Hasil penyaringan sampel dan blanko, dengan urutan dari kiri ke kanan:
fase bawah blanko, fase atas blanko, fase atas sampel, dan fase bawah sampel

(a) (b)

(c) (d)
Gambar 7. (a) spektrofotometer UV-Vis di set pada panjang gelombang 652 nm,
(b) pengukuran absorbansi blanko lapisan bawah, (c) absorbansi sampel lapisan bawah,
(d) absorbansi sampel lapisan atas

12
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan percobaan, didapatkan absorbansi pada larutan blanko lapis bawah
yang diuji dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 652 nm yaitu
sebesar 0,389. Pada larutan lapisan atas sampel didapatkan absorbansi sebesar 0,290 dan
lapisan bawah didapatkan absorbansi sebesar 0,295. Sehingga, surfaktan anionik pada
sampel lapisan atas sebesar 0,290 dan pada lapisan bawah sebesar 0,295.

13
DAFTAR PUSTAKA

Bord, Tony. 1993. Kimia Fisika Untuk Universitas. Jakarta:Erlangga

Pashley, Richard. 2004. Applied Colloid and Surface Chemistry. England: John Wiley &
Sons.

14

Anda mungkin juga menyukai