SKRIPSI
JENI SETYOWATI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains
Program Studi Kimia
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Oleh:
JENI SETYOWATI
11140960000020
JENI SETYOWATI. Kinetika Adsorpsi Ion logam Cu, Cd dan Mn dalam Air
Limbah Menggunakan Adsorben Serbuk Gergaji Kayu Meranti. Dibimbing oleh
NURHASNI dan ISALMI AZIZ
Limbah hasil kegiatan industri berupa ion logam berat banyak menyebabkan
pencemaran lingkungan sehingga dibutuhkan cara untuk mengurangi dampak dari
pencemaran tersebut. Penelitian ini memanfaatkan serbuk gergaji kayu meranti
untuk menyerap ion logam berat. Penelitian bertujuan untuk menentukan efisiensi
adsorpsi, kapasitas adsorpsi, jenis isotherm adsorpsi dan kinetika adsorpsi dari
adsorben terhadap ion logam Cuprum (Cu), Kadmium (Cd) dan Mangan (Mn).
Analisis adsorben dilakukan dengan menggunakan FTIR dan SEM. Aktivasi
adsorben dilakukan dalam tiga metode, yaitu tanpa aktivasi, aktivasi fisika dan
aktivasi kimia. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa adsorben yang terbaik
adalah yang diaktivasi secara fisika dengan konsentrasi adsorben optimum sebesar
2,5%, konsentrasi adsorbat 10 ppm dengan efisiensi adsorpsi mencapai 100%, pH
optimum adalah pH 5 untuk ion logam Cu dan Cd dan pH 6 untuk ion logam Mn.
Suhu dan waktu optimum yang didapatkan pada 60 oC selama 60 menit. Jenis
isotherm adsorpsi ion logam Cu, Cd dan Mn adalah isotherm Freundlich dengan
nilai R2 sebesar 0,9242; 0,9946 dan 0,9784 dan kinetika adsorpsinya mengikuti alur
orde nol untuk ion logam Cu, Cd dan Mn. Hasil analisis FTIR menunjukan adanya
gugus –OH pada adsorben serbuk gergaji kayu meranti yang dapat mengikat ion
logam pada adsorbat. Hasil dari analisis menggunakan SEM menunjukan morfologi
sebelum adsorpsi bersih dan berongga sedangkan setelah adsorpsi adsorben
menjadi lebih padat dan bergelombang. Hal ini menunjukan jika ion logam telah
berikatan dengan gugus yang ada pada adsorben.
Kata Kunci: Isotherm Freundlich, kinetika adsorpsi, orde nol
ABSTRACT
Ta’ala yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Kinetika Adsorpsi Ion logam
Cu, Cd dan Mn dalam Air Limbah menggunakan Adsorben Serbuk Gergaji Kayu
bantuan, bimbingan, dan arahan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu dalam
kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus
kepada:
2. Isalmi Aziz, M.T, selaku Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan
3. Dr. Hendrawati dan Nurmaya Arofah, M.Eng, selaku Penguji yang telah banyak
4. Drs. Dede Sukandar, M.Si, selaku Ketua Program Studi Kimia Fakultas Sains
5. Dr. Agus Salim, M.Si, selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta;
6. Seluruh Dosen dan Laboran Program Studi Kimia UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta yang selama ini telah memberikan ilmu pengetahuan serta bimbingan
viii
7. Bapak Jamio dan Ibu Suparti selaku Orang Tua dan Adik penulis (Niko dan
selalu memberikan do’a dan dukungan baik secara material maupun moril;
mahasiswa Program Studi Kimia angkatan 2014 yang telah memberi dukungan
kepada penulis;
9. Muhammad Akbar Tafdila, Zelda Zein HZ, Ita Lailatul Latifah, dan Niah
10. Tim Riders, UnKnown, dan Social Squad yang selalu membantu dan
11. Semua pihak yang telah membantu penulis selama penelitian berlangsung yang
Semoga arahan, motivasi, dan bantuan yang telah diberikan menjadi amal
ibadah bagi keluarga, bapak, dan rekan-rekan, sehingga memperoleh balasan yang
Penulis
ix
DAFTAR ISI
Halaman
x
BAB III METODE PENELITIAN ..................................................................30
xi
4.2.5 Waktu dan suhu ................................................................................50
4.3 Isotherm Adsorpsi ......................................................................................52
4.4 Kinetika Adsorpsi ......................................................................................55
4.5 Regenerasi adsorben ..................................................................................59
4.6 Analisis gugus Fungsi dengan Fourier-Transform Infrared Spectroscopy
(FT-IR).......................................................................................................62
4.7 Morfologi Permukaan dengan Scanning Electron Microscopy
(SEM) ........................................................................................................64
BAB V PENUTUP .............................................................................................66
5.1 Simpulan ....................................................................................................66
5.2 Saran ..........................................................................................................66
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................67
LAMPIRAN .......................................................................................................74
xii
DAFTAR TABEL
Halaman
xiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
xiv
Gambar 29. Spektrum gugus fungsi adsorben ...................................................63
Gambar 30. Permukaan adsorben aktivasi fisika sebelum adsorpsi (a)
sesudah adsorpsi (b) perbesaran 5000x .........................................64
Gambar 31. Morfologi permukaan pembanding sebelum adsorpsi (a) dan
sesudah adsorpsi (b) .......................................................................65
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
xvi
BAB I
PENDAHULUAN
limbah mengandung zat berbahaya yang dibuang begitu saja ke badan air tanpa
melalui pengolahan terlebih dahulu atau sudah diolah tetapi belum memenuhi
tersebut (Fitriyah et al., 2013). Pencemaran yang disebabkan oleh logam berat
menyebabkan penyakit serius bagi kesehatan manusia jika tetap tinggal dalam
jangka waktu yang lama (Kundari & Slamet, 2008). Kegiatan manusia seperti
menghasilkan limbah yang mengandung ion logam berat (Igwe & Abia, 2006).
merupakan hasil samping dari tambang seng (kandungan Cd sebesar lebih kurang
3 kg dalam 1 ton Zn) yang berpotensi mencemari lingkungan. Uji kandungan kadar
ion logam yang dilakukan di Muara DAS Barito, mengandung kadar Cadmium (Cd)
pada stasiun pengamatan rerata sebesar 0,002 ppm sampai 0,0067 ppm (Sofarini et
al., 2010) . Uji kadar ion logam Cu dilakukan di sungai Surabaya dengan kandungan
1
Cu dalam air antara 0,37-0,81 ppm melebihi ambang baku mutu (Fitriyah et al.,
2013). Konsentrasi logam Mn di Pesisir Teluk Lampung yaitu sekitar 106,01 ppm
hingga 107,69 ppm (Frederica et al., 2016). Produsen atau perusahaan tekstil
nasional berada di Jawa Barat atau di sepanjang DAS Citarum mencapai 60 persen.
melampaui baku mutu yang telah ditetapkan (Desriko, 2016). Limbah industri ini
berat lainnya yang berbahaya dan mencemari lingkungan antara lain merkuri (Hg),
timbal (Pb), arsenik (As), khromium (Cr), dan nikel (Ni) (Darmono, 1995). Metode
menghilangkan kandungan logam berat dalam limbah dapat dilakukan dengan cara
adsorpsi. Proses adsorpsi lebih banyak dipakai dalam industri karena mempunyai
beberapa keuntungan, yaitu lebih ekonomis dan tidak menimbulkan efek samping
Adsorben (zat penyerap) yang dapat digunakan pada proses adsorpsi antara
lain karbon aktif, silika dan alumina, zeolit, arang tulang, dan oksida-oksida ion
dalam rangka mencari metode dan bahan yang relatif murah dan mudah (Lestari et
al., 2003). Bahan baku yang berasal dari bahan organik dapat dibuat menjadi arang
aktif karena bahan baku tersebut mengandung karbon. Metode aktivasi ini
dilakukan secara fisika (Sembiring, et al., 2003). Adsorben yang diaktivasi secara
kimia dilakukan dengan proses aktivasi menggunakan larutan kimia salah satunya
adalah HCl (Irawan, et al., 2015). Bahan organik yang digunakan beberapa
diantaranya adalah sekam padi (Nurhasni et al., 2014), jamur Mucor rouxii (Yan &
2
Viraraghavan, 2003), ganggang hijau (Pavasant et al., 2005), bakteri
digunakan sebagai adsorben karena tersedia dalam jumlah yang banyak, ramah
lingkungan dan murah (Deans & Dixon, 1992). Firman Allah Subhanahu Wa
segala macam tumbuh-tumbuhan yang ada di bumi ini dengan berbagai manfaat
yang telah banyak digunakan pada penelitian untuk mencari manfaat dari tumbuhan
kayunya biasanya dimanfaatkan pada industri pembuatan pintu, lemari dan lain-
lain. Kandungan dalam kayu Meranti yang kaya akan selulosa juga dapat
secara optimal, sedangkan potensi limbah gergaji kayu tersebut sangat besar.
masih ada yang ditumpuk, sebagian dibuang ke aliran sungai (pencemaran air), atau
3
Limbah penggergajian sederhana di pedesaan Jawa Barat sekitar 41,44 m 3/bulan
dan selama satu tahun diperkirakan akan mencapai 498,55 m3. Limbah
dan Cd2+ menggunakan media adsorben cangkang telur ayam yang di aktivasi
model kinetika orde dua, sedangkan kinetika adsorpsi penjerapan Cd2+ mengikuti
model kinetika orde nol. Penelitian menggunakan serbuk gergaji pernah dilakukan
oleh Dey et al (2016) yang menjelaskan jika serbuk gergaji dapat dimanfaatkan
untuk adsorpsi ion logam timbal (Pb). Adsorben teraktivasi asam nitrat 1 M ini
penelitian adsorben menggunakan sekam padi yang diaktivasi secara fisika untuk
menyerap ion logam tembaga dan timbal dalam air limbah menggunakan metode
statis (batch) dengan efisiensi penyerapan tertinggi pada air limbah multikomponen
mencapai 99,38% untuk ion logam Pb dan 78,57% untuk ion logam Cu.
Penelitian ini akan menguji kemampuan serbuk gergaji kayu meranti dalam
mengadsorpsi ion logam Cu, Cd dan Mn serta mengkaji kinetika adsorpsi terhadap
ion logam. Kinetika adsorpsi menggambarkan laju penyerapan yang terjadi pada
dapat dilihat dari laju adsorpsi dengan menduga orde reaksinya. Parameter yang
diteliti adalah pengaruh konsentrasi adsorben, konsentrasi ion logam, pH, waktu
dan suhu adsorpsi serta menentukan isoterm adsorpsi dan kinetika adsorpsi.
4
Adsorben yang digunakan terbagi menjadi 3 jenis yaitu tanpa aktivasi dan diaktivasi
1. Metode aktivasi (tanpa aktivasi, aktivasi fisika dan aktivasi kimia) manakah
yang memiliki kemampuan adsorpsi lebih baik dalam menyerap ion logam?
serbuk kayu meranti meliputi orde reaksi dan konstanta kecepatan reaksi?
1.3 Hipotesis
1. Metode aktivasi secara fisika dan kimia memiliki kemampuan adsorpsi yang
5
3. Jenis isotherm adsorpsi pada penyerapan ion logam dengan adsorben serbuk
4. Kinetika adsorpsi ion logam pada adsorben serbuk gergaji kayu meranti
1. Menentukan metode aktivasi pada serbuk gergaji kayu meranti yang memiliki
dan orde reaksi adsorpsi ion logam menggunakan adsorben serbuk gergaji
kayu meranti.
serbuk gergaji kayu meranti sebagai penyerap logam berat pada air limbah dan
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Air limbah atau yang disebut dengan sewage biasanya berasal dari air limbah
rumah tangga, manusia, dan binatang tapi kemudian berkembang selain dari
sumber-sumber tersebut air limbah juga berasal dari kegiatan industri, run off, dan
infiltrasi air bawah tanah. Air limbah pada dasarnya 99,94% berasal dari sisa
kegiatan sehari-hari dan 0,06% berasal dari material yang terlarut oleh proses alam
(Lin, 2001).
Menurut PP No. 18 tahun 1999 pengertian limbah adalah sisa suatu usaha
dan/atau kegiatan. Limbah bahan berbahaya dan beracun disingkat menjadi limbah
B3 adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya
kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain (Riyanto, 2013).
bagi kesehatan manusia, udara, air, atau eksplosif, mudah terbakar, atau boleh jadi
khusus adalah cairan industri dan limbah yang berbahaya yang tidak layak disuling
7
dan dibuang pada sistem penyulingan limbah, pembakaran atau di tanam di daratan
Karakteristik air limbah umumnya terbagi ke dalam sifat fisika, kimia, dan
biologi. Sifat fisika, kimia, dan biologi air limbah sangat tergantung pada sumber
kegiatan penghasil air limbah tersebut apakah itu masyarakat, industri, atau
komoditas lain. Menurut Lin (2001) sifat fisika, kimia dan biologi air limbah
Temperatur dan zat padat pada air limbah adalah faktor penting untuk proses
biologi. Zat padat seperti total suspended solid (TSS), volatile suspended solid
(VSS) dan settleable solid mempengaruhi teknik pengoperasian dan ukuran unit
pengolahan. Zat padat terdiri dari material tersuspensi dan terlarut dalam air dan air
limbah.
Zat padat terlarut dan tersuspensi pada air limbah mengandung material
organik dan anorganik. Material organik terdiri dari karbonat, lemak, minyak
surfaktan, protein, pestisida, senyawa kimia pertanian lain, senyawa organik volatil,
dan senyawa kimia racun lain. Material anorganik terdiri dari logam berat, pospor,
8
mikrooranisme (bakteri, protozoa) yang berhubungan langsung dan
Industri kayu lapis adalah salah satu industri dari sektor kehutanan yang
(limbah) yang masih sangat minim pemanfaatannya. Limbah pabrik kayu tersebut
yang berupa serbuk kayu diketahui mengandung selulosa yang berpotensi untuk
menyerap ion logam. Serbuk gergaji dihasilkan sebanyak 20–30% dari aktivitas
penggergajian. Bila produksi total kayu gergajianan Indonesia mencapai 2,6 juta m3
architrave. Kayu Meranti merupakan salah satu jenis tanaman khas daerah tropis
yang cukup terkenal. Pohon meranti dapat tumbuh di dataran rendah maupun di
meranti sering disebut sebagai kayu Kalimantan. Kayu meranti memiliki tekstur
yang padat dan kokoh, sehingga banyak digunakan untuk kebutuhan furniture dan
sebagainya (Ahmad et al., 2009). Komposisi kimia dari kayu meranti sendiri terdiri
dari:
9
Tabel 1. Komposisi Kimia Kayu Meranti (Supartini, 2009).
Komponen Kimia Kadar (%)
Selulosa 63,97
Lignin 20,94
Hemiselulosa 13,37
Abu 0,86
Silika 0,86
b. Batang lurus dan bulat dan diameter pohon berkisar 50, 100, hingga 450
meter;
e. Struktur yang agak kasar dan memiliki kepadatan kayu rata-rata 630 kg/m3
f. Termasuk jenis kayu yang keras dengan bobot rendah, sedang, hingga berat.
Kayu meranti memiliki komponen kimia yaitu selulosa yang cukup tinggi.
komponen kimia utama yang terdapat dalam kayu, bersama dengan hemiselulosa
dan lignin saling terikat erat dengan sistem dan sifat yang teratur seperti kristal
10
Gambar 1. Struktur Selulosa (Zugenmaier, 2008)
rumus empirik (C6H10O5)n dengan n ~ 1500 dan berat molekul ~ 243.000 (Rowe et
al., 2009).
2.3 Adsorpsi
Adsorpsi adalah peristiwa menempelnya atom atau molekul suatu zat pada
permukaan zat lain karena ketidakseimbangan gaya dalam permukaan. Zat yang
teradsorpsi disebut adsorbat dan zat pengadsorpsi disebut adsorben (Atkins, 1997).
menempel pada permukaan zat penyerap akibat ikatan fisika dan kimia (Sawyer et
al., 1994).
Proses adsorpsi dapat terjadi secara kimia maupun fisika. Pada proses
adsorpsi secara fisika gaya yang mengikat adsorbat oleh adsorben adalah gaya-gaya
Van Der Walls. Molekul terikat sangat lemah dan energi yang dilepaskan pada
11
adsorpsi fisika relatif rendah yaitu <20 kJ/mol. Adsorpsi fisika umumnya terjadi
berkurang dengan signifikan (Castellan, 1983). Pada proses adsorpsi secara kimia,
adsorpsi memerlukan energi aktivasi dan nilai kalor adsorpsi mencapai 100 kJ/mol
teradsorpsi pada permukaan bereaksi secara kimia, sehingga terjadi pemutusan atau
Logam berat dalam limbah cair juga dapat dipisahkan secara biologis melalui
proses biosorpsi. Proses biosorpsi adalah pengikatan ion logam melalui adsorpsi
dengan menggunakan organisme inaktif atau mati (Okuo et al., 2006). Keunggulan
teknologi alternatif sehingga biosorben yang digunakan harus murah dan mudah
dapat meningkatkan jumlah situs aktif yang tersedia untuk pengikatan logam berat
(Dutta et al., 2012). Isotherm adsorpsi adalah proses adsorpsi yang berlangsung
pada temperatur tetap. Model isotherm adsorpsi yang paling umum dan banyak
digunakan dalam adsorpsi adalah model isotherm Langmuir dan model isotherm
Freundlich.
12
Efisiensi adsorpsi (%) dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
(Co−Ct)
Efisiensi adsorpsi (%) : x 100%.........................(1)
Co
Keterangan:
(Co−Ct)
Q= x V................................................................(2)
w
Keterangan :
masing-masing situs aktif hanya dapat mengadsorpsi satu molekul adsorbat (Oscik,
tunggal (monolayer).
13
b. Pengikat adsorbat pada permukaan adsorben dapat secara kimia atau fisika,
tetapi harus cukup kuat untuk mencegah perpindahan molekul teradsorpsi pada
x α. β.C
= ........................................................(3)
m 1+β.C
Keterangan:
x
m
= Jumlah dari adsorbat yang diserap per unit berat dari adsorben (mg/g)
𝐶
Konstanta α dan β dapat ditemukan dari kurva hubungan terhadap dengan
𝑥/𝑚
persamaan :
C 1 1
= + C ............................................(4)
x/m αβ α
Persamaan 4 adalah persamaan linier, yang kemudian dibuat grafik seperti pada
Gambar 2 berikut:
14
Gambar 2. Plot antara (x/m) terhadap C
energi pengikat pada tiap-tiap situs dimana proses adsorpsi di tiap-tiap sisi adsorpsi
x
= K C 1/n..........................................................(5)
m
keterangan:
x
= jumlah dari adsorbat yang diserap per unit dari adsorben (mg/g)
m
K = konstanta Freundlich
C = konstentrasi adsorbat dalam larutan pada saat kesetimbangan (ppm)
1/n = ketidak linieran (tanpa satuan)
x 1
log = log K + log C.........................................(6)
m n
15
Grafik yang diperoleh adalah garis linier dengan slope 1/n dan intersep log K, yang
Intersep = log K
Log C
dapat dilihat dari laju adsorpsinya. Laju adsorpsi didefinisikan sebagai perubahan
konsentrasi per satuan waktu. Laju adsorpsi dapat ditentukan berdasarkan konstanta
laju adsorpsi (k) dan tingkat (orde) reaksi yang dihasilkan. Tahap pengujian laju
adsorpsi dapat dilakukan dengan menduga orde reaksi (Muslich, 2010). Analisa
kinetika adsorpsi didasarkan pada kinetika orde nol, orde satu dan orde dua yaitu
Suatu reaksi dikatakan mempunyai orde nol jika besarnya laju adsorpsinya
16
laju adsorpsi. Persamaan linear orde reaksi nol dinyatakan dalam rumus sebagai
berikut:
dCA
- = k ....................................................................(7)
dt
ʃ-dcA = ʃ k dt ................................................................(8)
CA = CAO - kt ...................................................(9)
Orde satu adalah suatu reaksi yang kecepatannya bergantung hanya pada
salah satu zat yang bereaksi atau sebanding dengan salah satu pangkat reaktannya.
Persamaan linear orde reaksi satu dinyatakan dalam rumus sebagai berikut:
dCA
- = k CA.................................................................(10)
dt
dCA
ʃ- = ʃ k dt................................................................(11)
CA
Reaksi orde dua adalah suatu reaksi yang kelajuannya berbanding lurus
dengan hasil kali konsentrasi dua reaktannya atau berbanding langsung dengan
kuadrat konsentrasi salah satu reaktannya. Jika mekanisme adsorpsi yang terjadi
adalah reaksi orde dua dimana kecepatan adsorpsi yang terjadi berbanding lurus
dengan dua konsentrasi pengikutnya atau satu pengikut berpangkat dua. Laju
dCA
- = kCA2.................................................................(13)
dt
dCA
ʃ - CA2 = ʃ k dt .............................................................(14)
1 1
- = kt.....................................................(15)
CA CA0
17
Keterangan:
CA = konsentrasi A pada saat t = t (mol/L)
CA0 = konsentrasi A pada saat t = 0 (mol/L)
k = konstanta kinetika (mol/L. menit-1 )
t = waktu (menit)
energi aktivasi dan suhu reaksi yang bisa dinyatakan dalam bentuk persamaan
k = A e-Ea/RT....................................................(16)
ln k = ln A – Ea/R.T..................................................(17)
Keterangan:
k = Konstanta laju adsorpsi
A = Faktor frekuensi tumbukan
Ea = Energi aktivasi
R = Konstanta gas ideal
T = Suhu
seperti udara, makanan, maupun air yang terkontaminasi oleh logam berat, logam
terakumulasikan. Jika keadaan ini berlangsung terus menerus, dalam jangka waktu
lama dapat mencapai jumlah yang membahayakan kesehatan manusia. Logam berat
tidak dapat diuraikan oleh mikroorganisme dan terakumulasi pada organisme yang
18
Beberapa logam berat banyak digunakan dalam berbagai keperluan sehari-
hari dan secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemari lingkungan dan
apabila sudah melebihi batas yang ditentukan berbahaya bagi kehidupan. Logam
berat yang berbahaya yang sering mencemari lingkungan antara lain merkuri (Hg),
timbal (Pb), arsenik (As), kadmium (Cd), khromium (Cr), dan nikel (Ni). Logam
dan tetap tinggal dalam jangka waktu lama sebagai racun. Peristiwa yang menonjol
dan dipublikasikan secara luas akibat pencemaran logam berat adalah pencemaran
merkuri (Hg) yang menyebabkan Minamata desease di teluk Minamata, Jepang dan
tubuhnya. Sebagai contoh, kobalt (Co) dibutuhkan untuk pembentukan vitamin B12,
tergantung pada jenis, kadar, efek sinergis antagonis dan bentuk fisika kimianya.
Semakin besar kadar logam berat, daya toksisitasnya semakin besar pula. Sebagai
contoh, 50% kerang biru (Mynlus edulis) yang dipelihara dalam air yang
mengandung Pb 0,5 ppm mati dalam waktu 150 hari. Sedangkan dalam air yang
mengandung Pb 5 ppm, 50% kerang biru tersebut mati dalam waktu 105 hari
(Komarawidjaja, 2017). Adanya efek sinergis dari beberapa ion logam, juga akan
lingkungan perairan seperti pH, kesadahan, suhu dan salinitas juga turut
19
mempengaruhi toksisitas logam berat. Tingkat kandungan logam setiap tempat
2001).
Logam Cu termasuk pada golongan logam I B dengan nomor atom 29. Logam
Cu memiliki massa atom 63,54, densitas 8,9 gr/cm3 dan titik leleh 1083,2 oC. Unsur
di alam, dapat ditemukan dalam bentuk ion logam bebas, akan tetapi lebih banyak
ditemukan dalam bentuk persenyawaan atau sebagai senyawa padat dalam bentuk
mineral. Logam Cu merupakan jenis logam penghantar listrik terbaik setelah perak,
karena itu banyak digunakan dalam bidang elektronika atau pelistrikan. Cu juga
dapat membentuk alloy dengan berbagai macam logam lainnya seperti dengan seng,
timah atau timbal (Cu-Zn-Sn-Pb) dalam bentuk kuningan yang banyak digunakan
dalam peralatan rumah tangga. Senyawa Cu banyak digunakan dalam industri cat
elektroda, penarik sulfur dan sebagai pigmen serta pencegah pertumbuhan lumut.
82 tahun 2001 sebesar 0,02 mg/L dan bagi pengolahan air minum Cu <1 mg/L.
spesies hewan air yang mempunyai regulasi sangat buruk terhadap logam. Pada
binatang lunak (molusca) sel leukositi sangat berperan dalam sistem translokasi dan
detoksikasi logam. Hal ini terutama ditemukan pada kerang kecil (oyster) yang
20
hidup dalam air yang terkontaminasi tembaga (Cu) yang terikat oleh sel leukositi,
perairan oleh Cu umumnya hanya bersifat lokal yaitu pada daerah pantai, teluk,
yang tercemar Cu yang berasal dari pipa bocor pada penambangan Cu atau industri
yang menghasilkan limbah Cu. Kira-kira 75-99% total intake Cu berasal dari
makanan dan minuman. Setiap hari, manusia bisa terpapar Cu yang antara lain
golongan II B periode 5. Kadmium memiliki nomor atom 48, massa atom 112, 41,
titik didih 765 oC, titik leleh 320,9 oC dan densitas 8,65 gr/cm3. Kadmium banyak
di alam ditemukan dengan campuran logam lain terutama dalam pertambangan zink
dan timbal ditemukan kadmium dengan kadar 0,2 – 0,4 % sebagai hasil samping
Pada perairan alami yang bersifat basa, kadmium mengalami hidrolisis, teradsorpsi
oleh padatan tersuspensi dan membentuk ikatan kompleks dengan bahan organik.
21
Kadmium pada perairan alami membentuk ikatan kompleks dengan ligan baik
organik maupun anorganik, yaitu: Cd2+, CdCO3, Cd(OH)+, CdSO4 dan CdCl+
(Sanusi, 2006).
perairan dapat membunuh biota laut dan perairan lainnya. Kadar maksimum ion
0,02 mg/L. Keracunan pada ikan dapat terjadi jika konsentrasinya mencapai 200
dan bioakumulasi dalam organisme makhluk hidup seperti pada tumbuhan, hewan
dan manusia. Keracunan yang disebabkan oleh kadmium bersifat akut dan kronis.
Organ tubuh yang dapat mengalami kerusakan akibat dari ion logam kadmium
sistem reproduksi dan organ-organ lain serta dapat menyebabkan timbulnya kanker
xenobiotik dengan toksisitas yang tinggi dan merupakan unsur lingkungan yang
persisten. Kadmium bentuk asap atau gas akan berakibat fatal bila konsentrasi Cd
testicular, kerusakan ginjal dan sel-sel darah merah (Widowati, 2008). Itai-itai
merupakan salah satu kerapuhan tulang karena Cd. Selain itu Cd dapat
22
2.5.3 Logam Mangan (Mn)
Mangan (Mn) merupakan unsur logam golongan VII B, dengan berat atom
54,93, nomor atom 25, titik lebur 1247 oC, dan titik didihnya 2032 oC dan densitas
7,4 gr/cm3. Logam mangan di alam jarang sekali berada dalam keadaan unsur.
Hubungannya dengan kualitas air yang sering dijumpai adalah senyawa mangan
Logam mangan di dalam sistem air alami dan juga dalam sistem pengolahan
air memiliki keasaman (pH) air. Pada sistem air alami mangan mempunyai valensi
dua yang larut di dalam air dengan kondisi reduksi. Mn di dalam senyawa MnCO3,
Mn(OH)2 mempunyai valensi dua zat tersebut relatif sulit larut di dalam air, tetapi
dan untuk industri logam yang memerlukan sekitar 85-90% dari seluruh kebutuhan
Mn. Mn juga digunakan untuk formula stainless steel dan alloy. Beberapa jenis
digunakan dalam pembuatan electrical coil, korek api, kaca, cat rambut, pupuk,
penyambungan logam dan pada pabrik penghasil oksigen dan klorin serta untuk
Konsentrasi mangan di dalam sistem air alami umumnya kurang dari 0,1
mg/L, jika konsentrasinya melebihi 1 mg/L maka dengan cara pengolahan biasa
23
standar kriteria mutu air mengandung konsentrasi mangan di dalam air maksimum
1 mg/L. Logam mangan di dalam tubuh manusia jika berada dalam jumlah yang
kecil tidak menimbulkan gangguan kesehatan, tetapi dalam jumlah yang besar dapat
tertimbun di dalam hati dan ginjal. Pendapat tentang gangguan kesehatan akibat
keracunan senyawa mangan ada berbagai macam, tetapi umumnya dalam keadaan
kronis menimbulkan gangguan pada sistem syaraf dan menampakkan gejala seperti
mangan menimbulkan gangguan pada pertumbuhan tulang. Oleh sebab itu di dalam
limbah sekalipun mangan menjadi unsur yang berbahaya karena dapat mencemari
lingkungan terlebih lagi jika terpapar kepada makhluk hidup (Widowati, 2008).
oleh spesi atom atau molekul analit. Salah satu bagian dari spektrometri ialah
Spektrometri Serapan Atom (SSA) yaitu suatu metode analisis unsur secara
gelombang tertentu oleh atom ion logam dalam keadaan bebas (Skoog, et al., 2000).
sel yang mengandung atom-atom bebas yang bersangkutan maka sebagian cahaya
tersebut akan diserap dan intensitas penyerapan akan berbanding lurus dengan
banyaknya atom bebas ion logam yang berada dalam sel (Day & Underwood,
2002).
24
Sampel yang ingin diuji dengan menggunakan SSA harus dilarutkan, proses
pelarutan dikenal dengan istilah destruksi yang bertujuan untuk membuat unsur ion
logam menjadi ion logam yang bebas. Terdapat 2 cara destruksi yatu:
1). Destruksi basah: sampel ditambahkan asam-asam oksidator, jika perlu dilakukan
dengan pemanasan.
Larutan sampel dimasukkan ke dalam nyala dalam bentuk aerosol yang selanjutnya
akan membentuk atom-atomnya. Serapan akan terjadi dari radiasi suatu sinar yang
sesuai dengan atom yang ditentukan. Pancaran atau emisi energi radiasi dan emisi
nyala atau energi radiasi lampu eksternal yang tidak bisa hilang oleh serapan atom
Nj Pj
= exp –Ej/KT............................................(18)
No Po
Keterangan:
K = Tetapan Boltzman
T = Suhu nyala dalam Kelvin
Ej = Perbedaan energi dalam energi dari tingkat tereksitasi dasar
Nj = Jumlah atom pada tingkat tereksitasi
No = Jumlah atom dalam tingkat dasar
Pj dan Po = Faktor statistik yang ditentukan oleh jumlah tingkat yang mempunyai
energi yang sama dari atom yang tereksitasi dan pada tingkat dasar
(Hermanto, 2009).
25
Gambar 4. Skema umum komponen SSA (Haswell, 1991)
Pada alat SSA terdapat dua bagian utama yaitu suatu sel atom yang
menghasilkan atom-atom gas bebas dalam keadaaan dasarnya dan suatu sistem
optik untuk pengukuran sinyal. Suatu skema umum dari alat SSA dapat dilihat pada
lainnya atom harus diubah ke dalam bentuk uap atom. Proses pengubahan ini
dikenal dengan istilah atomisasi, pada proses ini contoh diuapkan dan
penentuan jenis gugus fungsi suatu senyawa organik, mengetahui informasi struktur
suatu senyawa organik dan dapat pula digunakan untuk penentuan struktur molekul
Radiasi inframerah mengandung beberapa range frekuensi tetapi tidak dapat dilihat
oleh mata. Pita absrobsi inframerah sangat khas dan spesifik untuk setiap tipe ikatan
kimia atau jenis gugus fungsi. Infra merah merupakan suatu teknik yang sangat
26
Gambar 5. Skema kerja FT-IR
Mekanisme yang terjadi pada alat FT-IR (Gambar 5) dimulai dari sinar yang
datang dari sumber sinar akan diteruskan, dan kemudian akan dipecah oleh
pemecah sinar menjadi dua bagian sinar yang saling tegak lurus. Sinar ini kemudian
dipantulkan oleh dua cermin yaitu cermin diam dan cermin bergerak. Sinar hasil
pantulan kedua cermin akan dipantulkan kembali menuju pemecah sinar untuk
saling berinteraksi, kemudian dari pemecah sinar sebagian sinar akan diarahkan
menuju cuplikan dan sebagian menuju sumber. Gerakan cermin yang maju mundur
akan menyebabkan sinar yang sampai pada detektor akan berfluktuasi. Sinar akan
saling menguatkan ketika kedua cermin memiliki jarak yang sama terhadap
detektor, dan akan saling melemahkan jika kedua cermin memiliki jarak yang
berbeda. Fluktuasi sinar yang sampai pada detektor ini akan menghasilkan sinyal
pada detektor yang disebut interferogram. Interferogram ini akan diubah menjadi
diantaranya dapat mendeteksi sinyal yang lemah, dapat menganalisis sampel pada
konsentrasi yang sangat rendah, serta dapat mempelajari daerah antara 950-1500
27
2.8 Scanning Electron Microscopy (SEM)
resolusi membuat teknik ini terbatas bagi kristal yang lebih besar dari 5 nm. Diatas
level ini, bentuk, ukuran, dan distribusi ukuran mudah untuk dilakukan. Investigasi
SEM telah dibuat pada banyak sistem dan berguna juga untuk studi struktur pori
Tipe sinyal yang dihasilkan oleh SEM dapat meliputi elektron sekunder,
hamburan elektron dari permukaan unsur dan berinteraksi dengan sampel atau di
sangat tinggi dari permukaan sampel, menampakkan secara lengkap dengan ukuran
sebuah lebar fokus yang sangat besar (biasanya 25-250.000 kali pembesaran). SEM
28
Gambar 6. Skema kerja SEM (Hanke, 2001)
mengenai sampel, maka sampel akan mengeluarkan elektron yang baru yang akan
29
BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan kurang lebih selama 8 bulan yang dilaksanakan dari
bulan Desember 2017 – Juli 2018. Tempat pelaksanaan penelitian ini adalah di
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta dan Laboratorium pengujian QLab
3.2.1 Alat
(SEM) (Carl Zeiss-EVO), shaker batch, ayakan dengan ukuran partikel 180 µm
3.2.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah serbuk gergaji kayu
meranti dari toko mabel yang sudah diberikan perlakuan sebelumnya, HCl, HNO3,
30
3.3 Diagram Alir Penelitian
Konsentrasi adsorben
Analisis
Penentuan
Konsentrasi adsorbat penyerapan
Isotherm
logam
Adsorpsi
menggunakan
SSA
pH adsorbat
Penentuan
Kinetika Waktu dan suhu
Adsorpsi adsorpsi
Adsorben kondisi
optimum
Regenerasi adsorben
31
3.4 Prosedur Kerja
Serbuk gergaji kayu meranti dicuci bersih dengan air yang mengalir, setelah
dengan blender dan dikeringkan kembali menggunakan oven selama ± 3 jam pada
Serbuk gergaji kayu meranti sebanyak 100 gram yang telah dipreparasi
kemudian diayak dengan pengayak menjadi ukuran partikel <180 μm dan disimpan
kondisi optimum.
Serbuk gergaji kayu meranti sebanyak 100 gram yang telah dipreparasi
dimasukan dalam furnace dan diaktivasi secara fisika dengan cara diarangkan pada
suhu 250 oC hingga menjadi serbuk arang selama 2,5 jam. Setelah itu diayak dengan
Serbuk gergaji kayu meranti sebanyak 100 gram yang telah dipreparasi
diayak dengan pengayak menjadi ukuran partikel <180 μm. Kemudian diaktivasi
secara kimia dengan cara direndam dalam reagen HCl 4 M dengan perbandingan
1:5 selama 24 jam, selanjutnya disaring dan dinetralkan dengan akuades. Adsorben
32
yang dihasilkan kemudian dikeringkan dalam oven pada temperatur 110 oC selama
konsentrasi adsorben (1,25; 2,5; 3,75; dan 5%) dimasukkan ke dalam Erlenmeyer
mL. Erlenmeyer diletakkan pada shaker dengan kecepatan pengadukan 200 rpm
pada temperatur ruang selama 1 jam. Campuran kemudian dipisahkan dengan cara
disaring dengan menggunakan kertas saring. Filtrat hasil saringan diukur dengan
efisiensi penyerapan (E) dan kapasitas adsorpsi (Q) (Persamaan 1 dan 2).
dimasukkan dalam Erlenmeyer. Larutan ion logam dengan konsentrasi (10; 30; 50;
dengan kecepatan pengadukan 200 rpm pada temperatur ruang selama 1 jam.
saring. Filtrat hasil saringan diukur dengan SSA. Nilai konsentrasi masing-masing
larutan uji dimasukkan ke dalam rumus efisiensi penyerapan (E) dan kapasitas
33
3.4.3.3 pH ion logam
pada shaker dengan kecepatan pengadukan 200 rpm pada temperatur ruang selama
kertas saring. Filtrat hasil saringan diukur dengan SSA. Nilai konsentrasi masing-
masing larutan uji dimasukkan ke dalam rumus efisiensi penyerapan (E) dan
Erlenmeyer yang telah berisi adsorben. Larutan kemudian dipanaskan pada variasi
suhu (30; 45; 60; dan 75 oC) dengan variasi lama pemanasan (30; 60; 90; dan 120
menit). Erlenmeyer diletakkan pada shaker dengan kecepatan pengadukan 200 rpm.
saring. Filtrat hasil saringan diukur dengan SSA. Nilai konsentrasi masing-masing
larutan uji dimasukkan ke dalam rumus efisiensi penyerapan (E) dan kapasitas
adsorpsi (Q) (Persamaan 1 dan 2). Adsorben yang diaktivasi secara fisika dan kimia
34
penentuan kondisi optimum adsorpsi dilakukan dengan prosedur yang sama yaitu
Analisis gugus fungsi adsorben terbaik yaitu adsorben yang diaktivasi fisika
puncak-puncak gugus fungsi yang muncul pada layar. Hasil pengukuran dianalisis
dan dicetak.
sangat tipis merata pada plat alumunium yang memiliki dua sisi. Kemudian dilapisi
dengan lapisan emas dengan waktu coating ± 30 detik. Sampel yang telah dilapisi,
5.000x dan 30.000x. dari gambar berupa foto SEM yang diperoleh, morfologi dan
35
3.4.6 Penentuan Isotherm Adsorpsi
akhir (Ce) dan kapasitas adsorpsi (Q) diplotkan dengan menggunakan persamaan
regresi linier. Nilai koefisien korelasi yang besarnya mendekati 1 setelah dibuat
jenis isotherm adsorpsi yang terjadi pada proses adsorpsi ion logam tersebut.
sebagai fungsi waktu. Kemudian ditentukan orde reaksi diantara orde 0, 1, dan 2
menggunakan Persamaan 9, 12, dan 15. Konstanta laju reaksi dapat ditentukan
Ion logam yang telah terserap dalam material adsorben serbuk gergaji kayu
meranti pada kondisi optimum dilepaskan kembali atau dielusi dengan cara
36
BAB IV
ion logam dilakukan dalam 3 (tiga) bentuk perlakuan, yaitu tanpa aktivasi, aktivasi
fisika dan aktivasi kimia. Serbuk kayu meranti yang didapatkan dari hasil limbah
buangan toko mabel kayu ini sebelumnya dibersihkan dengan menggunakan air
seperti pasir, tanah, batu-batuan kecil dan lain sebagainya. Serbuk kayu meranti
dijemur dibawah sinar matahari selama satu minggu untuk mengurangi kadar air
yang ada dalam serbuk kayu meranti agar serbuk kayu meranti menjadi kering.
Serbuk kayu meranti juga dihaluskan dengan menggunakan blender agar bentuk
serbuk kayu meranti menjadi semakin kecil sehingga lebih mudah untuk
menggunakan oven pada suhu 110 oC selama ± 3 jam. Suhu 110 oC membuat
kandungan air yang ada pada serbuk kayu meranti akan menguap seluruhnya.
warna fisik yang berbeda pada ketiganya (Gambar 8). Sampel tanpa aktivasi
memiliki warna coklat muda sedangkan sampel aktivasi kimia berwarna coklat
gelap dan sampel aktivasi fisika berwarna hitam sebab sampel telah menjadi karbon
aktif. Warna lebih gelap atau pucat pada aktivasi kimia disebabkan karena adanya
37
(a) (b) (c)
Gambar 8. (a) Aktivasi fisika (b) aktivasi kimia (c) tanpa aktivasi
Serbuk kayu meranti tanpa aktivasi tidak diberikan perlakuan apapun hanya
memperkecil ukuran partikelnya yaitu menjadi <180 µm. Serbuk kayu meranti
permukaan yang besar. Luas permukaan adsorben yang semakin besar akan
juga semakin besar (Nurhasni, 2012). Aktivasi secara fisika serbuk kayu diarangkan
pada suhu 250 oC selama 2,5 jam (Nurhasni, 2014). Proses karbonasi pembuatan
arang aktif ini dilakukan dengan menggunakan furnace. Penggunaan suhu yang
tidak terlalu tinggi (250 oC) dikarenakan pada suhu tersebut (<250 oC) serbuk kayu
meranti sudah menjadi arang dan terjadi pengurangan volume, sedangkan jika
suhunya >250 oC akan menyebabkan serbuk kayu terbakar menjadi abu dan
menjadi sangat mudah hancur (Hendra et al., 2015). Ukuran partikelnya kemudian
diperkecil sampai menjadi <180 µm. Aktivasi fisika ini dilakukan dengan membuka
38
besar dan memungkinkan untuk ion logam terperangkap didalam pori-pori
adsorben tersebut.
sampel serbuk kayu meranti. Sampel adsorben yang digunakan sudah dihaluskan
ukurannya menjadi ukuran <180 µm. Modifikasi sampel ini dilakukan dengan
2012). Reaksi yang terjadi pada senyawa didalam adsorben dengan HCl adalah
suatu senyawa menggunakan air. Selulosa yang terdapat pada adsorben terhidrolisis
menjadi monomer glukosa (Gambar 9). Reaksi pada air dan karbohidrat
berlangsung lama sehingga dibutuhkan katalisator atau aktivator yaitu asam klorida
sebab molekul-molekul pengaktif yang ada akan teradsorpsi oleh bahan adsorben
yang melarutkan pengotor yang berada dalam pori seperti mineral anorganik
(Miftah et al, 2009). Penggunaan HCl dikarenakan HCl lebih dapat melarutkan
39
pengotor sehingga proses penyerapan adsorbat menjadi lebih maksimal pada saat
proses adsorpsi hal ini disebabkan pori-pori permukaannya yang beraturan dan
membandingkan empat variasi konsentrasi adsorben sebesar 1,25; 2,50; 3,75; dan
5% dimana masing-masing massa biosorben sebesar 0,25; 0,5; 0,75 dan 1 g. Suhu
yang digunakan adalah suhu ruang 30 oC, pada pH netral dalam waktu 1 jam.
Konsentrasi adsorbat Cu, Cd dan Mn yang digunakan sebesar 10 ppm dan volume
maksimum ion logam berat adalah <2 ppm (Sofarini et al., 2010). Adsorben yang
yang dapat dilihat pada Gambar 10, 11 dan 12. Kondisi optimum pada masing-
masing logam mengalami perbedaan yang disebabkan oleh beberapa faktor. Salah
satunya adalah ukuran jari-jari atom. Jari-jari atom logam yang lebih kecil dari
ukuran jari-jari atom adsorben maka akan sangat mudah ion logam terserap dan
terperangkap didalam sisi aktif adsorben. Ukuran jari-jari atom yang lebih besar
dari jari-jari adsorben maka ion logam tidak dapat melekat pada dinding adsorben
Logam Mn yang memiliki jari-jari atom yang lebih besar jika dibandingkan dengan
40
logam Cu dan Cd yaitu sebesar 137 pm dan logam Cu sebesar 128 pm sedangkan
logam Cd sebesar 109 pm (Surbakti et al., 2016). Hal ini menyebabkan efisiensi
adsorpsi pada logam Mn lebih kecil jika dibandingkan dengan logam lainnya.
100
80
Efisiensi Adsorpsi (%)
60
tanpa aktivasi
40 aktivasi fisika
20 aktivasi kimia
0
1,25 2,5 3,75 5
Konsentrasi Adsorben (%)
100
80
Efisiensi Adsorpsi (%)
60
tanpa aktivasi
40 aktivasi fisika
20 aktivasi kimia
0
1,25 2,5 3,75 5
Konsentrasi Adsorben (%)
100
Efisiensi Adsorpsi (%)
80
60
tanpa aktivasi
40
aktivasi fisika
20 aktivasi kimia
0
1,25 2,5 3,75 5
Konsentrasi Adsorben (%)
41
Hasil penentuan konsentrasi adsorben optimum pada ion logam menunjukan
hasil efisiensi adsorpsi yang berbeda-beda pada setiap logam. Adsorben tanpa
sedangkan adsorben dengan aktivasi fisika sebesar 2,5% dan adsorben dengan
aktivasi kimia sebesar 2,5%. Adsorben tanpa aktivasi, aktivasi fisika dan aktivasi
kimia yang dibutuhkan untuk mengadsorpsi ion logam Cd sebesar 1,25%. Adsorben
tanpa aktivasi yang dibutuhkan untuk mengadsorpsi ion logam Mn sebesar 1,25%,
sedangkan adsorben yang diaktivasi fisika sebesar 3,75% dan adsorben yang
penyerapan ion logam yang diserap juga akan meningkat. Hal ini dapat dilihat pada
meningkat dari konsentrasi adsorben 1,25% sebesar 50,67%, 2,5% sebesar 68,74%,
ppm dapat diserap hampir 100% oleh ketiga jenis adsorben sehingga jika
sampai 3,75%. Hal ini dapat dilihat pada grafik efisiensi adsorpsi pada Gambar 10,
11 dan 12 yang menunjukan jika efisiensi terbesar pada ion logam terjadi pada
42
konsentrasi adsorben 1,25%-3,75%. Hal ini terjadi pada penelitian yang dilakukan
Irawan et al (2015) yang menghasilkan massa optimum 2,5% dan efisiensi adsorpsi
relatif konstan dan menurun ketika massa adsorben dinaikan >2,5% menggunakan
adsorben abu layang. Penurunan ini disebabkan konsentrasi ion logam yang
terserap pada permukaan adsorben lebih besar dibanding yang tersisa pada larutan.
Perbedaan konsentrasi tersebut menyebabkan ion logam yang sudah terikat akan
2,50% sebesar 0,3173, 3,75% sebesar 0,2178 mg/g dan 5% sebesar 0,1633 mg/g.
Hal ini disebabkan dalam kondisi konsentrasi adsorbat tetap terjadi peningkatan sisi
lebih rendah dibandingkan dengan jumlah sisi aktif yang lebih sedikit (Irawan, et
al., 2015).
Variasi konsentrasi yang digunakan yaitu 10; 30; 50; dan 70 ppm dengan suhu yang
digunakan adalah suhu ruang 30 oC, pada pH netral dalam waktu 1 jam. Hasil
ppm memiliki nilai efisiensi adsorpsi yang paling tinggi, hal ini dapat dilihat pada
Gambar 13, 14 dan 15. Ketika konsentrasi ditingkatkan, nilai efisiensi adsorpsi
semakin menurun. Hal ini terjadi karena pada konsentrasi tinggi jumlah adsorbat
tidak sebanding dengan jumlah partikel adsorben serbuk kayu meranti sehingga
43
adsorben mengalami titik jenuh dan tidak lagi dapat menyerap adsorbat. Apabila
adsorben sudah mencapai titik jenuh konsentrasi zat yang diserap tidak akan
berubah atau berkurang karena terjadi kesetimbangan antara zat yang teradsorpsi
100
80
Efisiensi Adsorpsi (%)
60
tanpa aktivasi
40
aktivasi fisika
20 aktivasi kimia
0
10 30 50 70
Konsentrasi Adsorbat (ppm)
100
Efisiensi Adsorpsi (%)
80
60
tanpa aktivasi
40
aktivasi fisika
20 aktivasi kimia
0
10 30 50 70
Konsentrasi Adsorbat (ppm)
80
60
tanpa aktivasi
40
aktivasi fisika
20 aktivasi kimia
0
10 30 50 70
Konsentrasi Adsorbat (ppm)
44
Efisiensi adsorpsi pada perbandingan konsentrasi adsorbat semakin menurun
ketika konsentrasi ion logam semakin tinggi. Hal ini dapat dilihat pada ion logam
Cu tanpa aktivasi, aktivasi fisika dan aktivasi kimia konsentrasi adsorbat optimum
terjadi pada 10 ppm dengan efisiensi 100%, begitupun dengan ion logam Cd dan
Mn. Hal ini dikarenakan konsentrasi adsorbat yang rendah sehingga adsorben dapat
menyerap adsorbat secara optimal. Semakin besar konsentrasi dari adsorbat maka
semakin tinggi jumlah molekul yang terdapat dalam larutan sehingga akan
meningkatkan laju adsorpsi antara molekul adsorbat dan adsorben (Barros et al.,
2003).
yang terjerap pada sisi aktif semakin besar. Konsentrasi optimum dari masing-
masing ion logam pada 10 ppm (konsentrasi rendah) dengan efisiensi mencapai
100%. Hal ini membuktikan jika adsorbat terserap seluruhnya oleh adsorben. Hal
perbandingan jumlah mol dari ion logam menyebabkan permukaan situs aktif
menjadi lebih luas dan adsorpsi dipengaruhi oleh konsentrasi awal yang rendah
mg/g, pada 30 ppm sebesar 0,6051, pada 50 ppm sebesar 1,1066 mg/g dan pada 70
ppm sebesar 1,8450 mg/g. Perbandingan kapasitas adsorpsi dapat dilihat pada
Lampiran 2. Hal ini karena jika terjadi peningkatan adsorbat maka jumlah ion
45
Mekanisme adsorpsi ion logam melalui proses perpindahan adsorbat pada
permukaan pori-pori dalam butiran adsorben yang terjadi karena adanya interaksi
antara ion logam dengan sisi aktif permukaan adsorben. Perpindahan adsorbat dari
dalam butir melalui pori-pori yang tersedia. Hal ini terjadi karena adanya energi
permukaan dan gaya tarik menarik pada permukaan adsorben (Indrasti, et al.,
2006).
penting dalam menentukan kondisi optimum proses adsorpsi ion logam dengan
adsorben serbuk kayu meranti. Pada penentuan kondisi optimum pH ion logam
digunakan konsentrasi ion logam sebesar 30 ppm dengan suhu yang digunakan
adalah suhu ruang 30 oC dalam waktu 1 jam. Hal ini dikarenakan pada kondisi
optimum konsentrasi ion logam yaitu 10 ppm ion logam pada adsorbat dapat
optimum pada pH. pH adsorbat yang dihasilkan memiliki nilai pH yang rata-rata
pada rentang daerah pH 5 sampai 6. Hal ini dapat dilihat dari nilai efisiensi adsorpsi
yang dihasilkan pada Gambar 16, 17 dan 18. pH asam yaitu 4 konsentrasi ion logam
yang dihasilkan masih cukup tinggi dan tidak mengalami penurunan yang
46
optimum yang didapatkan terletak pada pH 5 sampai 6 pada setiap jenis adsorben
yang diaktivasi.
100
60
tanpa aktivasi
40 aktivasi fisika
20 aktivasi kimia
0
4 5 6 7
pH Adsorbat
100
80
Efisiensi Adsorpsi (%)
60
tanpa aktivasi
40 aktivasi fisika
aktivasi kimia
20
0
4 5 6 7
pH Adsorbat
100
Efisiensi Adsorpsi (%)
80
60
tanpa aktivasi
40 aktivasi fisika
20 aktivasi kimia
0
4 5 6 7
pH Adsorbat
47
Grafik efisiensi adsorpsi menunjukan jika pada pH optimum ion logam Cu
metode aktivasi fisika memiliki efisiensi paling tinggi, pada ion logam Cd metode
aktivasi kimia dan pada ion logam Mn metode aktivasi fisika. Hasil ini menunjukan
jika kedua jenis adsorben hasil aktivasi memiliki kemampuan penyerapan yang
lebih baik untuk mengadsorpsi ion logam. Adsorpsi dipengaruhi oleh pH yaitu
akan memiliki muatan yang berbeda sehingga dapat saling berinteraksi. Keasaman
akan mempengaruhi kemampuan muatan pada situs aktif atau gugus fungsi.
Adsorbat dalam kondisi pH yang sangat rendah akan membuat permukaan dari
terprotonasi terjadi tolakan antara ion logam dengan permukaan adsorben sehingga
Hal ini dapat dilihat dari nilai efisiensi adsorpsi pada pH 4 mengalami
pH 5 atau 6 sehingga efisiensi adsorpsi pada pH 5 atau 6 lebih tinggi. Pada pH netral
atau basa efisiensi adsorpsi mengalami penurunan. Hal ini dikarenakan konsentrasi
ion OH- mengalami peningkatan yang cukup tinggi (Rizkamala, 2011). Hal ini
menyebabkan ion logam mengalami reaksi hidrolisis dalam larutan sehingga ion
logam menjadi tidak stabil akibat ion OH- yang terlalu tinggi. Kemampuan
optimum yang didapat pada ion logam Cu dan Cd adalah pH 5 sedangkan pada ion
ion logam terjadi pada pH 5 dan 6. Jika pH lebih besar dari 6 maka akan terjadi
endapan dari ion logam contohnya seperti tembaga (II) oksida. Penyerapan ion
48
logam dalam larutan oleh zat penyerap sangat dipengaruhi oleh pH larutan ion
logam tersebut. Nilai kapasitas adsorpsi meningkat seiring dengan tingginya nilai
efisiensi adsorpsi.
didapatkan hasil adsorben yang diaktivasi secara fisika merupakan adsorben yang
paling baik dalam menyerap ion logam. Hal ini dapat dilihat pada grafik efisiensi
diaktivasi secara kimia hasil efisiensinya tidak optimum dan berbeda jauh dengan
aktivasi fisika. Efisiensi yang dihasilkan pada penentuan konsentrasi adsorben pada
aktivasi fisika cukup tinggi yaitu ion logam Cu, ion logam Cd dan ion logam Mn
mencapai 100%, sehingga adsorben yang diaktivasi secara fisika lebih efisien untuk
digunakan.
85,98% sampai 100%, ion logam Cd 79,94% sampai 100% dan ion logam Mn
75,08%. Efisiensi ini lebih besar jika dibandingkan dengan adsorben tanpa aktivasi
dan aktivasi kimia. pH adsorbat saat diadsorpsi dengan adsorben aktivasi fisika
menghasilkan efisiensi adsorpsi sebesar 41,44% sampai 100% pada ion logam Cu,
41,13% sampai 62,80% pada ion logam Cd dan 21,57% sampai 100% pada ion
logam Mn. Hasil efisiensi adsorpsi menunjukan jika adsorben dengan aktivasi fisika
merupakan adsorben dengan aktivasi terbaik. Hal ini dikarenakan nilai yang
49
4.2.5 Suhu dan waktu
Sampel yang digunakan pada penentuan suhu dan waktu adalah sampel yang
diaktivasi secara fisika. Suhu yang digunakan yaitu suhu 30; 45; 60 dan 75 oC
dengan variasi waktu kontak 30; 60; 90 dan 120 menit dengan konsentrasi adsorbat
30 ppm, pada pH 5 untuk ion logam Cu dan Cd, pH 6 ion logam Mn. Proses adsorpsi
ion logam pada penentuan kondisi optimum suhu dan waktu dilakukan dalam
kondisi suhu yang berbeda, sesuai dengan variasi suhu (oC) yang sudah ditentukan
ditingkatkannya suhu adsorpsi dapat dilihat pada Lampiran 1. Ion logam Cu pada
pada suhu 75 oC menjadi 66,11%. Efisiensi adsorpsi dapat meningkat dan dapat
juga menurun pada setiap suhu dan waktu sampai mencapai titik optimum adsorpsi.
Hasil adsorpsi menunjukan suhu optimum yang didapatkan yaitu 60 oC pada waktu
60 menit dengan nilai efisiensi adsorpsi 100% untuk ion logam Cu dan Cd dan
Hal ini sejalan dengan penelitian (Nurdila et al., 2015) ion logam Cu optimal
diadsorpsi pada suhu 60 oC, namun mengalami penurunan setelah suhu dinaikkan
menjadi 120 oC. Hal ini disebabkan pada peningkatan suhu energi dan reaktivitas
ion bertambah besar sehingga akan mengganggu ikatan yang telah terbentuk,
karena lemahnya ikatan Van Der Walls sehingga ikatannya mudah terputus dan
terjadi desorpsi. Nilai efisiensi adsorpsi dapat dilihat pada Gambar 19, 20 dan 21.
Semakin lama waktu kontak dapat meningkatkan daya serap dari biosorben.
50
Konsentrasi akhir yang dihasilkan tidak sebaik pada waktu kontak 60 menit, hal ini
disebabkan karena jumlah ion logam tidak sebanding dengan jumlah partikel dari
adsorben sehingga adsorben mencapai titik jenuh dan daya adsorpsinya menurun
120
efisiensi adsorpsi (%)
100
80 30°C
60 45°C
60°C
40
75°C
20
30 60 90 120
waktu (menit)
Gambar 19. Pengaruh suhu dan waktu terhadap efisiensi ion logam Cu
100
efisiensi adsorpsi (%)
90
80 30°C
70 45°C
60°C
60
75°C
50
30 60 90 120
waktu (menit)
Gambar 20. Pengaruh suhu dan waktu terhadap efisiensi ion logam Cd
50
40
30 30°C
efisiensi adsorpsi (%)
20 45°C
60°C
10
75°C
0
30 60 90 120
waktu (menit)
Gambar 21. Pengaruh suhu dan waktu terhadap efisiensi ion logam Mn
51
Sulistyawati (2008) mengatakan bahwa efisiensi adsorpsi berbanding lurus
dengan waktu sampai pada titik tertentu sehingga akan mengalami penurunan
setelah melewati titik tersebut. Semakin lama waktu kontak adsorpsi maka akan
semakin banyak partikel adsorben yang bertumbukan dengan ion logam yang
Namun jika telah mencapai kondisi optimum akan terjadi desorpsi, dimana desorpsi
adalah pelepasan kembali adsorbat yang terjadi akibat permukaan adsorben telah
jenuh. Hal ini juga terjadi jika suhu yang digunakan terlalu tinggi yang
waktu kontak maka daya serap adsorben akan menurun. Hal ini karena adanya
et al., 2007). Nilai persamaan isotherm adsorpsi didapatkan dari hasil penelitian
dengan menggunakan variasi konsentrasi adsorbat yaitu sebesar 10; 30; 50 dan 70
adsorbat 30 ppm, pada suhu ruang 30 oC, pH netral dan dalam waktu 1 jam.
serbuk kayu meranti dengan massa atau konsentrasi adsorben optimum yang telah
52
didapatkan sebelumnya. Persamaan regresi linier yang didapatkan dari hasil
5 0,6
y = 0,3252x + 0,7925
4 0,4
R² = 0,8369
3 0,2
Ce/Qe
log Qe
2 0
0 0,5 1 1,5
1 -0,2
y = 0,8634x - 0,3847
0 -0,4 R² = 0,9242
0 5 10 15
-0,6
Ce log Ce
(a) (b)
Gambar 22. Kurva adsorpsi ion logam Cu (a) Langmuir dan (b) Freundlich
0,8
4
3,5 y = 0,1985x + 0,7996 0,6
3 R² = 0,7244
2,5 0,4
Ce/Qe
log Qe
2 y = 0,7035x - 0,182
0,2
1,5 R² = 0,9946
1 0
0,5 0 0,5 1 1,5
0 -0,2
0 5 10 15
-0,4
Ce log Ce
(a) (b)
Gambar 23. Kurva adsorpsi ion logam Cd (a) Langmuir dan (b) Freundlich
14
0,4
12
y = 0,5974x - 0,5333
10 0,2
R² = 0,9784
Ce/Qe
8 0
log Qe
(a) (b)
Gambar 24. Kurva adsorpsi ion logam Mn (a) Langmuir dan (b) Freundlich
53
Hasil dari kurva regresi linear isotherm adsorpsi Langmuir dan Freundlich
pada adsorben yang diaktivasi secara fisika pada ion logam Cu, Cd dan Mn adalah
isotherm Freundlich. Ketiga ion logam ini memiliki jenis isotherm yang sama
ketika dilakukan perhitungan berdasarkan nilai koefisien korelasi (R2) dimana nilai
R2 pada isotherm freundlich memiliki nilai yang lebih besar jika dibandingkan
dengan isotherm Langmuir yaitu nilai R2 isotherm Freundlich pada ion logam Cu
Menurut Ahmad et al ( 2009) jenis isotherm yang cocok untuk serbuk kayu
adalah isotherm Freundlich. Hal ini dikarenakan serbuk kayu terdiri dari material
heterogen yang kecil (Tahad, 2017). Adsorpsi fisika terjadi karena partikel-partikel
adsorbat mendekat ke permukaan adsorben melalui gaya Van Der Walls atau ikatan
hidrogen dan molekul terikat secara lemah sedangkan dalam adsorpsi kimia partikel
melekat pada permukaan dengan membentuk ikatan kimia seperti ikatan kovalen
Adsorpsi dapat terjadi secara fisika dan kimia dan adsorpsi pada penelitian
ini lebih mendekati pada adsorpsi secara fisika. Menurut Martell & Hancock
pori. Mekanisme ini akan terjadi apabila ukuran pori dari adsorben lebih besar
daripada ukuran ion yang akan diadsorpsi. Reaksi kesetimbangan dinamis dapat
terjadi bila reaksi yang terjadi merupakan reaksi bolak-balik. Reaksi tidak pernah
54
2. Mekanisme adsorpsi kimia
energi adsorpsinya berada pada kisaran yang sama dengan reaksi kimia. Ikatan
antara adsorben dengan adsorbat cukup kuat sehingga tidak terjadi spesiasi, karena
zat yang teradsorpsi menyatu dengan membentuk lapisan tunggal dan relatif
meninggalkan larutan dan menempel pada permukaan zat adsorben akibat kimia
dan fisika (Reynolds,1982). Pada proses adsorpsi terbagi menjadi 4 tahap yaitu :
2. Difusi zat terlarut yang teradsorpsi melalui lapisan film (film diffusion
process).
3. Difusi zat terlarut yang teradsopsi melalui kapiler/pori dalam adsorben (pore
diffusion process).
4. Adsorpsi zat terlarut yang teradsorpsi pada dinding pori atau permukaan
Kinetika adsorpsi merupakan salah satu faktor penting dalam proses adsorpsi
Kemampuan penyerapan dapat dilihat dari laju adsorpsinya dalam hal ini pengujian
terhadap laju adsorpsi yang dilakukan melalui penentuan orde reaksi secara
eksperimen (Widihati, 2012). Orde reaksi yang digunakan yaitu orde nol, orde satu
55
dan orde dua. Pada penentuan orde reaksi ini ditentukan melalui pengaruh variasi
suhu dan waktu. Suhu yang digunakan adalah 30; 45; 60 dan 75 oC dengan variasi
waktu selama 30; 60; 90 dan 120 menit dengan konsentrasi adsorbat 30 ppm, pH 5
untuk ion logam Cu dan Cd serta pH 6 ion logam Mn. Kurva regresi linear
menghubungkan antara perbandingan waktu dan konsentrasi akhir (CA). Pada orde
nol sumbu y merupakan nilai konsentrasi akhir, pada orde satu nilai y merupakan
nilai ln dari konsentrasi awal dibagi konsentrasi akhir dan pada orde dua nilai y
masing-masing ion logam dapat dilihat pada Tabel 2 dan grafik dapat dilihat pada
Lampiran 6.
Hasil dari perhitungan orde reaksi dengan menggunakan variasi suhu dan
waktu pada ion logam Cu menunjukan bahwa ion logam Cu mengikuti alur orde
nol, dimana nilai R2 yang dihasilkan lebih tinggi jika dibandingkan dengan nilai R2
orde satu dan orde dua. Nilai R2 yang dihasilkan pada orde nol, orde satu dan orde
Ion logam Cd menghasilkan orde reaksi yang sama dengan ion logam Cu,
dimana nilai rata-rata koefisien korelasi yang dihasilkan pada orde nol lebih tinggi
jika dibandingkan dengan orde satu dan orde dua. Nilai R2 pada orde nol sebesar
0,7869 sedangkan pada orde satu sebesar 0,5928 dan pada orde dua sebesar 0,5091.
56
Sehingga dapat disimpulkan jika ion logam Cd mengikuti orde nol. Hal ini sejalan
Cd dengan hasil alur kinetika adsorpsinya mengikuti orde nol. Logam Cu pada
menunjukan bahwa nilai R2 yang dihasilkan memiliki nilai tertinggi pada orde nol.
Hal ini dapat dilihat dari masing-masing nilai R2 yang dihasilkan pada orde nol
sebesar 0,4510, sedangkan jika dibandingkan dengan orde satu dan orde dua yaitu
0,4360 dan 0,4205. Berdasarkan data yang didapatkan dapat dilihat bahwa kinetika
adsorpsi pada ion logam Mn juga mengikuti orde nol meskipun angka yang
dihasilkan tidak menunjukan perbedaan yang cukup signifikan. Orde nol yang
tidak akan mempengaruhi besarnya laju adsorpsi (Hidayati et al., 2013). Pemilihan
Energi aktivasi (Ea) merupakan energi yang harus dimiliki oleh molekul
sehingga dapat bereaksi. Energi aktivasi yang lebih tinggi mengimplikasikan bahwa
reaktan memerlukan lebih banyak energi untuk memulai reaksi daripada reaksi
yang berenergi aktivasi lebih rendah (Suwaidah et al., 2014). Ea dan faktor
57
diturunkan menjadi bentuk persamaan garis lurus (regresi linear). Kurva regresi
1/T (K)
0
0,0028 0,0029 0,003 0,0031 0,0032 0,0033 0,0034
-2
-4
-6
ln k
-8 y = -555,3x + 11,662
R² = 0,0259
-10
-12
-14
-6
ln k
-8
-10
-12
-14
1/T (K)
0
0,0028 0,0029 0,003 0,0031 0,0032 0,0033 0,0034
-2
-4
ln k
-6 y = 756,77x - 25,787
R² = 0,0788
-8
-10
-12
58
Interpretasi Ea memberikan gambaran mengenai besarnya pengaruh
suhu (1/T) (Putra et al, 2014). Nilai R2 pada plot yang dihubungkan antara suhu
(1/T) dengan konstanta laju (ln k) pada ion logam Cu sebesar 0,0259, pada ion
logam Cd sebesar 0,5859 dan pada ion logam Mn 0,0788. Persamaan regresi linear
diperoleh nilai slope dari masing-masing kurva regresi ion logam sehingga
didapatkan nilai energi aktivasi sebesar 4,616 kJ/mol untuk ion logam Cu, 19,17
kJ/mol untuk ion logam Cd dan pada ion logam Mn sebesar 6,291 kJ/mol. Menurut
Castellan (1983) Molekul terikat sangat lemah dan energi yang dilepaskan pada
adsorpsi fisika relatif rendah yaitu <20 kJ/mol. Ea yang rendah menunjukan jika
adsorpsi ini tidak memerlukan katalis. Hasil ini sejalan dengan jenis isotherm
Adsorpsi fisika umumnya terjadi pada temperatur rendah dan dengan bertambahnya
temperatur jumlah adsorpsi berkurang dengan signifikan. Nilai faktor frekuensi (A)
dari masing-masing orde dari ion logam Cu; Cd dan Mn sebesar 116,075 R2 =
adsorbat yang sudah diserap dan terperangkap didalam adsorben. Hal ini bertujuan
digunakan sehingga lebih efisien. Proses pelepasan kembali adsorbat dari adsorben
dilakukan menggunakan eluen EDTA 0,01 M, HNO3 0,5 M dan H2O dengan
direndam selama satu hari. Eluen EDTA memiliki kemampuan yang baik untuk
59
menarik ion logam dan HNO3 mampu merusak ikatan yang terjadi antara adsorben
dan ion logam karena sifatnya yang destruktif. Adsorben yang didesorpsi
mengandung kadar ion logam yang tinggi karena telah digunakan untuk menyerap
ion logam. Perendaman bertujuan agar ion logam yang terdapat pada adsorben
dapat terlepas sehingga larutan yang digunakan memiliki konsentrasi ion logam
menggunakan larutan EDTA 0,01 M dan diuji dengan AAS menghasilkan efisiensi
desorpsi sebesar 92,78; 89,81 dan 63,45% (Tabel 3). Hal ini menunjukan jika
larutan EDTA dapat melepaskan adsorbat atau ion logam berat yang terperangkap
60
Hal ini dikarenakan EDTA merupakan kompleksan atau senyawa pembentuk
komplek dengan ion logam sehingga dapat menarik ion logam dengan kuat. Simbol
M yang terikat pada kompleks EDTA adalah ion logam. Mekanisme desorpsi ion
logam oleh EDTA terjadi karena gugus ion logam yang terdesorpsi berikatan
dengan gugus –O- pada EDTA membentuk senyawa kompeks. EDTA bertindak
sebagai ligan seksidendat yang dapat berkoordinasi dengan sebuah ion logam
melalui gugus dua nitrogen dan empat karboksilnya membentuk sebuah kompleks
Konsentrasi larutan ion logam Cu, Cd dan Mn yang terperangkap pada biosorben
sebesar 13,3203; 21,478 dan 4,9906 ppm. Kemudian adsorben yang digunakan
diregenerasi kembali dengan larutan HNO3 0,5 M dan melepaskan ion logam Cu,
Cd dan Mn dari adsorben dengan efisiensi desorpsi sebesar 95,76; 78,86 dan
50,28% (Tabel 3). Hasil analisis yang didapatkan menunjukan jika larutan HNO3
menggunakan akuades atau H2O. Akuades tidak dapat melepaskan ion logam dari
61
Nurhasni (2007) hal ini disebabkan karena ion logam yang terserap oleh adsorben
terikat kuat sehingga tidak mudah untuk dilepaskan kembali. Efisiensi desorpsi ion
logam Cu, Cd dan Mn yang terlepas dari adsorben sebesar 6,46; 6,96 dan 16,34%.
Hal ini menunjukan jika H2O tidak dapat menarik ion logam seperti EDTA dan
yang terbentang pada suatu angka gelombang (sumbu X). Setiap jenis gugus fungsi
memiliki bentang angka gelombang tersendiri. Penentuan jenis gugus fungsi dapat
ditentukan dengan lokasi peak serapan spektrum transmitan (%) yang terdapat pada
suatu angka gelombang. Gugus fungsi yang diperlukan dalam adsorpsi ion logam
secara fisika yaitu sampel sebelum adsorpsi dan sesudah adsorpsi. Hasil analisis
menunjukan beberapa peak pada frekuensi (cm-1) dan intensitas tertentu. Spektrum
gugus fungsi sebelum dan sesudah adsorpsi dapat dilihat pada Gambar 28.
Frekuensi tertinggi yaitu 3450,65 cm-1 menunjukan adanya gugus hidroksil (–OH)
intensitas sedang. Gugus –OH terletak pada rentang frekuensi 3300-3600 cm-1.
Gugus –OH merupakan salah satu gugus fungsi pada selulosa yang terkandung
didalam adsorben yang dapat berikatan dengan ion logam. Frekuensi 3072,60 cm-1
intensitas sedang merupakan gugus fungsi C-H stretching terletak pada daerah
62
2853-3095 cm-1. Daerah frekuensi 1714,72 cm-1 adalah gugus fungsi C=O
stretching dengan intensitas tajam. Gugus karbonil ini berada pada frekuensi 1600-
1820 cm-1.
O-H C-O
C=O
berada pada intensitas sedang-lemah yang berada pada frekuensi 1600-1680 cm-1,
sedangkan pada frekuensi 1438,90 cm-1 merupakan C-H bending yang memiliki
puncak yang rendah, sedangkan gugus C-O berada pada frekuensi 1259,52 cm-1.
Frekuensi bilangan gelombang dan gugus fungsi dapat dilihat pada Tabel 4.
63
Menurut Sastrohamidjojo (1992) gugus karbonil (gugus C=O) yang berasal
dari senyawa asam dan senyawa anhidrat, yang teridentifikasi di daerah 1800-1530
cm-1. Sementara, gugus -OH yang berasal dari senyawa alkohol memberikan
puncak serapan yang lebar pada 4000-3200 cm-1 (Hermanto, 2009). Frekuensi pada
hasil analisis serbuk kayu meranti dengan menggunakan FTIR menunjukan serapan
pada daerah yang sama. Hasil analisis gugus fungsi menunjukkan adanya situs-situs
aktif dalam serbuk kayu yang dapat berperan pada proses adsorpsi sebagai adsorben
didalam sampel adsorben. Hasil dari analisis kedua adsorben hanya memiliki
bertujuan untuk menganalisis seberapa besar tingkat pori-pori yang ada pada
sampel adsorben. Sampel yang dianalisis merupakan sampel yang memiliki daya
serap ion logam terbaik yaitu sampel adsorben yang diaktivasi secara fisika.
(a) (b)
Gambar 30. Permukaan adsorben aktivasi fisika sebelum adsorpsi (a) sesudah
adsorpsi (b) perbesaran 5000x
64
Sampel yang diaktivasi secara fisika dianalisis morfologi permukaan sampel
sebelum diadsorpsi dengan ion logam dan sampel setelah diadsorpsi dengan ion
kali dan 30.000 kali dapat dilihat pada Lampiran 12. Hasil dari analisis
diadsorpsi berongga dan bersih sedangkan pada sampel sesudah adsorpsi bentuk
morfologi memadat berongga dan bergelombang. Hal ini membuktikan jika sampel
yang telah digunakan untuk mengadsorpsi zat-zat ion logam menghasilkan bentuk
yang semakin memadat karena ion logam yang terperangkap didalam sampel
(a) (b)
Gambar 31. Morfologi permukaan pembanding sebelum adsorpsi (a) dan sesudah
adsorpsi (b) (Surbakti et al., 2016)
Penelitian menggunakan serbuk kayu karet ini memiliki tekstur yang rata dan
berongga dan setelah adsorpsi menjadi lebih padat terisi. Gambar tersebut juga
beberapa makropori dihasilkan pada permukaan luar karbon selama proses aktivasi.
65
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
adsorben 2,50% (logam Cu), 1,25% (logam Cd) dan 3,75% (logam Mn),
dan pH 6 pada Mn, waktu dan suhu adsorpsi pada 60 oC selama 60 menit.
3. Jenis isotherm adsorpsi pada penyerapan ion logam biosorben serbuk gergaji
gergaji kayu meranti adalah orde nol dengan persamaan kinetika yang
5.2 Saran
larutan EDTA dan HNO3 untuk mendapatkan nilai efisiensi desorpsi lebih tinggi
dan diaplikasikan terhadap limbah yang mengandung ion logam untuk mengetahui
efektivitas adsorpsi.
66
DAFTAR PUSTAKA
67
Darmono. (1995). Ion logam Dalam Sistim Biologi Mahluk Hidup. Jakarta:
Universitas Indonesia Press.
Darmono. (2001). Lingkungan Hidup dan Pencemaran Hubungannya dengan
Toksikologi Senyawa Logam. Jakarta: UI Press.
Day, R. A, & A. L. Underwood. (2002). Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi Keenam.
Jakarta: Erlangga.
Deans, J. ., & Dixon, B. . (1992). Uptake of Pb2+ and Cu2+ by Novel Biopolymers.
Water Res, 26, 469–472.
Desriko, Malayu Putra. (2016). Kontribusi Industri Tekstil dalam Penggunaan
Bahan Berbahaya dan Beracun Terhadap Rusaknya Sungai Citarum. Jurnal
Hukum Lingkungan, 3 (1), Hal. 132-152.
Dey Intan, Irwan Said, & Paulus Hengky Abram. (2016). Pemanfaatan Biomassa
Serbuk Gergaji sebagai Penyerap Ion logam Timbal. J. Akad. Kim, 5(4), 166-
171.
Dogra, S., & Dogra, S. (1984). Phisical Chemistry Through Problem. Wiley
Eastern Limited.
Dutta, Monal, & Basu, J. K. (2012). Statistical Optimization for the Adsorption of
Acid Fuchsin onto the Surface of Carbon Alumina Composite Pellet : an
Application of Response Surface Methodology. Journal of Environmental
Science and Technology, 5 (1), 42–53.
Fengel, D & G. Wegener. (1995). Kimia kayu, ultrastruktur, reaksi-reaksi. Suatu
pengantar (Terjemahan). Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Fitriyah, A.W., Utomo, Y., & Kusumaningrum, I.K. (2013). Analisis Kandungan
Tembaga (Cu) dalam Air dan Sedimen di Sungai Surabaya. Jurnal Online UM,
3(2), 12-18.
Frederica, Giofany., Hidayati, Diky., & Septiani, Dian. (2016). Kajian Kandungan
Logam Berat Mangan (Mn) dan Nikel (Ni) pada Sedimen Pesisir Teluk
Lampung. Analit Analitycal and Envitonmental Chemistry, 1 (1), 17-25.
Hajar, Erna W. I., Reny S., Novi M., & Fransiska J. W. (2016). Efektivitas adsorpsi
ion logam Pb2+ Cd2+ menggunakan media adsorben cangkang telur ayam.
Konversi, 5 (1), 34-39.
Halstead, B. (1972). Toxicity of Marine Organisms Caused by Pollutants. M.
Handayani, Ratna. (2005). Perbandingan Daya Serap Arang Aktif Tongkol Jagung
dan Tempurung Kelapa sebagai Adsorben Zat Warna Tekstil Direct Blue.
Jurnal FMIPA UNNES, 3(5).
Hanke, L. D. (2001). Handbook of Analytical Methods for Materials. Plymouth:
Materials Evaluation and Engineering Inc.
Haswell, S. J. (1991). Atomic Absorption Spectrometry Theory, Design, and
Application. Elsevier Science Publishing Company Inc. New York.
68
Hendra, D., Wulanawati, A., Gustina, K., & Wibisono, H. (2015). Pemanfaatan
Arang Aktif Cangkang Buah Bintaro (Cerbera Manghas) sebagai Adsorben
pada Peningkatan Kualitas Air Minum. Jurnal Penelitian Hasil Hutan, 33 (3),
181-191.
Hengky, S. I. T., & Dewi, U. R. (2009). Pembuatan asap cair dari limbah serbuk
gergajian kayu meranti sebagai penghilang bau lateks. Jurnal Teknik Kimia,
1(16), 1-9.
Hermanto, S. (2008). Mengenal lebih jauh teknik analisa kromatografi dan
spektrofotometri. Jakarta: UIN syarif hidayatullah.
Hidayati, B., Sunarno & Yenti, S. R, (2013). Studi Kinetika Ion logam Cu2+ dengan
menggunakan Adsorben Zeolit Alam Teraktivasi. Jurnal Repository Unri, 3
(2), 76-84.
Igwe, J. ., & Abia, A. . (2006). A Bioseparation process for removing heavy metals
from waste water using biosorbents. African Journal of Biotechnology, 5,
1167–1179.
Indrasti, N. S., Suprihatin., & Burhanudin. (2006). Penyerapan Logam Pb dan Cd
oleh Eceng Gondok: Pengaruh Konsentrasi Logam dan Lama Waktu Kontak.
J Tek Ind. Pert, 16 (1), 44-50.
Irawan, C., Dahlan, B., & Retno, N. (2015). Pengaruh Massa Adsorben, Lama
Kontak dan Aktivasi Adsorben Menggunakan HCl terhadap Efektivitas
Penurunan Ion logam Berat (Fe) dengan Menggunakan Abu Layang sebagai
Adsorben. Jurnal Teknologi Terpadu, 2(3), 107-115.
Irawanto, R., Damayanti, A., & Purwanti, F. (2015). Konsentasi Logam Berat (Pb
dan Cd) pada Bagian Tumbuhan Akuatik Coix lacryma-jobi (Jali). Jurnal
Konversi dan Pemanfaatan SDA, 2 (1), 138-146.
Kundari, N. A., & Slamet, W. (2008). Tinjauan kesetimbangan adsorpsi tembaga
dalam limbah pencuci PCB dengan zeolit. Seminar Nasional IV SDM
Teknologi Nuklir, 4 (2).
Koleangan., H. S. J & A. D. Wuntu. (2008). Kajian Stabilitas Termal dan Karakter
Kovalen Zat Pengaktif pada Arang Aktif Limbah Gergajian Kayu Meranti
Shorea spp). Chem prog, 1 (1), 43-46.
Komarawidjaja, Wage. (2017). Paparan Limbah Cair Industri Mengandung Logam
Berat pada Lahan Sawah di Desa Jelegong, Kecamatan Rancaekek, Kabupaten
Bandung.Jurnal Teknologi Lingkungan, 18 (2), 173-181.
Krik, R.E., & Othemer, d.F. (1983). Encyclopedia of Chemical Technology, Vol. 5.
New York: The Interscience Encyclopedia Inc.
Lestari, S., E., Sugiharto, & Mudasir. (2003). Studi Kemampuan Biosorpsi
Biomassa Saccharomyces cerevisiae yang Terimobilkan pada Silika Gel
Terhadap Tembaga (II). Teknosains, 16A (3), 357 – 371.
69
Liang Liu, H., Yann Chen, B., Lan, W. Y., & Cheng, C. Y. (2004). Biosorption of
Zn(II) and Cu(II) by the Indigenous Thiobacillusthiooxidans. J. Chem. Eng,
97, 195–201.
Lin, S. (2001). Water and Wastewater Calculation Manual. USA: McGraw-Hill.
Linder, MC. (1992). Biokimia Nutrisi dan Metabolisme dengan Pemakaian Secara
Klinis. Jakarta: UI Press.
Manahan, S.C. (1994). Enviromental Chemistry, 6th Edition. Boston: Willard
Grand Press.
Mandasari, I., & Purnomo, A. (2016). Penurunan Ion Besi (Fe) dan Mangan (Mn)
dalam Air dengan Serbuk Gergaji Kayu Kamper. Jurnal Teknik ITS, 5 (1), 11-
16.
Manurung, T., & Aritta, S. (1999). Prospek industri perkayuan Indonesia dalam era
ekolabel. Makalah Diskusi Panel.
Martell, A.E., & Hancock, R.D. (1996). Metal Complexes in Aqueose Solution.New
York: Plenum Press.
Mastuti,E., Ardiana, D., & Setyawardhani. (2010). Pengaruh Variasi Temperatur
dan Konsentrasi Katalis pada Kinetika Reaksi Hidrolisis Tepung Kulit Ketela
Pohon. Ekuilibrum, 9 (1), 23-27.
Miftah, I., & Lusiana, A. (2009). Pengaruh Aktivator pada Karbon Aktif
Tempurung Kelapa untuk Adsorpsi Ion logam Berat Pb (II). Chemistry
Journal, 3 (1), 43-48.
Muslich, Suryadarma, P., & Hayuningtyas, R. I. R. (2010). Kinetika Adsorpsi
Isotermal β-Karoten dari Olein Sawit Kasar Dengan Menggunakan Bentonit.
Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor.
Nasikin, M., dan Susanto, BH. (2010). Katalis Heterogen, Edisi Pertama. Jakarta:
Universitas Indonesia.
Nurdila, F.A., Asri, N.S., & Suharyadi, E. (2015). Adsorpsi Ion logam Tembaga
(Cu), Besi (Fe), dan Nikel (Ni) dalam Limbah Cair Buatan Menggunakan
Nanopartikel Cobalt Ferrite (CoFe2O4). Jurnal Fisika Indonesia, 55 (19).
Nurhasni. (2007). Penyerapan Ion logam Kadmium Dan Tembaga Oleh Genjer
(Limnocharis flava). Jurnal Valensi, 1 (1).
Nurhasni., Florentinus, F., & Qosim, S. (2012). Penyerapan Ion Alumunium dan
Besi dalam Larutan Sodium Silikat menggunakan Karbon Aktif. Jurnal
Valensi, 2 (4), 516-525.
Nurhasni., Hendrawati., & Nubzah Saniyyah. (2014). Sekam Padi untuk Menyerap
Ion logam Tembaga dan Timbal dalam Air Limbah. Jurnal Valensi, 4 (1),
130-138.
70
Nurlaili, T., Kurniasari, L., & Ratnani, R.D. (2017). Pemanfaatan Limbah
Cangkang Telur Ayam sebagai Adsorben Zat Warna Methyl Orange dalam
Larutan. Inovasi Teknik Kimia, 2(2), 11-14.
Okuo, J. M., Sanni, S. B., & Aigbedio, S. (2006). Selective Biosoption of Heavy
Metal Ions from Aqueous Solutions by Pre-Treated Negerian Fresh Water
Algae. Trends in Applied Sciences Research, 1 (1), 83–90.
Oscik, J. (1982). Adsorption. England: Ellos Horwood.
Palar, H. (1994). Pencemaran dan Toksikologi Ion logam Berat. Jakarta: Rineka
Cipta.
Pavasant, P., Apiratikul, R., V, S., Suthiparinyanont, P. W. S., & Marhaba, T. .
(2005). Biosorption of Cu2+, Cd2+, Pb2+, and Zn2+ using Dried Marine Green
Macroalga Caulerpa lentillifera. Bioresource Tech, 7 (3), 135–144.
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 5 Tahun 2014, Tentang Baku Mutu Air
Limbah. Kementrian Lingkungan Hidup, Jakarta.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 18 Tahun 1999, Tentang
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. Kementrian
Lingkungan Hidup, Jakarta.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 82 Tahun 2001, Tentang Pengolahan
Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Kementrian Lingkungan
Hidup, Jakarta.
Potthast, A., Rosenau, T., & Kosma, P. (2006). Analysis of Oxidized Functionaties
in Cellulose. Advanced Polymer Science. (205): 1 – 6.
Putra, A., Yelmida., & Bahruddin. (2014). Pengaruh Waktu dan Suhu Reaksi
Grafting pada Proses Pembuatan Maleated Natural Rubber. JOM FT
Universitas Riau.
Reynolds. (1982). Unit Operation and Processes in Environmental Engineering.
California: Texas A&M University.
Riyanto. (2013). Limbah bahan berbahaya dan beracun. Yogyakarta: Deepublish.
Rizkamala. (2011).Adsorpsi Ion logam Cr (Total) Limbah Cair Industri Pelapisan
Ion logam Menggunakan Bulu Ayam. Jurnal Kimia Lingkungan, 4 (1), 91-97.
Rowe, R.C., Sheskey, P.J., & Quinn, M.E. (2009). Handbook of Pharmaceutical
Excipients. Edisi keenam. London: Pharmaceutical Press. Hal. 129 – 133, 136
– 138.
Rusmini. (2010). Analisis Besi Dalam Mineral Laterit melalui Proses Kopresipitasi
Menggunakan Nikel Dibutil ditiokarbamat. Semarang: UNNES.
Sahmoune, M. N., Louhab, K., & Boukiar, A. (2008). The Adsorption of Chromium
from Aqueous Solution Using Dead Biomass. Environment Research Journal,
2 (5), 254–260.
71
Sanusi, H.S. (2006). Kimia Laut, Proses Fisik Kimia dan Interaksinya dengan
Lingkungan. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Hal. 188.
Sastrawijaya, A.T. (2000). Pencemaran Lingkungan. Jakarta: Rineka Cipta. Hal.
113-114.
Sastrohamidjojo, H. (1992). Spektroskopi Inframerah. Yogyakarta: Liberty.
Sawyer, C.N., P.L. McCarty., & G.F. Parkin. (1994). Chemsitry For Environmental
Engineering and Science. Fifth Edition. Singapore: Mc. Graw Hill.
Schnoor, J.L. (1996). Environmental Modeling: Fate and Transport of Pollutants in
Water, Air and Soil. John Wiley & Sons Inc.
Sembiring, Meilita Triana., & Sinaga. (2003). Arang Aktif (Pengenalan dan Proses
Pembuatannya). Universitas Sumatra Utara, 3 (2), 13-18.
Skoog, D. A., M, D., West, F., Holler, J., & Crouch, S. R. (2000). Fundamentals of
Analytical Chemistry (London). Brooks Cole.
Sofarini, D., Rahman, A., & Ridwan, I. (2010). Studi Analisis Pengujian Ion logam
Berat pada Badan Air, Biota dan Sedimen di Perairan Muara DAS Barito.
Jurnal Bumi Lestari, 10 (1), 28-37.
Suhendra, D., & Gunawan, E.R. (2010). Pembuatan Arang Aktif dari Batang
Jagung Menggunakan Aktivator Asam Sulfat dan Penggunaannya pada
Penjerapan Ion Tembaga (II). Jurnal Makara, Sains, 14 (1), 22-26.
Sulistyawati, S. (2008). Modifikasi Tongkol Jagung sebagai Adsorben Ion logam
Berat Pb (II). [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Supartini. (2009). Komponen kimia kayu meranti kuning (Shorea macrobalanos).
Jurnal penelitian dipterokarpa, 3 (1), 65-72.
Surbakti, A., Sukendi., & Toer, E. (2016). Komposit Karbon Aktif dari Bahan
Serbuk Gergaji Kayu Karet dan Nanomagnetik Fe3O4+ PVDF sebagai Bahan
Penyerap Limbah Cair Berbasis Logam Berat. Jurnal Dinamika Lingkungan
Indonesia, 3 (1), 42-47.
Suwaidah, I.S., Achyadi, N.S., & Cahyadi, W. (2014). Kajian Cemaran Ion logam
Berat Timbal dari Kemasan Kertas Bekas ke dalam Makanan Gorengan. Penel
Gizi Makan, 37 (2), 145-154.
Suzuki, M. (1990). Adsorption Engineering. Tokyo: Elsevier.
Tahad, A. (2017). Isoterm Freundlich, Model Kinetika dan Penentuan Laju Reaksi
Adsorpsi Besi dengan Arang Aktif dari Ampas Kopi. Jurnal Teknologi Kimia,
2 (2), 13-21.
Tahid. (1994). Spektroskopi Inframerah Transformasi Fourier No II Th VIII.
Bandung: Warta Kimia Analitis.
Tatsumi, I. (1971). Water Work Engineering (JOSUI KOGAKU). Tokyo: Japanese
Edition.
72
Widiyatno, T., Yuliawati, T., & Susilo, A.A. (2017). Adsorpsi Logam Berat (Pb)
dari Limbah Cair dengan Adsorben Arang Bambu Aktif. Jurnal Teknologi
Bahan Alam, 1 (1), 17-23.
Widihati, I.A.G., Ni, G.A.M., Dwi, A.S., & Yohanita, A.N. (2012). Studi Kinetika
Adsorpsi Larutan Ion logam Cr Menggunakan Arang Batang Pisang (Musa
paradisiaca). Jurnal Kimia, 6 (1), 12-19.
Widowati, Wahyu. (2008). Efek Toksik Ion logam. Yogyakarta: Penerbit Andi. Hal.
240-241.
Wulandari, F., Umiatin., & Budi, E. (2015). Pengaruh Konsentrasi Larutan NaOH
pada Karbon Aktif Tempurung Kelapa untuk Adsorpsi Ion logam Cu2+.
Spektra: Jurnal Fisika dan Aplikasinya, 16 (2), 1-5.
Yan, G., & Viraraghavan. (2003). Heavy-metal Removal from Aqueous Solution
by Fungus Mucor rouxii. Water Res, 37, 4486–4496.
Yu, L.J., Dorris, KL., Shukla, A., & Margrave, JL. (2003). Adsorption of
Chromium from Aqueous Solutions by Maple Dust. Journal of Hazard
Materials, 100 (1-3), 53-63.
Zugenmaier, P. (2008). Crystalline Cellulose and Derivatives. Heidelberg:
Springer-Verlag. Hal. 2, 7-8.
73
LAMPIRAN
Lampiran 1. Data pengujian adsorpsi
1. Konsentrasi Adsorben
A. Ion Logam Cu
Data pengaruh sampel tanpa aktivasi terhadap ion logam Cu
C Adsorben (%) Co (ppm) Ct (ppm) E (%) Q (mg/g)
1,25 8,17 0,4550 94,43 0,6172
2,50 8,17 0,2351 97,12 0,3173
3,75 8,17 0,0000 100 0,2178
5,00 8,17 0,0026 99,96 0,1633
Keterangan: Co = konsentrasi awal (ppm) E = efisiensi adsorpsi (%)
Ct = konsentrasi akhir (ppm) Q = kapasitas adsorpsi (mg/g)
C Adsorben = konsentrasi adsorben (%)
Data pengaruh sampel aktivasi fisika terhadap ion logam Cu
C Adsorben (%) Co (ppm) Ct (ppm) E (%) Q (mg/g)
1,25 8,17 0,8096 90,09 0,5888
2,50 8,17 0,0000 100 0,3268
3,75 8,17 0,0000 100 0,2178
5,00 8,17 0,0000 100 0,1634
74
B. Ion logam Cd
Data pengaruh sampel tanpa aktivasi terhadap ion logam Cd
C Adsorben (%) Co (ppm) Ct (ppm) E (%) Q (mg/g)
1,25 8,5634 0,0000 100 0,6851
2,50 8,5634 0,0000 100 0,3425
3,75 8,5634 0,0000 100 0,2283
5,00 8,5634 0,0000 100 0,1712
75
C. Ion logam Mn
Data pengaruh sampel tanpa aktivasi terhadap ion logam Mn
C Adsorben (%) Co (ppm) Ct (ppm) E (%) Q (mg/g)
1,25 9,9109 0,0000 100 0,7928
2,50 9,9109 0,0000 100 0,3964
3,75 9,9109 0,0000 100 0,2643
5,00 9,9109 0,0000 100 0,1982
76
2. Konsenterasi adsorbat
A. Ion logam Cu
Data pengaruh sampel tanpa aktivasi terhadap ion logam Cu
77
B. Ion logam Cd
Data pengaruh sampel tanpa aktivasi terhadap ion logam Cd
78
C. Ion logam Mn
Data pengaruh sampel tanpa aktivasi terhadap ion logam Mn
C Adsorbat (ppm) Co (ppm) Ct (ppm) E (%) Q (mg/g)
10 9,9109 0,0000 100 0,7928
30 21,291 0,0000 100 1,7033
50 55,4475 9,7667 82,38 3,6544
70 76,9225 19,9637 74,04 4,5567
79
3. pH ion logam
A. ion logam Cu
Data pengaruh sampel tanpa aktivasi terhadap ion logam Cu
pH Co (ppm) Ct (ppm) E (%) Q (mg/g)
4 25,235 21,0896 16,43 0,1105
5 25,235 14,7767 41,44 0,2788
6 25,235 17,8356 29,32 0,1973
7 25,235 23,4437 7,10 0,0477
Keterangan: Co = konsentrasi awal (ppm) E = efisiensi adsorpsi (%)
Ct = konsentrasi akhir (ppm) Q = kapasitas adsorpsi (mg/g)
Data pengaruh sampel aktivasi fisika terhadap ion logam Cu
pH Co (ppm) Ct (ppm) E (%) Q (mg/g)
4 25,235 11,9017 52,84 0,5333
5 25,235 0,0000 100 1,0094
6 25,235 13,9994 44,52 0,4494
7 25,235 14,7767 41,44 0,4183
80
B. Ion logam Cd
Data pengaruh sampel tanpa aktivasi terhadap ion logam Cd
81
C. Ion logam Mn
Data pengaruh sampel tanpa aktivasi terhadap ion logam Mn
82
4. Suhu dan waktu
A. Ion logam Cu
Data pengaruh sampel aktivasi fisika terhadap ion logam Cu
T/t (oC/menit) Co (ppm) Ct (ppm) E (%) Q (mg/g)
30/30 25,8723 16,4181 36,54 0,3781
30/60 25,8723 12,5520 51,48 0,5328
30/90 25,8723 17,6796 31,66 0,3277
30/120 25,8723 16,3010 36,99 0,3828
45/30 25,8723 8,6150 66,70 0,6902
45/60 25,8723 13,1732 49,08 0,5079
45/90 25,8723 11,9008 54,00 0,5588
45/120 25,8723 3,6100 86,04 0,8904
60/30 25,8723 0,4332 98,32 1,0175
60/60 25,8723 0,0000 100 1,0348
60/90 25,8723 2,3050 91,09 0,9426
60/120 25,8723 10,7511 58,44 0,6048
75/30 25,8723 8,7676 66,11 0,6841
75/60 25,8723 2,9316 88,66 0,9176
75/90 25,8723 9,3915 63,70 0,6592
75/120 25,8723 6,2038 76,02 0,78674
Keterangan: Co = konsentrasi awal (ppm) E = efisiensi adsorpsi (%)
Ct = konsentrasi akhir (ppm) Q = kapasitas adsorpsi (mg/g)
T/t = Suhu (oC)/Waktu (menit)
B. Ion logam Cd
Data pengaruh sampel aktivasi fisika terhadap ion logam Cd
T/t (oC/menit) Co (ppm) Ct (ppm) E (%) Q (mg/g)
30/30 28,0598 7,3525 73,79 0,8282
30 /60 28,0598 6,5816 76,54 0,8591
30/90 28,0598 6,1236 78,17 0,8774
30/120 28,0598 3,5591 87,31 0,9800
45/30 28,0598 4,4674 84,07 0,9436
45/60 28,0598 2,5437 90,93 1,0206
45/90 28,0598 3,1698 88,70 0,9956
45/120 28,0598 7,9782 71,56 0,8032
60/30 28,0598 5,2001 81,46 0,9143
60/60 28,0598 0,0000 100 1,1223
60/90 28,0598 5,4214 80,67 0,9055
60/120 28,0598 8,5134 69,66 0,7818
75/30 28,0598 3,8568 86,25 0,9681
75/60 28,0598 9,2225 67,13 0,7534
75/90 28,0598 8,5453 69,55 0,7806
75/120 28,0598 12,1076 56,85 0,6380
83
C. Ion logam Mn
Data pengaruh sampel aktivasi fisika terhadap ion logam Mn
T/t (oC/menit) Co (ppm) Ct (ppm) E (%) Q (mg/g)
30/30 24,9369 22,1921 11,00 0,1097
30/60 24,9369 19,9463 20,01 0,1996
30/90 24,9369 20,1127 19,34 0,1929
30/120 24,9369 16,2715 34,74 0,3466
45/30 24,9369 20,1656 19,13 0,1908
45/60 24,9369 15,6687 37,16 0,3707
45/90 24,9369 19,6590 21,16 0,2111
45/120 24,9369 17,7686 28,74 0,2867
60/30 24,9369 20,9595 15,94 0,1590
60/60 24,9369 14,5655 38,20 0,3708
60/90 24,9369 22,8423 8,39 0,0837
60/120 24,9369 24,1051 3,33 0,0332
75/30 24,9369 22,6382 9,21 0,0919
75/60 24,9369 23,8026 4,54 0,0453
75/90 24,9369 23,3565 6,33 0,0632
75/120 24,9369 22,5701 9,49 0,0946
5. Regenerasi adsorben
Data regenerasi sampel terhadap ion logam Cu
Eluen Co (ppm) Ct (ppm) Ed (%)
EDTA 0,01 M 13,9715 12,9629 92,78
HNO3 0,5 M 13,3203 12,7563 95,76
H2O 23,5673 1,5241 6,46
Keterangan: Co = konsentrasi awal (ppm) Ed = efisiensi desorpsi (%)
Ct = konsentrasi akhir (ppm)
Data regenerasi sampel terhadap ion logam Cd
Eluen Co (ppm) Ct (ppm) Ed (%)
EDTA 0,01 M 24,8900 22,3533 89,81
HNO3 0,5 M 21,4782 16,9391 78,86
H2O 22,6384 1,5768 6,96
84
Lampiran 2. Grafik kapasitas adsorpsi
Grafik konsentrasi adsorben ion logam Cu
0,8
kapasitas adsorpsi (mg/g)
0,6
tanpa aktivasi
0,4
aktivasi fisika
0
1,25 2,5 3,75 5
konsentrasi adsorben (%)
0,8
kapasitas adsorpsi (mg/g)
0,6
0
1,25 2,5 3,75 5
konsentrasi adsorben (%)
1
kapasitas adsorpsi (mg/g)
0,8
0,6
tanpa aktivasi
0,4 aktivasi fisika
aktivasi kimia
0,2
0
1,25 2,5 3,75 5
konsentrasi adsorben (%)
85
Grafik konsentrasi adsorbat ion logam Cu
3
kapasitas adsorpsi (mg/g)
tanpa aktivasi
aktivasi fisika
1
aktivasi kimia
0
10 30 50 70
konsentrasi adsorbat (ppm)
5
kapasitas adsorpsi (mg/g)
3
tanpa aktivasi
2 aktivasi fisika
aktivasi kimia
1
0
10 30 50 70
konsentrasi adsorbat (ppm)
5
kapasitas adsorpsi (mg/g)
3
tanpa aktivasi
2 aktivasi fisika
aktivasi kimia
1
0
10 30 50 70
konsentrasi adsorbat (ppm)
86
Grafik pH ion logam Cu
1,2
kapasitas adsorpsi (mg/g)
0,8
tanpa aktivasi
aktivasi fisika
0,4
aktivasi kimia
0
4 5 6 7
pH
2
kapasitas adsorpsi (mg/g)
1,5
1 tanpa aktivasi
aktivasi fisika
0
4 5 6 7
pH
0,8
kapasitas adsorpsi (mg/g)
0,6
0
4 5 6 7
pH
87
Grafik suhu dan waktu ion logam Cu
1,2
0
30 60 90 120
waktu (menit)
1,2
kapasitas adsorpsi (mg/g)
1
30°C
45°C
0,8 60°C
75°C
0,6
30 60 90 120
waktu (menit)
0,4
kapasitas adsorpsi (mg/g)
0,3
30°C
0,2
45°C
60°C
0,1
75°C
0
30 60 90 120
waktu (menit)
88
Lampiran 3. Data isotherm adsorpsi
Data perhitungan isotherm adsorpsi aktivasi fisika ion logam Cu
log K = b
K = antilog (-0,3847)
K = 0,4124
1
=a
n
1
n = 0,8634 = 1,1582
89
Data perhitungan isotherm adsorpsi aktivasi fisika ion logam Cd
C (ppm) Co (ppm) Ce (ppm) Qe (mg/g) Ce/Qe Log Ce Log Qe
10 8,5634 0,0000 0,6851 0 0 -0,1642
30 21,417 3,3516 1,4452 2,3191 0,5252 0,1599
50 47,1075 9,2788 3,0263 3,0660 0,9674 0,48091
70 70,748 14,1856 4,5250 3,1349 1,1518 0,6556
1
=a
α
1
α = 0,1985 = 5,0377
1
αβ
=b
1
β = 0,7996 𝑥 5,0377 = 0,2482
log K = b
K = antilog (-0,182)
K = 0,6576
1
=a
n
1
n = 0,7035 = 1,4214
90
Data perhitungan isotherm adsorpsi aktivasi fisika ion logam Mn
C (ppm) Co (ppm) Ce (ppm) Qe (mg/g) Ce/Qe Log Ce Log Qe
10 9,9109 0,0000 0,2643 0 0 -0,5779
30 21,291 2,1311 0,5110 4,1704 0,3286 -0,2916
50 55,4475 9,3049 1,2304 7,5625 0,9687 0,09005
70 76,9225 19,1622 1,5402 12,4414 1,2824 0,1875
log K = b
K = antilog (-0,5333)
K = 0,2928
1
=a
n
1
n = 0,5974 = 1,6739
91
Lampiran 4. Data perhitungan kinetika adsorpsi
Data perhitungan orde nol pada ion logam Cu (mol/L)
Ct pada Ct pada Ct pada Ct pada
Suhu (oC) R2 k
30 menit 60 menit 90 menit 120 menit
30 2,55x10-4 1,94x10-4 2,74x10-4 2,52x10-4 0,0776 7x10-6
45 1,34x10-4 2,04x10-4 1,84x10-4 5,59x10-5 0,2429 -3x10-5
60 6,71x10-4 0,0000 3,57x10-5 1,67x10-4 0, 0029 -2x106
75 1,36x10-4 4,54x10-5 1,46x10-4 9,61x10-5 0,7702 5x10-5
x 1,31x10-4 1,12x10-4 1,60x10-4 1,43x10-4 0,2734 6,25x10-6
92
Data perhitungan orde nol pada ion logam Cd (mol/L)
Suhu Ct pada Ct pada Ct pada Ct pada
R2 k
(oC) 30 menit 60 menit 90 menit 120 menit
30 6,54x10-5 5,85x10-5 5,44x10-5 3,16x10-5 0,8646 -1x10-5
45 3,97x10-5 2,26x10-5 4,59x10-5 7,09x10-5 0,5692 1x10-5
60 4,62x10-5 0,0000 4,82x10-5 7,57x10-5 0,8878 2x10-5
75 3,43x10-5 8,20x10-5 7,60x10-5 1,07x10-4 0,8261 2x10-5
93
Data perhitungan orde nol pada ion logam Mn (mol/L)
Suhu Ct pada Ct pada Ct pada Ct pada
R2 k
(oC) 30 menit 60 menit 90 menit 120 menit
30 4,04x10-4 3,63x10-4 3,66x10-4 2,96x10-4 0,8520 -3x10-5
45 3,67x10-4 2,85x10-4 3,58x10-4 3,23x10-4 0,0409 -6x10-6
60 3,81x10-4 2,85x10-4 4,16x10-4 4,39x10-4 0,8926 5x10-5
75 4,12x10-4 4,33x10-4 4,25x10-4 4,11x10-4 0,0201 -1x10-6
94
Lampiran 5. Data perhitungan persamaan archenius
Data perhitungan energi aktivasi orde nol pada Cu
Hasil dari plot kurva regresi antara suhu (1/T) sebagai X dan ln konstanta laju (k)
sebagai Y didapatkan persamaan regresi sebagai berikut.
y = -555,3x + 11,662, dengan nilai R2 = 0,0259
didapatkan harga slope = 555,3
nilai Energi aktivasi (Ea) yang diperoleh adalah
Ea = 555,3 x 8,314 J/mol K
Ea = 4,616 kJ/mol
Nilai faktor frekuensi (A) yang diperoleh adalah
A = 𝑒 11,662
A = 116,075
Maka, persamaan Archenius
k = 116,075 e-4,616/RT
Hasil dari plot kurva regresi antara suhu (1/T) sebagai X dan ln konstanta laju (k)
sebagai Y didapatkan persamaan regresi sebagai berikut.
y = 2305,9x – 79,319, dengan nilai R2 = 0,5859
didapatkan harga slope =2305,9
nilai Energi aktivasi (Ea) yang diperoleh adalah
Ea = 2305,9 x 8,314J/mol K
95
Ea = 19,17 kJ/mol
Nilai faktor frekuensi (A) yang diperoleh adalah
A = 𝑒 −79,319
A = 3,566 x 10-35
Maka, persamaan Archenius
k = 3,566 x 10-35 e-19,17/RT
Hasil dari plot kurva regresi antara suhu (1/T) sebagai X dan ln konstanta laju (k)
sebagai Y didapatkan persamaan regresi sebagai berikut.
y = 756,77x – 25,787, dengan nilai R2 = 0,0788
didapatkan harga slope = 756,77
nilai Energi aktivasi (Ea) yang diperoleh adalah
Ea = 756,77 x 8,314 J/mol K
Ea = 6,291 kJ/mol
Nilai faktor frekuensi (A) yang diperoleh adalah
A = 𝑒 −25,787
A = 6,321 x 10-12
Maka, persamaan archenius
k = 6,321 x 10-12 e-6,291/RT
96
Lampiran 6. Grafik orde kinetika adsorpsi
Grafik orde nol ion logam Cu
0,0003
y = 2E-07x + 0,0002
0,00025 R² = 0,0776
0,0002
CA (mol/L)
0
0 20 40 60 80 100 120 140
t (menit)
3
2,5 30°C
y = 0,0032x + 1,6058
2 R² = 0,0048 45°C
1,5 y = -0,0004x + 1,4569
60°C
R² = 0,0009 y = 0,009x + 0,4524
1
R² = 0,3542 75°C
0,5 y = -0,0011x + 0,5855
0 R² = 0,0764
0 20 40 60 80 100 120 140
t (menit)
160000
140000
120000
1/CA (mol/L)
100000
30°C
80000
45°C
60000 y = -343,04x + 71446
R² = 0,0362 60°C
40000 y = 105,55x + 1001,6
y = -20,044x + 13159 75°C
R² = 0,4535
20000 R² = 0,0121
y = -4,6856x + 4519,5
0 R² = 0,0752
0 20 40 60 80 100 120 140
t (menit)
97
Grafik orde nol ion logam Cd
0,00012
y = 7E-07x + 2E-05
0,0001 R² = 0,8261
0,00008
CA (mol/L)
2,5
y = -0,0082x + 2,4091
ln (CAO/CA) (mol/L)
0
0 20 40 60 80 100 120 140
t (menit)
40000
y = -185,54x + 40210
1/CA (mol/L)
R² = 0,3154
30000
y = 167,19x + 8035,8 30°C
R² = 0,7567
45°C
20000
60°C
y = 129,09x + 4206,1 y = -195,4x + 30598 75°C
10000
R² = 0,25 R² = 0,7143
0
0 20 40 60 80 100 120 140
t (menit)
98
Grafik orde nol ion logam Mn
0,0005
0,00045
y = -4E-08x + 0,0004
R² = 0,0201
CA (mol/L)
0,00025
0 50 100 150
t (menit)
0,4
y = -0,0046x + 0,5347
y = 0,0005x + 0,2753
ln (CAO/CA) (mol/L)
R² = 0,8593
0,3 R² = 0,0296
30°C
0,2 y = 0,0031x + 0,0148 45°C
R² = 0,8354
60°C
0,1 y = 9E-05x + 0,0701
R² = 0,0199 75°C
0
0 20 40 60 80 100 120 140
-0,1
t (menit)
3400
y = 8,932x + 2164,6
R² = 0,8169
y = 1,3029x + 2931,6
1/CA (mol/L)
R² = 0,0201
3000 30°C
45°C
99
Lampiran 7. Perhitungan
Co−Ce
Efisiensi Adsorpsi (%) = x 100%
Co
24,7795 ppm − 1,04615 ppm
= x 100%
24,7795 ppm
= 95,77%
Co−Ce
Kapasitas Adsorpsi (mg/g) = xV
W
24,7795 ppm −1,04615 ppm
= x 0,02 L
0,5 gram
= 0,9493 mg/g
Keterangan:
Co = Konsentrasi awal adsorbat (ppm)
Ce = Konsentrasi akhir adsorbat (ppm)
W = Massa adsorben (gram)
V = Volume larutan (L)
Konsentrasi Cu 10 ppm
Konsentrasi Cu (ppm) = y = bx + a
Abs = b cons + a
Abs = 0,127 cons + 0,1144
1,3568 = 0,127 cons + 0,1144
1,3568 – 0,1144
Cons = 0,127
100
Lampiran 8. Pembuatan larutan
1. HCl 4 M volume 1000 ml
HCl 37%
10 x % x ρ
Molaritas HCl = BM
10 x 37% x 1,19
= 36,5
= 12,06 M
HCl 4 M
V1 x N1 = V2 x N2
ml x 12,06 M = 1000 ml x 4 M
4000
ml = 12,06
= 331,67 ml
g = 1 gram
249,68
= x1g
63,55
= 3,928 g
352,60
= 112,411 x 1 g
= 3,137 g
101
Ion logam Mn dari senyawa kompleks MnSO4.H2O
169,02
= x1g
54,94
= 3,076 g
HNO3 = 65%
10 x % x ρ
Molaritas HNO3 = BM
10 x 65% x 1,40
= 63,01
= 14,4 M
V1 x N1 = V2 x N2
50
ml =
14,4
= 3,47 ml
4. Pembuatan Na2HPO4.2H2O
g 1000
0,2 M = 177,99 x 250 ml
= 8,8995 g
5. Pembuatan C6H8O7.H2O
g 1000
0,1 M = x
210,14 250 ml
= 5,2535 g
102
Lampiran 9. Pembuatan pH buffer
1. Buffer pH 4
38,55 ml dengan asam sitrat 0,1 M sebanyak 61,45 ml kedalam labu ukur 100
2. Buffer pH 5
51,50 ml dengan asam sitrat 0,1 M sebanyak 48,50 ml kedalam labu ukur 100
3. Buffer pH 6
63,15 ml dengan asam sitrat 0,1 M sebanyak 36,85 ml kedalam labu ukur 100
4. Buffer pH 7
82,35 ml dengan asam sitrat 0,1 M sebanyak 17,65 ml kedalam labu ukur 100
103
Lampiran 10. Panjang Gelombang Maksimum Larutan Uji
Ion logam Cu (324,7 nm)
1,4
1,2
1
y = 0,1203x + 0,0883
0,8 R² = 0,9974
Abs
0,6
0,4
0,2
0
0 5 10 15
Conc (ppm)
104
Ion logam Cd (228,8 nm)
1,4
1,2
1 y = 0,0388x + 0,8731
0,8 R² = 0,9653
Abs
0,6
0,4
0,2
0
0 5 10 15
Conc (ppm)
105
Ion logam Mn (279,5 nm)
1,4
1,2
1
0,8 y = 0,1074x + 0,2507
Abs
R² = 0,9842
0,6
0,4
0,2
0
0 5 10 15
Cons (ppm)
106
Lampiran 11. Baku mutu air limbah
107
Lampiran 12. Hasil spektrum FTIR
Spektrum gugus fungsi adsorben sebelum adsorpsi
O-H
C=O C-O
108
Lampiran 13. Hasil analisis SEM
Adsorben sebelum adsorpsi
109
Adsorben setelah adsorpsi
110
Lampiran 14. Gambar alat, bahan dan proses penelitian
111
Sampel di Furnace sampel di oven
112
Sampel yang diadsorpsi pH buffer yang digunakan
pengukuran pH AAS
FT-IR SEM
113