Anda di halaman 1dari 57

PEMANFAATAN SUMBER KARBON DAN NITROGEN

LOKAL PADA MEDIUM PRODUKSI BAKTERI


PELARUT KALIUM

ADE MAULANA PUTRA

PROGRAM STUDI BIOLOGI


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2020 M / 1441 H
PEMANFAATAN SUMBER KARBON DAN NITROGEN
LOKAL PADA MEDIUM PRODUKSI BAKTERI
PELARUT KALIUM

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains


Pada Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

ADE MAULANA PUTRA


11150950000055

PROGRAM STUDI BIOLOGI


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2020 M / 1441 H

ii
ABSTRAK
Ade Maulana Putra. Pemanfaatan Sumber Karbon dan Nitrogen Lokal pada
Medium Produksi Bakteri Pelarut Kalium. Skripsi. Program Studi Biologi.
Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta. 2020. Dibimbing oleh R. Bambang Sukmadi dan Etyn Yunita.

Penggunaan medium Alexandrov sebagai medium produksi bakteri pelarut kalium


(BPK) memerlukan biaya yang cukup besar. Upaya alternatif dilakukan untuk
menggantikan glukosa sebagai sumber karbon dan yeast extract sebagai sumber
nitrogen pada medium Alexandrov dengan bahan yang lebih murah. Penelitian ini
dilakukan untuk mencari isolat terbaik dalam melarutkan kalium feldspar dan
mencari alternatif sumber karbon dan nitrogen dalam medium produksi BPK.
Penelitian terbagi menjadi 2 tahap yaitu seleksi aktivitas bakteri dan kajian produksi
BPK dengan medium yang dimodifikasi. Sepuluh isolat bakteri digunakan dalam
penelitian ini, koleksi laboratorium Agromikrobiologi, Balai Bioteknologi, BPPT.
Hasil seleksi dari sepuluh isolat bakteri didapatkan dua isolat terbaik dalam
melarutkan kalium yaitu GRTL 6.1 dan GRTL 7.1 dengan indeks pelarutan kalium
masing-masing 7,33 dan 5,28. Molase dan glukosa teknis serta urea dan tepung ikan
dapat menggantikan sumber karbon berupa glukosa dan sumber nitrogen berupa
yeast extract pada medium produksi sel bakteri pelarut kalium. Kombinasi sumber
karbon dan nitrogen lokal yang menghasilkan jumlah sel bakteri terbanyak pada
inkubasi 48 jam yaitu pada GRTL 7.1 medium 2 menggunakan molase dan urea
dengan jumlah bakteri 1,9 x 1013 CFU/ml.

Kata kunci: Karbon; Nitrogen; Produksi BPK; Seleksi BPK

vi
ABSTRACT
Ade Maulana Putra. Utilization of Local Carbon and Nitrogen Sources in the
Production Medium of Potassium Solubilizing Bacteria. Undergraduate
Thesis. Department of Biologi. Faculty of Science and Technology. State
Islamic University Syarif Hidayatullah Jakarta. 2020. Advised by R Bambang
Sukmadi and Etyn Yunita.
The medium use of Alexandrov as the production medium of potassium solubilizing
bacteria (PSB) requires considerable cost. Alternative effort were made to replace
glucose as a carbon source and yeast extract as a nitrogen source on Alexandrov
medium with cheaper ingredients. The research was conducted to find the best
isolates in dissolving potassium feldspar and looking for alternative sources of
carbon and nitrogen in the PSB production medium. The research was divided into
2 stages, namely the selection of bacterial activity and production review of PSB
with modified medium. Ten isolates of bacteria were used in this study, a collection
of Agromicrobiology laboratory, Balai Biotechnology, BPPT. The selection of ten
isolates of bacteria obtained the two best isolates in dissolving potassium, namely
GRTL 6.1 and GRTL 7.1 with the potassium dissolving index respectively 7,33 and
5,28. Molasses and technical glucose and urea and fish meal can replace the carbon
source in the form of glucose and nitrogen source in the form of yeast extract in the
media production of PSB. The combination of local carbon and nitrogen sources
that produce the highest number of bacterial cells in the incubation of 48 hours in
the GRTL 7.1 medium 2 using molasses and urea with the number of bacteria 1,9
x 1013 CFU/ml.
Keywords: Carbon; Nitrogen; Production PSB; Selection PSB

vii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohim
Alhamdulillahirrabbil’alamin, puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah
SWT atas terselesaikannya skripsi yang berjudul “Pemanfaatan Sumber Karbon dan
Nitrogen Lokal pada Medium Produksi Bakteri Pelarut Kalium”. Skripsi ini ditulis
dengan tujuan untuk memenuhi sebagian syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Sains Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam pelaksanaan pembuatan Skripsi ini,
penulis telah mendapatkan pengarahan, bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak,
maka dari itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Prof. Dr. Lily Surayya Eka Putri, M.Env.Stud. Selaku Dekan Fakultas Sains
dan Teknologi Universitas Islam Negeri Jakarta.
2. Dr. Priyanti, M.Si., selaku Ketua Program Studi Biologi Fakultas Sains dan
Teknologi Universitas Islam Negeri Jakarta.
3. Narti Fitriana, M.Si., selaku Sekretaris Program Studi Biologi Fakultas Sains
dan Teknologi Universitas Islam Negeri Jakarta.
4. Drs. R. Bambang Sukmadi, M.Si, selaku Dosen pembimbing I yang telah
memberikan bimbingan, pengarahan, koreksi, masukan serta memberikan
motivasi selama pembuatan skripsi ini, serta kesempatan yang diberikan
untuk melaksanakan penelitian ini.
5. Etyn Yunita, M.Si., selaku Dosen pembimbing II yang telah bersedia
meluangkan waktu untuk memberikan koreksi, pengarahan dan bimbingan
selama pembuatan skripsi ini.
6. Dr. Dasumiati, M.Si selaku Dosen penguji Sidang Munaqosyah yang telah
memberi masukan dan saran yang membangun.
7. Dr. Agus Salim, M.Si selaku Dosen penguji Sidang Munaqosyah yang telah
memberi masukan dan saran yang membangun.
8. Dr. Nani Radiastuti, M.Si selaku Dosen penguji seminar proposal dan
seminar hasil yang telah memberi masukan dan saran yang membangun.
9. Agustina Senjayani, M.Si, M.Si selaku Dosen penguji seminar proposal dan
seminar hasil yang telah memberi masukan dan saran yang membangun.

viii
10. Seluruh Dosen Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Jakarta.
11. Kedua orang tua Bapak Muhamadih dan Ibu Asih, serta kakak saya yakni
Lilik Octaviani yang selalu memberikan dukungan dalam pembuatan skripsi.
12. Pak Mahmud selaku pembimbing Laboratorium yang telah membantu dan
mendampingi selama penelitian, Pak Nian, Pak Imam, Ka Davia, Ka Ana,
Mas Aji, dan seluruh staf Balai Bioteknologi BPPT atas ilmu, kesempatan
dan bantuan yang telah diberikan selama penelitian.
13. Teman-teman Biologi 2015 yang saling mendukung dan memberikan
bantuan kepada penulis selama penelitian.
Terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam penyusunan
skripsi ini. Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan yang telah dilakukan
dan penulis berharap skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

Jakarta, Januari 2020

Penulis

ix
DAFTAR ISI

Halaman
ABSTRAK ....................................................................................................... vi
ABSTRACT ..................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... viii
DAFTAR ISI .................................................................................................... x
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xi
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xiii

BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang................................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah............................................................................ 2
1.3. Hipotesis .......................................................................................... 2
1.4. Tujuan Penelitian ............................................................................. 3
1.5. Manfaat Penelitian ........................................................................... 3
1.6. Kerangka Berpikir ........................................................................... 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Pupuk Hayati ................................................................................... 5
2.2. Bakteri Pelarut Kalium .................................................................... 6
2.3. Kalium di Alam ............................................................................... 8
2.4. Medium Pertumbuhan Bakteri Pelarut Kalium ............................... 9

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN


3.1. Waktu dan Tempat........................................................................... 13
3.2. Alat dan Bahan ................................................................................ 13
3.3. Rancangan Penelitian ...................................................................... 14
3.4. Cara Kerja ........................................................................................ 14
3.5. Analisis Data.................................................................................... 18

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1. Seleksi Aktivitas Bakteri Pelarut Kalium ........................................ 19
4.2. Produksi Sel Bakteri Pelarut Kalium ............................................... 22

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN


5.1. Kesimpulan ...................................................................................... 32
5.2. Saran ................................................................................................ 32

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 33

LAMPIRAN-LAMPIRAN ............................................................................... 39

x
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1. Komposisi Medium Alexandrov.................................................. 13
Tabel 2. Modifikasi Medium Alexandrov.................................................. 14
Tabel 3. Indeks Pelarutan Kalium 10 Isolat BPK pada Medium
Alexandrov dengan Sumber Kalium dari Batuan Feldspar........... 19
Tabel 4. Jumlah Sel Bakteri pada Waktu Inkubasi 48 Jam Berdasarkan
Metode Total Plate Count (TPC).................................................. 28
Tabel 5. Biomassa Berat Kering Sel Bakteri Waktu Inkubasi 48 Jam....... 31

xi
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 1. Kerangka Berpikir Penelitian..................................................... 4
Gambar 2. Hasil Seleksi Aktivitas Bakteri Pelarut Kalium......................... 21
Gambar 3. Hasil TPC Inokulum GRTL 7.1 yang Ditumbuhkan dalam
Medium Alexandrov.................................................................. 23
Gambar 4. Kurva pertumbuhan bakteri GRTL 6.1 selama produksi sel
bakteri dalam medium Alexandrov dengan modifikasi sumber
karbon dan nitrogen................................................................... 23
Gambar 5. Kurva pertumbuhan bakteri GRTL 7.1 selama produksi sel
bakteri dalam medium Alexandrov dengan modifikasi sumber
karbon dan nitrogen................................................................... 24
Gambar 6. Kurva Perubahan pH Kultur Selama Produksi Sel Bakteri
GRTL 6.1 dalam Medium Alexandrov dengan Berbagai
Kombinasi Komposisi Karbon dan Nitrogen............................. 26
Gambar 7. Kurva Perubahan pH Kultur Selama Produksi Sel Bakteri
GRTL 7.1 dalam Medium Alexandrov dengan Berbagai
Kombinasi Komposisi Karbon dan Nitrogen............................. 26

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran 1. Perhitungan Konsentrasi Karbon dan Nitrogen yang
Digunakan dalam Medium Produksi (Alexandrov dengan
Modifikasi)......................................................................... 39
Lampiran 2. Uji F Anova terhadap Data Jumlah Sel Bakteri Isolat
GRTL 6.1 dan GRTL 7.1 pada Waktu Inkubasi 48 Jam ..... 40
Lampiran 3. Perubahan pH Kultur Selama Fermentasi .......................... 42
Lampiran 4. Nilai Log Jumlah Sel Isolat Bakteri GRTL 6.1 dan 7.1....... 43
Lampiran 5. Bahan Sumber Karbon dan Nitrogen yang Digunakan
dalam Medium Produksi Sel Bakteri Pelarut Kalium ......... 44

xiii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Indonesia merupakan negara agraris dengan sebagian besar penduduknya
bermata pencaharian sebagai petani (Budiman, 2013). Pupuk adalah faktor penting
dalam bidang pertanian. Banyak petani lebih memilih pupuk kimia seperti NPK,
KCL, ZA, dan Urea. Penggunaan pupuk kimia berkepanjangan akan menimbulkan
masalah lingkungan dan penurunan kualitas tanah (Lynn, Win, Kyaw, Latt & Yu,
2013).
Aplikasi pupuk hayati dapat mengurangi penggunaan pupuk kimia sehingga
dapat menanggulangi masalah lingkungan dan penurunan kualitas tanah.
Penggunaan pupuk hayati dapat mengurangi biaya produksi pertanian dari pupuk
kimia (Sukmadi, Supriyo, Rupaedah, Mira & Bakhtiar, 2016). Pengaplikasian
pupuk hayati Bio-SRF meningkatkan hasil produksi bawang merah sebesar 55,71%
dibandingkan dengan tanpa aplikasi pupuk hayati (Sukmadi et al., 2016).
Penggunaan mikroba yang dapat merangsang pertumbuhan tanaman (termasuk
bakteri pelarut kalium) sebagai pupuk hayati, disarankan sebagai solusi untuk
memperbaiki nutrisi pada tanaman (Sutarya, 2011).
Kalium tersedia di alam dalam bentuk mineral silikat seperti (mika,
muscovite, feldspar, microline, orthoklas) yang belum dapat dimanfaatkan oleh
tanaman (Lestari, 2017). Bakteri pelarut kalium (BPK) dibutuhkan untuk
melarutkan kalium yang terdapat pada mineral silikat. BPK mampu menyediakan
kalium dalam bentuk tersedia di dalam tanah. BPK mampu menyediakan K melalui
perombakan mineral-mineral yang mengandung K menjadi ion-ion K sehingga
tersedia bagi tanaman (Parmar & Shindu, 2013). Koleksi laboratorium
Agromikrobiologi BPPT memiliki banyak isolat BPK. Isolat perlu dilakukan
seleksi untuk mendapatkan isolat BPK terbaik dalam melarutkan kalium.
Salah satu formula medium untuk menumbuhkan BPK adalah medium
Alexandrov. Sumber karbon medium Alexandrov menggunakan glukosa dan
sumber nitrogen menggunakan yeast extract. Dalam penggunaannya dibutuhkan
biaya yang tinggi untuk membuat medium dengan jumlah yang banyak. Harga
glukosa anhidrat 1000 gram adalah Rp1.213.000,00 dan harga yeast exrtact 500

1
2

gram adalah Rp1.948.000,00 Kegiatan produksi sel BPK memerlukan alternatif


sumber karbon dan nitrogen yang murah dan mudah didapat untuk menggantikan
sumber karbon dan nitrogen. Glukosa teknis dan molase dapat menggantikan
glukosa sebagai sumber karbon, sedangkan urea dan tepung ikan dapat
menggantikan yeast extract sebagai sumber nitrogen untuk produksi sel bakteri
pelarut fosfat (Ramadhani, 2015).
Molase dan glukosa teknis banyak diproduksi di Indonesia. Harga molase dan
glukosa teknis terbilang cukup murah dibandingkan harga glukosa ahnidrat. Harga
glukosa teknis 1000 gram adalah Rp40.000,00 sedangkan harga molase 1 liter
adalah Rp10.000,00. Urea dan tepung ikan merupakan sumber nitrogen yang murah
dibandingkan yeast extract dan banyak di produksi di Indonesia dengan harga Urea
1000 gram adalah Rp12.000,00 dan harga tepung ikan 1000 gram adalah
Rp14.000,00. Produksi sel BPK dalam formula medium alternatif dengan
modifikasi sumber karbon dan nitrogen diharapkan diperoleh jumlah sel bakteri
sama atau bahkan lebih banyak dibandingkan medium Alexandrov.

1.2. Rumusan Masalah


Rumusan masalah dari penelitian ini yaitu:
1. Isolat manakah yang mempunyai kemampuan terbaik dalam melarutkan
kalium (feldspar)?
2. Apakah sumber karbon dan nitrogen lokal dapat menggantikan sumber
karbon dan nitrogen yang ada pada medium produksi sel bakteri pelarut
kalium?
3. Kombinasi sumber karbon dan nitrogen manakah yang paling baik untuk
dijadikan medium produksi sel bakteri pelarut kalium?

1.3. Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini yaitu:
1. Diperoleh isolat terbaik dalam melarutkan kalium (feldspar).
2. Sumber karbon dan nitrogen lokal dapat menggantikan sumber karbon dan
nitrogen pada medium produksi bakteri pelarut kalium.
3. Diperoleh sumber karbon dan nitrogen lokal yang terbaik untuk
menghasilkan produksi sel bakteri pelarut kalium yang terbanyak.
3

1.4. Tujuan Penelitian


Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Menganalisa isolat terbaik dalam melarutkan kalium (feldspar).
2. Menganalisa sumber karbon dan nitrogen lokal terbaik dalam produksi isolat
bakteri pelarut kalium.
3. Menganalisa kombinasi karbon dan nitrogen lokal terbaik dalam medium
produksi bakteri pelarut kalium untuk menghasilkan populasi sel terbanyak.

1.5. Manfaat Penelitian


Hasil penelitian ini diharapkan mampu memperoleh isolat bakteri pelarut
kalium terbaik dalam melarutkan kalium dalam bentuk mineral silikat dan
memperoleh alternatif sumber karbon dan nitrogen lokal untuk medium
pertumbuhan bakteri pelarut kalium sebagai bahan aktif pupuk hayati.
4

1.6. Kerangka Berpikir


Kerangka berpikir pada penelitian ini ditampilkan pada Gambar 1.

Penggunaan pupuk kimia berlebih memiliki dampak


lingkungan dan penurunan kualitas tanah

Aplikasi pupuk hayati dapat mengurangi dampak


negatif penggunaan pupuk kimia

Isolat bakteri pelarut kalium (BPK)


koleksi Balai Bioteknologi, BPPT

Uji kemampuan isolat BPK dalam melarutkan kalium


dalam rangka mencari isolat terbaik untuk produksi BPK

Medium produksi sel BPK


mahal

Dilakukan penelitian untuk mencari alternatif


medium produksi dengan mengganti sumber karbon
(C) dan nitrogen (N)

Didapatkan dua isolat terbaik Didapatkan sumber C dan N


dalam melarutkan kalium alternatif untuk produksi sel BPK

Gambar 1. Kerangka Berpikir Penelitian


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pupuk Hayati


Menurut Permentan Nomor 1 tahun 2019, pupuk hayati merupakan produk
biologi aktif terdiri atas mikroba yang dapat memberikan ketersediaan unsur hara
bagi tanaman. Beberapa jenis mikroba yang umum digunakan sebagai pupuk hayati
adalah bakteri penambat N (simbiotik dan non simbiotik), bakteri dan fungi pelarut
P, bakteri pelarut K (Bhattacharjee & Dey, 2014). Pupuk hayati yang banyak
dikembangkan di Indonesia adalah (1) mikroba penambat nitrogen, (2) mikroba
pelarut fosfat, (3) mikroba pelarut kalium. Menurut Goenadi (2006), pupuk hayati
pada prinsipnya merupakan mikroba yang mampu meningkatkan atau memperbaiki
ketersediaan unsur hara bagi tanaman dan mampu mengurangi konsumsi pupuk
kimia.
Mikroba penambat nitrogen sangat diperlukan untuk pertumbuhan tanaman.
Inokulasi rhizobium pada kacang tanah varietas Kidang meningkatkan tinggi
tanaman, bobot basah dan kering akar serta bobot kering tanaman bagian atas.
Inokulasi rhizobium DR4 pada kacang tanah varietas Kidang mampu meningkatkan
bobot basah dan kering akar serta bobot kering tanaman bagian atas yang menyamai
perlakuan pupuk Urea 200 kg N/ha. Perlakuan inokulan rhizobium DR4 pada
kacang tanah varietas Kidang setara dengan pemberian pupuk Urea sebesar 200 kg
N/ha (Ramdani, 2007).
Fosfat merupakan unsur hara makro yang berperan penting bagi pertumbuhan
dan produksi tanaman, namun demikian ketersediaan fosfat di dalam tanah-tanah
di Indonesia sangat rendah. Berbagai usaha dilakukan untuk meningkatkan efisiensi
ketersediaan fosfat bagi tanaman seperti pengapuran tanah masam dan penambahan
pupuk organik. Usaha lain adalah dengan menggunakan mikroba pelarut fosfat
(MPF) baik bakteri pelarut fosfat (BPF) maupun fungi pelarut fosfat (FPF).
Premono (1994), berhasil mengisolasi 219 isolat MPF yang terdiri dari 150 BPF
dan 69 FPF dari contoh tanah dan akar tanaman tebu yang diambil dari berbagai
lokasi dari daerah Lampung, Sumatera Selatan, Sragen, dan Madura. Setelah
diseleksi berdasarkan kemampuannya dalam melarutkan berbagai bentuk fosfat

5
6

sukar larut, enam spesies MPF berhasil diidentifikasi yang terdiri dari satu spesies
FPF (Aspergillus ficuum) dan lima spesies bakteri (Bacillus subtilis, Yersinia
kristensenii, Pseudomonas putida, Pseudomonas fluorescens, dan Klebsiella
terriguma). Selanjutnya Iswandi & Hifnalisa (1996), berhasil mengisolasi MPF dari
berbagai tipe penggunaan lahan di Kalimantan Barat yang terdiri dari hutan primer,
hutan sekunder, kebun karet, ladang berpindah, dan padang alang-alang.
Berdasarkan hasil penelitian mereka, terdapat perbedaan kemampuan dari BPF dan
FPF dalam melarutkan AlPO4 dan FePO4.
Bakteri pelarut kalium dapat meningkatkan ketersediaan kalium dalam tanah
untuk diserap tanaman, meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman. Hasil
penelitian Han, Supanjani & Lee (2006), menunjukkan bahwa inokulasi bakteri
pelarut kalium dengan batuan kalium dapat meningkatkan serapan kalium tanaman
merica dan mentimun. Herdiyantoro, Hudaya & Setiawati (2015), menunjukkan
bahwa inokulasi bakteri pelarut kalium J25-2 dapat meningkatkan kalium tersedia
tanah dibandingkan kontrol pada enam minggu setelah tanam pada rhizosfer
tanaman jagung. Hasil penelitian Herdiyantoro et al. (2015) menunjukkan bahwa
perlakuan dosis 0,10% inokulan bakteri pelarut kalium J36-1 memberikan nilai
serapan kalium tertinggi tanaman jagung dibandingkan perlakuan lainnya.

2.2. Bakteri Pelarut Kalium


Bakteri memainkan peranan penting dalam siklus kalium alami. Beberapa
spesies bakteri mampu menyediakan kalium dalam bentuk yang mudah di
manfaatkan oleh tanaman yang tersedia di dalam tanah. Bakteri pelarut kalium
dapat ditemukan di tanah ataupun di daerah rhizosfer akar. Bakteri pelarut kalium
menghasilkan asam-asam organik yang dapat membantu melepaskan kalium yang
terikat pada mineral pembawa kalium (Archana, 2007). Berbagai spesies bakteri
pelarut kalium telah ditemukan seperti di India oleh Prajapati & Modi (2012), yang
menemukan bakteri pelarut kalium spesies Enterobacter hormaechei dari tanah
industri keramik di daerah Kadi, Kalol dan Himmatnagar. Selain itu, Sugumaran &
Janarthanam (2007), menemukan bakteri pelarut kalium spesies Bacillus
mucilaginosus.
7

Bakteri pelarut kalium dapat memberikan efek yang menguntungkan bagi


pertumbuhan dan perkembangan tanaman sehingga dapat dijadikan sebagai pupuk
hayati yang ramah lingkungan. Hal ini dilaporkan oleh Hans & Lee (2005), bahwa
bakteri pelarut kalium yaitu Bacillus mucilaginosus diinokulasi pada tanah yang
ditanami terong dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman terong tersebut.
Peningkatan produksi sebesar 15-20% pada ubi dan tapioka karena aplikasi bakteri
pelarut kalium dan dalam kombinasi dengan pupuk hayati lainnya (Chandra, Greep,
Ravindranath & Sivathsa, 2005).
Sheng & Huang (2002), mengemukakan bahwa pelepasan kalium dari
mineral dipengaruhi oleh pH, oksigen terlarut dan strain bakteri yang digunakan.
Efisiensi pelepasan kalium yang dilakukan oleh bakteri dapat bervariasi karena
dipengaruhi oleh ikatan K dalam mineral dan kondisi aerobik (Sheng & He, 2006).
Mekanisme pelarutan BPK untuk menyediakan K yang dapat diserap
tanaman dari bentuk K tidak terlarut maupun bentuk struktural K yang tidak
tersedia adalah melalui produksi asam organik (Meena, Mauraya & Bahrudur,
2014). Asam organik yang dihasilkan dapat secara langsung melarutkan kalium
pada mineral primer atau mengkhleat ion silikat pada mineral primer untuk
kemudian menjadi bentuk yang tersedia bagi tanaman (Rogers, Bennett & Choi,
1998; Biswas & Basak, 2009). Meena, Mauraya & Meena, (2013), menyatakan
bahwa asam organik yang diproduksi oleh BPK dapat melarutkan mika dan feldspar
baik dengan cara menurunkan pH, membentuk kerangka untuk mendestabilisasikan
kompleks kerangka permukaan mineral atau dengan cara melengkapi kerangka
logam. Asam organik yang diproduksi oleh BPK diantaranya asam oksalat, asam
sitrat, asam malat, asam asetat, asam fumarat, asam tartrat asam laktat, asam
propionat dan asam suksinat (Wu, Cao, Li, Cheung & Wong, 2005). Perbedaan
asam organik yang dihasilkan oleh BPK bergantung pada karakteristik bakteri dan
sumber karbon. Selain memproduksi asam organik, BPK juga menghasilkan
vitamin, asam amino serta beberapa zat pengatur tumbuh yang dapat membantu
pertumbuhan tanaman yaitu indole-3acetic acid (IAA) dan gibeberellic acid (GA3)
(Bagyalakhsmi, Ponmurugan & Marimuthu, 2012).
8

2.3. Kalium di Alam


Kalium (K) merupakan makronutrien tersedia berlimpah di dalam tanah yang
memainkan peran penting dalam pertumbuhan, metabolisme dan perkembangan
tanaman (Parmar & Sindhu, 2013). Litosfer mengandung 2.5% kalium. Kalium di
tanah terdapat dalam empat bentuk yang berbeda seperti mineral tanah, tersedia,
dapat ditukar, dan tidak dapat tukar. Di antara empat bentuk yang berbeda dari
kalium dalam tanah, konsentrasi K larut dalam tanah biasanya sangat rendah yaitu
hanya sekitar 1-2% dan sebagian besar proporsi yaitu 98% dari K dalam tanah
adalah batuan larut dan mineral (Goldstein, 1994).
Kalium di alam ada dalam berbagai bentuk dengan potensi penyerapannya
untuk setiap tanaman berbeda-beda. Kalium total di tanah berbeda pada tiap lokasi
lahan tergantung jenis batuan induk dan kondisi iklim daerah tersebut. Daerah
dengan curah hujan dan temperatur yang tinggi, memiliki kandungan kalium yang
lebih sedikit di dalam tanah dibandingkan dengan daerah yang memiliki curah
hujan yang lebih rendah. Rendahnya kadar kalium total tersebut dikarenakan curah
hujan dan temperatur yang tinggi akan mempercepat proses pelepasan dan
pencucian kalium yang ada di dalam tanah (Tisdale, Nelson & Beaton, 1985).
Kalium terikat dalam bentuk mineral silikat yaitu muskovit, orthoklas, biotit,
feldspar, illit, mika, vermikulit, smectite. Kalium dalam bentuk mineral silikat ini
dapat dilarutkan oleh bakteri melalui produksi asam dan kalium akan tersedia untuk
tanaman (Ullman, Kirchman, Welch & Vandevivere, 1996). Tanah lempung kaya
akan kadar kalium. Tanah tua dan tanah abu vulkanik, umumnya juga kaya kadar
K sedangkan tanah gambut kadar K sedang sampai rendah. Semakin dalam tanah
dari permukaan, maka kadar K makin rendah (Selian, 2008). Banyak tanah yang
awalnya kaya akan kalium menjadi kekurangan kalium karena adanya erosi tanah
dan penggunaan kalium oleh tanaman (Sheng & Huang, 2002).
Bentuk dan kandungan kalium total di dalam tanah terdiri dari mineral (0.05-
2.5 %) (Chapman & Pratt, 1961), tidak dapat ditukar (50-750 ppm), dapat ditukar
(40-600 ppm) dan terlarut (1-10 ppm) (Havlin, Tisdale, Beaton & Nelson, 2005).
Kalium dalam bentuk mineral dan bentuk tidak dapat ditukar merupakan kalium
tidak tersedia. Kalium tidak tersedia biasanya ditemukan dalam feldspar dan mika
(Tisdale et al., 1985). Kalium terikat dalam mineral primer seperti ortoklas dan
9

muskovit (Goldstein, 1994). Kalium tersedia merupakan kalium dalam bentuk


dapat ditukar dan bentuk larutan. Kalium tersedia ini merupakan kalium yang
mudah diserap oleh tanaman. Bentuk kalium tersedia dalam tanah untuk diserap
tanaman adalah K terlarut. Tanaman menyerap K dari tanah dalam bentuk ion K+
(Silahooy, 2008).
Di tanah ada empat bentuk kalium yang berada dalam keseimbangan yang
dinamik yaitu, (1) K larut tersedia bagi tanaman, (2) K dapat ditukar sebagai
cadangan yang mudah dimobilisasikan, (3) K tidak dapat ditukar sebagai cadangan
yang sukar dimobilisasikan dan (4) K terikat mineral sebagai cadangan
semipermanen. Mekanisme fiksasi dan pelepasan kalium belum diketahui secara
jelas. Hal ini dipengaruhi oleh sifat koloid tanah, penggenangan dan pengeringan,
suhu, dan ada tidaknya kapur. Penggenangan dapat meningkatkan ketersediaan K
tanah karena dengan adanya penggenangan akan menurunkan potensial redoks (Eh)
tanah sehingga meningkatkan kelarutan Fe 3+ dan Mn2+. Kation-kation ini dapat
menggantikan K yang diabsorpsi liat sehingga K dilepaskan ke dalam larutan tanah.
Proses pelepasan lambat kalium yang terjebak pada kisi-kisi mika pada bentuk illit
dan vermikulit dengan adanya air dan mengembangnya kisi-kisi (Setyorini &
Abdulrachman, 2007).
Pengaruh oksalat dan asam sitrat pada dinamika pelepasan K dari mika dan
feldspar dipelajari oleh Song & Huang (1988). Mereka menemukan bahwa urutan
pelepasan K dari mineral K dengan adanya oksalat dan asam sitrat adalah biotit >
microcline > orthoklas > muskovit. Aktivitas ion K+ dalam larutan tanah di sekitar
partikel mika sangat mempengaruhi pelepasan K+ dari mika dengan pertukaran
kation.

2.4. Medium Pertumbuhan Bakteri Pelarut Kalium


Medium pertumbuhan adalah suatu substrat untuk menumbuhkan
mikroorganisme. Setiap mikroorganisme memiliki sifat fisiologis tertentu sehingga
nutrisi yang diperlukan juga berbeda-beda. Mikroorganisme memerlukan nutrisi
untuk memenuhi kebutuhan energi, bahan pembangun sel, sintesis protoplasma
serta akseptor dan donor elektron (Campbell, Reece & Mitchell, 2002).
Organisme yang menggunakan cahaya sebagai sumber energi disebut
fototrof, sedangkan organisme yang mendapatkan energi dari senyawa kimia yang
10

terdapat di lingkungan disebut kemotrof. Organisme yang menggunakan senyawa


anorganik CO2 sebagai sumber karbon disebut autotrof. Organisme heterotrof
memerlukan paling sedikit satu nutrien organik, misalnya glukosa sebagai sumber
karbon untuk pembuatan senyawa organik lain (Campbell et al., 2002).
Beberapa dari kelompok bakteri pelarut kalium diketahui merupakan bakteri
kemoorganotrof yang memperoleh nutrisi dari senyawa kimia organik (Sugumaran
& Janarthanam, (2007). Medium untuk bakteri pelarut kalium menggunakan
medium Alexandrov. Medium Alexandrov terdiri dari garam anorganik sebagai
sumber mineral, glukosa sebagai sumber karbon dan yeast exract sebagai sumber
nitrogen dengan kisaran pH medium 7-7,2 (Prajapati & Modi, 2012).

2.4.1. Sumber Karbon


Nutrisi yang sangat penting dalam menunjang pertumbuhan bakteri ialah
sumber karbon dan nitrogen (Horowitz, Gutnick & Rosenberg, 2005). Menurut
Muharni & Nurwati, (2007), penggunaan sumber karbon dan nitrogen yang baik
dalam medium dapat meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan pada
mikroorganisme. Medium merupakan sumber nutrisi bagi mikroorganisme. Nutrisi
tersebut digunakan untuk menghasilkan energi yang baik dalam melakukan
berbagai aktivitas seperti pertumbuhan, pembentukan zat, serta hasil akhir dari
biosintesis mikroorganisme tersebut (Abou-Zeid, 1980). Mikroorganisme
umumnya dapat memanfaatkan berbagai komponen organik sebagai sumber karbon
dan energi yang digunakan untuk pertumbuhannya (Volkering, Cooper & Koric,
1998). Hal ini terjadi apabila substrat yang terkandung dalam medium telah
memenuhi syarat medium yang dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan bagi
mikroba (Pitt & Hocking, 1997).
Untuk kelangsungan hidupnya mikroba memerlukan substrat, misalnya
larutan teh dan sumber karbonnya berupa gula (Nainggolan, 2009). Pada
pembuatan teh kombucha, biasanya gula yang digunakan yaitu jenis fruktosa,
maltosa, sukrosa, dan glukosa. Selain gula-gula tersebut dapat juga digunakan
limbah pembuatan gula tebu atau yang lebih dikenal dengan molase.
Pada industri gula tebu, selain menghasilkan gula tebu, juga dihasilkan
molase yang merupakan produk sampingan selama proses pemutihan gula. Menurut
Simanjuntak & Riswan (2009), dibeberapa pabrik gula, molase ini di ekspor keluar
11

negeri dengan harga yang relatif murah, dibanyak tempat, limbah ini sangat kecil
daya gunanya dan sering menjadi masalah pencemaran lingkungan karena molase
mengandung kalsium oksida yang dapat mengurangi kadar oksigen tanah. Menurut
Kusmiati, Swasono, Tamat, Eddy & Ria (2007), molase mengandung nutrisi cukup
tinggi untuk kebutuhan bakteri, sehingga dijadikan bahan alternatif sebagai sumber
karbon dalam medium fermentasi. Menurut Simanjuntak & Riswan (2009), molase
banyak mengandung gula dan asam-asam organik. Kandungan gula dari molase
terutama sukrosa berkisar 40-55%, sehingga molase ini dijadikan alternatif
pengganti gula dalam pembuatan teh kombucha.
Glukosa teknis adalah gula pereduksi dan dapat bereaksi dengan asam amino
melalui reaksi Maillard. Dengan tingkat kemanisan yang relatif rendah, glukosa
teknis dapat digunakan dalam racikan untuk menambah volume karena tidak akan
mempengaruhi flavor secara keseluruhan. Bahan ini banyak digunakan dalam es
krim, produk roti, produk konfeksioneri. Glukosa teknis adalah monosakarida dan
gula pereduksi yang paling banyak ditemui di alam serta merupakan bahan dasar
reaksi Maillard yang paling murah (De Rovira, 1999).

2.4.2. Sumber Nitrogen


Senyawa nitrogen adalah salah satu nutrisi utama yang penting untuk
kelangsungan hidup semua organisme. Nitrogen adalah komponen penting dari
banyak biomolekul, termasuk protein, DNA, dan klorofil. Sumber nitrogen dalam
medium memegang peranan penting dalam metabolisme sel meliputi produksi
senyawa aktif permukaan. Garam anorganik amonium dan urea dapat digunakan
sebagai sumber nitrogen untuk produksi sel bakteri (Desai & Desai, 1993).
Salah satu komponen utama yang sangat penting dalam medium pertumbuhan
bakteri adalah sumber nitrogen. Nitrogen digunakan oleh mahluk hidup untuk
sintesis protein dan asam nukleat (Vogel & Todar, 1996). Nitrogen berperan dalam
pembentukan biomassa sel pada fase pertumbuhan dan pembentukan metabolit
sekunder (Umezawa, Takita & Shiba, 1978). Sumber nitrogen yang dapat
digunakan antara lain yeast exract, pepton, tepung kedelai, tripton, kasein, urea dan
tepung ikan. Sumber nitrogen juga berpengaruh terhadap sporulasi dan hasil
metabolit primer atau sekunder suatu bakteri (Nofiani, 2008).
12

Urea memiliki kadar nitrogen (N) sebesar 45-46%, bersifat higroskopis


(mudah menyerap air), berbentuk kristal, berwarna putih, reaksi dalam tanah asam
lemah. Mengandung nitrogen lebih banyak dari natrium nitrat (Isnaini, 2006). Urea
mengandung nitrogen berkadar tinggi sebesar 45% - 56%. Unsur nitrogen di dalam
urea sangat bermanfaat bagi tanaman untuk pertumbuhan dan perkembangan.
Manfaat lainnya antara lain urea juga mampu menambah kandungan protein di
dalam tanaman (Isnaini, 2006).
Tepung ikan merupakan bahan makanan sumber protein hewani yang sangat
baik untuk ternak. Secara umum tepung ikan memiliki kandungan protein yang
tinggi antara 50-70%. Kandungan protein tepung ikan memang relatif tinggi,
protein hewani tersebut disusun oleh asam-asam amino esensial yang kompleks,
diantaranya asam amino lisin dan methionin. Disamping itu, juga mengandung
mineral kalsium dan fosfor serta vitamin B kompleks khususnya vitamin B12
(Murtidjo, 2001). Kandungan protein tepung ikan sangat dipengaruhi oleh bahan
ikan yang digunakan dalam proses pembuatannya. Pemanasan yang berlebih akan
membuat tepung ikan menjadi berwarna cokelat dan kadar proteinnya cenderung
menurun atau bisa menjadi rusak (Boniran, 1999).
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat


Penelitian dilakukan pada bulan April – Agustus 2019 di laboratorium
Agromikrobiologi Balai Bioteknologi-BPPT Gedung 630, Kawasan Pusat
Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (PUSPIPTEK) Serpong, Tangerang
Selatan.

3.2. Alat dan Bahan


Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain pH meter, autoklaf,
termometer, timbangan analitik, microwave, laminar air flow, ose bulat, batang L,
labu Erlenmeyer, tabung reaksi, pembakar spirtus, lemari pendingin, oven,
inkubator shaker, hot plate dan stirrer, cawan petri, vortex, alat sentrifugasi
(HERMLE tipe Z300), pipet ukur, pipet tetes, mikro pipet, mikro tip, labu ukur,
beaker glass, kamera, rak tabung, batang pengaduk dan gelas ukur.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 10 isolat bakteri pelarut
kalium dari laboratorium bioteknologi BPPT Kawasan Puspiptek Serpong dengan
kode PO5, PGN 2.4, GRTL 7.1, GRTL 7.3, GRTL 6.1, GRTL 6.2, GRTL 3, PGN
1.1, Pd 01 dan BDK 2.3, batuan kalium feldspar asal Sukabumi, molase asal
Subang, glukosa teknis, urea, tepung ikan mahkota laut asal Tuban.
Bahan kimia yang digunakan antara lain alkohol 70%, akuades, HCl, NaOH,
medium Alexandrov (Tabel 1). Bahan habis pakai lain yang digunakan adalah
akuades steril, tisu, plastik tahan panas, label, masker dan sarung tangan karet.
Tabel 1. Komposisi medium Alexandrov
Bahan Konsentrasi (g/L)
MgSO4 7H2O 0,5
CaCO3 0,1
K2HPO4 atau Feldspar 5
FeCl3 0,005
Ca3(PO4)2 2
Glukosa 10
Yeast extract 0,5
Agar 20
Final pH 7,2
Sumber: Prajapati & Modi, 2012

13
14

3.3. Rancangan Penelitian


Penelitian dilakukan menjadi dua tahapan, yaitu tahap pertama seleksi
aktivitas bakteri pelarut kalium (BPK). Tahap kedua kajian produksi sel BPK.
Penelitian ini meggunakan metode eksperimental. Rancangan penelitian yang
digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial dengan 2 faktor.
Faktor pertama adalah jenis isolat bakteri yaitu dua isolat terbaik hasil seleksi
penelitian tahap pertama. Faktor kedua adalah medium yang digunakan untuk
produksi sel bakteri yaitu medium Alexandrov M1 dan medium Alexandrov yang
dimodifikasi sumber karbon dan nitrogen (M2,M3,M4&M5) yang dapat dilihat
pada Tabel 2. Jumlah kombinasi dari kedua faktor tersebut adalah 10 dengan setiap
kombinasi diulang sebanyak 3 kali. Maka total unit percobaan adalah 30 unit
percobaan.

Tabel 2. Modifikasi Medium Alexandrov


Medium Alexandrov Modifikasi (g/L)
Bahan
M1 M2 M3 M4 M5
MgSO4 7H2O 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5
CaCO3 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1
K2HPO4 2 2 2 2 2
FeCl3 0,005 0,005 0,005 0,005 0,005
Ca3(PO4)2 2 2 2 2 2
Glukosa 5
Yeast extract 0,5
Molase 11,44 11,44
Glukosa Teknis 5 5
Urea 0,119 0,119
Tepung Ikan 1,01 1,01

3.4. Cara Kerja


Penelitian dilakukan menjadi dua tahapan, yaitu tahap pertama seleksi
aktivitas bakteri pelarut kalium (BPK) terbaik dalam melarutkan kalium
menggunakan indeks pelarutan kalium (IPK) dengan terbentuknya zona bening
(halozone). Tahap kedua kajian produksi isolat BPK dengan medium produksi
Alexandrov yang telah dimodifikasi sumber karbon (C) dan nitrogen (N). Isolat
bakteri harus diremajakan dan dibuat stock dan working culture terlebih dahulu.
15

3.4.1. Seleksi Bakteri Pelarut Kalium


Seleksi aktivitas pelarutan kalium menggunakan 10 isolat BPK koleksi
laboratorium Agromikrobiologi Balai Bioteknologi-BPPT, Gedung 630, Kawasan
Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (PUSPIPTEK), Serpong,
Tangerang Selatan.

a. Pembuatan Medium Alexandrov


Medium dibuat dengan cara mencampurkan seluruh komposisi medium
Alexandrov (Tabel 1) dengan modifikasi K2HPO4 atau Feldspar yang digunakan
sebanyak 2 g/L dan Glukosa 5 g/L (Fatharani & Rahayu, 2018). Campuran
kemudian dipanaskan hingga mendidih dan larut, dituang ke dalam labu erlenmeyer
dan disterilisasi dengan menggunakan autoklaf pada suhu 121 o C, tekanan 1 atm
selama 15 menit. Medium yang telah disterilisasi dituang ke dalam beberapa cawan
petri dan dibiarkan mengeras.

b. Peremajaan dan Pembuatan Stock dan Working Culture


Peremajaan bakteri dilakukan dengan memindahkan isolat bakteri dari stock
culture dan menumbuhkan pada medium peremajaan. Medium yang telah digores
dengan bakteri diinkubasi selama 48 jam dengan suhu ruang (±28 o C). Stock dan
Working culture dibuat dengan mengambil koloni dari hasil peremajaan dengan
cara menggoreskan secara zig zag pada tabung slant. Hasil goresan diinkubasi pada
suhu ruang selama 48 jam. Stock culture disimpan pada suhu 4o C, sedangkan
working culture disimpan pada suhu ruang dan siap digunakan.

c. Seleksi Aktivitas Bakteri Pelarut Kalium


Medium yang digunakan dalam seleksi dan uji aktivitas pelarut kalium adalah
medium Alexandrov dengan mengganti K2HPO4 dengan Feldspar yang digunakan
sebanyak 2 g/L dan Glukosa 5 g/L (Fatharani & Rahayu, 2018). Batuan feldspar
yang digunakan berbentuk serbuk. Seleksi aktivitas dilakukan dengan cara
memindahkan isolat bakteri menggunakan jarum ose bulat, diletakan di tengah
cawan petri berisi medium Alexandrov dengan sumber kalium feldspar. Inkubasi
pada suhu ruang selama 7 hari dan diamati terbentuknya zona bening (halozone) di
16

sekitar koloni (Prajapati & Modi, 2012). Rumus yang digunakan untuk mengukur
indeks pelarutan kalium adalah sebagai berikut:
Diameter koloni+Zona bening
Indeks Pelarutan Kalium =
Diameter koloni

3.4.2. Produksi Isolat Bakteri Pelarut Kalium Terpilih dengan Medium


Alexandrov Modifikasi Komposisi Sumber Karbon dan Nitrogen

a. Pembuatan Inokulum Bakteri Terpilih


Isolat yang digunakan pada penelitian ini ada dua jenis, yaitu isolat terbaik 1
dan terbaik 2 yang terpilih dari seleksi aktivitas pelarutan kalium. Masing-masing
isolat dibuat inokulum dengan mengambil 1 ose isolat murni bakteri dari medium
agar miring (working culture) diinokulasikan ke dalam labu erlenmeyer 500 ml
yang berisi 300 ml medium Alexandrov cair. Inokulum selanjutnya diinkubasi
dalam inkubator shaker dengan kecepatan 135 rpm pada suhu ruang selama 24 jam.

b. Perhitungan Jumlah Sel Bakteri dalam Inokulum


Jumlah sel bakteri dalam inokulum yang digunakan untuk inokulasi medium
perlakuan dihitung menggunakan metode Total Plate Count (TPC). Setelah
inkubasi selama 24 jam, inokulum diambil menggunakan mikropipet dan dilakukan
pengenceran hingga 10-7 dengan menggunakan akuades steril. Inokulum diambil
sebanyak 1 ml kemudian dilakukan pengenceran 10-5, 10-6, 10-7 menggunakan
mikropipet steril dan diinokulasikan ke masing-masing 3 cawan petri berisi medium
Alexandrov padat. Perhitungan koloni dilakukan setelah 24-48 jam waktu inkubasi.
Jumlah sel bakteri per ml sampel dapat diperoleh dengan membagi jumlah koloni
terhitung dengan volume sampel yang diinokulasikan dan dibagi dengan
pengenceran yang digunakan (Goldman & Green, 2009).

c. Pembuatan Medium Produksi Bakteri Pelarut Kalium


Medium produksi yang digunakan adalah medium Alexandrov (Prajapati &
Modi, 2012), dengan modifikasi seperti pada (Tabel 2). Medium M1 digunakan
sebagai kontrol. Pembuatan medium Alexandrov cair dilakukan dengan cara
mencampur komposisi medium Alexandrov (Tabel 1) tanpa agar menggunakan
K2HPO4 dengan konsentrasi 2 g/L dan glukosa 5 g/L. Campuran medium
17

dipanaskan hingga larut dan mendidih, kemudian dituang ke dalam beberapa labu
erlenmeyer 1000 ml masing-masing sebanyak 285 ml dan disterilisasi dengan
menggunakan autoklaf pada suhu 121 oC, tekanan 1 atm selama 15 menit. Medium
M2, M3, M4 dan M5 dibuat dengan cara yang sama dengan medim M1, namun
dengan komposisi sumber karbon dan nitrogen sesuai perlakuan (Tabel 2). Masing-
masing perlakuan dibuat tiga kali ulangan.

d. Inokulasi dan Inkubasi Kultur Produksi Bakteri Pelarut Kalium


Inokulum yang digunakan sebanyak 15 ml (5% v/v). Dimasukan ke dalam
285 ml medium produksi Alexandrov dengan variasi kombinasi komposisi sumber
karbon dan nitrogen dalam labu erlenmeyer 1000 ml. Medium kemudian diinkubasi
dalam inkubator shaker dengan kecepatan 135 rpm pada suhu ruang selama 48 jam.

e. Pengamatan Pertumbuhan Populasi Sel Bakteri Pelarut Kalium dalam


Kultur Produksi
Kultur produksi sel bakteri pelarut kalium dihitung tiap interval waktu
tertentu dilakukan pengambilan kultur untuk diamati, yaitu pada waktu inkubasi 0,
6, 12, 18, 24, 36, 48 jam. Pengamatan meliputi perhitungan jumlah sel bakteri
dengan metode TPC dan pengukuran pH kultur menggunakan pH meter.

f. Pengukuran pH Kultur Produksi Sel Bakteri Pelartut Kalium


Pengukuran pH kultur dilakukan dengan menggunakan pH meter. Sebelum
dilakukan pengukuran, pH meter dikalibrasi terlebih dahulu menggunakan buffer.
Sebanyak 2 ml kultur diambil secara aseptis menggunakan mikropipet, kemudian
diukur pH.

g. Perhitungan Populasi Sel Bakteri Pelarut Kalium dalam Kultur


Produksi
Jumlah sel bakteri dihitung dengan menggunakan teknik Total Plate Count
(TPC) pada medium Alexandrov padat. Sebanyak 1 ml kultur diambil dan
dilakukan serial pengenceran dengan menggunakan akuades steril. Sebanyak 0,1
ml kultur bakteri pada 3 tingkat pengenceran terakhir yaitu 10-6, 10-7, 10-8 ditanam
pada masing-masing 3 cawan petri untuk setiap pengenceran. Pada inkubasi 48 jam,
pengenceran dilakukan sampai tingkat 10-10, 10-11, 10-12. Perhitungan koloni
18

dilakukan setelah inkubasi 24-48 jam pada suhu ruang. Jumlah mikroorganisme per
ml sampel dapat diperoleh berdasarkan perghitungan rumus oleh (Cappucino &
Sherman, 2013).
Rata-rata jumlah koloni (CFU)
Jumlah sel (CFU/ml) =
Volume inokulasi (ml) x Faktor pengenceran

h. Biomassa Sel Bakteri dalam Kultur Produksi


Perhitungan biomassa sel bakteri dilakukan dengan memisahkan sel bakteri
dengan medium menggunakan alat sentrifus. Sebanyak 100 ml kultur diambil dan
disentrifugasi menggunakan alat sentrifus HERMLE tipe Z300 dengan kecepatan
6000 RPM selama 30 menit. Pelet lalu dikeringkan dengan menggunakan inkubator
dengan suhu 40o C hingga berat kering sel konstan atau stabil dengan menimbang
pelet menggunakan timbangan analitik.

3.5. Analisis Data


Jumlah sel bakteri memerlukan analisis statistik menggunakan analisis sidik
ragam (ANOVA) pada taraf nyata 5%. Hasil analisis yang menunjukkan pengaruh
nyata pada perlakuan, diuji lanjut dengan uji lanjut Duncan’s Multiple Range Test
(DMRT) pada taraf nyata 5%.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Seleksi Aktivitas Bakteri Pelarut Kalium


Seleksi aktivitas sepuluh isolat bakteri pelarut kalium (BPK) dapat dilihat
pada Tabel 3. Enam isolat bakteri dapat membentuk zona bening (halozone) dan
empat isolat bakteri tidak membentuk zona bening hingga akhir waktu inkubasi 7
hari. Efisiensi pelarutan kalium oleh BPK yang berbeda ditemukan bervariasi
ditentukan pada struktur dan komposisi kimia mineral yang mengandung kalium
(Pratama, 2016).

Tabel 3. Indeks pelarutan kalium 10 isolat BPK pada medium Alexandrov dengan
sumber kalium dari batuan feldspar
Diameter
Diameter
Kode Zona Bening
No. koloni (cm) Indeks Pelarutan Kalium
Isolat (cm)
1 2 1 2
1 PO5 0,52 0,62 2,18 2,33 3,97
2 PGN 2.4 0,5 0,52 1,68 1,78 3,39
3 GRTL 7.1 0,42 0,6 2,6 2,63 5,28
4 GRTL 7.3 0,62 0,58 2,32 2,52 4,04
5 GRTL 6.1 0,5 0,64 4,48 3,66 7,33
6 GRTL 6.2 0,94 0,64 2,52 2,55 3,33
7 GRTL 3 0,6 0,6 0 0 0
8 PGN 1.1 0,6 0,6 0 0 0
9 Pd 01 0,6 0,6 0 0 0
10 BDK 2.3 0,6 0,6 0 0 0
Keterangan: Indeks Pelarut Kalium diukur dengan cara membagi diameter koloni + zona
bening dengan diameter koloni bakteri

Hasil seleksi aktivitas pelarutan kalium oleh sepuluh isolat pada medium
Alexandrov dengan sumber kalium berupa batuan feldspar selama 7 hari waktu
inkubasi menunjukan terdapat enam isolat yang mampu membentuk zona bening.
Isolat PO 5, PGN 2.4, GRTL 7.1, GRTL 7.3, GRTL 6.1 dan GRTL 6.2 merupakan
enam isolat yang dapat membentuk zona bening. Empat isolat tidak membentuk
zona bening sampai akhir waktu inkubasi selama 7 hari. Isolat yang tidak
membentuk zona bening sampai akhir waktu inkubasi selama 7 hari adalah GRTL3,
PGN 1.1, Pd 01 dan BDK 2.3. Kemampuan BPK untuk melarutkan kalium

19
20

dipengaruhi oleh jenis isolat, pH, jenis dan jumlah asam-asam organik
(Mutmainnah, Setiawati & Mudjiharjati, 2013).
Enam isolat bakteri yang membentuk zona bening dapat melarutkan kalium,
isolat bakteri tersebut memiliki variasi kemampuan dalam melarutkan senyawa
kalium. Seleksi aktivitas pelarutan kalium dilakukan untuk memperoleh isolat
bakteri dengan kemampuan pelarutan kalium terbaik berdasarkan nilai indeks
pelarutan kalium. Didapat dua isolat terbaik dalam melarutkan kalium dengan nilai
indeks pelarutan kalium tertinggi adalah GRTL 6.1 dan GRTL 7.1 dengan nilai
indeks pelarutan kalium 7,33 dan 5,28. Isolat GRTL 6.1 memiliki indeks pelarutan
kalium lebih besar dibanding pada penelitian Pratama (2016), mendapatkan isolat
BPK2 dengan indeks pelarutan kalium terbesar 6,77. Indeks pelarutan kalium pada
isolat GRTL 6.1 dan GRTL7.1 memiliki indeks pelarutan kalium lebih besar
dibanding pada penelitian Fatharani & Rahayu (2018) pada isolat LJK2 dengan
indeks pelarutan kalium 5,22. Indeks pelarutan kalium terbesar pada kedua isolat
tersebut selanjutnya digunakan untuk tahapan berikutnya untuk memproduksi sel
BPK.
Pembentukan zona bening menunjukan kemampuan mikroba melarutkan
kalium tidak terlarut yang terdapat pada medium Alexandrov padat secara
kualitatif. Secara genetik BPK memiliki kemampuan berbeda-beda untuk
menghasilkan jenis dan jumlah asam-asam organik yang berperan dalam
melarutkan kalium (Rajawat, Singh & Saxena, 2013). Uji pelarutan kalium dengan
melihat indeks pelarutan dengan cara mengukur luas zona bening yang terbentuk di
sekitar koloni dalam medium Alexandrov bersifat semi kuantitatif karena nilai
indeks pelarut kalium yang diperoleh belum dapat menunjukan kadar kalium
terlarut yang berhasil diikat oleh bakteri pelarut kalium. Menurut Ghevariya &
Desai (2014), zona bening pada medium padat tidak dapat menunjukan jumlah
kalium yang terbentuk, namun ukuran zona bening dapat menunjukan kemampuan
bakteri melarutkan kalium sukar larut.
Zona bening yang terbentuk di sekitar koloni (Gambar 2) menunjukan bahwa
isolat bakteri tersebut dapat menghasilkan asam-asam organik ekstraseluler yang
mampu berikatan dengan ion yang terdapat dalam batuan feldspar. Asam organik
mempercepat proses pelarutan feldspar melalui kompleksasi Al pada permukaan
21

mineral. Al pada feldspar (KAlSi3O8) akan dikhelat oleh asam organik akibat
serangan ion H+ dari asam organik dan selanjutnya membentuk kompleks kation-
organik dengan asam organik. Kompleks permukaan kation-organik pada
permukaan mineral menyebabkan pergeseran elektron sehingga membuat ikatan
kation-organik lebih rentan terhadap hidrolisis sehingga K yang berasal dari
feldspar dapat tersedia (Wafaa & Mona, 2015).

Y X Y X

A B
Gambar 2. Hasil Seleksi Aktivitas Bakteri Pelarut Kalium; A. Isolat GRTL 6.1 pada
medium Alexandrov dengan Feldspar inkubasi 7 hari; B. Isolat GRTL
7.1 pada medium Alexandrov dengan Feldspar inkubasi 7 hari; X:
Diameter koloni; Y: Diameter Koloni + Zona Bening (halozone)
Feldspar merupakan aluminosilikat tiga dimensi anhidrat. Struktur feldspar
memiliki ikatan SiO4 dan AlO4 tetrahedra dengan rongga yang dapat
mengakomodir senyawa K, Na, Ca, atau Ba untuk menjaga netralitas elektrik (Wu,
Li, Huang, Li & Yang, 2014). Feldspar sebagai sumber K dapat bereaksi dengan
asam organik yang dihasilkan oleh bakteri pelarut kalium sehingga menyebabkan
pertukaran reaksi kation antara ion H+ dan K+. Selanjutnya K+ yang dilepaskan
oleh feldspar dapat diserap oleh tanaman dan menghasilkan mineral sekunder
seperti kaolinite (Fatharani & Rahayu, 2018).
Perbedaan kemampuan sepuluh isolat bakteri dalam melarutkan kalium dapat
disebabkan oleh jumlah produksi asam-asam organik ektraselulernya sehingga luas
zona bening yang terbentuk juga berbeda-beda. Pengukuran yang dilakukan
memperlihatkan bahwa diameter suatu koloni yang besar tidak selalu menghasilkan
zona bening yang besar pula. Terlihat pada data hasil pengukuran isolat GRTL 6.2
22

yang ditumbuhkan pada medium Alexandrov dengan sumber kalium batuan


feldspar memiliki diameter koloni paling besar diantara isolat lain yaitu sebesar
0,94 cm dengan diameter zona beningnya sebesar 2,52 cm. Diameter koloni tidak
berpengaruh terhadap luas zona bening yang terbentuk di sekitar koloni (Sheng &
He, 2006).
Pelarutan kalium dapat melalui mekanisme biologi dengan bantuan enzim
dan mekanisme kimia dengan bantuan asam organik. Mekanisme bakteri dalam
melarutkan kalium dikaitkan dengan kemampuan menghasilkan enzim dan asam
organik dari hasil metabolisme bakteri. BPK dapat melarutkan kalium dari ikatan
K-organik ataupun K-anorganik. Pelarutan kalium disebabkan oleh adanya sekresi
asam organik oleh BPK seperti, asam sitrat, oksalat, malat, suksinat dan tartat
(Prajapati & Modi, 2012).
Menurut Zarjani, Aliasgharzad, Oustan, Emadi & Ahmadi (2013), pelarutan
kalium oleh BPK disebabkan oleh menurunnya pH akibat sekresi asam organik,
seperti asam asetat, sitrat, laktat, propinat, glikolat, oksalat, malonat, suksinat,
fumarat, tartarat. Meningkatnya asam-asam organik biasanya juga diikuti oleh
adanya penurunan pH, sehingga mengakibatkan pelarutan kalium terikat. Asam-
asam organik tersebut akan mengikat kation dan membentuk khelat yang stabil serta
membebaskan kalium terlarut (Wu et al., 2005).

4.2. Produksi Sel Bakteri Pelarut Kalium


4.2.1. Perhitungan Jumlah Sel Isolat GRTL 6.1 dan GRTL 7.1 menggunakan
Metode Total Plate Count (TPC)
Produksi sel BPK dilakukan dengan menggunakan kultur kocok. Perhitungan
jumlah sel bakteri dilakukan menggunakan metode Total Plate Count (TPC) pada
medium Alexandrov padat (Gambar 3). Inokulum kedua isolat ditumbuhkan
dengan medium Alexandrov cair, sebelum dikultur pada medium produksi
Alexandrov dengan modifikasi sumber karbon dan nitrogen. Hasil perhitungan
jumlah sel inokulum pada inkubasi 24 jam menggunakan metode TPC. Inokulum
isolat bakteri GRTL 6.1 sebanyak 9,2 x 108 CFU/ml dan GRTL 7.1 sebanyak 2,8 x
108 CFU/ml. Hasil jumlah sel bakteri pada inokulum GRTL 6.1 dan GRTL 7.1 lebih
23

banyak dibanding populasi Bakteri pelarut kalium dalam penelitian HU, Chen, Guo
& Hangzo (2006) dengan jumlah BPK yang di dapatkan sebanyak 106 CFU/ml.

Gambar 3. Hasil TPC inokulum GRTL 7.1 yang ditumbuhkan dalam medium
Alexandrov

Fase pertumbuhan bakteri terdiri dari 4 fase yaitu fase lag, fase logaritmik,
fase stasioner dan fase kematian (Cappucino & Sherman, 2013). Hasil pertumbuhan
kedua isolat bakteri dalam penelitian ini menunjukan kedua isolat bakteri
mengalami fase lag, logaritmik dan awal fase stasioner. Kurva pertumbuhan bakteri
digunakan untuk menggambarkan fase pertumbuhan bakteri (Madigan, Martinko,
Stahl & Clark, 2012). Data hasil pertumbuhan isolat GRTL 6.1 dan GRTL 7.1
selama inkubasi dalam lima medium Alexandrov cair dengan modifikasi sumber
karbon dan nitrogen dapat dilihat pada Gambar 4 dan 5.
14
13
12
Populasi - Log [x] (CFU/ml)

11
10 GRTL6.1 M1
09 GRTL6.1 M2
08 GRTL6.1 M3
07
GRTL6.1 M4
06
GRTL6.1 M5
05
04
0 6 12 18 24 36 48
Waktu Inkubasi (Jam)

Gambar 4. Kurva pertumbuhan bakteri GRTL 6.1 selama produksi sel bakteri
dalam medium Alexandrov dengan modifikasi sumber karbon dan
nitrogen
24

Kurva pertumbuhan bakteri yang terlihat pada (Gambar 4) isolat GRTL 6.1
pada semua medium mengalami fase lag yang sangat singkat mulai jam ke 0 dari
dimasukannya inokulum ke dalam masing-masing medium Alexandrov cair dengan
modifikasi sumber karbon dan nitrogen. Isolat bakteri GRTL6.1 masuk fase
logaritmik setelah beberapa saat pada jam ke 0 hingga jam ke 18. Fase stasioner
dialami oleh M2, M4 dan M5 dimulai pada waktu inkubasi jam ke 18 hingga jam
ke 24. Perlakuan M1 dan M3 mengalami fase logaritmik hingga waktu inkubasi 48
jam. Pola pertumbuhan diauksik juga terjadi pada M2, M4 dan M5 yakni pola
pertumbuhan yang dicirikan oleh dua fase logaritmik. Pola pertumbuhan diauksik
terjadi pada waktu inkubasi jam ke 24 hingga jam ke 48. Fase logaritmik kedua
setelah fase stasioner dapat terjadi karena medium menggunakan molase atau
tepung ikan. Molase dan tepung ikan mengandung glukosa dan protein yang lebih
kompleks dibandingkan glukosa dan yeast extract sehingga bakteri dapat
memanfaatkan senyawa yang lebih kompleks setelah senyawa sederhana habis
(Cappucino & Sherman, 2013).
14
13
Populasi - Log [x] (CFU/ml)

12
11
GRTL7.1 M1
10
09 GRTL7.1 M2
08 GRTL7.1 M3
07
GRTL7.1 M4
06
GRTL7.1 M5
05
04
0 6 12 18 24 36 48
Waktu Inkubasi (jam)

Gambar 5. Kurva pertumbuhan bakteri GRTL 7.1 selama produksi sel bakteri
dalam medium Alexandrov dengan modifikasi sumber karbon dan
nitrogen
Kurva pertumbuhan bakteri yang terlihat pada Gambar 5 menunjukan isolat
GRTL 7.1 pada semua medium mengalami fase lag yang sangat singkat mulai dari
jam ke 0 dimasukannya inokulum ke masing-masing medium Alexandrov cair
dengan modifikasi sumber karbon dan nitrogen. Isolat bakteri GRTL 7.1 kemudian
masuk fase logaritmik setelah beberapa saat waktu inkubasi jam ke 0. Perlakuan
25

M1, M3 dan M5 mengalami fase logaritmik hingga waktu inkubasi jam ke 18. M2
mengalami fase logaritmik hingga waktu inkubasi jam ke 36. M4 mengalami fase
logaritmik hingga waktu jam ke 6. Fase stasioner M1, M3 dan M5 terjadi pada
waktu inkubasi jam ke 18 sampai 36. M2 mengalami fase stasioner pada waktu
inkubasi jam ke 36 sampai jam ke 48. M4 mengalami fase stasioner pada waktu
inkubasi jam ke 6 sampai jam ke 18 kemudian lanjut fase logaritmik kembali hingga
jam ke 48. Bakteri akan menggunakan senyawa yang mudah dimetabolisme terlebih
dahulu seperti monosakarida. Setelah senyawa sederhana telah habis bakteri akan
menggunakan sumber karbon yang lebih kompleks seperti disakarida (Pratiwi,
2010).
Produksi sel bakteri kedua isolat dilakukan selama 48 jam waktu inkubasi.
Waktu inkubasi pada jam 48 adalah waktu yang cukup untuk memproduksi sel
bakteri karena pada waktu inkubasi 48 jam bakteri sudah masuk pada fase stasioner.
Mardad, Serrano & Soukuri (2013), menyatakan bahwa produksi sel bakteri yang
digunakan untuk pembuatan pupuk hayati dilakukan hingga mencapai awal fase
stasioner yaitu pada waktu inkubasi 48-72 jam. Populasi bakteri saat fase lag belum
dapat digunakan karena pada fase tersebut bakteri masih melakukan adaptasi
(Pelczar & Chan, 2008). Tahap awal fase stasioner jumlah populasi sel bakteri telah
mencapai titik tertinggi karena telah melewati fase logaritmik atau fase
eksponensial pertumbuhan bakteri. Saat fase stasioner akhir hingga fase kematian
jumlah sel akan mulai berkurang karena telah kehabisan nutrisi yang tersedia,
sehingga kurang efektif dalam pemanenan populasi sel bakteri (Cappucino &
Sherman, 2013).
Kedua isolat yang ditumbuhkan dalam medium produksi Alexandrov dengan
sumber karbon dan nitrogen yang berbeda dalam penelitian ini memperlihatkan
pola hasil yang hampir sama. Terlihat dari garis kurva pertumbuhan yang saling
berdekatan antara medium satu dengan yang lain. Hasil perhitungan jumlah sel
terbanyak dari kedua isolat pada akhir masa inkubasi 48 jam mencapai 10 13
CFU/ml. Jumlah BPK sebanyak 108 CFU/ml dianggap merupakan jumlah yang
cukup efektif untuk membantu pelarutan kalium dalam rhizosfer. Jumlah tersebut
lebih tinggi dibanding standar baku Permentan Nomor 1 tahun 2019, jumlah total
sel hidup minimal untuk formulasi pupuk hayati yaitu sebanyak 10 8 CFU/ml.
26

4.2.2. Perubahan pH Kultur Selama Produksi Sel Bakteri


Selama kultur produksi sel bakteri waktu inkubasi 48 jam kurva perubahan
pH dapat dilihat pada Gambar 6 dan 7. Terlihat pada Gambar 6 dan 7 terjadi
penurunan pH hingga waktu inkubasi tertentu dan diikuti dengan kenaikan pH
kembali. Perubahan pH kultur kedua isolat pada masing-masing medium
menunjukan bahwa secara umum terjadi penurunan pH sejak awal masa inkubasi
dan terjadi kenaikan pH kembali selama berlangsungnya produksi sel bakteri.
9,00
8,50
8,00
7,50
7,00 GRTL6.1 M1
pH

6,50 GRTL6.1 M2
6,00 GRTL6.1 M3
5,50 GRTL6.1 M4
5,00 GRTL6.1 M5
4,50
4,00
0 6 12 18 24 36 48
Waktu Inkubasi (Jam)

Gambar 6. Kurva perubahan pH kultur selama produksi sel bakteri GRTL 6.1
dalam medium Alexandrov dengan berbagai kombinasi komposisi
karbon dan nitrogen

9,00
8,50
8,00
7,50
7,00 GRTL7.1 M1
pH

6,50 GRTL7.1 M2
6,00 GRTL7.1 M3
5,50 GRTL7.1 M4
5,00 GRTL7.1 M5
4,50
4,00
0 6 12 18 24 36 48
Waktu Inkubasi (Jam)

Gambar 7. Kurva perubahan pH kultur selama produksi sel bakteri GRTL 7.1
dalam medium Alexandrov dengan berbagai kombinasi komposisi
karbon dan nitrogen
27

Terjadinya perubahan pH selama masa inkubasi adalah hal yang umum


terjadi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Cartledge (1992), pH dari suatu kultur
metabolisme tidak tetap sepanjang waktu inkubasi. Penurunan pH yang terjadi pada
setiap medium produksi dengan perbedadan komposisi sumber karbon dan nitrogen
memperlihatkan penurunan yang berbeda. Perbedaan perubahan pH pada setiap
medium dipengaruhi dari komposisi karbon dan nitrogen yang berbeda pada setiap
medium yang digunakan. Konsentrasi gula yang terlalu tinggi dapat menyebabkan
pH medium turun karena hasil metabolisme karbon akan menghasilkan asam yang
menyebabkan penurunan pH. Konsentrasi gula yang terlalu rendah dapat
menyebabkan pertumbuhan bakteri cepat terhenti karena sumber energi untuk
metabolisme sel bakteri terbatas (Widjaja & Sunarko, 2007).
BPK dapat tumbuh pada kisaran pH yang cukup luas yaitu 5-8 (Prajapati &
Modi, 2012). Medium cair yang digunakan untuk perlakuan serta pembuatan
inokulum telah diatur nilai pH menjadi 7,0. Selama waktu inkubasi terjadi
perubahan nilai pH. Menurut Azizah, Al-Baari & Mulyani (2012), derajat keasaman
(pH) merupakan salah satu faktor yang perlu diperhatikan dalam produksi sel
bakteri.
Besarnya penurunan pH tergantung dari jumlah karbon yang terdapat dalam
medium. Bakteri menghasilkan asam organik yang menyebabkan pH medium turun
saat fase awal logaritmik. Menurut Hilwan, Mulyorini, Syamsu & Purnawati
(2006), semakin banyak konsentrasi karbon yang terdapat dalam medium maka
semakin banyak pembentukan asam piruvat oleh bakteri sehingga terjadi penurunan
pH. Setelah konsentrasi karbon pada medium mulai berkurang maka pembentukan
asam piruvat juga akan berkurang. Hal ini menyebabkan kenaikan pH kembali pada
waktu inkubasi setelah 12 jam.
Terjadi kenaikan pH kembali pada waktu inkubasi 12 jam. Peningkatan pH
larutan terjadi hingga waktu inkubasi jam ke 48. Peningkatan nilai pH cairan
kultivasi disebabkan oleh penggunaan nitrogen sebagai sumber energi. Kenaikan
pH terjadi karena sel bakteri mulai menggunakan nitrogen, sehingga menyebabkan
terbentuknya bahan-bahan yang bersifat alkali akibat metabolisme nitrogen
(Pratiwi, 2010).
28

4.2.3. Pengaruh Modifikasi Sumber Karbon dan Nitrogen pada Medium


Alexandrov Terhadap Produksi Sel Bakteri Pelarut Kalium
Jumlah sel bakteri GRTL 6.1 dan GRTL 7.1 dalam lima perlakuan medium
(M1, M2, M3, M4, M5) pada waktu inkubasi 48 jam dapat dilihat pada Tabel 4.
Data tersebut selanjutnya dianalisis secara statistik menggunakan aplikasi SPSS 2.2
(lampiran 2). Hasil uji Anova produksi jumlah sel bakteri pada inkubasi 48 jam
terhadap variasi medium dan jenis isolat menunjukan nilai signifikansi 0,656 yang
artinya jumlah produksi sel waktu inkubasi 48 jam kedua isolat bakteri pada lima
perlakuan medium (M1, M2, M3, M4, M5) tidak berbeda nyata. Jenis isolat tidak
berpengaruh terhadap produksi jumlah sel bakteri dengan nilai signifikasi 0,184.
Medium yang digunakan dalam produksi sel bakteri juga tidak berpengaruh
terhadap produksi jumlah sel bakteri dengan nilai signifikansi 0,591. Kombinasi
sumber karbon dan nitrogen yang digunakan dalam medium modifikasi Alexandrov
menghasilkan jumlah sel yang tidak berbeda nyata. Tidak terjadi interaksi jenis
isolat dengan medium dalam mengahsilkan jumlah sel bakteri terlihat dari nilai
signifikasi 0,704.

Tabel 4. Jumlah sel bakteri pada waktu inkubasi 48 jam berdasarkan metode Total
Plate Count (TPC)
Hasil TPC inkubasi 48 jam

Isolat Medium
Jumlah Sel (CFU/ml) Log Jumlah Sel (CFU/ml)

M1 3,0 x 1012 12,48


M2 1,8 x 1012 12,26
GRTL 6.1 M3 1,3 x 1012 12,11
M4 4,1 x 1012 12,62
M5 7,6 x 1011 11,88
M1 3,8 x 1012 12,59
M2 1,9 x 1013 13,29
GRTL 7.1 M3 4,4 x 1011 11,64
M4 1,2 x 1013 13,09
M5 5,3 x 1012 12,72

Jenis isolat, medium dan interaksi antara medium dengan isolat secara
bersama-sama tidak berpengaruh terhadap produksi jumlah sel bakteri. Oleh karena
itu, perhitungan uji lanjut dengan uji Duncan tidak dilakukan. Tidak adanya
29

perbedaan nyata antara medium yang digunakan dan hasil TPC bakteri menunjukan
bahwa medium Alexandrov dengan variasi kombinasi sumber karbon berupa
molase dan glukosa teknis, serta sumber nitrogen berupa urea dan tepung ikan dapat
berfungsi sama dengan penggunaan glukosa sebagai sumber karbon dan yeast
extract sebagai sumber nitrogen.
Medium yang digunakan mampu menghasilkan jumlah sel yang sangat baik.
Bakteri dapat tumbuh pada medium yang memiliki sumber karbon dan nitrogen
yang berbeda. Sumber nutrisi dapat mempengaruhi jumlah sel bakteri yang
diproduksi. Penggunaan sumber karbon dan nitrogen dapat mempengaruhi
produksi jumlah sel bakteri yang digunakan. Karbon dan nitrogen merupakan bahan
baku utama bakteri dalam metabolisme dan sintesis sel. Karbon dan nitrogen
berperan penting dalam menghasilkan energi melalui proses oksidasi dan
menyediakan karbon untuk pembentukan material sel (Campbell et al., 2002).
Bakteri mendapat energi dari ikatan karbon untuk pertumbuhan dan proses
metabolisme sel. Bakteri membutuhkan bahan organik dan anorganik untuk
melakukan metabolisme dan memproduksi sel baru. Menurut Pratiwi (2010)
sumber karbon untuk peertumbuhan bakteri dapat diperoleh dalam gula seperti
molase. Molase Merupakan hasil samping proses pengelolaan tebu dari pabrik gula.
Molase dapat dijadikan medium pertumbuhan bakteri yang baik karena
mengandung gula serta sejumlah asam amino. Menurut Paturau (1982) komposisi
molase dipengaruhi oleh varietas, kematangan tebu dan proses pengelolaan di
dalam pabrik gula. Secara umum molase mengandung 17-25% air. Bahan organik
yang terkandung dalam molase meliputi 35-55% gula dan 15-25% non-gula
(Paturau, 1982).
Hasil analisis statistik kedua isolat yang ditumbuhkan pada medium yang
menggunakan sumber karbon berupa molase menghasilkan jumlah sel yang tidak
berbeda signifikan dengan medium yang menggunakan glukosa sebagai sumber
karbon. Kedua isolat yang digunakan dapat menggkonversi molase sebagai sumber
karbon untuk memproduksi biomassa. Molase dapat digunakan dalam medium
pertumbuhan bakteri karena banyak mengandung nutrisi untuk pertumbuhan
bakteri (Pratiwi, 2010).
30

Glukosa teknis merupakan hasil sampingan dari glukosa murni. Glukosa


teknis memiliki rumus kimia dan struktur yang sama dengan glukosa namun
terdapat perbedaan dalam hal kualitas Hasil analisis statistik kedua isolat yang
ditumbuhkan pada medium yang menggunakan sumber karbon berupa glukosa
teknis menghasilkan jumlah sel yang tidak berbeda signifikan dengan medium yang
menggunakan glukosa sebagai sumber karbon. Hal tersebut menunjukan kedua
isolat bakteri yang diujikan dapat menggunakan glukosa teknis sebagai sumber
karbon. Penelitian Ramadhani (2015), membuktikan bahwa glukosa teknis dapat
dijadikan medium produksi bakteri untuk menggantikan glukosa dalam medium
produksi Pikovskaya.
Urea merupakan sumber nitrogen yang berguna dalam medium pertumbuhan
mikroorganisme. Penggunaan urea berfungsi sebagai sumber nutrisi untuk sintesis
selbakteri. Kandungan nitrogen dalam urea sangat tinggi yaitu berkisar 46% dari
total berat. Hasil analisis statistik produksi jumlah sel kedua isolat, penggunaan urea
sebagai sumber nitrogen tidak memperlihatkan perbedaan yang signifikan
dibandingkan penggunaan yeast extract dalam medium produksi Alexandrov. Hal
tersebut menunjukan kedua isolat yang diujikan dapat menggunakan urea sebagai
sumber nitrogen untuk sintesis sel. Novanti & Zulaika (2018), menggunakan urea
sebagai medium pertumbuhan bakteri ureolitik.
Tepung ikan merupakan produk dari hasil limbah ikan yang di buat menjadi
tepung. Tepung ikan sering digunakan dalam pembuatan pelet ikan dan pakan
ternak karena mengandung protein yang tinggi. Kandungan protein dalam tepung
ikan berkisar antara 30-50% tergantung dari kualitas bahan yang digunakan. Hasil
analisis statistik produksi jumlah sel kedua isolat, penggunaan tepung ikan sebagai
sumber nitrogen tidak memperlihatkan perbedaan yang signifikan dibandingkan
penggunaan yeast extract dalam medium produksi Alexandrov. Hal tersebut
menunjukan kedua isolat yang diujikan dapat menggunakan tepung ikan sebagai
sumber nitrogen untuk sintesis sel. Penggunaan tepung ikan dalam memproduksi
sel bakteri secara tidak langsung dapat mengurangi limbah ikan. Tepung ikan secara
umum dianggap sumber protein yang paling baik karena memiliki profil asam
amino esensisal yang dibutuhkan organisme (Houlihan, D.T., Boujard & M.
Jobling, 2001).
31

4.2.4. Biomassa Sel Bakteri


Data hasil produksi sel isolat bakteri GRTL 6.1 dan GRTL 7.1 dalam lima
perlakuan medium (M1, M2, M3, M4, M5) pada waktu inkubasi 48 jam dapat
dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Biomassa sel bakteri waktu inkubasi 48 jam

Isolat Medium Biomassa Berat Kering Sel Inkubasi 48 jam (mg/ml)

M1 0,0043
M2 0,0027
GRTL 6.1 M3 0,0035
M4 0,0038
M5 0,0036
M1 0,0040
M2 0,0033
GRTL 7.1 M3 0,0030
M4 0,0030
M5 0,0034

Pemanenan biomassa sel bakteri GRTL 6.1 dan GRTL 7.1 dilakukan pada
waktu inkubasi 48 jam. Pemanenan dilakukan saat fase akhir eksponensial atau saat
fase awal stasioner (Kosim & Putra, 2010). Bakteri dipanen dengan cara
memisahkan medium dengan sel menggunakan alat sentrifugasi. Kemudian pelet
yang didapat dilakukan pengeringan menggunakan oven untuk menghilangkan
kadar air pada pelet.
Hasil biomassa isolat GRTL 6.1 dan GRTL 7.1 pada M1 memiliki berat
yang paling besar diantara medium lainnya yaitu sebesar 0,0043 mg/ml dan 0,0040
mg/ml. M1 menggunakan glukosa dan yeast extract sebagai sumber karbon dan
nitrogen. Dari hasil tersebut glukosa dan yeast extract merupakan sumber karbon
dan nitrogen yang paling efektif dalam menghasilkan biomassa sel BPK. Hal
tersebut diduga karena glukosa dan yeast extract merupakan sumber karbon dan
nitrogen yang lebih sederhana dibanding glukosa teknis, molase dan tepung ikan.
Biomassa sel bakteri dipengaruhi oleh jenis substrat (Judoamidjojo, Darwis &
Sa’id, 1990).
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian ini adalah:
1. Dari sepuluh isolat bakteri yang diseleksi didapatkan dua isolat terbaik dalam
melarutkan kalium yaitu GRTL 6.1 dan GRTL 7.1 dengan nilai indeks pelarut
kalium yaitu masing-masing 7,33 dan 5,28.
2. Molase dan glukosa teknis serta urea dan tepung ikan dapat menggantikan
sumber karbon berupa glukosa dan sumber nitrogen berupa yeast extract pada
medium produksi sel bakteri pelarut kalium.
3. Kombinasi sumber karbon dan nitrogen lokal yang menghasilkan jumlah sel
bakteri terbanyak pada inkubasi 48 jam yaitu pada GRTL 7.1 medium 2
menggunakan molase dan urea dengan jumlah bakteri 1,9 x 1013 CFU/ml.

5.2. Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut produksi sel bakteri pelarut kalium
untuk skala lebih besar menggunakan isolat bakteri GRTL 7.1 dengan medium
Alexandrov dengan sumber karbon molase dan sumber nitrogen urea untuk
mendapatkan jumlah sel yang optimal dan lebih banyak dalam fermentor.

32
DAFTAR PUSTAKA

Abou-zeid, M.R. (1980). Production of the microorganims communicating current


research and educational topics and trends. J. App. Microbiol. 7(2): 340-
347.
Archana, D.S. (2007). Studied on potassium solubilizing bacteria [thesis]. Dharwad
(IN): University of Agricultural Sciences.
Azizah, N., A. N. Al-Baari. & S. Mulyani. (2012). Pengaruh lama fermentasi
terhadap kadar alkohol, pH dan produksi gas pada proses fermentasi
bioetanol dari whey dengan subtitusi kulit nanas. Jurnal Aplikasi
Teknologi Pangan. 1(2):72-77.
Bagyalakshmi, B., Ponmurugan, P. & Marimuthu, S. (2012). Influence of
potassium solubilizing bacteria on crop productivity dan quality of tea
(Camellia sinensis). Journal of Agricultural Research. 7(30):4250-4259.
Bhattacharjee, R. & Dey, U. (2014). Biofertilizer, a way towards organic
agriculture: A review. Afr J Microbiol Res 8:2332-2342.
Boniran, S. (1999). Quality control untuk bahan baku produk akhir pakan ternak.
Kumpulan Makalah Feed Quality Management Workshop. American
Soybean Association dan Balai Penelitian Ternak, 2-7.
Budiman, M.A. (2013). Sektor Pertanian dalam Konsep Pendapatan Nasional.
Bandung (ID): Universitas Padjadjaran.
Biswas, D.R & Basak, B.B. (2009). Influence of potassium solubilizing
microorganism (Bacillus mucilaginosus) and waste mica on potassium
uptake dynamics by sudan grass (Sorghum vulgare) grown under two
Alfisols. Plant Soil Environment Journal 317 235-255.
Campbell, N.A., J. B. Reece & L. G. Mitchell. (2002). Biologi Jilid 1. Edisi ke 5
Terjemahan. Erlangga. Jakarta: xxi + 438 hlm.
Cappuccino, J.G & Sherman, N. (2013). Manual Laboratorium Mikrobiologi. Edisi
VIII. EGC. Jakarta.
Cartledge, T.G. (1992). In vitro cultivation of microorganism. Kent. Buttworth-
Heiremann Ltd.
Chandra, K., Greep, S., Ravindranath, P. & Sivathsa, RSH. (2005). Liquid
biofertilizers. Bangalore (IN): Regional Center for Organic Farming
Hebbal.
Chapman, HD. & Pratt, PF. (1961). Methods of Analysis for Soils, Plants and
Waters. California (US): University of California.

33
34

De Rovira, DA. (1999). FLAVORS: And General Guide for Those Training in the
Art and Science of Flavor Chemistry. Food & Nutrition Press Inc,
Connecticut. USA.
Desai, J. D. & A. J. Desai. (1993). Production of Biosurfactans in Kosaric N. (ed)
Biosurfactans. Productions Properties Applications. Marcel Dekker, Inc.
New York. 3-62.
Fatharani, R. & Rahayu, Y.S. (2018). Isolation and Characterization of Potassium-
Solubilizing Bacteria from Paddy Rhizosphere (Oryza sativa L.). Journal
of Physics: Conf. Series 1108 (2018) 012105.
Ghevariya, KK. & Desai, PB. (2014). Rhizobacteria of sugarcane in vitro
screeningfor their plant growth promoting potentials. Recent Sciences,
3(4): 52-58.
Goenadi, DH. (2006). Pupuk dan teknologi pemupukan berbasis hayati, dari cawan
petri ke lahan petani. Yayasan John Hi-Tech Idetama, Jakarta.
Goldman, E. & L.H. Green. (2009). Practical Handbook of Microbiology. CRC
Press, 2nd edition.
Goldstein, A.H. (1994). Involvement of the quino protein glucose dehydrogenase
in the solubilization of exogeneous mineral phosphates by Gram negative
bacteria. In phosphate in microorganisms: cellular and molecular biology.
Cell Mol Biol. 2(2): 197-203.
Han, HS. & Lee, KD. (2005). Phosphate and potassium solubilizing bacteria effect
on mineral uptake, soil availability and growth of eggplant. Res J Agric
Biol. Sci. 1(2): 176-180.
Han, HS., Supanjani & Lee, KD. (2006). Effect of co-inoculation with phosphate
and potassium solubilizing bacteria on mineral uptake and growth of
pepper and cucumber. Plant Soil Environ 52(3):130-136.
Havlin, JL., Tisdale, SL., Beaton, JD. & Nelson, WL. (2005). Soil Fetility and
Fertilizer: An Introduction to Nutrient Management 7th ed. New Jersey
(US): Pearson Education.
Herdiyantoro, D., Hudaya, R. & Setiawati, MR. (2015). Pengaruh dosis inokulan
bakteri pelarut kalium (BPK) terhadap K tersedia, serapan K, total
populasi BPK, pertumbuhan dan hasil tanaman jagung pada Inceptisols
Jatinangor. Prosiding Seminar Nasional Himpunan Ilmu Tanah Indonesia
(HITI) 2015: 279-286.
Hilwan, R., Mulyorini., K. Syamsu & R. Purnawati. (2006). Kajian produksi
bioinsektisidaoleh Bacillus thuringiensis var israelensis untuk
pencegahanwabah demam berdarah. Pusat Penelitian Sumber Daya Hayati
& Bioteknologi. Institut Pertanian Bogor.
35

Horowitz, A., D. Gutnick, E. & Rosenberg. (2005). Sequential growth of bacteria


on crude oil. J. App. Microbiol. 30(1): 10-19.
Houlihan, D.T., Boujard & M. Jobling. (2001). Food intake in fish. Blacwell
Science. British Library.

Hu, X., Chen, J., Guo, J., & Hangzhou, X. (2006). Two phosphate- and potassium-
solubilizing bacteria isolated from Tianmu Mountain. World Journal of
Microbiology dan Biotechnology, 22, 983–990.
Isnaini, M. (2006). Pertanian Organik. Kreasi Wacana. Yogyakarta.
Iswandi A. & Hifnalisa. (1996). Populasi mikroorganisme pelarut fosfat pada
berbagai tipe penggunaan lahan di daerah Sekadau, Kalimantan Barat.
Seminar nasional Lingkungan, Bogor. p 1–8.
Judoamidjojo, M., A.A. Darwis & E.G. Sa’id. (1990). Teknolologi Fermentasi.
Rajawali Pers. Jakarta. 333 hlm.
Kosim, M. & S. R. Putra. (2010). Pengaruh Suhu Pada Protease dari Bacillus
subtilis. (Prosiding Skripsi Semester Genap 2009-2010). Jurusan Kimia
FMIPA ITS Surabaya.
Kusmiati, Swasono, R. Tamat, Eddy, J. & Ria, I. (2007). Produksi Glukan dari dua
Galur Agrobacterium sp. Pada Medium Mengandung Kombinasi Molase
dan Urasil. Biodiversitas, (Online), Vol. 8. No.1.
Lestari. (2017). Efektivitas fungi pelarut kalium dalam meningkatkan kelarutan
kalium dan pertumbuhan jagung manis (Zea Mays szaccharata sturt).
[Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Lynn, TM., Win, HS., Kyaw, EP., Latt, ZK. & Yu, SS. (2013). Characterization of
phosphate solubilizing and potassium decomposing strains and study on
their effects on tomato cultivation. JISSR. 3(4):959-966.
Madigan, M.T., J. M. Martinko, D.A., Stahl & D.P. Clark. (2012). Brock Biology
of microorganisms. Pearson, Sans Fransisco: 1040 hlm.
Mardad, I., A. Serrano & A. Soukuri. (2013). Solubilizing of inorganic phosphate
and production of organic acids by bacteria isolated from a Moroccan
mineral phosphate deosit. African Journal of Microbiology Research, 7(8):
626-635.
Meena, OP., Mauraya, BR. & Meena, VS. (2013). Influence of K-solubilizing
bacteria on release of potasium from waste mica. Journal Agriculture for
Sustainable Development 1(1):53-56, 2013.
Meena, VS., Mauraya, BR. & Bahrudur, I. (2014). Potassium solubilization by
bacterial strain in waste mica Bangladesh. Journal of Botani. 43(2):235-
237.
36

Muharni & Nurnawati, E. (2007). Pengujian aktivitas kitinase Bacillus circulans


untuk dikembangkan sebagai agen biokontrol pada penyakit tanaman, J.
Penelitian Sains 1(2):144 – 150.
Murtidjo, B.A. (2001). Pedoman meramu pakan ikan. Kanisius. Yogyakarta.
Mutmainnah, L., Setiawati, T. C. & Mudjiharjati, A. (2013). Inventarisasi dan uji
kemampuan pelarutan kalium oleh mikroba pelarut kalium dari rhizosfer
tanaman tebu (Saccharum sp.). Berkala Ilmiah Pertanian, x, 1–6.
Nainggolan, J. (2009). Kajian Pertumbuhan Bakteri Acetobacter sp. Dalam
Kombucha-Rosela Merah (Hibiscus Sabdariffa) Pada Kadar Gula dan
Lama Fermentasi Yang Berbeda. (Tesis). Universitas Sumatera Utara:
Medan.
Nofiani, R. (2008). Urgensi dan Mekasnisme Biosintesis Metabolit Sekunder
Mikroba Laut. Jurnal Natur Indonesia, 10(2): 120-125.
Novanti, R. & Zulaika, E. (2018). Pola pertumbuhan bakteri ureolitik pada medium
calcium carbonat precipitation (CCP). Jurnal Sains dan Seni ITS
7(2):2337-3520
Parmar, P. & Sindhu, SS. (2013). Potassium solubilization by rhizosphere bacteria:
influence of nutritional and environmental conditions. J Microbiol. 3(1):
25-31.
Pelczar, M.J. & E.C.S. Chan. (2008). Dasar-dasar Mikrobiologi – Jilid 1.
Terjemahan dari Elements of Microbiology., oleh Hadioetomo, R.S., T.
Imas, S.S. Tjitrososmo, S.L. Angka. Universitas Indonesia Press: Depok.
Peraturan Menteri Pertanian [Permentan]. (2019). Permentan Nomor
1/261/KPTS/SR.310/M/4/2019 tentang Persyaratan Teknis Minimal
Pupuk Organik, Pupuk Hayati dan Pembenah Tanah. Jakarta: Kementan
RI.
Pitt, J. L. & A. D. Hocking. (1997). Fungi and Food Spoilage. Second Edition.
Blackie Academic and Professional. New York. hlm. 252-254.
Prajapati, KB. & Modi, HA. (2012). Isolation and characterization of potassium
solubilizing bacteria from ceramic industry soil. CIBTech J Microbiol.
1(2): 8-14.
Pratama, D., (2016). Mikrob pelarut kalium dari tiga lokasi lahan dan
kemampuannya dalam meningkatkan ketersediaan kalium. (Tesis). Institut
Pertanian Bogor.
Pratiwi, P.W. (2010). Pemanfaatan substrat molases dan urea pada produksi
biopestisida oleh bakteri endofit (Pseudomonas putida) menggunakan
bioreaktor kolom gelembung. [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor.
37

Premono, M.E. (1994). Jasad Renik Pelarut Fosfat: Pengaruhnya terhadap P-


tanah dan Efisiensi Pemupukan P Tanaman Tebu. (Disertasi Doktor
Pascasarjana). Institut Pertanian Bogor.
Rajawat, MVS., S. Singh. & AK. Saxena. (2013). A new spectrophotometric
method for quantification of potassium solubilized by bacterial cultures.
Indian Journal of Experimental Biology, 52(4): 261-266.
Ramadhani, N.I., (2015). Seleksi Bakteri Pelarut Fosfat dan Kajian Produksi Sel
Bakteri Terpilih Menggunakan Medium Pikovskaya dengan Modifikasi
Sumber Karbon dan Nitrogen. (Skripsi Departemen Biologi), FMIPA UI.
Depok.
Ramdani, M.D. (2007). Efektivitas Inokulan Rhizobium terhadap Pertumbuhan dan
Produksi Kedelai (Glycine max (L.) Merr) dan Kacang Tanah (Arachis
hypogea L.). (Skripsi), Institut Pertanian Bogor.
Rogers, JR., Bennett, PC. & Choi, WJ. (1998). Feldspars as a source of nutrients
for microorganisms. Am Mineral. 83: 1532-1540.
Selian, ARK. (2008). Analisa kadar unsur hara kalium (K) dari tanah perkebunan
kelapa sawit Bengkalis Riau secara spektrofotometri serapan atom (SSA).
(Skripsi), Medan (ID): Universitas Sumatera Utara.
Setyorini, D. & Abdulrachman, S. (2007). Pengelolaan hara mineral tanaman padi
[catatan penelitian]. Subang (ID): Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Sumber Daya Lahan Pertanian dan Balai Besar Penelitian
Tanaman Padi.
Sheng, XF. & Huang, WY. (2002). Study on the conditions of potassium release by
strain NBT of silicate bacteria scientia. Agric-Sin. 35(6): 673-677.
Sheng, XF. & He, LY. (2006). Solubilization of potassium bearing minerals by a
wild type strain of Bacillus edaphicus and its mutants and increased
potassium uptake by wheat. Can J Microbiol. 52(1): 66-72.
Silahooy, C. (2008). Efek pupuk KCl dan SP-36 terhadap kalium tersedia, serapan
kalium dan hasil kacang tanah (Arachis hypogaea L.) pada tanah
brunizem. Bul Agro. 36: 126 – 132.
Simanjuntak & Riswan. (2009). Studi Pembuatan Etanol dari Limbah Gula
(Molase). (Skripsi), USU: Medan.
Singh, P. & N.T. Prakash. (2013). Characterisation of Phosphate Solubilising
Bacteria in Sandy Loam Soil Under Chickpea Cropping System. Indian J
Microbiol 52(2):167-173.
Song, S.K. & Huang, P.M. (1988). Dynamics of potassium release from potassium-
bearing minerals as influenced by oxalic and citric acids. J Soil Sci Soc
Am. 52(2): 383-390.
38

Sukmadi, R.B., Supriyo, A., Rupaedah, B., Mira, F.R., Bakhtiar, Y., Ali, A. &
Sugianto, M., (2016). Kajian Proses Produksi Pupuk Hayati BIO-SRF dan
Pengujian Efektivitasnya pada Tanaman Bawang Merah. J Bioteknol
Biosains Indonesia – Vol 3 No 1 Thn 2016 Hal 20-27.
Sugumaran, P. & Janartham, B. (2007). Solubilization of potassium minerals by
bacteria and their effect on plant growth. World Journal of Agricultural
Sciences 3(3) 350-355.
Sutarya, R. (2011). Seleksi mikroba potensial untuk pembuatan pupuk majemuk
hayati dalam upaya penghematan pupuk sintetis (25%) pada tanaman cabai
(laporan penelitian). Bandung (ID): Balai Penelitian Tanaman Sayuran.
Tisdale, SL., Nelson, WL. & Beaton, JD. (1985). Soil Fertility and Ferlitizers. New
York (US):Macmillan Publising Company.
Ullman, WJ., Kirchman, DL., Welch, SA. & Vandevivere, P. (1996). Laboratory
evidence by microbioally mediumted silicate mineral dissolution in nature.
Chem Geol. 132(1): 11-17.
Umezawa, H., T. Takita & T. Shiba. (1978). Bioactive Peptide Produce by
Microorganism. John Wiley dan Sons, New York : xi + 275 hlm.
Vogel, H. C. & C.L. Todar. (1996). Fermentation and Biochemical Engineering
Handbook, Principle, Process Design and Equipment. Noyel Publication,
New Jersey: xi + 801 hlm.
Volkering, D., G. Cooper & N. Koric. (1998). Effect of nitrogen sources on
surfactans production by Microorganims ATCC 19558. J. Microbiol
Enhanced Oil Recovery. 16 (3): 66-71.
Wafaa, SMA. & Mona, AO. (2015). Impact of feldspar acidulation on potassium
dissolution and pea production. International Journal of ChemTech
Research. 8(11):1-10.
Widjaja, T, Sunarko L. (2007). Pengaruh perbandingan nutrisi terhadap pengolahan
minyak secara biologis dengan bakteri mixed-culture. J Tek Kim
Indonesia. 6: 755 – 762.
Wu, J.F., Li, Z., Huang, Y.Q., Li, F. & Yang, Q.R. (2014). Fabrication and
characterization of low temperature co-fired cordierite glass-ceramics
from potassium feldpar. Journal Alloys Compd. 583, 248-253.
Wu, SC., Cao, ZH., Li, ZG., Cheung, KC. & Wong, wu MH. (2005). Effect of
biofertilizer containing N-fixer, P and K soluiblizers and AM-fungi on
maize growth: a greenhouse trial. Geoderma. 125(2): 155-166.
Zarjani, J.K., Aliasgharzad, N., Oustan, S., Emadi, M. & Ahmadi, A. (2013).
Isolation and character-ization of potassium solubilizing bacteria in some
Iranian soils. Arch Agro SoilSci, 2013;77:7569.
LAMPIRAN-LAMPIRAN

Lampiran 1. Perhitungan Konsentrasi Karbon dan Nitrogen yang Digunakan dalam


Medium Produksi (Alexandrov dengan Modifikasi)

Bedasarkan Fatharani & Rahayu (2018), medium Alexandrov mengandung


sumber karbon berupa glukosa sebanyak 5 g/L atau dengan kadar karbon (C)
sebanyak 40%. Sumber nitrogen berupa yeast extract sebanyak 0,5 g/L atau dengan
kadar nitrogen (N) sebanyak 11-12% N. Glukosa teknis memiliki rumus kimia yang
sama dengan glukosa analis dalam kandungan medium Alexandrov (C 6H12O6)
dengan kadar karbon sebanyak 40% sehingga tidak perlu dilakukan penyetaraan,
sementara molase yang dipakai memiliki kadar karbon yang lebih rendah yaitu
17,47% Sehingga perlu dilakukan penyetaraan. Tepung ikan yang dipakai memiliki
kandungan kadar N 5,41%, sementara urea memiliki kadar N lebih besar yaitu 46%
sehingga perlu dilakukan penyetaraan. Perhitungan dilakukan menggunakan rumus
sebagai berikut.

Sehingga, perhitungan molase:


V1.n1 = V2.n2 V1 = Volume Molase
V1. 17,47% = 5g . 40% V2 = Volume Glukosa
V1. 0,1747 = 2 n1 = Konsentrasi Molase
2
V1= n2 = Konsentrasi Glukosa
0,1747
V1= 11,44 g/L

Tepung ikan:
V1.n1 = V2.n2 V1 = Volume Tepung Ikan
V1. 5.41% = 0,5g . 11% V2 = Volume Yeast extract
V1 = 0,0541 = 0,055 n1 = Konsentrasi Tepung Ikan
0,055
V1= n2 = Konsentrasi Yeast extract
0,0541
V1= 1,01 g/L

Urea:
V1.n1 = V2.n2 V1 = Volume Urea
V1. 46% = 0,5g . 11% V2 = Volume Yeast extract
V1 = 0,46 = 0,055 n1 = Konsentrasi Urea
0,055
V1 = n2 = Konsentrasi Yeast extract
0,46
V1= 0,119 g/L

39
40

Lampiran 2. Uji Anova Data Jumlah Sel Bakteri Isolat GRTL 6.1 dan GRTL 7.1
pada Waktu Inkubasi 48 Jam

Mengetahui perbedaan nyata dari data jumlah sel bakteri isolat GRTL 6.1 dan
GRTL 7.1 pada waktu inkubasi 48 jam yang ditumbuhkan dalam medium
Alexandrov modifikasi dengan variasi sumber karbon dan nitrogen.

Hipotesis:

H0: Data jumlah sel bakteri isolat GRTL 6.1 dan GRTL 7.1 pada 5 medium berbeda
dengan waktu inkubasi 48 jam tidak berbeda nyata.
H1: Data jumlah sel bakteri isolat GRTL 6.1 dan GRTL7.1 pada 5 medium berbeda
dengan waktu inkubasi 48 jam berbeda nyata.

Taraf nyata:

Nilai α yang digunakan pada α = 0,05

Kriteria pengujian:

Jika P>0,05; maka H0 diterima


Jika P<0.05; maka H0 ditolak
41

Hasil dari uji Two Way ANOVA menggunakan SPSS 2.2

Sumber JK DB KT F Sig.
Corrected Model 5.864E=25a 9 6.516E+24 0.756 0.656
Intercept 4.822E+25 1 4.822E+25 5.598 0.021
Jenis Isolat 1.557E+25 1 1.557E+25 1.807 0.184
(GRTL6.1 & GRTL7.1)
Medium 2.430E+25 4 6.076E+24 0.705 0.591
(M1,M2,M3,M4 & M5)
Interaksi Jenis Isolat 1.877E+25 4 4.692E+24 0.545 0.704
dengan Medium
Error 5.169E+26 60 8.615E+24
Total 6.238E+26 70
Koreksi Total 5.755E+26 69
a. R Squared=,102(Adjusted R Squared=-,033)
Keterangan: Corrected Model; Pengaruh semua variabel independen (jenis isolat,
medium dan interaksi jenis isolat dengan medium) secara bersama-
sama terhadap veriabel dependen (jumlah sel). Intercept; Nilai
perubahan variabel dependen tanpa perlu dipengaruhi keberadaan
variabel independen
Pengaruh komposisi medium dan jenis isolat terhadap jumlah sel bakteri:

Nilai F memperoleh nilai 0,756 dengan signifikansi 0,656 > 0,05, maka H0 diterima.
Komposisi medium dan jenis isolat tidak terbukti berpengaruh terhadap produksi
jumlah sel bakteri.
42

Lampiran 3. Perubahan pH Kultur Selama Fermentasi

pH (Jam)
Isolat Medium
0 6 12 18 24 36 48
M1 7.00 6.64 6.52 6.76 7.02 7.40 7.52
M2 7.00 7.30 7.22 7.52 7.80 7.74 7.86
GRTL 6.1 M3 7.00 7.27 6.86 7.75 7.88 8.27 8.55
M4 7.00 6.71 6.36 6.25 6.74 7.08 7.18
M5 7.00 6.37 5.45 5.88 6.36 6.89 6.95
M1 7.00 6.52 6.35 6.84 7.09 7.54 7.71
M2 7.00 6.99 6.52 7.02 7.43 7.60 7.75
GRTL 7.1 M3 7.00 6.87 6.36 7.20 7.81 8.27 8.52
M4 7.00 6.42 5.70 6.07 6.68 7.12 7.30
M5 7.00 5.85 5.24 6.05 6.40 6.77 6.93
43

Lampiran 4. Nilai Log Jumlah Sel Isolat Bakteri GRTL 6.1 dan 7.1

Waktu Inkubasi (Jam)


Isolat Medium 0 6 12 18 24 36 48
Log [x] CFU/ml
M1 6.9 7.9 8.3 9.1 10.1 11.1 12.5
M2 6.5 7.7 8.9 10.1 10.4 11.9 12.3
GRTL 6.1 M3 6.8 7.7 8.3 9.1 10.2 11.2 12.1
M4 6.6 7.8 8.9 10.4 10.7 11.3 12.6
M5 6.5 7.9 9.2 10.1 10.4 10.9 11.9
M1 7.0 8.2 9.1 10.5 10.1 11.3 12.6
M2 6.8 7.8 8.8 9.4 10.1 12.4 13.3
GRTL 7.1 M3 6.7 7.7 9.7 10.9 11.1 10.9 11.6
M4 6.6 8.7 8.9 8.9 10.6 11.4 13.1
M5 6.8 8.3 9.7 10.6 11.1 11.5 12.7
44

Lampiran 5. Bahan Sumber Karbon dan Nitrogen yang Digunakan dalam Medium
Produksi Sel Bakteri Pelarut Kalium

A B

C D

Keterangan gambar:
A: Molase
B: Glukosa Teknis
C: Urea
D: Tepung Ikan

Anda mungkin juga menyukai