Disusun Oleh :
Jihan Sekar Wijayanti
18/423344/BI/09978
FAKULTAS BIOLOGI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2021
i
PROPOSAL SKRIPSI
Disusun Oleh :
Jihan Sekar Wijayanti
18/423344/BI/09978
Pembimbing:
Dr. Kumala Dewi, M.Sc.St.
FAKULTAS BIOLOGI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2021
ii
HALAMAN PENGESAHAN
PROPOSAL SKRIPSI
Disusun oleh :
Jihan Sekar Wijayanti
18/423344/BI/09978
Mengesahkan, Menyetujui,
Wakil Dekan Bidang Akademik dan Dosen Pembimbing Skripsi
Kemahasiswaan
iii
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
atas rahmat dan karunia-Nya proposal skripsi yang berjudul “Pengaruh
Paklobutrazol terhadap Pertumbuhan, Perkembangan dan Kandungan
Fitohormon pada Tanaman Kecipir (Psophocarpus tetragonolobus (L.)
D.C.).” dapat diselesaikan sesuai dengan ketentuan yang disyaratkan.
Proposal skripsi ini disusun sebagai syarat pelaksanaan untuk melakukan
penelitian Skripsi. Penulis mendapat banyak bimbingan, masukkan, bantuan
serta dukungan dari berbagai pihak. Dengan terselesaikannya penyusunan
proposal skripsi ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Budi Setiadi Daryono., M.Agr.Sc., selaku Dekan Fakultas
Biologi UGM.
2. Rina Sri Kasiamdari, S. Si., Ph. D., selaku Wakil Dekan Bidang
Akademik dan Kemahasiswaan Fakultas Biologi UGM.
3. Dr. Diah Rachmawati, S.Si., M.Si., selaku Dosen Pembimbing
Akademik.
4. Dr. Kumala Dewi, M.Sc.St., selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang
bersedia memberikan waktu dan pikirannya untuk diskusi tentang
penyusunan proposal skripsi.
5. Dra. Siti Susanti, S.U., selaku Dosen Pengelola Skripsi.
6. Hariyanti Ika Setyabudi selaku Ibu, Sri Sukarti selaku nenek, Aryo
Wicaksono dan Khairunnisa Salsabila selaku kedua saudara penulis
yang bersedia memberikan dukungan terbesar dalam aspek moral,
material maupun spiritual.
7. Novia Trias Anisa yang memberikan bimbingan, arahan, dan masukan
bagi penulis.
8. Teman-teman terdekat yaitu Kuntum Khaira Ummah yang
memberikan dukungan.
9. Hadyan Pratama Lutfi dan Eriska Febriani yang memberikan bantuan,
dukungan, dan masukan selama penyusunan proposal skripsi.
iv
10. Seluruh pihak yang telah membantu dalam penyusunan proposal
skripsi.
Penulis menyadari bahwa proposal skripsi yang disusun masih banyak
kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, penulis sangat membutuhkan
kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan karya
tulis ilmiah ini. Penulis berharap bahwa proposal skripsi yang disusun dapat
bermanfaat untuk berbagai pihak.
Yogyakarta, 9 September 2021
Penulis
v
DAFTAR ISI
vi
BAB III ............................................................................................................................. 24
METODE PENELITIAN .................................................................................................. 24
A. Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................ 24
B. Bahan dan Alat ....................................................................................... 24
C. Cara Kerja............................................................................................... 25
1. Pengenceran Paklobutrazol .................................................................... 25
2. Penyemaian dan Penanaman .................................................................. 25
3. Pengukuran Parameter Penelitian ........................................................... 25
D. Analisis Hasil ......................................................................................... 30
E. Jadwal Penelitian .................................................................................... 31
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 32
vii
DAFTAR GAMBAR
viii
PENGARUH PAKLOBUTRAZOL TERHADAP PERTUMBUHAN,
PERKEMBANGAN DAN KANDUNGAN FITOHORMON PADA
TANAMAN KECIPIR (Psophocarpus tetragonolobus (L.) D.C.).
Oleh :
Jihan Sekar Wijayanti
18/423344/BI/09978
Dosen Pembimbing:
Dr. Kumala Dewi, M.Sc.St.
NIP. 196604081995122001
INTISARI
ix
EFFECTS OF PACLOBUTRAZOL ON GROWTH, DEVELOPMENT,
AND PHYTOHORMONE LEVEL OF WINGED BEAN (Psophocarpus
tetragonolobus (L.) D.C.)
By :
Jihan Sekar Wijayanti
18/423344/BI/09978
Supervisor:
Dr. Kumala Dewi, M.Sc.St.
NIP. 196604081995122001
ABSTRACT
Winged bean (Psophocarpus tetragonolobus (L.) DC.) is one of the tropical legume
plant which distributed in Indonesia. Winged bean is a climbing herbaceous plant.
Consequently, stakes or para-para are required for cultivation. The growth of
climbing stems have to inhibite for practical plant care and harvest. Cultivation of
winged bean can be applied with paclobutazol for inhibite gibberelin synthesis. The
plant become semi-dwarf or dwarf due to decreasing of gibberelin levels. This
research aims to evaluate the effects of paclobutrazol on growth, development,
biochemical contents, phytohormone levels, and pod yield of winged bean
(Psophocarpus tetragonolobus (L.) D.C.). The parameters for the measurement are
consist of plant height, leaf area, pod length, stomatal density, rate of flowering,
total of flowers, chlorophyll content, protein content and vitamin C content, level
of cytokinin, total of pods, wet and dry weight of pods. This research use
Completely Randomized Design with one treatment factor. Paclobutrazol is applied
with different concentrations in 5 repetitions. Different concentrations are consist
of 0 ppm (control), 12.5 ppm, 25 ppm, 37.5 ppm and 50 ppm. Data are analyzed by
ANOVA at the 5% signification, followed by DMRT at the 95% confidence level.
Key word : Psophocarpus tetragonolobus, paclobutrazol, growth, development,
phytochemical, cytokinin
x
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kecipir (Psophocarpus tetragonolobus (L.) DC.) adalah tanaman
legum tropis yang termasuk dalam famili Leguminosae (Fabaceae). Kecipir
adalah tanaman herba merambat, memiliki umbi akar dan bentuk polong
menyerupai sayap. Tanaman ini tersebar di negara yang panas, lembab dan
terletak pada garis ekuator seperti Indonesia, Malaysia, Thailand, Filipina,
India, Bangladesh, Myanmar dan Sri Lanka (Lepcha dkk., 2017). Kecipir
telah digunakan sebagai komoditi pasar lokal Asia sebagai sumber protein
sejak ratusan tahun yang lalu. Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO)
menyatakan bahwa kecipir adalah salah satu spesies legum yang kurang
digali manfaatnya secara maksimal (Tontisirin, 2014 dalam Lepcha dkk.,
2017).
Kecipir dapat dikonsumsi sebagai makanan pada bagian polongnya
yang hijau, biji muda, umbi akar, daun, dan biji matang yang dapat
dikonsumsi dalam kondisi mentah atau dimasak (Mohanty dkk., 2020).
Kecipir mengandung berbagai kandungan gizi yang krusial sebagai tanaman
pangan. Kecipir diketahui mengandung protein dalam jumlah besar pada
daun (5–8%), umbi (17–19%) dan biji (32–37%). Kecipir juga mengandung
karbohidrat pada bijinya sebesar 23–40%. Biji kecipir dewasa mengandung
total lemak sebesar 14-25%. Komposisi kandungan asam lemak biji kecipir
adalah asam lemak tak jenuh sebesar 54-75% dengan asam lemak utama
yaitu stigmasterol (66,4%) dan ß-sitosterol (25,1%) (Lepcha dkk., 2017).
Kecipir mengandung vitamin C yaitu sebesar 14.5-29.0 mg pada bagian
daun dan 21-37 mg pada polong muda (Kadam dkk., 1984). Akar tanaman
kecipir dapat mengikat nitrogen dengan membentuk nodul sehingga mampu
bertahan hidup di berbagai jenis tanah tropis dari tanah liat yang berat, rawa
gambut, hingga berpasir di Myanmar dan PNG (Tanzi dkk., 2019). Kecipir
dapat digunakan untuk mereklamasi lahan yang miskin unsur hara dan air
1
akibat kegiatan pertambangan terdahulu (Sinha, 2013 dalam Handayani
dkk., 2015).
Kecipir memiliki prospek dan potensi pasar yang bagus, tetapi
masalah budidaya sering terjadi pada tanaman merambat seperti kesulitan
dalam pemeliharaan tanaman sehingga budidaya ini dinilai kurang efisien.
Oleh karena itu, upaya untuk membatasi pertumbuhan batang yang
merambat diperlukan. Penghambatan pertumbuhan dilakukan untuk
menjaga kualitas dari organ kecipir yang dimanfaatkan seperti biji, buah,
bunga, dsb. Tanaman yang semi kerdil atau kerdil mempermudah proses
perawatan tanaman serta panen.
Paklobutrazol merupakan salah satu senyawa dari kelompok triazole
sebagai zat pengatur tumbuh. Paklobutrazol berfungsi untuk menghambat
proses oksidasi ent-kaurene menjadi asam ent-kauronoic melalui inaktivasi
oksigenase yang bergantung pada sitokrom P450 sehingga kadar GA3
(giberelin) endogen berkurang (Soumya dkk., 2017). Paklobutrazol dapat
membuat tanaman lebih pendek, menghambat sintesis giberelin pada daun
dan buah (Lolaei dkk., 2013). Paklobutrazol merupakan salah satu senyawa
triazole yang dapat membuat warna daun lebih gelap. Hal ini disebabkan
oleh peningkatan kadar klorofil, pemadatan klorofil pada bagian daun yang
lebih kecil, serta luas daun yang berkurang. Triazole juga dapat
menyebabkan penutupan stomata parsial pada kacang polong, kacang tanah,
kedelai, dan buncis (Fletcher dkk., 2000). Paklobutrazol dapat
meningkatkan intensitas pembungaan pada Citrus clementina pada aplikasi
paklobutrazol sebesar satu gram per pohon (Martinez-Fuentes dkk., 2013).
Paklobutrazol dapat meningkatkan hasil panen biji Camelina sativa pada
konsentrasi 100 mg/l (Kumar dkk., 2012). Paklobutrazol dilaporkan dapat
meningkatkan kadar vitamin C pada daun Curcuma alismatifolia pada
konsentrasi 1500 ppm (Jungklang dkk., 2015). Aplikasi paklobutrazol pada
dosis 125 mg/L dapat meningkatkan kadar protein pada Camelina sativa
(Kumar dkk., 2012). Paklobutrazol juga dapat meningkatkan biosintesis
fitohormon seperti ABA dan sitokinin (Soumya dkk., 2017).
2
Penelitian mengenai efek paklobutrazol pada tanaman kecipir
masih sedikit. Oleh karena itu, evaluasi mengenai pengaruh paklobutrazol
terhadap pertumbuhan, perkembangan dan kandungan fitohormon pada
tanaman kecipir (Psophocarpus tetragonolobus (L.) D.C.) dilakukan untuk
mencapai proses pembudidayaan dengan efektif dan efisien.
B. Permasalahan
Permasalahan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh paklobutrazol terhadap pertumbuhan tanaman
dengan parameter uji berupa tinggi tanaman, luas daun, panjang
buah pada tanaman kecipir (Psophocarpus tetragonolobus (L.)
D.C.)?.
2. Bagaimana pengaruh paklobutrazol terhadap perkembangan
tanaman dengan parameter uji berupa kerapatan stomata, jumlah
bunga dan kecepatan pembungaan pada tanaman kecipir
(Psophocarpus tetragonolobus (L.) D.C.)?.
3. Bagaimana pengaruh paklobutrazol terhadap kadar klorofil, vitamin
C, protein serta kadar hormon endogen pada tanaman kecipir
(Psophocarpus tetragonolobus (L.) D.C.)?.
4. Bagaimana pengaruh paklobutrazol terhadap hasil panen berupa
jumlah buah, bobot basah dan bobot kering buah pada tanaman
kecipir (Psophocarpus tetragonolobus (L.) D.C.)?.
C. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengetahui pengaruh paklobutrazol terhadap pertumbuhan tanaman
dengan parameter uji berupa tinggi tanaman, luas daun, panjang
buah pada tanaman kecipir (Psophocarpus tetragonolobus (L.)
D.C.).
2. Mengetahui pengaruh paklobutrazol terhadap perkembangan
tanaman dengan parameter uji berupa kerapatan stomata, jumlah
bunga dan kecepatan pembungaan pada tanaman kecipir
(Psophocarpus tetragonolobus (L.) D.C.).
3
3. Mengetahui pengaruh paklobutrazol terhadap kandungan biokimia
seperti kadar klorofil, vitamin C, protein serta kadar hormon
endogen pada tanaman kecipir (Psophocarpus tetragonolobus (L.)
D.C.).
4. Mengetahui pengaruh paklobutrazol terhadap hasil panen yaitu
jumlah buah, bobot kering dan bobot basah buah pada tanaman
kecipir (Psophocarpus tetragonolobus (L.) D.C.).
D. Manfaat
Hasil penelitian diharapkan dapat menambah ilmu tentang pengaruh
paklobutrazol terhadap pertumbuhan, perkembangan, kandungan biokimia,
kadar hormon endogen, dan hasil panen pada tanaman kecipir
(Psophocarpus tetragonolobus (L.) D.C.).
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Pustaka
1. Klasifikasi dan Distribusi Tumbuhan Kecipir
Klasifikasi tanaman kecipir menurut National Resources Conservation
Service (2021) adalah :
• Kingdom : Plantae
• Subkingdom : Tracheobionta
• Superdivision : Spermatophyta
• Division : Magnoliophyta
• Class : Magnoliopsida
• Subclass : Rosidae
• Order : Fabales
• Family : Fabaceae
• Genus : Psophocarpus Neck. ex DC.
• Species : Psophocarpus tetragonolobus (L.) DC.
5
2. Karakteristik Tumbuhan Kecipir
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 1. (a) Habitus dari kecipir. (b) Buah kecipir. (c) Biji kecipir (d) Ilustrasi
seluruh organ dari tanaman kecipir (National Research Council, 1981; Lepcha
dkk., 2017; Tanzi dkk., 2019).
Kecipir adalah tanaman herba merambat yang memiliki masa hidup perenial
atau annual. Tanaman kecipir memiliki tinggi sekitar 3-4 m dengan warna batang
yang bervariasi dari warna ungu, merah muda atau coklat (National Research
Council, 1981; Lepcha dkk., 2017). Daun bersifat trifoliolat (terdiri dari tiga helai
anak daun), memiliki panjang petiola hingga 12 cm, memiliki dasar daun yang
6
menggembung (pulvinus). Helai anak daun berbentuk triangular hingga rhomboid
(Lim, 2012). Umbi dihasilkan pada akar dengan diameter 2-4 cm dan panjang 8-12
cm (Lepcha dkk., 2017). Pembungaan bertipe tandan, terdiri dari 2-12 tandan
berbunga aksilar, memiliki panjang sekitar 15 cm. Bunga memiliki sistem
penyerbukan kleistogami, berwarna dari putih hingga biru/ungu tua, dan biseksual
(National Research Council, 1981; Lim, 2012; Tanzi dkk., 2019). Polong memiliki
panjang 30-40 cm, berisi 5–20 biji yang mengkilap, bulat dan non-endospermik,
memiliki berat berkisar 0.04-0.64 g, berbentuk persegi empat/persegi panjang,
bersudut empat, tiap sudut terdapat sayap. Polong berwarna hijau, merah, ungu
merah muda (National Research Council, 1981; Lim, 2012). Menurut National
Research Council (1981), perkembangan polong kecipir melalui dua tahap sebagai
berikut:
Kecipir memiliki toleransi yang tinggi terhadap jenis tanah, tetapi kondisi
idealnya adalah tanah dengan kandungan bahan organik rendah, berjenis lempung,
berpasir atau lempung berat. Tanah dengan pH yang sangat basa atau sangat asam
tidak dapat mendukung pertumbuhan kecipir. Kecipir dapat bertahan hidup pada
suhu tinggi, tetapi tidak bisa tumbuh dengan adanya frost (embun seperti salju).
Tumbuhan ini termasuk dalam tumbuhan berhari pendek (National Research
Council, 1981). Curah hujan rata-rata tahunan yang diperlukan berkisar 1500 mm-
3000 mm (Lim, 2012).
Akar tanaman kecipir melakukan interaksi dengan bakteri tanah dari genus
Rhizobium untuk membentuk nodul di permukaan akar. Nodul ini berfungsi untuk
menyerap udara dari tanah dan mengikat nitrogen. Nitrogen bebas dikonversi
7
menjadi bentuk yang bisa diserap tumbuhan. Produk dari nitrogen sendiri bisa
digunakan untuk membentuk protein, beberapa vitamin, dan senyawa lain yang
mengandung nitrogen (National Research Council, 1981).
Kecipir umum ditanam pada plot-plot kecil di pekarangan, dekat pagar atau
dinding pada awal musim hujan. Benih melakukan imbisisi selama 4-5 hari,
kemudian berkecambah pada usia 7-10 hari setelah penanaman (National Research
Council, 1981). Polong terbentuk pertama kali mulai 6 - 10 minggu setelah
penyemaian. Bunga dapat dihasilkan selama 3 bulan jika polong hijau dipanen
secara berkala (Van dkk., 1986). Polong dari kecipir memakan waktu 4-5 bulan
hingga mencapai kedewasaan (Lepcha dkk., 2017).
3. Paklobutrazol
8
pertumbuhan interkalar daun terhambat (Yeshitela dkk., 2004). Pakloburazol
berdampak pada karakteristik biokimia seperti peningkatan produksi hormon asam
absisat dan komponen fitol dari klorofil. Paklobutrazol mempengaruhi karakteristik
anatomi yaitu pori-pori stomata yang lebih kecil. Efek-efek ini berpengaruh pada
peningkatan toleransi terhadap stres biotik dan lingkungan (Desta dan Amare,
2021). Paklobutrazol dapat menghambat biosintesis sterol yang berhubungan
dengan aktivitas fungisida (Fletcher dkk., 2000).
9
(Soumya dkk., 2017). Tahapan yang dihambat adalah konversi ent-kauren menjadi
GA12 melalui mikrosomal sitokrom P450 monooksigenase. Enzim yang berperan
adalah KO (ent-kaurene oksidase) dan KAO (ent-kaurenoic acid oksidase). KO dan
KAO adalah enzim sitokrom P450 yang berkaitan dengan retikulum endoplasma.
Akibatnya, GA12 tidak dihasilkan sehingga tahap berikutnya yaitu konversi GA12
menjadi GA53 oleh 13-hidroksilasi tidak terjadi (Olszewski dkk., 2002). Kadar GA
akan menurun yang akan memunculkan efek-efek secara morfologi, anatomi,
sitologi, bahkan biokimia dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
Paklobutrazol juga dapat meningkatkan biosintesis ABA yang terjadi pada jalur
terpenoid. Konsentrasi ABA meningkat akibat akumulasi prekursor di jalur
terpenoid yang memicu biosintesis. Konsentrasi ABA yang meningkat dapat
menyebabkan reduksi pada bukaan stomata dan pertumbuhan tunas, luas
permukaan transpirasi berkurang, perubahan anatomi yang berkaitan dengan
kebutuhan air (inhibisi kehilangan air) (Soumya dkk., 2017).
4. Pembungaan
Pembungaan adalah proses perkembangan dari suatu daerah pada kuncup
atau disebut meristem reproduktif. Masa dimana tumbuhan belum bisa
menghasilkan bunga disebut masa juvenil. Pertumbuhan vegetatif mencapai titik
tertentu dimana tanaman telah dewasa sehingga bisa berbunga (Copeland dan
10
McDonald, 2001). Pembungaan yang berlanjut pada polinasi dan pembentukan
buah dan biji berperan dalam perbanyakan tanaman (Benlloch dkk., 2007).
11
5. Buah dan Biji
Buah adalah salah satu hasil perkembangan ovarium yang matang dan
mengandung satu atau lebih ovul. Buah tersusun atas perikarp atau dinding ovarium
yang terdiri dari beberapa lapisan yaitu eksokarp (lapisan terluar), mesokarp
(lapisan tengah) dan endokarp (lapisan dalam) (Copeland dan McDonald., 2001).
Buah berfungsi untuk membungkus biji dengan beberapa lapisan yang berasal dari
karpel (Hess, 1975).
12
ukuran yang lebih kecil dari suspensor melalui pembelahan mitosis pada awalnya.
Sel membelah terus-menerus hingga menghasilkan embrio yang lebih besar. Tahap
heart stage muncul sebagai awal dari pembentukan kotiledon. Tahap ini terlihat
dengan terbentuknya depresi pada massa sel globular. Tahan ini diakhiri oleh
elongasi awal pada kotiledon. Tahap torpedo stage dimulai dengan ekspansi dan
elongasi terus-menerus. Radikula hipokotil terbentuk dengan jelas pada tahap ini.
Cotyledon stage diakhiri oleh kematangan morfologis embrio yang semakin dekat,
serta suspensor menyusut. Kotiledon mulai mereduksi yang diiringi oleh
kemunculan plumula (Bewley dan Black, 1994).
6. Stomata
Stomata merupakan salah satu jenis sel yang berdiferensiasi dari bagian sel
epidermis. Stomata adalah struktur berupa pori-pori berukuran mikroskopis yang
berfungsi dalam regulasi pertukaran gas dan keseimbangan osmotik. Regulasi dapat
dilihat pada perubahan ukuran sel penjaga. Stomata ditemukan pada seluruh organ
aerial tumbuhan kecuali akar, khususnya dalam tahap primer. Stomata dibentuk dari
dua sel penjaga. Sel penjaga berfungsi untuk mengatur perubahan osmotik dengan
berbagai ragam jalur metabolik karena memiliki banyak mitokondria. Sel penjaga
dikelilingi oleh sel-sel subsidiary membentuk kompleks stomata. Sel subsidiary
adalah sel epidermis yang terspesialisasi yang berbeda ukuran dan bentuknya dari
sel epidermis lainnya. Rongga udara dapat dijumpai di bagian bawah stoma.
Sebagian besar stomata dapat ditemui pada daun, batang yang hijau, terdapat juga
13
pada modifikasi daun seperti brakthea dan tendril (Willmer dan Fricker, 1996;
Hostettmann, 2014).
Stomata berkembang dari sel protodermal yang diubah menjadi sel induk
meristemoid. Pembelahan sel/entry division terjadi secara asimetris yang
menghasilkan sel anakan dan meristemoid tringular yang lebih kecil. Pembelahan
ini dilanjutkan untuk menghasilkan sel-sel yang lebih besar. Pembelahan lanjutan
ini bergantung pada ekotipe, biasanya terjadi sebanyak 0-3 kali. Meristemoid
berubah menjadi sel induk penjaga. Pembelahan simetris sebanyak satu kali terjadi
pada sel induk penjaga untuk membentuk dua sel penjaga. Dinding sel menebal dan
terpisah untuk membentuk pori pada morfogenesis stomata (Casson dan Gray,
2008).
14
h. Stomata tetrasitik yaitu stomata yang memiliki empat sel tetangga
dengan posisi dua sel tetangga adalah polar dan posisi dua sel
lainnya adalah lateral.
i. Stomata straurositik yaitu stomata yang memiliki empat sel tetangga
dengan posisi dinding penghubung dari dua sel tetangga adalah polar
terhadap sel penjaga dan posisi dinding penghubung dari dua sel
lainnya adalah lateral terhadap sel penjaga.
j. Stomata anomositik yaitu stomata yang memiliki lebih dari empat
sel tetangga.
k. Stomata siklositik yaitu stomata yang memiliki empat atau lebih sel
tetangga yang membentuk susunan cincin sempit.
(Hostettmann, 2014).
Kerapatan stomata adalah jumlah stomata per luas unit dari satu permukaan
daun yang dapat dipengaruhi oleh faktor genetik, faktor lingkungan dan morfologi
daun. Faktor lingkungan yang mempengaruhi kerapatan stomata adalah konsentrasi
CO2, ketersediaan air dan intensitas cahaya. Konsentrasi CO2 yang tinggi dapat
menurunkan kerapatan stomata. Stres air dapat meningkatan kerapatan stomata.
Tanah yang kering dengan kelembaban rendah memiliki kerapatan stomata yang
tinggi. Tumbuhan dengan paparan cahaya penuh memiliki kerapatan stomata yang
15
lebih tinggi daripada tumbuhan yang hidup dengan naungan (Willmer dan Fricker,
1996).
Daun kecipir lebih baik dimasak terlebih dahulu dengan benar. Daun
mentah tidak boleh dikonsumsi mentah dalam jumlah banyak karena mengandung
glikosida sianogenik walaupun jumlahnya sedikit. Daun kecipir mengandung β-
karoten sebagai prekursor vitamin A. (National Research Council, 1981). Daun
kecipir dapat dikonsumsi dengan kandungan protein pada daun (5%-8%) (Lepcha
16
dkk., 2017). Kecipir mengandung vitamin C sebesar 14.5-29.0 mg pada bagian
daun (Kadam dkk., 1984).
8. Klorofil
Kloroplas adalah organel subseluler eukariotik tempat berlangsungnya
fotosintesis. Organel ini memiliki sistem membran internal yang berfungsi dalam
perluasan lokasi terjadinya reaksi terang fotosintesis. Bagian ini disebut dengan
tilakoid yang menyimpan pigmen klorofil. Struktur tilakoid merupakan sistem
membran internal yang luas dimana reaksi terang fotosintesis terjadi. Grana
lamellae adalah bagian yang terdiri dari tumpukan membran. Sementara itu,
struktur yang disebut stroma lamellae adalah bagian yang terdiri dari membran
terbuka yang tidak membentuk tumpukkan. Membran kloroplas sendiri tersusun
dari lipid bilayer yang berperan dalam sistem transport dalam metabolisme
tumbuhan. Stroma adalah bagian yang berfungsi sebagai tempat terjadinya reaksi
reduksi karbon (siklus Calvin) yang terletak di luar tilakoid (Taiz dan Zeiger, 2010).
Gambar 5. Struktur kimia (a) klorofil a dan (b) klorofil b (Grimm, 2001).
Klorofil adalah senyawa lipofilik yang tersusun dari inti porfirin (tetrapirol)
dengan atom chelated magnesium di tengah, rantai karbon alkoholik panjang
(phytyl) yang terikat melalui gugus asam karboksilat, dan moietas klorin (Harborne,
1998; Grimm, 2001). Klorofil a dan b adalah pigmen yang memegang peranan
17
besar dalam fotosintesis tumbuhan dengan menyerap cahaya tampak. Cahaya yang
diserap maksimal adalah dalam spektrum warna biru dan merah sedangkan cahaya
yang diserap rendah adalah spektrum hijau. Klorofil a berfungsi sebagai pigmen
aksesoris dan donor elektron primer di pusat reaksi fotosistem I dan fotosistem II.
Klorofil b dibedakan dari klorofil a dengan adanya gugus formil sebagai penganti
substituen metil C7. Klorofil b berfungsi sebagai kompleks pemanen cahaya
terutama di antena utama PSII, tetapi tidak terdapat di pusat reaksi. Biosintesis
klorofil dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor ekstrenal yang
berperan adalah cahaya, suhu, periode cahaya. Faktor internal yang berperan adalah
hormon, perkembangan, spesifisitas jaringan dan jam sirkadian (Grimm, 2001).
9. Protein
Gugus karboksil (-COOH) dan amino (-NH2) dari beberapa asam amino
digabungkan melalui ikatan peptida. Kedua gugus ini bereaksi membentuk
membentuk ikatan amida dan melepaskan air. Ikatan peptida dihasilkan dari
hubungan yang dibentuk oleh ikatan kovalen amida pada beberapa asam amino.
Molekul yang dihasilkan oleh interaksi ini disebut peptida. Polipeptida adalah salah
satu jenis peptida yang terdiri dari 50 atau lebih residu asam amino yang tergantung
dari pengkodenya (DNA). Polipeptida harus terlipat menjadi struktur tiga dimensi
tertentu sebelum dapat menjalankan fungsi biologisnya. Setelah dilipat menjadi
bentuk yang aktif secara biologis, polipeptida disebut protein (Tropp, 2012). Protein
adalah makromolekul yang dapat berupa rantai polipeptida tunggal atau dapat
terdiri dari beberapa rantai polipeptida yang terikat satu sama lain melalui interaksi
yang lemah (Moran dkk, 2012). Protein dapat dikelompokkan berdasarkan pH yaitu
protein basa dengan rasio lebih dari 1 dan protein asam dengan rasio kurang dari 1
(Nehete dkk., 2013).
18
dan dilanjutkan dengan RNA melalui translasi yang menentukan urutan asam
amino protein. Selanjutnya, rantai polipeptida terbentuk dari rangkaian asam amino
(residu) yang terhubung dengan ikatan peptida. Ikatan peptida merupakan ikatan
rangkap parsial, kaku dan planar yang dibentuk dari gugus amino dan karboksil
yang bebas. Rantai polipeptida terdiri dari rantai utama/backbone dan rantai
samping yang berbeda. Backbone banyak mengandung ikatan hidrogen. Gugus
karbonil berperan sebagai akseptor (C=O) ikatan hidrogen yang baik sehingga
menciptakan struktur yang stabil. Rantai polipeptida terdiri dari 50-2000 residu
asam amino pada umumnya (Harvey dan Ferrier, 2011; Berg dkk., 2015). Rantai
polipeptida dapat melipat menjadi struktur berulang secara teratur membentuk α-
helix, β-strands, dan turn. Struktur-struktur sekunder ini terbentuk dari pola ikatan
hidrogen yang teratur antara gugus N-H dan C = O yang berdekatan satu sama lain,
dari backbone peptida dalam urutan linier (Berg dkk., 2015; Moran dkk, 2012).
Selanjutnya, rantai polipeptida telah melipat dan memadat seutuhnya menjadi
struktur tersier. Struktur tersier distabilkan oleh interaksi dari rantai samping asam
amino. Interaksi ini terjadi di daerah yang tidak berdekatan dari polipeptida.
Struktur tersier juga disusun oleh unit struktural dan fungsional 3 dimensi yang
penting dari polipeptida. Rantai polipeptida yang terdiri dari 200 unit memiliki dua
atau lebih domain (Harvey dan Ferrier, 2011; Moran dkk, 2012). Struktur kuartener
adalah protein yang tersusun atas banyak subunit atau rantai polipeptida terpisah.
Interaksi nonkovalen terdapat pada struktur ini untuk menyatukan subunit (Harvey
dan Ferrier, 2011).
19
10. Vitamin C
(a) (b)
Vitamin C adalah vitamin yang larut dalam air, mudah teroksidasi dan
dirusak oleh oksigen, alkali dan suhu tinggi (Chambial dkk., 2013). Vitamin C
dapat dikatakan sistem redoks dimana terdapat dua isomer L. Dua isomer ini adalah
asam askorbat (Vitamin C) dalam kondisi tereduksi dan asam dehidroaskorbat
(DHA) dalam kondisi teroksidasi. Pada tubuh manusia, Vitamin C berfungsi
sebagai donor elektron yang aktif dan stabil dalam jaringan. Vitamin C sebagai
antioksidan atau kofaktor dioksidasi menjadi dehidroaskorbat yang lebih tidak
stabil. Senyawa yang reaktif tadi didaur ulang untuk melanjutkan siklus berikutnya
dengan bantuan enzim. Bantuan enzim yang diperlukan adalah nikotinamida adenin
dinukleotida fosfat (NADPH) tereduksi dan glutathione (Schlueter dan Johnston.,
2010).
20
aktivitas antioksidan untuk melindungi tanaman dari kerusakan oksidatif akibat
stres abiotik (Jungklang dkk., 2015).
11. Fitohormon
Fitohormon adalah molekul yang berfungsi dalam persinyalan yang
dihasilkan dalam konsentrasi rendah lalu ditranspor ke bagian organ lainnya.
Fitohormon memicu respon seluler pada jaringan target pada tumbuhan tingkat
tinggi. Kinerja fitohormon bisa pada tempat sintesis atau di tempat lain. Fitohormon
berperan dalam meregulasi rangsangan dari internal dan eksternal sehingga
menimbulkan respon molekuler dan fisiologis. Hal ini dapat memicu aklimatisasi
tanaman terhadap kondisi lingkungan. Bentuk-bentuk aklimatisasi yang
ditimbulkan dari fitohormon adalah membantu proses pertumbuhan,
perkembangan, transisi source/sink, dan alokasi nutrisi (Wani dkk., 2016).
12. Sitokinin
21
Sitokinin adalah senyawa turunan adenosin yang tersubstitusi N6, tersusun
dari rantai samping lima karbon. Sitokinin memiliki dua jalur biosintesis yaitu
secara de novo dan t-RNA. Peran sitokinin adalah memacu pertumbuhan pada saat
biji berkecambah, morfogenesis, biogenesis kloroplas, memelihara mobilisasi
asimilasi, absisi buah dan daun, regulasi fungsi stomata, menghadapi stress melalui
komunikasi antara sistem akar dan tunas (Rao dkk., 2016). Sitokinin dapat
dibiosintesis dalam tubuh tumbuhan dengan beberapa tahapan. Pertama, rantai
samping isopentenyl dari DMAPP ditambahkan ke bagian adenosin. Enzim IPT
memanfaatkan ADP dan ATP untuk mengonversi substrat adenosin menjadi iPMP,
iPDP atau iPTP. Selanjutnya, produk-produk tersebut dikonversi menjadi
transzeatin oleh hidroksilase asing. Substrat yang terfosforilasi yang dapat
dipertukarkan terbentuk, sedangkan transzeatin bebas dapat dibentuk dari riboside
oleh enzim metabolisme purin yang umum (Taiz dan Zeiger 2010).
22
Paklobutrazol dilaporkan dapat meningkatkan biosintesis sitokinin yang
memicu aktivitas pembelahan sel, perkembangan kloroplas, dominansi apikal, dan
aktivitas stomata (Desta dan Amare, 2021).
B. Hipotesis
1. Paklobutrazol dapat mengurangi tinggi tanaman dan luas daun, serta
meningkatkan panjang buah pada tanaman kecipir (Psophocarpus
tetragonolobus (L.) D.C.).
2. Paklobutrazol dapat memicu pembungaan, jumlah bunga, dan
meningkatkan kerapatan stomata pada tanaman kecipir
(Psophocarpus tetragonolobus (L.) D.C.).
3. Paklobutrazol dapat meningkatkan kadar klorofil, vitamin C,
protein, dan kadar sitokinin pada tanaman kecipir (Psophocarpus
tetragonolobus (L.) D.C.).
4. Paklobutrazol dapat meningkatkan jumlah buah, bobot basah dan
bobot kering buah pada tanaman kecipir (Psophocarpus
tetragonolobus (L.) D.C.).
23
BAB III
METODE PENELITIAN
24
C. Cara Kerja
1. Pengenceran Paklobutrazol
Pembuatan larutan stok dilakukan dengan mengencerkan 1 mL
paklobutrazol ke dalam 1 L akuades hingga konsentrasi menjadi 1000 ppm.
Pengenceran dilakukan lagi untuk membuat konsentrasi paklobutrazol yaitu
0 ppm (kontrol), 12.5 ppm, 25 ppm, 37.5 ppm dan 50 ppm.
25
permukaan tanah hingga ke pucuk tunas paling tinggi. Setelah itu,
tinggi tanaman ditandai dengan alat tulis dan diukur dengan metline.
b. Luas Daun
Pemotongan daun dilakukan dari tangkainya. Daun
digambar pada kertas HVS polos. Sketsa daun dipotong dan diukur
beratnya dengan timbangan analitik. Kertas dipotong dengan ukuran
10 cm x 10 cm, serta diukur beratnya. Rumus menghitung luas daun
adalah sebagai berikut:
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑟𝑒𝑝𝑙𝑖𝑘𝑎 𝑑𝑎𝑢𝑛
𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑑𝑎𝑢𝑛 = 𝑥100 𝑐𝑚2
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑝𝑜𝑡𝑜𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑘𝑒𝑟𝑡𝑎𝑠 10 𝑐𝑚𝑥 10 𝑐𝑚
(Irwan dan Wicaksono, 2017)
c. Kecepatan Pembungaan
Pengukuran kecepatan berbunga dilakukan ketika bunga
merekah sempurna untuk pertama kalinya. Jumlah bunga dan waktu
berbunga untuk setiap perlakuan dicatat pada setiap perlakuan.
d. Panjang Buah
Panjang buah diukur dengan menggunakan metline melalui
penandaan dengan tali rafia.
e. Jumlah Buah
Jumlah buah dihitung secara manual pada setiap perlakuan.
g. Kerapatan stomata
Stomata yang diamati adalah stomata yang terletak di dekat
epidermis bagian bawah. Preparat dibuat dengan metode whole
26
mount untuk menghasilkan sayatan paradermal. Fiksasi daun
dilakukan dalam alkohol 70%. Daun dicuci dengan akuades
kemudian direndam dalam larutan HNO3 25% selama 15-30 menit.
Perendaman dilakukan untuk menghilangkan jaringan mesofil.
Daun dicuci dengan akuades lagi. Sayatan epidermis bawah daun
dibuat dengan silet yang bersih. Perendaman sampel dalam larutan
bayclin dalam durasi 1-5 menit dilakukan. Hal ini bertujuan untuk
melunturkan klorofil dalam mesofil. Pewarnaan preparat dilakukan
dengan reagen safranin 1% selama satu menit. Preparat lapisan
epidermis diletakkan di bagian atas gelas benda, dibubuhi gliserin
10%. Penutupan preparat dilakukan dengan gelas penutup.
Pengamatan dilakukan di bawah mikroskop dengan perbesaran 400x
(Lestari, 2006; Damayanti, 2007).
Jumlah stomata
Kerapatan stomata =
Satuan luas bidang pandang
(Lestari, 2006)
h. Kadar Klorofil
Daun kecipir yang muda ditimbang sebanyak 0.1 gram.
Daun dituangkan 10 mL aseton 80% dan dihaluskan dengan mortar.
Penghalusan dilakukan hingga seluruh pigmen lepas dari jaringan.
Sentrifugasi dilakukan pada ekstrak daun dengan kecepatan 1500
rpm selama 10 menit. Supernatan yang mengandung 10 mL larutan
klorofil daun dalam aseton 80% diukur nilai absorbansinya pada
panjang gelombang 663 nm dan 646 nm. (Agustamia dkk., 2016).
Nilai absorbansi akan digunakan untuk perhitungan kadar klorofil.
Kadar klorofil dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Total chlorophyll (mg/l) = 17.3A646 + 7.18A663
Chlorophyll a (mg/l) = 12.21A663 - 2.81A646
Chlorophyll b (mg/l) = 20.13A646 - 5.03A663
(Harbone, 1998)
Selanjutnya, satuan mg/l dikonversi dalam (mg/g) dalam rumus
sebagai berikut:
27
10/1000 𝑥 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑘𝑙𝑜𝑟𝑜𝑓𝑖𝑙
(mg/g) =
0,1 𝑚𝑔/𝑔
Keterangan :
V iod = volume iodin (mL)
1 mL 0.01 N Iod = 0,88 mg asam askorbat
w = berat sampel (gram)
Fp = faktor pengenceran
(Sudarmadji., 1984 dalam Kamaludin dan Handayani, 2018).
j. Kadar Protein
Kadar protein dihitung pada buah/biji yang dipanen saat
tanaman berusia 3-4 bulan. Pembuatan tepung dari biji kecipir
dilakukan. Perendaman biji dilakukan dalam air selama 24 jam.
Setelah itu, biji direbus selama 30 menit. Abrasive peeler digunakan
untuk mengupas kulit biji setelah perebusan. Biji dikeringkan
dengan oven pengering pada suhu 50°C. Pin disc mill dengan
28
saringan berukuran 60 mesh disiapkan untuk penepungan. Ekstraksi
lemak pada tepung biji kecipir dilakukan dengan pelarut organik n-
heksana selama 2 jam. Rasio (w/v) tepung kecipir : pelarut organik
adalah 1:5 diatur untuk ekstraksi. Pengeringan tepung dilakukan
dalam oven pada suhu 50°C selama 2 jam (Budijanto dkk., 2011).
Kadar protein diukur dengan metode Kjeldahl. Sampel
berupa tepung disiapkan sebanyak 1 g yang ditimbang dengan
timbangan analitik. Sampel dipindahkan dalam labu digesti Kjeldahl
yang berisi katalis sebanyak 7-10 mL dan 25 mL H2SO4 pekat.
Katalis mengandung 9 g dari K2SO4 dan 1 g dari CuSO4 x 5H2O.
Digesti dilakukan dalam satu unit dengan panas listrik,
penghilangan asap dan pendinginan hingga suhu kamar selama 2.5
jam. 80 mL NaOH (fraksi massa=33%) ditambahkan ke dalam labu
untuk distilasi. Larutan asam borat dengan konsentrasi massa 40 g
L-1 ditambahkan untuk mendistilasi ammonia. Total nitrogen
ditentukan melalui titrasi dengan dengan larutan HCl standar ke titik
akhir indikator campuran. Indikator campuran mengandung 1 mg
mL-1 bromokresol hijau dan 1 mg mL-1 metil merah dalam etanol
dengan konsentrasi volume σ = 950 mL L-1 (Beljkasˇ dkk., 2010).
Kadar protein dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Volume asam yang tepat (ml) 14 gN
%N = 𝑁 HCl x 𝑥 𝑥 100
berat sampel (g) 𝑚𝑜𝑙
Konversi
%N/0.16 = % protein
%N x 6.25 = % protein
(Nielsen, 2010)
k. Kadar Fitohormon
Dua puluh lima gram sampel daun dihaluskan dengan
mortar. Sampel yang halus dicampurkan pada 60 mL larutan
methanol: kloroform: 2N NH4OH (12:5:3 v/v/v). Larutan sampel
disimpan dalam botol kemudian dilakukan pendinginan pada suhu -
20˚C sekitar satu jam. Frasa dibentuk dengan penambahan akuades
29
sebanyak 25 mL. Hasil pembentukan frasa adalah frasa kloroform
dan frasa air. Frasa air diproses pertama kali dengan urutan yaitu
memisahkan frasa kloroform, mengatur pH menjadi 2.5, ekstraksi
dengan 15 mL ethyl acetate sebanyak tiga kali. Pengaturan pH
dilakukan dengan menambahkan 1 N NaOH atau 1 N HCl pada frasa
air. Dua frasa kembali terbentuk sehingga pemisahan frasa
kloroform diperlukan. Frasa air kembali diproses untuk kedua
kalinya dengan cara yang sama. Penguapan dilakukan pada frasa
ethyl acetate dengan rotary evaporator. Alat evaporasi diatur pada
suhu 45˚C. Larutan isopropanol:NH4OH:H2O (10:1:1) disiapkan
untuk TLC. Hormon IAA dan zeatin digunakan sebagai larutan
standar pada TLC. Elusi dilakukan pada hasil TLC dengan
menambahkan 2 mL metanol. Pengukuran kadar sitokinin dilakukan
dengan UV-Vis spektrofotometer dengan λ=269 nm (Ergün dkk.,
2002 dalam Hidayati, 2009).
D. Analisis Hasil
Rancangan Acak Lengkap faktor tunggal digunakan pada penelitian ini.
Faktor yang diteliti adalah konsentrasi paklobutrazol. Paklobutrazol diaplikasikan
dalam dosis 0 ppm (kontrol), 12.5 ppm (P1), 25 ppm (P2), 37.5 ppm (P3) dan 50
ppm (P4). Setiap perlakuan dibuat 5 ulangan sehingga terdapat 25 satuan
percobaan. Parameter yang diuji adalah tinggi tanaman, luas daun, kadar klorofil
daun, kecepatan berbunga, panjang buah, bobot basah/kering buah, kerapatan
stomata, kandungan vitamin C, total protein, dan kandungan hormon sitokinin di
daun. Analisis data kuantitatif dilakukan dengan software Microsoft Excel dan
SPSS ANOVA One Way versi 25, dengan signifikansi 5%. Jika hasilnya berbeda
nyata (F hitung > F tabel), maka analisis dilanjutkan dengan uji DMRT (Duncan
Multiple Range Test) pada taraf kepercayaan 95%.
30
E. Jadwal Penelitian
Penelitian akan dilakukan dengan target waktu 5 bulan dengan rincian
agenda sebagai berikut :
31
DAFTAR PUSTAKA
Agustamia, C., Widiastuti, A., dan Sumardiyono, C. 2016. Pengaruh stomata dan
klorofil pada ketahanan beberapa varietas jagung terhadap penyakit Bulai.
Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia, 20(2): 89-94.
Bakhshy, E., Zarinkamar, F., dan Nazari, M. 2019. Isolation, qualitative and
quantitative evaluation of galactomannan during germination of Trigonella
persica (Fabaceae) seed. International journal of biological
macromolecules, 137: 286-295.
Beljkaš, B., Matić, J., Milovanović, I., Jovanov, P., Mišan, A., dan Šarić, L. 2010.
Rapid method for determination of protein content in cereals and oilseeds:
validation, measurement uncertainty and comparison with the Kjeldahl
method. Accreditation and Quality Assurance, 15(10): 555-561.
Benlloch, R., Berbel, A., Serrano-Mislata, A., dan Madueño, F. 2007. Floral
initiation and inflorescence architecture: a comparative view. Annuals of
Botany, 100(3): 659-676.
Berg, J. M., Tymoczko, J. L., Gatto, G.J. dan Stryer, L. 2015. Biochemistry. 8th
Edition. W. H. Freeman and Company. New York.
Bewley, J. D., dan Black, M. 1994. Seeds. Springer. Boston.
Budijanto, S., Sitanggang, A. B., dan Murdiati, W. 2011. Karakterisasi sifat
fisikokimia dan fungsional isolat protein biji Kecipir (Psophocarpus
tetragonolobus L.). Jurnal Teknologi dan Industri Pangan, 22(2): 130-130.
Casson, S., dan Gray, J. E. 2008. Influence of environmental factors on stomatal
development. New Phytologist, 178(1): 9-23.
Chambial, S., Dwivedi, S., Shukla, K. K., John, P. J., dan Sharma, P. 2013. Vitamin
C in disease prevention and cure: an overview. Indian Journal of Clinical
Biochemistry, 28(4): 314-328.
Copeland, L. O., dan McDonald, M. F. 2001. Principles of seed science and
technology. Springer Science & Business Media. United States of America,
pp: 1-4, 11.
Damayanti, F. 2018. Analisis jumlah kromosom dan anatomi stomata pada
beberapa plasma nutfah pisang (Musa sp.) asal Kalimantan Timur.
Bioscientiae, 4(2) : 53-61.
Desta, B., dan Amare, G. 2021. Paclobutrazol as a plant growth regulator. Chemical
and Biological Technologies in Agriculture, 8(1): 1-15.
Ergün, N., Topcuoğlu, Ş. F., dan Yildiz, A. 2002. Auxin (Indole-3-acetic acid),
Gibberellic Acid (GA3), Abscisic Acid (ABA) and Cytokinin (Zeatin)
production by some species of mosses and lichens. Turkish Journal of
Botany, 26(1): 13-18.
32
Fletcher, R. A., Gilley, A., Sankhla, N., dan Davis, T. D. 2000. Triazoles as plant
growth regulators and stress protectants. Horticultural Reviews, 24: 55-138.
Gallie, D. R. 2013. L-Ascorbic Acid: a multifunctional molecule supporting plant
growth and development. Scientifica, 2013.
Grimm, B. 2001. Chlorophyll: structure dan function. In: eLS. John Wiley & Sons
Ltd. Chichester. http://www.els.net [doi: 10.1038/npg.els.0001310].
Handayani, T., Kusmana, K., Lukman, L., dan Hidayat, I. M. 2016. Karakterisasi
morfologi dan evaluasi daya hasil sayuran polong Kecipir (Psophocarpus
tetragonolobus (L.) DC). Jurnal Hortikultura, 25(2): 126-132.
Harborne, A. J. 1998. Phytochemical methods a guide to modern techniques of
plant analysis. Chapman & Hall. London. pp: 228-229.
Harvey, R.A., dan Ferrier, D.R. 2011. Lippincott's illustrated reviews:
biochemistry. Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia.
Hess, D. 1975. Plant Physiology. Springer. Berlin. Heidelberg, pp: 241-249.
Hidayati, Y. 2009. Kadar hormon auksin pada tanaman kenaf (Hibiscus cannabinus
L.) bercabang dan tidak bercabang. Agrovigor: Jurnal Agroekoteknologi,
2(2): 89-96.
Hopkins, W. G. dan Hüner, N.P.A. 2009. Introduction to plant physiology. 4th
Edition. John Wiley and Sons. Hoboken, pp: 361.
Hostettmann, K. 2014. Handbook of chemical and biological plant analytical
methods. John Wiley & Sons. West Sussex, pp: 146-148.
Irwan, A. W., dan Wicaksono, F. Y. 2017. Perbandingan pengukuran luas daun
Kedelai dengan metode gravimetri, regresi dan scanner. Kultivasi, 16(3):
425-429.
Jungklang, J., Saengnil, K., dan Uthaibutra, J. 2017. Effects of water-deficit stress
and paclobutrazol on growth, relative water content, electrolyte leakage,
proline content and some antioxidant changes in Curcuma alismatifolia
Gagnep. cv. Chiang Mai Pink. Saudi Journal of Biological Sciences,
24(7):1505-1512.
Kadam, S. S., Salunkhe, D. K., dan Luh, B. S. 1984. Winged bean in human
nutrition. Critical Reviews in Food Science & Nutrition, 21(1): 1-40.
Kamaluddin, M. J. N dan Handayani, M. N. 2018. Pengaruh perbedaan jenis
hidrokoloid terhadap karakteristik Fruit Leather Pepaya. Edufortech, 3(1).
Kieber, J. J., dan Schaller, G. E. 2014. Cytokinins. The Arabidopsis Book/American
Society of Plant Biologists, 12.
Kumar, S., Ghatty, S., Satyanarayana, J., Guha, A., Chaitanya, B. S. K., dan Reddy,
A. R. 2012. Paclobutrazol treatment as a potential strategy for higher seed
and oil yield in field-grown Camelina sativa L. Crantz. BMC Research
Notes, 5(1): 1-14.
33
Kurniawan, M., Izzati, M., dan Nurchayati, Y. 2010. Kandungan klorofil,
karotenoid, dan vitamin C pada beberapa spesies tumbuhan akuatik.
Anatomi Fisiologi, 18(1): 28-40.
Lepcha, P., Egan, A. N., Doyle, J. J., dan Sathyanarayana, N. 2017. A review on
current status and future prospects of winged bean (Psophocarpus
tetragonolobus) in tropical agriculture. Plant Foods for Human Nutrition,
72(3): 225-235.
Lestari, E. G. 2006. Hubungan antara kerapatan stomata dengan ketahanan
kekeringan pada somaklon padi Gajahmungkur, Towuti, dan IR 64.
Biodiversitas, 7(1): 44-48.
Lim, T. K. 2012. Edible medicinal and non-medicinal plants (Vol. 2, Fruits).
Springer. Dordrecht, pp. 868.
Lolaei, A., Mobasheri, S., Bemana, R., dan Teymori, N. 2013. Role of
paclobutrazol on vegetative and sexual growth of plants. International
Journal of Agriculture and Crop Sciences, 5(9): 958.
Martínez-Fuentes, A., Mesejo, C., Muñoz-Fambuena, N., Reig, C., González-Mas,
M. C., Iglesias, D. J., Primo-Millo, E dan Agustí, M. 2013. Fruit load
restricts the flowering promotion effect of paclobutrazol in alternate bearing
Citrus spp. Scientia Horticulturae, 151: 122-127.
Mohanty, C. S., Singh, V., dan Chapman, M. A. 2020. Winged bean: an
underutilized tropical legume on the path of improvement, to help mitigate
food and nutrition security. Scientia Horticulturae, 260: 108789.
Moran, L. A., Horton, R. A., Scrimgeour, K. G., dan Perry, M. D. 2012. Principles
of biochemistry. Pearson Education. Glenview.
National Research Council. 1981. Winged Bean: a high-protein crop for the tropics.
The National Academies Press. Washington, DC, pp: 3,7, 11, 21-27.
National Resources Conservation Service. 2021. The PLANTS Database.
https://plants.usda.gov/core/profile?symbol=PSTE10. Diakses tanggal 4
April 2021, jam 07.53 WIB.
Nehete, J. Y., Bhambar, R. S., Narkhede, M. R., dan Gawali, S. R. 2013. Natural
proteins: sources, isolation, characterization and applications.
Pharmacognosy Reviews, 7(14): 107.
Nielsen, S. S. (Ed.). 2010. Food analysis. 4th Edition. Springer. New York, pp: 137,
190.
Olszewski, N., Sun, T. P., dan Gubler, F. 2002. Gibberellin signaling: biosynthesis,
catabolism, and response pathways. The Plant Cell, 14(suppl 1): S61-S80.
Purba, E. Z., dan Suharsi, T. K. 2017. Pengujian viabilitas dan vigor benih Kecipir
(Psophocarpus tetragonolobus L.). Buletin Agrohorti, 5(1): 77-87.
Rao, N. S., Shivashankara, K. S., dan Laxman, R. H. (Eds.). 2016. Abiotic stress
physiology of horticultural crops. Springer. New Delhi, pp. 23
34
Schlueter, A. K., dan Johnston, C. S. 2011. Vitamin C: overview and update.
Journal of Evidence-Based Complementary & Alternative Medicine, 16(1):
49-57.
Sinha, A.K. 2013. Reclamation of mining degraded land by introduction of some
under exploited plants in Raniganj and Barjora coal field of West Bengal,
India. Plant Sciences Feed, 3(10): 109-116.
Soumya, P. R., Kumar, P., dan Pal, M. 2017. Paclobutrazol: a novel plant growth
regulator and multi-stress ameliorant. Indian Journal of Plant Physiology,
22(3): 267-278.
Sudarmadji, S., Suhardi dan B. Haryono. 1984. Prosedur analisa untuk bahan
makanan dan pertanian. Liberty. Yogyakarta.
Taiz, L. dan Zeiger, E., 2010. Plant physiology. 5th Edition. Sinauer Assosiates.
Sunderland, pp: 120, 495, 500.
Tanzi, A. S., Eagleton, G. E., Ho, W. K., Wong, Q. N., Mayes, S., dan Massawe, F.
2019. Winged Bean (Psophocarpus tetragonolobus (L.) DC.) for food and
nutritional security: synthesis of past research and future direction. Planta,
250(3): 911-931.
Tontisirin, K. 2014. Promotion of underutilized indigenous food resources for food
security and nutrition in Asia and the Pacific. Durst, P. B., and
Bayasgalanbat, N (Eds.) Food and Agriculture Organization. Bangkok. pp.
21–25.
Tropp, B. E. 2012. Molecular biology: genes to proteins. Jones & Bartlett
Publishers. Sudbury, pp: 29.
Van, K. T. T., Lie-Schricke, H., Marcotte, J. L., dan Trinh, T. H. 1986. Winged
Bean [Psophocarpus tetragonolobus (L.) DC.]. In Y.P.S. Bajaj (Ed.),
Biotechnology in agriculture and forestry Vol 2, Crops I (pp. 556-567).
Springer. Berlin. Heidelberg.
Wani, S. H., Kumar, V., Shriram, V., dan Sah, S. K. 2016. Phytohormones and their
metabolic engineering for abiotic stress tolerance in crop plants. The Crop
Journal, 4(3): 162-176.
Waqas, M., Yaning, C., Iqbal, H., Shareef, M., Rehman, H., dan Yang, Y. 2017.
Paclobutrazol improves salt tolerance in Quinoa: beyond the stomatal and
biochemical interventions. Journal of Agronomy and Crop Science, 203(4):
315-322.
Wardani, F. F., Damayanti, F., dan Rahayu, S. 2020. Respon Pertumbuhan dan
Pembungaan Bunga Lisptik ‘Soedjana Kasan’terhadap Aplikasi GA3,
Etefon, dan Paklobutrazol. Jurnal Agronomi Indonesia (Indonesian Journal
of Agronomy), 48(1): 75-82.
Willmer, C., dan Fricker, M. 1996. Stomata (Vol. 2). Springer Science & Business
Media. United Kingdom, pp: 22, 24.
35
Yeshitela, T., Robbertse, P. J., dan Stassen, P. J. C. 2004. Effects of various
inductive periods and chemicals on flowering and vegetative growth of
‘Tommy Atkins’ and ‘Keitt’Mango (Mangifera indica) Cultivars. New
Zealand Journal of Crop and Horticultural Science, 32(2): 209-215.
36