Anda di halaman 1dari 62

KEANEKARAGAMAN GASTROPODA DAN BIVALVIA DI HUTAN

MANGROVE LEMBAR SEBAGAI SUMBER BELAJAR PADA KONSEP


KEANEKARAGAMAN HAYATI KELAS X SMA

PROPOSAL SKRIPSI

Disusun Oleh:

GUSTI AYU KARTIKA DEWI


E1A017027

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan dalam Melakukan Penelitian


Program Sarjana (S1) Pendidikan Biologi

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MATARAM

2022

i
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS MATARAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
Jl. Majapahit 62 Mataram NTB 83125 Telp. (0370) 623873

ii
PERSETUJUAN PROPOSAL SKRIPSI

Proposal Skripsi Berjudul: Keanekaragaman Gastropoda dan Bivalvia di Hutan


Mangrove Lembar sebagai Sumber Belajar Pada Konsep Keanekaragaman
Hayati Kelas X SMA.

Yang disusun oleh :


Nama : Gusti Ayu Kartika Dewi
NIM : E1A017027
Prog. Studi : Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Telah disetujui untuk dikembangkan menjadi skripsi.

Pembimbing I, Pembimbing II,

(Dr. Jamaluddin, M. Pd) (Dr. Abdul Syukur, M. Si)


NIP. 196005041988031003 NIP. 196202011993031004

Menyetujui:
Ketua Program Studi Pendidikan Biologi

(Dr. Didik Santoso, M.Sc.)


NIP. 196702091993031001

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS MATARAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
Jl. Majapahit 62 Mataram NTB 83125 Telp. (0370) 623873

iii
PERMOHONAN PROPOSAL SKRIPSI

Proposal Skripsi Berjudul: Keanekaragaman Gastropoda dan Bivalvia di Hutan


Mangrove Lembar sebagai Sumber Belajar Pada Konsep Keanekaragaman
Hayati Kelas X SMA.

Yang disusun oleh:


Nama : Gusti Ayu Kartika Dewi
NIM : E1A017027
Prog. Studi : Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Telah disetujui untuk dikembangkan menjadi skripsi.

Pembimbing I, Pembimbing II,

(Dr. Jamaluddin, M. Pd) (Dr. Abdul Syukur, M. Si)


NIP. 196005041988031003 NIP. 196202011993031004

Menyetujui:
Ketua Program Studi Pendidikan Biologi

(Dr. Didik Santoso, M.Sc.)


NIP. 196702091993031001

KATA PENGANTAR

iv
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Berkat

Rahmat dan Berkah-Nya penyusunan proposal skripsi dengan judul

“Keanekaragaman Gastropoda dan Bivalvia di Hutan Mangrove Lembar sebagai

Sumber Belajar Pada Konsep Keanekaragaman Hayati Kelas X SMA.” dapat

terselesaikan. Tujuan dari penulisan proposal skripsi ini adalah sebagai salah satu

syarat untuk melanjutkan penulisan skripsi setelah dilakukan penelitian.

Penyusunan proposal skripsi ini tidak terlepas dari arahan, bimbingan serta

dukungan dari dosen pembimbing. Penulis mengucapkan terima kasih kepada

Bapak Dr. Jamalludin, M. Pd. selaku dosen pembimbing I dan kepada Bapak Dr.

Abdul Syukur, M. Si. selaku dosen pembimbing II yang telah banyak memberikan

arahan serta meluangkan waktu untuk melakukan bimbingan. Penulis menyadari

bahwa dalam penyusunan proposal ini terdapat banyak kekurangan. Oleh karena

itu, penulis sangat mengarapkan kritik dan saran dari dosen pembimbing serta dari

berbagai pihak untuk penyempurnaan di masa yang akan datang. Akhir kata,

penulis berharap semoga proposal ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

Mataram,02 Februari 2021

Penulis

DAFTAR ISI

v
HALAMAN JUDUL............................................................................. i

LEMBAR PERSETUJUAN PROPOSAL.......................................... ii

KATA PENGANTAR............................................................................ iii

DAFTAR ISI.......................................................................................... iv

DAFTAR GAMBAR ............................................................................ vi

DAFTAR TABEL.................................................................................. vii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang.......................................................................... 1


1.2 Rumusan masalah.................................................................... 2
1.3 Tujuan Penelitian..................................................................... 5
1.4 Manfaat Penelitian................................................................... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keanekaragaman...................................................................... 7
2.2 Hutan Magrove........................................................................
2.3 Klasifikasi Moluska................................................................. 8
2.3.1 Kelas Gastropoda............................................................ 8
2.3.2 Kelas Bivalvia................................................................. 11
2.4 Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Gastropoda dan
Bivalvia.................................................................................... 15
2.5 Karakteristik Gastropoda dan Bivalvia.................................... 15
2.5.1 Gastropoda...................................................................... 15
2.5.2 Jenis-jenis Gastropoda..................................................... 16
2.5.3 Bivalvia (Pelechypoda)................................................... 22
2.5.4 Manfaat Gastropoda dan Bivalvia................................... 26
2.5.5 Deskripsi Lokasi Mangrove Pnatai Cemara
Teluk Lembar.................................................................. 27
2.5.6 Kondisi Lingkungan Mangrove Pantai Cemara

vi
Teluk Lembar.................................................................. 28
2.6 Sumber Belajar Materi Keanekaragaman Hayati.................... 29
2.7 Penelitian yang Relevan........................................................... 32
2.8 Kerangka Berpikir.................................................................... 33

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian........................................................................ 39


3.2 Rancangan Penelitian............................................................... 39
3.3 Waktu dan Tempat Penelitian.................................................. 40
3.3.1 Waktu Penelitian.............................................................. 40
3.3.2 Tempat Penelitian............................................................ 40
3.4 Populasi dan Sampel Penelitian............................................... 41
3.5 Alat dam Bahan Penelitian...................................................... 41
3.6 Variabel Penelitian................................................................... 42
3.7 Teknik Pengumpulan Data....................................................... 42
3.7.1 Penentuan Stasiun........................................................... 43
3.7.2 Pembuatan Transek Garis................................................ 44
3.7.3 Pengambilan Sampel....................................................... 44
3.8 Teknik Analisis Data................................................................ 45
3.8.1 Identifikasi Sampel.......................................................... 45
3.8.2 Parameter Lingkungan ................................................... 56
3.8.3 Indeks Keanekaragaman Spesies Gastropoda
dan Bivalvia..................................................................... 46
a. Indeks Keanekaragaman (H’).................................... 46
b. Indeks Dominansi (D)............................................... 47
c. Indeks Morsita (Pola Penyebaran)............................ 48

DAFTAR PUSTAKA............................................................................. 50

vii
DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Halaman


1. Gastropoda Air Tawar 16
2. Telescopium-telescopium 16
3. Terebralia sulcata 19
4. Littoraria scabra 19
5. Cetithide cingulata 20
6. Cerithidea quadrata 21
7. Nerita lineata 22
8. Spesies Bivalvia 26
9. Kerangka Berpikir 38
10. Peta Lokasi Penelitian 41
11. Transek Garis 44

viii
DAFTAR TABEL

No. Tabel Halaman


1. Alat dan Bahan Penelitian 42
2. Posisi geografis Titik sampling 43
3. Kriteria Indeks Keanekaragaman (H’) 47
4. Kriteria Indeks Dominansi 48
5. Kriteria Indeks Morsita 49

ix
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia memiliki hutan mangrove terluas di dunia yaitu sekitar 4,25

juta ha (Kordi, 2014). Akan tetapi, laju kerusakan hutan mangrove di indonesia

juga sangat tinggi sehingga diperkirakan luas ekosistem mangrove telah

berkurang 1,83 juta ha dari total sebelumnya (Putri,2018). Sedangkan pulau

lombok dilaporkan memiliki luas hutan mangrove sebesar 3,305 ha, namun hanya

1,643 ha (49,7 %) yang masih dalam kondisi baik, separuh sisanya 1,662 ha

(50,3%) dalam keadaan rusak (DPDAS Dojokan Moyosari, 2007). Sebagai upaya

dalam mengurangi laju kerusakan hutan mangrove, maka dilakukanlah rehabilitasi

ekosistem mangrove yang ada di Pantai Cemare Teluk Lembar telah mengalami

beberapa fase rehabilitasi. Pohon mangrove tumbuh dipesisir pantai cemare

merupakan komunitas hutan mangrove yang paling tua dengan umur rehabilitasi

lebih dari 15 tahun sedangkan komunitas mangrove hidup dipermukaan substrat

maupun di dalam substrat dan menempel pada pohon mangrove. Kebanyakan

moluska yang biasanya hidup di ekosistem mangrove adalah dari genus

gastropoda dan bivalvia (Hartoni & Agussalim, 2013).

Siput dan Kerang termasuk ke dalam kelas Gastropoda dan Bivalvia dari

filum Molusca. Kelompok ini termasuk hewan bertubuh lunak, yang dilindungi

oleh mantel. Kelompok Bivalvia biasanya berbentuk simetri bi-lateral dan

mempunyai cangkang setangkup dan mantel. Bentuk cangkangnya digunakan

10
untuk identifikasi (Kira, 1981). Lebih lanjut di sampaikan pula bahwa Bivalvia

mempunyai tiga cara hidup yakni membuat lubang pada substrat, melekat

langsung pada substrat dengan semen dan melekat pada substrat dengan bahan

benang (bysus). Selain itu, kelas Bivalvia juga disebut kelas Lamellibranchiata

atau Telecypo-da yang didasari atas tipe insang dan bentuk kaki. Kelompok

Gastropoda merupakan hewan bercangkang satu dan bergerak menggunakan kaki

perut. Hewan ini memiliki keanekaragaman dan kelimpahan yang tinggi dari

kelompok Mollusca dan diikuti oleh kelompok Bivalvia (Nurdin, 2009).

Keanekaragaman spesies biota ini telah lama dieksploitasi sebagai

sumber makanan dan hiasan. Kelompok kerang secara umumnya dipanen untuk

kebutuhan protein dan komersial. Sekarang, cangkang kerang telah digunakan

sebagai bahan campuran alami untuk menghasilkan semen dan kapur. Daging

kerang telah digunakan sebagai suplemen protein untuk budi-daya udang-udangan

dan makanan burung. Beberapa jenis kerang laut seperti family Cardiidae dan

Spondylidae telah lama digunakan sebagai bahan campuran beberapa jenis

kosmetik. Kelompok Gastropoda juga banyak digunakan sebagai sumber protein

dan cangkangnya juga ada yang bernilai jual yang sangat tinggi (Febrita et al.,

2015).

Distribusi bivalvia pada ekosistem mangrove dipengaruhi oleh beberapa

faktor diantaranya bahan makanan seperti ketersediaan fitoplankton, zooplankton,

zat organik tersuspensi dan makhluk hidup lain di lingkungannya (Natsir dan

Asyik 2019). Sedangkan faktor fisika kimia yang dapat mempengaruhi

keberadaan bivalvia diantaranya suhu, pH, dan salinitas. Kawasan mangrove yang

11
dialihfungsikan sebagai ekowisata, kawasan penambangan timah dan adanya

aktifitas nelayan diduga akan mempengaruhi kondisi mangrove dan biota di

dalamnya, termasuk bivalvia. Selain itu banyak masyarakat sekitar yang

menangkap dan memanfaatkan bivalvia baik untuk konsumsi sendiri maupun

untuk dijual. Masyarakat sekitar hanya mengetahui manfaat bivalvia sebatas untuk

konsumsi saja. Penelitian yang telah dilakukan mengenai kepadatan bivalvia

dimana ditemukan empat spesies bivalvia yaitu Anadara sp., Pharus sp., Geloina

sp. dan Perna viridis dengan kepadatan tertinggi spesies Pharus sp. (Suwondo et

al., 2012). Penelitian yang dilakukan oleh Wahyuni et al. (2017) menunjukkan

bahwa kawasan Pesisir Pulau Tunda termasuk kedalam kategori ‘Tercemar Sangat

Ringan’ dimana berdasarkan nilai indeks keanekaragaman moluska yang berkisar

antara 3,1356 - 3,3314. Keberadaan bivalvia dapat dijadikan sebagai bioindikator

suatu lingkungan.

Hutan mangrove merupakan habitat makhluk hidup khususnya yang

hidup di sekitar daerah genangan air yang berada di bawah tegakan mangrove

(Endang Hilmi et al., 2009). Salah satu kelompok fauna invertebrata yang hidup

di ekosistem mangrove adalah Mollusca, yang didominasi oleh kelas Gastropoda

dan Bivalvia. Spesies Bivalvia dan Gastropoda di ekosistem mangrove tidak

banyak diketahui dan dipelajari oleh pelajar setingkat SMA, ini dikarenakan

Bivalvia dan Gastropo-da mangrove hanya ditemukan di wilayah tertentu

khususnya di daerah yang memiliki kawasan hutan mangrove seperti di Pantai

Cemare Teluk Lembar Kabupaten Lombok Barat.

12
Materi SMA tentang keanekaragaman hayati dapat dijelaskan dengan

menggunakan objek berbeda dari yang ada di buku paket seperti Bivalvia dan

Gastropoda. Penggunaan objek ini selain untuk mempermudah siswa dalam

memahami materi tentang keanekaragaman jenis makhluk hidup dapat juga

mengenalkan kepada siswa jenis hewan-hewan yang terdapat disekitarnya yang

jarang dilihat sebelumnya. Pemahaman siswa saat belajar di kelas bisa diperkaya

dengan memanfaatkan berbagai sumber belajar salah satunya seperti lingkungan

(Febrita et al, 2015). Pada dasarnya semua potensi lingkungan seperti

keanekaragaman hayati suatu ekosistem dapat dimanfaatkan dan dikembangkan

sebagai sumber gagasan untuk mendukung proses pembelajaran. Penelitian

keanekaragaman Gastropoda dan Bivalvia di kawasan hutan mangrove

Kecamatan Lembar lombok Barat akan menghasilkan produk berupa data

penelitian, koleksi dan foto spesimen Gastropoda dan bivalvia. Hasil penelitian

dimanfaatkan sebagai sumber belajar berupa modul virtual Gastropoda dan

Bivalvia di Hutan Mangrove Pantai Cemare Lembar, Kabupaten Lombok Barat.

Sumber belajar ini diharapkan mampu mengembangkan aspek kognitif, afektif,

dan psikomotorik peserta didik di jenjang SMA. hasil yang diharapkan setelah

melakukan pembelajaran dengan menggunakan modul hasil penelitian, peserta

didik mampu mengembangkan keterampilan melalui ide gagasan atau

menyampaikan pendapat, sikap teliti, disiplin, kreatif, motivasi belajar, serta

menganalisis keanekaragaman hayati dengan kondisi lingkungan sekitar. Untuk

itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Keanekaragaman

13
Gastropoda dan Bivalvia di Hutan Mangrove Lembar Sebagai Sumber

Belajar Pada Konsep Keanekaragaman Hayati Kelas X SMA”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang rumusan masalah dari penelitian

ini adalah :

a. Bagaimanakah indeks keanekaragaman Gastropoda dan bivalvia di

kawasan hutan mangrove lembar?

b. Bagaimanakah karakteristik spesies Gastropoda dan Bivalvia di kawasan

mangrove lembar?

c. Bagaimanakah indeks dominansi Gastropoda dan Bivalvia di kawasan


hutan mangrove Lembar?
d. Bagaimana pola penyebaran Gastropoda dan Bivalvia di kawasan
mangrove Lembar?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui tingkat keanekaragaman Gastropoda dan bivalvia di

kawasan hutan mangrove Lembar.

b. Untuk mengetahui karakteristik spesies Gastropoda dan Bivalvia di

kawasan mangrove Lembar.

c. Untuk mengetahui indeks dominansi Gastropoda dan Bivalvia di kawasan


hutan mangrove Lembar.

14
d. Untuk mengetahui pola penyebaran Gastropoda dan Bivalvia di kawasan
hutan mangrove Lembar.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam berbagai aspek, baik

bagi peneliti, pemerintah dan lembaga pendidikan, berikut uraian manfaat masing-

masing aspek.

a. Peneliti

Menambah pengetahuan dan pemahaman tentang keanekaragaman

gastropoda dan bivalvia yang berada di kawasan ekosistem mangrove

lembar lombok barat dan dijadikan sebagai sumber belajar dalam

memahami konsep keanekaragaman hayati.

b. Lembaga Pendidikan

Sebagai sumber refrensi dalam perkembangan ilmu terutama di bidang

biologi dan pembelajaran keanekargaman hayati.

c. Masyarakat

Menambah wawasan masyarakat tentang menjaga dan melestarikan

habitat tempat hidup dari fauna yang berada di kawasan mangrove.

1.5 Definisi operasional

Definisi operasional digunakan untuk menghindari adanya kesalahan

penafsiran, maka perlu dijelaskan beberapa istilah yang digunakan dalam karya

tulis ini, istilah yang dimaksud antara lain sebagai berikut:

15
a. Tingkat keanekaragaman Moluska merupakan jenis kelompok Gastropoda

dan Bivalvia yang ada di kawasan ekosistem mangrove yang berada di

lembar lombok barat. Tingkat keanekaragaman Moluska yang dimaksud

disini yaitu Moluska perairan tawar yaitu kelas Gastropoda dan Bivalvia

yang ada di ekosistem mangrove kawasan lembar serta jumlah spesies dan

jumlah individu perspesies dari keanekaragaman Gastropoda dan Bivalvia

yang ada di kawasan tersebut.

b. Karakteristik Gastropoda yaitu ciri dari Gastropoda baik itu dari morfologi

dan habitatnya. Karakteristik Gastropoda yang dimaksud disini yaitu dilihat

dari bentuk cangkang, ukuran dan warna dari Gastropoda tersebut.

c. Mangrove merupakan ekosistem dengan tingkat keproduktifan yang tinggi.

Mangrove memiliki peran dalam memperkaya kondisi perairan dalam

menghasilkan hutan komersial, melindungi garis pantai dan meningkatkan

kondisi perikanan di kawasan pesisir (Gevana et al., 2015).

d. Sumber belajar adalah segala sesuatu yang ada baik manusia, alat, pesan,

teknik, maupun lingkungan yang dapat dijadikan tempat untuk

mengungkap suatu pengalaman belajar dan memberikan kemudahan-

kemudahan dalam memperoleh informasi, pengetahuan, pemehaman,

keterampilan dan sikap yang lebih baik (Sekarlangit, 2012).

16
1.6 Batasan Masalah

Adapun Batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Lokasi pengambilan sampel Gastropoda dan Bivalvia dilakukan di

kawasan Hutan Mangrove Pantai Cemare Teluk Lembar, Kabupaten

Lombok Barat.

b. Pengambilan sampel dilakukan hanya pada spesies Gastropoda dan

Bivalvia dengan menggunakan metode transek kuadrat dengan mendirikan

plot berukuran 10m x 10m dengan sub petak ukuran 1m x 1m.

c. Variabel yang akan diteliti adalah jumlah spesies dan jumlah individu

masing-masing Gastropoda dan Bivalvia.

d. Parameter Lingkungan fisika dan kimia yang diamati berupa jenis substrat,

suhu, Ph, dan salinitas.

17
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keanekaragaman Hayati

Keanekaragaman hayati merupakan istilah bentuk kehidupan yang

mencakup gen, tumbuhan, hewan, mikroorganisme, materi genetik, proses

ekologi, dan bentuk ekosistem yang dibentuknya (Fahmi, et al., 2015). Medyati,

et al., (2018), mengatakan keanekaragaman hayati disebut “Biodiveristas” yaitu

keberagaman makhluk hidup terjadi karena adanya perbedaan warna, ukuran,

bentuk, dan tekstur. Keanekaragaman hayati dipelajari untuk mengetahui bahwa

spesies dimuka bumi banyak sekali ragamnya, mengetahui peranan spesies bagi

kelangsungan kehidupan, serta merasakan manfaat keanekaragaman hayati

melalui perbandingan lingkungan yang baik dan rusak.

Keanekaragaman hayati dikelompokkan menjadi beberapa tingkatan,

meliputi: (1) keanekaragaman spesies mencakup semua spesies di bumi termasuk

protista, bakteri, dan spesies kingdom bersel banyak (multiseluler); (2)

keanekaragaman hayati diperlukan untuk kelangsungan hidup. Keanekaragaman

hayati merupakan dasar munculnya berbagai jasa ekosistem baik dalam bentuk

barang/produk maupun bentuk jasa lingkungan; (3) keanekaragaman ekosistem

diartikan sebagai interaksi timbal balik antara makhluk hidup yang satu dengan

makhluk hidup lainnya dan juga antara makhluk hidup dengan lingkungan

(Kusmana, 2015).

Menurut Samedi (2015), keanekaragaman tingkat spesies, genetik, dan

18
ekosistem merupakan Sumber Daya Alam yang kompleks. Sumber Daya Alam

tersedia dalam jumlah terbatas meskipun keanekaragamannya tinggi.

Keanekaragaman hayati yang mengalami keterancaman menyebabkan kerusakan

habitat akibat penggunaan bahan berbahaya dan aktifitas manusia yang tidak

peduli terhadap lingkungan.

2.2 Hutan Mangrove

Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi hutan yang tumbuh di

pesisir pantai dan terdapat pasang surut air laut dengan salinitas yang tinggi.

Tumbuh pada daerah dengan jenis tanah berlumpur, berpasir, dan berkerikil.

Hutan mangrove merupakan hutan yang digunakan untuk menggambarkan suatu

komunitas pantai tropik yang didominasi oleh tumbuhan bunga terestrial

berhabitus pohon dan semak (Saputra, et al., 2016).

Ekosistem mangrove adalah suatu sistem yang terdiri atas organisme

yang berinteraksi dengan faktor lingkungan. Tumbuhan bakau memiliki

kemampuan yang berbeda-beda dalam beradaptasi dengan lingkungannya.

Kondisi lingkungan diantaranya kondisi pasang surut, salinitas, suhu, dan

substrat. Kadar garam (salinitas) dan substrat sangat mempengaruhi struktur daun

vegetasi mangrove (Samiyarsih, et al., 2016).

19
Mughofar, et al., (2018), hutan mangrove dapat membentuk zonasi di sepanjang

garis pantai. Zonasi mangrove terbentuk dari arah laut kearah daratan yang

terdiri dari tiga bagian, diantaranya: (1) Vegetasi yang berada dekat dengan laut

adalah Avicennia yang berasosiasi dengan Sonneratia, zona ini tumbuh pada tanah

berlumpur lembek dan berkadar garam yang tinggi. Vegetasi yang berada diantara

laut dan darat adalah Rhizophora dan Bruguiera. Rhizophora tumbuh pada tanah

yang berlumpur lembek dengan kadar garam lebih rendah, perakaran tetap

terendam selama air laut pasang. Sedangkan Bruguiera tumbuh pada tanah

berlumpur agak keras, perakaran dapat terendam saat pasang naik dua kali dalam

sebulan. Vegetasi mangrove yang dapat tumbuh pada daerah dekat dengan daratan

adalah nypa, zona ini ada apabila terdapat air tawar yang mengalir (sungai) ke

laut. Tumbuh dibibir laut dan memiliki perakaran yang kuat untuk bertahan dari

ombak (Putri, et al., 2015).

Hutan mangrove memiliki fungsi ekologis, hal tersebut berhubungan

dengan komoditas perikanan pesisir mangrove yang berfungsi sebagai nursery

ground, spawning ground, dan feeding ground (Dudi, et al., 2017). Fungsi sosial

ekonomi hutan mangrove digunakan sebagai kayu akar, kayu bangunan, tiang

pancang, dan lain sebagainya. Fungsi ekologi hutan mangrove sebagai remediasi

bahan pencemar, menjaga stabilitas dari abrasi, melindungi dari gelombang badai,

menjaga kealamian habitat, menjadi tempat bersarang, pemijahan dan pembesaran

berbagai jenis ikan, udang, dan fauna lain termasuk Moluska (Setyawan &

Winarno, 2006).

20
2.3 Moluska tersebar luas pada habitat laut, air tawar, dan daratan.

Moluska memiliki rentangan habitat cukup lebar mulai dari dasar laut

sampai garis pasang surut. Selain itu ada pula yang hidup di air tawar,

bahkan ditemukan di habitat terestrial, khususnya yang memiliki

kelembaban tinggi (Masfadilah, 2017).Tinjauan Umum Moluska

Moluska berasal dari bahasa latin molis, berarti lunak. Moluska adalah

hewan lunak yang memiliki cangkang. Diperkirakan spesies Moluska yang hidup

sekitar 80.000 sampai 150.000 spesies, dan 35.000 menjadi fosil. Bentuk tubuh

beraneka ragam dari silindris seperti cacing sampai tidak memiliki kaki, sampai

bentuk hampir bulat tanpa kepala, dan tertutup dua keping cangkang (Dibyowati,

2009).

Cangkang pada Moluska tersusun atas zat kapur (CaCO 3) yang berguna

untuk melindungi diri. Tubuh hewan tersimpan dalam cangkang sehingga tidak

terlihat dari luar. Apabila keadaan aman, tubuh akan dijulurkan keluar dan yang

terlihat pertama kali adalah bagian kaki. Jenis hewan dari Moluska yang tidak

memiliki cangkang adalah gurita (Hartoni & Agussalim, 2013).

Moluska mempunyai dua kelas terbesar dari tujuh kelas yaitu Gastropoda

dan Bivalvia. Kedua kelas tersebut dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan,

pakan ternak, bahan dasar kosmetik, obat-obatan, dan bahan pupuk. Selain itu,

peran moluska bagi lingkungan perairan adalah sebagai bioindikator kesehatan

lingkungan dan kualitas perairan (Septiana, 2017).

2.3.1 Ciri-ciri Moluska

21
Moluska memiliki ciri-ciri, diantaranya: (1) Tubuh simetri bilateral,

tertutup oleh mantel yang menghasilkan cangkang, dan memiliki kaki ventral; (2)

Saluran pencernaan lengkap, dalam rongga mulut memiliki radula kecuali pada

pelecypoda; (3) Mulut berhubungan dengan oesophagus, perut, dan usus yang

melingkar; (4) Anus terletak di tepi dorsal rongga mantel di bagian posterior; (5)

Jantung moluska terdiri dari dua serambi dan sebuah bilik, terdapat di dalam

rongga pericardium; (6) Peredaran darah terbuka yang berarti darah tidak melalui

pembuluh darah, tetapi melalui sinus darah yaitu rongga diantara sel-sel dalam

organ; (7) Alat pernapasan kebanyakan moluska dilakukan oleh satu atau banyak

insang yang disebut dengan ctenidia. Selain itu, adapula yang memiliki paru-paru

atau keduanya; (8) Alat indera terletak di dalam rongga mantel yang disebut

dengan osphradium. Osphradium berfungsi sebagai chemoreceptor dan

mendeteksi jumlah sedimen yang terbawa oleh aliran air yang masuk; (9)

Kebanyakan moluska memiliki kaki yang besar, datar, berotot, dan bagian telapak

kaki mengandung kelenjar lendir serta cilia; (10) Sistem syaraf terdiri atas cincin

syaraf yang melingkari oesophagus dengan beberapa pasang ganglion dan dua

pasang benang syaraf (Rohmimohartato, 2001).

2.3.2 Morfologi Umum Moluska

Menurut Abbot (1986), moluska memiliki tiga bagian utama penyusun

tubuhnya, meliputi:

a. Kaki merupakan perpanjangan bagian ventral tubuh yang berotot.

Sebagian kaki pada moluska telah termodifikasi menjadi tentakel yang

berfungsi menangkap mangsa.

22
b. Massa Viseral merupakan bagian tubuh yang lunak dari Moluska. Bagian

dalam massa viseral terdapat organ seperti organ pencernaan, ekskresi,

dan reproduksi. Massa viseral dilindungi oleh mantel.Mantel adalah

jaringan tebal yang melindungi massa viseral. Mantel membentuk suatu

rongga yang disebut rongga mantel. Dalam rongga mantel berisi cairan

yang merupakan tempat lubang insang, lubang ekskresi, dan anus.

2.3.3 Klasifikasi Moluska

Berdasarkan pengelompokan anggota Moluska ke dalam kelas

sangat beragam. Terbukti dengan adanya kesamaan pendapat pakar untuk

mengetahui Phylum ini dalam sejumlah kelas. Menurut Ruppert (1994),

membagi Phylum Moluska menjadi 7 kelas yaitu: Aplacophora,

Monoplacophora, Polyplacophora, Cephalopoda, Scapopoda, Gastropoda, dan

Bivalvia.

Pechenik (2005), Phylum Moluska terbagi atas 7 kelas diantaranya

Aplacophora, Monoplacophora, Polyplacophora, Cephalopoda, Scapopoda,

Gastropoda, dan Bivalvia. Dari tujuh tersebut terdapat tiga kelas yang

mempunyai arti ekonomi yaitu Gastropoda (jenis keong), Bivalvia (jenis

kerang), dan Cephalopoda (jenis cumi-cumi dan gurita).

2.4 Tinjauan Umum Kelas Gastropoda

Gastropoda mempunyai bentuk tubuh bilateral simetris, umunya massa

viseral terlindungi di dalam cangkang spiral dan lunak (Septiana, 2017).

Gastropoda biasa disebut siput atau keong yang berhabitat di darat, perairan air

23
tawar, dan di laut. Bentuk tubuh dan cangkang sangat beragam. Kelas gastropoda

merupakan kelas terbesar dalam Moluska yaitu sekitar 30.000 spesies.

Gastropoda memiliki ciri-ciri, yaitu adanya cangkang, mantel, kaki, organ

viseral, radula, dan memiliki sebuah atau beberapa insang. Namun spesies yang

hidup di air tawar atau di habitat terrestrial rongga mantel termodifikasi menjadi

paru-paru Gastropoda yang demikian termasuk dalam kelompok pulmonata.

Gastropoda jenis pulmonata dapat kembali ke air tawar, meskipun tetap bernapas

menggunakan paru-paru, namun secara periodik muncul di permukaan air untuk

bernapas (Barker, 2007).

Gambar 2 1 Kelas

Gastropoda

(Sumber: Nuha, 2015)

2.4.1 Klasifikasi Kelas Gastropoda

Menurut Ruppert (1994) dan Pechenik (2005), berdasarkan

pengelompokan anggota kelas gastropoda dalam subkelas yaitu:

1. Subkelas Prosobranchia memiliki dua buah insang terletak di anterior,

sistem syaraf terpilin membentuk angka delapan, tentakel berjumlah dua,

24
cangkang tertutup oleh operkulum. Hewan gastropoda dari subkelas

Prosobranchia terbagi atas tiga bangsa yaitu:

a. Bangsa Archeogastropoda memiliki insang primitif berjumlah satu atau

dua yang tersusun dalam dua baris filamen, jantung beruang dua, dan

nefridia berjumlah dua. Contoh hewan dari bangsa Archeogastropoda

diantaranya Acmaea, Haliotis, Trochus, Turbo, dan Nerita.

b. Bangsa Mesogastropoda memiliki satu insang dan tersusun dalam satu

baris filamen, jantung beruang satu, nefridium berjumlah satu, mulut

dilengkapi dengan radula yang berjumlah tujuh setiap barisnya. Contoh

hewan dalam bangsa Mesogastropoda adalah Turritella, Melanoides,

Cerithiidea, dan Telescopium.

c. Bangsa Neogastropoda memiliki satu insang tersusun dalam satu baris

filamen, jantung beruang satu, nefridium berjumlah satu, mulut

dilengkapi dengan radula yang berjumlah tiga dalam satu baris. Contoh

hewan dari bangsa Neogastropoda adalah Murex, Hemifusus, dan Conus.

2. Subkelas Opisthobranchia memiliki insang terletak di posterior,

cangkang tereduksi dan terletak dalam mantel, nefridium berjumlah

satu, jantung beruang satu, serta organ reproduksi berumah satu.

a. Bangsa Cephalaspidea memiliki cangkang yang terletak eksternal,

besar dan tipis, namun ada beberapa yang memiliki cangkang

internal, kepala besar. Contoh hewan adalah Bulla.

b. Bangsa Anaspidea memiliki cangkang yang tereduksi, rongga

mantel pada sisi kanan menyempit dan tertutup oleh parapodia

25
yang lebar. Contoh hewan adalah Aplysia.

c. Bangsa Thecosomata memiliki cangkang berbentuk kerucut,

parapodia lebar merupakan modifikasi dari kaki, rongga mantel

besar, dan hewan berukuran mikroskopik. Contoh hewan adalah

Limacina dan Cereis.

d. Bangsa Gymnosomata memiliki ciri-ciri tanpa mantel dan

cangkang, berukuran mikroskopik. Contoh hewan adalah Clione

dan Cliopsis

e. Bangsa Notaspidea memiliki cangkang yang terletak internal,

eksternal (tanpa cangkang), tidak ada rongga mantel. Contoh

hewan adalah Umbracullum dan Pleurobranchus.

f. Bangsa Acochilidiacea memiliki tubuh kecil, tanpa cangkang,

insang, dan gigi, serta massa viseral besar. Contoh hewan adalah

Hedylopsis dan Microhedyle.

g. Bangsa Sacoglossa tidak memiliki cangkang, radula dan bagian

buncal mengalami modifikasi menjadi alat penusuk dan pengisap

alga. Contoh hewan diantaranya Berthelinia, Lobiger, dan Elysia.

h. Bangsa Nudibranchia memiliki cangkang yang tereduksi, tanpa

insang sejati, tidak ada rongga mantel, permukaan dorsal pada

tubuh terdapat tonjolan dari kelenjar pencernaan. Contoh hewan

diantaranya Aeolidia dan Doris.

3. Subkelas Pulmonata mempunya ciri-ciri bernapas menggunakan paru-

paru, cangkang berbentuk spiral, kepala dilengkapi satu atau dua

26
pasang tentakel, sepasang diantaranya memiliki mata, rongga mantel

di anterior, termasuk hewan hermafrodit. Subkelas pulmonata terbagi

atas dua bangsa, yaitu:

a. Bangsa Stylomatophora umumnya memiliki tentakel berjumlah

dua pasang, sepasang diantaranya memiliki mata pada ujung,

banyak hidup pada daerah terrestrial. Contoh hewan adalah

Achantina fulica, Limax, dan Felicaulis.

b. Bangsa Basomatophora memiliki tentakel berjumlah dua pasang,


sepasang diantaranya memiliki mata di dasar, dan banyak hidup
di air tawar. Contoh hewan adalah Lymnaea dan Gyraulus

2.4.2 Morfologi Kelas Gatropoda

Morfologi gastropoda terwujud dalam cangkang. Karakteristik dari

kelas ini yaitu peristiwa torsi yang merupakan peristiwa memutarnya cangkang

serta mantel, rongga mantel, dan massa viseral hingga 180 0 berlawanan dengan

arah jarum jam disebut sinistral. Namun gastropoda laut umumnya berbentuk

dekstral (berputar searah jarum jam). Cangkang terbuat dari kalsium karbonat

dengan lapisan luar berupa priostrakum dan zat tanduk (Santhanam, 2018).

Menurut Hudha (2001), bagian kepala terdapat dua pasang tentakel.

Bagian pendek berfungsi sebagai alat pembau, sedangkan bagian panjang

sebagai alat penglihat. Bagian bawah kepala terdapat kelenjar mukosa yang

membasahi kaki. Bentuk kaki lebar, pipih, dan selalu basah. Kaki dan kepala

dapat tersimpan dalam cangkang.

27
Gambar 2 2 Morfologi Gastropoda

(Sumber: Nuha, 2015)

2.5 Tinjauan Umum Kelas Bivalvia

Bivalvia memiliki sekitar 20.000 spesies. Gosling (2003), bivalvia

mempunyai dua buah cangkang yang berbentuk setangkup dengan engsel

terletak di dorsal. Cangkang dapat menutup dan membuka dengan mengencang

dan mengendurkan otot aduktor dan retraktor. Cangkang berfungsi sebagai

penutup tubuh dan terdapat berbagai variasi bentuk dan ukuran. Bivalvia tidak

memiliki kepala, tidak bermulut, dan kaki berbentuk kapak. Kepala tidak

berkembang, namun terdapat sepasang palpus labial mengapit mulut. Tubuhnya

berbentuk bilateral simetris dan memiliki kebiasaan menggali liang substrat,

sehingga tubuhnya yang memipih secara lateral membantu dalam menunjang

28
kebiasaan tersebut.

Anggota kelas Bivalvia mempunyai cara hidup yang beragam; ada

yang membenamkan diri, menempel pada substrat, dan berenang aktif. Habitat

berada di laut daerah litoral, daerah pasang surut, dan di air tawar. Bivalvia

memiliki organ reproduksi berumah dua dan fertilisasi terjadi secara eksternal

(Abbot, 1986).

Gambar 2 3 Kelas Bivalvia

(Sumber: Yanuhar, 2018)

2.5.1 Klasifikasi Kelas Bivalvia

Klasifikasi kelas Bivalvia berdasarkan tipe gigi engsel, insang, dan

otot aduktor. Berikut klasifikasi menurut Pechenik (2005):

1) Subkelas Paleotaxodonta memiliki ukuran cangkang sama, tipe gigi

engsel pendek dan berderet di tepi cangkang. Otot aduktor berukuran

sama, insang berbentuk lempengan pendek menyebar dari sumbu tengah.

a. Bangsa Nuculoida tidak memiliki sifon, saat makan menggunakan

belalai yang merupakan hasil pelebaran labial palp. Contoh hewan

29
dari bangsa Nuculoida adalah Yoldia dan Nucula.

2) Subkelas Cryptodonta memiliki cangkang berbentuk setangkup sedikit

memanjang, tidak memiliki gigi engsel, dan insang.

a. Bangsa Solemyoida memiliki sifon dan proses makan melalui

insang. Contoh hewan dari bangsa Solemyoida adalah Solemya.

3) Subkelas Pteriomorphia, memiliki ciri-ciri insang melebar berputar

kebelakang berbentuk huruf W. Hidup melekat pada substrat, namun

ketika dewasa hidupnya bebas, dan tepi mantel tidak tipis.

a. Bangsa Arcoida memiliki gigi engsel bertipe isomyaria dan

taxodont. Insang bertipe filibranchia. Contoh hewan dalam bangsa

Arcoida adalah Arca, Barbatia, dan Glycimeris.

b. Bangsa Mytiloida memiliki cangkang berukuran sama. Otot

aduktor bagian antetrior berukuran kecil karena tereduksi,

sedangkan otot aduktor posterior berukuran besar. Tidak

mempunyai sifon, tipe insang filibranchia. Contoh hewan dari

bangsa Mytiloida adalah Pecten, Pinna, dan Mytilus.

4) Subkelas Paleoheterodonta memiliki ukuran cangkang sama. Bergerigi

engsel bagian lateral dengan bentuk memanjang dan menyatu dengan

gigi kardinal.

a. Bangsa Unionida memiliki gigi engsel bertipe schizodont dan insang

bertipe eulamellibrachia. Habitat di air tawar. Contoh hewan dalam

bangsa Unionida adalah Contradens dan Anodonta.

30
5) Subkelas Heterodonta memiliki cangkang yang berukuran sama dan

tanpa lapisan mutiara. Mempunyai gigi kardinal, berukuran besar dan

terpisah dari ruang kosong gigi lateral. Insang bertipe eulamellibrachia,

dan terdapat sifon.

a. Bangsa Veneroida memiliki cangkang berukuran sama. Contoh

hewan dari bangsa Veneroida adalah Hippopus dan Periglypta.

b. Bangsa Myoida memiliki cangkang tipis. Mantel berfungsi

sebagai pelindung alat gerak. Terdapat sedikit ligament, sifon

berukuran besar berfungsi untuk mengebor substrat yang bersifat

keras. Contoh hewan dalam bangsa Myoida adalah Teredo dan

Pholas.

c. Bangsa Hippuritoida telah mengalami kepunahan dan dapat

diketahui dalam bentuk fosil.

6) Subkelas Anomalodesmata memiliki cangkang berukuran sama dan

bergigi engsel satu.

a. Bangsa Pholadomyoida memiliki insang bertipe septibranchia.

Contoh hewan dalam bangsa Pholadomyoida adalah Cuspidaria dan

Poromya.

2.5.2 Morfologi Kelas Bivalvia

Bivalvia mempunyai dua keping cangkang yang berhubungan pada

bagian dorsal dengan adanya hinge ligament. Hinge ligament merupakan pita

elastik terdiri dari bahan organik seperti zat tanduk atau conchiolin. Kedua

cangkang ditautkan oleh otot aduktor anterior dan otot aduktor posterior yang

31
bekerja secara antagonis dengan hinge ligament. Untuk mempererat kedua

cangkang, di bawah hinge ligament terdapat gigi atau tonjolan pada keping

yang satu dan lekukan atau alur padak keping lain (Gosling, 2003).

Lapisan cangkang terluar pada bivalvia disebut periostrakum yang

menutup dua lapisan kapur atau lebih. Mantel pada bivalvia memiliki bentuk

jaringan tipis dan lebar, menutup seluruh tubuh dan terletak di bawah cangkang.

Terdapat tiga lipatan pada tepi mantel, yaitu (1) lapisan dalam adalah lapisan

paling tebal yang berisi otot radial dan otot melingkar, (2) lapisan tengah terdapat

alat indera, dan lapisan luar digunakan sebagai penghasil cangkang (Campbell,

2009).

Cara hidup kerang ialah dengan menempel erat pada benda padat

sebagai epifauna, hidup bebas diatas permukaan dasar perairan, pengebor

benda padat, dan parasit. Rongga mantel dan insang biasanya besar sehingga

berfungsi sebagai alat pernapasan dan pengumpul makanan. Puncak cangkang

disebut umbo atau cangkang tertua (Suwignyo, 1998).

Gambar 2 4 Morfologi Bivalvia

(Sumber: Yanuhar, 2018)

2.6 Faktor Lingkungan yang

berpengaruh dalam Kehidupan

Moluska

2.6.1 Faktor Fisika

a. Suhu

32
Menurut Patty (2013), mengatakan suhu merupakan faktor fisik

yang penting pada daerah laut. Suhu digunakan untuk mengidentifikasi

massa air. Perubahan pola arus secara mendadak dapat menurunkan

nilai suhu. Semakin tinggi suhu perairan disebabkan oleh metabolisme

dan pernapasan yang meningkat pada biota.

Kondisi suhu perairan yang berubah dipengaruhi oleh kondisi

atmosfer, cuaca, dan intensitas matahari. Kondisi suhu perairan

Indonesia umumnya berkisar 28 0C – 31 0C. Persebaran suhu perairan

dipengaruhi oleh faktor radiasi sinar matahari, letak geografis, sirkulasi

arus, kedalaman laut, angin, dan musim. Selain itu faktor lain yang

berpengaruh adalah aktivitas manusia dalam membuang limbah

ataupun penggundulan daerah yang dapat berpengaruh pada hilangnya

perlindungan sehingga air tersebut terkena sinar matahari secara

langsung (Fachrul, et al., 2016).

b. Jenis Substrat

Jenis substrat dapat mempengaruhi hewan yang hidup dalam

ekosistem air. Jenis substrat yang umum dijumpai adalah pasir,

lumpur, dan batu atau kerikil (Saputra et al., 2016). Menurut Arifin

(2017), tipe substrat dibedakan menjadi tiga, diantaranya:

a. Zona pasir memiliki ukuran yang besar daripada lumpur,

sehingga dapat memudahkan air mengalir melalui partikel

pasir. Hal tersebut membuat pertukaran oksigen dapat

berlangsung sampai lapisan dasar. Gelombang laut yang terjadi

33
dapat memindahkan posisi pasir saat menuju ke daerah pantai.

Pindahnya posisi pasir bertindak sebagai pengerus bagi

kehidupan biota dalam suatu ekosistem. Sehingga hewan yang

hidup dalam ekosistem tersebut dilengkapi oleh cangkang,

sehingga mampu bergerak di butiran pasir atau memendam

dalam pasir.

b. Zona lumpur terbentuk akibat aliran air mengandung lumpur

dari daratan. Lumpur mengendap pada teluk atau estuari.

Oksigen yang terkandung dalam lingkungan berlumpur sangat

rendah, hal tersebut dikarenakan partikel lumpur bertekstur padat

dan tidak terdapat rongga untuk keluar masuknya oksigen.

c. Zona batu atau kerikil merupakan lingkungan yang

memudahkan biota laut untuk menyesuaikan diri. Daerah ini

memiliki kadar oksigen yang tinggi, banyak terdapat makanan,

dan tempat berlindung. Jenis biota yang hidup biasanya dapat

melekat dengan alat pelekat yang kuat. Contoh dari biota yang

dapat hidup adalah keong.

2.6.2 Faktor Kimia

a. Salinitas

Salinitas dipengaruhi oleh adanya kandungan garam. Faktor

yang mempengaruhi tingkat salinitas adalah cuaca, angin, pola

sirkulasi air, penguapan, dan curah hujan serta aliran sungai. Nilai

salinitas air laut di Indonesia umumnya berkisar 28 ppm-35 ppm.

34
Daerah pesisir pantai atau aliran sungai biasanya memiliki salinitas

yang tergolong rendah karena terjadi pengenceran (Patty, 2013).

35
Salinitas mempengaruhi penyebaran organisme benthos.

Kadar garam yang terkandung, secara tidak langsung mengakibatkan

perubahan komposisi organisme dalam suatu ekosistem (Kalangi et

al., 2013).

b. Derajat Keasaman (pH)

Derajat keasaman merupakan suatu ukuran konsentrasi ion

hydrogen yang menunjukkan suasana asam atau basa. Nilai pH sangat

berpengaruh terhadap suatu organisme perairan, pH dipengaruhi oleh

adanya aktivitas fotosintesis, suhu, dan ion yang terkandung. Derajat

keasaman merupakan faktor penting yang berpengaruh pada fungsi

fisiologis hewan yang berhubungan dengan respirasi dan

metabolisme. Nilai pH ideal bagi suatu organisme akuatik berkisar 7-

8,5 (Ali, 2013).

Indeks pengukuran derajat keasaman yang digunakan

umumnya 0-14 yang merupakan angka logaritmik negative dari

konsentrasi ion hydrogen di dalam air. Angka pH 7 menandakan sifat

netral, angka pH lebih dari 7 menujukkan sifat basa, dan angka pH

lebih kecil dari 7 menunjukkan bahwa air bersifat asam (Prasetia,

2017).

2.7 Sumber Belajar Biologi

2.7.1 Pengertian Sumber Belajar

1
Proses pembelajaran adalah sistem yang tidak lepas dari sumber belajar.

Sumber belajar dimanfaatkan guna kepentingan proses belajar–mengajar.

Sumber belajar merupakan suatu sistem yang terdiri dari sekumpulan bahan dan

situasi yang tercipta baik sengaja maupun yang sengaja dibuat. Adapun yang

termasuk sumber belajar diantaranya pesan, manusia, alat, teknik, dan data

(Abdullah, 2012). Sumber belajar dapat mempermudah siswa dalam

memperoleh pengetahuan, keterampilan, pengalaman dalam proses

pembelajaran. Adapun syarat dari sumber belajar Munajah & Susilo (2015),

diantaranya:

1. Kejelasan potensi merupakan kejelasan dari sebuah objek yang ditentukan

dari ketersediaan dan permasalahan.

2. Kesesuaian tujuan pembelajaran yang dimaksud adalah dalam proses

pembelajaran melibatkan kemampuan afektif, kognitif, dan psikomotorik.

3. Kejelasan sasaran merupakan hasil yang diharapkan dari tujuan yang

ingin capai.

4. Kejelasan informasi berarti informasi yang disampaikan berupa fakta yang

dapat dikembangkan.

5. Kejelasan pedoman yang berarti perlu adanya langkah keja dalam

pelaksanaan penelitian.

6. Kejelasan perolehan berarti penelitian memiliki kejelasan dalam

membantu siswa mencapai tujuan pembelajaran dengan melibatkan aspek

kognitif, afektif, dan psikomotorik.

Menurut Ikhsan et al., (2017), sumber belajar ialah segala sesuatu

2
yang dapat membantu dan dimanfaatkan siswa dalam mencapai tujuan

pembelajaran sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Sedangkan Jailani &

Hamid (2016), sumber belajar adalah sesuatu yang digunakan untuk

pengajaran. Segala sesuatu yang sengaja dirancang atau tersedia dapat

dimanfaatkan untuk proses belajar secara individu maupun kelompok.

Sumber belajar biologi adalah berbagai objek baik benda, tempat,

dan gejala alam sebagai sarana yang digunakan dalam memcahkan masalah.

Sumber belajar biologi berasal dari lingkungan alam yang dapat memberikan

pengalaman secara langsung dengan proses pengamatan ke lingkungan

sehingga dapat mengembangkan kompetensi dirinya (Masfadilah, 2017).

2.7.2 Fungsi Sumber Belajar

Sumber belajar memiliki fungsi yang dapat dimanfaatkan untuk

mengembangkan potensi siswa dalam belajar. Menurut Any (2011), fungsi

sumber belajar sebagai berikut:

a. Produktivitas pembelajaran dapat meningkat lebih cepat sehingga

waktu belajar yang digunakan pengajar lebih efisien dan beban

penyajian informasi berkurang.

b. Pembelajaran lebih bersifat individual dan mengurangi kontrol

pengajar. Hal tersebut memberikan kesempatan siswa untuk belajar

sesuai kemampuan.

c. Dasar pembelajaran lebih ilmiah dengan merencanakan program yang

akan diajarkan dan bahan pembelajaran dikembangkan dari hasil

penelitian.

3
d. Pembelajaran dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam

menggunakan media komunikasi.

e. Memperluas sajian pembelajaran yaitu dengan memanfaatkan media

massa yang menyajikan informasi dari berbagai Negara.

2.7.3 Jenis Sumber Belajar

Jenis sumber belajar menurut Munajah & Susilo (2015), secara

umum adalah sebagai berikut:

a. Pesan adalah informasi yang disampaikan dalam bentuk ide, fakta, dan

arti.

b. Manusia berperan dalam penyimpanan, pengolah, dan penyaji pesan.

c. Bahan media software merupakan perangkat lunak yang berisi pesan

yang dapat disajikan melalui pemakaian alat

d. Peralatan hardware merupakan perangkat keras yang menyalurkan

pesan dalam software.

e. Teknik merupakan prosedur dalam tatacara penggunaan alat dan bahan,

lingkungan, dan orang untuk menyampaikan pesan.

f. Latar adalah lingkungan dimana dapat menerima pesan yang

disampaikan.

2.8 Penelitian yang Relevan

2.8.1 Beberapa penelitian terdahulu yang merupakan pijakan dalam melakukan

penelitian yang dilakukan adalah : “Keanekaragaman Moluska Ekosistem

Mangrove Pantai Cemare, Teluk Lembar-Lombok Barat" : oleh Novita Tri

4
Artiningrum, skirpsi tahun 2019. Hasil penelitian didapatkan sebanyak

yaitu 719 individu yang terdiri atas 24 spesies dari kelas Gastropoda dan 3

spesies dari kelas Bivalvia. Nilai kelimpahan, indeks keanekaragaman,

indeks keseragaman dan dominasi tertinggi berturut-turut yaitu 29

(ind/m2); 2,55; 0,77; 0,12.

2.8.2 Keanekaragaman jenis Bivalvia di Zona intertidal pantai Pancur Taman

Nasional Alas Parwo”: Oleh Destha Grana Bramasta Tahun 2014. Hasil

penelitian menunjukan bahwa di Pantai Pancur Taman Nasional Alas

Parwo memiliki kondisi lingkungan dengan suhu rata-rata 28,5’C, pH 6,5

dan salinitas 31,3% serta substrat berpasir, batu lamun dan kerang.

Berdasarkan hasil pengamatan pada tiap-tiap plot diperoleh Bivalvia yang

terdiri atas 4ordo, 4 famili, 5 genus, dan 6 jenis Bivalvia yaitu Saccostrea,

Brachidontes, Subramosus, Barabata obliquata, Barbatia foliata, anadara

antiquata dan Tridacna maxima. S cuccullata merupakan jenis yang paling

banyak ditemukan sedangkan T-maxima merupakan jenis yang paling

sedikit ditemukan. Indeks keanekaragaman dan kesamarataan jenis

bivalvia di Pantai Pancur tergolong rendah dengan nilai keanekaragaman

sebesar 0,88 dan indeks kemerataan 0,14.

2.8.3 Keanekaragaman Mollusca (Gastropoda dan Bivavia) di sepanjang Pantai

Carita Padeglang Banten. Skripsi Tahun 2009. Hasil penelitian sangat

bervariasi tetapi lebih di dominasi oleh kelas Gastropoda dari kelas

Bivalvia hal ini karena gastropoda mampu menguasai berbagai habitat

yang bervariasi, indeks nilai tertinggi sepanjang pantai Cerita terdapat

5
pada jenis Donax ceniatus dan indeks terendah ditemukan 13 jenis

moluska dan kelas bivalvia dan gastropoda yaitu : Crithium columa,

Clypeomorus chemnitzian, Collumbela melanozoa, Collumbela perdalina,

conus pertosus, Cypraea eronis, cyprea moneta, Cypraea urselus,

Polinices tumidus, Planaxis sulcatus, Trivia oryza, Nodilitorina

piramidalis, dan Tallina palatam karena jenis-jenis ini punya peranan yang

sangat kecil dalam struktur komunitas moluska. Beberapa penlitian

terdapat persamaan dan perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan

yaitu terletak pada objek penelitian terhadap kelas Gastropoda dan kelas

Bivalvia sedangkan perbedaannya adalah terletak pada tempat yang

dilakukan penelitian sebelumnya.

2.9 Kerangka Berfikir

Menurut Ridhwan (2012) Keanekaragaman hayati (Biodiversitas)

merupakan variasi atau perbedaan bentuk-bentuk makhluk hidup, yang meliputi

perbedaan pada tumbuhan, hewan, dan mikroorganisme, materi genetik yang

dikandungnya, serta bentuk-bentuk ekosistem tempat hidup suatu makhluk hidup.

Keanekaragaman hayati adalah istilah yang digunakan untuk derajat

keanekaragaman sember daya alam hayati, yang meliputi jumlah dan frekuensi

dari keanekaragaman hayati tingkat gen, tingkat spesies, maupun tingkat ekosistem

di suatu daerah.

Mangrove sebagai habitat tempat hidup, berlindung, memijah dan

penyuplai makanan dapat menunjang kehidupan moluska. Rantai makanan yang

6
berperan di daerah ekosistem mangrove adalah rantai makanan detritus dimana

sumber utama detritus berasal dari daun-daunan dan ranting ranting mangrove

yang gugur dan membusuk, substrat ekosistem mangrove pertambakan. Oleh

karena itu organisme bentik terutama gastropoda dan bivalvia dapat dijadikan

sebagai indikator ekologi untuk mengetahui kondisi ekosistem (Hartoni &

Agussalim., 2013).

Mangrove pantai Cemara merupakan hasil rehabilitasi yang dilakukan

beberapa tahap. Pohon mangrove yang tumbuh dipesisir pantai cemare merupakan

komunitas hutan mangrove yang paling tua dengan umur rehabilitasi lebih dari 15

tahun, sedangkan komunitas mangrove yang ada di sepanjang muara sungai

Dodokan memiliki umur rehabilitasi yang lebih muda yaitu sekitar 8 tahun dan

dibawah 5 tahun. Hal ini menyebabkan sebagian besar mangrove yang tumbuh di

pinggiran sungai berupa anakan dan semaian. Rehabilitasi terbaru dilakukan oleh

Pemerintah Daerah Provinsi NTB melalui penanaman 5000 bibit mangrove di

Pantai Cemare pada tahun 2019. Usia vegetasi juga berkaitan dengan stabilitas

ekosistem. Komunitas mangrove yang ada dipesisir pantai merupakan komunitas

klimaks yang sangat stabil jika tidak ada gangguan yang cukup besar.

Keaenekaragaman jenis mangrove yang ditemukan di sekitar pesisir pantai lebih

tinggi jika dibandingkan dengan komunitas mangrove dipinggiran sungai yang

umumnya lebih homogen dan di dominasi oleh Rhizophora mucronata ( Tri

Artiningrum,2019). Fungsi ekologi hutan mangrove sebagai remediasi bahan

pencemar, menjaga stabilitas dari abrasi, melindungi dari gelombang badai,

menjaga kealamian habitat, menjadi tempat bersarang, pemijahan dan pembesaran

7
berbagai jenis ikan, udang, dan fauna lain termasuk Moluska (Setyawan &

Winarno, 2006).

Gastropoda merupakan kelas mollusca yang terbesar. Ada sekitar 50.000

spesies gastropoda yang masih hidup dan 15.000 jenis yang telah menjadi fosil.

Gastropoda berasal dari bahasa latin gaster yang berarti perut dan pados yang

berarti kaki, jadi gastropoda adalah hewan yang memiliki tubuh lunak, yang

berjalan dengan perut sebagai alat gerak (Rusyana, 2011).

Bivalvia merupakan salah satu jenis hewan laut yang memiliki nilai

ekonomis. Beberapa jenis diantaranya dijadikan sebagai bahan makanan, karena

rasanya yang enak dan berprotein tinggi. Selain itu, adapula yang dijadikan

sebagai bahan ornamen (hiasan). Menurut Supratman et al., (2019) sebagian besar

dari antara 20 jenis moluska yang bernilai ekonomis yang ditemukan di indonesia,

termasuk ke dalam kelas bivalvia dan oleh karena nilai ekonomisnya sehingga

sering terjadi eksploitasi yang berlebihan terhadap bivalvia yang bisa berdampak

terhadap keanekaragaman dan kelimpahannya di alam, dapat dipengaruhi oleh

beberapa faktor, yaitu ketersediaan makanan, kondisi lingkungan perairan (fisik

kimia), kompetisi, adanya pemangsaan dari predator, serta tekanan dan perubahan

lingkungan perairan oleh karena aktivitas manusia (Budi et al., 2013).

Keanekaragaman hayati merupakan salah satu materi pembelajaran

biologi di kelas X Sekolah Menengah Atas (SMA). Materi keanekaragaman hayati

tercantum dalam Kompetensi Dasar 3.2 menganalisis data hasil observasi tentang

berbagai tingkat keanekaragaman hayati (gen, jenis dan ekosistem) di Indonesia.

8
Keanekaragaman hayati yang dipelajari di sekolah membahas tentang

keanekaragaman hewan dan keanekaragaman tumbuhan. Materi SMA tentang

keanekaragaman hayati dapat dijelaskan dengan menggunakan objek berbeda dari

yang ada di buku paket seperti Bivalvia dan Gastropoda. Penggunaan objek ini

selain untuk mempermudah siswa dalam memahami materi tentang

keanekaragaman jenis makhluk hidup dapat juga mengenalkan kepada siswa jenis

hewan-hewan yang terdapat disekitarnya yang jarang dilihat sebelumnya.

Pemahaman siswa saat belajar di kelas bisa diperkaya dengan memanfaatkan

berbagai sumber belajar salah satunya seperti lingkungan. Pada dasarnya semua

potensi lingkungan seperti keanekaragaman hayati suatu ekosistem dapat

dimanfaatkan dan dikembangkan sebagai sumber gagasan untuk mendukung

proses pembelajaran.

Proses pembelajaran adalah sistem yang tidak lepas dari sumber belajar.

Sumber belajar dimanfaatkan guna kepentingan proses belajar–mengajar. Sumber

belajar merupakan suatu sistem yang terdiri dari sekumpulan bahan dan situasi

yang tercipta baik sengaja maupun yang sengaja dibuat. Adapun yang termasuk

sumber belajar diantaranya pesan, manusia, alat, teknik, dan data (Abdullah,

2012). Sumber belajar dapat mempermudah siswa dalam memperoleh

pengetahuan, keterampilan, pengalaman dalam proses pembelajaran. Adapun

syarat dari sumber belajar Munajah & Susilo (2015), diantaranya: 1. Kejelasan

potensi merupakan kejelasan dari sebuah objek yang ditentukan dari ketersediaan

dan permasalahan. 2. Kesesuaian tujuan pembelajaran yang dimaksud adalah

dalam proses pembelajaran melibatkan kemampuan afektif, kognitif, dan

9
psikomotorik. 3. Kejelasan sasaran merupakan hasil yang diharapkan dari tujuan

yang ingin capai. 4. Kejelasan informasi berarti informasi yang disampaikan

berupa fakta yang dapat dikembangkan. 5. Kejelasan pedoman yang berarti perlu

adanya langkah kerja dalam pelaksanaan penelitian. 6. Kejelasan perolehan berarti

penelitian memiliki kejelasan dalam membantu siswa mencapai tujuan

pembelajaran dengan melibatkan aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik.

Menurut Ikhsan, et al., (2017), sumber belajar ialah segala sesuatu yang dapat

membantu dan dimanfaatkan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran sesuai

dengan tujuan yang akan dicapai. Sedangkan Jailani & Hamid (2016), sumber

belajar adalah sesuatu yang digunakan untuk pengajaran. Segala sesuatu yang

sengaja dirancang atau tersedia dapat dimanfaatkan untuk proses belajar secara

individu maupun kelompok.

10
Hutan Mangrove Pantai Cemare, Teluk Lembar Kabupaten Lombok Barat

Kawasan Ekowisata

Potensi kerusakan akibat wisata

Perlu adanya penelitian di hutan mangrove pantai cemare teluk lembar, lombok barat

Keanekaragaman gastropoda dan bivalvia

Tersedianya data dan informasi mengenai keanekaragaman gastropoda dan bivalvia di hutan mangrove dan dijadikan sebagai sumber belajar pada ko

Gambar 9. Kerangka Berpikir

11
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif eksploratif. Arikunto

(2010) mendefinisikan penelitian deskriptif eksploratif adalah penelitian yang

menggambarkan keadaan atau suatu fenomena dengan cara mengetahui hal-hal

yang berhubungan dengan objek yang diteliti. Penelitian ini mendeskripsikan

tentang keanekaragaman spesies, dominansi , dan pola penyebaran gastropoda

dan bivalvia yang di ada dikawasan hutan mangrove Lembar.

3.2 Rancangan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus-September 2022 di

kawasan Hutan Mangrove Pantai Cemare Teluk Lembar, Kabupaten Lombok

Barat. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah gabungan transek garis

dan transek kuadrat. Stasiun penelitian di tentukan secara purposive sampling

sebanyak 3 stasiun dengan mempertimbangkan kondisi lingkungan seperti

keadaan vegetasi meliputi jenis-jenis yang dominan, keadaan substrat dan

aktifitas yang terdapat disekitar lokasi stasiun. Pada setiap stasiun diambil 3 titik

sampling (3 plot). Penelitian ini mempaparkan secara murni hasil dari objek yang

12
diamati. Selanjutnya data yang diperoleh dikelompokan berdasarkan klasifikasi

tertentu dan kemudian baru diambil kesimpulan (Melina, 2011).

Tingkat keanekaragaman Gastropoda dan Bivalvia disajikan dalam

bentuk tabel dan dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian tersebut

diintegrasikan sebagai pengembangan sumber belajar yang disesuaikan dengan

salah satu Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar pada Konsep Keanekaragaman

Hayati Kelas X SMA. Pengembangan modul virtual biologi dalam penyusunan

modul terdapat unsur-unsur yang ada di dalam sebuah modul. Secara teknis

modul tersusun dalam empat unsur, sebagai berikut: 1. judul modul. Judul berisi

tentang nama modul dari suatu mata kuliah/mata pelajaran tertentu. 2. Petunjuk

umum. Unsur ini memuat penjelasan tentag langkah-langkah yang ditempuh

dalam pembelajaran, seperti berikut: kompetensi dasar, kedua pokok bahasan,

ketiga indikator pencapaian, keempat, refrensi (diisi tentang sumber buku yang

digunakan), kelima, strategi pembelajaran, keenam menjelaskan pendekatan

metode, langkah yang digunakan dalam proses pembelajaran, ketujuh, lembar

kegiatan pembelajaran, kedelapan petunjuk bagi peserta didik untuk memahami

langkah-langkah dan materi dan kesembilan, evaluasi. 3. Materi modul. Berisi

penjelasan terperinci tentang materi pada setiap pertemuan. 4. Evaluasi semester,

evaluasi ini terdiri dari tengah dan akhir semester dengan tujuan untuk mengukur

kompetensi peserta didik sesuai materi yang diberikan (Prastowo, 2014).

3.3 Waktu dan Tempat Penelitian

3.3.1 Waktu penelitian

13
Penelitian ini dilakukan selama 2 bulan dari bulan Agustus sampai

dengan bulan September 2022 di Wilayah Mangrove Pantai Cemare Teluk

Lembar, Kabupaten Lombok Barat.

3.3.2 Tempat penelitian

Pengambilan sampel penelitian ini bertempat di pantai Cemare, Teluk

Lembar, Kabupaten Lombok Barat. Provinsi Nusa Tenggara Barat. Sedangkan

pengamatan dan identifikasi sampel penelitian dilakukan langsung dilapangan.

Peta lokasi dapat dilihat pada gambar.

Gambar 10. Peta Lokasi Penelitian

3.4 Populasi dan sampel penelitian

Menurut Sugiyono (2008), populasi adalah wilayah generalisasi terdiri

atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu. Populasi

dari penelitian ini adalah seluruh gastropoda dan bivalvia (Mollusca) yang ada di

lokasi penelitian yaitu kawasan Mangrove Pantai Cemare Teluk Lembar,

14
Kabupaten Lombok Barat. Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik

yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2008). Dengan demikian, sampel

dari penelitian ini adalah seluruh gastropoda dan bivalvia (Mollusca) yang

ditemukan dalam kuadrat penelitian.

3.5 Alat dan Bahan Penelitian

Alat dan bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat

pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1 alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian

No Alat dan bahan Fungsi


1 Tali rapia Untuk line transek
2 Roll Meter Untuk mengukur panjang transek atau
jarak transek
3 Phetak kuadrat Untuk transek kuadrat
4 Thermometer Untuk mengukur suhu air
5 pH meter Untuk mengukur pH air
6 GPS Untuk menghitung titik koordinat
stasiun pengamatan
7 Refraktometer Untuk mengukur salinitas
8 Plastik Untuk menyimpan sampel
9 Kertas lebel Untuk memberi keterangan sampel
10 Buku identifikasi Untuk mengidentifikasi gastropoda dan
Bivalvia
11 Kamera Untuk mendokumentasikan sampe
12 Pisau Untuk mengambil sampel yang
menempel pada substra
13 Alat tulis Untuk mencatat hasil penelitian
14 Alkohol 70% Untuk proses pengawetan

15
3.6 Variabel penelitian

Variabel yang diamati pada penelitian ini yaitu jumlah spesies gastropoda

dan bivalvia dan jumlah individu masing-masing spesies gastropoda dan bivalvia

(Mollusca) di lokasi penelitian.

3.7 Teknik Pengumpulan Data

Pengambilan sampel dilakukan menggunakan metode transek kuadrat.

Metode transek merupakan garis sempit yang melintang pada daerah yang akan

di teliti dengan tujuan untuk mengetahui spesies gastropoda dan bivalvia serta

jumlah individu spesies gastropoda dan bivalvia (Mollusca).

3.7.1 Penentuan stasiun

Penentuan lokasi penelitian dilakukan dengan menggunakan

metode Purposive Sampling yaitu teknik pengambilan sampel atas

pertimbangan tertentu (Fachrul, 2012). Penelitian ini dilakukan di 3

stasiun dengan beberapa hal yang menjadi pertimbangan, seperti luas

wilayah penelitian, keadaan substrat, aktivitas masyarakat, karakteristik

setiap kawasan, kemampuan peneliti, keamanan lokasi penelitian, dan

ketersedian waktu dalam melakukan kegiatan penelitian ketika

pengambilan data dilakukan.

16
Letak stasiun dipilih secara “Haphazard” yang diperkirakan

mewakili wilayah penelitian. Posisi atau titik stasiun ditentukan

menggunakan aplikasi GPS (Global Positioning System) pada

Handphone (HP). GPS merupakan sistem navigasi berbasis satelit yang

berfungsi untuk menentukan posisi dipermukaan bumi dengan bantuan

penyelaringan sinyal satelit.

3.7.2 Pembuatan Transek Garis

Pembuatan transek garis dilakukan dengan mendirikan plot 10 ×

10 m2 untuk mengamati biota gastropoda dan bivalvia yang dijadikan

juga sebagai plot pengamatan pohon mangrove, dimana pada plot

tersebut terdapat sub plot ukuran 1m×1m yang diletakkan untuk

mengamati dan mengidentifikasi biota gastropoda dan bivalvia.

Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut (Talib, 2008) :

a. Pengambilan sampel Gastropoda dan bivalvia dilakukan di dalam

transek pengamatan vegetasi mangrove 10m × 10m.

b. Dalam setiap plot transek 10m ×10 m tersebut dibuat sub petak

dengan lima titik yang ditempatkan secara sistematik, dimana

masing-masing titik tersebut menggunakan transek 1m×1m

(Talib, 2008). Contoh transek pengukuran gastropoda yang

digunakan diperlihatkan pada gambar dibawah ini.

17
Gambar 11. Transek Garis

3.7.3 Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel gastropoda dan bivalvia dilakukan dengan

metode gabungan transek garis dan kuadrat. Pengamatan dilakukan

pada saat kawasan mangrove tidak terendam air terlalu dalam. Setelah

itu, dilakukan pengambilan data berupa pengamatan spesies

gastropoda dan bivalvia dan menghitung jumlah individu masing-

masing spesies gastropoda dan bivalvia yang ada di dalam transek

kuadrat berukuran 1 m² x 1 m². Identifikasi gastropoda dan bivalvia

dilakukan secara langsung di lapangan dengan mengamati

morfologinya. Identifikasi dilakukan di secara langsung di lapangan

dengan menggunakan acuan buku identifikasi Dharma, (1998);

Robert, Soemodiharjo, Lastoro (1982) serta referensi lainnya.

3.8 Teknik Analisis Data

3.8.1 Identifikasi sampel

18
Gastropoda dan bivalvia yang berhasil didapatkan di dalam kuadrat

pengamatan langsung diidentifikasi. Gastropoda dan bivalvia yang belum

teridentifikasi dikumpulkan kemudian langsung diamati secara langsung di

lapangan untuk di identifikasi berdasarkan famili dan spesies. Identifikasi spesies

gastropoda dan bivalvia berpedoman pada buku Abbott (1985) yang berjudul

compendium of seashells around the world dan Dharma (1988) yang berjudul

siput dan kerang indonesia I (indonesia Shells I) serta laporan hasil penelitian-

penelitian yang relevan.

3.8.2 Parameter lingkungan (fisika-kimia)

Faktor fisika dan kimia yang diukur secara insitu yaitu langsung pada

setiap transek atau lokasi pengambilan sampel yang telah ditentukan. Faktor

lingkungan meliputi faktor fisika (suhu) dan parameter kimia ( salinitas, dan pH).

Suhu diukur menggunakan thermometer, salinitas diukur menggunakan

refraktometer, pH diukur menggunakan pH meter.

3.8.3 Indeks keanekaragaman Spesies Gastropoda dan Bivalvia

Analisis data dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan cara kualitatif dan

dengan cara kuantitatif. Kualitatif adalah analisis data yang menampilkan data

nama ilmiah yang dipaparkan dalam bentuk gambar, klasifikasi dan deskripsi

jenis/spesies. Sedangkan kuantatif adalah analisis data yang menganalisis indeks

keanekaragaman Bivalvia di Ekosistem Mangrove Kecamatan Lembar lombok

barat. Adapun Indeks Keanekaragaman Shannon-Wienner (Ĥ) tersebut adalah

sebagai berikut:

19
a. Indeks Keanekaragaman (H')

Indeks Keanekaragaman menunjukkan kekayaan spesies dalam

suatu komunitas dan juga memperlihatkan keseimbangan jumlah individu

perspesies. Indeks Keanekaragaman gastropoda dan bivalvia dapat

dihitung menggunakan indeks diversitas Shannon-Wiener (Fachrul, 2008).

H' = -Ʃ Pi ln Pi

Keterangan:
H' = Keanekaragaman
Pi = ni/N
ni = jumlah individu spesies ke-i
N = jumlah total individu
Hasil perhitungan keanekaragaman menggunakan indeks

diversitas Shannon-Wiener apabila dibandingkan dengan kriteria

adalah sebagai berikut. Kriteria keanekaragaman gastropoda dan

bivalvia dapat dilihat pada Tebel 3.

Tabel 3. Kriteria Indeks Keanekaragaman gastropoda dan

bivalvia.

Kriteria Keanekaragaman
Keanekaragaman Rendah H’<1
Keanekaragaman Sedang 1<H’<3
Keanekaragaman Tinggi H’>3
Sumber: (Rahma dan Fitriana, 2006:68)

b. Indeks domansi (D)

Nilai indeks dominansi dapat dihitung menggunakan indeks

dominansi Simpson (Fachrul, 2008).

20
D = (ni/N) ²

Keterangan:
D = Dominansi
ni = Jumlah individu dari spesies ke- i
N = Jumlah total spesies
Hasil perhitungan Dominansi apabila dibandingkan dengan

kriteria adalah sebagai berikut. Kriteria dominansi gastropoda dan

bivalvia dapat dilihat pada Tebel 4.

Tabel 4. Kriteria Indeks Dominansi

Kriteria Dominansi
Dominansi rendah 0,00 < D ≤ 0,50
Dominansi sedang 0,50 < D ≤ 0,75
Dominansi tinggi 0,75 < D ≤ 1,00
Sumber: (Rahma dan Fitriana, 2006:68)

c. Indeks Morsita (Pola penyebaran)

Analisis pola penyebaran jenis gastropoda dan bivalvia di

ekosistem mangrove Pantai Cemare Teluk Lembar Kabupaten Lombok

Barat dapat dihitung dengan menggunakan Indeks Sebaran Morisita

(Khouw, 2009). Rumus untuk menghitung Indeks Sebaran Morisita

sebagai berikut:

Keterangan:
Id= Indeks Sebaran Morisita
n = Jumlah kuadrat pengambilan contoh

21
Σ x = Jumlah individu di setiap kuadrat x1+ x2+ ….
Σx2= Jumlah individu di setiap kuadrat di kuadratkan = x12+ x2 2+
….
Hasil perhitungan Indeks Sebaran Morisita apabila

dibandingkan dengan kriteria adalah sebagai berikut. Kriteria pola

penyebaran dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Kriteria Pola Penyebaran

Kriteria Indeks Distribusi (Id)


Pola sebaran bersifat seragam Id < 1
Pola sebaran bersifat acak Id = 1
Pola sebaran bersifat mengelompok Id > 1
Sumber: (Khouw, 2009)
DAFTAR PUSTAKA

Abubakar, S., M. A. Kadir, N. Akbar, dan I. Tahir. 2018. Asosiasi dan Relung
Mikrohabitat Gastropoda Pada Ekosistem Mangrove di Pulau Sibu
Kecamatan Oba Utara Kota Tidore Kepulauan Provinsi Maluku utara.
Jurnal Enggano.3 (1):22-38.

Akhrianti, IDG. 2014. Distribusi Spasial dan Prefrensi Habitat Bivalvia di Pesisir
Perairan Kecamatan Simpang Pesak Kabupaten Belitung Timur. Jurnal
Ilmu dan Kelautan Tropis. 6 (1) : 171-185.

Al Idrus, Agil, 2014. Mangrove Gili Sulat Lombok Timur, Arga Puji Press,
Mataram.

Anwar, H. Dan Mertha, I. G. 2017. Komposisi Jenis Mangrove di Teluk Gerupuk


Kabupaten Lombok Tengah. Jurnal Sangkareang Mataram. Vol 3 (2), pp
25-23.

Any, Juniya. (2011). Pemanfaatan sumber-sumber belajar dalam proses


pembelajaran di SMP Negeri 2 Lebaksiu Kabupaten Tegal. Skripsi.
Universitas Negeri Semarang.

Ayunda, R. 2011. Struktur Komunitas Gastropoda Pada Ekosistem Mangrove di


Gugus Pulau Pari, Kepulauan Seribu. Skripsi. Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam. Program S1 Biologi, Depok.

Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. (Edisi Revisi

22
VI). Penerbit Reneka Cipta Dicetak Oleh PT Asdi Mahasatya, Jakarta.

Arief, A. 2003. Hutan Mangrove, Fungsi dan Manfaatnya. Yogyakarta : Kanisus.

Arikunto, S. 2002. Metodologi Penelitian Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta:


PT. Rineka Cipta.

Bengen, D.G. 2002. Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove. PKSPL


IPB, Bogor.

Campbell,N.A., Reece, J.B., and Mitchell, L.G. 2003. Biologi, Edisi Kelima Jilid
2. Jakarta: Erlangga.

Dewiyanti, I. 2004. Struktur Komunitas Moluska (Gastropoda dan Bivalvia) Serta


Asosiasinya pada Ekosistem Mangrove di Kawasan Pantai Ulee – Lheue,
Banda Aceh, NAD. Skripsi. Program Studi Ilmu Kelautan, Departemen
Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor .

Dharma, B. 1988. Siput dan Kerang Indonesia I (Indonesian Shells). PT.


Sarana Graha. Jakarta

Donato, D.C., Kauffman, J. B., Murdiyarso, D., Kurnianto, S., Stidham, M., &
Kanninen, M. 2012. Mangrove adalah salah satu hutan terkaya karbon di
kawasan tropis. Brief Cifor. 12:1-10.

Endang Hilmi, Shut dan Sunarto Budi Utoyo. 2009. Model Hu-bungan Antara
Tingkat Kerapatan Pohon Mengrove Dengan Populasi Kepiting (Scylla
serata). Studi Kasus Ekosistem Hutan Mangrove Kabupaten Cilacap Jawa
Tengah. http://ar.scribd.com. (2 Januari 2014).

Erizal. 2014. Komposisi dan Struktur Vegetasi Strata Sapling di Kawasan Hutan
Mangrove Kabupaten Siak Provinsi Riau untuk Pengembangan Modul
pada Mata Kuliah Ekologi Tumbuhan. Skripsi Biologi FKIP Universitas
Riau. Pekanbaru.

Fachrul, M. F., Rinanti, A., Hendrawan, D., & Satriawan, A. (2016). Kajian
kualitas air dan keanekaragaman jenis fitoplankton di perairan waduk pluit
Jakarta Selatan. Jurnal Penelitian dan Karya Ilmiah Lemlit, 1(2), 109–
120.

Febriata, E. dkk., 2015. Keanekaragaman Gastropoda Dan Bivalvia Hutan

23
Mangrove Sebagai Media Pembelajaran Pada Konsep Keanekaragaman
Hayati Kelas X SMA. Jurnal :Biogenesis Vol. 11 (2).

Fitriana, Yulia Rahma. 2006. Keanekaragaman dan Kemelimpahan


Makrozobentos di Hutan Mangrove Hasil Rehabilitasi Taman Hutan Raya
Ngurah Rai Bali. Jurnal BIODIVERSITAS. 7 (1): 67-72.

Hartoni, & Agussalim, A. (2013). Komposisi dan kelimpahan moluska (


gastropoda dan bivalvia ) di ekosistem mangrove muara sungai Musi
Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan. Journal Maspari, 5(1),

Insafitri. 2010. Keanekaragaman Keseragaman dan Dominansi Bivalvia di Area


Buangan Lumpur Lapindo Muara Sungai Porong. Jurnal Kelautan, Vol.3,
(1).

Ita Ritniasih dan dkk. 2009. Substrat Dasar dan Parameter Oseanografi Sebagai
Penentu Keberadaan Gastropoda dan Bivalvia di Pantai Sluke Kabupaten
Rembang. Jurnal Ilmu Kelautan, Vol. 14 (1).

Kastawi, Y. 2005. Zoology Avertebrata. Yogyakarta: Universitas Muhammadiyah


Press.

Kasijan Romimohtarto. 2005 Biologi Laut. Jakarta: Djambatan

Khouw, A.S. 2009. Metode dan Analisa Kuantitatif Dalam Bioekologi Laut.
Jakarta, Indonesia: Pusat Pembelajaran dan Pengembangan Pesisir dan Laut
(P4L), Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
(KP3K).Departemen Kelautan dan Perikanan.

Kusmana, cecep. 2015. Keanekaragaman hayati (biodiversitas) sebagai elemen


kunci ekosistem kota hijau. Jurnal Pros Sem Nas Masy Biodiv Indon.
Volume 1 (8). ISSN: 2407-8050. Hal : 1747-1755.

Masfadilah, M. (2017). Studi keanekaragaman gastropoda berdasarkan zonasi


mangrove di kawasan konservasi mengrove pantai labuhan sepulu
Bangkalan Madura sebagai sumber belajar biologi. Universitas
Muhammadiyah Malang.

Mughofar, A., Masykuri, M., & Setyono, P. (2018). Zonasi dan komposisi

24
vegetasi hutan mangrove pantai cengkrong Desa Karanggandu Kabupaten
Trenggalek Provinsi Jawa Timur. Jurnal Pengelolaan Sumberdaya Alam
dan Lingkungan, 8(1).

Munajah, & Susilo, M. J. (2015). Potensi sumber belajar biologi SMA kelas X
materi keanekaragaman tumbuhan tingkat tinggi di kebun binatang
gembira loka. JUPEMASI-PBIO, 1(2), 184–187.

Nuha, Ulin. (2015). Keanekaragaman gastropoda pada lingkungan terendam Desa


Bedono Kecamatan Sayung Kabupaten Demak. Skripsi. Universitas
Negeri Walisongo Semarang.

Nurdin, J., Supriatna, J., Patria, M.P. dan Budiman. A. 2009. The Potential Edible
Bivalvia And Its Diversity In The Coastal Waters Of South Kabung Bay.
Wes Sumatra : With Special Case Of Gafrarium Tomidum.

Nur Rohmatin Isnaningsih, dkk. 2011. Keong Hama Pomacea di Indonesia:


Karakter Morfologi dan Sebarannya (Mollusca Gastropoda,
Ampullaridae). Jurnal Berita Biologi. Vol. 10, No. 4.

Nontji, A. 2007. Laut Nusantara. Djambatan. Jakarta.

Odum, E.P. 1998. Dasar-dasar Ekologi. Yogyakarta : Gadjah Mada Universitas


Press.

Ponder, W.F. 1998. Clasification of Mollusca in Beesley, P.L., G.J.B. Ross & A.
Wells. (eds). Mollusca: The Southern Syntesis, Fauna of Australia. Vol. 5.
Melbourne: CSIRO Publishing.

Prasetia, Riki R. (2017). Keanekaragaman makrozoobentos sebagai indikator


kualitas perairan kampung baru kecamatan tanjungpinang barat kota
tanjungpinang. Skripsi. Universitas Maritim Raja Ali Haji

Patty, S. I. (2013). Distribusi suhu, salinitas dan oksigen terlarut di perairan


Kema, Sulawesi Utara. Jurnal Ilmiah Platax, 1(3), 148–157.

Pechenik, Jan. (2005). Biology of the invertebrates. New York: McGraw-Hill


Companies, INC.

Prastowo, Andi. 2014. Pengembangan Bahan Ajar Tematik Tinjauan Teoritis dan
Praktik (Cet. I). Jakarta : Prenadamedia Group.

Ranti Ayunda. 2011. Struktur Komunitas Gastropoda Pada Ekosistem Mangrove

25
Di Gugus Pulau Pari, Kepulauan Seribu. Skripsi FMIPA Biologi
Universitas Indonesia. Depok.

Rohmimohartato dan Juwana. (2001). Biology and ecology of edible marine


gastropod molluscs. Canada: Apple Academic Press, Inc.

Santhanam, Ramasamy. (2018). Biology laut ilmu pengetahuan biota laut.


Jakarta: Djambatan.

Saputra, S., Sugianto, & Djufri. (2016). Sebaran mangrove sebelum tsunami dan
sesudah tsunami di Kecamatan Kuta Raja Kota Banda Aceh. JESBIO,
V(1), 23–29.

Setyawan, A. D., & Winarno, K. (2006). Pemanfaatan langsung ekosistem


mangrove di Jawa Tengan dan penggunaan lahan di sekitarnya; kerusakan
dan upaya restorasinya. Biodiversitas, 7(3), 282–291.

Sugianto, dkk. (2014). Daftar Mollusca yang berpotensi sebagai spesies asing
invasive di Indonesia. Jakarta: Kementerian Kelautan dan Perikanan
Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Pusat
Karantina Ikan.

Sunarmi. (2014). Melestarikan keanekaragaman hayati melalui pembelajaran di


luar kelas dan tugas yang menantang. Jurnal Pendidikan Biologi, 6(1).

Sutoyo. 2010. Keanekaragaman hayati Indonesia suatu tinjauan: masalah dan


pemecahannya. Buana Sains (10): 101-106.

Suwignyo, S, dkk, (1998). Avertebrata Air Jilid I. Jakarta: Penebar Swadaya


Sutarno, Ahmad Dwi Setyawan. 2015. Biodiversitas Indonesia: Penurunan Dan
Upaya Pengelolaan Untuk Menjamin Kemandirian Bangsa. Jurnal PROS
SEM NAS MASY BIODIV INDON. Volume 1, Nomor 1. Hal : 1-13.

Suwondo, Febrita Elya dan Sumanti Fifi. 2006. Struktur Komunitas Gastropoda
Pada Hutan Mangrove Di Pulau Sipora Kabupaten Kepulauan Mentawai
Sumatera Barat. Jurnal Biogenesis Vol. 2 (1) : 25-29, 2005.

Tri Kurnia Wati , Arief Pratomo, dan Muzahar. 2013. Keanekara-gaman


Gastropoda di Padang Lamun Perairan Desa Pengudang Kabupaten
Bintan. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Maritim Raja
Ali Haji. Tanjung Pinang.

26
Wenti Anggraini. 2018. Keanekaragaman Hayati Dalam Menunjang
Perekonomian Masyarakat Kabupaten Oku Timur. Jurnal Aktual. Volume
16, Nomor 2.
Yumima Sinyo, dkk. 2013. Studi Kepadatan dan Keanekaragaman Jenis
Organisme Bentos Pada Daerah Padang Lamun di Perairan Pantai
Kelurahan Kastela. Jurnal BioEdukasi. Vol. 2., No.1

27

Anda mungkin juga menyukai