Anda di halaman 1dari 33

ANALISIS KOMUNITAS MANGROVE

DI KAWASAN EKOSISTEM ESENSIAL BAGEK KEMBAR


KABUPATEN LOMBOK BARAT

PROPOSAL SKRIPSI

Oleh

HARSA NAUNIK QUDRATY


E1A020033

Diajukan untuk memenuhi persyaratan dalam melakukan


penelitianProgram Sarjana (S-1) Pendidikan Biologi

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

JURUSAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MATARAM

2023
ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita persembahkan ke hadirat Allah Yang Mahakuasa atas


nikmat usia dan kesehatan yang dianugerahkan sehingga proposal skripsi yang
berjudul ''Analisis Komunitas Mangrove di Kawasan Ekosistem Esensial Bagek
Kembar Kabupaten Lombok Barat'' dapat selesai sesuai dengan rencana.

Proposal skripsi ini tersusun sesuai harapan karena bantuan dari berbagai
pihak. Untuk itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada

1. Prof. Ir. Bambang Hari Kusumo, M.Agr.St., Ph.D., selaku Rektor


Universitas Mataram,
2. Drs. H. Lalu Zulkifli, M.Si., Ph.D., selaku Dekan FKIP Universitas
Mataram,
3. Dr. Didik Santoso, M.Sc., selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Biologi,
4. Drs. Lalu Japa, M.Sc.St., selaku dosen pembimbing I,
5. Eni Suyantri, S.Si., M.Pd., selaku dosen pembimbing II,
6. Drs. H. M. Yamin, M.Si., selaku dosen pembimbing akademik,
7. Orang tua penulis, Daharudin dan Salbiah, yang selalu berdoa demi
kesuksesan anaknya.
8. Rekan-rekan seperjuangan yang telah membantu tersusunnya proposal
skripsi ini.

Sebagai sebuah karya, proposal skripsi ini tentu tidak luput dari kekurangan
dan kekeliruan. Saran, masukan, dan kritik para pembaca sangat diharapkan.
Penulis berharap semoga proposal skripsi ini menjadi bagian dari ilmu yang
bermanfaat bagi sesama hingga akhir masa.
Mataram, September 2023

Harsa Naunik Qudraty


iii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.............................................................................................i
KATA PENGANTAR.........................................................................................ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR............................................................................................v
DAFTAR TABEL...............................................................................................vi
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................1
1.1 Latar Belakang........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...................................................................................3
1.3 Tujuan Penelitian....................................................................................3
1.4 Manfaat Penelitian..................................................................................4
1.5 Batasan Masalah......................................................................................5
1.6 Definisi Operasional................................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................6
2.1 Landasan Teori........................................................................................6
2.1.1 Hutan Mangrove......................................................................................6
2.1.2 Jenis-Jenis Mangrove..............................................................................7
2.1.2.1 Mangrove Sejati Mayor....................................................................7
2.1.2.2 Mangrove Sejati Minor....................................................................8
2.1.2.3 Mangrove Asosiasi...........................................................................8
2.1.3 Komunitas Mangrove.............................................................................9
2.1.4 Habitat Mangrove.................................................................................11
2.1.5 Faktor Fisika dan Kimia Lingkungan Mangrove..................................12
2.1.5.1 Suhu.................................................................................................12
2.1.5.2 Substrat............................................................................................13
2.1.5.3 Salinitas...........................................................................................14
2.1.5.4 Derajat Keasaman...........................................................................14
2.2 Penelitian yang Relevan.............................................................................16
2.3 Kerangka Berfikir.......................................................................................17
iv

BAB III METODE PENELITIAN...................................................................19


3.1 Jenis Penelitian......................................................................................19
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian...............................................................19
3.3 Populasi dan Sampel.............................................................................20
3.4 Variabel Penelitian................................................................................20
3.5 Alat dan Bahan Penelitian.....................................................................20
3.6 Metode Pengumpulan Data...................................................................21
3.7 Metode Analisis Data............................................................................22
3.7.1 Komposisi Mangrove..........................................................................22
3.7.2 Analisis Keanekaragaman Spesies Mangrove.....................................22
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................24
v

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Kerangka Berfikir Analisis Komunitas Mangrove.........................18


Gambar 3.1. Peta Sebaran Transek Penelitian di Kawasan Ekosistem Esensial
Bagek Kembar................................................................................19
Gambar 3.2. Desain Sebaran Plot pada Transek..................................................22
vi

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Koordinat Setiap Transek Penelitian Kawasan Ekosistem Esensial


Bagek Kembar Kabupaten Lombok Barat.....................................20
Tabel 3.2. Daftar Alat dan Bahan Penelitian….....……………………………..21
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ekosistem mangrove merupakan ekosistem yang sebagian besar terhampar

di sepanjang garis pantai daerah tropis dan subtropis yang didominasi oleh

komunitas mangrove. Komunitas mangrove adalah komunitas tumbuhan yang

tumbuh pada wilayah pasang surut dan berlumpur. Komunitas mangrove

beradaptasi untuk tumbuh dengan baik dan perkembangannya normal pada

habitat dengan konsentrasi garam yang tinggi (Japa dkk., 2021).

Komunitas mangrove dinilai sangat krusial keberadaannya sebab

manfaatnya yang sangat banyak, antara lain ialah sebagai pelindung pantai dari

hempasan ombak serta angin kencang. Selain itu juga sebagai penahan abrasi,

penampung air hujan sehingga dapat mencegah banjir, dan penyerap limbah

yang mencemari perairan. Oleh sebab itu, secara tidak langsung kehidupan

manusia tergantung pada keberadaan ekosistem mangrove (Juwinda dkk., 2016).

Hutan mangrove alami membentuk bermacam-macam zonasi. Spesies

mangrove yang berbeda berdasarkan zonasi disebabkan karena sifat fisiologis

mangrove yang berbeda-beda agar dapat beradaptasi dengan lingkungannya.

Selain itu, keanekaragaman spesies mangrove bukan hanya karena kemampuan

untuk beradaptasi dengan lingkungannya tetapi tidak terlepas juga adanya

campur tangan manusia untuk memelihara ekosistem mangrove (Darmadi dkk.,

2012). Keanekaragaman spesies mangrove yang ditemukan di Indonesia sekitar


2

202 spesies antara lain bakau (Rhizophora), api-api (Avicennia), pedada

(Sonneratia), tanjang (Bruguiera) dan nyirih (Xylocarpus) (Noor dkk., 2006).

Hutan mangrove terdapat pada beberapa negara di dunia salah satunya

berada di Indonesia. Indonesia memiliki 3.490.000 hektar hutan mangrove dari

16.530.000 hektar total luas hutan mangrove di dunia, atau sekitar 21% dari

total mangrove dunia berada di Indonesia (Marbun dkk., 2022). Namun, pada

tahun 2020, tingkat kerusakan mangrove sudah mencapai 52% (Kementerian

Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia, 2020). Fakta bahwa kawasan

mangrove telah rusak dan berkurang juga terlihat di Nusa Tenggara Barat. Pada

tahun 2006 luas mangrove Provinsi Nusa Tenggara Barat sekitar 18.256,88

hektar, dan pada tahun 2015 menjadi 12.144,30 hektar. Angka tersebut

menunjukkan bahwa luasan mangrove mengalami penurunan sekitar 33,5%

dalam kurun waktu 10 tahun. Kerusakan mangrove di Indonesia disebabkan oleh

beberapa faktor, antara lain perubahan tata guna lahan (Farista & Virgota, 2021).

Salah satu kawasan hutan mangrove di Nusa Tenggara Barat adalah di

Kawasan Ekosistem Esensial Bagek Kembar. Kawasan tersebut dikelola dan

dikembangkan menjadi obyek wisata oleh masyarakat sekitarnya yang dikenal

dengan sebutan nama Ekowisata Bagek Kembar. Hal tersebut tentunya sangat

penting untuk menunjang pendapatan ekonomi masyarakat sekitar Bagek

Kembar, selain dijadikan sebagai tempat wisata, ekosistem mangrove juga

berperan sebagai mata rantai makanan yang berperan sebagai produsen dalam

jaring-jaring makanan.
3

Penelitian mengenai analisis komunitas mangrove sangat perlu dilakukan

mengingat Kawasan Ekosistem Esensial Bagek Kembar merupakan Kawasan

yang dimanfaatkan untuk pembangunan tambak garam sehingga mempengaruhi

komposisi dan keanekaragaman mangrove. Selain itu, kawasan tersebut juga

dijadikan sebagai obyek tujuan ekowisata edukasi untuk mengenal spesies-

spesies mangrove. Akan tetapi, terkait dengan komposisi dan keanekaragaman

spesies mangrove di lokasi tersebut masih belum ada dan belum pernah

dilakukan penelitian. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan agar didapatkan

data meliputi komposisi dan keanekaragaman spesies mangrove. Penelitian ini

juga diharapkan dapat berguna sebagai acuan penelitian lebih lanjut mengenai

komunitas mangrove di daerah tersebut dan dapat memberikan informasi bagi

pemerintah setempat dalam memberikan kebijakan yang komprehensif

dikawasan hutan mangrove.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari penelitian ini adalah :

1. Bagaimana komposisi spesies mangrove di Kawasan Ekosistem Esensial

Bagek Kembar Kabupaten Lombok Barat?

2. Bagaimana keanekaragaman spesies mangrove di Kawasan Ekosistem

Esensial Bagek Kembar Kabupaten Lombok Barat?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :


4

1. Menganalisis komposisi spesies mangrove di Kawasan Ekosistem Esensial

Bagek Kembar Kabupaten Lombok Barat.

2. Menganalisis keanekaragaman spesies mangrove di Kawasan Ekosistem

Esensial Bagek Kembar Kabupaten Lombok Barat.

1.4 Manfaat Penelitian


Adapun manfaat penelitian ini adalah :

1.4.1 Bagi Peneliti

Diharapkan penelitian ini dapat menambah ilmu pengetahuan, wawasan

serta pengalaman mengenai analisis komunitas mangrove. Disamping itu juga

dapat menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya mengenai komunitas

mangrove di Kawasan Ekosistem Esensial Bagek Kembar.

1.4.2 Bagi Masyarakat

Diharapkan dapat menambah informasi tentang komunitas mangrove

yang ada di Kawasan Ekosistem Esensial Bagek Kembar sehingga dapat

dimanfaatkan secara maksimal sambil menjaga kelestariannya.

1.4.3 Bagi Pemerintah

Dapat memberikan informasi mengenai berbagai spesies mangrove yang

ada di Kawasan Ekosistem Esensial Bagek Kembar Kabupaten Lombok Barat,

sehingga informasi tersebut dapat menunjang pengelolaan hutan mangrove yang

dilakukan oleh pemerintah daerah dan masyarakat sekitar di Kecamatan

Sekotong.
5

1.5 Batasan Masalah

Dalam proses analisis komunitas mangrove tidak meluas, maka penelitian

dibatasi pada lingkup sebagai berikut:

1. Daerah penelitian ini berada di Kawasan Ekosistem Esensial Bagek Kembar,

Kabupaten Lombok Barat.

2. Penelitian ini menggunakan 11 transek dengan 3 plot pada masing-masing

transek.

1.6 Definisi Operasional

Definisi operasional penelitian ini adalah sebagai berikut : (1) Komunitas

ialah kumpulan dari berbagai populasi yang hidup pada suatu waktu dan daerah

tertentu yang saling berinteraksi dan mempengaruhi satu sama lain (Maknun,

2017). (2) Mangrove merupakan tumbuhan tingkat tinggi yang berhasil tumbuh

dan berkembang pada habitat intertidal yang berada di antara daratan dan laut di

daerah tropis dan sub-tropis (Djamaluddin, 2016). (3) Kawasan ekosistem esensial

merupakan kawasan yang memiliki nilai secara ekosistem penting yang bukan

berada di dalam kawasan pelestarian alam, kawasan suaka alam hingga taman

buru sehingga dapat menunjang keberlangsungan hidup secara ekologi melalui

upaya konservasi keanekaragaman hayati (Qomariah dkk., 2021).


6

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Hutan Mangrove

Mangrove asal mulanya berawal dari mangue/mangal (Portugish) dan

grove (English). Secara umum mangrove dapat diartikan menjadi ekosistem hutan

yang tumbuh pada wilayah pasang surut (pantai, laguna, muara) serta tumbuh di

ketika air surut. Komunitas mangrove tumbuhannya toleran terhadap garam

(salinity) air laut. Tumbuhan yang berada di ekosistem mangrove bersifat

halophytes, atau punya toleransi yang tinggi terhadap kadar salinitas air bahari,

dan umumnya bersifat basa (Marbawa dkk., 2014).

Mangrove adalah istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan

berbagai komunitas pesisir tropis yang didominasi oleh spesies pohon yang unik

dan mempunyai kemampuan menyesuaikan diri serta tumbuh di air asin. Hutan

mangrove ialah ekosistem hutan yg unik, berperan sebagai penghubung antara

ekosistem darat serta ekosistem laut. Hutan mangrove memiliki fungsi yang

cukup krusial, diantaranya fungsi produksi, fungsi lindung, serta fungsi

pelestarian. Hutan mangrove atau sering juga disebut hutan bakau mempunyai

karakteristik yang spesial, mengingat hidupnya berada pada wilayah ekotone

yakni perairan serta daratan. Karakteristik mangrove ini utamanya mampu berada

di keadaan salin dan tawar, dan tidak terpengaruhi iklim (Amirudin & Duwila,

2022).
7

Hutan mangrove mempunyai manfaat ekonomis dan ekologis yang banyak.

Manfaat ekonomi hutan mangrove antara lain yaitu penyedia kayu, dan bahan

makanan. Fungsi ekologis hutan mangrove yaitu sebagai tempat memijah serta

sebagai penyedia sumber makanan bagi biota laut sehingga terciptanya

keseimbangan ekosisitem mangrove (Dani dkk., 2021).

2.1.2 Jenis-Jenis Mangrove

2.1.2.1 Mangrove Sejati Mayor

Mangrove sejati (true mangrove) ialah spesies tumbuhan yang

membentuk tegakan murni (mayor) atau mendominasi dalam komunitas

mangrove serta membentuk spesialisasi morfologis seperti akar udara dan

mekanisme fisiologis yang khusus. Mekanisme fisiologis khusus tersebut

berfungsi untuk mengeluarkan garam agar mampu beradaptasi dengan lingkungan

mangrove. Spesies mangrove sejati hanya dapat tumbuh di hutan mangrove dan

tidak terdapat di lingkungan terestrial (darat). Mangrove sejati jarang bergabung

dengan tanaman darat (Vincentius, 2020).

Kemampuan beradaptasi mangrove sejati terhadap lingkungan dengan

membentuk akar serta kelenjar garam menjadikannya sebagai benteng pertahanan

abrasi. Mangrove sejati (true mangrove) memiliki sifat sepenuhnya hidup di

ekosistem mangrove di kawasan pasang surut serta tidak tumbuh di ekosistem

lain, memiliki peranan penting dalam membentuk struktur komunitas mangrove

serta dapat membentuk tegakan murni. Adapun spesies mangrove sejati contohnya
8

adalah api-api (Avicennia alba), Sonneratiaceae, Rhizophoraceae (Tomlinson,

1994).

2.1.2.2 Mangrove Sejati Minor

Mangrove minor jarang ditemukan sebagai tegakan murni. Mangrove

kelompok ini menempati habitat tepi dan bukan bagian utama dalam komunitas.

Selain itu, biasanya tidak membentuk elemen vegetasi yang mencolok. Adapun

yang termasuk ke dalam mangrove sejati minor yaitu Pemphis acidula (Sentigi),

Excoecaria agallocha (Buta-buta), dan Xylocarpus granatum (Nyirih)

(Tomlinson, 1994).

2.1.2.3 Mangrove Asosiasi

Mangrove Asosiasi adalah kelompok tumbuhan yang tidak pernah tumbuh

di dalam komunitas mangrove sejati serta biasanya hidup bersama tumbuhan

darat. Selain itu, jarang ditemukan tumbuh di dalam komunitas mangrove yang

sebenarnya, dan terkadang hanya terdapat pada vegetasi terestrial. Mangrove

asosiasi contohnya adalah keranji (Clerodendrum inerme), Ketapang (Terminalia

catappa), dan gelang laut (Sesuvium portulacastrum) (Faida dkk., 2017).

Mangrove asosiasi merupakan tumbuhan yang dapat beradaptasi dan

mempunyai toleransi terhadap faktor lingkungan yang secara ekologis tergolong

ekstrim di kawasan pesisir yakni kadar gram yang tinggi. Spesies dari mangrove

asosiasi dapat beradaptasi dengan ekosistem pantai namun yang menjadi pembeda

dari mangrove sejati ialah ketidakmampuan mengeluarkan kelebihan zat garam

dari dalam tubuh. Selain itu, mangrove asosiasi mampu hidup di tanah berpasir
9

dan menjadi perbatasan dengan daratan. Mangrove asosiasi ialah vegetasi yang

tumbuh ke arah darat di belakang zona mangrove sejati, tumbuhan yang toleran

terhadap salinitas, yang dimana hal tersebut tidak ditemukan secara eksklusif di

hutan mangrove dan hanya merupakan vegetasi transisi ke daratan atau lautan,

akan tetapi dapat berinteraksi dengan mangrove sejati (Rahim & Baderan, 2019).

2.1.3 Komunitas Mangrove

Komunitas ialah kumpulan dari berbagai populasi yang hidup pada suatu

waktu dan daerah tertentu yang saling berinteraksi dan mempengaruhi satu sama

lain. Komunitas diklasifikasikan dengan melihat bentuk atau sifat struktur

utamanya seperti spesies yang dominan, bentuk atau indikator hidup, habitat fisik

dari komunitas dan sifat maupun tanda-tanda fungsional. Komunitas memiliki

derajat keterpaduan yang lebih kompleks bila dibandingkan dengan individu dan

populasi (Maknun, 2017).

Perubahan pada habitat dapat mempengaruhi tingkat spesies sebagai

komponen terkecil penyusunan populasi yang membentuk komunitas. Komunitas

merupakan kesatuan dinamik dari hubungan fungsional yang saling

mempengaruhi diantaranya populasi, dimana komunitas berperan pada posisinya

masing-masing dan menyebar dalam ruang serta tipe habitatnya. Kajian

komunitas dilakukan untuk mengetahui keseimbangan yang tergambar di dalam

struktur dan komposisi populasi penyusunnya. Kajian komunitas juga bertujuan

untuk mengetahui pola sebaran komunitas dan perubahannya dipakai sebagai hasil

interaksi semua komponen yang bekerja dalam komunitas tersebut. Komunitas

memiliki struktur serta pola tertentu terhadap keanekaragaman spesies,


10

kemerataan spesies, serta dominansi dari spesies dengan ciri yang khas pada suatu

komunitas. Selain itu, analisis tentang kelimpahan, keanekaragaman, kemerataan,

serta dominansi suatu komunitas, serta keseimbangan jumlah tiap spesiesnya

(Husamah dkk., 2016).

Komposisi komunitas merupakan spesies dan jumlah individu penyusun

komunitas disuatu tempat. Struktur komunitas memiliki karakteristik tersendiri

yang tidak dimiliki oleh setiap spesies komponen penyusunnya. Dalam

komunitas, dengan keanekaragaman spesies yang tinggi akan terjadi interaksi

spesies yang melibatkan transfer energi atau jaring makanan, predasi serta

kompetisi, sehingga terjadi keseimbangan ekosistem karena kemerataan spesies

yang juga tinggi. Sebaliknya, jika dominansi yang tinggi, maka terjadi

ketidakseimbangan ekosistem karena transfer energi melalui jaring makanan

hanya didominasi spesies tertentu (Fauziah dkk., 2018).

Penyebaran spesies dan populasi komunitas ditentukan oleh beberapa factor

seperti sifat fisik, kimia dan biologi perairan. Sifat fisik perairan seperti kecepatan

arus, kekeruhan atau kecerahan, pasang surut, kedalaman, substrat dasar dan suhu.

Sifat kimia seperti kandungan oksigen, karbon dioksida terlarut, pH, bahan

organik, dan kandungan hara yang dapat mempengaruhi hewan tersebut. Sifat-

sifat fisika dan kimia secara langsung maupun tidak langsung dapat berpengaruh

bagi kehidupan. Perubahan kondisi fisika-kimia suatu perairan kemungkinan akan

berdampak buruk dan merugikan terhadap populasi yang hidup di ekosistem

tersebut (Juwita, 2017).


11

Komunitas tumbuhan mangrove tumbuh baik pada wilayah tropis dan

mampu beradaptasi pada kondisi lingkungan yang ekstrem, seperti: suhu tinggi,

salinitas tinggi, pasang surut ekstrem, sedimentasi tinggi, dan kondisi substrat

tumbuh yang miskin oksigen dan atau tanpa oksigen. Degradasi hutan mangrove

di Indonesia disebabkan oleh berbagai factor antara lain seperti alih fungsi hutan

mangrove menjadi berbagai kegiatan pembangunan, sebagai areal pertanian dan

perkebunan, serta untuk kegiatan eksplorasi minyak dan gas bumi. Kebutuhan dan

ketergantungan akan sumber daya alam di kawasan pesisir yang semakin besar

menjadi tekanan untuk kelestarian ekosistem pesisir (Dharmawan & Pramudji,

2014).

2.1.4 Habitat Mangrove

Sebagian besar spesies mangrove tumbuh dengan baik pada tanah

berlumpur, terutama di daerah endapan lumpur yang terakumulasi. Daerah yang

paling dekat dengan laut, dengan substrat agak berpasir sering ditumbuhi oleh

Avicennia sementara Sonneratia dominan tumbuh pada lumpur dan banyak bahan

organic. Sedangkan zona agak ke darat umumnya didominasi oleh Rhizophora

serta pada zona transisi antara darat dan laut biasanya ditumbuhi oleh Nypa.

Perbedaan jenis antara mangrove yang tumbuh dipantai, muara dan sungai, yang

diakibatkan perbedaan tingkat salinitas pada ketiga habitat mangrove tersebut dan

kemampuan beradaptasi setiap spesies mangrove berbeda (Sribianti, 2008).

Ciri habitat yang sangat menonjol di kawasan hutan mangrove antara lain

ialah tumbuh di daerah intertidal yang jenis tanahnya berlumpur, berlempung,

atau berpasir, daerah atau lahannya tergenang air. Mangrove mampu tumbuh
12

dengan baik pada substrat berlumpur dan perairan pasang yang mengakibatkan

keadaan anaerob. Hal ini karena mangrove mempunyai akar khusus yang

berfungsi menjadi suatu penyangga beserta penyerap oksigen (Amirudin &

Duwila, 2022).

2.1.5 Faktor Fisika dan Kimia Lingkungan Mangrove

Secara umum terdapat dua faktor yang mempengaruhi kehidupan

mangrove yaitu faktor fisika dan kimia, dimana faktor fisika terdapat suhu dan

substrat (tekstur tanah) sedangkan faktor kimia meliputi pH, dan salinitas (Kholifi

dkk., 2021).

2.1.5.1 Suhu

Mangrove mampu tumbuh di wilayah yang suhunya berada dalam kisaran

suhu tropika, yaitu kisaran suhu bulanan tidak lebih rendah dari 20°C dan

fluktuasi suhu maksimum tidak lebih dari 5°C (Kennish,1990). Kelimpahan

spesies cenderung menurun dari daerah tropis menuju daerah subtropis

(Tomlinson, 1994).

Baku mutu air laut untuk biota laut, suhu optimal ekosistem mangrove

adalah 28 - 30°C. Suhu mempengaruhi produksi daun mangrove, suhu optimal

untuk produksi daun bakau (Rhizophora), tengar (Ceriops) dan teruntum

(Lumnitzera) adalah 26 – 28°C, dan api-api (Avicennia) tumbuh optimal pada

suhu 18 – 20°C (Alwidakdo dkk., 2014). Perbedaan suhu dapat disebabkan oleh

kerapatan vegetasi mangrove, semakin rapat vegetasi mangrove maka suhu


13

semakin rendah, karena cahaya matahari yang masuk ke ekosistem mangrove

terhalangi oleh tutupan kanopi mangrove (Hambaran, 2014).

2.1.5.2 Substrat

Tanah di hutan mangrove selalu basah, mengandung garam dan kandungan

oksigen sedikit serta kaya dengan bahan organik. Bahan organik yang terdapat di

tanah terutama berasal dari perombakan sisa tumbuhan yang diproduksi oleh

mangrove sendiri. Serasah secara perlahan hancur dalam kondisi sedikit asam

dengan bantuan bakteri dan jamur (Nontji, 2007).

Selain zat organik, tanah mangrove juga mengandung sedimen halus atau

partikel pasir, material kasar seperti potongan-potongan batu dan koral, pecahan

kulit kerang, telur dan siput. Tanah mangrove membentuk lumpur berlempung

dan warnanya yang bervariasi dari abu-abu muda hingga hitam. Tanah ini

terbentuk oleh pengendapan sedimen yang terbawa oleh aliran sungai ditambah

oleh material yang dibawa dari laut pada waktu pasang. Sedimen halus dan bahan

terlarut lainnya yang terbawa oleh aliran sungai dapat mengendap di dasar

perairan mangrove karena melambatnya aliran, berkurangnya turbulensi dan

proses koagulasi yang disebabkan oleh pencampuran dengan air laut (Soeroyo,

1992).

Walaupun terjadi pengendapan tanah di hutan mangrove yang meninggikan

lapisan lumpur, tanah tersebut tidaklah konstan karena pengaruh pasang surut air

laut. Aliran pasang surung air laut tersebut mempengaruhi terdamparnya bibit-

bibit tumbuhan untuk tumbuh, hal ini ditunjang adanya sistem perakaran jangkung
14

(still root) yang menggantung dari kebanyakan mangrove ini akan membantu

pertumbuhan semai (Ewuisie, 1980).

2.1.5.3 Salinitas

Mangrove mampu tumbuh pada kisaran salinitas 28‰ dan maksimum

38‰, untuk spesies mangrove Nypa fruticans lebih menyukai air payau (2-22‰)

dan tidak mampu hidup pada kondisi hypersaline. Mangrove tumbuh maksimal

dimana sungai memberikan air tawar cukup untuk mencegah hypersaline atau

dengan salinitas 28‰ (Nybakken, 1992).

Kadar Salinitas air di wilayah pasang surut sangat bervariasi dari waktu ke

waktu. Variasi salinitas secara umum ialah hasil interaksi antara frekuensi pasang,

masukan air tawar (sungai dan hujan), besar penguapan serta topografi dasar

lautan. Masing-masing spesies mangrove umumnya memiliki tolenransi yang

berbeda terhada besarnya salinitas lingkungan. Batas ambang toleransi tumbuhan

mangrove diperkirakan dapat mencapai batas 90‰. Kadar salinitas di wilayah

hutan mangrove tergantung dari bertambahnya volume air tawar yang mengalir

dari sungai, dan salinitas tertinggi terjadi pada musim kemarau (Khow, 2002).

2.1.5.4 Derajat Keasaman

Derajat keasaman (pH) merupakan parameter penting dalam menentukan

kualitas air. Nilai pH adalah gambaran jumlah atau aktivitas hidrogen dalam air.

Secara umum, nilai pH menunjukkankan seberapa asam atau basa suatu perairan.

Derajat keasaman (pH) yang dimiliki perairan laut selalu berada dalam

keseimbangan, karena ekosistem laut mempunyai kapasitas penyangga yang


15

mampu mempertahankan nilai pH. Sistem tersebut ialah sistem karbondioksida,

bikarbonat dan karbonat yang berfungsi sebagai penyangga (buffer), sehingga pH

air tetap berada dalam kisaran yang sempit. Sistem ini menjalankan peranannya

dengan menyerap ion H+ dari dalam air. Nilai pH dalam suatu perairan

dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: aktivitas biologi, fotosintesa, suhu,

kandungan organik dan adanya kation dan anion (Widigdo, 2001).

Bahan organik memiliki peran penting dalam menentukan derajat

keasaman (pH) tanah sedimen, namun bukan satu-satunya faktor penentu pH

tanah. Kandungan bahan organik sangat menentukan stabilitas tanah yang

mengandung lempung, karena bahan organik beserta kondisi alami mikroba dapat

menyatukan partikel-partikel tanah menjadi suatu agregat. Tekstur tanah sangat

mempengaruhi keberhasilan hidup tumbuhan dan mikrobia di habitat (Rao, 1994).

Kandungan pH tanah yang agak masam dikarenakan adanya perombakan

serasa vegetasi mangrove oleh mikroorganisme tanah yang menghasilkan asam-

asam organic sehingga menurunkan pH tanah. Keasaman atau pH pada

permukaan tanah lebih tinggi dari pada lapisan dibawahnya akibat dari seresah

yang mengalami dekomposisi pada permukaan lebih banyak sehingga tanah

mempunyai kandungan bahan organik yang tinggi yang menyebabkan sedimen

tanah menjadi masam. pH tanah dengan kisaran nilai antara 6-7 merupakan pH

yang sesuai untuk pertumbuhan mangrove.Tanah mangrove bersifat netral hingga

sedikit asam karena aktivitas bakteri pereduksi belerang dan adanya sedimentasi

tanah lempung yang asam (Dewi & Herawatiningsih, 2017).


16

2.2 Penelitian yang Relevan

Penelitian mengenai analisis komunitas mangrove telah banyak dilakukan

oleh beberapa peneliti, diantaranya : (1). Penelitian yang dilakukan oleh Susanto

dkk. (2015) melaporkan komunitas mangrove di sekitar jembatan Suramadu sisi

Surabaya meliputi 7 spesies dari 4 famili yaitu Avicenniaceae marina dan

Avicennia alba (Avicenniaceae), Sonneratia alba (Sonneratiaceae), Rhizophora

stylosa, Rhizophora apiculata, dan Rhizophora mucronata (Rhizophoraceae) dan

Xylocarpus molucensis (Meliaceae). Serta Indeks Keanekaragaman spesies

mangrove diperoleh hasil H' = 0,99 berarti sangat rendah, dan indeks dominansi

spesies yaitu 0,6269 berarti dominansi sedang. (2). Wiyanto dan Faiqoh (2015)

melaporkan komunitas mangrove di Teluk Benoa, Bali diperoleh 11 spesies

mangrove sejati (Rhizopora mucronata, Rhizopora stylosa, Rhizopora apiculata,

Avicenia marina, Avicenia officinalis, Sonneratia alba, Sonneratia caseolaris,

Bruguiera gymnorrhyza, Bruguiera cylindrical, Xylocarpus granatum, dan Ceriop

tagal ) dan 1 spesies mangrove ikutan yaitu waru laut (Thespesia popunema). (3).

Spesies mangrove yang ada di Kampung Bahowo Kelurahan Tongkaina Manado

meliputi 2 spesies yaitu Rhizophora apiculata dan Sonneratia alba. Kerapatan dan

Frekuensi dari spesies Rhizophora apiculata memiliki nilai yang tertinggi, akan

tetapi untuk keanekaragaman spesies masih rendah hal ini menunjukkan kondisi

ekologis yang tidak stabil (Sasauw dkk., 2016). (4). Japa dan Santoso (2019)

melaporkan komunitas mangrove di Kecamatan Sekotong Lombok Barat

teridenfikasi 8 spesies, meliputi 5 genus, dan 4 famili. Serta spesies Rhizophora

apiculata tersebar disemua transek penelitian.


17

2.3 Kerangka Berfikir

Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat

dengan ekosistem laut. Mangrove mempunyai fungsi ganda dalam memelihara

keseimbangan siklus biologi dalam suatu perairan laut. Mangrove juga memegang

peranan penting dalam kehidupan manusia karena disamping dapat menghasilkan

kayu yang mempunyai nilai ekonomi juga berfungsi sebagai pelindung pantai dan

daratan. Kawasan mangrove di Kawasan Ekosistem Esensial Bagek Kembar

setiap tahun dimanfaatkan untuk pembangunan tambak garam serta pengambilan

kayu mangrove untuk kebutuhan masyarakat, baik dari skala kecil maupun skala

besar sehingga lama kelamaan mangrove yang berada akan tergusur dan hilang.

Mengingat kondisi mangrove yang ada semakin berubah luasan arealnya dan

ekosistem akan terancam keseimbangannya. Kondisi ini akan semakin rusak

karena tidak ditunjang dari berbagai aspek pengelolaan dan kebijakan yang tidak

berkelanjutan. Sehingga diperlukan analisis komunitas mangrove untuk

pengelolaan mangrove yang berkelanjutan. Alur kerangka berfikir penelitian ini

disajikan dalam Gambar 2.1.


18

Hutan mangrove merupakan salah satu ekosistem yang


berada di wilayah pesisir

Hutan mangrove memiliki manfaat ekologis dan


ekonomi

Kawasan Bagek Kembar merupakan kawasan yang


memiliki ekosistem mangrove.

Kurangnya data ekologis tentang komposisi spesies dan


keanekaragaman spesies mangrove pada ekosistem
mangrove kawasan Bagek Kembar.

Analisis komunitas mangrove

Gambar 2.1. Kerangka Berfikir Analisis Komunitas Mangrove


19

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini ialah deskriptif eksploratif. Penelitian deskriptif

eksploratif ialah penelitian yang menggambarkan keadaan atau status fenomena

dengan cara mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan obyek yang diteliti.

Penelitian ini mendeskripsikan tentang komposisi spesies, keanekaragaman, serta

faktor lingkungan di Kawasan Ekosistem Esensial Bagek Kembar.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2023. Penelitian ini

dilaksanakan di Kawasan Ekosistem Esensial Bagek Kembar Kabupaten Lombok

Barat (Gambar 3.1). Titik koordinat masing-masing transek penelitian dapat

dilihat pada Tabel 3.1.

Harsa Naunik Qudraty

Gambar 3.1. Peta Sebaran Transek Penelitian di Kawasan Ekosistem Esensial


Bagek Kembar
20

Tabel 3.1. Koordinat Setiap Transek Penelitian Kawasan Ekosistem Esensial


Bagek Kembar Kabupaten Lombok Barat

No Transek Titik Koordinat


BT LS
1 BKM01 116°2'57'385'' -8°45'35.50''
2 BKM02 116°3'57'136'' -8°45'36.66''
3 BKM03 116°3'51'199'' -8°45'40.91''
4 BKM04 116°2'56'083'' -8°45'32.78''
5 BKM05 116°2'58'154'' -8°45'39.21''
6 BKM06 116°0'50'300'' -8°76'20.17''
7 BKM07 116°0'49'891'' -8°76'10.14''
8 BKM08 116°0'49'694'' -8°76'02'10''
9 BKM09 116°0'49'630'' -8°76'22'04''
10 BKM10 116°0'49'330'' -8°76'10'26''
11 BKM11 116°0'49'319'' -8°76'04'32''

3.3 Populasi dan Sampel

Populasi dari penelitian ini adalah semua tumbuhan mangrove yang berada

di 11 transek Kawasan Ekosistem Esensial Bagek Kembar Kabupaten Lombok

Barat. Sedangkan sampel penelitian ini adalah semua tumbuhan mangrove yang

tercangkup dalam plot-plot penelitian.

3.4 Variabel Penelitian

Variabel penelitian ini meliputi komposisi spesies mangrove, indeks

keanekaragaman spesies, dan kondisi lingkungan (suhu, pH, salinitas, dan jenis

substrat).

3.5 Alat dan Bahan Penelitian

Berikut alat dan bahan yang akan digunakan dalam penelitian dicantumkan

dalam Tabel 3.2.


21

Tabel 3.2. Daftar Alat dan Bahan Penelitian

No Nama alat dan bahan Jumlah Fungsi


1 Roll meter 1 buah Untuk mengukur panjang transek
dan ukuran kuadrat
2 Pasak 4 buah Untuk menandai kuadrat mangrove
3 Kamera 1 set Sebagai alat dokumentasi
penelitian
4 Meteran jahit 4 buah Untuk mengukur keliling
mangrove
5 GPS 1 buah Untuk mengetahui letak koordinat
setiap plot
6 pH meter 1 Untuk mengetahui pH perairan
bungku
s
7 Refraktormeter 1 buah Untuk mengukur salinitas air laut
8 Alat tulis 1 set Untuk mencatat hasil penelitian
9 Tali nilon 1 Untuk membuat plot atau kuadrat
gulung
10 Tali rafia 1 Untuk membuat plot atau kuadrat
gulung
11 Cat semprot (Pilox) 3 buah Untuk menandai kuadrat mangrove
12 Protractor 1 buah Untuk mengukur ketinggian
mangrove
13 Buku Identifikasi 1 buah Untuk mengidentifikasi mangrove
14 Mangrove - Sebagai bahan penelitian

3.6 Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini dilakukan dengan metode kombinasi antara transek garis (line

transect) dan plot (kuadrat) dengan penentuan letak transek menggunakan teknik

purposive sampling. Transek garis disebar tegak lurus garis pantai ke arah daratan.

Pada masing-masing transek sepanjang 100 m terdapat 3 plot (10x10 m). Gambar

3.2 memperlihatkan desain sebaran plot pada setiap transek (Dharmawan &

Pramudji, 2017). Setiap tegakan vegetasi mangrove yang teramati pada tiap plot

diukur lingkar batangnya pada posisi setinggi dada. Kemudian,

mendokumentasikan spesies mangrove yang diperoleh dengan menggunakan


22

kamera. Spesies tumbuhan yang ditemukan dilokasi penelitian diidentifikasi

langsung dengan menggunakan buku identifikasi (Bei, 2021).

1 2 3

Gambar 3.2. Desain Sebaran Plot pada Transek

3.7 Metode Analisis Data

3.7.1 Komposisi Mangrove

Analisis komposisi spesies mangrove dilakukan secara kualitatif dan

kuantitatif. Data kuantitatif ialah data yang berbentuk bilangan, bersifat variabel

sedangkan data kualitatif ialah data yang mendeskripsikan sesuatu tanpa

menggunakan bilangan. Analisis kualitatif pada penelitian ini disajikan dengan

menggunakan tabel dan gambar spesies mangrove, serta mendeskripsikan spesies

mangrove. Analisis kuantitatif dalam penelitian ini untuk spesies mangrove yang

terdapat di Kawasan Ekosistem Esensial Bagek Kembar Kabupaten Lombok

Barat, kemudian mengambil kesimpulan dari tiap nilai yang diperoleh.

3.7.2 Analisis Keanekaragaman Spesies Mangrove

Untuk mengetahui indeks keanekaragaman spesies pada umumnya

dihitung dengan menggunakan Indeks Keanekaragaman Shannon-Wienner

(Odum, 1993), dengan rumus sebagai berikut:


23

H’ = –∑ Pi ln (Pi)

Dimana Pi = (ni/N)

Keterangan:

H’= Indeks Keanekaragaman Shannon-Wienner.

ni= Jumlah Individu Jenis Ke-1.

N= Jumlah Individu seluruh jenis.

Kriteria nilai indeks keanekaragaman Shannon-Wiener (H’) (Fachrul, 2007)

ialah jika nilai H’< 1 menunjukkan keanekaragaman spesies rendah, nilai 1 ≤ H’ ≤

3 menunjukkan keanekaragaman spesies sedang, nilai H’ > 3 menunjukkan

keanekaragaman spesies tinggi.


24

DAFTAR PUSTAKA

Alwidakdo, A., Azham, Z., & Kamarubayana, L. (2014). Studi pertumbuhan


mangrove pada kegiatan rehabilitasi hutan mangrove di Desa Tanjung
Limau Kecamatan Muara Badak Kabupaten Kutai Kartanegara. Jurnal
Agrifor, 13(1), 11-18.
Amirudin, U., & Duwila, D. (2022). Analisis ekonomi potensi kawasan hutan
mangrove di Desa Kipai Kecamatan Patani. Jurnal Ilmu Pendidikan,
Sains, dan Humaniora, 1(2), 52-62.
Bei, A. (2021). Mengenal Mangrove. Balikpapan: Graha Indah.

Dani, R., Arthana, I. W., & Ernawati, N. M. (2021). Analisis vegetasi mangrove
dan kelimpahan biota (Crustacea) yang berasosiasi di Pantai Selatan
Kabupaten Manggarai Timur. Journal of Marine and Aquatic Sciences,
7(1), 57-67. doi: https://doi.org/10.24843/jmas.2021.v07.i01.
Darmadi, D., Lewaru, M. H., & Khan, A. M. A. (2012). Struktur komunitas
vegetasi mangrove berdasarkan karakteristik substrat di Muara Harmin
Desa Cangkring Kecamatan Cantigi Kabupaten Indramayu. Jurnal
Perikanan dan Kelautan, 3(3), 347-348.
Dewi, S. K., & Herawatiningsih, R. (2017). Kondisi tanah dalam kawasan
mangrove di Desa Nusapati Kabupaten Mempawah Kalimantan Barat.
Jurnal Hutan Lestari, 5(2), 177-182.
Dharmawan, I. W. E., & Pramudji, S. (2014). Panduan Monitoring Status
Ekosistem Mangrove. Bogor: PT. Sarana Komunikasi Utama.
Dharmawan, I. W. E., & Pramudji, S. (2017). Panduan Pemantauan Komunitas
Mangrove. Edisi ke-2. Jakarta: Pusat Penelitian Oseanografi LIPI.
Djamaluddin, R. (2016). Mangrove, Biologi, Ekologi, Rehabilitasi, dan
Konservasi. Manado: Unsrat Press.
Ewusie, J. Y. (1990). Ekologi Tropika. Bandung: ITB.

Fachrul, M. F. (2007). Metode Sampling Bioekologi. Jakarta: Bumi Aksara.

Faida, F., Sulaeman, S. M., & Pitopang, R. (2017). Komposisi vegetasi semak
pada dua tipe “Land Use” di Desa Pangalasiang Kecamatan Sojol di Desa
Pangalasiang Kecamatan Sojol Kabupaten Donggala Sulawesi Tengah.
Jurnal Biocelebes, 11(1), 21-29
25

Farista, B., & Virgota, A. (2021). Serapan karbon hutan mangrove di Bagek
Kembar Kecamatan Sekotong Kabupaten Lombok Barat. Bioscientist:
Jurnal Ilmiah Biologi, 9(1), 170-178. doi:
https://doi.org/10.33394/bioscientist.v9i1.3777.
Fauziah, F., Komala, R., & Hadi, T. A. (2018). Struktur komunitas karang keras
(bangsa Scleractina) di pulau yang berada di dalam dan luar kawasan
Taman Nasional Kepulauan Seribu. Bioma, 14(1), 10-18. doi:
https://doi.org/10.21009/Bioma14(1).6.
Hambaran, H., Linda, R., & Lovadi, I. (2014). Analisa vegetasi mangrove di
Desa Sebubus Kecamatan Paloh Kabupaten Sambas. Protobiont, 3(2),
201-208.
Husamah, H., Rohman, F., & Sutomo, H. (2016). Struktur komunitas Collembola
pada tiga tipe habitat sepanjang daerah aliran Sungai Brantas Hulu Kota
Batu. Jurnal Pendidikan Biologi, 9(1), 41-50. doi:
https://doi.org/10.20961/bioedukasi-uns.v9i1.3886.
Japa, L., & Santoso, D. (2019). Analisis komunitas mangrove di Kecamatan
Sekotong Lombok Barat NTB. Jurnal Biologi Tropis, 19(1), 25–33.
doi:https://doi.org/10.29303/jbt.v19i1.1001.
Japa, L., Karnan, K., & Santoso, D. (2021). Community of mangrove category
tree and sapling in the Sekotong Bay, West Lombok. Jurnal Biologi
Tropis, 21(2), 441–447. doi: https://doi.org/10.29303/jbt.v21i2.2698.
Juwinda, S., Kusen, J., & Schaduw, J. (2016). Struktur komunitas mangrove di
Kelurahan Tongkaina Manado. Jurnal Pesisir dan Laut Tropis, 4(2), 17-
22. doi: https://doi.org/10.35800/jplt.4.2.2016.13929.
Juwita, R. (2017). Keanekaragaman makrozoobentos sebagai bioindikator
kualitas perairan sungai sebukhas di Desa Bumi Agung Kecamatan
Belalau Lampung Barat [Skripsi], Universitas Islam Negri Raden Intan
Lampung, Lampung.
Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. (2020). Hari mangrove
sedunia, KKP targetkan rehabilitasi 200 Ha lahan mangrove di 2020.
Retrieved August, 3 2023, from Interactwebsite:
https://kkp.go.id/djprl/artikel/21994-hari-mangrove-sedunia-kkp-
targetkan-rehabilitasi-200-ha-lahan-mangrove-di-202.
Kennish, M. J. (1990). Ecology of Estuaries. Boston: CRC Press.

Kholifi, K., Wardhani, M. K., & Muhsoni, F. (2021). Parameter lingkungan


habitat mangrove di Kecamatan Modung Kabupaten Bangkalan. Juvenil,
2(2), 76-86.
26

Khow, N. M. (2002). Laju dekomposisi serasah mangrove di Pantai Kuri


Kabupaten Maros [Skripsi], Universitas Hasanuddin, Makassar.
Maknun, D. (2017). Ekologi: Populasi, Komunitas, Ekosistem Mewujudkan
Kampus Hiijau, Asri, Islami, dan Ilmiah. Cirebon: Nurjati Press.
Marbawa, I. K. C., Astarini, I. A., & Mahardika, I. G. (2014). Analisis vegetasi
mangrove untuk strategi pengelolaan ekosistem berkelanjutan di Taman
Nasional Bali Barat. Jurnal Ilmu Lingkungan, 8(1), 24 – 38.
Marbun, Y. K., Jaya, M. A., Rais, M., Sari, D. P., & Damanik, R. M. S. (2022).
Analisis perubahan luasan tutupan hutan hangrove di Kecamatan
Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat. Journal of Laguna Geography, 1(1),
1-8.
Nontji, A. (2007). Laut Nusantara. Jakarta: Djambatan.

Noor, Y. R., Khazali, M., & Suryadiputra, I. N. N. (1999). Panduan Pengenalan


Mangrove di Indonesia. PHKA/Wi-IP., Bogor.
Nybakken, J. W. (1992). Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis. Jakarta:
PT.Gramedia Pustaka Utama.
Odum, E. P. (1993). Dasar-Dasar Ekologi. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Qomariah, S., Hatta, G. M., & Fithria, A. (2021). Rekomendasi penetapan
Kawasan ekosistem esensial di Desa Panjaratan. Jurnal Hutan Tropis, 9(2),
282-290.
Rahim, S., & Baderan, D. W. K. (2019). Komposisi jenis, struktur komunitas, dan
keanekaragamn mangrove asosiasi langge Kabupaten Gorontalo Utara
Provinsi Gorontalo. Jurnal Ilmu Lingkungan, 17(1), 181-188.
Rao, S. (1994). Mikroba Tanah dan Pertumbuhan Tanaman. Jakarta : Universitas
Indonesia Press.
Sasauw, J., Kusen, J., & Schaduw, J. (2016). Struktur komunitas mangrove di
Kelurahan Tongkaina Manado. Jurnal Pesisir dan Laut Tropis, 2(1), 17-
22.
Schaduw, J. N. W. (2018). Struktur komunitas dan persentase penutupan kanopi
mangrove Pulau Salawati Kabupaten Kepulauan Raja Ampat Provinsi
Papua Barat. Geografi Indonesia, 33(1), 26-34.
Soeroyo, S. (1992). Sifat, Fungsi dan Peranan Hutan Mangrove. Jakarta: LIPI.
27

Sribianti, I. (2008). Valuasi ekonomi lahan mangrove pada berbagai sistem


pengelolaan di Sulawesi Selatan [Disertasi], Universitas Hasanuddin,
Makassar.
Susiana, S. (2015). Analisis kualitas air ekosistem mangrove di Estuari Perancak,
Bali. Jurnal Ilmiah Agribisnis dan Perikanan, 8(1), 1-8.
Susilo, S. (2017). Analisis vegetasi mangrove (Rhizophora) di pesisir pantai Pulau
Menjangan Besar Karimunjawa. Jurnal Biomedika, 10(2), 59-68.
Tomlinson, P. B. (1994). The Botany of Mangrove. Cambridge University Press:
Cambridge.
Vincentius, A. (2020). Sumber daya ikan ekonomis penting dalam habitat
Mangrove. Yogyakarta: Deepublish.
Widigdo, B. (2001). Rumusan Kriteria Ekobiologis dalam Menentukan Potensi
Alami Kawasan Pesisir untuk Budidaya Tambak. Bogor: Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB.
Wiyanto, D. B., & Elok, F. (2015). Analisis vegetasi dan struktur komunitas
mangrove di Teluk Benoa, Bali. Journal of Marine and Aquatic Sciences,
1(1), 1-7. doi: https://doi.org/10.24843/jmas.2015.v1.i01.1-7.

Anda mungkin juga menyukai