Anda di halaman 1dari 69

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/335128686

MANGGROVE dan Strategi Pengelolaannya

Book · August 2019

CITATIONS READS

0 2,877

1 author:

Nabil Zurba
Teuku Umar University
12 PUBLICATIONS   5 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Unimal press View project

All content following this page was uploaded by Nabil Zurba on 12 August 2019.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


MANGGROVE
Dan Strategi Pengelolaannya
Nabil Zurba

MANGGROVE
Dan Strategi Pengelolaannya
Judul: MANGGROVE, Dan Strategi Pengelolaannya
viii + 58 hal., 15 cm x 23 cm

Cetakan Pertama: Oktober, 2017


Hak Cipta © dilindungi Undang-undang. All Rights Reserved

Penulis:
Nabil Zurba, S.Pi., M.Si

Perancang Sampul dan


Penata Letak: Eriyanto
Pracetak dan Produksi: Unimal Press

Penerbit:

Unimal Press
Jl. Sulawesi No.1-2
Kampus Bukit Indah Lhokseumawe 24351
PO.Box. 141. Telp. 0645-41373. Fax. 0645-44450
Laman: www.unimal.ac.id/unimalpress.
Email: unimalpress@gmail.com

Dilarang keras memfotocopy atau memperbanyak sebahagian atau


seluruh buku ini tanpa seizin tertulis dari Penerbit
Kata Pengantar

Dengan Nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.


Apabila Buku ini Bermanfaat, Ya Allah Semoga Amal Kebaikan
Mengalir Kepada Kedua Orang Tua Hamba. Amin.

Dengan rahmat Tuhan yang Maha Esa, penyusunan buku teks


Mangrove dan Strategi Pengelolaannya telah dapat diselesaikan.
Penyusunan buku teks ini mempunyai tujuan utama, agar terciptanya
pola pikir dan kesadaran kepada masyarakat pesisir khususnya
pesisir di aceh, masyarakat dan akademisi tentang besarnya potensi
yang belum terkelola dengan starategi pengelolaan yang tepat dalam
bentuk ekosistem mangrove
Peranan ekosistem mangrove dalam menunjang kehidupan
masyarakat khususnya masyarakat pesisir sangatlah penting, seperti
mencegah abrasi, sebagai tempat berlindung dan berkembang biak
beberapa jenis ikan, penyerap karbon dari kegiatan sehari hari
bahkan dalam jumlah yang banyak dapat menyerap karbon skala
industri dan dapat diperjual belikan dalam bentuk kredit karbon
(jasa lingkungan) dan mangrove juga mempunyai nilai estetika
dalam wujud wisata mangrove.
Oleh karena itu, isi buku teks ini terdiri dari tujuh bab yang
mencakup Bab 1 Pengenalan Mangrove, Bab 2 Penyebaran Dan
Adaptasi Habitat Mangrove, Bab 3 Peran Mangrove Bagi Ekosistem
Pesisir, Bab 4 Produktifitas Ekosistem Mangrove, Bab 5 Teknik
Analisis Potensi Ekosistem Mangrove, Bab 6 Kerusakan Ekosistem
Mangrove, Bab 7 Strategi Pengeleloaan Jangka Panjang Dan
Berkelanjutan

Buku teks ini diharapkan dapat digunakan sebagai :


a) Pegangan dalam upaya meningkatkan pengelolaan ekosistem
mangrove.

v
b) Kriteria penilaian dalam mengambil kebijakan dalam
pengelolaan mangrove untuk jangka panjang dan berkelanjutan.
c) Pustaka bagi peningkatan pengetahuan khususnya bagi
mahasiswa Universitas Malikussaleh.

Mudah-mudahan buku teks ini dapat mengenai sasarannya.


Buku teks ini dirasakan masih jauh dari sempurna dan diharapkan
masukan dari para pengguna, dan pakar untuk revisi di masa
mendatang sesuai dengan kemajuan ilmu dan teknologi pengelolaan
sumberdaya pesisir khususnya ekosistem mangrove.

Lhokseumawe, 15 Oktober 2017


Penulis

Nabil Zurba

vi
Daftar Isi

Kata Pengantar ...........................................................................................................v


Daftar Isi..................................................................................................................... vii
BAB 1
PENGENALAN MANGGROVE.........................................................................1
(1) Suplai air tawar dan salinitas....................................................3
(2) Pasokan Nutrien .............................................................................3
(3) Stabilitas Substrat ..........................................................................4
Avicennia marina ...........................................................................4
Avicennia alba .................................................................................6
Avicennia officialis ........................................................................7
Sonneratia alba ...............................................................................8
Rhizophora apiculata ...................................................................9
Rhizophora mucronata.............................................................10
Bruguiera gymnorriza...............................................................11
BAB 2
PENYEBARAN DAN ADAPTASI HABITAT MANGROVE ................13
1. Adaptasi terhadap Salinitas....................................................17
2. Adaptasi terhadap kondisi oksigen rendah .....................18
3. Adaptasi terhadap tanah yang labil dan pasang
surut .................................................................................................18
BAB 3
PERAN MANGROVE BAGI EKOSISTEM PESISIR...............................19
3.1 . Peran Bio-ekologis Mangrove ..............................................19
3.2 . Peran Antropogenis Mangrove............................................20
1. Bahan Baku Arang .................................................................20
2. Kayu Bakar................................................................................20
3. Bahan Bangunan.....................................................................20
4. Bahan Baku Chip.....................................................................21
5. Penghasil Tanin.......................................................................21
6. Bahan obat-obatan ................................................................21

vii
BAB 4
PRODUKTIFITAS EKOSISTEM MANGROVE .......................................23
4.1. Mangrove dan Produksi Ikan ................................................24
4.2. Asosiasi Flora dan Fauna Mangrove...................................26
4.3. Potensi karbon.............................................................................27
4.4. Valuasi ekonomi wisata ...........................................................29
BAB 5
TEKNIK ANALISIS POTENSI EKOSISTEM MANGROVE.................31
5.1. Kualitas Vegetasi Mangrove ...................................................31
5.2. Penyerapan karbon dalam bentuk biomassa
manggrove .....................................................................................32
5.3. Nilai Manfaat Perikanan...........................................................33
5.4. Analisis biaya perjalanan dengan metode Travel
Cost Method ...................................................................................34
5.5. Analisis Tujuan Wisata (Expert Couplet Node) ...............36
5.6. Analisis preferensi wisata denagn metode
Contingent Valuation Method.................................................37
5.7. Analisis Stakeholder ..................................................................38
BAB 6
KERUSAKAN EKOSISTEM MANGROVE.................................................45
6.1. Kegiatan Dampak Potensial ...................................................45
BAB 7
STRATEGI PENGELOLAAN JANGKA PANJANG DAN
BERKELANJUTAN............................................................................................47

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................52
RIWAYAT PENULIS ..........................................................................................57

viii
Pengenalan Manggrove

BAB 1
PENGENALAN MANGGROVE

Peristiwa tsunami dahsyat yang melanda kawasan Asia pada


26 Desember 2004 telah menghancurkan hampir seluruh ekosistem
pesisir yang tersapu gelombang tsunami dan menelan banyak korban
jiwa. Kawasan pesisir yang memiliki tingkat kehancuran paling parah
adalah pantai barat Pulau Sumatera khususnya Propinsi Nanggroe
Aceh Darussalam dan Pulau Nias karena memiliki jarak terdekat
dengan episentrum gempa bawah laut yang memicu tsunami. Pada
kawasan pesisir yang terlanda bencana, selain ekosistemnya hancur,
juga terjadi deformasi dan perubahan garis pantai. Ekosistem pesisir
yang ada di kawasan Aceh rusak berat terutama ekosistem
mangrove. Setelah peristiwa tsunami tersebut maka ekosistem
mangrove mendapat perhatian lebih baik dari peneliti maupun
pemerintah. Ekosistem mangrove dipercaya dan terbukti mampu
meredam energi yang ditimbulkan oleh tsunami sehingga kerusakan
yang parah dapat dihindari atau setidaknya dikurangi. Karena
fungsinya tersebut maka rehabilitasi kawasan mangrove dilakukan di
sepanjang pantai yang berpotensi terkena tsunami.
Sebagai suatu ekosistem, mangrove merupakan habitat bagi
berbagai flora dan fauna baik yang menjadikannya sebagai habitat
utama maupun yang berasosiasi dengan mangrove. Beberapa
organisme perairan dari jenis ikan maupun kerang-kerangan
menempati ekosistem ini baik dalam seluruh daur hidupnya maupun
sebagian dari daur hidupnya. Mangrove memiliki produktivitas yang
tinggi dan karena itu mampu mensuplai energi berupa bahan organic
bagi kehidupan biota yang menempatinya. Ekosistem mangrove
menempati formasi pada wilayah ekoton (peralihan) antara
ekosistem laut dan ekosistem daratan. Karena letaknya tersebut
maka ekosistem mangrove menjadi ekosistem yang cukup unik

Universitas Malikussaleh 1
Manggrove dan Strategi Pengelolaannya

dilihat dari peranannya. Secara fisik mangrove berperan sebagai


barrier (penghalang) terjadinya abrasi daratan pantai oleh kekuatan
ombak. Selain itu mangrove berfungsi sebagai jebak hara dan
sedimen yang berasal dari daratan. Fungsi lain yang sangat penting
bagi keberadaan dan keberlanjutan kehidupan di laut adalah
perannya sebagai nursery ground, feeding ground dan spawning
ground dari organisme-organisme di laut. Hilangnya ekosistem
mangrove akan berakibat pada menurunnya fungsi-fungsi tersebut.
Degradasi ekosistem mangrove dapat mengakibatkan disfungsi
ekologis dan dapat mengancam kelestarian sumberdaya perikanan di
laut.

Gambar 1. Pohon Mangrove dan Bentuk Daunnya

Mangrove mencirikan formasi tanaman litoral yang


melindungi pantai tropis dan sub tropis. Mangrove digambarkan
secara beragam sebagai coastal woodland, tidal forest (hutan pasang),
dan mengrove forest (hutan bakau). Bakau sebenarnya hanya salah
satu jenis tumbuhan yang menyusun hutan mangrove, yaitu jenis
Rhizophora spp. Dengan demikian pemberian istilah hutan bakau

2 Nabil Zurba
Pengenalan Manggrove

kurang tepat. Oleh sebab itu ditetapkan istilah hutan mangrove


sebagai nama baku dari mangrove forest. Kata “mangrove” harus
digunakan untuk individu pohon atau semak, sedangkan “mangal”
untuk komunitas beberapa tanaman. Akan tetapi, konteks biasanya
membuat menjadi jelas apakah mangrove berarti pohon mangrove
atau hutan mangrove. Secara umum mangrove adalah pohon-pohon
dan semak-semak yang tumbuh dibawah muka air pasang tertinggi.
Sistem perakarannya terendam secara teratur oleh air laut, bahkan
yang tercampur dengan air tawar. Hutan Mangrove (mangal), atau
hutan pasang, merupakan salah satu ekosistem utama di bumi.
Sekitar 60-75% pantai tropis di tutupi oleh tipe ekosistem ini. Tiga
parameter lingkungan utama yang menentukan kelangsungan hidup
dan pertumbuhan mangrove yaitu :

(1) Suplai air tawar dan salinitas


Ketersediaan air tawar dan konsentrasi kadar garam
(salinitas) mengendalikan efisiensi metabolic vegetasi hutan
mangrove. Ketersediaan air tawar bergantung dari (a) frekwensi dan
volume air system sungai dan irigasi dari darat, (b) frekwensi dan
volume air pertukaran pasang surut, serta (c) tingkat penguapan
(evaporasi) ke atmosfir. Walaupun spesies vegetasi mangrove
memiliki mekanisme adaptasi yang tinggi terhadap salinitas, namun
bila tidak tersedia suplai air tawar akan menyebabkan kadar garam
tanah dan air mencapai kondisi ekstrim sehingga mengancam
kelanhsungan hidupnya. Perubahan penggunaan lahan darat
mengakibatkkan terjadinya modifikkasi masukkan air tawar, yang
tidak hanya menyebabkan perubahan kadar garam, tetapi juga dapat
menubah aliran nutrien dan sedimen ke ekosistem mangrove.

(2) Pasokan Nutrien


Pasokan nutrien bagi ekosistem mangrove ditentukan oleh
berbagai proses yang saling terkait, meliputi input dari ion-ion
mineral anorganik, bahan organic dan pendaurulangan nutrien
secara internal melalui jarringjaring makanan yang berbasis detritus

Universitas Malikussaleh 3
Manggrove dan Strategi Pengelolaannya

(detrital food web). Konsentrasi relatif dan rasio optimal dari nutrien
yang diperlukan untuk pemelhliaraan produktivitas ekosistem
mangrove ditentukan oleh (a) frekwensi, jumlah dan lamanya
penggenangan oleh air asin atau air tawar; dan (b) dinamika yang
kompleks dari sirkulasi internal detritus.

(3) Stabilitas Substrat


Kestabilan substrat, rasio antar erosi dan perubahan letakk
sedimen diatur oleh pergerakkan angin, sirkulasi pasang surut,
partikel tersuspensi, dan kecepatan aliran air tawar. Gerakan air
yang lambat menyebabkan partikel sedimen halus cenderung
mengendap dan berkumpul di dasar. Gerakan awal air yang lambat
pada ekosistem mangrove selanjutnya ditingkatkan oleh adanya
system perakaran mangrove sendiri. Sistem perakaran mangrove
menyebabkan partikel yang sangat halus yang mengandung kadar
organic tinggi akan cepat mengendap disekeliling akar dan
membentuk kumpulan lapisan sedimen.
Hutan mangrove tersusun dari berbagai jenis tumbuhan
mangrove. Pada suatu kawasan hutan mangrove mungkin ada
spesies-spesies yang dominan sementara spesies lain jarang bahkan
tidak ada. Jenis-jenis ini terkadang membentuk asosiasi dan memiliki
karakter yang spesifik. Vegetasi mangrove memiliki bentuk dan
ukuran yang beragam dari bentuk pohon yang menjulang tinggi
samapi bentuk epifit yang menjalar. Beberapa famili dan bentuk
vegetasi mangrove yang banyak ditemukan di Indonesia adalah:

Avicennia marina
Jenis yang tumbuh tegak atau menyebar, ketinggian pohon
mencapai 30 meter. Memiliki sistem perakaran horizontal yang rumit
dan berbentuk pensil (atau berbentuk asparagus), akar nafas tegak
dengan sejumlah lentisel. Kulit kayu halus dengan burik-burik hijau-
abu dan terkelupas dalam bagian-bagian kecil. Ranting muda dan
tangkai daun berwarna kuning, tidak berbulu (Gambar 2).

4 Nabil Zurba
Pengenalan Manggrove

Pohon Daun

Buah Bunga
Gambar 2. Morfologi mangrove jenis Avicennia marina

Jenis ini merupakan tumbuhan pionir pada lahan pantai yang


terlindung, memiliki kemampuan menempati dan tumbuh pada
berbagai habitat pasang-surut, bahkan di tempat asin sekalipun. Jenis
ini merupakan salah satu jenis tumbuhan yang paling umum
ditemukan di habitat pasang-surut. Akarnya sering dilaporkan
membantu pengikatan sedimen dan mempercepat proses
pembentukan tanah timbul. Jenis ini dapat juga bergerombol
membentuk suatu kelompok pada habitat tertentu. Berbuah
sepanjang tahun, kadang-kadang bersifat vivipar. Buah membuka
pada saat telah matang, melalui lapisan dorsal. Buah dapat juga
terbuka karena dimakan semut atau setelah terjadi penyerapan air.

Universitas Malikussaleh 5
Manggrove dan Strategi Pengelolaannya

Avicennia alba
Belukar atau pohon yang tumbuh menyebar dengan
ketinggian mencapai 25 m. Kumpulan pohon membentuk sistem
perakaran horizontal dan akar nafas yang rumit. Akar nafas biasanya
tipis, berbentuk jari (atau seperti asparagus) yang ditutupi oleh
lentisel. Kulit kayu luar berwarna keabu-abuan atau gelap
kecoklatan, beberapa ditumbuhi tonjolan kecil, sementara yang lain
kadangkadang memiliki permukaan yang halus. Pada bagian batang
yang tua, kadangkadang ditemukan serbuk tipis (Gambar 3).

Pohon Daun

Buah Bunga
Gambar 3. Morfologi mangrove jenis Avicennia alba

Merupakan jenis pionir pada habitat rawa mangrove di lokasi


pantai yang terlindung, juga di bagian yang lebih asin di sepanjang
pinggiran sungai yang dipengaruhi pasang surut, serta di sepanjang
garis pantai. Mereka umumnya menyukai bagian muka teluk.
Akarnya dilaporkan dapat membantu pengikatan sedimen dan

6 Nabil Zurba
Pengenalan Manggrove

mempercepat proses pembentukan daratan. Perbungaan terjadi


sepanjang tahun. Genus ini kadang-kadang bersifat vivipar, dimana
sebagian buah berbiak ketika masih menempel di pohon.

Avicennia officialis
Pohon biasanya memiliki ketinggian sampai 12 m, bahkan
kadang-kadang sampai 20 m. Pada umumnya memiliki akar tunjang
dan akar nafas yang tipis, berbentuk jari dan ditutupi oleh sejumlah
lentisel. Kulit kayu bagian luar memiliki permukaan yang halus
berwarna hijau-keabu-abuan sampai abu-abu-kecoklatan serta
memiliki lentisel (Gambar 4).

Pohon Daun

Buah Bunga
Gambar 4. Morfologi mangrove jenis Avicennia officialis

Jenis ini tumbuh di bagian pinggir daratan rawa mangrove,


khususnya di sepanjang sungai yang dipengaruhi pasang surut, di
mulut sungai dan berbunga sepanjang tahun.

Universitas Malikussaleh 7
Manggrove dan Strategi Pengelolaannya

Sonneratia alba
Pohon selalu hijau, tumbuh tersebar, ketinggian hingga 15
meter. Kulit kayu berwarna putih tua hingga coklat, dengan celah
longitudinal yang halus. Akar berbentuk kabel di bawah tanah dan
muncul kepermukaan sebagai akar nafas yang berbentuk kerucut
tumpul dan tingginya mencapai 25 cm (Gambar 5).

Pohon Daun

Buah Bunga
Gambar 5. Morfologi mangrove jenis Sonneratia alba

Jenis pionir, tidak toleran terhadap air tawar dalam periode


yang lama. Menyukai tanah yang bercampur lumpur dan pasir,
kadang-kadang pada batuan dan karang. Sering ditemukan di lokasi
pesisir yang terlindung dari hempasan gelombang, juga di muara dan
sekitar pulau-pulau lepas pantai. Di lokasi dimana jenis tumbuhan
lain telah ditebang, maka jenis ini dapat membentuk tegakan yang
padat. Perbungaan terjadi sepanjang tahun. Bunga hidup tidak terlalu
lama dan mengembang penuh di malam hari, mungkin diserbuki oleh
ngengat, burung dan kelelawar pemakan buah. Di jalur pesisir yang
berkarang mereka tersebar secara vegetatif. Kunang-kunang sering

8 Nabil Zurba
Pengenalan Manggrove

menempel pada pohon ini dikala malam. Buah mengapung karena


adanya jaringan yang mengandung air pada bijinya. Akar nafas tidak
terdapat pada pohon yang tumbuh pada substrat yang keras.

Rhizophora apiculata
Pohon dengan ketinggian mencapai 30 m dengan diameter
batang mencapai 50 cm. Memiliki perakaran yang khas hingga
mencapai ketinggian 5 meter, dan kadang-kadang memiliki akar
udara yang keluar dari cabang. Kulit kayu berwarna abu-abu tua dan
berubah-ubah (Gambar 6).

Pohon Daun

Buah Bunga
Gambar 6. Morfologi mangrove jenis Rhizophora apiculata

Tumbuh pada tanah berlumpur, halus, dalam dan tergenang


pada saat pasang normal. Tidak menyukai substrat yang lebih keras
yang bercampur dengan pasir. Tingkat dominasi dapat mencapai
90% dari vegetasi yang tumbuh di suatu lokasi. Menyukai perairan

Universitas Malikussaleh 9
Manggrove dan Strategi Pengelolaannya

pasang surut yang memiliki pengaruh masukan air tawar yang kuat
secara permanen. Percabangan akarnya dapat tumbuh secara
abnormal karena gangguan kumbang yang menyerang ujung akar.
Kepiting dapat juga menghambat pertumbuhan mereka
karena mengganggu kulit akar anakan. Tumbuh lambat, tetapi
perbungaan terdapat sepanjang tahun.

Rhizophora mucronata
Pohon dengan ketinggian mencapai 27 m, jarang melebihi 30
m. Batang memiliki diameter hingga 70 cm dengan kulit kayu
berwarna gelap hingga hitam dan terdapat celah horizontal. Akar
tunjang dan akar udara yang tumbuh dari percabangan bagian bawah
(Gambar 7).

Pohon Daun

Buah Bunga
Gambar 7. Morfologi mangrove jenis Rhizophora mucronata

10 Nabil Zurba
Pengenalan Manggrove

Pada areal yang sama dengan R.apiculata tetapi lebih toleran


terhadap substrat yang lebih keras dan pasir. Pada umumnya
tumbuh dalam kelompok, dekat atau pada pematang sungai pasang
surut dan di muara sungai, jarang sekali tumbuh pada daerah yang
jauh dari air pasang surut. Pertumbuhan optimal terjadi pada areal
yang tergenang dalam, serta pada tanah yang kaya akan humus.
Merupakan salah satu jenis tumbuhan mangrove yang paling penting
dan paling tersebar luas. Perbungaan terjadi sepanjang tahun.
Anakan seringkali dimakan oleh kepiting, sehingga menghambat
pertumbuhan mereka. Anakan yang telah dikeringkan dibawah
naungan untuk beberapa hari akan lebih tahan terhadap gangguan
kepiting. Hal tersebut mungkin dikarenakan adanya akumulasi tanin
dalam jaringan yang kemudian melindungi mereka.

Bruguiera gymnorriza
Pohon yang selalu hijau dengan ketinggian kadang-kadang
mencapai 30 m. Kulit kayu memiliki lentisel, permukaannya halus
hingga kasar, berwarna abu-abu tua sampai coklat (warna berubah-
ubah). Akarnya seperti papan melebar ke samping di bagian pangkal
pohon, juga memiliki sejumlah akar lutut (Gambar 8).

Pohon Daun

Universitas Malikussaleh 11
Manggrove dan Strategi Pengelolaannya

Buah Bunga
Gambar 8. Morfologi mangrove jenis Bruguiera gymnorriza

Jenis ini merupakan jenis yang dominan pada hutan


mangrove yang tinggi dan merupakan ciri dari perkembangan tahap
akhir dari hutan pantai, serta tahap awal dalam transisi menjadi tipe
vegetasi daratan. Tumbuh di areal dengan salinitas rendah dan
kering, serta tanah yang memiliki aerasi yang baik. Jenis ini toleran
terhadap daerah terlindung maupun yang mendapat sinar matahari
langsung. Mereka juga tumbuh pada tepi daratan dari mangrove,
sepanjang tambak serta sungai pasang surut dan payau. Ditemukan
di tepi pantai hanya jika terjadi erosi pada lahan di hadapannya.
Substrat-nya terdiri dari lumpur, pasir dan kadang-kadang tanah
gambut hitam. Kadang-kadang juga ditemukan di pinggir sungai yang
kurang terpengaruh air laut, hal tersebut dimungkinkan karena
buahnya terbawa arus air atau gelombang pasang. Regenerasinya
seringkali hanya dalam jumlah terbatas. Bunga dan buah terdapat
sepanjang tahun. Bunga relatif besar, memiliki kelopak bunga
berwarna kemerahan, tergantung, dan mengundang burung untuk
melakukan penyerbukan.

12 Nabil Zurba
Penyebaran dan Adaptasi Habitat Magrove

BAB 2

PENYEBARAN DAN ADAPTASI


HABITAT MANGROVE

Persebaran hutan mangrove di Indonesia umumnya teletak di


pantai dataran rendah pulau besar, yaitu di pantai timur Sumatera,
pantai barat dan utara Sulawesi, pantai utara Jawa, dan pesisir
Kaimana dan teluk Bintuni di Papua. Hutan mangrove atau bakau
adalah hutan yang tumbuh di wilayah pesisir pantai. Indonesia
adalah negara dengan jumlah mangrove terbanyak di dunia. Sekitar
3 juta hektar hutan mangrove tumbuh di sepanjang garis pantai
Indonesia. Jumlah ini terbesar dan setara dengan 23 persen dari
semua ekosistem mangrove di dunia. Hutan bakau ditemukan di
banyak wilayah di Indonesia, diantaranya yang paling popular
adalah:
Di Sumatra, hutan bakau terdapat di Kampung Nipah di
kabupaten Serdang Bedagai, Sumatra Utara Di Bali, hutan bakau
terdapat di bagian selatan Bali di teluk Benoa, kabupaten Badung,
seluas 1300 hektar. Di Jawa, hutan bakau terdapat di Muara Angke
dan Pantai Indah Kapuk di Jakarta, Muara Gebong di Bekasi,
Kulonprogo di Yogyakarta dan Wonorejo di Surabaya. Di Kalimantan,
hutan bakau terdapat di Mrgoluyo, Balikpapan, dan di pulau Tarakan,
keduanya berada di Kalimantan Timur. Di Sulawesi terdapat Hutan
Mangrove Bahowo yang terletak di Desa Bahowo, Tongkaina,
Manado, Sulawesi Utara. Di Papua, hutan bakau terdapat di Teluk
Bintuni di pantai timur provinsi Papua Barat dan di Kamiana di
pesisir barat.
Luas mangrove sangat berkaitan dengan kondisi lingkungan
sekitar yang mendukungnya. Perulasan atau penambahan areal
mangrove bergantung pada beberapa faktor antara lain:

Universitas Malikussaleh 13
Manggrove dan Strategi Pengelolaannya

1. Temperatur udara. Sebagian besar mangrove dunia tumbuh pada


daerah topis dan subtropis
2. Arus Laut. Hal ini berhubungan dengan proses penyebaran benih
mangrove yang terbawa oleh arus.
3. Perlindungan dari gelombang. Mangrove berkembang secara baik
pada pantai dimana ada perlindungan dari gelombang atau arus
pasang yang kuat. Seperti pada daerah teluk, estuaria, lagun, dan
pantai-pantai dibelakang pulau.

Gambar 9. Mangrove sebagai pelindung dari gelombang

4. Pantai yang dangkal. Pantai yang lebih dangkal dan lebih luas
akan menjadi daerah yang paling baik ditempati mangrove. Pada
pantai yang curam hanya ditemui fringing mangrove.
5. Air Asin. Air laut memungkinkan spesies untuk tumbuh di daerah
tropic yang kering sepert Laut Merah, Maroko, dimana mereka
tidak dapat hidup jika ditanam di darat.
6. Tinggi pasang (tidal range). Hal ini mengontrol zonasi vertial dari
beberapa spesies mangrove. Dengan demikkian cenderung
mendapatkan kisaran komunitas yang luas pada pantai dengan
tidal range yang besar.

14 Nabil Zurba
Penyebaran dan Adaptasi Habitat Magrove

7. Substrat. Mangrove dapat ditemukan dalam pasir, Lumpur, dan


batuan karang, tetapi mangrove yang paling luas selalu
berhubungan dengan tanah berlumpur dan ini banyak ditemukan
pada daerah delta, lagun, teluk dan estuaria.
Para Pakar telah mengklasifikasi kelompok vegetasi pantai
tropis (asosiasi) berdasarkan pada dominasi kelompok tertentu dari
tanaman vaskuler. Klasifikasi ini telah dimodifikasi dengan
memasukan wilayah dimana evaporasi secara terus menerus
melebihi air tawar yang masuk. Sistem Klasifikasi yang dimodifikasi
oleh MacNae adalah sebagai berikut :
1. Asosiasi Mangrove (mangal). Komunitas tumbuh dibawah garis
pasang tinggi (daerah litoral) terdiri dari beberapa pohon dan
spesies tanaman herbaceous non kayu. Asosiasi mangrove dibatasi
sampai garis pantai terlindung dan umumnya tidak melebihi batas
air tertinggi.
2. Asosiasi Nypa. Asosiasi nipah terjadi kearah darat dan hullu dari
mangrove dalam lingkungan yang terlindung, dan didominasi oleh
pohon palm rhizomattous Nypa fruticans. Di Indonesia Nypa frutican
membentuk hutan monospesifik yang luas di daerah intertidal
sampai suupratidal riverin atau lingkkungan delta (seperti Delta
Mahakam, Delta Berau). Nypa fruticans dapat mentoleransi substrat
yang terlewati air dan keberadaannya umumnya mengindikasikan
pengaruh air tawar yang kuat.
3. Asosiasi Barringtonia. Garis pantai Indonesia dengan tanah
berpasir yang di aliri dengan baik biasanya didominasi oleh
Barringtonia asiatica, yang biasanya ditemukan dibelakang vegetasi
Ipomoea pescaprae, dalam lingkungan yang relatif terlindung.
Komposisi spesies dari asosiasi ini berubah jika menempati di
belakang hutan mangrove.
4. Asosiasi Pes-Caprae. Asosiasi ini sering dicirikan oleh pantai
terbuka dengan terpaan ombak (seperti pantai selatan Jawa dan
Bali). Asosiasi ini didominasi oleh Ipomoea pes-caprae yang biasanya
dibarengi oleh Canavalia sp.,Scaevolla spp., dan Saphora tomentosa.

Universitas Malikussaleh 15
Manggrove dan Strategi Pengelolaannya

Pada pantai selatan Jawa yang terbuka terhadap hempasan angin dan
gelombang, unit vegetasi pes-caprae adalah suatu komponen penting
penstabil pasir.
5. Asosiasi Stalwort. Assosiasi ini untukk mencakup wilayah dimana
evaporasi jauh melebihi input air tawar dari air hujan, air tanah dan
run off sungai, yang terbatas. Assosiasi ini didominasi oleh
semaksemak, Arthrocnenum dan tumbuhan tahunan Salicornia Selain
diklasifikasikan berdasarkan vegetasi yang dominan, penzonasian
mangrove juga didasarkan pada tingkat dan frekwensi perendaman
air pasang yang dikembangkan oleh para pakar.
Kelas 1. Mangrove pada kelas ini digenangi oleh seluruh
pasang tinggi (all high tide). Spesies predominan dalam lingungan ini
adalah Rhizophora apiculata, R. stylosa dan R. mucronata. R.
mucronata menempati daerah dibawah pengaruh air tawar yang
besar sementara R. apiculata, dan R. stylosa berada pada kondisi asin.
Pada beberapa daerah seperti di Teluk Bintuni, Papua, zona ini
sering didominasi oleh hutan Avicennia yang menjadi pionir.
Klas 2. Mangrove pada kelas ini digenangi oleh pasang tinggi
menengah (medium high tide). Spesies predominan dalam lingungan
ini adalah Avicennia alba, A. marina, Sonneratia alba, dan R.
mucronata.
Klas 3. Penggenangan oleh pasang tinggi normal (normal high
tide). Sebagian besar spesies tumbuh dengan subur pada kondisi
ini. Sebagian besar ekosistem mangrove masukk dalam kelas ini.
Sebagian besar spesies ada (memiliki diversitas paling tinggi).
Spesies yang umum adalah Rhizipohora spp (sering mendominasi),
Ceriops tagal, Xylocarpus granatum, Lumnitzera littorea dan
Excoccaria agallocha.
Klas 4. Penggenangan hanya selama pasang tertinggi (spring
tide). Daerahnya biasanya terlalu kering untuk Rhiziphora spp.
Tetapi mungkin ada dalam jumlah keci.l Spesies umum adalah
Bruguiera spp., Xylocarpus spp., Lumnitzera littorea dan
Excoccaria agallocha.

16 Nabil Zurba
Penyebaran dan Adaptasi Habitat Magrove

Klas 5. Penggenangan hanya selama pasang equinoctial.


Spesies predominan adalah Bruguiera gymnorhiz (mendominasi),
Intsia bijuga, Nypa fruticans, Heritiera littoralis, Excoccaria
agallocha, Rhizopora apiculate (jarang), dan Xylocarpus granatum
(jarang).
Hutan mangrove tumbuh pada wilayah pantai tropis dunia
yang lembab. Salah satu pusat distribusi adalah wilayah Asia
Tenggara. Hutan mangrove umumnya berkembang sepanjang
wilayah pantai terlindung dengan dasar Lumpur sampai pasir. Tetapi
dalam beberapa kasus mereka ditemukan pada pantai berbatu yang
tersapu gelombang. Di Indonesia mangrove berkembang baik
sepanjang garis pantai yang menghadap kedalam dari pulau-pulau
besar.
Ekosistem mangrove menempati wilayah dengan kondisi
lingkungan yang fluktuatif. Naik turunnya air pasang setiap hari
menghasilkan penggenangan yang berulang-ulang dalam media air
yang asin dan menciptakan kondisi lingkungan yang berbahaya bagi
tanaman. Kondisi tanah yang berfluktuasi dari salinitas rendah ke
salinitas tinggi, dan tanah bahkan terkadang menjadi anoxic.
Mangrove dapat menempati lingkungan. Dengan kondisi seperti ini
dengan mengembangkan mekanisme adaptasi baik adaptasi
morfologi, anatomi, fisiologi, maupun reproduksi yang mampu
melawan kondisi fluktuasi parameter kimia-fisika yang ekstrim.

1. Adaptasi terhadap Salinitas


Keberadaan salinitas yang tinggi merupakan salah satu
karakteristik lingkungan mangrove. Diantara halophyta ada berbagai
respon adaptasiterhadap salinitas. Beberapa spesies mangrove
menunjukkan rangsangan pertumbuhan dengan bertambahnay
salinitas (seperti Rhiziphora), sementara pertumbuhan optimal
spesies lain terjadi pada salinitas rendah (seperti Oncosperma
tigillarium).
Hidup pada lingkungan asin mengharuskan mangrove untuk
menghadapai pengaruh garam. Didasarkan pada bagaimana mereka

Universitas Malikussaleh 17
Manggrove dan Strategi Pengelolaannya

mengontrol konsentrasi garam (NaCl), mangrove dibagi secara


fungsional kedalam tiga kelompok yaitu:1) yang mengeluarkan
garam (salt secretor); 2) yang tidak mengeluarkan (salt excluders)
dan 3) yang mengakumulasi garam, dalam jaringan (accumulator).
Spesies yang tidak mensekresi seperti Rhizophora, Sonneratia,
Lumnitzera, Hibiscus, dan Eugernia, sementara yang termasuk
secretor adalah Aegiceras, Aegialitis dan Avicennia. Spesies-spesies
baik yang secretor maupun yang nonsecretor, juga Xylocarpus,
Exoecaria, Osbornia, Ceriops, Bruguiera, dsb mengakumulasi NaCl
pada berbagai bagian jaringan tanaman. Seperti daun dan batang
selain mekanisme fisiologis, mereka mengembangkan adaptasi
morfologis untuk mengatasi kadar garam yang tinggi antara lain
dengan memiliki sel-sel khusus dalam daun yang berfungsi untuk
menyimpan garam. Daun-daun mangrove cukup tebal untuk
menyimpan kadar air agar mampu mengatur keseimbangan garam.
Selain itu daunnya memiliki struktur stomata khusus untuk
mengurangi penguapan.

2. Adaptasi terhadap kondisi oksigen rendah


Untuk mengatasi kondisi kekurangan oksigen, pohon
mangrove memiliki bentuk perakaran yang khas, (1) tipe cakar ayam
yang mempunyai pneumatopora (misalnya Avicennia spp, Xylocarpus
spp., dan Sonneratia spp.) untuk mengambil oksigen dari udara; dan
(2) tipe penyangga/tongkat yang mempunyai lentisel (misalnya
Rhizophora spp)

3. Adaptasi terhadap tanah yang labil dan pasang surut


Membentuk struktur akar yang ekstensif dan membentuk
jaringan horizontal yang lebar. Selain untuk memperkokoh pohon,
akar-akar ini juga berfungsi mengambil nutrien dan menahan
sedimen.

18 Nabil Zurba
Peran Magrove Bagi Ekosistem Pesisir

BAB 3

PERAN MANGROVE BAGI


EKOSISTEM PESISIR

3.1 . Peran Bio-ekologis Mangrove


Berdasarkkan karakteristik ekologis maupun biologis
ekosistem mangrove memiliki fungsi yang sangat penting antara lain:

1. Sebagai peredam gelombang dan angin badai, pelindung pantai


dari abrasi, penahan lumpur dan penahan sedimen (sediment trap)
yang diangkut oleh aliran air permukaan.

2. Sebagai penghasil sejumlah besar detritus, terutama yang berasal


dari serasah daun dan ranting pohon mangrove yang rontok.
Sebagian dari detritus ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan
makanan bagi organisme pemakan detritus (detritivore) dan
sebagian lagi didekomposisi oleh bakteri decomposer menjadi
bahan-bahan anorganik (nutrien) yang berperan dalam
menyuburkan perairan dan tentu saja kesuburan mangrove itu
sendiri.

3. Sebagai daerah asuhan (nursery ground), daerah mencari makan


(feeding ground) dan daerah pemijahan (spawning ground).
Bermacam macam biota perairan baik yang hidup diperairan pantai
maupun di lepas pantai. Disamping itu ada beberapa organisme
perairan yang menjadikan ekosistem mangrove sebagai habitat
utamanya. Fungsi ini memungkinkan ekosistem mangrove berperan
dalam memberi energi bagi revitalisasi sumberdaya perikanan di
laut. Selain organisme perairan beberapa hewan dari jenis reptil,
burung dan primata juga menjadikan mangrove manjadi habitatnya.

Universitas Malikussaleh 19
Manggrove dan Strategi Pengelolaannya

3.2 . Peran Antropogenis Mangrove


Fungsi antropogenik adalah fungsi-fungsi yang berhubungan
baik langsungmaupun tidak langsung bagi aktivitas masyarakat.
Salah satu fungsi antropogenik adalah manfaat ekonomis yang
merupakan manfaat yang besifat langsung dari pohon-pohon
mangrove tersebut. Manfaat itu antara lain

1. Bahan Baku Arang


Diantara jenis mangrove yang biasa digunakan sebagai bahan
baku pembuatan arang adalah dari famili Rhizoporaceae seperti
Rhizopora apiculata, R. mucronata, Bruguiera gymnorhiza (Higaki,
1980; Inoue, dkk. 1999 Arang yang terbuat dari jenis-jenis ini memilii
kualitas khusus yang mirip dengan arang Brinco dari Jepang, seperti
berat yang spesifi, keras dan mudah terbaar. Di Asia arang mangrove
terkenal dengan kualitasnya yang baik setelah arang kayu Oak dari
Jepang dan arang Onshyu dari Cina. Di Indonesia proses pembuatan
arang banyak dilakukan di Propinsi Riau dan Kalimantan Barat
dengan system “panglong”.

2. Kayu Bakar.
J enis Rhizoporaceae seperti Rhizopora apiculata, R. mucronata,
Bruguiera gymnorhiza. Merupakan kayu bakar Berkualitas karena
menghasilkan panas yang tinggi dan awet.

3. Bahan Bangunan
Rhizoporaceae seperti Rhizopora apiculata, R. mucronata,
Bruguiera gymnorhiza. Memiliki batang yang lurus panjang dan tahan
lama sehingga banyak digunakkan sebagai tiang-tiang bangunan
rumah yang biasa ditemui didesa-desa pinggir pantai bermangrove.
Selain itu jenis-jenis nypah (Nypa fructicans) daunnya banyak
digunakan sebagai bahan baku atap rumah yang awet sampai lima
tahun.

20 Nabil Zurba
Peran Magrove Bagi Ekosistem Pesisir

4. Bahan Baku Chip.


Chip dari mangrove mampu bersaing dipasar internasional
karena harganya yang relatif murah dibandingkan dengan chip dari
bahan lai (Acassia mangium dll.). Harga chip di pasar Internasional
kurang lebih US$ 40 /ton. Jenis yang cocok digunaan sebagai bahan
chip adalah Rhizoporaceae.

5. Penghasil Tanin
Tanin adalah ekstrak dari kulit kayu jenis tertentu, seperti
Rhizopora apiculata, R. mucronata, dan Xylocarpus granatum. Kadar
tanin dari tiap jenis berbeda. Konsentrasi ekstak cair yang biasa
disebut “Katch” diekspor dalam jumlah besar dan digunakan untuk
menyamak produk kulit seperti sepatu, tas dan sebagainya. Di
Okinawa Jepang, tanian mangrove digunakan dalam industri
kerajinan local sebagai bahan pencelup kain.

Tabel 1. Kandungan tanin dari berbagai jenis mangrove

Jenis Mangrove Kandungan tannin (%)


Bruguiera parviflora 9.10
Rhizopora mucronata 27.60
Ceriops tagal 31.30
Xylocarpus granatum 23.20

6. Bahan obat-obatan
Beberapa jenis mangrove dapat digunakan sebagai bahan
obatobatan tradisional. Air rebusan Rhizopora apiculata dapat
digunakan sebagai astringent. Kulit Rhizopora mucronata dapat
digunakan untuk menghentikan pendarahan. Air rebusan Ceriops
tagal dapat digunakan untuk antiseptik luka dan sebagainya. Air
rebusan Acanthus illicifolius dapat digunakan untuk obat
diabetes/kencing manis. Kulit Ceriops dapat digunakan sebagai
pengganti kina. Selain manfaat langsung, kawasan mangrove juga

Universitas Malikussaleh 21
Manggrove dan Strategi Pengelolaannya

dapat dimanfaatkan sebagai areal mencari ikan, udang dan


kekerangan serta dapat digunakan sebagai areal budidaya ikan.

22 Nabil Zurba
Produktifitas Ekosistem Magrove

BAB 4

PRODUKTIFITAS EKOSISTEM
MANGROVE

Harga bahan bakar minyak (BBM) yang meningkat pesat


mengembalikan nilai ekonomis fungsi kayu-kayu pohon mangrove.
Kayu dari pohon mangrove mampu menggantikan bahan bakar
minyak bagi kebutuhan rumah tangga masyarakat pesisir. Fakta-
fakta tersebut di atas menunjukkan betapa pentingnya peranan
mangrove baik secara ekologik maupun antropogenik. Mangrove
merupakan formasi tumbuhan pantai yang kompleks dan dinamis.
Kompleksitas mangrove selain disebabkan oleh bentuk-bentuk
formasinya yang beragam juga karena interaksi ekologis yang sangat
banyak. Mangrove merupakan ekosistem intertidal yang dinamis dan
sangat produktif yang umumnya ditemui pada pantai terlindung,
estuaria dan lingkungan delta dimana biasanya membentuk unit
vegetasi yang berbeda pada pertemuan daratan dan laut. Karena
habitatnya berada pada daerah intertidal, mangrove dipengaruhi
oleh pasang dan fluktuasi lingkungan yang luas seperti gradien
salinitas yang dikendalikan oleh faktor iklim (seperti curah hujan dan
evaporasi).
Secara ringkas produksi primer bersih pada tanaman adalah
akumulasi total bahan organic baru dalam jaringan tanaman sisa dari
respirasi per unit luas per unit waktu. Umumnya mangrove
ditemukan pada daerah dimana sinar matahari sangat cukup untuk
melakukan fotosintesis. Akan tetapi perbedaan produktivitas
mangrove sangat bervariasi dari satu wilayah dengan wilayah
lainnya. Seharusnya produktivitas lebih tinggi pada daerah dengan
pencahaayan lebih lama dan sedikit mendung dalam tiap bulannya
serta tersedia air tawar yang cukup. Hal ini telah dinyatakan bahwa
mangrove di Australia memiliki laju produksi lebih tinggi

Universitas Malikussaleh 23
Manggrove dan Strategi Pengelolaannya

dibandingkan dengan mangrove di Malaysia berhubungan dengan


kondisi awan yang yang dominan di wilayah Malaysia. Kondisi
llingkungan lebih berpengaruh terhadap produksi dibandingkan
dengan jenis mangrove.

4.1. Mangrove dan Produksi Ikan


Mangrove Merupakan kawasan yang memiliki produktivitas
yang tinggi. Pada ekosistem laut proses produksi berlangsung
melalui pemanfaatan energi matahari oleh organisme autotrop baik
mikro maupun makro. Organisme autotrop mampu merubah bahan
anorganik menjadi bahan organic dengan melibatkan cahaya
matahari. Sumber-sumber bahan anorganik dalam ekosistem laut
banyak berasal dari kawasan pantai.
Ekosistem pantai terutama mangrove mensuplai nutrien atau
bahan anorganik dalam jumah relatif banyak. Bahan organic dari
pohon-pohon mangrove berupa serasah-serasah daun yang
terdekomposisi menjadi bahan anorganik. Nutrien inilah yang
menjadi nutrisi bagi organisme autotrop. Organisme autotrop
mensupai bahan organic bagi organisme konsumen seperti ikan. Jadi
mangrove merupakan salah satu sumber nutrisi bagi organisme di
laut. Selain sumber nutrisi, mangrove juga memilii peran yang sangat
penting bagi kehidupan organisme di laut. Mangrove berperan dalam
siklus hidup jenis-jenis ikan laut. Fungsi ekologis mangrove sebagai
nursery ground, feeding ground maupun spawning ground
menunjukan peran ekosistem ini yang sangat penting bagi kehidupan
di laut.
Mangrove merupakan daerah asuhan, daerah mencari makan,
daerah pemijahan bagi sejumlah ikan dan kerang-kerangan yang
bernilai ekonomis penting. Di Mangrove Sundaran ada 120 spesies
ikan ditangkap, hamper semuanya merupakan spesies di air payau
dan estuarin. Termasuk di dalamnya ikan belanak (Mugilidae spp),
kakap (Lutjanidae spp), bandeng (Chanos chanos), kakap merah
(Lates calcarifer) dan Mujair (Cichlidae spp). Ikan yang paling
menarik perhatian dan mungkin merupakan ikan endemic mangrove

24 Nabil Zurba
Produktifitas Ekosistem Magrove

adalah ikan glodok /mudskipper (Periophthalmus spp.) Sejumah


spesies ikan, moluska dan crustacea menggunakan mangrove sebagai
daerah asuhan (nursery ground). Setidaknya ada 77 spesies finfish di
bawah 60 divisi dari mangrove Samudera Hindia bagian Barat Pasifik
Tengah.
Hutan mangrove juga merupakan habitat yang baik bagi
beberapa alga dan fauna bentik. Selain pohon mangrove yang
menyumbangkan sebagian besar karbon organic, alga bentik juga
merupakan produser primer yang penting. Akar-akar mangrove
memberikkan tempat yang ideal untuk menempelnya alga-alga
bentik. Pertumbuhan penuh dari flora menyebar keseluruh bagian
akar-akar mangrove yang terendam secara permanen, sebagai
contoh di Puerto Rico dimana spesies Acanthophora, Caulerpa,
Hypnea, Lawrencia, Spyridia, Wrangelia dan Valonia, tumbuh dengan
subur. Pada wilayah ini spesies dari genera Centroceras,
Enteromorpha, Murrayella, Pilysiphonia dan Rhizoclonium
menyelimuti bagian zona intertidal. Diatas batas atas pasang
tertinggi, Bostrychia, Caloglossa dan Catenella sering nampak. Akar-
akar mangrove diseluruh dunia umumnya berasosiasi dengan alga
bentik dari genera berikut: Bostrychia, Caloglossa, Catenella, dan
Murrayella. Invertebrata bentik dari mangrove sebagian besar adalah
filter feeder dan deposit feeder. Pada beberapa mangrove, crustacea
dan moluska mendominasi komunitas fauna bentik. Kepiting
menempati bagian terbesar biomass fauna mangrove di Karibia.
Pada daerah intertidal mangrove di Kepualauan Florida
ditempai oleh jenis-jenis kepiting Uca pugillator, U. speciosa, U.
Thayeri dan Eurytium limosum. Diatas batas air tinggi, Aratus pisonii,
Sesarma curacaoense, dan S. reticulatum mencapai kepadatan yang
tanggi. Kepiting Bakau/mud crab Rhithropanopeus harrisii juga
mencapai kelimpahan tinggi pada zona ini. Spesies gastropoda
Cerithium, Cypraea, Littorina, dan melogena mengambil makanan
yang ada di atas lumpur dan memakan akar mangrove. Invertebrata
menggunakan volume yang besar dari substrat untukk mencari
makan dan tempat tinggal. Sebagai contoh fiddler crabs/kepiting
biola (Uca), ghost crabs/kepiting hantu (Dotilla), tropical land crab (

Universitas Malikussaleh 25
Manggrove dan Strategi Pengelolaannya

Cardisoma), dan udang (Upogebia) membuat lubang, meningkatkan


pencampuran dan aerasi sedimen yang memungkinkan oksigen
untuk masuk ke lapisan yang lebih dalam.

Gambar 10. Ikan yang berasosiasi pada ekosistem mangrove

4.2. Asosiasi Flora dan Fauna Mangrove


Hutang mangrove merupakan suatu habitat bagi beberapa
tipe hewan liar (wild animal) termasuk primata, reptile dan burung,
Bentuk mangrove merupakan satu dari beberapa komponen
ekosistem estuarin yang penting dalam kehidupan unggas air
khususnya yang bermigrasi. Selain melindungi dan menyediakan
makan bagi burung-burung, mangrove juga memainkan peranan
penting sebagai tempat breeding (bertelur dan membuat sarang)
bagi burung-burung air yang menetap. Penurunan potensi mangrove
(luas, penyebaran dan pengurangan) mengancam habitat dan
kehidupan beberapa tipe unggas air.
Spesies primata yang sering ditemukan di hutan mangrove di
Jawa dan Sumatera, termasuk monyet ekor panjang (Macaca
fascicularis), sementara di Kalimantan ditemukan spesies monyet

26 Nabil Zurba
Produktifitas Ekosistem Magrove

endemic (Nasalis larvatus). Pada beberapa wilayah konservasi


seperti hutan mangrove di Muara Angke Kapuk, Baluran dan Taman
Nasional Ujung Kulon, monyet hitam berekor panjang (Presbytis
cristata) merupakan spesies primata utama yang ada. Hutan
mangrove juga merupakan rumah bagi beberapa reptile termasuk
monitor lizard (Varanus salvator), small monitor lizard (mabouya
multifasciata) dan beberapa spesies ular. Hewan paling besar yang
menempati hutan mangrove dan rawa-rawa adalah buaya laut
maupun buaya estuarin (Crocodilus porosus).

Gambar 11. Fauna yang terdapat pada ekosistem mangrove

4.3. Potensi karbon


Ekosistem mangrove memiliki tingkat penyerapan lima kali
lebih cepat terhadap unsur karbon di udara jika dibandingkan
dengan hutan di daratan dan ekosistem pesisir lainnya. Pengelolaan
hutan mangrove berkelanjutan cocok untuk penyerapan dan
penyimpanan karbon. Selain melindungi daerah pesisir dari abrasi
tanaman mangrove mampu menyerap emisi yang terlepas dari
lautan dan udara. Penyerapan emisi gas buang menjadi maksimal
karena mangrove memiliki sistem akar napas dan keunikan struktur
tumbuhan pantai. Salah satu akibat kelebihan jumlah karbon di
atmosfer adalah terganggunya keseimbangan energi antara bumi dan
atmosfer, sehingga memicu terjadinya perubahan iklim global.

Universitas Malikussaleh 27
Manggrove dan Strategi Pengelolaannya

Terjadinya peningkatan unsur karbon dalam bentuk gas-gas asam


arang (CO2), gas buang knalpot (CO), metana (CH4) serta gas rumah
kaca dalam jumlah yang mengkhawatirkan telah memicu
pemanasang global.
Metode perdagangan karbon sudah mulai banyak di terapkan
dinegara maju seperti Amerika, Kanada, prancis dan Jepang, dengan
dipelopori oleh protokol Kyoto tahun 2011, maka daerah yang
memiliki luasan ekosistem yang dapat menyerap karbon akan
mendapatkan kompensasi berupa biaya yang akan dibayarkan oleh
negara yang memproduksi karbon dari industri mereka, besaran
yang dibayarkan adalah tahunan dan disesuaikan dengan
kemampuan ekosistem tersebut menyerap karbon dalam satuan Ton,
pembayaranya dilakukan oleh lembaga khusus yang menangani
bidang karbon, negara yang industrinya menghasilkan karbon
mewajibkan semua industri tersebut membayar kredit karbon.

Gambar 12. Mangrove sebagai penyerap dan penyimpan karbon

Harga jual karbon yang saat ini berlaku adalah US $ 2-7 setiap
ton karbon per tahun. Kunci keberhasilannya adalah kemajuan
informasi yang dimiliki baik dalam Pengukuran karbon dalam bentuk
biomassa dan upaya konservasi dari masyarakat agar tidak
dilakukan penebangan liar. Pekerjaan ini berarti sudah bersifat
resource and community based management.

28 Nabil Zurba
Produktifitas Ekosistem Magrove

4.4. Valuasi ekonomi wisata


Komponen biaya perjalanan merupakan kumulatif biaya yang
dikeluarkan wisatawan untuk sampai ke wisata mangrove Kuala
Langsa. Biaya perjalanan terdiri dari biaya transportasi, biaya
konsumsi, pendapatan yang hilang selama melakukan kegiatan
wisata dan biaya lainnya yang medukung kegiatan wisata. Proporsi
biaya yang dikeluarkan oleh wisatawan tentunya berbeda-beda,
sesuai dengan tujuan wisata dan lokasi yang dituju. Setelah ditelaah
lebih rinci, terdapat pola biaya yang dikeluarkan wisatwan pada
lokasi tersebut. Wisatawan mengeluarkan proporsi biaya yang lebih
tinggi untuk konsumsi dan transportasi. Wisata mangrove
merupakan bagian dari wisata pesisir yang memanfaatkan mangrove
sebagai objek wisata.
Pendekatan biaya perjalanan dapat digunakan untuk
memberi masukan kebijakan, serta jasa ekosistem kultural akan
bermanfaat bagi masyrakat dari aspek perlindungan. Perkembangan
wisata telah mampu memberikan berbagai keuntungan sosial,
ekonomi dan lingkungan pada berbagai wilayah pesisir.
Kecenderungan wisatawan untuk menikmati wisata di wilayah
pesisir telah mendorong pertumbuhan di wilayah tersebut, yang
berdampak pada semakin banyaknya masyarakat terlibat dalam
kegiatan pariwisata seperti peningkatan fasilitas dan aksesibilitas.
Akses sumberdaya memiliki nilai untuk melindungi hal tersebut yang
membutuhkan biaya. Pajak sebagai salah satu bentuk biaya pengguna
memiliki pengaruh terkait bagaimana para pembuat kebijakan dapat
menggunakannya sebagai instrumen untuk perlindungan lingkungan.
Sebuah sistem biaya pengguna merupakan hak untuk
penggunaan laut yang dilindungi di bawah sistem hukum negara atau
pemerintah, yang mensyaratkan bahwa entitas atau individu yang
menggunakan laut harus membayar biaya sesuai dengan peraturan
negara. Sistem ini menetapkan bahwa laut merupakan aset milik
negara, serta semua entitas dan individu yang berniat menggunakan
laut untuk melaksanakan produksi dan kegiatan ekonomi lainnya,
harus membayar dalam penggunaannya. Jarak, pendapatan dan

Universitas Malikussaleh 29
Manggrove dan Strategi Pengelolaannya

pendidikan memiliki pengaruh yang tinggi terhadap jumlah


kesediaan membayar. Upaya perlindungan merupakan salah satu
cara menjaga lokasi wisata tetap lestari, oleh karena itu perlunya
kesadaran dari wisatawan bahwansanya dibutuhkan upaya dari
manusia sendiri berupa biaya dalam perbaikan lingkungan walaupun
ekosistem dapat memperbaiki diri sendiri.
Berdasarkan potensi nilai ekonomi total yang sudah
diketahui, sangat penting bagi stakeholder untuk dapat
mempertahankan ataupun menaikan jumlah nilai ekonomi total yang
akan diperoleh pada tahun-tahun berikutnya tetapi tetap
mempertahankan kodisi hutan mangrove agar juga tetap lestari.
Valuasi lingkungan penting terhadap pendataan sumber daya
berharga untuk perlindungan dan mengidentifikasi yaitu nilai
manfaat seperti pada taman nasional yang pengunjung peroleh,
misalnya melalui retribusi, izin dan sumbangan. Kegunaan non pasar
tehnik valusai sebagai alat untuk kebijakan pengelolaan sumberdaya
alam saat ini dianggap umum di beberapa negara. Banyak instansi
mapun lembaga yang menggunakan valuasi lingkungan untuk
keberlanjutan pembiayaan guna mendukung keputusan dalam
penerapan biaya pengguna seperti pada taman nasional dan daerah
perlindungan laut.

Gambar 13. Mangrove sebagai sarana wisata pesisir


30 Nabil Zurba
Teknik Analisis Potensi Ekosistem Magrove

BAB 5

TEKNIK ANALISIS POTENSI


EKOSISTEM MANGROVE

5.1. Kualitas Vegetasi Mangrove


Untuk menghitung tingkat potensi jenis ekosistem mangrove
yang diukur adalah jenis tanaman, jumlah individu, diameter dan
tinggi tanaman. Analisis dominasi jenis dihitung dengan
menggunakan analisis indeks nilai penting. Data vegetasi mangrove
pada tiap petak contoh pengamatan yang dicatat terdiri dari jumlah
semai, anakan dan pohon individu tiap jenis. Metode transek garis
dan petak contoh setiap stasiun dari arah laut ke darat sebanyak 3
petak contoh dalam satu transek, kemudian dibuat 6 transek
menyilang dari kiri ke kanan dengan jarak antar transek 10 meter
seperti skema pada Gambar 14. Namun dalam kondisi tertentu
tataletak transek dapat disesuaikan dengan keberadaan mangrove
dilapangan, apabila dalam posisi transek akan dipasang tidak
terdapat mangrove dapat dipindahkan di tempat terdekat yang ada
mangrovenya, bentuknya juga tidak harus petak persegi, bentuk
dapat mengikuti kondisi kerapatan mangrove di lapangan.

Jarak 10 M Ke Arah daratan

Gambar 14 Petak transek sampling ekologi dan karbon


Keterangan: Petak hijau muda Sampling Semai
Petak hijau lumut Sampling Anakan
Petak hijau tua Sampling Pohon

Universitas Malikussaleh 31
Manggrove dan Strategi Pengelolaannya

Pengambilan data vegetasi mangrove dilakukan dengan


metode transek garis dan petak contoh (line plots transect) dan
identifikasi mengacu pada buku pengenalan jenis jenis mangrove.
Untuk setiap stasiun hanya diambil satu transek garis dari arah laut
ke darat atau sebaliknya dengan tiga petak contoh. Petak contoh
ukuran 10 x 10 m untuk kategori pohon (diameter >10 cm) yang
ditentukan berdasarkan purposif sampling sedangkan petak contoh
ukuran 5 x 5 m untuk kategori anakan (diameter = 2-10 cm)
ditentukan berdasarkan random sampling.

1) Kerapatan :

2) Kerapatan Relatif :

3) Frekuensi :

4) Frekuensi Relatif :

5) Dominansi :

6) Dominansi Relatif :

7) Indeks Nilai Penting : INP = KR + FR + DR

5.2. Penyerapan karbon dalam bentuk biomassa manggrove


Prosedur dalam pengukuran kandungan karbon pohon
dilakukan dengan cara non destruktif (tidak merusak tanaman)
dengan catatan jenis tanaman yang diukur sudah diketahui rumus
allometrik. Model pendugaan biomassa mangrove dapat dibangun
berdasarkan persamaan nilai biomassa dengan diameter.

Wtop = a.DBHb ....................................................................................................... (1)


dengan:
Wtop : Biomassa di atas permukaan tanah (kg)
DBH : Diameter Breast High (diameter setinggi dada=1,3 meter)
a : Koefisien konversi
b : Koefisien allometrik

32 Nabil Zurba
Teknik Analisis Potensi Ekosistem Magrove

Avicennia : a = 1.28 ; b = 1.17


Soneratia alba. : a = 0.184 ; b = 2.35
Rhizophora spp. : a = 0.105 ; b = 2.68
Bruguiera gymnorrhiza : a = 0.186 ; b = 2.31

C = 0,5.W ....................................................................................................................(2)

dengan:
C : Cadangan Karbon (Ton Carbon)
W : Biomassa (kg)
0,5 : Koefisien kadar karbon pada tumbuhan (faktor konversi)

5.3. Nilai Manfaat Perikanan


Manfaat ekonomi sumber daya perikanan dihitung melalui
pendekatan Effect on Production (EOP). EOP merupakan penilaian
ekonomi yang memandang sumber daya alam sebagai input dari
produk akhir yang kemudian digunakan oleh masyarakat. Analisis
data dilakukan dengan cara mentrasformasikan data ke dalam
bentuk logaritma, kemudian dilanjutkan dengan analisis regresi dan
dilanjutkan dengan perhitungan surplus konsumen dengan bantuan
microsoft exel. Adapun langkah-langkah analisis manfaat langsung
perikanan tangkap di ekosistem mangrove sebagai berikut.

a. Menentukan parameter fungsi permintaan perikanan tangkap


sebagai salah satu manfaat langsung ekosistem mangrove,
sebagai berikut:
Ln V = Jumlah Ikan hasil tangkapan (kg/tahun)
X1 = Harga Ikan (Rp/kg)
X2 = Umur responden (tahun)
X3 = Lamanya pendidikan (tahun)S
X4 = Jumlah tanggungan keluarga
X5 = Lamanya menjadi nelayan (tahun)
X6 = Pendapatan (Rp/tahun)

Universitas Malikussaleh 33
Manggrove dan Strategi Pengelolaannya

b. Melakukan transformasi data parameter pemanfaatan kedalam


bentuk logaritma dengan microsoft exel, kemudian dilanjutkan
dengan analisis regresi sehingga menjadi fungsi linier agar dapat
diestimasi koefisien masing-masing parameter, sebagai berikut:

Q = β0+ β1X1 + β2X2 +…… βnXn ……………………………………….......... (3)

c. Hitung nilai konsumen surplus yang merupakan nilai manfaat


langsung ekosistem mangrove persatuan individu nelayan,
sebagai berikut. CS = U- C

d. Hitung Nilai Ekonomi Total (NET) eksosistem mangrove dari


pemanfaatan langsung perikanan tangkap dengan persamaan
sebagai berikut: NET = (CS x N)/L

Dimana: NET = Nilai ekonomi total (Rp/ha/tahun)


CS = Consumen surplus per individu
N = Jumlah nelayan Kuala Langsa (individu)
L = Luas kawasan mangrove (ha)

5.4. Analisis biaya perjalanan dengan metode Travel Cost Method


Metode biaya perjalanan/Travel cost Method (TCM) ini
digunakan untuk mengkaji nilai ekonomi wisata mangrove. Melalui
Travel cost Method, akan dilakukan pengkajian biaya yang
dikeluarkan oleh individu yang melakukan kegiatan wisata di
mangrove. Dengan mengetahui pola dari pengeluaran konsumen,
maka dapat mengkaji berapa nilai (value) yang diberikan konsumen
terhadap sumberdaya alam dan lingkungan. Biaya yang dikeluarkan
untuk mengkonsumsi jasa dari sumberdaya alam digunakan sebagai
proxy untuk menentukan harga dari sumberdaya tersebut.
Pendekatan TCM yang didasarkan pada dua asumsi penting yakni:
Asumsi 1: Pengunjung menempuh perjalanan dengan 1 tujuan yaitu
mengunjungi sebuah tempat/site dalam hal ini wisata
mangrove.

34 Nabil Zurba
Teknik Analisis Potensi Ekosistem Magrove

Asumsi 2: Pengunjung tidak mendapatkan manfaat tertentu


selama perjalanan (misalnya manfaat berupa kepuasan
menikmati pemandangan selama perjalanan), kecuali
manfaat ketika sampai di lokasi yang dituju (kepuasan
terhadap pasir putih, laut yang bersih, dll). Apabila
selama perjalanan pengunjung juga mendapatkan
manfaat selain yang dari lokasi, maka manfaat
perjalanan dan lokasi dianggap sebagai manfaat
bersama (joint goods)

Tahap pertama dari TCM yaitu menduga jumlah kunjungan


berdasarkan fungsi biaya perjalanan dan beberapa faktor lain yang
terkait dengan permintaan terhadap kunjungan. Berikut fungsi
permintaan terhadap kunjungan wisata:
1. Membuat persamaan permintaan rekreasi
Ln V = f(X1,X2,X3,X4,X5)

Keterangan:

V = Jumlah kunjungan (kali)

X1 = Biaya perjalanan rata-rata (Rp)

X2 = Jarak (Km)

X3 = Pendapatan (Rp)

X4 = Pekerjaan (dikuantifikasikan)

X5 = Pendidikan

X6 = Usia

2. Fungsi permintaan ditransformasikan


Q = β0X1β1X2β2.................. Xnβn

LnQ = β0+ β1LnX1+β2LnX2 .......... + LnXn

Universitas Malikussaleh 35
Manggrove dan Strategi Pengelolaannya

LnQ = ((β0+β2(LnX2)+ ........... βn(LnXn)+ β1(LnX1)

LnQ = β + β1LnX1

5.5. Analisis Tujuan Wisata (Expert Couplet Node)


Wisata mangrove sebagai pusat sentral aktivitas pesisir, salah
satu aktivitasnya ialah kegiatan wisata yang menjadi tujuan
masyarakat. Untuk mengetahui tujuan atau alasan keberadaan warga
yang berada di tempat wisata di wisata mangrove, digunakan metode
Expert couplet node sebagai metode untuk mengetahui tujuan
keberadaan wisatawan dalam hal ini sikap dan alasan, sejalan dengan
kebutuhan-kebutuhan informasi yang relevan dalam perencanaan
dan pengembangan khusus kegiatan wisata yang diinginkan. Data
yang dikumpulkan dianalisis secara deskriptif yang kemudian akan
menjadi pengembangan pendekatan yang lebih terintegrasi dan
pandangan untuk pengelolaan wisata mangrove. Untuk mengetahui
hal tersebut dilakukan dengan langkah-langkah berikut:
1). Persepsi survei wisatawan, pembagian kuesioner terhadap
persepsi wisatawan yang berada di wisata mangrove. Wisatawan
ditanya melalui tujuan ataupun alasan mereka berada di lokasi
dengan selain itu wisatawan ditanya terkait persepsi mereka
terhadap aktivitas dan pengelolaan mereka terhadap lokasi
wisata. Bentuk pertanyaan akan dibuat dalam penilaian dan
pengalaman mereka berada di lokasi wisata.
2). Inventarisasi, disusun untuk menetapkan data dasar tentang
rekreasi di wisata mangrove dengan fokus pada kegiatan di laut
dan lingkungan pesisir. Informasi yang terkandung meliputi: jalur
akses ke lokasi; keanggotaan dan berbagai fasilitas rekreasi
klub/organisasi menggunakan lingkungan wisata mangrove.
3). Partisipasi stakeholder, melakukan wawancara dan informasi
masukan dari semua yang relevan dari stakeholder
memungkinkan untuk berbagi potensi data yang tersedia, dalam
mengembangkan pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana
fungsi lingkungan pesisir.

36 Nabil Zurba
Teknik Analisis Potensi Ekosistem Magrove

5.6. Analisis preferensi wisata denagn metode Contingent


Valuation Method
Penilaian berdasarkan preferensi (Contingent Valuation
Method) adalah sebuah metode yang digunakan untuk melihat
atau mengukur seberapa besar nilai suatu barang berdasarkan
estimasi seseorang. Contingent Valuation Method juga dapat dianggap
sebagai suatu pendekatan untuk mengetahui seberapa besar nilai
yang diberikan seseorang untuk memperoleh suatu barang
(willingness to pay, WTP).
Nilai yang akan diperoleh dengan wawancara kepada
individu untuk memberikan sejumlah satuan moneter yang ingin
dibayarkan. Dalam pelaksanaannya responden diwawancarai secara
langsung dengan cara menanyakan kesediaan untuk membayar
terhadap sumberdaya yang ada bersifat non marketable. Kondisi
responden yang seolah-olah dihadapkan pada pasar yang
sesungguhnya saat terjadi transaksi inilah yang disebut sebagai
contingent.
CVM menggunakan WTP sebagai parameter bagi perhitungan
total. Estimasi WTP dapat juga dilakukan dengan menduga hubungan
antara WTP dengan karakterisitik responden yang mencerminkan
tingkat penghargaan pengguna terhadap sumberdaya yang selama
ini dimanfaatkannya atau dikunjungi (Ln V), yang dapat dihitung
sebagai berikut :

WTP = β0+β1X1+β2X2+β3X3
Dengan :
WTP = Kesediaan untuk membayar
Ln V = Jumlah kunjungan (Trip per bulan)
X1 = Biaya perjalanan (Rp per trip)
X2 = Jarak (km)
X3 = Pendapatan (Rp)
X4 = Pekerjaan (dikuantifikasikan: PNS;4, karyawan
swasta;3, wiraswasta;2, belum bekerja;1)

Universitas Malikussaleh 37
Manggrove dan Strategi Pengelolaannya

X5 = Pendidikan (dikuantifikasikan: Strata dua;4, Strata


satu;3, Pelajar;2, Tidak bersekolah;1)
X6 = Usia (tahun)
β0 = Intersep atau standar terendah
β1β2β3 = Koefisien Peubah

Setelah mengetahui tingkat WTP yang dihasilkan per


individu, berdasarkan persamaan diatas, maka total nilai ekonomi
sumberdaya melalui preferensi secara sederhana dapat dilakukan
dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

TB = WTPi x Pt
Dengan :
TB = Total Benefit
WTPi = Nilai WTP per individu (100 responden)
Pt = Total populasi pada tahun ke t yang relevan dengan
analisis

Metode analisis CVM ini digunakan untuk mengetahui


kesediaan membayar pengunjung terhadap wisata mangrove, serta
penilaian terhadap kondisi vegetasi pantai.

5.7. Analisis Stakeholder


Analisis Stakeholder digunakan untuk mengindentifikasi
kelompok pemangku kepentingan yang penting dan menilai
hubungan antar pemangku kepentingan, arti penting dan kekuatan
relatif. Analisis Stakeholder dilakukan melalui pemetaan tiap
pemangku kepentingan ke dalam matriks analisis pemangku
kepentingan berdasarkan tingkat kepentingan dan pengaruh. Hasil
jawaban kuisioner ditransformasikan menjadi data kuantitatif
melalui skoring dengan membuat penilaian kuantitatif tingkat
kepentingan dan pengaruh pemangku kepentingan.

38 Nabil Zurba
Teknik Analisis Potensi Ekosistem Magrove

Penetapan kriteria dan indikator pemangku kepentingan


mengunakan pertanyaan untuk mengukur tingkat kepentingan dan
pengaruh pemangku kepentingan, yaitu pengukuran data berjenjang
lima (Tabel 4). Hasil skoring terhadap tingkat kepentingan dan
pengaruh masing masing pemangku kepentingan di kelompokkan
menurut jenis indikatornya dan disandingkan sehingga membentuk
koordinat/matriks (Gambar 15). Penilaian mengenai tingkat
kepentingan, digunakan panduan penilaian yang tersaji pada Tabel 2,
panduan penilaian yang tersaji pada Tabel 3 untuk mengetahui
besarnya pengaruh.

Tabel 2 Penilaian tingkat kepentingan


No. Variabel Indikator Skor
1 Keterlibatan Tidak terlibat 1
Terlibat 1 proses 2
Terlibat 2 proses 3
Terlibat 3 proses 4
Terlibat seluruh proses 5

2 Manfaat Tidak mendapat manfaat 1


pengelolaan Mendapat 1 manfaat 2
Mendapat 2 manfaat 3
Mendapat 3 manfaat 4
Mendapat 4 manfaat 5

3 Sumberdaya Tidak menyediakan 1


yang Menyediakan 1 sumberdaya 2
disediakan Menyediakan 2 sumberdaya 3
Menyediakan 3 sumberdaya 4
Menyediakan semua 5
sumberdaya
4 Prioritas Tidak prioritas 1
pengelolaan Kurang 2
Cukup 3

Universitas Malikussaleh 39
Manggrove dan Strategi Pengelolaannya

Prioritas 4
Sangat prioritas 5

5 Ketergantungan ≤ 20% bergantung 1


terhadap 21-40% bergantung 2
sumberdaya 41-60% bergantung 3
61-80% bergantung 4
81-100% bergantung 5

Tabel 3 Penilaian tingkat pengaruh


No. Variabel Indikator Skor
1 Aturan/kebijakan Tidak terlibat 1
pengelolaan Terlibat 1 proses 2
Terlibat 2 proses 3
Terlibat 3 proses 4
Terlibat seluruh proses 5

2 Peran dan Tidak berkontribusi 1


partisipasi Berkontribusi dalam 1 2
point
Berkontribusi dalam 2 3
point
Berkontribusi dalam 3 4
point
Berkontribusi dalam 5
seluruh point
3 Kemampuan Tidak ada interaksi 1
dalam Berinteraksi dalam 1 point 2
berinteraksi Berinteraksi dalam 2 point 3
Berinteraksi dalam 3 point 4
Berinteraksi dalam 5
seluruh point
4 Kewenangan Tidak memiliki 1
dalam kewenangan
pengelolaan Kewenangan dalam 1 2
proses

40 Nabil Zurba
Teknik Analisis Potensi Ekosistem Magrove

Kewenangan dalam 2 3
proses
Kewenangan dalam 3 4
proses
Kewenangan dalam 5
seluruh proses
5 Kapasitas Tidak menyediakan 1
sumberdaya yang sumberdaya
disediakan 1 sumberdaya 2
2 sumberdaya 3
3 sumberdaya 4
Seluruh sumberdaya 5
Langkah berikutnya setelah diketahui besarnya nilai
kepentingan dan pengaruh masing-masing stakeholder, yaitu
dipetakan ke dalam matriks kepentingan pengaruh seperti yang
tersaji pada gambar 15. Posisi kuadran pada Gambar 15,
menggambarkan ilustrasi posisi dan peranan yang dimainkan oleh
tiap-tiap stakeholder yang terkait dengan pengelolaan mangrove.
Berikut adalah penjelasan dari masing-masing kuadran tersebut :
1. Kuadran 1 memiliki kepentingan yang tinggi tetapi
pengaruhnya rendah.
2. Kuadran 2 memiliki kepentingan dan pengaruh yang tinggi.
3. Kuadran 3 memiliki kepentingan dan pengaruh yang rendah.
4. Kuadran 4 memiliki kepentingan yang rendah tetapi
pengaruh tinggi.

Pengolahan data kualitatif dari hasil wawancara dapat


dikuantitatifkan

Pengaruh Tinggi Kuadran I Kuadran II

Pengaruh Rendah Kuadran III Kuadran IV

Kepentingan Rendah Kepentingan Tinggi

Universitas Malikussaleh 41
Manggrove dan Strategi Pengelolaannya

Gambar 15 Matriks analisis kepentingan dan pengaruh pemangku


kepentingan
Posisi kuadran pada Gambar 15, menggambarkan ilustrasi
posisi dan peranan yang dimainkan oleh tiap-tiap stakeholder yang
terkait dengan pengelolaan mangrove. Berikut adalah penjelasan dari
masing-masing kuadran tersebut :
1. Kuadran 1 memiliki kepentingan yang tinggi tetapi
pengaruhnya rendah.
2. Kuadran 2 memiliki kepentingan dan pengaruh yang tinggi.
3. Kuadran 3 memiliki kepentingan dan pengaruh yang rendah.
4. Kuadran 4 memiliki kepentingan yang rendah tetapi
pengaruh tinggi.
Pengolahan data kualitatif dari hasil wawancara dapat
dikuantitatifkan dengan mengacu pada pengukuran data, seperti
yang ditunjukkan pada Tabel 4.
Tabel 4 Ukuran kuantitatif terhadap identifikasi pemetaan
stakeholder
Skor Nilai Kriteria Keterangan
Pengaruh
1 1-5 Sangat Tidak mempengaruhi pengelolaan
rendah sumberdaya
2 6-10 Rendah Kurang mempengaruhi pengelolaan
sumberdaya
3 11- Cukup Cukup mempengaruhi pengelolaan
15 sumberdaya
4 16- Tinggi Mempengaruhi pengelolaan sumberdaya
20
5 21- Sangat Sangat mempengaruhi pengelolaan
25 tinggi sumberdaya

Kepentingan
1 1-5 Sangat Tidak bergantung pada keberadaan

42 Nabil Zurba
Teknik Analisis Potensi Ekosistem Magrove

rendah sumberdaya
2 6-10 Rendah Kurang bergantung pada sumberdaya
3 11- Cukup Cukup bergantung pada sumberdaya
15
4 16- Tinggi Bergantung pada sumberdaya
20
5 21- Sangat Sangat bergantung pada sumberdaya
25 tinggi

Koordinasi yang dilakukan masing-masing stakeholder di


dalam pengelolaan potensi sumberdaya dalam ekosistem mangrove
dapat dijelaskan dengan analisis stakeholder. Pemetaan stakeholders
didapatkan dari hasil diskusi mendalam (indepth interview) terhadap
prinsip pengelolaan potensi sumberdaya dalam ekosistem mangrove.
Pemetaan dilakukan berdasarkan tingkat kepentingan dan pengaruh
stakeholder terhadap pengelolaan potensi sumberdaya dalam
ekosistem mangrove, dalam hal ini kepentingan merupakan
pendangan/visi stakeholder terhadap prinsip pengelolaan sedangkan
pengaruh adalah indikasi dari hal-hal yang telah dilakukan oleh
stakeholder terkait dengan masing-masing prinsip pengeloaan
tersebut.
Stakeholder dengan tingkat kepentingan (interest) dan
pengaruh (power) yang tinggi diklasifikasikan sebagai Players
(Kuadran II). Stakeholder ini harus lebih aktif dilibatkan secara
penuh termasuk dalam mengevaluasi strategi baru. Stakeholder
dengan tingkat kepentingan (interest) yang rendah tetapi memiliki
pengaruh (power) yang tinggi diklasifikasikan sebagai Actors
(Kuadran IV). Stakeholder ini dapat mendatangkan resiko sehingga
keberadaannya perlu dipantau dan dikelola dengan baik. Stakeholder
ini relatif pasif, akan tetapi dapat berubah menjadi key palyers karena
suatu peristiwa. Hubungan baik dengan stakeholder ini terus dibina.
Untuk itu segala informasi yang dibutuhkan harus tetap diberikan
sehingga mereka dapat terus berperan aktif dalam pencapaian
tujuan.

Universitas Malikussaleh 43
Manggrove dan Strategi Pengelolaannya

This page is intentionally left blank

44 Nabil Zurba
Kerusakan Ekosistem Magrove

BAB 6
KERUSAKAN EKOSISTEM
MANGROVE

Hancurnya mangrove akibat konversi lahan menjadi areal


pertambakan dan reklamasi pantai untuk pemukiman memberi
dampak negatif bagi lingkungan pesisir. Hampir disepanjang pantai
terjadi abrasi, interusi air laut dan pada pemukiman perkotaan di
pesisir sering terjadi air pasang tinggi. Kerusakan ekosistem
mangrove lebih disebabkan oleh akibat kegiatan manusia
(antropogenik) baik secara langsung maupun tidak langsung.
Kawasan mangrove yang umumnya berada pada daerah pesisir
keberadaanya terancam oleh kebutuhan masyarakat yang berada
disekitarnya. Kebutuhan itu dapat berupa pemanfaatan lahan untuk
pemukiman, sebagai lahan kegiatan ekonomi seperti industri
maupun pertambakan, kebutuhan bahan bakar non migas dsb.
Kebutuhankebutuhan itu memaksa masyarakat untuk melakukan
banyak hal yang dapat merusak hutan mangrove seperti membuka
dan menkonversi lahan serta penebangan liar.
Kerusakan dapat menurunkan fungsi-fungsi mangrove baik
secara bio-ekologis berupa rusaknya sistem maupun fungsi
ekonomis berupa penurunan produksi. Kesalahan managemen hutan
mangrove juga berpotensi besar terhadap degradasi fungsi
mangrove. Ada beberapa dampak yang akan muncul sebagai akibat
aktivitas manusia pada atau sekitar wilayah mangrove. Kerusakan
alami merupakan akibat lanjut dari erusaan akibat kegiatan
antropogenik. Terpaan ombak yang terus-menerus akan merusak
ekosistem mangrove, aan tetapi hal ini itdak akkan terjadi apabila
tidak terjadi penurunan fungsi mangrove sebagai penahan
gelombang akibat kegiatan manusia.

6.1. Kegiatan Dampak Potensial


Tebang Habis

Universitas Malikussaleh 45
Manggrove dan Strategi Pengelolaannya

Berubahnya komposisi tumbuhan, pohonpohon mangrove


akan digantikan oleh spesies-spesies yang nilai komersialnya rendah
dan terjadinya penurunan fungsi sebagai feeding, nursery dan s
pawning ground.

Pengalihan aliran air tawar misalnya pada pembangunan irigasi


Terjadinya peningkatan salinaits dan penurunan kesuburan
mangrove

Konversi menjadi lahan pertanian, perikanan, pemukiman


Mengancam regenerasi stok ikan dan udang diperairan lepas
pantai, terjadi pencemaran laut oleh pencemar yang sebelumnya
diikat oleh substrat mengrove. Terjadi pendangkalan pantai, abrasi
dan intrusi air laut

Pembuangan sampah cair


Penurunan kandungan oksigen, munculnya gas H2S

Pembuangan sampah padat


Memungkinkan tertutupnya pneumatopor yang berakibat
kematian mangrove dan perembasan bahan-bahan pencemar dalam
sampah padat

Pencemaran tumpahan minyak


Mengakibatkan kematian mangrove

Penambangan dan ekstraksi mineral, baik dalam hutan maupun


daerah sekitar hutan
Kerusakan total ekosistem mangrove sehingga
menghancurkan fungsibio-ekologis mangrove dan terjadinya
pengendapan sedimen yang berlebihan yang dapat mematikan
mangrove.⎆

46 Nabil Zurba
Strategi Pengelolaan Jangka Panjang dan Berkelanjutan

BAB 7
STRATEGI PENGELOLAAN JANGKA PANJANG
DAN BERKELANJUTAN

Perencanaan ruang kawasan pesisir diharapkan dapat


mendorong peran serta masyarakat dan swasta dalam
pembangunan. Tata ruang yang dimaksud mencakup penetapan
peruntukan lahan yang terbagi menjadi empat mintakat yaitu: (i)
zona preservasi, (ii) zona konservasi, (iii) zona penyangga, (iv) zona
budidaya (zona pemanfaatan). Pemetaan langkah taktis pada rencana
jangka pendek perbaikan dimaksudkan untuk mempermudah
penerapan.
Setiap stakeholder memiliki kepentingan, kebutuhan, dan
sudut pandang yang berbeda dan harus dapat dikelola dengan baik
sehingga tujuan yang ingin dicapai dapat terwujud. Dalam melakukan
koordinasi antar stakeholder belum terdapat kelembagaan yang
secara fokus mengintegrasikan seluruh stakeholder dalam
pengelolaan perikanan yang komperhensif. Untuk itu diperlukan
suatu model pengelolaan yang dapat mengakomodir semua
kepentingan stakeholder dengan memperhatikan potensi dan peran
yang dapat dilakukan dalam pengelolaan potensi sumberdaya
tangible dan intangible dari ekosistem mangrove. Penyusunan
Rencana Jangka Pendek urutannya sesuai analisis tactical decision
(yang menghasilkan strategi).

Universitas Malikussaleh 47
Manggrove dan Strategi Pengelolaannya

Tabel 5. Langkah taktis dalam pengelolaan ekosistem mangrove


Tahun Ke
Langkah Taktis Stakeholder
1 2 3 4 5
Penyuluhan terhadap nelayan akan urgensi perlindungan habitat DKP, Pawang laot
Meningkatkan kordinasi dan partisipasi aktif stakeholder dengan DKP, Pawang laot, Kades,
membentuk pokja perlindungan habitat Nelayan
Pengawasan area spawning dan nursery ground Pawang laot, Nelayan
Melepaskan tangkapan kepiting, udan dan ikan jika sedang bertelur DKP, Pawang laot, Nelayan
Pemberian sanksi bagi pelanggar perlindungan habitat DKP, Pawang laot, Kades
Pengendalian pencemaran dan pembangunan di sekitar habitat DKP, Nelayan, Kades, BAPEDA
Sosialisasi tentang perikanan berkelanjutan DKP, Nelayan, Pawang laot
Penyuluhan urgensi pemanfaatan hasil hutan non kayu Dishut, Kades, LSM
Pengawasan penebangan liar dan pembangunan liar Dishut, BAPEDA, Kades
Penanaman kembali kawasanan mangrove yang rusak Dishut, Kades, LSM
Sosialisasi Metode Cap and Trade Dishut, LSM, Kades
Mengaplikasikan kredit karbon pada industri skala besar Dishut
Mengaplikasikan kredit karbon pada industri skala kecil Dishut
Mengaplikasikan kredit karbon pada setiap kepala keluarga Dishut, Kades
Membentuk pokja pengawasan hutan dan kredit karbon Dishut, Kades, LSM
Membuat badan hukum pengelola wisata DISPAR, Kades
Sosialisasi wisata pesisir berkelanjutan DISPAR, Kades, BAPEDA
Mempromosikan wisata melalui media online DISPAR
Membuat pokja pengelolaan wisata pesisir DISPAR, Kades
Melengkapi fasilitas yang masih kurang DISPAR, Kades
Mengelola dana CVM untuk kelestarian hutan mangrove DISPAR, Kades
Meningkatkan kordinasi tiap stakeholder dalam pengelolaan
ekosistem mangrove dengan mengadakan pertemuan rutin sebagai Semua Stake holder
sarana komunikasi, penyebaran informasi dan koordinasi

Pembangunan di wilayah pesisir dan laut tersebut akan


terjadi terus menerus, akan tetapi dalam prosesnya melibatkan
berbagai sektor. Pelaksanaan pembangunan tersebut akan masuk
dalam lingkup penggunaan biaya atas pemakaian lahan baik yang
berada di darat maupun di laut. Sistem perundangan di Cina pada
Januari 2002, selain penerapan perundangan serta menerapkan
beberapa prinsip yang membantu perundangan tersebut berjalan.
Salah satu prinsipnya yaitu melakukan penerapan sistem biaya
pengguna. Sebuah wilayah pesisir dan laut yang masuk ke dalam
kategori teluk (bay) memerlukan sebuah rencana pengelolaan
sehingga sebuah kajian komprehensif terhadap dinamika kegiatan
ekonomi maupun dampak lingkungan termasuk dalam konteks ini
lingkungan sosial menjadi sebuah kebutuhan.

48 Nabil Zurba
Strategi Pengelolaan Jangka Panjang dan Berkelanjutan

Besarnya potensi perikanan maka diperlukan upaya


konservasi untuk menjaga hutan mangrove tetap lestari sehingga
dapat berfungsi sebagai nursery dan feeding ground bagi benih-benih
ikan. Dinas perikanan beserta masyarakat harus melindungi dan
membatasi eksplorasi sumberdaya ikan di daerah nursery dan
feeding ground. Melarang menangkap sumberdaya perikanan yang
masih dibawah ukuran yang legal, hal ini dilakukan agar ikan yang
kecil dapat berkembang terlebih dahulu menjadi besar dan memiliki
nilai jual yang tinggi, dan juga melarang tangkapan ikan yang sedang
bertelur, apabila tertangkap harap dilepaskan kembali dengan tujuan
agar memperbayak peluang tertangkap lagi sumberdaya tersebut di
masa yang akan datang. Sistem sosial-ekologi adalah sistem ekologi
yang berhubungan erat dan terpengaruh oleh satu atau lebih sistem
sosial. Sistem sosial-ekologi mengandung unit yang saling
bergantung dan berinteraksi antara satu sama lain yang melibatkan
berbagai subsistem.
Untuk mengelola potensi karbon, bagi dinas terkait agar
membuat sosialisasi dan pelatihan pengelolaan potensi karbon agar
pemahaman akan potensi dan cara mengukurnya dapat dipraktekkan
oleh teknisi dinas, masyarakat dan mahasiswa. Setelah pemahaman
akan potensi karbon sudah di pahami oleh masyarakat, maka dinas
dapat mencoba pilot project pada peraturan daerah tentang sistem
Cap and Trade dalam sistem pengelolaan mangrove.
Pilot project bisa dimulai dengan menetapkan perda kredit
karbon pada perusahaan industri. Mekanismenya adalah
mengestimasi jumlah karbon yang di hasilkan dalam produksi
tahunan makan di kenakan biaya sejumlah tertentu untuk karbon
yang di hasilkan. Industri juga diberikan batas toleran karbon
(karbon yang dapat diserap oleh alam) sejumlah tertentu, dimana
jika industri tersebut menghasilkan karbon dari proses produksi
usahanya dibawah nilai toleran, maka industri tersebut dapat
menjual kredit karbonnya ke industry lain yang kelebihan karbon
pada saat proses produksi.

Universitas Malikussaleh 49
Manggrove dan Strategi Pengelolaannya

Pengelolaan potensi wisata pesisir yang cukup besar dapat


dimaksimalkan dengan tindakan apikatif yang segera dapat
dilakukan adalah membuat lembaga badan hukum yang akan
dikelola oleh masyarakat untuk dapat mengelola wisata mangrove
secara terpadu, seperti menfaatkan WTP dari wisatawan untuk biaya
pemeliharaan dan penanaman manrove yang rusak agar jumlah
mangrove tidak berkurang, lembaga hukum juga memudahkan desa
untuk mendapatkan bantuan dana dari pemerintah ataupun pihak
asing. Penerapan WTP dapat diaplikasikan dalam bentuk tiket masuk
area kawasan wisata mangrove, didalam komponen biaya tiket
masuk harus ada biaya untuk perawatan dan pemeliharaan ekositem
mangrove agar tetap lestari.
Tingginya nilai ekonomi total maka akan sangat besar
peluang ekspolitasi berlebih terhadap sumberdaya, maka perlu
dilakukan tindakan perlindungan terhadap ekosistem mangrove agar
tetap lestari yaitu dengan cara melakukan kegiatan yang berbasis
ekosistem, artinya setiap kegiatan yang dilakukan harus
memperhatikan keberlanjutan terhadap ekosistem mangrove, para
stakeholder harus berkerjasama dalam membuat kebijakan dan
pengawasan. Sistem sosial-ekologi dalam konteks wilayah pesisir
dan laut secara berkelanjutan didefinisikan sebagai sistem yang
melibatkan perantara sosial terkait dengan kelembagaannya”.
Pengelolaan sistem sosial ekologi pesisir dan laut dilakukan secara
adaptif dan holistik. Sistem sosial ekologi dan jasa ekosistem
memiliki keterkaitan dimana manusia sebagai pengguna yang
melakukan tindakan serta sebagai penerima manfaat.
Dinas perikanan dan masyarakat harus membuat program
dan peraturan daerah tentang perlindungan mangrove dari aktifitas
penangkapan ikan yang tidak merusak dan membuat satuan ukuran
dari setiap jenis ikan yang legal untuk di tangkap agar tidak di
ekspoitasi secara berlebih. Segera merekomendasi pembuatan
peraturan daerah dan nasional tentang pemanfaatan mangrove
untuk perdagangan karbon untuk skala internasional dan
menerapkan kredit karbon untuk skala daerah agar mendapatkan
industi yang sadar lingkungan dan dananya dapat di pakai untuk

50 Nabil Zurba
Strategi Pengelolaan Jangka Panjang dan Berkelanjutan

pengelolaan mangrove dan kesejahteraan masyarakat. Mengadakan


pelatihan pengukuran karbon di ekosistem mangrove kepada
masyarakat oleh Dinas kehutanan, agar diperoleh masyarakat yang
paham dan tanggap terhadap sumberdaya di daerahnya. Dinas
pariwisata harus segera mendampingi dan mengarahkan masyarakat
di sekitar untuk mulai menyusun pembentukan lembaga hukum yang
legal. Agar dapat memanfaatkan hasil dari potensi wisata pesisir.
Dinas juga diharapkan untuk gencar melakukan promosi tentang
wisata di media online maupun offline, serta menambah sarana
wisata agar dapat menarik pengunjung yang lebih banyak lagi.
Kepada masyarakat diharapkan terus menjaga ekosistem
mangrove karena dengan menjaganya mereka akan mendapatkan
manfaat ekonomi dan nonekonomi yang dapat digunakan untuk
kebutuhan seharihari, serta kepada akademisi untuk terus
melakukan riset dan penelitian untuk menggali manffat lain yang
belum diketahui dari keberadaan ekosistem mangrove.

Universitas Malikussaleh 51
Manggrove dan Strategi Pengelolaannya

DAFTAR PUSTAKA

Abbas R. 2005. Mekanisme perencanaan partisipasi pemangku


kepentingan Taman Nasional Gunung Rinjani. [Disertasi].
Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Adrianto L, Wahyudin Y. 2004. Modul Pengenalan Konsep dan
Metodologi Valuasi ekonomi Sumberdaya Pesisir dan Laut.
Bogor (ID): IPB.
Adrianto L. 2006. Pengantar penilaian ekonomi sumber daya pesisir
dan laut. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Bogor
(ID): IPB.
Akpaniteaku RC. 2014. Assessment of the approach and potential of
mud crab aquaculture. Global J. of Fisheries and Aquaculture.
2(3):148-151.
Anderies JM, Janssen MA, Ostrom E. 2004. A framework to analyze
the robustness of social-ecological systems from an
institutional perspective. Ecology and Society. 9:11-8.
Arief A. 2003. Hutan Mangrove Fungsi Dan Manfaatnya. Kanisius.
Yogyakarta (ID).
Bengen DG. 2000. Teknik pengambilan contoh dan analisis data
biofisik sumber daya pesisir. Pusat Kajian Sumberdaya
Pesisir dan Lautan. Bogor (ID): IPB.
Bengen, D.G., 2002. Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir dan
Laut serta Prinsip Pengelolaannya. Sinopsis. Pusat Kajian
Sumberdaya Pesisir dan Lautan. IPB.
Bindir S, Unal O, Bindir K, Williams AT. 2013. Willingness to pay as an
economic Instrument for Coastal Management: Cases from
Mersin. Turrkey. Tourism Management. 36: 279-283

52 Nabil Zurba
Daftar Pustaka

Biswas SR, Mallik A, Choudhury J, Nishat A. 2008. A unified


framework for the restoration of Southeast Asian mangroves-
bridging ecology, society and economics. Wetlands Ecology
and Management. 17:365-383.
Boutson A, Mahasawade C, Mawasawade S, Tunkijjanukij S, Arimoto
T. 2009. Use of escape vents to improve size and species
selectivity of collapsible pot for blue swimming crab portunus
pelagicus in Thailand. Fisheries Science. 75:25-33.
Chen C, Bau Y. 2016. Establising a Multi-criteria evaluation Structure
for tourist beaches In Taiwan: A foundation for sustainable
beach tourist. Ocean & Coastal Management. 121: 88-96
Church A, Gibson S, Kanter JO. 2014. UK National Ecosistem
Assessment Follow-on. Work Package Report 5: Cultural
Ecosistem Services and Indicators. UNEP-WCMC, Cambridge
Dahuri, R. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut. Aset Pembangunan
Berkelanjutan Indonesia. Penerbit PT Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta.
Dahuri R, Rais Y, Ginting SP, Sitepu MJ. 2008. PengelolaanSumberdaya
Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu.Pradnya Paramita.
Jakarta (ID).
Daniel, CD, Kauffman J, Murdiyarso D, Kurnianto S, Stidham M,
Kanninen M. 2011. Mangroves among the most carbon rich
forests in the tropics. Nature geoscience. 4(5):293-297 doi:
10.1038/ngeo1123.
Douvere F. 2008. The importance of marine spatial planning in
advancing ecosystem-based sea use management. Marine
Policy. 32:762-771.
Edwards PET. 2009. Sustainable Financing for Coastal Management
in Jamaica: The Potential for Revenues from Tourist User fees.
Marine Policy,33:376- 385.

Universitas Malikussaleh 53
Manggrove dan Strategi Pengelolaannya

Fachrul MF. 2007. Metode Sampling Bioekologi. Jakarta (ID): Bumi


Aksara
Fauzi A, Leimona B, Muhtadi. 2004. Strategi Pengembangan dan
Pembayaran Jasa Lingkungan di Indonesia. Laporan
Lokakarya Nasional. Jakarta (ID).
Ferrol-Schulte D, Wolf M, Ferse S, Glaser M. 2013. Sustainable
Livelihoods Approach in Tropical Coastal and Marine Social-
Ecological Systems: A Review. Marine Policy. 42:253-258.
Garcia SM, Staples DJ. 2000. Sustainability reference Systems and
indicators for responsible marine capture fisheries; a review
of concepts and elements for a set of guidelines. Mar.Fresh
water Press. 51:385-426
Hilmi E, Sahri A, Andriyani N, Syakti AD. 2011. Strategi Konservasi
Karbon Ekosistem Mangrove Berbasis Sistem REDD dan
Demonstrative Activities. Universitas Jenderal Soedirman
Jobstvogt N, Watson V, Kanter JO. 2014. Looking below the surfave:
The Cultural Ecosistem Service Valuesof UK Marine
Protected Area (MPAs). Ecosystem Services. 10: 97-110
Kauffman JB, Donato DC. 2012. Protocols for the measurement,
monitoring and reporting of structure, biomass and carbon
stocks in mangrove forest. Working Paper 86. Bogor (ID):
CIFOR.
Komiyama AS, Poungparn S, Kato. 2005. Common Allometric
Equation for Estimating the Tree Weight of Mangroves, J
Trop Ecol. 21:471-477.
Kusmana C, Sabiham S, Abe K, Watanabe H. 1992. An estimation of
above ground tree biomass of a mangrove forest in East
Sumatra, Indonesia. Tropics. 1(4):243-257.
Lange G. 2015. Tourism in Zanzibar: Incentives for sustainable
management of the coastal environtment. Ecosystem Services.
54: 5-11.

54 Nabil Zurba
Daftar Pustaka

Marsono D. 2004. Peran Rosot Hutan Dalam Pelestarian Bumi.


Konservasi Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup.
Yogyakarta (ID): BIGRAF Publishing Bekerjasama dengan
Sekolah Tinggi Teknik Lingkungan YLH.
Mirera OD, Ochiewo J, Munyi F, Muriuki T. 2013. Heredity or
traditional knowledge: Fishing tactics and dynamics of
artisanal mangrove crab (Scylla) fishery. Ocean & Coastal
Management. 84:119-129.
Moksnes PO. 2002. The relative importance of habitat-specific
settlement predation and juvenile dispersal for distribution
and abundance of young juvenile shore crab Carcinus
maenas L. J. Exp. Mar. Biol. Ecol. 271:41-73.
Mumtas M, Wichin C. 2013. Stakeholder Analysis for Suitenable Land
Marked Management of PAK Phanang River Basin, Thailang.
Procedia-Social and Behavioral Science 91:349-356.
doi:10.1016/j.sbspro.2013.08.432.
Noor YR, Khazali M, Suryadipura INN. 1999. Panduan pengenalan
mangrove di Indonesia. Bogor (ID): PKA/WI/-IP.
O’Mahony C, Gault J, Cummins V, Kopke K. O’Suilleabhain D. 2009.
Assesment of Recreation Activity and its Application to
Integrated Management and Spatial Planning for Cork
Harbour, Ireland. Marine Policy,33:930-937.
Phaneuf DJ, Smith VK, 2005. Recreational demand Models, Handbook
of Enviromental Economics. 15: 672-751
Reed M, Graves A, Dandy N, Posthumus H, Hubacek K, Morris J, Prell
C, Quinn CH, Stringer LC. 2009. Who’s and why? A Thypology
of stakeholder analysis methods for natural resource
management. Journal of Environtmental Management
90(5):1933-1949.doi:10.1016/jjenvman. 2009.01.001.

Universitas Malikussaleh 55
Manggrove dan Strategi Pengelolaannya

Steckenreuter A. Wolf ID. 2013. How to Use Persuasive


Communication to Encourage Visitors to Pay Park User fees.
Tourism Management,37:58-70.
Sunarto. 2008. Peranan Ekologis dan Antropogenis Ekosistem
Mangrove. Bandung (ID): Universitas Padjajaran.
Yulianda F, fahrudin A, Adrianto L, Hutabarat A, Harteti S, Kusharjani,
Kang HS. 2010. Kebijakan Konservasi perairan Laut dan Nilai
valuasi Ekonomi. Bogor (ID): Edisi II Pusdiklat
Kehutanan, Deptan, SECEM-KOICA.
Yulius. 2009. Kajian Pengembangan Wisata Pantai Kategori Rekreasi
Di Teluk Bungus Kota Padang, Provinsi Sumatera Barat
[Tesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Zia UHM. 2006. Strategi Pengelolaan Pariwisata Pesisir di Sendang
Biru Kabupaten Malang Propinsi Jawa Timur [Tesis]. Bogor:
Institut Pertanian Bogor.

56 Nabil Zurba
Riawayat Penulis

RIWAYAT PENULIS

Penulis dilahirkan di Kampung Baro, Sigli, Provinsi Nangroe


Aceh Darussalam pada tanggal 18 Januari 1990, merupakan anak
pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Ir Murdani MP
dan Ibu Mardhiah. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar
di SD Negeri 03 Way Kandis, Bandar Lampung tahun 2002, Sekolah
Menengah Pertama di SMP Negeri 1 Lhokseumawe, Aceh tahun 2005
dan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri Lhokseumawe, Aceh
2008.
Penulis melanjutkan pendidikan S1 di Universitas
Malikussaleh, Program Studi Budidaya Perairan dan meraih gelar
Sarjana Perikanan (SPi) pada tahun 2012. Selanjutnya pada tahun
2013 melalui bantuan Beasiswa Pendidikan Pascasarjana Dalam
Negeri (BPPDN) DIKTI penulis melanjutkan pendidikan pascasarjana
Program Magister (S2) pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya
Pesisir dan Lautan (SPL) Institut Pertanian Bogor. Saat ini penulis
aktif dalam organisasi Asosiasi pemuda Maritim Indonesia (APMI)
cabang Aceh sebagai anggota divisi riset dan teknologi.

Universitas Malikussaleh 57
Manggrove dan Strategi Pengelolaannya

This page is intentionally left blank

58 Nabil Zurba
View publication stats

Anda mungkin juga menyukai