Anda di halaman 1dari 37

STUDI PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS EKOSISTEM DAN

MASYARAKAT DI PULAU WATUBELA KECAMATAN WAKATE


KABUPATEN SERAM BAGIAN TIMUR PROVINSI MALUKU

PROPOSAL PENELITIAN
STUDI PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS EKOSISTEM DAN
MASYARAKAT DI PULAU WATUBELA KECAMATAN WAKATE
KABUPATEN SERAM BAGIAN TIMUR
PROVINSI MALUKU

Oleh :
Mandat Arfan Rumakefing
2009 80 100
JURUSAN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2014

LEMBARAN PENGESAHAN
Judul : Studi Pengelolaan Hutan Berbasis Ekosistem dan Masyarakat di Pulau
Watubela Kecamatan Wakate Kabupaten Seram BagianTimur Provinsi
Maluku.
Nama : Mandat Arfan Rumakefing
NIM : 2009-80-100
Program Studi : Manajemen Hutan

Menyetujui
Pembimbing
I Pembimbing II

Prof. Dr. Ir. A Kastanya,


MS W. N. Imlabla,
SHut, M.Sc
NIP :195508198131002 NIP
:197501292009012002

Mengetahui
Ketua Jurusan Kehutanan
Ir. J. Ch. Hitipeuw, MScF
NIP : 19600419198601101

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas segala
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal
penelitian yang berjudul Studi Pengelolaan Hutan Pulau Watubela
Berbasis Ekosistem dan Masyarakat di Kecamatan Wakate Kabupaten
Seram Bagian Timur Provinsi Maluku.
Pada kesempatan ini, penulis menghaturkan pernyataan terima
kasih sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis yang telah
membesarkan, memelihara dan mendidik penulis selama ini. Penulis
menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. A Kastanya,
MS dan Ibu W. N. Imlabla, SHut, M.Sc selaku pembimbing yang telah
membimbing dan memberaikan berbagai masukan berharga kepada
penulis dari mulai menetapkan judul, perbaikan proposal, sampai pada
seminar proposal ini.
Di samping itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada
semua staf pengajar dan pegawai di Program Studi Kehutanan
Universitas Pattimura, serta semua rekan mahasiswa yang tak dapat
disebutkan satu per satu di sini yang telah membantu penulis dalam
menyelesaikan proposal penelitian ini. Semoga proposal ini bermanfaat.

Ambon, September 2014

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman i
Judul..........................................................................................................
Lembaran ii
Pengesahan..............................................................................................
Kata iii
Pengantar.........................................................................................................
Daftar iv
Isi...................................................................................................................
I PENDAHULUAN
I.1 Latar 1
Belakang................................................................................................
I.2 Tujuan 4
Penelitian............................................................................................
I.3 ManfaatPenelitian................................................................................. 4
..........
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengelolaan Hutan Berbasis Ekosistem……………………………….......... 5
2.2 Pengelolaan Hutan 6
Berbasis Masyarakat………………..……………..........
2.3 Konservasi Sumber Daya Alam Hayati……………………………….......... 7
2.4 Pengelolaan Hutan di Daerah Kepulauan………………………….……… 8
2.5 Formasi Ekosistem Hutan Pada Kepulaua………………………………… 9
II METODE PENELITIAN
I
3.1 Tempat dan Waktu 12
Penelitian.........................................................................
3.2 Peralatan dan Objek 12
Penelitian.......................................................................
3.3 Metode 12
Penelitian...........................................................................................
3.4 Metode 1
AnalisisData...................................................................................... 4
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Hutan sebagai salah satu kekayaan alam yang di karuniai oleh Tuhan
Yang Maha Esa kepada umat manusia. Dengan demikian, sumber daya
alam yang dalam pembangunan dewasa ini, di harapkan dapat di
manfaatkan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan dan kemakmuran
bangsa. Untuk itu, hutan perlu di kelola secara baik, lestari dan di
gunakan serba guna terutama untuk memenuhi kepentingan perlindungan
tanah dan air, dan perlindungan alam serta marga satwa, produksi hasil-
hasil hutan dan dapat menjadi sumber mata pencaharian masyarakat di
sekitarnya.
Dalam Undang-Undang Dasar Negara Repoblik Indonesia Tahun
1945 Pasal 33 Ayat (3) menyatakan bahwa: Bumi, air dan kekayaan alam
yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan
sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Dengan demikian, maka
sumber daya alam dan kawasan hutan harus dikelola secara
berkesinambungan sehingga manfaatnya dapat dirasakan oleh
masyarakat Indonesia, baik generasi sekarang maupun yang akan
datang.
Fungsi dan peran hutan sangat penting dalam pembangunan
sekarang, baik dari aspek sosial masyarakat, ekonomi, ekologi,
perlindungan serta memberikan kehidupan secara menyeluruh bagi
mahluk hidup. Olehnya itu, pembangunan di bidang kehutanan haruslah
mengacu pada pemanfaatan sumber daya yang ada sekaligus peningkatan
kebutuhan masyarakat. Tanpa mengabaikan segi kelestarian
lingkungannya (Anonim, 1992). Peran masyarakat dalam melindungi
lingkungannya adalah suatu kewajiban yang dapat di tawar, karena alam
beserta kelebihan-kelebikannya bukan merupakan milik genersi
sekarang saja, tetapi hutang kepada generasi mendatang. Olehnya itu,
setiap generasi harus menjaga kelestariannya agar tetap seimbang dan
mendukung stabilitas kehidupan manusia di bumi.
Upaya pemerintah dalam menanggulangi kerusakan hutan pada
hutan dengan memberdayakan masyarakat di dalam dan sekitar kawasan
hutan di lakukan melalui program KPH (khususnya Kesatuan Pengelolaan
Hutan). Program ini di tujukan untuk memberikan kepastian kepada
masyarakat dalam melakukan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya
hutan dengan mementingkan kesejahteraan masyarakat dan kelestarian
hutan sehingga fungsi pokok dari hutan tidak terganggu.
Dengan adanya upaya pemerintah demikian, maka pada kawasan
hutan masyarakat lokal dengan sendirinya mengadakan penebangan
hutan sesuka hati, tanpa memikirkan dampak dari penebangan hutan
tersebut. Sementara dari pengawasan, hanya beberapa wilaya hutan
saja yang di perhatikan oleh pemerintah sementara wilaya yang
jangkawanya sengat jauh kurang di perhatikan bahkan tidak di
perhatikan sehingga saat ini, hanya kurang dari separuh Indonesia yang
memiliki hutan, dalam merepresentasikan penurunan signifikan dari
luasnya hutan pada awalnya.
Perubahan dan pergeseran paradigma pola pengelolaan sumber
daya hutan saat ini telah memberi peluang kepada masyarakat lokal
untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan pengelolaan dan pemanfaatan
sumber daya hutan.Pelibatan masyarakat lokal dalam pengelolaan
sumber daya hutan diharapkan akan memberikan jaminan keberlanjutan
fungsi ekologi, ekosistem, dan fungsi sosial masyarakat melalui
pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya hutan, karena masyarakat
lokal memiliki sejumlah pengetahuan atau kearifan lokal sebagai hasil
pembelajaran dan pengalaman berinterkasi dengan lingkungan alaminya
dalam jangka waktu yang panjang (Hamzari, 2007).
Antara 1990 dan 2005, negara Indonesia telah kehilangan lebih
dari 28 juta hektar hutan, termasuk 21,7 persen hutan perawan dan kini
hutan-hutan Indonesia adalah beberapa hutan yang paling terancam di
muka bumi. Jumlah hutan-hutan di Indonesia sekarang ini makin turun
dan banyak dihancurkan berkat penebangan hutan, penambangan,
perkebunan agrikultur dalam skala besar, kolonisasi, dan aktivitas lain
yang substansial, seperti memindahkan pertanian dan menebang kayu
untuk bahan bakar sehingga banyak dari sisa-sisa hutan tersebut yang
bisa dikategorikan hutan yang telah ditebangi dan terdegradasi. (Fores
Eco-System Management).
Sedangkan ekosistem merupakan suatu pola interaksi antara
komponen abiotik dan biotik di dalamnya yang saling terkait satu sama
lainnya. Ada beragam jenis ekosistem ini yang jika disatukan maka akan
membentuk biosfer. Salah satu jenis ekositem yang sangat penting
keberadaannya adalah ekosistem hutan. Ia merupakan kelompok
ekosistem alamiah daratan yang sering dijuluki “paru-paru bumi”. Salah
satu parameter mudah untuk menakar kesehatan bumi adalah dengan
mencermati keadaan hutannya. Dan, jika diambil sampel yang ada
dewasa ini, bisa kita simpulkan bumi sedang “sakit” sebab semakin hari
ekosistem hutan semakin terbatas hanya pada wilayah tertentu saja.
Gugus pulau Dalam pengertian secara umum dan menurut Keputusan
Menteri Kelautan dan Perikanan nomor Kep.34/Men/2002, dapat
diartikan sebagai berikut : gugus pulau adalah sekumpulan pulau-pulau
yang secara geografis saling berdekatan, di mana ada keterkaitan erat
dan memiliki ketergantungan atau interaksi antar ekosistem, kondisi
ekonomi, sosial dan budaya, baik secara individual maupun secara
berkelompok, Contohnyakepulauan Watubela yang merupakan daerah
pesisir, mempunyai pantai dan lingkungan laut, merupakan suatu kawasan
yang sangat produktif, ekosistem dan memiliki keaneka ragaman hayati
yang cukup tinggi dan perlu di lestarikan.

Kepulauan Watubela merupakan salah satu gugusan pulau-pulau kecil


yang terletak di Provinsi Maluku, kususnya Kabupaten Seram Bagian
Tuimur. Secara administratif, kepulauan Watubela terdiri atas 6 pulau
berpenghuni, yaitu Pulau Watubela, Pulau Kesuy dan Pulau Teor, serta 3
pulau yang tidak berpenghuni diantaranya Pulau Igar, Pulau Kulkafa dan
Pulau Bama. Dari awal kemerdekan RI 1945 sampai saat ini, gugusan
pulau-pulau Watubela yang memiliki keanekaragaman hayati yang
terkandung didalamnya tersebut belum dilestarikan dengan baik.
(Rosman,2000)
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka penulis akan melakukan
penelitian yang berjudul Studi PengelolaanHutan Berbasis Ekosistem
dan Masyarakat di Pulau Watubela Kecamatan Wakate Kabupaten
Seram Bagian Timur Provinsi Maluku.
1.2. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengetahui nilai-nilai sosial budaya dalam pengelolaan hutan Pulau
Watubela Kecamatan Wakate Kabupaten Seram Bagian Timur.
2. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi hutan Pulau Watubela.
1.3. Manfaat Penelitian
Mafaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah dapat digunakan
sebagai bahan rekomendasi bagi pihak pemerintah daerah dalam hal
ini instansi terkait, untuk memperhatikan kebiasaan atau tradisi
masyarakat dalammelakukan pengelolaan hutan Pulau Watubela.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengelolaan Hutan Berbasis Ekosistem


Pengelolaan hutan berbasis ekosistem berarti berupaya
mempertahankan komposisi jenis pohon dan struktur hutan sebaik
mungkin. Hal ini tentu sangat sulit, walaupun demikian dengan
mempertahankan sebagian besar spesies asli dengan struktur tegakan
yang seimbang maka kondisi awal hutan tropis dapat memberikan
gambaran yang serupa. Umumnya hutan tropis didominasi oleh pohon
dominan dari jenis Dipterocarpaceae dan ko-dominan dari berbagai
jenis pohon lainnya. Dengan demikian, struktur hutan akan terdiri dari
tiga strata pohon dominan dan ko-dominan, sehingga kita akan
mendapatkan tiga sampai lima lapisan pohon dan tumbuhan selain
tumbuhan bawah dalam kawasan hutan utuh. (Fores Eco-System
Management).
Globalisasi telah mendorong terjadinya perubahan mendasar atas
paradigma pengelolaan KehutananIndonesia. Perubahan tersebut diawali
dengan bergesernya sistem pengelolaan Hutan yang semula berbasis
negara (state based forest management) menuju pengelolaan hutan
yang bertumpu pada sumber daya hutan yang berkelanjutan (resources
based management) dan berbasis masyarakat (community base
management). Satu diantara implikasi perubahan sistem tersebut adalah
diberlakukannya desentralisasi pengelolaan hutan kepada pemerintah
daerah dan masyarakat luas. Desentralisasi pengelolan hutan secara
konseptual akan menghasilkan sistem pengelolaan hutan yang bersifat
demokratis, partisipatif dan terbuka.
Dalam konteks sumber daya, paradigma pengelolaan hutan bergeser
dari sistem pengelolaan berbasis komoditas (timber extraction) menuju
sistem pengelolaan hutan berbasis ekosistem (ecosystem based forest
management). Implikasi perubahan tersebut antara lain mengubah
orientasi kelestarian hutan yang semula lebih menekankan pada aspek
ekonomi (produksi kayu), beralih kepada upaya mengakomodir
kelestarian fungsi ekologi dan kelestarian fungsi sosial.
2.2. Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat.
Pengelolaan hutan berbasis masyarakat berbasis masyarakat
merupakaan salah satu alternatif atau pilihan dalam pengelolaan sumber
daya hutan yang saat ini sedang mengelami keterburukan, sebagai
akibat dari kesalahan pengurusan di masa lalu. Hal ini terjadi karena
tidak adanya kepatuhan terhadap prinsip pengelolaan hutan secara
berkelanjutan yang menekankan pada aspek ekonomi, ekologi dan equitu
(keadilan) serta Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33. Bangkitnya
pilihan pada sistem pengelolaan sumber daya hutan berbasis masyarakat
dalam pembangunan kehutanan, disebapkan oleh pengelolaan yang
dilakukan Pemerintah tidak memenuhi persyaratan utama. Hal ini
terbukti dengan adanya deforestasi dan degradasi lingkungan serta
makin banyaknya jumlah masyarakat miskin yang tinggal di sekitar
hutan.
Berbasis masyarakat mengandung arti bahwa masyarakat dengan
segala kemampuan yang ada untuk mengatur pemenuhan kebutuhan-
kebutuhan hidup mereka. Hal ini menunjukan bahwa bukan saja
masyarakat diikut sertakan dalam pengelolaan hutan, melainkan
masyarakat ditempatkan sebagai faktor utama dalam pengelolaan hutan,
baik hutan yang diusahakan pada lahan milik maupun lahan Negara.
Praktek kehutanan masyarakat (berbasis masyarakat) adalah sistem
pengelolaan hutan yang dilakukan individu, komunitas atau kelompok
pada lahan Negara, lahan komunal, lahan adat, atau lahan milik untuk
memenuhi kebutuhan infidual rumatangga dalam masyarakat serta
diusahakan secara komersial atau sekedar subsistem. (Anonim,2005).

2.3. Konervasi Sumber Daya Alam Hayati


Konservasi merupakan pengaturan terhadap proses pemanfaan
sumber daya alam dalam biosfer oleh manusia. Sehingga diperoleh hasil
yang berkelanjutan untuk generasi sekarang dengan menjaga potensinya
untuk memenuhi kebutuhan generasi yang bakan datang. Dengan
demikian, kegiatan konservasi mencakup pemeliharaan, perlindungan,
perbaikan, penggunaan berkelanjutan, pengawetan dan peningkatan
kualitas lingkungan hidup.
Sumber daya alam hayati adalah unsur-unsur hayati yang terdiri
dari sumber daya alam nabati (tumbuhan) dan sumber daya alam hewani
(satwa) yang bersama dengan unsur hayati disekitarnya secara
keseluruhan membentuk ekosistim. Konsevasi sumber daya alam hayati
adalaah pengelolaan sumber daya alam hayati yang pemanfaatannya
dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesenambungan
persediannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas
keanekaragaman dan nilainya (Anonim,1990).
Tujuan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya
berdasarkan UU No. 5 tahun 1990 yaitu untuk mengusahakan
terwujudnya kelestarian sumber daya alam hayati serta keseimbangan
ekosistemnya sehingga dapat lebih mendukung upaya peningkatan
kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia.
Konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dilakukan
melalui tiga (3) kegiatan, yaitu :
1. Perlindungan Sistem Penyangga Kehidupan.
Ditujukan bagi terpeliharanya proses ekologi yang menunjang
kelangsungan kehidupan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Perlindungan sistem penyangga kehidupan melalui usaha-
usaha dan tindakan- tindakan yang berkaitan dengan perlindungan mata
air, tebing, tepian sungai, danau, jurang, pemeliharaan fungsi hidrologi
hutan, pelindungan pantai, pengelolaan daerah aliran sungai.
2. Pengawetan Keanekaragaman Jenis Tumbuhan dan Satwa Beserta
Ekositemnya.
Merupakan usaha untuk menjaga agar keanekaragaman jenis tumbuhan
dan satwa beserta ekosistemnya tidak punah. Kegiatan ini meliputi
penjagaan agar unsure-unsur hayati dan non hayati tidak punah supaya
masing-masing unsur dapat berfubgsi dalam alam dan senatiasa siap
untuk sewaktu-waktu dimanfaatkan bagi kesejahteraan manusia.
3. Pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekositenya.
Pada hakekatnya merupakan usaha pengendalian atau pembatasan dalam
pemanfaatan sumbedaya alam hayati dan ekosistemnya, sehingga
pemanfaatan tersebut dapat dilakukan secara terus menerus pada masa
mendatang.
2.4. Pengelolaan Hutan di Daerah Kepulauan
Pengelolaan hutan di daerah kepulauan tentu memerlukan
spesifikasi karena kondisinya yang berbeda dari hutan-hutan daerah
kontinen. Dengan demikian, pendekatan yang dipakai dalam mengelola
juga harus lebih ekstra hati-hati dan tidak dapat diperlakukan seragam.
Pengelolaan hutan pulau di awali dengan suatu perencanaan
pengelolaan, dimana pulau didelianasi ke dalam zona-zona kawasan
penggunaan. Delianasi pulau ini mengikuti metode penentuan Satuan
Kemampuan Lahan (Land Capability Unit). Metode ini didasarkan pada
kemampuan lahan untuk aman dari erosi dan degradasi yang akurat.
Satuan kemampuan lahan diperoleh dari hasil overlay peta-peta tematik
yang memiliki nilai unit lahan dalam ukuran yang sangat kecil dan terdiri
dari beberapa variabel yang akan dimultiplikasi dengan menggunakan
jasa software Geographical Information System (GIS), akan
memperoleh satuan-satuan lahan sesuai kemampuannya. (Odum, 1993).
Berdasarkan satuan kemampuan lahan inilah, ditetapkan lahan
menurut peruntukannya. Umumnya delianasi tersebut berdasarkan zona
yang terdiri atas zona lindung (protection forest) termasuk kawasan
konservasi dan suaka alam, yang diharapkan merupakan virgin forest
bersuksesi klimaks; zona hutan produksi terbatas, dan zona hutan
produksi, zona penyangga dapat berupa kebun kayu campuran dan
dusung (sistem agroforestry tradisional), zona budidaya tanaman (lahan
perkebunan dan pertanian menetap), zona pemukiman dan zona budidaya
perikanan serta penggunaan lain (industri dan pariwisata).
Mengkaji perubahan paradigma pengelolaan hutan di Indonesia,
maka redesain kehutanan di daerah ini perlu dilakukan secara holistik.
Desain kehutanan disusun dengan mempertimbangkan aspek manajemen,
sifat hutan primer, bahaya kebakaran, teknis, ekonomi dan sosial
masyarakat setempat.
2.5. Formasi Ekosistem Hutan Pada Kepulauan
Formasi ekosistem hutan terjadi akibat pengaruh faktor lingkungan
yang dominan terhadap pembentukan dan perkembangan komunitas
dalam ekosistem hutan. Pengelompokan formasi hutan didasari oleh
paham klimaks, yaitu komunitas akhir yang terjadi selama proses
suksesi. Paham klimaks berkaitan dengan adaptasi tumbuh -tumbuhan
secara keseluruhan mencakup segi fisiologis, morfologis, syarat
pertumbuhan, dan bentuk tumbuhnya, sehingga kondisi ekstrem dari
pengaruh iklim dan tanah akan menyebabkan efek adaptasi pohon serta
tumbuh-tumbuhan lainnya menjadi nyata. Hal tersebut akan
berpengaruh terhadap bentuk susunan ekosistem hutan (formasi hutan).
Berdasarkan atas faktor lingkungan yang memiliki pengaruh
dominan terhadap bentuk susunan komunitas atau ekosistem hutan,
maka ekosistem hutan dikelompokkan ke dalam dua formasi, yaitu
formasi klimafis dan formasi edafis. Formasi klimatis disebut juga
formasi klimaks iklim, sedangkan formasi edafis disebut juga formasi
klimaks edafis. Pengertian dari masing-masing formasi adalah sebagai
berikut.
2.5.1. Formasi Klimatis
Formasi klimatis adalah formasi hutan yang dalam pembentukannya
sangat dipengaruhi oleh unsur-unsur iklim, misalnya temperatur,
kelembapan udara, intensitas cahaya, dan angin. Ekosistem hutan yang
termasuk ke dalam formasi klimatis, yaitu hutan hujan tropis, hutan
musim, dan hutan gambut (Santoso,1996; Direktorat Jenderal
Kehutanan, 1976). Menurut Schimper (1903 dalam Arief, 1994),
ekosistem hutan yang termasuk ke dalam formasi klimatis, yailu hutan
hujan tropis, hutan musim, hutan sabana, hutan duri, hutan hujan
subtropis, hutan hujan temperate, hutan konifer, dan hutan pegunungan.
Menurul Davy (1938 dalam Arief,1994), hutan-hutan yang termasuk ke
dalam formasi klimatis adalah hutan hujan tropis, hutan semi hujan,
hutan musim, hutan pegunungan atau hutan temperate, hutan konifer,
hutan bambu atau hutan Gramineae berkayu, dan hutan Alpine.
2.5.2. Formasi Edafis
Formasi edafis adalah formasi hutan yang dalam pembentukannya
sangat dipengaruhi oleh keadaan tanah, misalnya sifat-sifat fisika, sifat
kimia, dan sifat biologi tanah, serta kelembapan tanah. Ekosistem hutan
yang termasuk ke dalam formasi edafis, yaitu hutan rawa, hutan payau,
dan hutan pantai. Schimper, 1903 dalam Arief, 1994 menyebutkan
hutan-hutan yang termasuk ke dalam formasi klimatis mencakup hutan
tepian, hutan rawa, hutan pantai, dan hutan mangrove. Menurut Davy
(1938 dalam Arief, 1994) yang termasuk ke dalam kelompok formasi
edafis, yaitu hutan riparian, hutan rawa, hutan mangrove, hutan pantai,
hutan kering selalu hijau, hutan sabana, hutan palma atau hutan nipah,
dan hutan duri. Hutan riparian (riparian forest) dianggap sebagai
subtipe hutan hujan tropis, sedangkan hutan nipah (nipha forest) sering
dianggap sebagai konsosiasi dari hutan payau atau hutan rawa;
bergantung kepada faktor edafisnya.

III. METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu


Penelitian ini rencananya akan dilaksanakan di Pulau Watubela
Kecamatan Wakate Kabupaten Seram Bagian Timur Provinsi Maluku, dan
berlangsung pada bulan september 2014 sampai selesai.

3.2. Peralatan dan Objek Penelitian


3.2.1. Peralatan Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alat tulis menulis,
quistioner, kalkulator, kompas, dan alat potret (kamera digital).
3.2.2. Objek Penelitian
Adapun objek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
meliputi Masyarakat Desa Lahema, Desa Effa, dan Desa Ilili yang
berada di Pulau Watubela sebagai bahan informasi dan sosial budaya
masyarakat setempat dalam pengelolaan hutan.

3.3. Metode Penelitian


Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskiptif, yaitu metode yang digunakan untuk menggambarkan situasi
dan kejadian pada suatu kelompok manusia, suatu objek data atau suatu
kondisi tertentu. Tujuan penelitian deskriptif ini adalah membuat
gambaran suatu keadaan secara sistematik, faktual, dan akurat
mengenai faktor-faktor, sifat-sifat, dan hubungan antar fenomena yang
ada di lapangan.

3.3.1. Metode Penentuan Sampel


Penentuan sampel pada masyarakat Desa/responden dalam
penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode simple random
sampling (penarikan contoh secara acak sederhana) dimana jumlah
sampel atau responden yang di ambil masing-masing desa dari ketiga
desa yakni Desa Lahema, Desa Effa, dan Desa Ilili masing-masing desa
5% dari jumlah Kepala Keluarga yang ada di dalamnya. Jumlah ini
didasarkan atas prinsip keterwakilan serta homogenitas yang cukup
besar di lokasi penelitian.

3.3.2. Metode Pengumpulan Data


Pengumpulan data penelitian ini dilakukan dengan cara :
1. Observasi dan pengamatan langsung di lapangaan.
Dengan membuat kunjungan langsung ke desa yang bermanfaat untuk
memberikan informasi tambahan tentang objek yang diteliti. Obserfasi
tersebut bisa begitu berharga sehingga peneliti bisa meengambil
dokomentasi berupa foto-foto aktifitas masyrakat pengelolaan hutan,
bentuk dan pola pengelolaan hutan.
2. Interview yakni data hasil wawancara dengan responden dalam hal ini
berupa petani maupun informan kunci dengan menggunakan daftar
pertanyaan (Quistoner). Wawancara studi ini berupa open-ended,
dimana peneliti dapat bertanya kepada responden kunci tentang fakta-
fakta suatu peristiwa disamping opini mereka mengenai peristiwa yang
ada. Pada beberapa situasi peneliti bahkan bisa meminta responden
mengetengahkan pendapatnya sendiri terhadap peristiwa tertentu
sebgai dasar penelitian selanjutnya.
3. Data sekunder yakni data-data pendukung literatur dan bahan
publikasi yang diperoleh dari instansi pemerintah maupun swasta untuk
dilengkapi penelitian. Data tersebut berupa gambaran latar belakang
sosial ekonomi masyarakat, keadaan geografi, distribusi, pengunaan
lahan, sarana prasarana sosial ekonomi, curah hujan, dan sebagainya
yang berhubungan dengan penelitian ini.

3.4. Metode Analisis Data


3.4.1. Analisis Kualitatif
Analisis kualitatif merupakan suatu analisis deskriptif dengan
tujuan untuk menggambarkan fenomena tertentu secara lebih konkrit
dan terperinci.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1990. Undang-Undang Kehutanan Repoblik Indinesia No. 5 Pemerintah RI.


Jakarta.
Anonim, 1999. Undang-Undang Repoblik Indonesia No. 41 Tahun 1999 Tentang
Kehutanan. Departemen Kehutanan, Jakarta.
Anonim,2005. Kebudayaan dan Masyarakat (Materi Kuliah Sosiologi Keutanan
Massyarakat). Jurusan Kehutanan UNPATTI, Ambon
Suparmono, M. 2008. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan Suatau
Pendekatan Teoris, BPFE Fakultas Ekonomi Universitas Gaja Mada,
Yogyakarta.
Salim, E., 1986. Pembangunan Berwawasan Lingkungan, LP3LS,
Jakarta.
Soemarwoto, O., 1989. Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan,
Bandung.
Suhartana, S, 2002, Dampak Pembalakan Berwawasan Lingkungan (PBL) terhadap
kerusakan tegakan dan biaya penyaradan di hutan produksi alam, Buletin
penelitian hasil hutan, Hal.285-301.
Rosman Rumakefig, 2000, Pengamat dan Pengelolaan Hutan Kepulauan Watubela
Skipsi Fakultas Pertanian Uncen Manukwari Irian. (tidak dipublikasikan).
Salala Lakadimu, 2002. Sudi Kasus Sumber Daya Alam Daratan Kawasan Wisata
Alam Pantai Liang Kabupaten Maluku Tenagah. Skipsi Fakultas Pertanian
Universitas Pattimura Ambon. (tidak dipublikasikan).
Soerianegara, I dan Indrawan, A. 1988. Ekologi Hutan Indonesia. Laboratorium
Ekologi. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Sumber : http://walhimalut.blogspot.com/2011/06/separuh-lebih-hutan-di-
maluku-utara_27.html
Primaack R.B, 1998. Biologi Konservasi Keanekaragaman Hayati dan Konservasi
Indonesia Yayasan Sejati. Jakarta.
STUDI PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS EKOSISTEM DAN
MASYARAKAT DI PULAU WATUBELA KECAMATAN WAKATE
KABUPATEN SERAM BAGIAN TIMUR PROVINSI MALUKU

PROPOSAL PENELITIAN
STUDI PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS EKOSISTEM DAN
MASYARAKAT DI PULAU WATUBELA KECAMATAN WAKATE
KABUPATEN SERAM BAGIAN TIMUR
PROVINSI MALUKU

Oleh :
Mandat Arfan Rumakefing
2009 80 100
JURUSAN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2014

LEMBARAN PENGESAHAN
Judul : Studi Pengelolaan Hutan Berbasis Ekosistem dan Masyarakat di Pulau
Watubela Kecamatan Wakate Kabupaten Seram BagianTimur Provinsi
Maluku.
Nama : Mandat Arfan Rumakefing
NIM : 2009-80-100
Program Studi : Manajemen Hutan

Menyetujui
Pembimbing
I Pembimbing II

Prof. Dr. Ir. A Kastanya,


MS W. N. Imlabla,
SHut, M.Sc
NIP :195508198131002 NIP
:197501292009012002

Mengetahui
Ketua Jurusan Kehutanan
Ir. J. Ch. Hitipeuw, MScF
NIP : 19600419198601101

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas segala
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal
penelitian yang berjudul Studi Pengelolaan Hutan Pulau Watubela
Berbasis Ekosistem dan Masyarakat di Kecamatan Wakate Kabupaten
Seram Bagian Timur Provinsi Maluku.
Pada kesempatan ini, penulis menghaturkan pernyataan terima
kasih sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis yang telah
membesarkan, memelihara dan mendidik penulis selama ini. Penulis
menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. A Kastanya,
MS dan Ibu W. N. Imlabla, SHut, M.Sc selaku pembimbing yang telah
membimbing dan memberaikan berbagai masukan berharga kepada
penulis dari mulai menetapkan judul, perbaikan proposal, sampai pada
seminar proposal ini.
Di samping itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada
semua staf pengajar dan pegawai di Program Studi Kehutanan
Universitas Pattimura, serta semua rekan mahasiswa yang tak dapat
disebutkan satu per satu di sini yang telah membantu penulis dalam
menyelesaikan proposal penelitian ini. Semoga proposal ini bermanfaat.

Ambon, September 2014

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman i
Judul..........................................................................................................
Lembaran ii
Pengesahan..............................................................................................
Kata iii
Pengantar.........................................................................................................
Daftar iv
Isi...................................................................................................................
I PENDAHULUAN
I.1 Latar 1
Belakang................................................................................................
I.2 Tujuan 4
Penelitian............................................................................................
I.3 ManfaatPenelitian................................................................................. 4
..........
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengelolaan Hutan Berbasis Ekosistem……………………………….......... 5
2.2 Pengelolaan Hutan 6
Berbasis Masyarakat………………..……………..........
2.3 Konservasi Sumber Daya Alam Hayati……………………………….......... 7
2.4 Pengelolaan Hutan di Daerah Kepulauan………………………….……… 8
2.5 Formasi Ekosistem Hutan Pada Kepulaua………………………………… 9
II METODE PENELITIAN
I
3.1 Tempat dan Waktu 12
Penelitian.........................................................................
3.2 Peralatan dan Objek 12
Penelitian.......................................................................
3.3 Metode 12
Penelitian...........................................................................................
3.4 Metode 1
AnalisisData...................................................................................... 4
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Hutan sebagai salah satu kekayaan alam yang di karuniai oleh Tuhan
Yang Maha Esa kepada umat manusia. Dengan demikian, sumber daya
alam yang dalam pembangunan dewasa ini, di harapkan dapat di
manfaatkan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan dan kemakmuran
bangsa. Untuk itu, hutan perlu di kelola secara baik, lestari dan di
gunakan serba guna terutama untuk memenuhi kepentingan perlindungan
tanah dan air, dan perlindungan alam serta marga satwa, produksi hasil-
hasil hutan dan dapat menjadi sumber mata pencaharian masyarakat di
sekitarnya.
Dalam Undang-Undang Dasar Negara Repoblik Indonesia Tahun
1945 Pasal 33 Ayat (3) menyatakan bahwa: Bumi, air dan kekayaan alam
yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan
sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Dengan demikian, maka
sumber daya alam dan kawasan hutan harus dikelola secara
berkesinambungan sehingga manfaatnya dapat dirasakan oleh
masyarakat Indonesia, baik generasi sekarang maupun yang akan
datang.
Fungsi dan peran hutan sangat penting dalam pembangunan
sekarang, baik dari aspek sosial masyarakat, ekonomi, ekologi,
perlindungan serta memberikan kehidupan secara menyeluruh bagi
mahluk hidup. Olehnya itu, pembangunan di bidang kehutanan haruslah
mengacu pada pemanfaatan sumber daya yang ada sekaligus peningkatan
kebutuhan masyarakat. Tanpa mengabaikan segi kelestarian
lingkungannya (Anonim, 1992). Peran masyarakat dalam melindungi
lingkungannya adalah suatu kewajiban yang dapat di tawar, karena alam
beserta kelebihan-kelebikannya bukan merupakan milik genersi
sekarang saja, tetapi hutang kepada generasi mendatang. Olehnya itu,
setiap generasi harus menjaga kelestariannya agar tetap seimbang dan
mendukung stabilitas kehidupan manusia di bumi.
Upaya pemerintah dalam menanggulangi kerusakan hutan pada
hutan dengan memberdayakan masyarakat di dalam dan sekitar kawasan
hutan di lakukan melalui program KPH (khususnya Kesatuan Pengelolaan
Hutan). Program ini di tujukan untuk memberikan kepastian kepada
masyarakat dalam melakukan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya
hutan dengan mementingkan kesejahteraan masyarakat dan kelestarian
hutan sehingga fungsi pokok dari hutan tidak terganggu.
Dengan adanya upaya pemerintah demikian, maka pada kawasan
hutan masyarakat lokal dengan sendirinya mengadakan penebangan
hutan sesuka hati, tanpa memikirkan dampak dari penebangan hutan
tersebut. Sementara dari pengawasan, hanya beberapa wilaya hutan
saja yang di perhatikan oleh pemerintah sementara wilaya yang
jangkawanya sengat jauh kurang di perhatikan bahkan tidak di
perhatikan sehingga saat ini, hanya kurang dari separuh Indonesia yang
memiliki hutan, dalam merepresentasikan penurunan signifikan dari
luasnya hutan pada awalnya.
Perubahan dan pergeseran paradigma pola pengelolaan sumber
daya hutan saat ini telah memberi peluang kepada masyarakat lokal
untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan pengelolaan dan pemanfaatan
sumber daya hutan.Pelibatan masyarakat lokal dalam pengelolaan
sumber daya hutan diharapkan akan memberikan jaminan keberlanjutan
fungsi ekologi, ekosistem, dan fungsi sosial masyarakat melalui
pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya hutan, karena masyarakat
lokal memiliki sejumlah pengetahuan atau kearifan lokal sebagai hasil
pembelajaran dan pengalaman berinterkasi dengan lingkungan alaminya
dalam jangka waktu yang panjang (Hamzari, 2007).
Antara 1990 dan 2005, negara Indonesia telah kehilangan lebih
dari 28 juta hektar hutan, termasuk 21,7 persen hutan perawan dan kini
hutan-hutan Indonesia adalah beberapa hutan yang paling terancam di
muka bumi. Jumlah hutan-hutan di Indonesia sekarang ini makin turun
dan banyak dihancurkan berkat penebangan hutan, penambangan,
perkebunan agrikultur dalam skala besar, kolonisasi, dan aktivitas lain
yang substansial, seperti memindahkan pertanian dan menebang kayu
untuk bahan bakar sehingga banyak dari sisa-sisa hutan tersebut yang
bisa dikategorikan hutan yang telah ditebangi dan terdegradasi. (Fores
Eco-System Management).
Sedangkan ekosistem merupakan suatu pola interaksi antara
komponen abiotik dan biotik di dalamnya yang saling terkait satu sama
lainnya. Ada beragam jenis ekosistem ini yang jika disatukan maka akan
membentuk biosfer. Salah satu jenis ekositem yang sangat penting
keberadaannya adalah ekosistem hutan. Ia merupakan kelompok
ekosistem alamiah daratan yang sering dijuluki “paru-paru bumi”. Salah
satu parameter mudah untuk menakar kesehatan bumi adalah dengan
mencermati keadaan hutannya. Dan, jika diambil sampel yang ada
dewasa ini, bisa kita simpulkan bumi sedang “sakit” sebab semakin hari
ekosistem hutan semakin terbatas hanya pada wilayah tertentu saja.
Gugus pulau Dalam pengertian secara umum dan menurut Keputusan
Menteri Kelautan dan Perikanan nomor Kep.34/Men/2002, dapat
diartikan sebagai berikut : gugus pulau adalah sekumpulan pulau-pulau
yang secara geografis saling berdekatan, di mana ada keterkaitan erat
dan memiliki ketergantungan atau interaksi antar ekosistem, kondisi
ekonomi, sosial dan budaya, baik secara individual maupun secara
berkelompok, Contohnyakepulauan Watubela yang merupakan daerah
pesisir, mempunyai pantai dan lingkungan laut, merupakan suatu kawasan
yang sangat produktif, ekosistem dan memiliki keaneka ragaman hayati
yang cukup tinggi dan perlu di lestarikan.

Kepulauan Watubela merupakan salah satu gugusan pulau-pulau kecil


yang terletak di Provinsi Maluku, kususnya Kabupaten Seram Bagian
Tuimur. Secara administratif, kepulauan Watubela terdiri atas 6 pulau
berpenghuni, yaitu Pulau Watubela, Pulau Kesuy dan Pulau Teor, serta 3
pulau yang tidak berpenghuni diantaranya Pulau Igar, Pulau Kulkafa dan
Pulau Bama. Dari awal kemerdekan RI 1945 sampai saat ini, gugusan
pulau-pulau Watubela yang memiliki keanekaragaman hayati yang
terkandung didalamnya tersebut belum dilestarikan dengan baik.
(Rosman,2000)
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka penulis akan melakukan
penelitian yang berjudul Studi PengelolaanHutan Berbasis Ekosistem
dan Masyarakat di Pulau Watubela Kecamatan Wakate Kabupaten
Seram Bagian Timur Provinsi Maluku.
1.2. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengetahui nilai-nilai sosial budaya dalam pengelolaan hutan Pulau
Watubela Kecamatan Wakate Kabupaten Seram Bagian Timur.
2. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi hutan Pulau Watubela.
1.3. Manfaat Penelitian
Mafaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah dapat digunakan
sebagai bahan rekomendasi bagi pihak pemerintah daerah dalam hal
ini instansi terkait, untuk memperhatikan kebiasaan atau tradisi
masyarakat dalammelakukan pengelolaan hutan Pulau Watubela.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengelolaan Hutan Berbasis Ekosistem


Pengelolaan hutan berbasis ekosistem berarti berupaya
mempertahankan komposisi jenis pohon dan struktur hutan sebaik
mungkin. Hal ini tentu sangat sulit, walaupun demikian dengan
mempertahankan sebagian besar spesies asli dengan struktur tegakan
yang seimbang maka kondisi awal hutan tropis dapat memberikan
gambaran yang serupa. Umumnya hutan tropis didominasi oleh pohon
dominan dari jenis Dipterocarpaceae dan ko-dominan dari berbagai
jenis pohon lainnya. Dengan demikian, struktur hutan akan terdiri dari
tiga strata pohon dominan dan ko-dominan, sehingga kita akan
mendapatkan tiga sampai lima lapisan pohon dan tumbuhan selain
tumbuhan bawah dalam kawasan hutan utuh. (Fores Eco-System
Management).
Globalisasi telah mendorong terjadinya perubahan mendasar atas
paradigma pengelolaan KehutananIndonesia. Perubahan tersebut diawali
dengan bergesernya sistem pengelolaan Hutan yang semula berbasis
negara (state based forest management) menuju pengelolaan hutan
yang bertumpu pada sumber daya hutan yang berkelanjutan (resources
based management) dan berbasis masyarakat (community base
management). Satu diantara implikasi perubahan sistem tersebut adalah
diberlakukannya desentralisasi pengelolaan hutan kepada pemerintah
daerah dan masyarakat luas. Desentralisasi pengelolan hutan secara
konseptual akan menghasilkan sistem pengelolaan hutan yang bersifat
demokratis, partisipatif dan terbuka.
Dalam konteks sumber daya, paradigma pengelolaan hutan bergeser
dari sistem pengelolaan berbasis komoditas (timber extraction) menuju
sistem pengelolaan hutan berbasis ekosistem (ecosystem based forest
management). Implikasi perubahan tersebut antara lain mengubah
orientasi kelestarian hutan yang semula lebih menekankan pada aspek
ekonomi (produksi kayu), beralih kepada upaya mengakomodir
kelestarian fungsi ekologi dan kelestarian fungsi sosial.
2.2. Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat.
Pengelolaan hutan berbasis masyarakat berbasis masyarakat
merupakaan salah satu alternatif atau pilihan dalam pengelolaan sumber
daya hutan yang saat ini sedang mengelami keterpurukan, sebagai akibat
dari kesalahan pengurusan di masa lalu. Hal ini terjadi karena tidak
adanya kepatuhan terhadap prinsip pengelolaan hutan secara
berkelanjutan yang menekankan pada aspek ekonomi, ekologi dan equitu
(keadilan) serta Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33. Bangkitnya
pilihan pada sistem pengelolaan sumber daya hutan berbasis masyarakat
dalam pembangunan kehutanan, disebapkan oleh pengelolaan yang
dilakukan Pemerintah tidak memenuhi persyaratan utama. Hal ini
terbukti dengan adanya deforestasi dan degradasi lingkungan serta
makin banyaknya jumlah masyarakat miskin yang tinggal di sekitar
hutan.
Berbasis masyarakat mengandung arti bahwa masyarakat dengan
segala kemampuan yang ada untuk mengatur pemenuhan kebutuhan-
kebutuhan hidup mereka. Hal ini menunjukan bahwa bukan saja
masyarakat di ikutsertakan dalam pengelolaan hutan, melainkan
masyarakat ditempatkan sebagai faktor utama dalam pengelolaan hutan,
baik hutan yang diusahakan pada lahan milik maupun lahan Negara.
Praktek kehutanan masyarakat (berbasis masyarakat) adalah sistem
pengelolaan hutan yang dilakukan indifidu, komonitas atau kelompok
pada lahan Negara, lahan komunal, lahan adat, atau lahan milik untuk
memenuhi kebutuhan infidual rumatangga dalam masyarakat serta
diusahakan secara komersial atau sekedar subsistem. (Anonim,2005).

2.3. Konservasi Sumber Daya Alam Hayati


Konservasi merupakan pengaturan terhadap proses pemanfaan
sumber daya alam dalam biosfer oleh manusia. Sehingga diperoleh hasil
yang berkelanjutan untuk generasi sekarang dengan menjaga potensinya
untuk memenuhi kebutuhan generasi yang bakan datang. Dengan
demikian, kegiatan konservasi mencakup pemeliharaan, perlindungan,
perbaikan, penggunaan berkelanjutan, pengawetan dan peningkatan
kualitas lingkungan hidup.
Sumber daya alam hayati adalah unsur-unsur hayati yang terdiri
dari sumber daya alam nabati (tumbuhan) dan sumber daya alam hewani
(satwa) yang bersama dengan unsur hayati disekitarnya secara
keseluruhan membentuk ekosistim. Konsevasi sumber daya alam hayati
adalaah pengelolaan sumber daya alam hayati yang pemanfaatannya
dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesenambungan
persediannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas
keanekaragaman dan nilainya (Anonim,1990).
Tujuan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya
berdasarkan UU No. 5 tahun 1990 yaitu untuk mengusahakan
terwujudnya kelestarian sumber daya alam hayati serta keseimbangan
ekosistemnya sehingga dapat lebih mendukung upaya peningkatan
kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia.
Konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dilakukan
melalui tiga (3) kegiatan, yaitu :
1. Perlindungan Sistem Penyangga Kehidupan.
Ditujukan bagi terpeliharanya proses ekologi yang menunjang
kelangsungan kehidupan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Perlindungan sistem penyangga kehidupan melalui usaha-
usaha dan tindakan- tindakan yang berkaitan dengan perlindungan mata
air, tebing, tepian sungai, danau, jurang, pemeliharaan fungsi hidrologi
hutan, pelindungan pantai, pengelolaan daerah aliran sungai.
2. Pengawetan Keanekaragaman Jenis Tumbuhan dan Satwa Beserta
Ekositemnya.
Merupakan usaha untuk menjaga agar keanekaragaman jenis tumbuhan
dan satwa beserta ekosistemnya tidak punah. Kegiatan ini meliputi
penjagaan agar unsure-unsur hayati dan non hayati tidak punah supaya
masing-masing unsur dapat berfubgsi dalam alam dan senatiasa siap
untuk sewaktu-waktu dimanfaatkan bagi kesejahteraan manusia.
3. Pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekositenya.
Pada hakekatnya merupakan usaha pengendalian atau pembatasan dalam
pemanfaatan sumbedaya alam hayati dan ekosistemnya, sehingga
pemanfaatan tersebut dapat dilakukan secara terus menerus pada masa
mendatang.
2.4. Pengelolaan Hutan di Daerah Kepulauan
Pengelolaan hutan di daerah kepulauan tentu memerlukan
spesifikasi karena kondisinya yang berbeda dari hutan-hutan daerah
kontinen. Dengan demikian, pendekatan yang dipakai dalam mengelola
juga harus lebih ekstra hati-hati dan tidak dapat diperlakukan seragam.
Pengelolaan hutan pulau di awali dengan suatu perencanaan
pengelolaan, dimana pulau didelianasi ke dalam zona-zona kawasan
penggunaan. Delianasi pulau ini mengikuti metode penentuan Satuan
Kemampuan Lahan (Land Capability Unit). Metode ini didasarkan pada
kemampuan lahan untuk aman dari erosi dan degradasi yang akurat.
Satuan kemampuan lahan diperoleh dari hasil overlay peta-peta tematik
yang memiliki nilai unit lahan dalam ukuran yang sangat kecil dan terdiri
dari beberapa variabel yang akan dimultiplikasi dengan menggunakan
jasa software Geographical Information System (GIS), akan
memperoleh satuan-satuan lahan sesuai kemampuannya. (Odum, 1993).
Berdasarkan satuan kemampuan lahan inilah, ditetapkan lahan
menurut peruntukannya. Umumnya delianasi tersebut berdasarkan zona
yang terdiri atas zona lindung (protection forest) termasuk kawasan
konservasi dan suaka alam, yang diharapkan merupakan virgin forest
bersuksesi klimaks; zona hutan produksi terbatas, dan zona hutan
produksi, zona penyangga dapat berupa kebun kayu campuran dan
dusung (sistem agroforestry tradisional), zona budidaya tanaman (lahan
perkebunan dan pertanian menetap), zona pemukiman dan zona budidaya
perikanan serta penggunaan lain (industri dan pariwisata).
Mengkaji perubahan paradigma pengelolaan hutan di Indonesia,
maka redesain kehutanan di daerah ini perlu dilakukan secara holistik.
Desain kehutanan disusun dengan mempertimbangkan aspek manajemen,
sifat hutan primer, bahaya kebakaran, teknis, ekonomi dan sosial
masyarakat setempat.
2.5. Formasi Ekosistem Hutan Pada Kepulauan
Formasi ekosistem hutan terjadi akibat pengaruh faktor lingkungan
yang dominan terhadap pembentukan dan perkembangan komunitas
dalam ekosistem hutan. Pengelompokan formasi hutan didasari oleh
paham klimaks, yaitu komunitas akhir yang terjadi selama proses
suksesi. Paham klimaks berkaitan dengan adaptasi tumbuh -tumbuhan
secara keseluruhan mencakup segi fisiologis, morfologis, syarat
pertumbuhan, dan bentuk tumbuhnya, sehingga kondisi ekstrem dari
pengaruh iklim dan tanah akan menyebabkan efek adaptasi pohon serta
tumbuh-tumbuhan lainnya menjadi nyata. Hal tersebut akan
berpengaruh terhadap bentuk susunan ekosistem hutan (formasi hutan).
Berdasarkan atas faktor lingkungan yang memiliki pengaruh
dominan terhadap bentuk susunan komunitas atau ekosistem hutan,
maka ekosistem hutan dikelompokkan ke dalam dua formasi, yaitu
formasi klimafis dan formasi edafis. Formasi klimatis disebut juga
formasi klimaks iklim, sedangkan formasi edafis disebut juga formasi
klimaks edafis. Pengertian dari masing-masing formasi adalah sebagai
berikut.
2.5.1. Formasi Klimatis
Formasi klimatis adalah formasi hutan yang dalam pembentukannya
sangat dipengaruhi oleh unsur-unsur iklim, misalnya temperatur,
kelembapan udara, intensitas cahaya, dan angin. Ekosistem hutan yang
termasuk ke dalam formasi klimatis, yaitu hutan hujan tropis, hutan
musim, dan hutan gambut (Santoso,1996; Direktorat Jenderal
Kehutanan, 1976). Menurut Schimper (1903 dalam Arief, 1994),
ekosistem hutan yang termasuk ke dalam formasi klimatis, yailu hutan
hujan tropis, hutan musim, hutan sabana, hutan duri, hutan hujan
subtropis, hutan hujan temperate, hutan konifer, dan hutan pegunungan.
Menurul Davy (1938 dalam Arief,1994), hutan-hutan yang termasuk ke
dalam formasi klimatis adalah hutan hujan tropis, hutan semi hujan,
hutan musim, hutan pegunungan atau hutan temperate, hutan konifer,
hutan bambu atau hutan Gramineae berkayu, dan hutan Alpine.
2.5.2. Formasi Edafis
Formasi edafis adalah formasi hutan yang dalam pembentukannya
sangat dipengaruhi oleh keadaan tanah, misalnya sifat-sifat fisika, sifat
kimia, dan sifat biologi tanah, serta kelembapan tanah. Ekosistem hutan
yang termasuk ke dalam formasi edafis, yaitu hutan rawa, hutan payau,
dan hutan pantai. Schimper, 1903 dalam Arief, 1994 menyebutkan
hutan-hutan yang termasuk ke dalam formasi klimatis mencakup hutan
tepian, hutan rawa, hutan pantai, dan hutan mangrove. Menurut Davy
(1938 dalam Arief, 1994) yang termasuk ke dalam kelompok formasi
edafis, yaitu hutan riparian, hutan rawa, hutan mangrove, hutan pantai,
hutan kering selalu hijau, hutan sabana, hutan palma atau hutan nipah,
dan hutan duri. Hutan riparian (riparian forest) dianggap sebagai
subtipe hutan hujan tropis, sedangkan hutan nipah (nipha forest) sering
dianggap sebagai konsosiasi dari hutan payau atau hutan rawa;
bergantung kepada faktor edafisnya.

III. METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu


Penelitian ini rencananya akan dilaksanakan di Pulau Watubela
Kecamatan Wakate Kabupaten Seram Bagian Timur Provinsi Maluku, dan
berlangsung pada bulan september 2014 sampai selesai.

3.2. Peralatan dan Objek Penelitian


3.2.1. Peralatan Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alat tulis menulis,
quistioner, kalkulator, kompas, dan alat potret (kamera digital).
3.2.2. Objek Penelitian
Adapun objek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
meliputi Masyarakat Desa Lahema, Desa Effa, dan Desa Ilili yang
berada di Pulau Watubela sebagai bahan informasi dan sosial budaya
masyarakat setempat dalam pengelolaan hutan.

3.3. Metode Penelitian


Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskiptif, yaitu metode yang digunakan untuk menggambarkan situasi
dan kejadian pada suatu kelompok manusia, suatu objek data atau suatu
kondisi tertentu. Tujuan penelitian deskriptif ini adalah membuat
gambaran suatu keadaan secara sistematik, faktual, dan akurat
mengenai faktor-faktor, sifat-sifat, dan hubungan antar fenomena yang
ada di lapangan.

3.3.1. Metode Penentuan Sampel


Penentuan sampel pada masyarakat Desa/responden dalam
penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode simple random
sampling (penarikan contoh secara acak sederhana) dimana jumlah
sampel atau responden yang di ambil masing-masing desa dari ketiga
desa yakni Desa Lahema, Desa Effa, dan Desa Ilili masing-masing desa
5% dari jumlah Kepala Keluarga yang ada di dalamnya. Jumlah ini
didasarkan atas prinsip keterwakilan serta homogenitas yang cukup
besar di lokasi penelitian.

3.3.2. Metode Pengumpulan Data


Pengumpulan data penelitian ini dilakukan dengan cara :
1. Observasi dan pengamatan langsung di lapangaan.
Dengan membuat kunjungan langsung ke desa yang bermanfaat untuk
memberikan informasi tambahan tentang objek yang diteliti. Obserfasi
tersebut bisa begitu berharga sehingga peneliti bisa meengambil
dokomentasi berupa foto-foto aktifitas masyrakat pengelolaan hutan,
bentuk dan pola pengelolaan hutan.
2. Interview yakni data hasil wawancara dengan responden dalam hal ini
berupa petani maupun informan kunci dengan menggunakan daftar
pertanyaan (Quistoner). Wawancara studi ini berupa open-ended,
dimana peneliti dapat bertanya kepada responden kunci tentang fakta-
fakta suatu peristiwa disamping opini mereka mengenai peristiwa yang
ada. Pada beberapa situasi peneliti bahkan bisa meminta responden
mengetengahkan pendapatnya sendiri terhadap peristiwa tertentu
sebgai dasar penelitian selanjutnya.
3. Data sekunder yakni data-data pendukung literatur dan bahan
publikasi yang diperoleh dari instansi pemerintah maupun swasta untuk
dilengkapi penelitian. Data tersebut berupa gambaran latar belakang
sosial ekonomi masyarakat, keadaan geografi, distribusi, pengunaan
lahan, sarana prasarana sosial ekonomi, curah hujan, dan sebagainya
yang berhubungan dengan penelitian ini.

3.4. Metode Analisis Data


3.4.1. Analisis Kualitatif
Analisis kualitatif merupakan suatu analisis deskriptif dengan
tujuan untuk menggambarkan fenomena tertentu secara lebih konkrit
dan terperinci.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1990. Undang-Undang Kehutanan Repoblik Indinesia No. 5 Pemerintah RI.


Jakarta.
Anonim, 1999. Undang-Undang Repoblik Indonesia No. 41 Tahun 1999 Tentang
Kehutanan. Departemen Kehutanan, Jakarta.
Anonim,2005. Kebudayaan dan Masyarakat (Materi Kuliah Sosiologi Keutanan
Massyarakat). Jurusan Kehutanan UNPATTI, Ambon
Suparmono, M. 2008. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan Suatau
Pendekatan Teoris, BPFE Fakultas Ekonomi Universitas Gaja Mada,
Yogyakarta.
Salim, E., 1986. Pembangunan Berwawasan Lingkungan, LP3LS,
Jakarta.
Soemarwoto, O., 1989. Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan,
Bandung.
Suhartana, S, 2002, Dampak Pembalakan Berwawasan Lingkungan (PBL) terhadap
kerusakan tegakan dan biaya penyaradan di hutan produksi alam, Buletin
penelitian hasil hutan, Hal.285-301.
Rosman Rumakefig, 2000, Pengamat dan Pengelolaan Hutan Kepulauan Watubela
Skipsi Fakultas Pertanian Uncen Manukwari Irian. (tidak dipublikasikan).
Salala Lakadimu, 2002. Sudi Kasus Sumber Daya Alam Daratan Kawasan Wisata
Alam Pantai Liang Kabupaten Maluku Tenagah. Skipsi Fakultas Pertanian
Universitas Pattimura Ambon. (tidak dipublikasikan).
Soerianegara, I dan Indrawan, A. 1988. Ekologi Hutan Indonesia. Laboratorium
Ekologi. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Sumber : http://walhimalut.blogspot.com/2011/06/separuh-lebih-hutan-di-
maluku-utara_27.html
Primaack R.B, 1998. Biologi Konservasi Keanekaragaman Hayati dan Konservasi
Indonesia Yayasan Sejati. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai