Anda di halaman 1dari 24

Pola Aliran Sungai

Tulisan Seorang Pelajar Kuker 23.50 1 Comment

Pola Aliran Sungai


1. Pola Denritik
Dendritik adalah pola aliran sungai yang berbentuk
seperti percabangan pohon, sehingga percabangannya
tidak teratur dengan arah dan sudut yang beragam.

Berkembang pada batuan yang homogen dan tidak


terkontrol oleh struktur, biasanya pada batuan sedimen
dengan perlapisan horisontal, atau di batuan beku dan
batuan kristalin yang homogen. Bentuk pola aliran ini
tidak teratur, umumnya terdapat pada dataran atau
daerah pentai dan di jumpai di daerah plato.
Contoh : Di wilayah batuan granit di Sierra Nevada dan
di daerah daratan yang memiliki batuan berbentuk horizontal
di barat tengah.
Ciri- ciri pola aliran dendritik :
1. Bentuk menyerupai cabang-cabang pohon.
2. Mencerminkan resistensi batuan yang sama
(homogenitas batuan) atau tanah yang seragam.
3. Lapisan sediment horizontal atau miring landai.
4. Control struktur tidak begitu tampak.
2. Pola Radial
Radial adalah bentuk aliran sungainya mengalir ke
segala arah dari satu titik. Berkembang pada vulkan atau dome.
Pola aliran radial dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
a.Pola aliran sungai Radial Sentrifugal adalah
pola aliran sungai dalam bentuk menjari yang arah
alirannya meninggalkan titik pusat.
Pola aliran sungai ini umumnya terdapat
di daerah vulkanik atau puncak yang berbentuk kerucut.
Pola Aliran Radial Sentrifugal merupakan arah aliran yang
menjauhi/meninggalkan titik pusat.
b. Pola aliran sungai Radial Sentripetal adalah
pola aliran sungai dalam bentuk menjari yang arah
alirannya menuju ke titik pusat. Pola aliran sungai ini
umumnya terdapat di daerah ledokan/basin atau aliran
sungai yang masuk ke danau.
Ciri-ciri pola aliran radial :
1.Bentuk aliran seolah memancar dari satu titik
2. pusat berasosiasi dengan tubuh gunung api atau
kubah berstadia muda.
3.Dalam konsep Davis, pola radial ini adalah menyebar
dari satu titik pusat (sentrifugal), sedangkan klasifikasi
lain menyatakan pola radial mencakup dua
sistem pola pengaliran yaitu : sentrifugal dan sentripetal.
3. Pola Rektangular
Rektangular adalah Pola yang berbentuk
cabang-cabang sungai yang cenderung berkelok,
menyambung dan membentuk sudut-sudut yang
tegak lurus dan memiliki liku-liku. Pola aliran ini umumnya
dikendalikan oleh pola kekar atau juga bisa oleh
pola potongan yang tegak lurus.
Rektangular bisa terbentuk di bebatuan
keras dengan lapis horizontal dan juga batuan kristalin.
Ciri-ciri pola aliran sungai rectangular :
1.Aliran cabang sungai tegak lurus terhadap sungai induk.
2.Aliran memotong daerah secara tidak menerus.
3.Mencerminkan kekar atau yang saling tegak lurus
4.dan tidak serumit pola trellis.
4. Pola Paralel
Paralel adalah suatu sistem aliran yang terbentuk
oleh lereng yang curam/terjal, karena morfologi
lereng yang terjal akan terbentuk aliran-aliran
sungai yang berbentuk lurus-lurus mengikuti arah
lereng dengan cabang-cabang sungai yang sangat sedikit.
Pola aliran paralel terbentuk pada morfologi lereng dengan
kemiringan lereng yang seragam. Pola aliran paralel kadang
kala mengindikasikan adanya suatu patahan besar yang
memotong daerah yang batuan dasarnya terlipat dan
kemiringan yang curam. Semua bentuk dari transisi
dapat terjadi antara pola aliran trellis,
dendritik, dan paralel.
Ciri-ciri pola aliran sungai paralel :
1.Terbentuk dari aliran cabang-cabang sungai yang sejajar.
2.Atau paralel pada bentang alam yang panjang.
3.Mencerminkan kemiringan lereng yang cukup besar
dan hampir seragam.

Pola Pemukiman Penduduk


pemukiman dalam arti sempit adalah tempat
tinggal (rumah) atau bermukim . pemukiman dalam
arti luas adalah kumpulan perumahan - perumahan yang
dilengkapi dengan berbagai sarana dan prasarana
kehidupan . seperti rumah sakit , pasar , bank , dan sekolah .
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Bentuk
Pola Permukiman Penduduk :
a. Bentuk permukaan bumi
Bentuk permukaan bumi berbeda-beda, ada gunung,
pantai, dataran rendah, dataran tinggi, dan sebagainya.
Kondisi yang berbeda secara otomatis akan membuat pola
kehidupan yang berbeda, misal penduduk pantai bekerja
sebagai petani. Pola kehidupan yang berbeda akan
menyebabkan penduduk membuat permukiman yang sesuai
dengan lingkungan tempat penduduk itu berada.
b. Keadaan tanah
Keadaan tanah menyangkut kesuburan/kelayakan tanah ditanami.
Seperti kita ketahui, lahan yang subur tentu menjadi sumber
penghidupan penduduk. Lahan tersebut bisa dijadikan lahan
pertanian atau semacamnya. Karena itu, penduduk biasanya
hidup mengelompok di dekat sumber penghidupan tersebut
(ini jelas terlihat di desa).
c. Keadaan iklim
Iklim memiliki unsur-unsur di antaranya curah hujan,
intensitas cahaya matahari, suhu udara, dan sebagainya
yang berbeda-beda di setiap daerah. Perbedaan iklim ini
akan membuat kesuburan tanah dan keadaan alam di setiap
daerah berbeda-beda yang tentu membuat pola permukiman
penduduk berbeda pula. Sebagai contoh penduduk di
pegunungan cenderung bertempat tinggal berdekatan,
sementara penduduk di daerah panas memiliki
permukiman yang lebih terbuka (agak terpencar).
d. Keadaan ekonomi
Kegiatan ekonomi seperti pusat-pusat perbelanjaan,
perindustrian, pertambangan, pertanian, perkebunan
dan perikanan akan berpengaruh pada pola pemukiman
yang mereka pilih, terutama tempat tinggal yang dekat
dengan berbagai fasilitas yang menunjang kehidupannya,
karena hal itu akan memudahkan mereka dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya.
e. Kultur penduduk
Budaya penduduk yang dipegang teguh oleh suatu kelompok
masyarakat akan perpendicular pada pola pemukiman
kelompok tersebut. Di beberapa daerah tertentu seperti
suku badui di Banten, Suku Toraja di Sulawesi Selatan,
Suku Dayak di Kalimantan, cenderung memiliki pola pemukiman
mengelompok dan terisolir dari pemukiman lain.
· Suku Toraja
Suku Toraja adalah suku yang menetap di pegunungan
bagian utara Sulawesi Selatan. Populasinya diperkirakan
sekitar 600.000 jiwa. Mereka juga menetap di sebagian
dataran Luwu dan Sulawesi Barat. Tempat pemukiman
suku Toraja dikenal dengan Tana Toraja. Rumah tradisional
Toraja disebut tongkonan.
· Suku Baduy
Suku Baduy tinggal di pedalaman Jawa Barat.
Wilayah Baduy meliputi Cikeusik, Cibeo, dan Cikartawarna.
Nama Baduy sendiri diambil dari nama sungai yang melewati
wilayah itu sungai Cibaduy. Di desa ini tinggal suku Baduy Luar
yang sudah banyak berbaur dengan masyarakat Sunda lainnya.
Sedangkan suku Baduy Dalam tinggal di pedalaman hutan dan masih
terisolir dan belum masuk kebudayaan luar. Orang Baduy dalam
terkenal teguh dalam tradisinya.
· Suku Kubu
Suku Kubu atau juga dikenal dengan Suku Anak Dalam atau
Orang Rimba adalah salah satu suku bangsa minoritas yang
hidup di Pulau Sumatera, tepatnya di Provinsi jambi dan Sumatera
Selatan.
Mereka mayoritas hidup di propinsi Jambi, dengan perkiraan
jumlah populasi sekitar 200.000 orang. Mereka hidup secara
nomaden dan mendasarkan hidupnya pada berburu dan meramu,
walaupun banyak dari mereka sekarang telah memiliki lahan
karet dan pertanian lainnya. Suku Kubu di Jambi pada umumnya
bermukim di daerah pedesaan dengan pola yang mengelompok.
· Suku Dayak
Dayak atau Daya adalah suku-suku asli yang mendiami
\Pulau Kalimantan, lebih tepat lagi adalah yang memiliki
\ budaya terestrial (daratan, bukan budaya maritim).
Sebutan ini adalah sebutan umum karena orang Daya
terdiri dari beragam budaya dan bahasa.
Suku Dayak diperkirakan mulai datang ke pulau
Kalimantan pada tahun 3000-1500 Sebelum Masehi.
Mereka adalah kelompok-kelompok yang bermigrasi
dari daerah Yunnan, Cina Selatan. Kelompok ini disebut
Proto-Melayu. Rumah adat suku dayak dikenal dengan nama ?
Rumah Betang?
Bentuk Pola Permukiman Penduduk
Berdasarkan faktor-faktor di atas, jelas bahwa pola
permukiman penduduk bisa berbeda satu sama lain, kan?
Secara umum, penduduk memiliki pola permukiman sebagai berikut:
· Pola permukiman memanjang (linear)
Perumahan yang tersusun dengan pola ini biasanya dapat
dijumpai di sepanjang jalan, sepanjang sungai, dan sepanjang
garis pantai. Anda bisa melihatnya, kan? Bentuknya memanjang
mengikuti bentuk jalan, sungai, atau garis pantai.
1. Mengikuti Jalan
Pada daerah ini pemukiman berada di sebelah kanan kiri jalan.
Umumnya pola pemukiman seperti ini banyak terdapat
di dataran rendah yang morfologinya landai sehingga
memudahkan pembangunan jalan-jalan di pemukiman.
Namun pola ini sebenarnya terbentuk secara alami
untuk mendekati sarana transportasi
2. Mengikuti rel kereta api
Pada daerah ini pemukiman berada di sebelah kanan
kiri rel kereta api. Umumnya pola pemukiman seperti ini banyak
terdapat di daerah perkotaan terutama di DKI Jakarta dan
daerah padat penduduknya yang dilalui rel kereta api.

3. Mengikuti Alur Sungai


Pada daerah ini pemukiman terbentuk memanjang
mengikuti aliran sungai. Biasanya pola pemukiman ini
terdapat di daerah pedalaman yang memiliki
sungai-sungai besar. Sungai-sungai tersebut memiliki
fungsi yang sangat penting bagi kehidupan penduduk.
4. Mengikuti Garis Pantai
Daerah pantai pada umumnya merupakan pemukiman
penduduk yang bermata pencaharian nelayan.
Pada daerah ini pemukiman terbentuk memanjang
mengikuti garis pantai. Hal itu untuk memudahkan
penduduk dalam melakukan kegiatan ekonomi yaitu
mencari ikan ke laut.
· Pola permukiman memusat
Pola pemukiman ini mengelompok membentuk
unit-unit yang kecil dan menyebar, umumnya terdapat
di daerah pegunungan atau daerah dataran tinggi yang
berelief kasar, dan terkadang daerahnya terisolir.
Di daerah pegunungan pola pemukiman memusat
mengitari mata air dan tanah yang subur.
Sedangkan daerah pertambangan di
pedalaman pemukiman memusat mendekati
lokasi pertambangan. Penduduk yang tinggal
di pemukiman terpusat biasanya masih memiliki
hubungan kekerabatan dan hubungan dalam pekerjaan.
Pola pemukiman ini sengaja dibuat untuk
mempermudah komunikasi antarkeluarga atau
antarteman bekerja.
· Pola permukiman menyebar
Pola pemukiman tersebar terdapat di daerah
dataran tinggi atau daerah gunung api dan daerah
-daerah yang kurang subur. Pada daerah dataran tinggi
atau daerah gunung api penduduk akan mendirikan
pemukiman secara tersebar karena mencari daerah
yang tidak terjal, morfologinya rata dan relatif aman.
Sedangkan pada daerah kapur pemukiman penduduk
akan tersebar mencari daerah yang memiliki kondisi
air yang baik. Mata pencaharian penduduk pada pola
pemukiman ini sebagian besar dalam bidang pertanian,
ladang, perkebunan dan peternakan.

Hidrosfer berasal dari kata hidros = air dan sphere = daerah atau
bulatan. Hidrosfer dapat diartikan daerah perairan yang mengikuti
bentuk bumi yang bulat. Daerah perairan ini meliputi samudera, laut,
danau, sungai, gletser, air tanah, dan uap air yang terdapat di atmosfer.
Diperkirakan hampir tiga perempat atau 75 % muka bumi tertutup oleh
air. Jadi dapat dikatakan bumi kita ini adalah planet air.
Air di bumi memiliki jumlah yang tetap dan senantiasa
bergerak dalam suatu lingkaran peredaran yang disebut dengan siklus
hidrologi, siklus air ataudaur hidrologi.
Persentase luas permukaan laut dan luas permukaan daratan
BELAHAN Di
BUMI LUAS LAUTAN (%) LUAS DARATAN (%) bel
ah
Utara 61 39
an
Selatan 81 19
bu
mi utara dan selatan.
Untuk keperluan pemahaman praktis dalam mempelajari tentang air
diperlukan beberapa cabang ilmu, antara lain sebagai berikut :
1. Hidrometeorologi, yaitu ilmu yang mempelajari hubungan
antara unsur2 meteorologi dan siklus hidrologi yang ditekankan
kepada hubungan timbal balik.
2. Potamologi, yaitu ilmu yang mempelajari air yang mengalir di
permukaan tanah, baik yang melalui saluran, maupun yang tidak
melalui saluran.
3. Geohidrologi, yaitu ilmu yang mempelajari keberadaan,
persebaran, dan gerak air di bawah permukaan tanah.
4. Limnologi, yaitu ilmu yang mempelajari tentang seluk beluk
air yang berada di danau.
5. Oseanologi, yaitu ilmu yang mempelajari tentang keadaan air
di lautan.
Siklus air dibedakan menjadi 3 macam, yaitu sebagai berikut :
1. Siklus Air Kecil, yaitu air laut menguap, mengalami
kondensasi menjadi awan dan hujan, lalu jatuh ke laut.
2. Siklus Air Sedang, yaitu air laut menguap, mengalami kondensasi
dan dibawa angin, membentuk awan di atas daratan, jatuh sebagai
hujan, lalu masuk ke tanah, selokan, sungai, dan ke laut lagi.
3. Siklus Air Besar, yaitu air laut menguap menjadi gas kemudian
membentuk kristal2 es di atas laut, dibawa angin ke daratan
(pegunungan tinggi), jatuh sebagai salju, membentuk gletser (lapisan es
yang mencair), masuk ke sungai, lalu kembali ke laut.
Terjadinya siklus air tersebut disebabkan oleh adanya proses2 yang
mengikuti gejala meteorologis dan klimatologis, antara lain :
1. Evaporasi, yaitu penguapan benda2 abiotik dan merupakan
proses perubahan wujud air menjadi gas. Penguapan di bumi 80 %
berasal dari penguapan air laut.
2. Transpirasi, yaitu proses pelepasan uap air dari tumbuh2an
melalui stomata atau mulut daun.
3. Evapotranspirasi, yaitu proses gabungan antara evaporasi
dan transpirasi.
4. Kondensasi, yaitu proses perubahan wujud uap air menjadi
air akibat pendinginan.
5. Adveksi, yaitu transportasi air pada gerakan horizontal
seperti transportasi panas dan uap air dari satu lokasi ke lokasi
yang lain oleh gerakan udara mendatar.
6. Presipitasi, yaitu segala bentuk curahan atau hujan dari
atmosfer ke bumi yang meliputi hujan air, hujan es, dan hujan
salju.
7. Run Off (Aliran Permukaan), yaitu pergerakan aliran air di
permukaan tanah melalui sungai dan anak sungai.
8. Infiltrasi, yaitu perembesan atau pergerakan air ke dalam
tanah melalui pori tanah.
Di dalam siklus hidrologi terjadi proses kondensasi dan sublemasi.
Kondensasi adalah proses berubahnya uap air menjadi butir2 air,
sedangkan sublemasi adalah proses berubahnya uap air menjadi butir2
es atau salju. Menurut perkiraan, air yang ada dipermukaan bumi
seluruhnya mencapai 1.360.000.000 km3. Sekitar 1.320.000.000
km3 berada di lautan/samudera dan sisanya terjadi sirkulasi pada
atmosfer ke daratan dan kembali ke laut atau samudera.
Air yang ada dipermukaan bumi dan di udara berada dalam
bentuk cair, gas dan padat (es atau salju). Perubahan air dalam tiga
bentuk ini memang sangat menakjubkan. Jika terjadi perubahan
temperatur, air dapat berubah menjadi es yang disebut membeku
(freezing), atau sebaliknya es akan berubah menjadi air yang disebut
mencair (melting), dan air yang mencair tersebut dapat pula berubah
menjadi gas melalui proses penguapan (evaporation).
Dalam setahun tidak kurang dari 500.000 km3 air di muka
bumi berubah menjadi gas ke dalam atmosfer. Kurang lebih 430.000
km3 air laut berubah menjadi uap air atau sekitar 1.000 km3 setiap hari,
dan sisanya 70.000 km3menguap dari daratan (termasuk penguapan dari
tanaman yang disebut denganTranspiration).
Uap air yang terdapat dalam udara dapat berubah menjadi
butir2 air atau es (kondensasi). Jika temperatur udara terus menurun,
butiran air berubah menjadi kristal2 es, lama kelamaan semakin besar,
dan udara tidak lagi mampu menahan beratnya sehingga jatuh ke bumi
sebagai hujan (precipitation). Butiran2 air atau kristal2 es yang masih
bertahan melayang-layang di udara karena amat kecil disebut awan.
Sebaliknya, setiap tahunnya curah hujan yang jatuh ke
permukaan bumi sekitar 500.000 km3, yaitu 390.000 km3 langsung jatuh
di laut/samudera, dan 110.000 km3 jatuh di daratan. Persebaran air
yang berada di muka bumi secara persentase adalah sebagai berikut :
air laut 97,5 %, air sungai, air danau, air tanah, dan salju 2,449 %, serta
berupa uap air 0,001 %.
AIR PERMUKAAN.
Air permukaan adalah bagian dari air hujan yang tidak
mengalami infiltrasi (peresapan), atau air hujan yang mengalami
peresapan dan muncul kembali ke permukaan bumi sebagai mata air.
Mata air yang muncul di permukaan bumi akan mengalir sebagai air
permukaan.
Macam-macam air permukaan :
A. Sungai
Sungai adalah air tawar yang mengalir dari sumbernya di
daratan menuju dan bermuara di laut, danau, atau sungai lain yang lebih
besar. Aliran sungai merupakan aliran yang bersumber dari 3 jenis
limpasan, yaitu : limpasan yang berasal dari hujan, limpasan dari anak2
sungai, dan limpasan dari air tanah.
Pada umumnya, sungai bermuara sampai ke laut atau danau2.
Tetapi, adapula sungai2 yang muaranya tidak dapat mencapai laut
banyak terdapat di daerah gurun yang amat kering. Di Australia, sungai
jenis ini disebut creek dan di Arab disebut Wadi. Pada saat hujan,
palung2 sungai ini berisi air tetapi bilamana hujan tidak ada, sungai ini
hanya berupa palung2 yang kerin. Air hujan yang mengalir tidak dapat
mencapai laut karena banyak meresap ke dalam tanah yang kering dan
ada pula yang habis menguap kembali ke atmosfer.
Besarnya volume air yang mengalir pada suatu sugai dalam
satuan waktu pada titik tertentu di sungai itu, disebut debit air. Debit
air sungai terkecil terdapat di bagian hulu, sedangkan yang terbesar
terdapat di bagian muara. Sungai yang besar berarti debit airnya besar,
sebaliknya, sungai yang kecil berarti debit airnya kecil.
Besar kecilnya volume air yang mengalir (debit air sungai)
dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain sebagai berikut :
1. Iklim, usur iklim sangat berpengaruh terhadap debit air
sungai. Banyaknya curah hujan (Presipitasi) dan besarnya
penguapan (evaporasi) sangat menentukan volume air yang ada
dalam sungai.
Pada saat musim penghujan presipitasi lebih besar dibandingkan
besarnya evaporasi yang mengakibatkan debit air menjadi besar bahkan
terjadi luapan air atau banjir. Tetapi sebaliknya, pada musim kemarau
jumlah presipitasi menurun tetapi tingkat penguapan meningkat
sehingga debit air semakin kecil.
1. Kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS), luas dan ketinggian
daerah aliran sungai berpengaruh besar terhadap debit air sungai.
Daerah aliran sungai adalah bagian permukaan bumi yang berfungsi
untuk menerima, menyimpan, dan mengalirkan air hujan yang jatuh
di atasnya melalui sungai. Contoh : hujan yang jatuh pada bagian
permukaan bumi mengalirkan airnya ke sungai, misalnya sungai
Kapuas. Bagian permukaan bumi yang menerima air hujan dan
mengalirkan airnya ke sungai Kapuas disebut DAS Kapuas. Das
biasanya dibatasi oleh punggung/igir perbukitan atau pegunungan.
DAS yang luas berarti memiliki daerah tangkapan hujan yang luas
pula, sehingga debit air sungai yang mengalir pada DAS itu akan
lebih besar.
Ada berbagai bentuk atau tipe sungai yaitu :
1. Sungai Consequent Lateral, yakni sungai yang arah
alirannya menuruni lereng2 asli yang ada di permukaan bumi
seperti dome, blockmountain, atau dataran yang baru terangkat.
2. Sungai Consequent Longitudinal, yakni sungai yang
alirannya sejajar dengan antiklinal (bagian puncak gelombang
pegungungan).
3. Sungai Subsequent, yakni sungai yang terjadi jika pada
sebuah sungaiconsequent lateral terjadi erosi mundur yang
akhirnya akan sampai ke puncak lerengnya, sehingga sungai
tersebut akan mengadakan erosi se samping dan memperluas
lembahnya. Akibatnya akan timbul aliran baru yang mengikuti
arah strike (arah patahan).
4. Sungai Superimposed, yakni sungai yang mengalir pada
lapisan sedimen datar yang menutupi lapisan batuan di bawahnya.
Apabila terjadi peremajaan, sungai tersebut dapat mengikis
lapisan2 penutup dan memotong formasi batuan yang semula
tertutup, sehingga sungai itu menempuh jalan yang tidak sesuai
dengan struktur batuan.
5. Sungai Antecedent, yakni sungai yang arah alirannya tetap
karena dapat mengimbangi pangangkatan yang terjadi. Sungai ini
hanya dapat terjadi bila pengangkatan tersebut berjalan dengan
lambat.
6. Sungai Resequent, yakni sungai yang mengalir menuruni dip
slope(kemiringan patahan) dari formasi2 daerah tersebut dan
searah dengan sungai consequent lateral. Sungai resequent ini
terjadi lebih akhir sehingga lebih muda dan sering merupakan anak
sungai subsequent.
7. Sungai Obsequent, yakni sungai yang mengalir menuruni
permukaan patahan, jadi berlawanan dengan dip dari formasi2
patahan.
8. Sungai Insequent, yakni sungai yang terjadi tanpa
ditentukan oleh sebab2 yang nyata. Sungai ini tidak mengalir
mengikuti perlapisan batuan atau dip. Sungai ini mengalir dengan
arah tidak tentu sehingga terjadi pola aliran dendritis.
9. Sungai Reverse, yani sugai yang tidak dapat
mempertahankan arah alirannya melawan suatu pengangkatan,
sehingga mengubah arahnya untuk menyesuaikan diri.
10. Sungai Composit, yakni sungai yang mengalir dari daerah
yang berlainan struktur geologinya. Kebanyakan sungai yang besar
merupakan sungaicomposit.
11. Sungai Anaclinal, yakni sungai yang mengalir pada
permukaan, yang secara lambat terangkat dan arah pengangkatan
tersebut berlawanan dengan arah arus sungai.
12. Sungai Compound, yakni sungai yang membawa air dari
daerah yang berlawanan geomorfologinya.
Ada berbagai pola aliran sungai, sebagai berikut :
1. Pararel, adalah pola aliran yang terdapat pada suatu daerah
yang luas dan miring sekali, sehingga gradient dari sungai itu besar
dan sungainya dapat mengambil jalan ke tempat yang terendah
dengan arah yang kurang lebih lurus. Pola ini misalnya dapat
terbentuk pada suatu coastal plain (dataran pantai) yang masih
muda yang lereng aslinya miring sekali kea rah laut.
2. Rectangular, adalah pola aliran yang terdapat pada daerah
yang mempunyai struktur patahan, baik yang berupa patahan
sesungguhnya atau hanya joint (retakan). Pola ini merupakan pola
aliran siku2.
3. Angulate, adalah pola aliran yang tidak membentuk sudut
siku2 tetapi lebih kecil atau lebih besar dari 90o. di sini masih
kelihatan bahwa sungai2 masih mengikuti garis2 patahan.
4. Radial Centrifugal, adalah pola aliran pada kerucut gunung
berapi atau dome yang baru mencapai stadium muda dan pola
alirannya menuruni lereng2 pegunungan.
5. Radial Centripetal, adalah pola aliran pada suatu kawah atau
crater dan suatu kaldera dari gunung berapi atau depresi lainnya,
yang pola alirannya menuju ke pusat depresi tersebut.
6. Trellis, adalah pola aliran yang berbentuk seperti trails. Di
sini sungai mangalir sepanjang lembah dari suatu bentukan antiklin
dan sinklin yang pararel.
7. Annular, adalah variasi dari radial pattern. Terdapat pada
suatu dome atau kaldera yang sudah mencapai stadium dewasa dan
sudah timbul sungai consequent, subsequent, resequent dan
obsequent.
8. Dentritic, adalah pola aliran yang mirip cabang atau akar
tanaman. Terdapat pada daerah yang batu2annya homogen, dan
lereng2nya tidak begitu terjal, sehingga sungai2nya tidak cukup
mempunyai kekuatan untuk menempuh jalan yang lurus dan pendek.
Macam-macam sungai berdasarkan keajegan aliran airnya,
yaitu sebagai berikut :
1. Sungai Episodik, yaitu sungai yang airnya tetap mengalir
baik pada musim kemarau maupun pada musim penghujan. Jenis
sungai ini banyak terdapat di Irian Jaya, Sumatera, dan
Kalimantan.
2. Sungai Periodik, yaitu sungai yang hanya berair pada musim
penghujan saja, sedang pada musim kemarau kering tak berair.
Jenis sungai ini banyak terdapat di Jawa Timur, Nusa Tenggara,
dan Sulawesi, pada umumnya sungai periodik ini mempunyai mata
air dari daerah2 yang hutannya sudah gundul.
Macam-macam sungai berdasarkan sumber airnya yaitu sebagai
berikut :
1. Sungai Tadah Hujan, yaitu sungai yang volume airnya
tergantung pada air hujan, seperti sungai2 di Pulau Jawa.
2. Sungai Campuran atau Sungai Kombinasi, yaitu sungai yang
sumber airnya berasal dari air hujan dan gletser (salju yang
mencair, kemudian mengalir) oleh karena itu jika sungai mata
airnya dari gletser disebut sungai gletser. Contohnya sungai
Mamberema di Irian Jaya.
Bagian-bagian pada daerah aliran sungai, yaitu :
1) Bagian Hulu Sungai.
Yaitu bagian sungai yang dekat dengan mata air, merupakan sungai
dalam stadium muda, dengan ciri2 :
 Pengikisan kearah dalam atau vertikal.
 Aliran airnya deras
 Tebingnya curam
 Tidak terjadi proses pengendapan/sedimentasi
 Belum terdapat teras2 sungai.
2) Bagian Tengah Sungai.
Yaitu bagian antara hulu sungai dengan hilir sungai dan disebut stadium
dewas, dengan ciri2 :
 Pengikisan ke arah dalam dan samping
 Alirannya kurang begitu jelas
 Banyak terjadi pengendapan
 Terdapat teras2 sungai.
 Terbentuknya pola aliran yang berkelok-kelok atau disebut
meander.
3) Bagian Hilir Sungai.
Yaitu bagian sungai yang dekat ke laut, dan disebut stadium tua dengan
ciri2 :
 Pengikisan tidak terjadi
 Aliran air tenang
 Banyak terjadi pengendapan
 Teras2 sudah tidak jelas
 Sungai banyak berkelok-kelok
 Terdapat beting2 pasir di tengah sungai yang disebut dengan
delta.
B. Danau.
Danau ialah suatu kumpulan air dalam cekungan tertent, yang
biasanya berbentuk mangkuk. Danau mendapat air dari curah hujan,
sungai2, serta mata air, dan air tanah. Keempat sumber tersebut
bersama-sama dapat mengisi dan memberikan suplai air pada danau.
Dalam hal demikian biasanya danau itu bersifat permanen, artinya tetap
berair sepanjang tahun. Sebaliknya, jika sumber air pengisi danau itu
hanya salah satu unsur saja misalnya dari curah hujan, maka danau itu
umumnya bersifat temporer atau periodic. Artinya danau tersebut pada
waktu2 tertentu kering.
Menurut macam airnya, danau dapat dibedakan menjadi 2, yaitu
sebagai berikut :
1) Danau Air Asin.
Pada umumnya danau air asin terdapat di daerah semiarid dan arid, di
mana penguapan yang terjadi sangat kuat, dan tidak memiliki aliran
keluaran. Kalau danau semacam ini menjadi kering, maka tinggallah
lapisan garam di dasar danau tersebut. Danau2 yang bersifat temporer
banyak terdapat di daerah arid yang mempunyai kadar garam tinggi.
Contoh danau kadar garam yang tinggi adalah Great Salt Lake, kadar
garamnya sebesar 18,6 %, dan Danau Merah (dekat laut asam), kadar
garamnya 32 %.
2) Danau Air Tawar.
Danau air tawar terutama terdapat di daerah2 humid (basah) dimana
curah hujan tinggi. Pada umumnya, danau ini mendapatkan air dari curah
hujan dan selalu mengalirkan airnya kembali ke laut. Jadi danau ini
merupakan danau terbuka.
Menurut terjadinya, danau dapat dibagi menjadi beberapa jenis
sebagai berikut :
1) Danau Vulkanik/Kawah/Maar, yaitu danau yang terjadi karena
peletusan gunung berapi yang menimbulkan kawah luas di puncaknya.
Kawah tersebut kemudian terisi oleh air hujan dan terbentuklah danau.
Contoh : Danau Kawah Gunung Kelud dan Gunung Batur.
2) Danau Lembah Gletser, setelah zaman es berakhir, daerah2
yang dulunya dilalui gletser menjadi kering dan diisi oleh air. Kalau
lembah yang telah terisi air itu tak berhubungan dengan laut, maka
lembah itu akan menjadi danau. Contohnya: danau Michigan, danau
Huron, Superior, Erie, dan danau Ontario.
3) Danau Tektonik, adalah danau yang terjadi karena peristiwa
tektonik; yang mengakibatkan terperosoknya sebagian kulit bumi. Maka
terbentuklah cekungan yang cukup besar. Contoh danau tektonik adalah
: danau toba, singkarak, kerinci dll.
4) Danau Dolina/Karst, adalah danau yang terjadi karena pelarutan
batuan kapur, sehingga membentuk cekungan2 yang yang bentuknya
seperti dolina/karst. Danau ini banyak ditemukan di daerah pegunungan
kapur.
5) Danau Hempangan/Bendungan, adalah danau yang terjadi karena
aliran sebuah sungai terbendung oleh lava, sehingga airnya menggenang
dan terbentuklah danau. Contohnya danau laut tawar di Aceh dan
Tondano.
6) Danau Buatan, adalah danau yang dibendung oleh manusia dengan
tujuan untuk irigasi, perikanan, pembangkit tenaga listrik dan lain.
Contohnya : Danau Siombak di Marelan, Proyek Asahan dll.
C. Rawa
Rawa adalah daerah di sekitar sungai atau muara sungai yang
cukup besar yang merupakan tanah lumpur dengan kadar air relatif
tinggi.
Rawa dilihat dari genangan airnya, dapat dibedakan
menjadi 2 bagian yaitu :
1) Rawa yang airnya selalu tergenang
Tanah2 di daerah rawa yang selalu tergenang airnya tidak dapat
dimanfaatkan sebagai lahan pertanian kerena lahannya tertutup tanah
gambut yang tebal. Di daerah rawa yang airnya selalu tergenang, sulit
terdapat bentuk kehidupan binatang karena airnya sangat asam.
Derajat keasaman (pH) di daerah ini mencapai 4,5 atau kurang dengan
warna air kemerah-merahan.
2) Rawa yang airnya tidak selalu tergenang.
Rawa jenis ini mengandung air tawar yang berasal dari limpahan air
sungai pada saat air laut pasang dan airnya relatif mongering pada saat
air laut surut. Akibat adanya pergantian air tawar di daerah rawa, maka
keasaman tanah tidak terlalu tinggi sehingga dapat dimanfaatkan
sebagai areal sawah pasang surut. Salah satu tanda yang menunjukkan
bahwa kawasan rawa memiliki tanah yang tidak terlalu asam adalah
banyaknya pohon2 rumbia.
=================================================================
=========================================
MORFOLOGI PESISIR PANTAI
Laut menutupi permukaan bumi kurang lebih 75 %. Batas perairan laut
dangan daratan disebut garis pantai (pertemuan permuakaan laut
dengan daratan). Perairan laut di permukaan bumi tidak merata luasnya.
Pada belahan bumi utara tertutup lautan sebesar 60%, sedangkan pada
belahan bumi selatan yang tertutup lautan sekitar 80%.
Kedalaman laut dan samudera sangat bervariasi, ada yang
dangkal tetapi banyak pula yang dalam. Dalam dan dangkalnya dasar laut
menunjukkan relief dasar laut. Relief dasar laut lebih besar
dibandingkan relief di daratan. Hal ini terbukti dari kedalaman laut
rata2 mencapai 3.800 m, sedangkan ketinggian daratan rata2 hanya 840
m. laut yang terdalam ada di Palung Mindanau (Palung Filipina), mencapai
kedalaman 10.830 m sedangkan daratan yang tertinggi adalah pada
Gunung Everest, yang mencapai ketinggian 8.880 m.
Untuk mengetahui kedalaman laut, dilakukan pengukuran2
yang disebut “menduga dalamnya laut”. Pengukuran kedalaman laut ini
dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu :
1) Batu Duga, cara ini disebut juga tali unting, merupakan cara
mengukur kedalaman laut yang paling sederhana. Sebongkah besi diikat
pada ujung tali dan sebuah tabung beserta alat pemberat diturunkan ke
dasar laut. Sistem ini memerlukan waktu yang lama karena untuk
mengukur kedalaman laut sampai 5000 m saja memerlukan waktu sampai
satu jam. Selain itu, kedalaman laut yang sebenarnya kadang2 kurang
tepat disebabkan tali yang diturunkan sering condong/atau lengkung
karena terbawa oleh arus laut.
2) Gema Duga, cara ini merupakan teknologi yang lebih maju dan
mulai digunakan sejak tahun 1920. Cara ini menggunakan alat pengirim
dan penerima gelombang suara. Suara dari alat pengirim akan merambat
ke dasar laut dan sesampainya di dasar laut dipantulkan kembali ke atas.
Pantulan kembali gema suara akan diterima oleh alat penerima di atas
kapal. Alat gema duga sering dinamakan hidrofon. Dengan mengetahui
kecepatan suara yang diterima, maka dapat diketahui kedalamannya.
Dengan pengandaian kecepatan suara dalam air laut 1.500 m/det,
dihasilkan rumus kedalaman laut sebagai berikut :
D = t x v
2

Keterangan :
D = kedalaman laut
t = jangka waktu antara suara yang dikirimkan sampai diterima
kembali pantulan gema suaranya.
v = kecepatan suara dalam air.
Contoh :
Waktu antara dikirimnya suara dari kapal sampai diterima kembali gema
suaranya oleh hidrofon di atas kapal adalah 7 detik. Maka kedalaman
laut tersebut adalah :
D = t x v = 1500 x 7 = 5.250 meter
2 2
Dengan waktu hanya 7 detik, laut yang kedalamannya mencapai 5.250 m
telah dapat diketahui.
Berdasarkan letaknya, laut dapat dibedakan menjadi 5 jenis, yaitu :
1) Laut Tepi.
Laut tepi merupakan laut yang berada di tepi benua dan dipisahkan oleh
kepulauan dari samudera. Contoh dari laut ini adalah Laut Cina Selatan
yang terletak di tepi Benua Asia.
2) Laut Pedalaman.
Laut pedalaman merupakan laut yang hampir seluruhnya dikelilingi oleh
daratan atau terletak di tengah2 suatu benua. Laut yang masuk jenis ini
adalah laut hitam yang terletak di tengah Benua Asia, juga Laut
Adriatik.
3) Laut Tengah.
Laut tengah merupakan lautan yang memisahkan dua benua atau lebih.
Misalnya laut tengah (Mediterania) yang memisahkan Benua Eropa dan
Afrika, juga laut Indonesia yang memisahkan Benua Asia dengan
Australia.
4) Selat.
Selat merupakan laut sempit yang terletak di antara dua pulau atau dua
benua. Misalnya selat Sunda yang terletak di antara pulau Sumatera
dengan Pulau Jawa.
5) Teluk.
Teluk merupakan laut yang menjorok ke daratan. Contoh dari teluk
adalah Teluk Siam yang terdapat di Thailand.
Pembagian laut menurut zona atau jalur kedalamannya, laut dapat
dibedakan menjadi beberapa zona sebagai berikut :
1) Zona Litoral atau Jalur Pasang, yaitu bagian cekungan lautan
yang terletak diantara pasang naik dan pasang surut.
2) Zona Epineritik, yaitu bagian cekungan lautan diantara garis2
surut dan tempat paling dalam yang masih dapat dicapai oleh daya sinar
matahari (pada umumnya sampai sedalam 50 m).
3) Zona Neritik, yaitu bagian cekungan lautan yang dalamnya
antara 50 – 200 m.
4) Zona Batial, yaitu bagian cekungan lautan yang dalamnya antara
200 – 2000 m.
5) Zona Abisal, yaitu bagian cekungan lautan yang dalamnya lebih
dari 2000 m.
Pembagian laut menurut terjadinya, laut dapat dibedakan menjadi
3 golongan, yaitu sebagai berikut :
1) Laut Transgresi atau Laut Meluas, yaitu laut yang terjadi
karena perubahan permukaan air laut positif, baik yang disebabkan oleh
kenaikan permukaan air laut itu sendiri atau oleh turunnya daratan
perlahan-lahan, sehingga sebagian dari daratan digenangi air. Laut jenis
ini pada umumnya terjadi pada akhir zaman glacial. Contoh : Laut Utara
dan Laut Jawa.
2) Laut Ingresi atau Laut Tanah Turun, laut ini terjadi karena
turunnya tanah sebagai akibat tekanan vertikal (gaya endogen) yang
menimbulkan patahan. Contoh : laut Karibia, Laut Jepang, dan Laut
Tengah.
3) Laut Regresi atau Laut Menyempit, laut ini terjadi karena laut
mengalami proses penyempitan akibat adanya endapan2 di laut yang
dibawa sungai sehingga laut tersebut mengalami pendangkalan.
Contohnya : Selat Malaka.
Arus laut adalah aliran air laut yang mempunyai arah dan peredaran
yang tetap dan teratur. Gerak aliran arus laut dapat disamakan dengan
aliran air sungai, tetapi aliran arus laut lebih lebar. Arus laut dapat
dibedakan menurut letak, suhu, dan cara terjadinya.
1. Menurut letaknya
1) Arus bawah ialah arus laut yang bergerak di bawah permukaan
laut, misalnya arus bawah di Selat Gibraltar.
2) Arus atas ialah arus laut yang bergerak di permukaan laut,
misalnya arus Kalifornia.
1. Menurut suhunya.
1) Arus panas ialah bila suhu arus air laut lebih panas daripada suhu
air laut di sekitarnya, misalnya arus teluk.
2) Arus dingin ialah bila suhu arus laut lebih dingin dari laut di
sekitarnya, misalnya arus Labrador.
1. Menurut terjadinya.
1) Arus karena perbedaan kadar garam atau berat jenis air laut.
2) Arus karena dingin
3) Arus karena perbedaan niveau (beda tinggi muka air)
4) Arus karena pengaruh daratan/benua.
5) Arus karena pasang naik dan surut.
Kecerahan atau warna air laut tergantung pada zat2 oraganik maupun
anorganik yang ada di laut. Warna air laut ada beberapa macam karena
beberapa sebab berikut :
1) Pada umumny lautan berwarna biru, hal ini disebabkan oleh sinar
matahari yang bergelombang pendek (sinar biru) dipantulkan lebih
banyak daripada sinar lain.
2) Warna kuning, karena dasarnya terdapat lumpur kuning, misalnya
sungai Kuning di Cina (sungai Huang Ho).
3) Warna hijau, karena adanya plankton2 dalam jumlah besar.
4) Warna putih, karena permukaannya selalu tertutup es, misalnya
latu di Kutub Utara dan Selatan.
5) Warna ungu, karena adanya organism kecil yang mengeluarkan
sinar2 fosfor, misalnya Laut Ambon.
6) Warna hitam, karena dasarnya terdapat lumpur hitam. Misalnya
laut Hitam.
7) Warna merah, karena banyaknya binatang2 kecil berwarna
merah yang terapung-apung, misalnya laut merah.
Salinitas atau kadar garam air laut adalah banyaknya garam (dinyatakan
dengan gram) yang terdapat dalam satu liter air laut. Garam di laut
berasal dari hasil2 pelapukan di daratan. Hasil2 pelapukan ini
mengandung bermacam-macam garam, yang oleh air sungai di larutkan,
dihanyutkan, serta dibawa ke laut. Hampir di setiap tempat laut
memiliki salinitas (kadar garam) antara 33% hingga 37%. Pada air laut
dalam, nilai salinitas antara 34,5% dan 35% rata2 salinitas air laut
adalah 35%.
Menurut Clarke, di dalam air laut terdapat larutan garam
seperti :
1) Kalsium karbonat (CaCO3) : 0,34%
2) Magnesium bromida (MgBr2) : 0,22%
3) Kalium Sulfat (K2SO4) : 2,64%
4) Kalsium sulfat (CaSO4) : 3,60%
5) Magnesium sulfat (MgSO4) : 4,74%
6) Magnesium Klorida (MgCL2) : 10,88%
7) Natrium Klorida (NaCl) : 77,78%
Perubahan kadar garam di laut tidak besar. Hal ini disebabkan oleh
kecilnya proses penguapan bila dibandingkan dengan isi air laut
tersebut. Besar kecilnya kadar garam di laut ditentukan oleh faktor2
berikut :
1) Banyak sedikitnya air yang berasal dari gletser
2) Besar kecilnya curah hujan di tempat tersebut
3) Besar kecilnya penguapan di tempat tersebut
4) Besar kecilnya atau banyak sedikitnya sungai yang bermuara di
tempat tersebut.
Mineral laut berasal dari daratan yang dibawa oleh aliran sungai2.
Mineral itu antara lain adalah :
1) Garam, tempat2 pembuatan garam dijumpai di Pulau Madura dan
Rembang.
2) Kapur, berasal dari kerang, globigerine (foraminifera), dan
sebagainya.
3) Kalium karbonat, berasal dari sebangsa lumut (potash)
4) Fosfat, berasal dari tulang2 ikan dan kotoran burung pemakan
ikan, dan biasanya untuk pupuk.
Kekayaan fauna dan flora laut sama halnya dengan daratan. Pada
umumnya organisme laut dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
1) Bentos, ialah binatang2 laut yang hidupnya di dasar laut. Bentos
ini dapat pula dibagi menjadi dua golongan yaitu : (1) bentos sesial, yang
hidupnya terikat pada suatu tempat, misalnya tiram, koral, jenis2
brochipoda dan sebagainya, dan (2)bentos vagil, yang bergerak di dasar
laut, misalnya landak laut, siput laut, dan sebagainya.
2) Pelagos, ialah organisme yang hidupnya tak tergantung pada
dasar laut dan umumnya menjadi penghuni lapisan air bagian atas.
Pelagos dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu (1) nekton, ialah
golongan organisme yang mempunyai alat badan sendiri untuk bergerak
sehingga dapat tinggal di daerah tertentu yang menyediakan banyak
makanan atau tempat2 yang keadaannya baik bagi mereka. Contoh :
semua jenis ikan, ubur2 dan sebagainya (2) plankton, ialah golongan
organisme yang tidak mempunyai alat2 badan sendiri untuk bergerak.
Gerakan mereka bergantung pada arus yang disebabkan oleh angin atau
perbedaan suhu. Contoh : jenis2 binatang bersel satu seperti
radiolarian, foraminifera, dan tumbuh2an yang bersel satu misalnya
algae, diatomea, demikian juga binatang2 bersel banyak yang kecil
seperti sebangsa udang kecil.
Sama halnya dengan di daratan, di lautan pun sedimentasi terjadi
terutama berasal dari sisa2 organisme yang mati maupun bahan2
anorganis. Beberapa jenis endapan lumpur berturut-turut dari pantai ke
laut dalam, yaitu :
1. Endapan Lumpur Terigen, endapan yang terdiri dari materi2
halus, terutama materi2 dari daratan yang dibawa oleh sungai2.
2. Endapan Lumpur Globigerina, yaitu endapan yang terdiri
atas sisa2 binatang dan tumbuhan2 yang telah mati, terutama
terdiri dari kapur berasam arang dan asam kersik. Lumpur
globigerina di atas terutama terdapat di dasar laut yang dalamnya
antara 2000 m sampai 4000 m.
3. Endapan Lumpur Radiolaria atau Lumpur Laut Merah, yaitu
endapan yang sebagian berasal dari hasil2 letusan gunung berapi di
dalam laut dan sebagian berasal dari sisa2 binatang yang amat
kecil yang berangka zat kersik. Endapan ini terdapat pada laut
yang dalam (4.000 – 7.000 m) dan tidak terdapat kapur atau
persenyawaan2 kapur

Anda mungkin juga menyukai