Anda di halaman 1dari 17

ANALISIS BENTANG LAHAN JAWA BARAT (GEOLOGI,

GEOMORFOLOGI, DAN HIDROLOGI KARST RAJA MANDALA DAN


CEKUNGAN BANDUNG)

REVIEW

(Diajukan guna memenuhi tugas pengganti mata kuliah Pengukuran Proses dan
Hasil Proses Bentang Lahan)

Dosen Pengampu:

Fahrudi Ahwan Ikhsan, S.Pd., M.Pd.

Oleh:

Annisa Septiana Putri (180210303081)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI


JURUSAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2020
1.1 Analisis Bentang Lahan Jawa Barat

Gambar 1. Peta Geologi Regional Jawa Barat (Sampurno,1976)

Seluruh bentang alam yang permukaan bumi adalah suatu hasil dari proses
geologi yang meliputi campur tangan tenaga eksogen dan endogen di dalam
bumi. Tenaga-tenaga di dalam bumi tersebut mengalami proses
pengangkatan,patahan dan denudasi yang pada akhirnya akan membentuk
perbukitan dan daerah paneplain, dari proses tersebut juga akan menghasilkan
zona-zona yang akan membentuk suatu lembah dan sungai hingga prose
aktivitas vulkanik seperti yang ada pada daerah Jawa Barat. Daerah ini
mempunyai ciri khas geologi yang mencakup daerah dataran alluvial, lipatan
perbukitan dan juga aktivitas vulkanisme yang diklasifikasikan atas 4 zona
yakni :
a) Zona Jakarta
Zona ini berlokasikan pada tepi laut Jawa yang mempunyai lebar 40
km dari daerah Serang hingga Cirebon. Daerah dengan ciri khas
topografi yang terdiri atas endapan alluvial yang tersebar dari sungai-
sungai seperti halnya sungai Citarum, sungai Cimanuk, sungai
Ciasem, sungai Cipunagara, sungai Cikeruh, sungai Cisanggarung.
Zona ini juga telah tertupi oleh endapan kipas alluvial yang
merupakan endapan lahar yang berasal dari Gunung Tangkuban
Perahu, Gunung Gede, Gunung Pangranggo.
b) Zona Bogor
Zona ini terbentang dari daerah Rangkasbitung,
Bogor,Purwakarta,Subang, Sumedang,Kuningang, hingga
Majalengka. Daerah ini mempunyai ciri khas topografi yang teriri atas
lipatan perbukitan yang merupakan hasil dari batuan sedimen laut
yang berumur tersier, kemudian membentuk antiklonorium dan
membentuk patahan pada zaman antara pliosen hingga plistosen yang
pada akhirnya menghasilkan patahan lembang dan terjadinya proses
pengangkatan pada daerah pegunungan selatan.
Perbatasan diantara Zona Bogor dan Zona Bandung yakni Gunung
Ciremai Kuningan dengan ketinggian 3.078 m, Gunung Tampomas
Sumedang dengan ketinggian 1.684 m. Pada saat ini, Zona Bogor
terdapat daerah perbukitan yang tidak terlalu tinggi yang dapat
dijumpai batuan intrusi. Batuan intrusi ini dapat dijumpai di Gunung
Parang Purwakarta, Gunung Sanggabuwana Purwakarta,Gunung
Kromong Majalengka, Gunung Buligir Majalengka.

c) Zona Bandung
Karakteristik zona ini cenderung unik dikarenakan termasuk ke dalam
zona depresi atau zona vulkanik dan terdapat kandungan endapan
vulkanik dari hasil kegiatan vulkanisme, endapan ini terdiri dari
endapan alluvial dan endapan vulkanik kuarter, campuran endapan
tersier-kuarter pada beberapa daerah. Zona ini mempunyai gunung
yang dimana berlokasikan pada daerah dataran rendah yang diapit dua
Zona pinggiran yakni Zona Bogor dan juga Zona Pegunungan Selatan.
Zona Bandung mempunyai beberapa pegunungan tersier yakni :
 Pegunungan Bayah yang terletak pada daerah bagian selatan
dikarenakan proses lipatan pada zaman eosen dengan kandungan
batuan old andesit, sementara pada daerah bagian utara adalah
kategori peralihan Zona Bogor.
 Perbukitan dan Lembah Cimandiri yang terletak di Sukabumi pada
daerah dengann ketinggian 570 meter hingga 610 meter yang masih
merupakan sambungan dari pegunungan Bayah yang terletak diantara
daerah Cibadak dan Sukabumi. Pada kedua daerah itu dapat dijumpai
horst yang memiliki kandungan endapan dari kegiatan vulkanisme.
Mengarah pada daerah Timur dari Sukabumi, dapat dijumpai suatu
dataran yang berbentuk lempengen dengan ketinggian 700 meter
hingga 750 meter yang telah berusia eosen.
 Perbukitan Rajamandala dan Plateu Rongga yang berlokasikan di
dataran Jampang, Pegunungan Selatan yang telah berumur Oligosen
hingga Pliosen. Rajamandala merupakan daerah perbukitan dan
lembah, sementara plateu merupakan perbukitan yang berumur
dewasa hingga tua campuran diantara Zona Bandung dan Zona
Pegunungan Seltan dengan ketinggian diatas 1.000 meter dan
melandai pada daerah dataran Batujajar dengan ketinggian 650 meter.
 Perbukitan Kabanaran yang berlokasikan di Timur Banjar dengan
lebar 20km hingga 40km yang merupakan daerah dataran dan lembah.

Pegunungan-pegunungan tersebut telah mengalami proses erosi yang


sangat kuat sehingga membentuk daerah paneplain. Daerah paneplain
tersebut membentang dari barat hingga pada selat sunda. Pada bagian
Selatan pantai memiliki daerah laut sangat curam yang kemudian
terbentuk atas depresi Cianjur di Sukabumi, Depresi
Bandung,Depresi Garut, Depresi Citanduy atau cekungan intra
montana.
Gambar 2. Citra Satelit Sesar Lembang Bandung

Depresi Cianjur mempunyai karakteristik daerah lebih rendah yakni


459 meter apabila dibandingkan dengan daerah Depresi Bandung
yang hanya memiliki ketinggian 70 meter. Dapat dijumpai Gunung
Salak pada Zona Bogor dengan ketinggian 2.211 meter yang
merupakan gunung api muda, Gunung Gede di Sukabumi dengan
ketinggian 2.958 meter dan juga Gunung Pangrango dengan
ketinggian 3.019 meter. Daerah vulkanisme tersebut telah tersebar
pada daerah lembah yang ada di Zona Bogor.
Mengulik Depresi Bandung yang terletak pada ketinggian 650 meter
hingga 675 meter dan lebar lebih dari 25 kilometer dengan kandungan
alluvial yang sangat subur dari sungai Citarum. Daerah ini di himpit
oleh Gunung Burangrang dengan ketinggian 2.064 meter, Gunung
Bukit tunggul dengan ketinggian 2.209 meter, Gunung Tangkuban
Perahu dengan ketinggian 2.076 meter. Dataran ini juga berbatasan
dengan Zona Pegunungan Selatan seperti Gunung Malabar, Gunung
Patuha, Gunung Kendeng.
Depresi Garut terletak pada daerah dengan ketinggian 717 meter dan
lebar lebih dari 50 kilometer. Daerah ini dikelilingi oleh gunung api
seperti Gunung Kracak dan Gunung Ci Kuray di bagian selatan
Sementara pada Gunung Papandayan dapat dijumpai solfatara, pada
Gunung Guntur dapat dijumpai aliran lava yang telah mengalami
pembekuan pada bagian lereng, Gunung Calancang di bagian utara
yang berbatasan dengan daerah Zona Bogor.
Depresi Lembah Citanduy merupakan daerah lembah yang telah
tertutup oleh endapan alluvial, dijumpai pula sporadis pada daerah
perbukitan lipatan.

d) Zona Pegunungan Selatan


Zona Selatan memiliki lebar sejauh kurang lebih 50 kilometer dan
membentang dari Pelabuhan Ratu hingga Pulau Nusakambangan.
Zona ini merupakan pegunungan atau plateu yang terbentuk
dikarenakan proses lipatan dan pengangkatan di masa miosen.
Mayoritas daerah pegunungan selatan memiliki suatu dataran erosi
rendah atau dataran lengkong yang berlokasikan di hulu sungai
cikaso. Pada masa pleistosen tengah, dataran lengkong mengalami
pengangkatan hingga mengalami peninggian pada bagian utara 800
meter dan juga bukit pesisir sekitar 400 meter. Zona Pegunungan
Selatan banyak memiliki daerah plateu seperti yang ada berikut ini :
a) Plateu Jampang merupakan pegunungan utara yang memiliki
escarpment yang landai dikarenakan proses pengankatan pada masa
pliosen, puncak tertingginya yakni Gunung Malang dengan ketinggian
909 meter.
b) Plateu Panggalengan juga mengalami suatu proses pengangkatan
dengan ketinggian 1400 meter. Plateu ini memiliki sungai cilaki yang
mengalir ke bagian selatan Samudera Indonesia. Sementara pada
bagian barat laut berbatasan dengan plateu ciwidey hingga
Gununghalu diantara danau telaga patenggang dengan morfologi
gunung depresi.Sementara pada bagian utara berbatasan dengan
gunung api muda.
c) Plateu Karangnunggal merupakan salah satu plateu yang memiliki
daerah karst yang landai.

Dahulu pada zaman pra tersier, wilayah Jawa Barat termasuk pada
kompleks melange yang merupakan suatu zona campuran batuan kerak
samudera dengan batuan kerak benua. Batuan-batuan tersebut seperti
batuan metamorf, batuan vulkanik, batuan beku. Pada zaman paleosen,
bagian utara wilayah Jawa Barat mengalami pengendapan akibat kegiatan
vulkanik yang kemudian membentuk suatu Formasi Jatibarang. Zaman
eosen daerah rajamandala hingga sukabumi termasuk ke dalam area
terestial fluvial, lalu muncul Formasi Gunung Walat yang ada pada depresi
internal basin berupa adanya batuan konglomerat batu pasir kuarsa. Zaman
oligosen akhir terbentuk transgesi marine yang membentang pada daerah
selatan hingga timur ke arah daerah utara hingga timur. Kemudian wilayah
bogor berada pada tengah daerah Jawa Barat dan memisah dari off shelf
platform yang berada di selatan sunda self.
Lalu terbentuklah formasi rajamandala pada utara platform reef bersamaan
dengan formasi karbonat batu asih. Hingga terjadilah proses pengangkatan
hingga zaman miosen awal yang bersamaan dengan kegiatan vulkanisme
yang kemudian membentuk proses struktur lipatan dan sesar pada wilayah
barat daya hingga timur laut.
Setelah formasi rajamandala terbentuk pada zaman miosen, kemudian
terbentuklah cekungan bogor yang diakibatkan oleh endapan turbidit dan
volcanic debris. Pada daerah selatan mengalami suatu pengendapan pada
formasi jampang dan juga formasi cimandiri, sementar pada daerah utara
mengalami pengendapan pada formasi parigi dan juga formasi subang.
Pada era kuarter wilayah Bandung mengalami proses penyumbatan atas
sungai citarum disebabkan oleh lava erupsi dari Gunung Tangkuban
Perahu hingga pada akhirnya tergenang dan membentuk sebuah danau.
Kemudian danau-danau tersebut merembes pada wilayah bautuan gamping
sang hyang tikoro dan terendapkan kembali.
Wilayah Jawa Barat terkenal akan daerah mineral batuan berupa batuan
andesit tua yang sudah berumur miosen. Batuan ini berada pada daerah
Pegunungan Selatan.

1.2 Analisis Geologi,Geomorfologi, dan Hidrologi Karst Raja Mandala


Menurut Baumann (1974) Karst Rajamandala merupakan suatu nama yang
mewakili formasi batu gamping. Bahkan ahli pemetaan Musper (1939)
menempatkan formasi singkapan batu gamping ini ke dalam kategori
formasi citarum yang mempunyai kandungan campuran antara batuan
gamping dan fosil terumbu yang terbentang dari padalarang hingga
sukabumi (Effendi,1974).
Batu gamping yang terkandung pada Formasi Rajamandala adalah batuan
algae yang mempunyai warna putih-kuning muda dengan ciri khas kristal
halus dan beberapa batuan lainnya memiliki kandungan foraminifera.
Sementara untuk batu gamping fragmental memiliki ciri khas batuan yang
berlayer-layer, memiliki warna abu-abu, apabila telah mengalami
pelapukan batuan tersebut akan berubah menjadi coklat, memiliki fragmen
batuan atas butiran halus dan juga alga,foram didalamnya.
Menurut Martrodjojo,1983, Formasi Rajamandala mempunyai umur antara
oligosen akhir hingga miosen awal dengan ketebalan 300 meter hingga
700 meter yang memiliki kandungan batuan karbonat coral dan juga
batuan karbonat foraminifera hingga alga yang berlayer atau massive
dengan kemiringan 40° hingga 60° timur laut-barat daya sampai ke arah
timur-barat-selatan.
Gambar 3. Persebaran dan Morfologi Batu Gamping Oligosen Hingga
Miosen Formasi Rajamandala

Pada Gunung Pabiasan dan daerah sekitarnya ditemukan lepidocyclina


Packstone Facies yang memiliki kandungan batuan karbonat dan grup
foraminifera berukuran besar orbitoid khusunya pada jenis lepidocyclina
yang memiliki warna putih, terdapat pula foram berukuran besar yang
sudah mengalami proses orientasi.Batuan ini terdiri atas spesies
foraminifera berukuran besar seperti Lepocyclina sp, Miogypsinoids,
Spiroclypeus sp, Heterostegina sp, Nummulites sp, Cycloclypeus sp,
Operculina sp, Austrotrillina sp, Borelis Pygnaeus Coral dan Algae,
Fragmen Coral, Coralline Algae, Jania sp, Lithothamnion sp. Kemudian
foram dengan ukuran kecil seperti Amphistegina sp, Textularia sp,
Cibicides sp, Elphidium sp, Miliolid, Haplophrgmoides sp, Nonion sp dan
juga terdapat beberapa kandungan spesies fauna lainnya.
Gambar 4. Endapan Karbonat Daerah Rajamandala

Karena banyaknya kandungan foraminifera, struktur lapisan ini kemudian


membentuk mound yang memiliki ketebalan 1cm-1meter. Fasies ini telah
mengalami pembentukan pada zona reef slope dan zona core reef (celah)
akibat dari kegiatan gelombang aktif, fasies ini memiliki banyak lapisan
Coral Boundstone dan Coral Packstone hingga Grainstone Fasies dengan
ciri khas warna putih pucah dan juga corak noda abu-coklat keras
dengankandungan alga dan coral batu-coral cabang.

Gambar 5. Mikrofosil Penyusun Batu Gamping Pasir Pabiasan di


Padalarang.

Bedding Limestone Facies atau Batuan Karbonat Tagogapu merupakan


batuan yang mempunyai ketebalan 3 cm hingga 30 cm dengan kandungan
batu pasir-gamping atau mudstone yang berwarna abu dengan struktur
sedimen laminasi yang unik dan juga kandungan campuran foraminifera
yang beragam. Batuan pada zona ini dapat dijumpai pada bagian slope
atas-reef slope dikarenakan erosi pada bagian atas.
Fasies Batuan Karbonat Rudstone merupakan salah satu batuan golongan
insitu reef yang terdiri atas batuan masif coral cabang dan campuran
foraminifera berukuran besar (Lepidocyclinna-Miogypsinoides). Batuan
ini memiliki fragmen yang berukuran 40 cm, berwarna putih dengan
kandungan pasir dan mud putih-kekuningan dan memiliki ketebalan 3
meter hingga 5 meter. Lapisan Togogapu merupakan singkapan yang telah
menyebabkan erosi pada lapisan batuan karbonat, proses ini tergolong
abrasif yang terjadi pada wilayah zona reef dan kemudian mengalami
pengendapan talus pada lereng fore reef disaat kegiatan gelombang laut
lebih mendominasi.
Fasies Batuan Karbonat Sangiyangtikoro merupakan batuan dengan
litologi coral boundstone putih pucat dengan campuran bercak noda abu-
coklat dengan bentuk cenderung keras-utuh yang mempunyai kandungan
coral batu dan coral cabang dan dapat dijumpai packstone rudstone pada
beberapa bagian pada celah batuan.
Gambar 6. Mikrofosil Penyusun Batu Gamping Sampel Togogapu di
Padalarang.

Fasies Batuan Karbonat Gunung Masigit dan Gunung Pawon merupakan


jenis batuan karbonat boundstone yang terdiri atas kandungan lapisan platy
koral dan foraminifera dengan warna khas putih-coklat. Batuan ini
berbentuk keras utuh dengan ukuran minimum 30 cm dan terbentuk pada
reef berair tenang dan juga dalam.
Gambar 7. Susunan Stratigrafi Rajamandala

Fasies Batuan Karbonat Pr. Manik merupakan jenis batuan yang tergolong
ke dalam fasies koral boundstone dengan ciri khas warna white pale dan
bercak abu-coklat. Batuan ini berbentuk keras utuh dan terdapat lapisan
batuan yang terkandung akan koral batu dan koral cabang, foraminifera dan
juga fasies packstone rudstone dan dapat dijumpai pada daerah bagian insitu
reef belakang reef crest dengan daerah berair tenang.
Formasi Rajamandala kaya akan endapan fosil, fosil-fosil tersebut
mengalami pengendapan dari fasies back reef hingga daerah laut basin atau
toe of slope dengan umur antara Oligosen Akhir hingga Miosen Awal.

1.3 Analisis Geologi,Geomorfologi, dan Hidrologi Cekungan Bandung

Formasi yang terdapat di Jawa Barat tersusun atas berbagai macam umur
batuan dari umur pra tersier hingga kuarter. Batuan pra tersier dapat dijumpai
di wilayah Ciletuh hingga Sukabumi dengan ciri khas batuan singkapan yang
tersusun atas melange tektonik (Kapur) seperti filit, skis, gabbro, basalt,
metasedimen. Kemudian batuan tersebut tertup oleh batuan hasil sedimentasi
darat dan juga laut yang berkedalaman dangkal (Formasi Bayah) yang telah
berusia miosen atas.

Pada masa oligosen terjadi pedalaman pada ukuran cekungan dikarenakan


adanya perkembangan dari sedimentasi gravity flow yang telah berusia
oligosen-pliosen bawah pada Formasi Cinambo,Pemali, Rambatan,
Jatiluhur,Citarum, Halang, Batuan Pasir Subang. Kemudian mengalami
pendangkalan pada masa akhir tersier dengan munculnya batuan mud dan
fosil hewan moluska pada Formasi Subang dan Kaliwangu (Haryanto,2014).

Formasi batuan pada masa tersier-kuarter cenderung memiliki kandungan dari


aktivitas vulkanisme dan mayoritas terdapat struktur lipatan dan kenaikan
pada sesar barat hingga timur. Hal ini telah sesuai dengan adanya jalur
subduksi masa tersier yang terbentang dari barat hingga timur dan selatan
Pulau Jawa. Periode tektonik berakhir pada masa akhir tersier.

Gambar 8. Zona Kerucut Muka Airtanah Cekungan Bandung

Kegiatan tektonik mengakibatkan adanya reaktivasi struktur dari sesar tua


yang telah berusia kuarter dan telah menciptakan suatu pola yang sama. Hal
ini dikarenakan tidak ada pergeseran posisi subduksi sejak masa awal tersier.
Adanya kegiatan tektonik dan struktur geologi yang saling menyokong satu
sama lain merupakan suatu hal yang utama dalam pembentukan suatu
morfologi pada suatu wilayah.

Cekungan Bandung merupakan daerah basin yang dikelilingi oleh daerah


perbukitan vulkanik (Gunung Api) yang mempunyai ketinggian 650 meter-
2000 meter. Cekungan ini terbentuk karena adanya penumpukan material
vulkanik dari gunung api kuarter dan juga dikarenakan adanya perbedaan
elevansi, serta didukung oleh kontrol dari struktur geologi. Pada bagian utara-
selatan daerah ini berbatasan oleh struktur sesar lurus arah barat hingga timur,
sementara pada bagian barat-timur berbatasan dengan sesar utara-selatan.
Batuan dasarnya dapat dijumpai sebuah sesar normal yang terbentuk atas
bagian yang berupa ketinggian dan kerendahan pola struktur. Pola tersebut
sama dengan yang ada pada Cekungan Jawa Barat bagian Utara dan juga
Banten bagian Selatan. Meskipun terbentuk diatas permukaan, srtuktur sesar
normal mampu membentuk cekungan.

Daerah ini terbagi atas geologi Sungai Citarum yang memiliki hulu di
Gunung Wayang yang kemudian mengalir pada daerah dasar cekungan ke
Waduk Saguling dan kemudian barmuara ke pantai Karawang (Pantai Utara
Jawa) dengan litologi penyusun meliputi endapan tersier, daerah pegunungan
api tua dan muda, endapan danau (Aust.Et.al.,1994)

Cekungan ini mempunyai ciri khas iklim monsoon tropis yakni musim
kemarau jatuh pada antara Juli-September, sementara musim hujan jatuh pada
antara Oktober-Juni dengan curah hujan rata-rata 1458 mm – 2350 mm dan
suhu 25°Celcius-34°Celcius (Weert,1994).

Cekungan ini memiliki aliran air tanah yang mengikuti kontur topografi
(tinggi ke rendah) kemudian mengalir keluar ke Sungai Citarum.
Berkembangnya Bandung menjadi sebuah kota besar telah mengakibatkan
keluasan pada kerucut cekungan bandung menurun, terdapat banyak aliran air
tanah yang mengalami perubahan, seperti halnya yang terdapat ada daerah
Majalaya, Rancaekek, Ujungberung yang sekarang telah menjadi daerah
industri.

Daerah cekungan ini mempunyai rata-rata curah hujan 2100 mm dengan 60%
kemiringan lereng yang cenderung datar dan 40% permeabilitas tanah rata-
rata sedang hingga cepat. Dapat dilihat pada distribusi parameter infiltrasi
hujan hanya 90% wilayah yang berada di cekungan Bandung yang memiliki
potensi resapan air hujan. Mayoritas wilayah yang baik hingga normal
resapan tertutup atas lahan hutan, perkebunan, hingga semak belukar. Adanya
suatu perubahan dalam vegetasi juga mempengaruhi produktivitas hidrologi
suatu daerah (resapan air) (Bruce,1966).
Referensi
Anne,R. Friedman,G.M. 1981. Exploration For Carbonate Petroleum
Reservoirs. Jon Wiley & Sons,Inc. New York.
Arthur,J.B. Carney,R.S. 1981. Principles Of Benthic Marine Paleoecology.
Academic Press, New York, London 463 h.
Barker,R.W. 1960. Taxonomic Notes,Soc.Econ Paleon and Mineral. Special
Publication no. 9, Tusla,Oklahoma,USA.
Bemmelen,R.W.Van. 1949. The Geology Indonesia . Tha Hague Martinus.
Brahmantyo,Budi. 2005. Geologi Cekungan Bandung. Departement Teknik
Geologi,ITB.
Haryanto, I., 2014. Evolusi Tektonik Pulau Jawa Bagian Barat Selama Kurun
Waktu Kenozoikum. Disertasi Doktor, Pasca Sarjana UNPAD
(Tidak dipublikasikan).
Sudjatmiko. 1972. Peta Geologi Lembar Cianjur. Direktorat Geologi
Bandung.
Sudrajat,Adjat. 1992. Jawa Barat Selatan Sebagai Potensi Yang Terpendam.
Direktorat Jendral Geologi dan Sumberdaya Mineral, Departemen
Pertambangan dan Energi.
Silitonga,P.H. 1973. Peta Geologi Lembar Bandung,Jawa Skala 1:100.000.
Direktorat Geologi,Bandung.
Sampurno. 1976. Geologi Daerah Longsor Jawa Barat. Geologi
Indonesia,V.3(1),hal.45-52.
Sukamto, R. 1975. Geologic Map of the Jampang and Balekambang
quadrangles, Java (Quadrangles 9-XIV-A, 8-XIV-C) Scale 1: 100,000,
Geological Research and Development Centre, Bandung, 11p.

Yulianto, I., Hall, R., Clements, B. & Elders, C. 2007. Structural and
stratigraphic evolution of the offshore Malingping Block, West Java,
Indonesia, Proceedings Indonesian Petroleum Association
31st Annual Convention.

Anda mungkin juga menyukai