Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

SUAKA MARGASATWA RAWA SINGKIL ACEH

Oleh

RAHMAWATI

1910611120027

FAKULTAS KEHUTANAN

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

BANJARBARU

2022
2

KATA PENGANTAR

Penulis memanjatkan Alhamdulillah atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan

rahmat dan Hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas pembuatan makalah dengan

judul “SUAKA MARGASATWA RAWA SINGKIL ACEH” sebagai salah satu tugas mata kuliah

Ekowisata dan Jasa Lingkungan di Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat. Penulis

juga menyadari bahwa masih banyak sekali kekurangan yang terdapat dalam makalah ini.

Banjarbaru, Oktober 2022

Penulis

1
3

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR................................................................................ i

DAFTAR ISI............................................................................................... ii

DAFTAR GAMBAR.................................................................................. iii

BAB 1 PENDAHULUAN........................................................................... 1
I.1 Latar Belakang................................................................................. 1
I.2 Rumusan Masalah............................................................................ 3
I.3 Tujuan Makalah................................................................................ 3
BAB II ISI DAN PEMBAHASAN............................................................ 4
2.1 Sejarah Kawasan.............................................................................. 4
2.2 Lokasi............................................................................................... 6
2.3 Potensi Kawasan............................................................................... 7
2.4 Kondisi Fisik Kawasan..................................................................... 9
a. Iklim........................................................................................... 10
b. Topografi.................................................................................... 10
c. Gambaran Ekosistem.................................................................. 11
d. Gambaran Umum Permasalahan................................................ 13
BAB III PENUTUP.................................................................................... 18
3.1 Kesimpulan....................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 19

DAFTAR GAMBAR
4

Nomor Halaman

1. Kawasan Aceh Singkil ........................................................................ 7

2. Daftar Spesies ..................................................................................... 9

3. Kondisi Fisik Suaka Margasatwa Rawa Singkil.................................. 9

4. Kawasan Suaka Margasatwa Rawa Singkil ........................................ 11


BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

International Union Conservation for Nature (IUCN) pada 1994

menetapkan pengertian kawasan yang dilindungi (protected area) merupakan

sebuah wilayah daratan dan perairan yang ditetapkan untuk perlindungan dan

pengawetan keragaman hayati dan sumber daya alam serta budaya terkait, serta

dikelola secara legal dan efektif. Konservasi keanekaragaman hayati yang

diwujudkan dalam bentuk kawasan konservasi merupakan bagian yang tidak

terpisahkan dari konsep pembangunan berkelanjutan kerena bertujuan untuk

mengelola sumberdaya alam dan ekosistemnya yang meliputi aspek pemanfaatan,

pengawetan, dan perlindungan sehingga bermanfaat dan mendukung kehidupan

manusia (Mahendra et al., 2019). Kawasan konservasi salah satunya adalah

kawasan suaka alam.

Kawasan Suaka Alam (KSA) merupakan kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di

dataran maupun perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan

keanekaragaman tumbuhan, satwa, dan ekosistemnya juga berfungsi sebagai wilayah

sistem penyangga kehidupan. KSA terdiri dari Cagar Alam (CA) dan Suaka Margasatwa

(SM). Suaka Margasatwa (SM) menurut Undang-Undang Indonesia Nomor 5 Tahun

1990 adalah sebuah kawasan suaka alam yang mempunyai ciri khas berupa keunikan dan

keanekaragaman jenis satwa yang untuk kelangsungan hidupnya dapat dilakukan

pembinaan terhadap habitatnya. SM juga adalah kawasan suaka lama yang mempunyai

ciri khas berupa keanekaragaman dan keunikan jenis satwa yang untuk kelangsungan

hidupnya dapat dilakukan pembinaan terhadap habitatnya.


2

Kegiatan yang dapat dilakukan di dalam suaka margasatwa adalah kegiatan

bagi kepentingan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan,

wisata dalam jumlah yang terbatas (menikmat keindahan alam dengan syarat

tertentu) serta kegiatan lainnya yang menunjang budidaya (Mahendra et al.,

2019). Kawasan Suaka Margasatwa Rawa Singkil Aceh merupakan kawasan

konservasi yang dikelola oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam Aceh.

Kawasan ini merupakan tipe ekosistem hutan rawa gambut yang menjadi kawasan

ekosistem Leuser berada di Kabupaten Aceh Selatan dan Kabupaten Aceh Singkil,

Provinsi Aceh, yang berfungsi sebagai perlindungan dan pelestarian terhadap

jenis-jenis serta keanekaragaman satwa dan habitatnya, termasuk jenis satwa yang

mempunyai nilai khas, sehingga satwa-satwa tersebut dapat dipertahankan

kelangsungan hidupnya secara alami tanpa adanya gangguan manusia.

Suaka Margasatwa Rawa Singkil berfungsi sebagai penjaga persediaan air

bersih, pelindung satwa langka, sumber tanaman herbal, dan juga penghasil

produk hutan non kayu serta berfungsi sebagai gudang alam untuk penyimpanan

karbon guna mitigasi dampak pemanasan global. Selain itu, Suaka Margasatwa

Rawa Singkil juga dapat digunakan dalam penelitian ilmiah, dan pemanfaatan

wisata alami. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dilakukan penyusunan

makalah tentang keadaan umum lokasi di kawasan Suaka Margasatwa Rawa

Singkil.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada makalah ini adalah bagaimana keadaan umum

lokasi di kawasan Suaka Margasatwa Rawa Singkil?


3

1.3 Tujuan Makalah

Tujuan makalah adalah untuk memahami dan mengetahui keadaan umum

lokasi di kawasan Suaka Margasatwa Rawa Singkil.


BAB II. ISI DAN PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Kawasan

Selain sebagai kawasan suaka alam, berdasarkan Keppres No. 33

tahun 1998, Rawa Singkil juga ditetapkan sebagai bagian dari Kawasan

Ekosistem Leuser.Kawasan hutan Rawa Singkil memiliki fungsi

konservasi yang sangat penting. Hal ini karena kawasan ini memiliki

keanekaragaman hayati yang beragam dan bernilai tinggi. Satwa endemik

Sumatera seperti orangutan dan harimau Sumatera terdapat dalam kawasan

hutan Rawa Singkil. Karena itu pada tanggal 26 Februari 1998, area hutan

yang berada di Rawa Singkil ditetapkan sebagai Suaka Margasatwa

berdasarkan SK Menhut No. 166/Kpts – II/1998, dengan luas kawasan

102.500 ha. Kawasan Suaka Margasatwa Rawa Singkil terdiri dari hutan

produksi yang berubah status seluas 46.000 ha dan hutan rawa seluas

56.000 ha. Hutan produksi yang mengalami perubahan status menjadi

kawasan suaka tersebut adalah areal HPH PT. Lembah Bakti seluas 19.000

ha dan PT Alas Aceh Perkasa Timber seluas 27.000 ha, yang telah

berakhir masa hak gunanya.

Sebagai suatu kawasan konservasi, secara hukum Suaka Margasatwa

Rawa Singkil berada di bawah pengelolaan BKSDA, dalam hal ini

BKSDA Seksi Wilayah II Aceh Singkil. Sementara secara administratif,

kawasan Suaka Margasatwa Rawa Singkil berada di bawah dua kabupaten

yaitu Kabupaten Aceh Singkil (bagian utara) dan Kabupaten Aceh Selatan

(bagian selatan). Dalam pelaksanaan teknis di lapangan, antara tahun


5

1998–2003, kawasan ini berada dibawah tanggung jawab Resort Aceh

Selatan yang merupakan bagian dari BKSDA Seksi Wilayah II Aceh. Hal

ini dikarenakan pada saat itu kantor BKSDA Seksi Wilayah II Aceh masih

berlokasi di Banda Aceh. Setelah kantor BKSDA Seksi Wilayah II Aceh

dipindahkan ke Aceh Singkil pada tahun 2003, maka pengelolaan SM

Rawa Singkil langsung berada di bawah kepala seksi.

Sebagai bagian dari Kawasan Ekosistem Leuser, SM Rawa Singkil

juga termasuk dalam pengelolaan Yayasan Leuser Internasional (dahulu

dikenal sebagai Unit Manajemen Leuser – UML). Sejak ditetapkan hingga

saat ini, belum ada pengelolaan yang baik terhadap kawasan baik dari

BKSDA maupun Yayasan Leuser Internasional (YLI). Bentuk pengelolaan

yang sejauh ini telah dilaksanakan oleh BKSDA adalah penetapan tata

batas kawasan sepanjang 70.000 m di kecamatan Trumon Aceh Selatan,

dan penanganan konflik satwa – manusia (misalnya pengusiran gajah di

Trumon dan penangkapan buaya di Singkil). Namun sosialisasi mengenai

status dan fungsi kawasan sejauh ini masih sangat kurang, sebagaimana

diperkuat oleh hasil survei.

Bentuk pengelolaan kawasan KEL yang telah dilaksanakan

YLI/UML antara lain pembentukan koridor Singkil–Bengkung. Koridor

ini dimaksudkan untuk menghubungkan SM Rawa Singkil dengan Taman

Nasional Gunung Leuser dan merupakan jalur migrasi satwa seperti gajah.

Namun pembentukan koridor ini sempat menimbulkan permasalahan

karena berkonsekuensi pada pembebasan lahan dan pemindahan

pemukiman penduduk. UML juga pernah melakukan tata batas kawasan


6

KEL dan memasang tonggak- tonggak batas kawasan di beberapa desa di

Kecamatan Rundeng. Hal ini juga menimbulkan permasalahan dengan

penduduk karena tidak ada proses sosialisasi mengenai pemasangan batas

KEL tersebut. Akibatnya penduduk merasa seolah-olah tanah mereka telah

diambil oleh UML/YLI. Selain pembentukan koridor Singkil–Bengkung

dan pemasangan tonggak batas KEL, tidak ada bentuk pengelolaan lainnya

yang dilakukan oleh UML/YLI hingga saat ini.

Walaupun kawasan ini telah ditetapkan sebagai kawasan suaka

margasatwa sejak tahun 1998, namun penetapan tapal batas kawasan

belum terlaksana sepenuhnya. Seperti telah dijelaskan di atas, batas

kawasan yang telah dipetakan baru 70.000 m, sementara sebagaian besar

kawasan masih belum terpetakan dengan jelas. Hal ini sedikit banyak

menyumbang kepada permasalahan ketidakjelasan status lahan di kawasan

ini, terutama yang berbatasan dengan pemukiman ataupun areal pertanian

penduduk.

2.2 Lokasi

Kabupaten Aceh Singkil terletak pada 2002’ – 300’ LU dan 97004’

– 98012’ BT dan memiliki luas 3.578 km2. ecara administratif, kabupaten

Aceh Singkil berbatasan dengan kabupaten Aceh Tenggara di sebelah

utara, Samudera Indonesia di sebelah selatan, propinsi Sumatera Utara di

sebelah timur dan Kecamatan Trumon Kabupaten Aceh Selatan di sebelah

barat. Suaka Margasatwa Rawa Singkil terletak di Kabupaten Aceh

Singkil (2185 km2) dengan populasi 110.706 jiwa dan kepadatan 50,7
7

jiwa/km2. Kawasan ini dikelilingi oleh Kabupaten Aceh Selatan (3.841

km2; 210.071 jiwa, 54,7 jiwa/km2) dan Kota Subulussalam (1.206 km2;

72.103 jiwa; 59,8 jiwa/km2) (BPS Aceh Singkil, 2004).

Gambar 1. ( Kawasan Aceh Singkil )

2.3 Potensi Kawasan

Hutan Rawa Singkil memiliki kekayaan flora yang bernilai biologis dan

ekonomis tinggi. Data Dinas Kehutanan Kabupaten Singkil tahun 2004

menunjukkan bahwa jenis kayu meranti, damar laut/semantok, kapur, keruing,

lesi- lesi/medang adalah jenis-jenis kayu yang bernilai ekonomis tinggi, dan

sebagian besar kayu-kayu ini berasal dari hutan di sekitar Rawa Singkil. Hal ini

diperkuat juga oleh hasil diskusi (FGD) dengan staf Pemda yang menyatakan

bahwa Singkil dahulu dikenal sebagai penyuplai kayu bernilai ekonomis tinggi

dan kini saat luasan hutan di daerah ini semakin berkurang, suplai kayu yang bisa

diharapkan adalah dari hutan Rawa Singkil (FGD Pemda, 2006).


8

Soerianegara (1996) juga menegaskan bahwa hutan rawa juga kaya akan

jenis-jenis pohon bernilai ekonomi tinggi seperti Alstonia pneumatophora,

Campnosperma macrophylla, Dyera lowii, Pentaspadon motleyi, Elaeocarpus

littoralis, Palaquium leicarpum, Shorea balangeran, Lophopethalum multinervium,

dan lain lain. Selain kekayaan floranya, jenis-jenis fauna yang terdapat di kawasan

Suaka Margasatwa Rawa Singkil cukup beragam. Setidaknya tiga spesies satwa

Sumatera endemik dan terancam punah dapat ditemukan di kawasan ini, yaitu

orangutan sumatera (Pongo abelii), harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae)

dan gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) (Whitten et al., 2000).

Khusus orangutan sumatera (Pongo abelii), hasil analisis PHVA (Population

and Habitat Viability Assessment) menunjukkan bahwa Rawa Trumon-Singkil

memiliki populasi orangutan sebanyak 1500 ekor dan merupakan satu dari tiga

habitat orangutan di Sumatera Utara dan Aceh yang memiliki populasi lebih dari

1000 ekor (Singleton et al., 2004). Selain orangutan sumatera (Pongo abelii),

primata lain yang dapat ditemui di kawasan Suaka Margasatwa Rawa Singkil

antara lain: beruk (Macaca nemestrina), monyet ekor panjang (Macaca

fasicularis), gibbon (Hylobates sp.) dan siamang (Symphalangus sp.). Sedangkan

jenis mamalia lainnya yang juga dapat ditemui di kawasan hutan rawa antara lain

rusa (Cervus unicolor), kijang (Muntiacus muntjak), dan babi hutan (Sus scrofa).

Beruang madu juga mungkin masih dapat ditemui di beberapa hutan rawa,

meskipun mungkin populasinya tidak sepadat dulu lagi (Schaik, 1999).

Sementara itu, hasil penelitian Wetland International–Indonesian Program

menunjukkan bahwa Rawa Singkil merupakan habitat bagi ± 40 spesies burung.

Beberapa spesies burung tersebut memiliki nilai konservasi tinggi seperti


9

sandanglawa (Ciconia stormi) yang tergolong satwa langka, itik sayap putih

(Cairina scutulata) dan bangau tong-tong (Leptoptilos javanicus) yang tergolong

satwa terancam menurut IUCN Red List (1994). Daftar jenis-jenis burung yang

terdapat dalam kawasan Rawa Singkil dapat dilihat pada gambar daftar di bawah

ini.

Gambar 2. (Daftar spesies)

2.4 Kondisi Fisik Kawasan


10

Gambar 3. ( Kondisi Fisik Kawasan Suaka Margasatwa Rawa Singkil )

a. Iklim

Iklim di wilayah Kabupaten Aceh Singkil termasuk dalamtipe iklim

tropis. Keadaan iklim sangat dipengaruhi oleh angin musim yangbertiup

dari arah barat laut dan barat daya, dan biasanya berlangsung daribulan

Nopember sampai bulan mei setiap tahunnya. Ciri umum iklim tropis

adalahkeadaan suhu yang relatif tinggi, kelembaban udara tinggi dan

intensitas hujanyang tinggi juga. Suhu udara bulanan berkisar antara 29,6

– 33,2 ℃; Kelembaban udara relatif bulanan berkisar antara 97– 100%

dengan kelembaban maksimum terjadi pada bulan Juli – September

danNopember – Desember; Curah hujan rerata tahunan agak bervariasi

antara wilayahselatan dengan intensitas lebih dari 34,8 mm/hr/thn, wilayah

Timur denganintensitas 20,7–27,7 mm/hr/thn, dan wilayah Tengah dan

Utara denganintensitas 27–34,8 mm/hr/thn (Sumber Laporan Akhir

Review RTRW Aceh Singkil hal. IV 30 – IV. 35).


11

b. Topografi

Secara umum, Kabupaten Aceh Singkil memiliki topografi dataran rendah

terutama di wilayah bagian barat dan relatif bergunung-gunung di wilayah bagian

timur, terutama yang berbatasan dengan Kabupaten Phakpak Barat, Kabupaten

Dairi dan Kabupaten Aceh Tenggara. Akibatnya, jenis ekosistem yang terdapat di

daerah ini pun cukup beragam yang berakibat kepada nilai keanekaragaman hayati

yang tinggi. Secara khusus, kecamatan Kuala Baru, Singkil dan Rundeng terletak

di dataran rendah, dengan Kuala Baru Baru dan Singkil berada di daerah pantai

sedangkan kecamatan Rundeng terletak di bagian hilir Sungai Alas dan di

beberapa tempat memiliki topografi yang sedikit berbukit-bukit.

Gambar 4. ( Kawasan Suaka Margasatwa Rawa Singkil )

c. Gambaran Ekosistem
12

Sebagai suatu kawasan lahan basah, Rawa Singkil sangatlah unik karena

memiliki berbagai tipe ekosistem yang berbeda, diawali dari ekosistem hutan

pantai yang berlanjut dengan ekosistem hutan rawa (Wetland International

Database). Berdasarkan tipe vegetasi, Rawa Singkil dapat dibedakan menjadi

beberapa tipe ekosistem yaitu ekosistem pantai, ekosistem hutan rawa, ekosistem

sungai dan ekosistem buatan.

1. Ekosistem hutan pantai dan terumbu karang

Ekosistem ini terdapat di sepanjang sisi sebelah barat kawasan Suaka

Margasatwa Rawa Singkil, tepatnya di Kecamatan Kuala Baharu. Karakteristik

dari ekosistem ini adalah pantai berpasir yang relatif landai dengan vegetasi pes

caprae dan cemara pantai (Casuarina equisetifolia) (Whitten et al., 2000).

2. Ekosistem hutan rawa

Untuk Suaka Margasatwa Rawa Singkil, tipe ekosistem ini dapat dijumpai

di sepanjang sungai utama yang melintasi kawasan ini, yaitu Sungai Alas dan

sungai-sungai kecil yang berhulu di sungai ini. Sebagian besar desa-desa yang

menjadi sasaran dalam kegiatan Kampanye Bangga Aceh Singkil, memiliki tipe

ekosistem ini, terutama masyarakat kecamatan Kuala Baru dan Rundeng. Hutan

rawa memiliki fungsi yang penting tidak hanya bagi masyarakat yang bermukim

di sekitarnya namun juga bagi masyarakat Aceh Singkil pada umumnya. Beberapa

jenis tumbuhan kayu dengan nilai ekonomi tinggi yang dapat ditemukan dalam

ekosistem hutan rawa di kawasan Rawa Singkil antara lain kayu meranti, kayu

kapur, keruing, damar laut, dan medang. Masyarakat lokal memanfaatkan hutan
13

rawa untuk berbagai keperluan, kayunya untuk membuat perahu, rumah, dan kayu

bakar, sebagai sumber tanaman obat dan lain lain.

3. Ekosistem sungai

Ekosistem ini terdapat di semua kecamatan target (Kuala Baharu, Rundeng

dan Singkil) dan berperan penting bagi kehidupan masyarakat. Hal ini karena

sungai merupakan jalur transportasi, sumber air baku, perikanan, sumber mata

pencaharian, untuk pengairan dan lain-lain.

4. Ekosistem buatan

Ekosistem buatan yang terdapat dalam kawasan Suaka Margasatwa Rawa

Singkil terdiri dari ekosistem pertanian dan ekosistem perkebunan. Ekosistem

pertanian yang dimaksud adalah ladang/kebun penduduk dan sawah. Sedangkan

ekosistem perkebunan adalah perkebunan kelapa sawit baik yang dikelola oleh

perusahaan dalam skala besar maupun perkebunan penduduk. Kecamatan

Rundeng merupakan salah satu sentra perkebunan kelapa sawit di Kabupaten

Aceh Singkil.

d. Gambaran Umum Permasalahan

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, hingga saat ini penetapan batas

kawasan belum terlaksana sepenuhnya. Ketidak jelasan batas kawasan ini

menyebabkan munculnya berbagai permasalahan dengan penduduk yang

bermukim di sekitar kawasan, seperti ketidakjelasan kepemilikan lahan,

munculnya konflik rencana pengembangan lahan pertanian penduduk dan

keberadaan kawasan SM Rawa Singkil, overlapping lahan penduduk kawasan dan

lain lain.
14

Di kecamatan Kuala Baru, seperti telah disebutkan sebelumnya, sekitar 500

ha kawasan hutan yang berada di daerah ini berada dalam pengelolaan

kemukiman Kuala Baru. Namun sebagaimana diungkapkan oleh Camat Kuala

Baru, ada keraguan di antara mereka, apakah kawasan yang mereka kelola itu

sebagian juga masuk dalam kawasan Suaka Margasatwa Rawa Singkil. Hal ini

secara hukum hingga kini belum dapat dijelaskan, bahkan oleh pihak BKSDA

sebagai pengelola kawasan. Selain itu, saat ini ada upaya pengembangan kawasan

kecamatan dengan membangun pemukiman dan kompleks perkantoran kecamatan

yang terletak di seberang sungai dari pemukiman yang ada saat ini. Kemungkinan

areal pengembangan ini termasuk dalam kawasan SM Rawa Singkil, namun

karena tata batas belum jelas, hal ini sulit untuk dicegah. Namun hal ini belum

menjadi permasalahan yang menimbulkan konflik di Kecamatan Kuala Baru.

Sementara itu di kecamatan Rundeng, ketidak jelasan tata batas juga

menyebabkan munculnya konflik antara rencana pengembangan lahan pertanian

penduduk dan keberadaan kawasan SM Rawa Singkil. Hal ini berawal dari

kenginan masyarakat yang ingin meningkatkan perekonomian mereka dengan

membuka areal perkebunan kelapa sawit menggunakan dana bantuan PPK

(Program Pengembangan Kecamatan). Namun saat program tersebut akan

direalisasikan, ternyata kawasan tersebut teridentifikasi sebagai bagian dari SM

Rawa Singkil. Akibatnya rencana proyek ini pun ditolak oleh PPK dan

menimbulkan kekecewaan masyarakat Rundeng terhadap pengelola kawasan

dalam hal ini BKSDA. Konflik yang muncul akibat tata batas yang belum jelas

diperparah dengan kurangnya sosialisasi oleh pihak yang berwenang mengenai

keberadaan kawasan.
15

Selain permasalahan yang berkaitan dengan tata batas, SM Rawa Singkil

juga mengalami berbagai permasalahan lainnya seperti:

1. Pembalakan liar (illegal logging)

Ilegal logging merupakan salah satu permasalahan lingkungan serius di

Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Kabupaten Aceh Singkil merupakan salah

satu kabupaten dimana kegiatan perambahan hutan cenderung meningkat. Untuk

menangani kasus pembalakan liar, sekitar bulan Februari – Maret 2006

dilaksanakan investigasi dan proses penegakan hukum terhadap pelaku-pelaku

illegal logging di kabupaten Aceh Singkil. Namun rupanya tindakan ini kurang

efektif dan tidak membuat jera para pelaku pembalakan liar ini. Kerusakan hutan

akibat perambahan liar dan aktivitas HPH telah mengakibatkan banjir yang terjadi

beberapa kali di wilayah Singkil dan Trumon (Ahmad, 1999). Informasi dari

masyarakat setempat seperti dari desa Oboh, Kecamatan Rundeng memperkuat

kenyataan bahwa banjir kini merupakan permasalahan rutin di daerah sekitar

Rawa Singkil. Data Bappedalda Kabupaten Aceh Singkil tahun 2004 juga

menunjukkan bahwa Kecamatan Kuala Baru dan Rundeng yang terletak dekat

Suaka Margasatwa Rawa Singkil dan berada di DAS Alas termasuk daerah rawan

banjir.

2. Konflik manusia-satwa

Kegiatan perambahan hutan di Aceh Singkil yang semakin meningkat juga

menyebabkan rusaknya habitat satwa liar. Akibatnya konflik manusia dan satwa

liar semakin sering terjadi.

3. Konversi kawasan hutan untuk areal pertanian


16

Konversi kawasan hutan untuk dijadikan lahan pertanian juga terjadi di

Suaka Margasatwa Rawa Singkil, hal ini dapat mengancam kelestarian

keanekaragaman hayati di daerah tersebut. Misalnya konversi hutan untuk lahan

pertanian yang terjadi di beberapa desa di Kecamatan Rundeng. Hal ini terjadi

karena luasan daratan yang selama ini digunakan untuk pemukiman penduduk

setempat mengalami degradasi akibat abrasi dan banjir. Akibatnya mereka

terpaksa memindahkan pemukiman mereka lebih menjorok ke daratan yang

berakibat kepada lahan pertanian mereka yang terletak di belakang kampung pun

harus dipindahkan. Selain itu, masyarakat mengaku melakukan konversi lahan ini

karena mereka tidak tahu bahwa areal hutan tersebut merupakan bagian dari

kawasan konservasi.

Selain itu, sebagai bagian dari program pengembangan kecamatan, di

beberapa desa di kecamatan Rundeng rencananya akan dikembangkan perkebunan

kelapa sawit masyarakat. Sehubungan dengan hal tersebut, ada kemungkinan areal

yang akan dikonversi merupakan bagian dari kawasan suaka margasatwa Rawa

Singkil. Ahmad (1999) melaporkan bahwa perubahan fungsi hutan di kawasan

Lawe Bengkung (ujung koridor Singkil-Bengkung) sebagai tempat pemukiman

dan pertanian bagi transmigran mengganggu distribusi dan pengendalian air dari

sungai Alas. Permasalahan lainnya yang mungkin timbul akibat perubahan fungsi

ini antara lain: terganggunya jalur lintasan satwa Singkil-Bengkung, musnahnya

keanekaragaman hayati dan plasma nutfah sekaligus mengancam kesinambungan

pemanfaatan lahan dan air terutama untuk kabupaten Aceh Tenggara, Dairi dan

Aceh Selatan (Ahmad, 1999).

4. Perkebunan kelapa sawit.


17

Kelapa sawit merupakan salah satu komoditi unggulan kabupaten Aceh

Singkil. Sentra perkebunan kelapa sawit terdapat di Kecamatan Gunung Meriah,

Simpang Kanan, dan Rundeng Perubahan fungsi hutan menjadi perkebunan

kelapa sawit membawa dampak hilangnya habitat satwa liar. Hal ini secara

langsung akan mempengaruhi populasi satwa yang berada di kawasan Rawa

Singkil. Van Schaik et al. (2001) menyatakan bahwa salah satu faktor penyebab

menurunnya populasi orangutan sumatera (Pongo abelii), selain illegal logging,

perburuan dan perdagangan serta pemeliharaan untuk kesenangan atau hobi,

adalah konversi hutan menjadi areal perkebunan kelapa sawit. Konversi lahan

hutan menjadi perkebunan kelapa sawit yang monokultur juga membawa

konsekuensi lain karena tanaman monokultur rentan terhadap hama dan penyakit

tanaman.

5. Pembangunan jalan

Saat ini ada rencana pembangunan jalan yang akan menghubungkan desa-

desa yang ada di sekitar kawasan Suaka Margasatwa Rawa Singkil (Kuala Baru –

Rundeng). Di satu sisi, rencana ini bermanfaat bagi masyarakat setempat karena

dapat membuka akses ke desa-desa terisolir dan dengan demikian dapat

meningkatkan perekonomian mereka. Di sisi lain, rencana pembangunan jalan

yang melintasi Suaka Margasatwa Rawa Singkil dapat mengancam kelestarian

sumberdaya alam hayati yang ada di dalam kawasan. Hasil penelitian Dessy

(1996) menunjukkan bahwa pembangunan jalan yang memotong wilayah hutan

menghilangkan habitat satwa secara langsung, mengakibatkan perbedaan kondisi

lingkungan dan iklim mikro antara daerah tepi jalan dengan bagian tengah hutan.

Selain itu, dampak ekologis yang terjadi akibat pembangunan jalan raya tidak
18

hanya seluas areal hutan yang ditebang, tetapi ditambah dengan 40 m di sepanjang

sisi kiri dan kanan jalan.


BAB III. PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pentingnya Suaka Margasatwa Rawa Singkil sebagai prioritas konservasi

nasional dapat dilihat dari begitu banyaknya jasa ekosistem yang disediakan oleh

hutan rawa gambut. Sebagai contoh untuk keanekaragaman hayati, Singkil adalah

rumah bagi populasi spesies penting dunia yakni orang-utan. Pentingnya

pemahaman yang harus di berikan kepada masyarakat sekitar kawasan suaka alam

margasatwa Rawa Singkil ini di rasa sangat di perlukan guna menghindari dan

mengatasi konflik yang terjadi seperti konflik batas wilayah, illegal logging,

konflik manusia dengan satwa, konflik Konversi kawasan hutan untuk areal

pertanian, pembukaan lahan kelapa sawit di kawasan suaka margasatwa dan

pembangunan jalan yang terjadi di kawasan suaka margasatwa Rawa Singkil.


DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, R. (1999). Hukum Sumber Daya Alam Dalam Sector Kehutanan. Sinar
Grafika. Jakarta.

Badan Pusat Statistik. (2004). Kabupaten Aceh Singkil dalam Angka 2004.
Singkil: BPS.

Dessy, C.M. (1996). Studi Pengaruh Akibat Pembangunan Jalan di Taman


Nasional Bukit Barisan Selatan. Skripsi. Jurusan Konservasi Sumberdaya
Hutan. Fakultas Kehutanan, Intitut Pertanian Bogor. Bogor.

Mahendra, F., Wulandari, C., & Yuwono, S. B. (2019). Perbandngan


Keanekaragaman Mesofauna Tanah pada Hutan Lindung dan Hutan
Konservasi di Lapung Barat.

Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Singkil. (2006). Focus Group Discussion


(Diskusi Kelompok Terfokus)

Schaik, C.P. (1999). Leuser: Biodiversity Values and Threats to Its Integrity.
Dalam Berjuang Mempertahankan Hutan: Kearifan Tradisioanal Masyarakat
Aceh Melestarikan Ekosistem Leuser. Madani Press.

Schaik, C.P., K. Monk, J.M.Y. Robertson. (2001). Dramatic decline in orang-utan


numbers in the Leuser Ecosystem, northern Sumatra.Oryx 35:14-25.

Singleton, I., Wich, S., Husson, S., Stephens, S., Atmoko, S.U., Leighton, M.,
Rosen, N., Traylor-Holzer, K., Lacy, R. & Byers, O. (eds.). (2004).
Orangutan Population and Habitat Viability Assessment: Final Report.
IUCN/SSC Conservation Breeding Specialist Group, Apple Valley, MN.

Soerianegara, I. (1996). Ekologi, Ekologisme dan Pengelolaan Sumberdaya


Hutan. Fakultas Kehutanan. IPB. Bogor.

Whitten, T.S.J. Damanik, J. Anwar, N. Hisyam. (2000). The Ecology of Sumatra.


Periplus. Singapore.

Anda mungkin juga menyukai