PROVINSI MALUKU
PERIODE 2021-2030
ii
Peta Situasi
(Skala Tidak Berlaku)
iv
Lembar Rekomendasi
v
Ringkasan Eksekutif
Cagar Alam Pulau Angwarmase ditunjuk sebagai kawasan hutan dengan status fungsi
Cagar Alam berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 609/Kpts/Um/10/1978
tanggal 5 Oktober 1978 dengan luas 800 Ha. Selanjutnya berdasarkan hasil penataan batas yang
dituangkan dalam Berita Acara Tata Batas tanggal 30 Januari 1985, kawasan konservasi ini
ditetapkan melalui Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 403/Kpts-II/1998 tanggal 11 Agustus
1988 dengan luas kawasan 295 Ha.
Mandat pengelolaan kawasan yang tercantum dalam SK Penunjukan yaitu karena
merupakan habitat satwa liar yang dilindungi, seperti Maleo (Megacephalon Maleo), Soa soa,
Biawak Ambon (Hidrosaurus Amboinensia) dan di dalamnya terdapat Anggrek yang dilindungi
yaitu jenis Lelemuku (Dendrobium Phalaenapis) yang perlu dibina kelestariannya untuk dapat
dimanfaatkan bagi kepentingan ilmu pengetahuan dan pendidikan.
Beradasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor :
P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018, Anggrek Larat (Dendrobium sp.) telah dikeluarkan dari
daftar jenis tumbuhan yang dilindungi Undang-Undang, tetapi merupakan flora identitas Provinsi
Maluku, sehingga perlu dilakukan upaya konservasi untuk menjaga kelestariannya dan disatu sisi
dapat memberikan manfaat ekonomis bagi masyarakat. Upaya konservasi Anggrek Larat selain
dilaksanakan dengan perlindungan di habitatnya, juga melalui kegiatan pemberdayaan
masyarakat melalui upaya budidaya.
Oleh karena itu dalam pengelolaan CA Pulau Angwarmase sesuai dengan mandat
pengelolaannya memiliki Visi : “CA Pulau Angwarmase sebagai sumber materi genetik Anggrek
Larat (Dendrobium striaenopsis) dalam rangka peningkatan kualitas hidup kelompok
masyarakat desa penyangga kawasan” dan dengan Misi : “Melestarikan habitat dan populasi
Anggrek Larat (Dendrobium striaenopsis) dan memberdayakan kelompok masyarakat desa
penyangga kawasan melalui kerjasama para pihak”.
Upaya yang akan dilakukan untuk mencapai visi dan misi pengelolaan CA Pulau
Angwarmase yang dituangkan dalam Rencana Pengelolaan Jangka Panjang (RPJP) difokuskan
pada kegiatan-kegiatan untuk mempertahankan dan melestarikan Anggrek Larat dengani
perlindungan habitatnya dan membudidayakan Anggrek Larat secara ex-situ melalui kegiatan
pembinaan daerah penyangga serta memperkuat kerjasama kemitraan dengan Pemerintah
Daerah, Universitas, Lembaga Penelitian, Swasta dan LSM/NGO secara sinergis dan kolaboratif.
vi
Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan berkat-Nya
kami dapat menyelesaikan dokumen Rencana Pengelolaan Jangka Panjang Cagar Alam (CA) Pulau
Angwarmase, Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Provinsi Maluku. Dokumen ini disusun sebagai
pedoman bagi pengelola dalam rangka meningkatkan pengelolaan CA Pulau Angwarmase secara
optimal, terpadu dan berkesinambungan.
Dokumen ini disusun dengan mengacu pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Nomor: P.35/MENLHK/SETJEN/KUM.1/3/2016 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana
Pengelolaan Pada Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam dan Peraturan Direktur
Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Nomor: P.14/KSDAE/SET/KSA.1/12/2017
tentang Pedoman Penyusunan Rencana Pengelolaan Pada Kawasan Suaka Alam, Kawasan
Pelestarian Alam dan Taman Buru.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam penyusunan dokumen ini, semoga Tuhan Yang Maha Esa dapat
membalasnya dengan setimpal.
Ambon,
vii
Daftar Isi
viii
Daftar Tabel
No. Halaman
ix
Daftar Gambar
No. Halaman
1. Peta Batas Kawasan Cagar Alam Pulau Angwarmase (skala tidak berlaku) .................... 2
2. Peta Kelas Ketinggian Cagar Alam Pulau Angwarmase (skala tidak berlaku) ................. 4
3. Sumber Air Bersih di Pulau Angwarmase ........................................................................ 6
4. Hidrologi di CA Pulau Angwarmase ................................................................................. 7
5. Hutan Mangrove (kiri) dan Hutan Alam (kanan) di CA Pulau Angwarmase .................... 9
6. Variasi Warna pada Anggrek Larat di CA Pulau Angwarmase ......................................... 10
7. Anakan Burung Gosong Kaki Merah (Megapodius reinwardt) (kiri) dan Gundukan
Sarang Burung Gosong (kanan) di CA Pulau Angwarmase .............................................. 13
8. Ketam Kenari (Birgus latro) (kiri) dan Sarang Ketam Kenari (kanan) di Kawasan CA
Pulau Angwarmase .......................................................................................................... 14
9. Lanskap Kawasan CA Pulau Angwarmase ........................................................................ 15
10. Denah Pemukiman Hasil Pemetaan Partisipatif (kiri) dan Kondisi Pemukiman (kanan)
Tnyafar Minanlel .............................................................................................................. 16
11. Tarian Menyambut Tamu (kiri) dan Tetua Adat Mengadakan Ritual bagi Pendatang
Baru (kanan) ..................................................................................................................... 17
12. Pertanian Tanaman Semusim di Dalam Kawasan CA Pulau Angwarmase ...................... 18
13. Komoditas Kopra dan Rumput Laut yang Diusahakan Masyarakat Tnyafar ................... 18
14. Anggrek Larat (Dendrobium striaenopsis) di CA Pulau Angwarmase .............................. 20
15. Anggrek Vanda Punctata ................................................................................................. 21
16. Thrixspermum subulatum di CA Pulau Angwarmase ....................................................... 22
17. Anggrek Taeniophyllum sp. Di CA. Pulau Angwarmase ................................................... 23
18. Anggrek Nervilia sp. ......................................................................................................... 23
19. Karakter Batang Kulit Luminatzera racemosa ................................................................. 25
20. Budidaya Anggrek oleh Masyarakat Tnyafar di Pulau Angwarmase ............................... 28
21. Papan Himbauan di Kawasan Wisata (kiri) dan Shelter Bantuan Pemerintah Kabupaten
Kepulauan Tanimbar di Pantai Pulau Angwarmase (kanan) ............................................ 30
x
22. Hubungan Antara Komponen Yang Mempengaruhi Nilai Penting dalam Rencana
Pengelolaan ...................................................................................................................... 31
23. Hubungan Antar Komponen yang Mempengaruhi Habitat dan Populasi Anggrek Larat 31
24. Peta Blok Pengelolaan CA Pulau Angwarmase ................................................................ 36
25. Lanskap CA Pulau Angwarmase ....................................................................................... 37
26. Kondisi Geologis Yang Unik dari CA Pulau Angwarmase ................................................. 37
27. Kondisi Blok Rehabilitasi .................................................................................................. 39
28. Kondisi Blok Khusus yang Merupakan Lahan Pertanian Subsisten untuk Memenuhi
Kebutuhan Pangan Sehari-hari ........................................................................................ 40
29. Rumah Kebun dan Jalan Setapak dari Semen yang Dibangun Masyarakat Di Dalam
Kawasan CA Pulau Angwarmase ...................................................................................... 40
xi
Daftar Lampiran
No. Halaman
1. Surat Keputusan Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam Maluku tentang Tim
Penyusun RPJP CA Pulau Angwarmase dan CA Pulau Nuswotar ..................................... 54
2. SK Penunjukan Kawasan CA Pulau Angwarmase ............................................................. 58
3. SK Penetapan CA Pulau Angwarmase .............................................................................. 60
4. Berita Acara Konsultasi Publik ......................................................................................... 62
5. Surat Rekomendasi .......................................................................................................... 65
6. Peta Batas Kawasan CA Pulau Angwarmase .................................................................... 66
7. Peta Sebaran Nilai Penting ............................................................................................... 67
8. Peta Penataan Blok Pengelolaan CA Pulau Angwarmase ................................................ 68
9. Peta Penutupan Lahan CA Pulau Angwarmase ............................................................... 69
10. Peta Kerawanan Gangguan CA Pulau Angwarmase ........................................................ 70
11. Peta Sarana dan Prasarana CA Pulau Angwarmase ......................................................... 71
12. Peta Daerah Aliran Sungai (DAS) CA Pulau Angwarmase ................................................ 72
13. Peta Wilayah Kerja Resort KSDA Larat ............................................................................. 73
14. Peta Desa Penyangga CA Pulau Angwarmase ................................................................. 74
xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Informasi Umum
1
Gambar 1. Peta Batas Kawasan Cagar Alam Pulau Angwarmase (skala tidak berlaku)
2. Sejarah Kawasan
Cagar Alam Pulau Angwarmase ditunjuk sebagai kawasan hutan dengan status
fungsi Cagar Alam berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor :
609/Kpts/Um/10/1978 tanggal 5 Oktober 1978 dengan luas 800 Ha, dimana
penunjukannya bersamaan dengan kawasan konservasi CA Pulau Nustaram dan CA
Pulau Nuswotar. Pertimbangan penunjukan kawasan ini sebagai kawasan konservasi
karena areal hutan di Pulau Nuswotar, Pulau Nustaram dan Pulau Anggarmase
merupakan habitat satwa liar yang dilindungi, seperti Maleo (Megacephalon Maleo),
Soa soa, Biawak Ambon (Hidrosaurus Amboinensia) dan di dalamnya terdapat Anggrek
yang dilindungi yaitu jenis Lelemuku (Dendrobium Phalaenapis) yang perlu dibina
kelestariannya untuk dapat dimanfaatkan bagi kepentingan ilmu pengetahuan dan
pendidikan. Namun berdasarkan peraturan yang baru yaitu Peraturan Menteri
2
Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor : P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018,
anggrek ini sudah tidak dilindungi tetapi tetap menjadi flagship dari Kepulauan
Tanimbar.
Berdasarkan hasil penataan batas oleh BPKH Wilayah IX Ambon dan dalam Berita
Acara Tata Batas Tanggal 30 Januari 1985, kawasan ini selanjutnya dengan Keputusan
Menteri Kehutanan Nomor : 403/Kpts-II/1998 tanggal 11 Agustus 1988 dengan luas
kawasan 295 Ha ditetapkan sebagai kawasan konservasi. Dari proses penunjukkan
kawasan ke penetapan kawasan, terdapat perubahan luasan kawasan yaitu berkurang
505 Ha.
3
Gambar 2. Peta Kelas Ketinggian Cagar Alam Pulau Angwarmase (skala tidak berlaku)
b. Geologi
Berdasarkan peta geologi yang sudah terbit (Peta Geologi Lembar Kepulauan
Tanimbar, Maluku yang disusun oleh Sukardi dan Sutrisno, 1989) di daerah
Kabupaten Kepulauan Tanimbar dan sekitarnya dapat dibagi menjadi 7 (tujuh)
Formasi stratigrafi tidak resmi dengan urutan dari umur tua sampai muda terdiri
sebagai berikut :
4
1. Kompleks Molu (M), terdiri dari batu pasir kuarsa, batu gamping napalan berfosil
Belemnit dan Moluska, batu gamping Kristal, batu gamping oolit, batu gamping
berfosil Spiriferina, rijang, sekis, andesit piroksen, basal amigdal, diorit
hornblenda, trakit porfir dan tufa;
2. Formasi Tangustabun (Tpt), terdiri dari perselingan antara lempung coklat
kemerahan, tufa kaca, rijang, batu pasir kuarsa dan batu gamping;
3. Formasi Batimafudi (Tmb), terdiri dari perselingan batugamping pasiran, napal,
batupasir gampingan dengan struktur perlapisan berupa silang siur;
4. Anggota Napal, Formasi Batimafudi (Tmbm), terdiri dari Napal bersisipkan
batugamping pasiran setempat dijumpai struktur laminasi;
5. Formasi Batilembuti (QTb), terdiri dari Napal yang kaya akan fosil plangton dan
bentos, batugamping yang sangat rapuh, yang terbentuk seluruhnya dari fosil
plangton dan bentos, napal kapuran berwarna putih dan ringan;
6. Formasi Saumlaki (Qs), terdiri dari batugamping koral, padat, setempat
terbreksikan, bagian bawah konglomerat dengan komponen batugamping dan
cangkang fosil;
7. Aluvium (Qa), terdiri dari : lumpur, pasir dan kerikil.
c. Hidrologi
Pulau Angwarmase termasuk dalam kategori sebagai Pulau Kecil, air tanah yang
terdapat di pulau ini pada umumnya telah terintrupsi air laut sehingga menjadi payau
(salobar). Satu-satunya sumber air tawar berasal dari sebuah mata air yang terdapat di
bawah tebing CA Pulau Angwarmase. Namun demikian, pada saat musim panas dan
debit air menurun, masyarakat tnyafar biasanya mengambil air dari pulau-pulau di
sekitar dengan menggunakan perahu tradisional sebagai sarana transportasinya.
d. Iklim
Iklim di kawasan CA Pulau Angwarmase secara umum tidak berbeda dengan iklim
di Kepulauan Tanimbar. Wilayah Kepulauan Tanimbar lebih banyak dipengaruhi oleh
angin musim yang bergerak dari dan kearah ekuator sehingga pola iklimnya bersifat
ekotrial yang memiliki pola hujan bimodal (2 puncak hujan) yaitu pada bulan
Desember/Januari dan April/Mei .
1. Zona II.3 ; curah hujan tahunan berkisar antara 1500-1800 mm tercakup didalam
zona D3 menurut Oldeman dengan bulan basah 3-4 bulan dan bulan kering 4-6 bulan;
6
2. Zona II.4 ; curah hujan tahunan 1800-2100 mm tercakup dalam zona C3 menurt
Oldeman dengan bulan basah 5-6 bulan dan bulan kering 4-6 bulan;
3. Zona IV.1 ; curah hujan tahunan mencapai 3000-4000 mm tercakup dalam zona A3
menurut Oldeman dengan bulan basah lebih dari 9 bulan dan bulan kering kurang
dari 2 bulan.
Sedangkan pada bulan Okober-Maret dimana angin pasat timur laut dari lautan
Pasifik dan Asia yang lembab dan panas bertiup secara dominan dan konvergen menuju
bagian selatan ekuator dan berubah arah menuju bagian selatan ekuator diantaranya
melewati laut Banda yang luas. Angin ini lebih banyak mengandung uap air yang
tercurah sebagai hujan. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Januari-Maret.
2.500 300
2.000 250
200
mm/tahun
Hari
1.500
150
1.000
100
500
50
0 0
2018 2017 2016 2015 2014 2013 2012 2011
Tahun
Curah Hujan/Tahun Jumlah Hari Hujan
7
Jumlah curah hujan selama tahun 2011-2018 sesuai data dari Stasiun BMKG
Saumlaki yang ditunjukkan pada Gambar 4. Jumlah hujan tertinggi terjadi pada tahun
pada tahun 2013 (2.369 mm) dan tahun 2017 (2.534,9mm). Pada tahun 2018 jumlah
curah hujan mencapai 1.557,10 mm dengan curah hujan tertinggi pada Bulan Januari
334,8 mm. Jumlah hari hujan selama tahun 2015 adalah 190 hari, dengan hari hujan
terbanyak pada bulan Januari, April, dan Mei.
Suhu rata-rata untuk tahun 2018 sesuai data Stasiun Meteorologi Saumlaki
adalah 28oC dengan suhu minimum absolut rata-rata 24.3oC dan suhu maksimum
absolut rata-rata 31,25oC. Rata-rata kelembaban udara relatif 80,67% (Tabel 1).
a. Ekosistem
8
Gambar 5. Hutan Mangrove (kiri) dan Hutan Alam (kanan) di CA Pulau Angwarmase
b. Flora
Flora yang menjadi flagship spesies di CA. Angwarmase adalah Anggrek Larat
(Dendrobium striaenopsis) yang dilindungi Undang-Undang sesuai pada lampiran
Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan
Satwa Liar. Namun berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor :
P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018, anggrek larat telah dikeluarkan dari daftar
tumbuhan yang dilindungi. Namun demikian, Anggrek Laratmerupakan ciri khas dari
Kepulauan Tanimbar dan mengacu kepada Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 48
Tahun 1989 tanggal 1 September 1989, Anggrek Larat dijadikan sebagai Flora Identitas
Provinsi Maluku.
9
dan Indonesia (Kep. Tanimbar dan NTT). Adanya perbedaanspektrum warna pada
Anggrek Larat, membuat anggrek ini dapat dijumpai dari warna putih sampai dengan
ungu tua.
10
No Nama Lokal Nama Ilmiah Keterangan
20. Uras Melanococca tomentosa
21. Kamyetani Champeria manillana
22. Rie Imperata cylindrica
23. Ngarbinit Aglaia elaeagnoidea
24. Barry Thespesia populnea
25. Kaprassan Wikstroemia androsaemifolia
26. Sime-sime Lumnitzera racemosa
27. Weman Zanthoxylum rhetsa
28. Ursasaye Fatoua villosa
29. Kangluwat Watan Atalantia recemosa
30. Frae Instia bijuga
31. Lamray Dracaena angustifolia
32. Renge Acrostichum speciosum
33. Karwamas Lantana camara
34. Fdyar Premna integrifolia
35. Wawae Cerbera odollam
36. Kacang Seki Melanococca tomentosa
37. Toring Manilkara kauki
38. Tonggar Ceriops tagal
39. Kampasuk Pittosporum moluccanum
40. Knunume Diospyros sp.
41. Kawat Buly Diospyros sp.
42. Topo Ixora sp.
43. Waras Bati Jasminum sp.
44. Kawat Strie Endospermum sp.
45. Kawat Niuwas Mucuna sp.
46. Yabbar Gardenia sp.
47. Ukur Ficus sp.
48. Sirih Hutan Piper sp.
49. Kafaluyatan Casearia sp.
50. Tali Hutan Cyclea sp.
51. Ndaryae Drypetes sp.
52. Kayu Arang Diospyros sp.
53. Sp. 1 Spondias novoguineensis
54. Sp. 2 Micromelum minutum
55. Sp.3 Aneilema sp.
Sumber : Kuswoyo dan Broto (2018)
11
Tabel 3. INP Vegetasi pada Tiap Tingkat Tumbuh di CA Pulau Angwarmase
Tingkat
No Nama Lokal N plot N KR FR DR INP (%)
tumbuh
1 Semai Viburnum sambucinum 9 84 22.83 7.76 - 30.58
2 Drypetes sp. 12 46 12.50 10.34 - 22.84
3 Spondias novoguineensis 5 51 13.86 4.31 - 18.17
1 Pancang Drypetes sp. 10 54 19.29 7.69 14.82 41.80
2 Lumnitzera racemosa 4 22 7.86 3.08 14.54 25.47
3 Spondias novoguineensis 8 15 5.36 6.15 3.09 14.60
1 Tiang Diospyros sp.3 3 6 5.71 4.48 5.29 15.48
2 Pentaspadon motleyi 4 4 3.81 5.97 5.57 15.35
3 Lumnitzera racemosa 3 6 5.71 4.48 3.64 13.83
1 Pohon Ceriops tagal 3 24 20.34 4.35 19.35 44.03
2 Pentaspadon motleyi 9 10 8.47 13.04 7.83 29.35
3 Cocos nucifera 5 11 9.32 7.25 10.43 27.00
Sumber : Kuswoyo dan Broto (2018)
c. Fauna
Sejauh ini, belum ada kajian yang dilakukan oleh BKSDA Maluku dan laporan yang
menunjukkan data kuantitatif terkait satwa liar baik jenis endemik ataupun dilindungi
yang berada di kawasan CA Pulau Angwarmase. Beberapa satwa yang terdata hanyalah
berdasarkan perjumpaan dan wawancara terhadap masyarakat sekitar kawasan
sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 4 berikut ini.
Tabel 4. Daftar Jenis Satwa di Kawasan CA Pulau Angwarmase
12
No Nama Satwa Keterangan Status Satwa
Salah satu kegiatan yang menunjukkan data kuantitatif terkait salah satu satwa
di kawasan CA Pulau Angwarmase ini adalah kegiatan inventarisasi dan pemetaan
partisipatif yang dilakukan pada tahun 2018, Balai KSDA Maluku menemukan 5 (lima)
gundukan sarang Burung Gosong (Megapodius reinwardt) aktif berupa gundukan seperti
bukit kecil, yaitu 2 (dua) sarang pada kawasan CA Pulau Angwarmase besar dan 3 (tiga)
sarang pada CA Pulau Angwarmase kecil. Pada saat pengamatan, tidak dijumpai secara
langsung burung gosong dewasa, hanya terdengar suaranya. Namun tim Balai KSDA
Maluku, menemukan satu ekor anakan burung gosong yang baru menetas dan keluar
dari sarangnya.
Gambar 7. Anakan burung gosong kaki merah (Megapodius reinwardt) (kiri) dan
gundukan sarangnya (kanan) di dalam Kawasan CA. Pulau Angwarmase
Selain itu di dalam kawasan CA Pulau Angwarmase dapat dijumpai jenis Ketam
Kenari (Birgus latro) yang dilindungi Undang-Undang. Berdasarkan pemetaan lokasi
satwa ini oleh masyarakat, berada pada bagian barat dan selatan CA. Pulau
Angwarmase yaitu pada tebing-tebing karst sebagai sarang yang dapat dengan mudah
diketahui dengan adanya sabut dan atau tempurung kelapa yang banyak berserakan
13
di depan sarangnya. Banyaknya kebun kelapa di sekitar kawasan CA. Pulau
Angwarmase turut menyediakan pakan bagi satwa tersebut. Sesuai dengan informasi
dari masyarakat, Kepiting Kenari (Birgus latro) masih cukup banyak populasinya di
Pulau Angwarmase dan masyarakat tyafar tidak mengkonsumsi kepiting kenari, selain
telah mengetahui jenis ini merupakan satwa yang dilindungi Undang-Undang. Namun
demikian, belum terdapat kegiatan yang bertujuan untuk mengumpulkan data dan
informasi kuantitatif, sehingga diperlukan penelitian ilmiah dan kajian lebih lanjut
untuk mengetahui potensinya. Oleh karena itu, salah satu kegiatan aksi dari rencana
pengelolaan pada 10 tahun kedepan ini adalah adanya kegiatan inventarisasi dan
monitoring populasi baik untuk flora maupun fauna yang ada di dalam kawasan CA
Pulau Angwarmase.
Gambar 8. Ketam Kenari (Birgus latro) (kiri) dan Sarang Ketam Kenari (kanan) di
Kawasan CA. Pulau Angwarmase
Selain beberapa satwa sebagaimana uraian di atas, di Pulau Angwarmase dapat dijumpai
beberapa jenis satwa migran seperti Pelikan Australia dan Dara Laut serta berdasarkan
informasi masyarakat terkadang ada penyu yang bertelur di pantai Pulau Angwarmase.
d. Jasa Lingkungan
Sekitar kawasan CA Pulau Angwarmase memiliki potensi wisata yang dapat
dikembangkan. Potensi wisata ini antara lain berupa pantai dengan pasir putih dan
kondisi perairannya yang relatif tenang selain adat istiadat masyarakat Desa Adaut
yang melakukan tnyafar merupakan suatu keunikan tersendiri.
14
Gambar 9. Lanskap Kawasan CA. Pulau Angwarmase
CA Pulau Angwarmase memiliki satu desa penyangga yaitu Desa Adaut (lihat Tabel
5). Di Desa Adaut terdapat 23 kelompok Tnyafar yang masih aktif dan di Pulau Angwarmase
sendiri terdapat 3 (tiga) kelompok tnyafar.
Tabel 5. Desa Penyangga CA. Pulau Angwarmase
15
kelompoknya dalam semua aktifitas bersama, seperti : penentuan lahan baru, pembersihan
lahan, menanam bibit, menjaga/memelihara kebun, mengatasi gangguan/serangan hama
perusak tananman, panen hasil, hingga syukur kebun baru. Lahan di Tnyafar tidak
diperjualbelikan, setiap warga dapat mengakses lahan Tnyafar atas seizin
mangafalurukh/tuan tanah (marga tertentu yang memiliki pertuanan atas tanah tersebut).
Masyarakat Tnyafar tinggal dalam kelompok 20-30 KK dengan rumah semi-permanen yang
terbuat dari kayu dan beratapkan daun lontar. Kelompok ini berada di tnyafar mereka
setiap hari senin sampai jumat, dan setiap hari sabtu-minggu mereka pulang ke Desa Adaut
untuk menunaikan Ibadah dan mengunjungi keluarganya.
Tiga Tnyafar yang tinggal di Pulau Angwarmase (berdekatan dengan kawasan), yaitu
Tnyafar Minanlel (Tnyafar induk), Tnyafar Namar Indah, dan Tnyafar Falirayat
(meerupakan gabungan Tnyafar Falirayat dan Oru Matan). Kelompok tnyafar bukan
merupakan pemukiman tetap, sehingga terdapat aturan bangunan atau tempat tinggal
masyarakat yang melakukan tnyafar tidak diperbolehkan menggunakan bangunan
permanen. Rumah-rumah yang didirikan hanya merupakan tempat tinggal sementara yang
sangat sederhana dan dikenal sebagai walang atau rumah kebun. Kelompok Tnyafar selain
untuk mempermudah dalam pemanfaatan sumber daya di wilayah petuanan juga
dimaksudkan untuk menjaga wilayah petuanan agar tidak ditempati oleh masyarakat dari
luar.
Gambar 10. Denah Pemukiman Hasil Pemetaan Partisipatif (kiri) dan Kondisi Pemukiman
(kanan) Tnyafar Minanlel.
16
Sebagai bagian dari desa penyangga CA Pulau Angwarmase memiliki potensi
pariwisata yang besar. Komunitas masyarakat Tnyafar biasa melakukan penyambutan
tamu dengan tarian dan ritual adat. Destinasi wisata lain yang dapat dikembangkan yaitu
penangkaran anggrek larat yang dilakukan oleh masyarakat yang berada di Tnyafar dan
kehidupan komunitas Tnyafar itu sendiri yang terbilang unik, misalnya saja pemukiman di
Tnyafar yang masih sangat tradisional. Masyarakat Tnyafar di Pulau Angwarmase memiliki
adat istiadat yang menarik dalam menyambut tamu yang datang. Umumnya tamu akan
disambut dengan tarian dan lagu yang khas serta ada upacara adat yang dipimpin oleh
tetua adat (Gambar 11).
Gambar 11. Tarian Menyambut Tamu (kiri) dan Tetua Adat Mengadakan Ritual bagi
Pendatang Baru (kanan)
17
Di dalam kawasan CA Pulau Angwarmase terdapat lahan budidaya pertanian. Areal
pertanian ini sudah ada sebelum penetapan kawasan CA Pulau Angwarmase. Luas kawasan
CA Pulau Angwarmase yang diusahakan untuk pertanianseluas ± 146 Ha. Arahan penataan
blok, lahan pertanian tersebut menjadi Blok Khusus 41,81 Ha dan 105,15 Ha sebagai Blok
Rehabilitasi.
Gambar 13. Komoditas Kopra dan Rumput Laut yang Dihasilkan Anggota Tnyafar di Pulau
Angwarmase.
18
Namun demikian, lahan pertanian ini termasuk kurang subur. Selain itu tanahnya pada
umumnya berbatu. Sistem pertanian dengan sistem tebas bakar, hanya memberikan
kesuburan pada tanah untuk 2 atau 3 kali tanam. Oleh karena itu, dalam upaya intensif
pertanian perlu dilakukan pemupukan agar lahan garapan menjadi subur dan tidak perlu
melakukan daur pemanfaatan lahan garapan atau peladangan berpindah.
6. Aksessibilitas
1. Nilai Penting
Berdasarkan eksplorasi yang dilakukan Balai KSDA Maluku dan Balai Litbang LHK
Makassar pada Tahun 2018, diketahui terdapat 5 jenis anggrek di CA Pulau Angwarmase.
a. Dendrobium striaenopsis M.A.Clem. & D.L.Jones 1989
Anggrek larat (Dendrobium striaenopsis) seperti terlihat pada Gambar I-11
merupakan bunga identitas Maluku yang ditetapkan melalui Surat Keputusan Menteri
Dalam Negeri Nomor 48 Tahun 1989. Anggrek ini juga merupakan ikon Kabupaten
Kepulauan Tanimbar. Anggrek ini memiliki nama lokal yaitu Lelemuku atau Bunga Larat.
Persebaran anggrek larat ini hanya terbatas di Kepulauan Tanimbar, Maluku (Lavarack
dkk. 2006). Anggrek larat memiliki beberapa sinonim salah satunya adalah Dendrobium
phalaenopsis var. schroderianum. Persebarannya mencakup Australia, Papua Nugini, dan
Indonesia (Kep. Tanimbar dan Nusa Tenggara Timur) (Wood 2006).
Anggrek larat belum termasuk kedalam IUCN redlist sebagai species yang
terancam punah, sedangkan dalam perdagangannya species ini termasuk kedalam
appendix II CITES. Species ini sangat berpotensi sebagai bahan indukan untuk
menghasilkan hibrida dengan nilai ekonomi tinggi. Beberapa contoh hasil silangan
menggunakan anggrek larat adalah Dendrobium David Sander, Dendrobium Caesar, dan
Dendrobium Louisae.
20
b. Vanda punctata Ridl. 1923
Species ini di dapat ditemukan tumbuh pada hutan primer di pohon Kakrite dan
Fandyar. Selain itu dapat dijumpai tumbuh di tebing tebing karst di dekat pantai. Vanda
ini memiliki bunga berwarna dasar kuning dengan corak titik-titik berwarna coklat dan
mengeluarkan bau yang wangi terutama pada waktu pagi hari. Kuntum bunga
berjumlah 11 sampai 19 kuntum. Species ini termasuk kedalam appendix II CITES.
21
dan berdaging. Jumlah bunga mencapai 3 kuntum dan mekar bersamaan. Bunga
memiliki lebar 1 cm – 1.8 cm, berwarna kuning muda dengan oranye muda pada bagian
bibir serta wangi. Spesies ini masuk kedalam Appendix II CITES.
d. Taeniophyllum sp.
22
Gambar 17. Anggrek Taeniophyllum sp. Di CA. Pulau Angwarmase
e. Nervilia sp.
Nervilia sp. termasuk jenis anggrek tanah yang memiliki persebaran yang luas
dari Amerika Utara sampai Australia. Di Maluku terdapat beberapa jenis Nervilia,
diantaranya adalah Nervilia aragoana Commons ex Gaudich. 1826 dan Nervilia seranica
J.J.Sm. 1928. Species yang ditemukan di CA Pulau Angwarmase memiliki karakteristik
bunga seperti N. peltate yang penyebarannya terdapat di Australia bagian Utara.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Broto dan Kuswoyo (2019), hasil dari penelitian
juga mengindikasikan bahwa tidak terdapat jenis anggrek epifit yang spesifik tumbuh di satu
23
jenis pohon inang tertentu (Tabel 7). Akan tetapi, jenis-jenis anggrek tersebut memiliki
preference terhadap karakteristik tertentu dari pohon misal pohon dengan kulit yang kasar.
Tabel 7. Jenis Anggrek Epifit, Jumlah dan Jenis Vegetasi Inang Anggrek di CA Pulau
Angwarmase
Jumlah
Species pohon Jenis pohon inang
inang
Pentaspadon motleyi, Champeria millana, “Kayu
dompet”, “Kupasa”, “Ngiras”, Malanococca
tomentosa, Thespesia populnea, Lumnitzera
Dendrobiun striaenopsis 16
racemosa, Diospyros sp.2, “Kampusuk”, Diospyros
sp.3, Pangium edule, “Mpasar”, Manilkara kanosiensis,
Malanococca tomentosa, “Tali hutan”
Vanda punctata 2 Pentaspadon motleyi, “Fundayar”
Thrixspermum subulatum 2 Pentaspadon motleyi, Cocos nucifera
Taeniophyllum sp. 2 Pentaspadon motleyi, Drypetes sp.
Keterangan : “Nama” = nama lokal
Sumber : Kuswoyo dan Broto (2018)
Pentaspadon motleyi menjadi satu-satunya pohon yang menjadi inang bagi semua
jenis anggrek epifit di lokasi penelitian (Tabel 7). Hal ini kemungkinan disebabkan oleh
karaketistik kulit pohon dan arsitekture pohon P. motleyi yaitu model leeuwenberg (Ekowati
dkk. 2017 dalam Broto dan Kuswoyo, 2019) sehingga dapat menciptakan iklim mikro yang
sesuai untuk pertumbuhan anggrek. Anggrek epifit lebih banyak dijumpai di pohon dengan
karakterisik kulit yang kasar (Adhikari dkk., 2012 dalam Broto dan Kuswoyo, 2019).
24
Gambar 19. Karakter Kulit Batang Lumnitzera racemosa
Ancaman tertinggi ada pada jenis Anggrek Larat (Dedrobium striaenopsis) dan Vanda
punctata yang mempunyai potensi tinggi sebagai anggrek hias (ornamental orchids) karena
memiliki karakter bunga yang besar, dengan warna yang menarik dan mengeluarkan aroma
yang harum. Sehingga kedua jenis tersebut memiliki potensi yang tinggi kegiatan pencurian
(illegal harvesting). Sayangnya, kedua anggrek tersebut bukan merupakan jenis anggrek yang
dilindungi oleh peraturan yang berlaku. Meskipun, kedua anggrek tersebut merupakan spesies
yang terdaftar dalam Appendix II CITES. Selain ancaman dari illegal harvesting, kedua species
tersebut rentan terhadap kepunahan karena memiliki distribusi yang terbatas dan sangat
berpotensi terancam oleh adanya perambahan kawasan yang mengganti pohon inang (host
tree) alami dengan tanaman kelapa dan tanaman pertanian lainnya.
Tabel 8. Jenis Tanaman Inang (Host Tree), Habitus, Rata-rata Jumlah Individu Anggrek pada
Setiap Pohon Inang (Ji/Jt), Rata-rata Jumllah Anggrek Epifit di Setiap Pohon Inang
(Js/Jt) Jumlah Individu pada Setiap Tingkat Tumbuh dan Jumlah Individu Setiap
Pohon Inang.
Tingkat tumbuh
Jenis Habitus Js/Jt Ji/Jt Jumlah
Semai pancang Tiang Pohon
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Thespesia populnea Pohon 1.00 1.00 - - 1 - 1
Lumnitzera racemosa Pohon 0.08 6.33 - 9 1 - 10
Pentaspadon motleyi Pohon 1.00 3.00 - - - 5 5
Diospyros sp.1 Pohon 0.50 3.33 - 1 4 1 6
Pittosporum moluccanum Pohon 0.17 4.17 - 1 - - 1
25
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Champeria millana Pohon 1.00 2.00 - - 1 - 1
Diospyros sp.2 Pohon 1.00 1.00 - 1 - 2 3
“Kayu dompet” Pohon 0.33 1.67 - - - 1 1
“Kupasa” Pohon 1.00 2.00 - 1 - - 1
Pangium edule Pohon 1.00 6.00 - - - 1 1
“Mpasar” Pohon 1.00 5.00 - - - 1 1
“Ngiras” Pohon 1.00 1.00 - - 1 - 1
Diospyros sp.3 Pohon 1.00 2.00 - - 1 - 1
Manilkara kauki Pohon 1.00 1.00 - 1 1 2
Malanococca tomentosa Pohon 0.50 7.00 - - - 1 1
Sterculia foetida Pohon 0.50 4.00 - - - 1 2
“Tali hutan” Liana 1.00 2.00 - - - - 1
Total 14 9 14
Keterangan :
Ji = Jumlah individu spesies anggrek epifit jenis i
Js = Jumlah jenis anggrek epifit pada jenis pohon inang s
Jt = Jumlah individu anggrek jenis tertentu disetiap pohon inang
“Nama = nama lokal
Sumber : Kuswoyo dan Broto (2018)
Lebih lanjut, hasil perhitungan nilai indeks kemerataan (E) juga menunjukan nilai
yang rendah yaitu sebesar 0.25. Kriteria yang digunakan untuk menilai indeks kemerataan
adalah nilai E < 0.3 tergolong rendah, nilai E 0.3-0.6 tergolong sedang dan E > 0.6 tergolong
tinggi. Nilai E yang tinggi mengindikasikan kemelimpahan atau jumlah individu pada setiap
jenis relative merata di dalam ekosistem. Odum (1973) menjelaskan bahwa nilai indeks
kemerataan akan tinggi jika tidak terjadi pemusatan individu pada suatu spesies tertentu,
26
sebaliknya indeks kemerataan akan rendah jika terjadi pemusatan individu suatu spesies
tertentu.
Tabel 9. Jenis, Jumlah jenis, Kerapatan Relative (KR), Frequensi Relatif (FR), Indek Nilai
Penting (INP), Indek Keragaman (H’) dan pola distribusi jenis anggrek di CA. Pulau
Angwarmase
27
4. Isu Strategis
a. Anggrek Larat sebagai flora Identitas Provinsi Maluku sekaligus ikon Kabupaten
Kepulauan Tanimbar
Sebagaiamana telah dijelaskan sebelumnya bahwa Anggrek larat (Dendrobium
striaenopsis) merupakan flora identitas Maluku yang ditetapkan melalui Surat
Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 48 Tahun 1989. Selain itu, Anggrek Larat yang
juga dikenal dengan sebutan Lelemuku juga merupakan ikon Kabupaten Kepulauan
Tanimbar. Sehingga memiliki Anggrek Larat dapat menjadi semacam kebanggaan bagi
masyarakat Kepulauan Tanimbar. Bahkan ada wacana yang menyebutkan bahwa
sebagai ikon kabupaten, Bupati Kepulauan Tanimbar menganjurkan masyarakat untuk
menanam Anggrek Larat di rumah masing-masing. Hal tersebut dapat meningkatkan
permintaan akan Anggrek Larat dari alam. Hingga saat ini belum terdapat
breeder/penangkar Anggrek Larat di Kepulauan Tanimbar. Sehingga untuk memenuhi
kebutuhan tersebut, masyarakat mengambil dari alam.
Pohon inang Anggrek Larat dapat terancam dengan adanya pertanian lahan
kering di dalam kawasan. Hal ini karena masyarakat menebang pohon yang dapat
menjadi pohon inang dan menggantinya dengan kelapa. Akan tetapi, di CA Pulau
Angwarmase, Kelapa memiliki INP yang relatif besar yaitu sebesar 27% (pada tingkat
pohon). Hal ini mengindikasikan bahwa keberadaan jenis ini cukup melimpah di CA
Pulau Angwarmase. Dengan kata lain, telah terjadi perambahan di lokasi penelitian
mengingat Kelapa bukan merupakan spesies asli di lokasi penelitian. Lebih jauh,
keberadaan kelapa dengan arsitektur pohon yang tidak bercabang (model corner) yang
tidak disukai Anggrek Larat.
Sementara itu, Anggrek Larat secara alami tidak ditemukan tumbuh di batang
kelapa karena Anggrek Larat menyukai batang pohon yang permukaannya kasar. Oleh
karena itu, pertanian di dalam kawasan dapat mengancam keberadaan pohon inang
yang disukai Anggrek Larat.
29
c. Program Pemerintah Kabupaten Kepulauan Tanimbar untuk menjadikan desa penyangga
sebagai desa wisata
Dinas Pariwisata Kabupaten Kepulauan Tanimbar mencanangkan Desa Adaut,
khususnya di wilayah Tnyafar Minanlel sebagai desa wisata. Dinas Pariwisata juga telah
membangun 5 (lima) unit shelter dan 3 (tiga) unit toilet umum di pantai dekat dengan
pemukiman Tnyafar Minanlel. Selain itu, Dinas Pariwisata juga mendukung
pembangunan taman anggrek yang berfungsi semacam kebun koleksi jenis-jenis
anggrek yang ada di Kepulauan Tanimbar dan juga jalan terbuat dari semen yang menuju
kawasan CA Pulau Angwarmase. Program ini dapat mendukung program pemberdayaan
masyarakat yang dilakukan di sekitar penyangga CA Pulau Angwarmase.
Gambar 21. Papan Himbauan di Kawasan Wisata (kiri) dan Shelter bantuan Pemerintah
Kabupaten Kepulauan Tanimbar di pantai Pulau Angwarmase (kanan)
30
Gambar 22. Hubungan Antara Komponen yang Mempengaruhi Nilai Penting dalam
Rencana Pengelolaan
Patroli Habitat
Monitoring
Desa Binaan
Penangkaran/Budidaya
Habitat
Kerja sama dan
Promosi Populasi
Perambahan
Patroli
Gambar 23. Hubungan Antar Komponen yang Mempengaruhi Habitat dan Populasi
Anggrek Larat
Dalam pengelolaan kawasan, nilai penting CA Pulau Angwarmase yaitu Anggrek Larat
(Dendrobium striaenopsis). Sedangkan atribut dari Anggrek Larat yang dapat diukur yaitu
habitat dan populasi. Anggrek Larat di CA Pulau Angwarmase lebih menyukai intesitas
31
cahaya dan kelembapan sedang. Dari perhitungan kondisi fisik lokasi penelitian menunjukan
bahwa suhu lokasi penelitian relatif tinggi dengan kisaran 32°C - 39.3°C, kelembapan rendah
antara 54% sampai 76.2 % dan intensitas cahaya tergolong tinggi berkisar antara 795-6.726.
Anggrek Larat juga banyak dijumpai di pohon inang Lumnitzera racemosa. Sedangkan pohon
inang Pentaspadon motleyi menjadi satu-satunya pohon yang menjadi inang bagi semua
jenis anggrek epifit. Pada 2018 diketahui terdapat 165 individu pada site monitoring yang
mewakili tiap tutupan lahan dan untuk mengetahui populasi diperlukan penelitian dan
analisa lebih lanjut.
Faktor primer yang memengaruhi populasi Anggrek Larat yaitu adanya illegal
harvesting yang dilakukan oleh masyarakat. Permintaan akan Anggrek Larat semakin
meningkat terkait Anggrek larat sebagai ikon Kepulauan Tanimbar dan souvenir. Anggrek
Larat saat ini belum terdapat breeder/penangkar Anggrek Larat di Kepulauan Tanimbar,
sehingga untuk memenuhi kebutuhan tersebut, masyarakat mengambil dari alam.
Sedangkan faktor primer yang memengaruhi habitat Anggrek Larat yaitu adanya
perambahan yang dilakukan masyarakat untuk lahan pertanian salah satunya dengan
penanaman Kelapa. Dari hasil penelitian yang dilakukan tahun 2018, diketahui bahwa jenis
vegetasi Kelapa memiliki INP yang relatif besar yaitu sebesar 27%. Hal ini mengindikasikan
bahwa keberadaan jenis ini cukup melimpah di CA Pulau Angwarmase. Dengan kata lain,
telah terjadi perambahan di lokasi penelitian mengingat Kelapa bukan merupakan spesies
asli di lokasi penelitian. Lebih jauh, keberadaan kelapa dengan arsitektur pohon yang tidak
bercabang.
32
petugas dapat memanen buah tersebut, dengan dilengkapi surat asal usul dari Balai
KSDA Maluku. Mekanisme pengambilan materi genetik tersebut dapat dilakukan
dengan mekanisme kemitraan konservasi dan ijin penangkaran.
b. Masyarakat mampu membudidayakan Anggrek Larat secara mandiri sehingga Anggrek
Larat yang diperjualbelikan merupakan produk budidaya
Pada 10 tahun yang akan datang, diharapkan kelompok binaan dapat melakukan
budidaya Anggrek Larat secara mandiri dari proses produksi secara generatif (dari buah
anggrek menjadi individu) hingga pengemasan dan penjualan (promosi dan marketing).
Kemampuan masyarakat ini dirapkan memberikan manfaat berupa peningkatan
kesejahteraan dan menurunkan tingkat pengambilan Anggrek Larat dari dalam kawasan
konservasi.
c. Berkurangnya ancaman terhadap keutuhan habitat dan populasi Anggrek Larat akibat
illegal harvesting dan perambahan hutan untuk kebun
33
Untuk mencapai kondisi tersebut diperlukan adanya program pemberdayaan
masyarakat serta kerja sama dengan mitra-mitra untuk melakukan pendampingan
terhadap kelompok masyarakat.
34
BAB II Visi dan Misi serta Tujuan Pengelolaan
A. Visi Pengelolaan
B. Misi Pengelolaan
C. Tujuan Pengelolaan
Berdasarkan visi dan misi pengelolaan CA Pulau Angwarmase tersebut di atas, maka
ditetapkan tujuan pengelolaan CA Pulau Angwarmase, yaitu:
35
BAB III Blok Pengelolaan
A. Blok Pengelolaan
36
B. Deskripsi Masing-masing Blok
1. Blok Perlindungan
a. Area ini memiliki ekosistem yang alami. Berdasarkan analisis vegetasi yang dilakukan
BKSDA Maluku, CA Pulau Angwarmase memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi.
b. Blok perlindungan CA Pulau Angwarmase memiliki kondisi geologis yang unik. Pada
bagian CA Pulau Angwarmase utara hingga selatan (CA Pulau Angwarmase besar)
37
memiliki pantai karang dengan tebing dengan ketinggian 25 hingga 50 m dpl dan
datar di bagian puncak.
d. Blok perlindungan ini memiliki tingkat ancaman manusia rendah. Karena secara
umum masyarakat melakukan pertanian di bagian tengah CA Pulau Angwarmase.
1) Patroli rutin,
2) Inventarisasi potensi,
3) Monitoring populasi Anggrek Larat dan Vanda blok perlindungan CA Pulau
Angwarmase,
4) Monitoring habitat Anggrek Larat dan Anggrek Vanda di CA Pulau Angwarmase,
5) Sumber materi genetik untuk menunjang penangkaran dan kultur jaringan.
38
2. Blok Rehabilitasi
Potensi di blok rehabilitasi sangatlah minim. Pada blok ini didominasi semak
belukar serta beberapa pepohonan baik yang tumbuh secara alami seperti Gofasa dan
Beringin, maupun yang ditanam seperti Kelapa.
a) Patroli rutin,
b) Pemulihan ekosistem maupun suksesi alami,
c) Pembangunan pondok kerja atau pos pemulihan ekosistem.
39
3. Blok Khusus
Potensi di blok khusus yang berupa lahan pertanian masyarakat yaitu berupa
tanaman pertanian lahan kering seperti ubi kayu, cabai, dan jagung. Selain itu,
masyarakat juga menanam tanaman tahunan seperti kelapa (Gambar III-5).
Gambar 28. Kondisi Blok Khusus yang Merupakan Lahan Pertanian Subsisten untuk Memenuhi
Kebutuhan Pangan Sehari-hari
Area ini ditetapkan sebagai blok khusus karena telah ada kebun masyarakat
beserta pemukiman sementara (rumah kebun) di dalam kawasan. Selain itu, jalan yang
sudah ada di dalam kawasan CA Pulau Angwarmase pun masuk dalam blok khusus
tersebut.
Gambar 29. Rumah Kebun dan Jalan Setapak dari Semen yang Dibangun Masyarakat di
dalam CA Pulau Angwarmase
40
Berkaitan dengan arahan pengelolaan serta Peraturan Menteri LHK Nomor
P.76/MENLHK-SETJEN/2015, beberapa kegiatan yang dapat dilakukan di dalam blok
khusus adalah:
a) Patroli rutin,
b) Inventarisasi kebun masyarakat di dalam blok khusus baik pemilik, luasan, dan jenis
tanaman yang diusahakan,
c) Inventarisasi open area,
d) Membuat perjanjian kerja sama dengan masyarakat pemilik kebun di dalam
kawasan agar tidak lagi memperluas kebun masyarakat,
e) Sosialisasi batas kawasan dan blok pengelolaan, serta aktivitas yang boleh dan tidak
boleh dilakukan,
f) Memberikan himbauan kepada masyarakat untuk melakukan pemilihan jenis-jenis
yang dibudidayakan (tidak hanya tanaman semusim, tetapi juga tanaman tahunan
yang merupakan tanaman asli).
Keberadaan Blok Khusus yang merupakan lahan pertanian masyarakat desa
Adaut di dalam kawasan CA Pulau Angwarmase pada 10 (sepuluh) tahun kedepan masih
dipertahankan, hal ini sesuai dengan kesepakatan pada saat dilaksanakan Konsultasi
Publik Rencana Pengelolaan Cagar Alam Pulau Angwarmase dengan stakeholder terkait.
Lahan pertanian tersebut telah ada sebelum kawasan ditetapkan sebagai kawasan
konservasi dan secara adat, kawasan CA Pulau Angwarmase merupakan hak petuanan
adat Desa Adaut.
Lahan pertanian tersebut diolah secara tradisional dan ditanami dengan
tanaman semusim yang bersifat subsisten untuk memenuhi kebutuhan pangan sehari-
hari masyarakat khususnya kelompok tnyafar di Pulau Angarmase.
Sesuai kesepakatan dengan para stakeholder, agar Blok Pengelolaan segera
diberi penandaan tanda batas. Hal ini diharapkan agar lahan pertanian yang dijadikan
Blok Khusus di CA Pulau Angwarmase tidak semakin luas dan masyarakat mengetahui
batas-batas yang diperkenankan untuk beraktivitas di dalam kawasan CA Pulau
Angwarmase.
41
BAB IV Strategi dan Rencana Pengelolaan
A. Strategi Pengelolaan
B. Rencana Aksi
Rencana aksi sebagaimana disajikan pada Tabel 12 disusun berdasarkan penjabaran
dari strategi pengelolaan untuk mencapai tujuan pengelolaan yang telah ditetapkan.
Adapun detail dari rencana aksi dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 12. Rencana Aksi
42
1 2 3
2. Perlindungan kawasan ; 1. Patroli pengamanan;
2. Sosialisasi;
3. Pemasangan papan
informasi.
4. Penandaan Blok Kawasan
Meningkatkan populasi Pembinaan populasi 1. Studi populasi Anggrek Larat;
Anggrek Larat 2. Re-introduksi Anggrek Larat
hasil budidaya yang dilakukan
masyarakat.
Mempertahankan habitat Pembinaan habitat; 1. Inventarisasi open area
alami Anggrek Larat termasuk keberadaan kebun
kelapa di dalam kawasan;
2. Monitoring dan pengawasan
lahan pertanian di dalam
kawasan.
3. Pemulihan ekosistem secara
partisipatif
Kerjasama antara pihak pemda, 1. Pembentukan forum
swasta, dan masyarakat di dalam koordinasi bersama
pengelolaan kawasan konservasi Pemerintah daerah serta
CA Pulau Angwarmase; instansi terkait lainnya;
2. Promosi produk desa binaan;
3. Pendampingan Revitalisaisi
AturanTnyafar (terkait
penanaman kelapa).
43
Tabel 13. Matriks Keterkaitan Visi dan Misi, Tujuan Pengelolaan, Strategi, dan Rencana Aksi/Rencana Kegiatan serta Pemantauan dan Evaluasi
Estimasi
Indikator Tata Waktu Tahun Ke- Dana
Indikator Kegiatan/ Pihak yang Lokasi/ Sumber
Visi Misi Tujuan Strategi keberhasilan (dalam
Keberhasilan Aksi Terlibat Blok Dana
Kegiatan ribu
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 rupiah)
Bantuan 2 kelompok
Sarpras untuk binaan Desa
BKSDA, APBN,
Visi: kegiatan Penyangg 120.000
Mitra Mitra
Menjadikan budidaya a
CA Pulau anggrek larat
Angwarmase Peningkatan 2 kelompok
sebagai kapasitas binaan
sumber BKSDA,
budidaya Desa
materi Pemberdayaan Pemerintah APBN,
Anggrek Larat Penyangg 70.000
genetik Menurunkan masyarakat Daerah, Mitra
melalui a
Anggrek tingkat ancaman melalui Mitra
pemanfaatan
Larat berupa illegal Tingkat illegal penangkaran/ teknologi
(Dendrobium harvesting harvesting budidaya
Pendampinga Ijin budidaya
striaenopsis) terhadap menurun Anggrek Larat
n perizinan anggrek larat
dalam rangka populasi oleh kelompok Ambon,
dimiliki oleh 2 BKSDA APBN 60.000
peningkatan Anggrek Larat masyarakat penangkaran Saumlaki
(dua) kelompok
kualitas Tnyafar; anggrek larat binaan
hidup
kelompok Penciptaan 1 kelompok
BKSDA,
masyarakat sumber binaan APBN,
Pemerintah
(Tnyafar) ekonomi APBD, 80.000
Daerah,
penyangga alternatif bagi Mitra
Mitra
kawasan masyarakat
Patroli Tidak
pengamanan ditemukan CA Pulau
Perlindungan BKSDA,
pelanggaran Angwar- APBN 150.000
Kawasan Polri, Mitra
tindak pidana mase
44
Estimasi
Indikator Tata Waktu Tahun Ke- Dana
Indikator Kegiatan/ Pihak yang Lokasi/ Sumber
Visi Misi Tujuan Strategi keberhasilan (dalam
Keberhasilan Aksi Terlibat Blok Dana
Kegiatan ribu
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 rupiah)
Memiliki data
Identifikasi dan informasi
tingkat ancaman dan BKSDA,
APBN,
ancaman gangguan Pemerintah SKW III 60.000
APBD
illegal akibat illegal Daerah
harvesting harvesting yang
terpetakan
Sosialisasi dan Pemahaman
penyadar- masyarakat BKSDA,
Desa
tahuan desa Pemerintah APBN,
Penyangg 75.000
penyangga Daerah, APBD
a
tentang KSDAE Mitra
meningkat
Pemasangan Terdapat > 10
papan buah papan
BKSDA,
informasi dan informasi dan Kawasan APBN,
Pemerintah 60.000
himbauan di CA APBD
himbauan Daerah
lokasi yang
diperlukan
Penandaan Terdapat batas
Blok blok
BKSDA,
pengelolaan Blok KK APBN 220.000
Masyarakat
sepanjang ±
55,7 Km
Pembangunan Terbangunnya
pos jaga 1 unit pos jaga
Tnyafar
dan BKSDA APBN 100.000
Minanlel
kelengkapan
Sarprasnya
Pembinaan Populasi
Meningkatkan populasi anggrek larat Blok
APBN,
populasi dihabitatnya BKSDA Perlindun 180.000
Mitra
anggrek larat meningkat dan gan
atau terjaga
45
Estimasi
Indikator Tata Waktu Tahun Ke- Dana
Indikator Kegiatan/ Pihak yang Lokasi/ Sumber
Visi Misi Tujuan Strategi keberhasilan (dalam
Keberhasilan Aksi Terlibat Blok Dana
Kegiatan ribu
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 rupiah)
Restoking Restocking 10%
hasil budidaya hasil budidaya Blok
BKSDA, APBN,
anggrek larat Perlnidun 12.000
Mitra Mitra
gan
Pemulihan
ekosistem/habi Blok
BKSDA,
tat anggrek Rehabilita APBN 750.000
Masyarakat
larat ± 51,86 Ha si
Kerjasama Adanya
antara pihak komitmen para
pemda, pihak terhadap
kelestarian BKSDA,
swasta, dan
anggrek larat Pemerintah
masyarakat di
Daerah, APBN,
dalam Saumlaki 60.000
Masyarakat APBD
pengelolaan
, LSM/NGO,
kawasan Swasta
konservasi CA
Pulau
Angwarmase
Updating data Data spatial
dan informasi dan non spatial
Ambon,
anggrek larat BKSDA APBN 50.000
Saumlaki
terdokumentasi
dengan baik
46
Estimasi
Indikator Tata Waktu Tahun Ke- Dana
Indikator Kegiatan/ Pihak yang Lokasi/ Sumber
Visi Misi Tujuan Strategi keberhasilan (dalam
Keberhasilan Aksi Terlibat Blok Dana
Kegiatan ribu
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 rupiah)
Monitoring dan
evaluasi
anggrek larat BKSDA Kawasan APBN 80.000
dan habitatnya
Data dan
informasi
BKSDA,
potensi Kawasan APBN 120.000
Mitra
kawasan
terpenuhi
Kesesuaian
Status fungsi
kawasan BKSDA Kawasan APBN 60.000
47
BAB V Rencana Aksi Pemantauan dan Evaluasi
Walaupun rencana pemantauan dan evaluasi akan dilaksanakan untuk 5 (lima) tahun
sekali, tetapi secara insidentiil karena ada suatu hal yang mendesak maka kegiatan ini dapat
dilaksanakan sewaktu-waktu sesuai dengan kebutuhan. Kegiatan ini dapat dilakukan karena
beberapa hal seperti bencana alam, perubahan luas kawasan, kondisi kawasan dan perubahan
blok pengelolaan yang secara significant berpengaruh terhadap nilai penting kawasan dan akan
mempengaruhi implementasi dari Rencana Pengelolaan untuk mewujudkan tujuan pengelolaan
kawasan.
Tabel 14. Evaluasi Tujuan Pengelolaan 5 Tahunan
Indikator
Progress
Tujuan Pengelolaan Keberhasilan Tujuan Pihak yang terlibat
Pencapaian
pengelolaan
1 2 3 4
Pada Tahun ke-10 tidak Tahun ke – 5
Menurunkan tingkat BKSDA Maluku, Pemerintah
terdapat kegiatan pengamanan
ancaman berupa illegal Kabupaten Kep. Tanimbar,
pemanfaatan Anggrek Kawasan telah
48
harvesting terhadap Larat dari alam secara dilakukan secara Lembaga penelitian /
populasi Anggrek Larat illegal. itensif dan Universitas, LSM/NGO, Swasta
teridentifikasinya
sumber-sumber
ancaman
Pada Tahun ke – 5
Meningkatkan Pada tahun ke – 10 telah terdapat
BKSDA, Pemerintah Daerah,
populasi Anggrek populasi anggrek larat di kegiatan budidaya
LSM, Masyarakat, Mitra
Larat alam meningkat anggrek sesuai
peraturan berlaku
Pada Tahun ke – 5
Pada tahun ke -10,
tidak ada
Mempertahankan habitat alami anggrek
perambahan blok
habitat alami Anggrek larat tetap utuh (178 Ha) BKSDA, Masyarakat, Swasta
perlindungan dan
Larat dan terpulihkan 51,86 Ha
telah dilakukan
ekosistemnya
rehabilitasi kawasan
Kegiatan evaluasi baik reguler maupun insidentil dilakukan melalui tahapan kegiatan
sebagai berikut :
1. Membentuk tim evaluasi RPJP yang ditetapkan berdasarkan keputusan Kepala Balai KSDA
Maluku.
Tim ini dapat beranggotakan :
a. Internal Balai KSDA Maluku, baik yang bertugas di balai maupun petugas di SKW III
Saumlaki;
b. Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan Tanimbar yang aktif dan berpartisipasi dalam
pengelolaan CA Pulau Angwarmase;
c. Mitra Kerja yang cakupan kerjanya membantu dalam pengelolaan CA Pulau
Angwarmase. Tim Evaluasi juga dapat melibatkan akademis maupun pihak lain yang
memiliki keahlian khusus terkait nilai penting CA Pulau Angwarmase serta untuk
melakukan evaluasi pencapaian target RPJP.
2. Melakukan analisis terhadap hasil pemantauan/monitoring RPJPn
Berdasarkan data dan informasi yang diperoleh dari kegiatan pemantauan. Tim selanjutnya
melakukan analisis. Analisis dilakukan terhadap hasil pemantauan dan pencapaian RPJPn
setiap tahun. Analisis dimaksudkan untuk melihat keberhasilan intervensi manajemen yang
telah dilakukan selama 5 (lima) tahun. Analisis juga dimaksudkan untuk mendapatkan
49
proyeksi 5 (lima) tahun ke depan apabila tidak ada perubahan dalam intervensi manajemen
pengelolaan;
3. Membuat Laporan Hasil Evaluasi
Laporan hasil evaluasi disajikan dalam bentuk Tabel V.2 dengan melengkapi 3 kolom terakhir
(warna biru). Selain itu tim juga perlu menyusun dokumen laporan hasil evaluasi yang berisi
penjabaran dari tabel tersebut;
Tabel 15. Hasil Evaluasi Tujuan Pengelolaan pada Tahun ke-5
Indikator
Pihak Status Kendala
Tujuan keberhasilan Progres Tindak
yang keberhas yang
Pengelolaan tujuan pencapaian lanjut
terlibat ilan dihadapi
pengelolaan
1 2 3 4 5 6 7
Menurunkan Pada tahun ke- Pada tahun ke BKSDA, Sesuai Sesuai Sesuai
tingkat 10 pemanfaatan 5 terdapat Pemda, dengan dengan dengan
ancaman anggrek larat kegiatan Mitra, hasil hasil hasil
berupa illegal tidak langsung penangkaran swasta, pemantaua pemantaua pemantaua
harvesting dari alam, tetapi anggrek larat LSM, n dan n dan n dan
terhadap merupakan hasil sesuai dengan Masyarak evaluasi 5 evaluasi 5 evaluasi 5
populasi budidaya/ peraturan at tahunan tahunan tahunan
Anggrek Larat penangkaran
Pada tahun ke Pada tahun ke BKSDA, Sesuai Sesuai Sesuai
10 populasi 5 tidak terjadi Pemda, dengan dengan dengan
anggrek larat di penurunan Mitra, hasil hasil hasil
alam meningkat populasi swasta, pemantaua pemantaua pemantaua
Meningkatkan
anggrek larat LSM, n dan n dan n dan
populasi
di alam, Masyarak evaluasi 5 evaluasi 5 evaluasi 5
Anggrek Larat tersedianya at tahunan tahunan tahunan
base line data,
adanya
restocking
Mempertahan Pada tahun ke Pada tahun ke BKSDA, Sesuai Sesuai Sesuai
kan habitat 10, habitat 5 tidak ada Pemda, dengan dengan dengan
alami Anggrek anggrek larat lagi perusakan Mitra, hasil hasil hasil
Larat tetap utuh, habitat swasta, pemantaua pemantaua pemantaua
ekosistem yang anggrek larat, LSM, n dan n dan n dan
terdegradasi merehabilitasi Masyarak evaluasi 5 evaluasi 5 evaluasi 5
terpulihkan Kawasan yang at tahunan tahunan tahunan
terdegradasi
50
a. pelaksanaan RPJP masih sesuai dengan perencanaan awal dan dapat mencapai tujuan
pengelolaan, rekomendasi tersebut dapat di ambil jika berdasarkan hasil evaluasi
diketahui bahwa implementasi RPJP masih mencapai tujuan pengelolaan pada tahun ke-
10 sehingga tidak perlu dilkukan perubahan RPJP.
b. Penyesuaian/Revisi RPJP Parsial
Dalam proses penyesuaian RPJP, usulan perubahan tersebut disampaikan kepada
direktur teknis untuk mendapatkan persetujuan. Rekomendasi ini dapat dilakukan
apabila berdasarkan evaluasi yang dilakukan diketahui :
i. Pelaksanaan kegiatan selama 5 tahun pertama diperkirakan tidak akan dapat
memenuhi pencapaian target pengelolaan pada akhir periode RPJP pada tahun ke-
10. Penyesuaian yang dimaksud dapat mencakup rencana kegiatan yang akan
dilakuakan selama sisa tahun berikutnya sehingga target pengelolaan pada akhir
periode dapat tercapai.
ii. Adanya perubahan blok pengelolaan, akan tetapi perubahan tersebut tidak
berpengaruh signifikan pada pencapaian tujuan pengelolaan. Penyesuaian RPJP
dapat mencakup penyesuaian rencana kegiatan yang akan dilakukan pada lokasi
yang mengalami perubahan blok tersebut.
iii. Adanya perubahan luas kawasan yang tidak berpengaruh langsung pada nilai
penting kawasan akan tetapi dapat mempengaruhi tujuan pengelolaan. Dalam hal
ini, penyesuaian RPJP mencakup penyesuaian rencana kegiatan yang akan dilakukan
pada lokasi yang mengalami perubahan blok pengelolaan.
c. Penyesuaian/Revisi RPJP keseluruhan.
penyesuaian/Revisi RPJP secara keseluruhan dapat direkomendasikan jika terdapat
perubahan kondisi kawasan yang signifikan, seperti :
i. Terjadi bencana alam yang mengakibatkan perubahan kondisi kawasan yang akan
mengubah prioritas pengelolaan maupun langkah ekstrim pada pemulihan
ekosistem;
ii. Adanya perubahan luas kawasan memengaruhi kondisi nilai penting kawasan secara
signifikan sehingga memengaruhi tujuan pengelolaan.
51
5. Menyampaikan Rekomendasi Hasil Evaluasi RPJP kepada kepala unit pengelola.
Rekomendasi hasil evaluasi RPJP yang dilakukan oleh tim evaluasi harus segera dilaporkan
ke kepala Balai KSDA Maluku sehingga dapat dengan segera mengambil langkah-langkah
yang tepat. Kepala Balai KSDA Maluku segera menyampaikan rekomendasi tersebut kepada
Direktur Teknis.
52
LAMPIRAN - LAMPIRAN
53
Lampiran 1. Surat Keputusan Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam Maluku tentang Tim
Penyusun RPJP CA Pulau Angwarmase dan CA Pulau Nuswotar
54
55
56
57
Lampiran 2. SK Penunjukan Kawasan CA Pulau Angwarmase
58
59
Lampiran 3. SK Penetapan CA Pulau Angwarmase
60
61
Lampiran 4. Berita Acara Konsultasi Publik
62
63
64
Lampiran 5. Surat Rekomendasi
65
Lampiran 6. Peta Batas Kawasan CA Pulau Angwarmase
66
Lampiran 7. Peta Sebaran Nilai Penting
67
Lampiran 8. Peta Penataan Blok CA Pulau Angwarmase
68
Lampiran 9. Peta Penutupan Lahan CA Pulau Angwarmase
69
Lampiran 10. Peta Kerawanan Gangguan Kawasan
70
Lampiran 11. Peta Sarana dan Prasarana CA Pulau Angwarmase
71
Lampiran 12. Peta Daerah Aliran Sungai (DAS)
72
Lampiran 13. Peta Wilayah Kerja Resort KSDA Larat
73
Lampiran 14. Peta Desa Penyangga CA Pulau Angwarmase
74
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
DIREKTORAT JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM
BALAI KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM MALUKU
Jl. Kebun Cengkeh Kotak Pos 1176 Telp./Fax. (0911) 343619 / 342766 Ambon 97128
75