• Sambuatan
Direktur Jenderal Somber Daya Air
D engan bcrgulirnya reformasi, muncul kesadaran baru dari para pengclola ncgeri ini tcntang
pcrlunya wawasan baru, kcbijakan baru dalam memenuhi tuntutan amanat pcndcritaan
rakyat scsuai dengan cita-eita bangsajauh sebclum rcpublik inllahir dan bcrdiri. Akumulasi
dari kehendak scluruh rakyat tcrsebut sccara cerdas olch parafoundingfathers dirumuskan dalam
Pembukaan UUD '45.
Dalam pcngclolaan sumber daya air, basil dari "thinking and rethinking" itu dirumuskan ke
dalam visi dan misi Dircktorat Jenderal Sumber Daya Air, Departemcn Permukiman dan Prasarana
Wilayah. Rumusan dari basil diskusi para pakar pengairan itu tclah mcmunculkan kebijakan ten tang
pengclolaan sumbcr daya air yang terkemas dalam paradigma bant.
Masyarakat scbagai stakeholder lcbih bcrperan dan dilibatkan sccara aktifdalam pengelolaan
sumbcr daya air mcnuju kehidupan masyarakat madani yang lcbih scjahtera. Karcna itu mcrupakan
suatu kescpakatan bersama an tara masyarakat sebagai stakeholder dan pemerintah scbagai fasilitator
dalam pcmbangunan dan pcngcmbangan sumber daya air, untuk memiliki suatu kcb~jan baru
dalam pcngclolaan sumber daya air di era reformasi ini.
Buku "Kcbijakan Pengelolaan Sumbcr Daya Air" mcrupakan kumpulan dan pcdoman dari
suatu kebijakan dalam pcngclolaan sumber daya air yang mcrupakan ccrmin dari keinginan
masyarakat. Dalam buku ini telah dijclaskan masing-masing pcran antara pcmcrintah, swasta dan
masyarakat dalam mcngelola sumber daya air untuk kcmakmuran bersama sccm·a adil dan
berkelanj utan.
Dengan tclah diterbitkannya buku ini scmoga bcrmant~w bagi kita scmua, baik sebagai
informasi maupun pcdoman bagi kita dalam mengelola sumbcr daya air sccm·a ctisicn. adil dan
lcstari. Karena apa yang kita lakukan saat ini terhadap sumber daya air merupakan warisan kcpada
anak cucu kelak. Jika air lestari kchidupanpun akan bcrseri.
Tim Pcnyusun
ii
• Daftar lsi
Sambu~n Direktur Jenderal Somber Daya Air ............................................................................ ..
Kata Pengantar ................................................................................................................................... 11
iii
• 'l(e6ijak:.[ln PengeMaan Sum6er 'Daya 5'Lir
II Pendahuluan
• ~1\fb{ia/(mz Tengcfofmm5umlia 'Daya :lir
• Pendahuluan
D
A kses atas air dan pangan yang cukup merupakan salah satu hak asasi manusia
sekaligus sebagai basis bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia untuk
dapat hid up sehat dan produktif. Proses produksi semua jenis komoditi pangan
baik yang berasal dari sumber daya nabati (tanaman pangan dan holtikultura) maupun
sumber daya hewani (daging, ikan, telur dan susu) memerlukan air dalam jumlah dan
mutu yang cukup. Meskipun air bukan satu-satunya unsur dalam proses produksi yang
menghasilkan pangan, tetapi air merupakan unsur yang secara mutlak dibutuhkan dalam
proses produksi.
Meskipun Indonesia termasuk salah satu diantara sembilan negara yang kaya air,
tetapi tanpa pengolahan air yang profesional maka krisis air yang selanjutnya dapat
berkembang menjadi krisis pangan akan lebih sering terjadi di negeri ini. Dengan penduduk
sekitar 206 juta jiwa pada tahun 2000 yang terus meningkat sekitar hampir 1,5% per
tahun, maka pemenuhan kebutuhan air dan pangan di Indonesia merupakan pekerjaan
yang amat besar dan akan terus mengalami peningkatan.
Peningkatan kebutuhan akan air tidak hanya untuk pangan saja tetapi juga untuk
berbagai kegiatan sosial ekonomi dan budaya; seperti untuk rumah tangga, perkotaan,
industri, dan energi dan peribadatan. Karena total jumlah ketersediaan air di daratan
relatif tetap bahkan kualitasnya semakin mencemaskan, maka substansi permasalahan
pengolahan sumber daya air ke depan akan semakin kompleks. Disisi lain terjadi pula
eksploitasi sumber daya alam berlebihan yang mengabaikan aspek-aspek konservasi
sehingga mengakibatkan melemahnya daya dukung lingkungan sumber daya air (SDA)
serta menyebabkan menurunnya kemampuan pasokan air, terutama di musim kemarau.
3
• ~ijak.fzn PengefofaanSumEer 'Da!faJlir
4
• 'l(f6ijaf@n Pengefofium Sum!Jer Vaga 5tir
II Permasalahan
Pengelolaan
Somber Daya Air
• Permasalahan Pengelolaan
Somber Daya Air
B erdasarkan kajian global kondisi krisis air dunia yang disampaikan pada World
Water Forum II di Den Haag beberapa waktu yang lalu, diungkapkan bahwa
salah satu penyebab krisis air pada negara-negara yang dikaji, termasuk Indonesia
adalah kelemahan dalam administrasi pengelolaan (management) air. Selain masalah
ketersediaan dan kelestarian SDA sebagaimana diuraikan diatas kita juga menghadapi
permasalahan dalam administrasi pengelolaan yang dapat dikelompokkan ke dalam: (a)
masalah penyediaan air (water supply), (b) masalah ketahanan pangan, dan (c) masalah
kelembagaan.
7
• 'l(f6ijaf:gn Pengefofaan Sum6er 'Daya .91.ir
3). Pencemaran air akibat pembuangan air limbah perkotaan, limbah industri dan
limbah usaha pertambangan yang tidak diolah yang berdampak merugikan dan
mengurangi ketersediaan air dengan kualitas yang memadai;
4). Terbatasnya penyediaan dana O&P untuk prasarana dan sarana yang ada
maupun investasi untuk menambah prasarana dan sarana baru untuk
mengantisipasi kebutuhan air yang meningkat.
lnvestasi yang diperlukan untuk mengatasi masalah-masalah tersebut memerlukan
biaya yang sangat besar. Untuk menghadapi tantangan ini, sangatlah penting untuk
mengupayakan terlebih dahulu perbaikan kerangka kerja institusi, perencanaan dan
pengelolaan serta peningkatan partisipasi dari para penerima manfaat.
8
• ~l(cbijan Toz.qdoliwn 5umlicr 'Daya :lir
• Luas areal pertanian Uaringan irigasi) yang rusak karena banjir atau bencana alam
lainnya rata-rata mencapai 100.000 ha/th, sedangkan pada tahun 2002 ini mencapai
172.000 ha.
• Terjadinya alih fungsi lahan irigasi menjadi peruntukan lain, dengan laju rata-rata
seluas 15.000 sampai 20.000 ha/th.
• Daerah irigasi yang penyediaan airnya lebih dapat dijamin keandalannya melalui
waduk hanya seluas 719.000 ha (8% dari jaringan irigasi yang ada), sedangkan
sebagian besar lainnya dari run-off river flow, yang sangat rentan karena tergantung
kepada besarnya aliran air di sungai.
Mempertahankan tingkat produksi beras dan bahan pangan lainnya memerlukan
kegiatan Operasi & Pemeliharaan (O&P) jaringan irigasi yang efektif. Strategi investasi
pemerintah dalam mempertahankan ketahanan beras melalui perluasan jaringan irigasi
dan reklamasi lahan rawa pada pulau-pulau di luar Jawa perlu dikaji kembali, terutama
yang berkaitan dengan pilihan intervensi yang paling efektif dan berkelanjutan ditinjau
dari aspek lingkungan.
Meskipun dana untuk kegiatan 0 & P secara terpusat telah dicadangkan sebesar $
70-80 juta/tahun sejak tahun 1987, namun alokasi dana dimaksud sebagian besar (sekitar
60-85%) habis untuk membayar gaji pegawai dan biaya administrasi, sedangkan sisanya
yang tinggal sekitar 15-40% pada umumnya hanya cukup untuk membiayai perbaikan-
perbaikan yang bersifat mendesak agar air dapat disalurkan ketempat yang memerlukan,
sehingga pemeliharaan rutin seringkali tidak selalu dapat tercukupi. Upaya-upaya
sebelumnya untuk menyerahkan pengelc.¥aan jaringan irigasi kecil kepada P3A yang
dikendalikan oleh petani-petani juga belum dapat mencapai sasaran yang diharapkan,
sementara itu upaya membentuk P3A yang efektif pada jaringan irigasi berskala besar
juga belum membuahkan hasil yang memuaskan.
3. Kendala-kendala lnstitusi/Kelembagaan
Kendala-kendala kelembagaan yang bersifat multidimensi diantaranya mencakup
hal-hal seperti berikut :
1) Semakin tidak memadainya kerangka acuan hukum maupun peraturan yang ada,
2) Tidak adanya peraturan yang mengharuskan pembayaran iuran layanan air irigasi
jumlah besar (bulk irrigation water supply) dan pembayaran dari pembuangan air
limbah perkotaan dan industri,
9
• 'l<j6ijal(_an Perzgefofium Sum6er 'lJaya .9lir
3) Lemahnya institusi sektoral dalam merumuskan kebijakan terpadu Sumber daya air,
perencanaan investasi, dan pengendalian pencemaran air;
4) Koordinasi yang tidak memadai diantara instansi-instansi pemerintah dalam
menangani masalah-masalah yang memerlukan keterpaduan aksillangkah dan
kerjasama antar-instansi;
5) Masih adanya "budaya administrasi proyek pembangunan" yang menjauhkan
perhatian akan pemberian pelayanan yang efektif dan program yang berdasar pada
insentif ekonomi dan sanksi-sanksi peraturan;
6) Penundaan siklus pemeliharaan menyebabkan diperlukannya kegiatan rehabilitasi
yang belum waktunya (premature) dengan dana besar dari pinjaman luar negeri;
7) Kompleksitas pengalihan sumber daya man usia dari pemerintah pusat kepada provinsi
dan kabupaten/kota (lokal); dan
8) Tidak adanya mekanisme yang memadai dalam konsultasi antar stakeholder. •
10
• 'l(f6ija/@n Pengefofaan Sum6er 'Daya !i'Lir
II Ke bij akan
Pengelolaan
Sumber Daya Air
• Kebijakan Pengelolaan
Somber Daya Air
13
• 'l(f6ijal@n Pengew{aan Sumber 'Daya Jlir
1.2.Misi
Untuk dapat mewujudkan visi tersebut di atas, maka Direktorat Jenderal
Sumber Daya Air memandang perlu menyelenggarakan berbagai misi pengelolaan
sumber daya air sebagaimana dirumuskan dibawah ini :
1) Konservasi sumber daya air yang berke/anjutan
Penyelenggaraan misi ini dimaksudkan untuk mempertahankan dan
memelihara keberadaan, sifat dan fungsi sumber daya air sehingga
ketersediaan air yang memenuhi syarat-syarat kuantitas dan kualitas bagi
pemenuhan berbagai kebutuhan yang berkesinambungan dapat lebih dijamin.
Misi ini diupayakan melalui berbagai aktivitas pemulihan dan peningkatan
ketersediaan air yang memenuhi syarat-syarat kuantitas maupun kualitas,
serta pemeliharaaan daya dukung lingkungan sumber daya air.
2) Pendayagunaan sumber daya air yang adil untuk pemenuhan berbagai
kebutuhan masyarakat yang memenuhi syarat-syarat kualitas dan
kuantitas
Misi ini mengandung makna bahwa lingkup pendayagunaan sumber daya
air meliputi berbagai upaya seperti penyediaan, penggunaan, pengembangan
14
• '1(f6ijal(_an Pengewfaan Sumber 'iJaya Jtir
dan pengusahaan sum bet daya air untuk memenuhi kebutuhan air berbagai
sektor; domestik, pertanian, perkotaan, industri dan kelistrikan, pariwisata
serta lingkungan. Dengan misi ini diharapkan dapat terwujud kemanfaatan
air yang sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat secara adil dan merata.
3) Pengenda/ian Daya Rusak Air
Misi ini dimaksudkan untuk mengurangi dan menanggulangi resiko
bencana banjir, banjir lahar dingin, kekeringan , tanah longsor, abrasi pantai
yang menimpa daerah produksi pertanian, industri, permukiman dan
prasarana fisik, yang kesemuanya merupakan dampak dari daya rusak yang
ditimbulkan oleh air. Upaya-upaya yang dilaksanakan dalam rangka misi ini
meliputi aktivitas-aktivitas pengendalian dan penanggulangan daya rusak
air baik yang bersifat struktural (fisik/konstruksi) maupun non-struktural
(pengaturan-pengaturan).
4) Pemberdayaan dan peningkatan partisipasi masyarakat, swasta dan
pemerintah dalam pengelolaan dan pembangunan sumber daya air.
Misi ini mempunyai
maksud bahwa selain
pemerintah, para pelaku
di bidang pengelolaan
sumber daya air yang
lain seperti pihak swasta
dan masyarakat, harus
lebih diberdayakan dan
ditingkatkan partisipa-
sinya dalam pemba-
ngunan sumber daya air,
sehingga kerjasama
yang be rsinergi yang
dapat meningkatkan
efektivitas, efisiensi .
produktivitas dan ke-
adilan dalam pe m bCJ -
ngunan sumber daya a1r
yang bersifat partisi patif
tersebut dapat tercapai
15
• 'l<j6ijak:._an Pengefofnan Sum6er 'Daya Jlir
1.3 Azas-Azas
Khususnya dalam penyelenggaraan tugas pembangunan dan pengembangan
sumber daya air, upaya-upaya yang ditempuh oleh Direktorat Jenderal Sumber
Daya Air berlandaskan pada azas-azas sebagai berikut :
16
• ~l(fbija/t_m Pengefoftwn Sumlicr 'Daya 5l.ir
4) Azas Kelestarian
5) Azas Keadi/an
Bahwa pelaksanaan pembangunan sumber daya air dilakukan dan
ditujukan untuk memberikan manfaat secara merata kepada semua lapisan
masyarakat di seluruh wilayah tanah air.
6) Azas Kemandirian
Bahwa pembangunan sumber daya air secara bertahap harus
dilaksanakan berdasarkan pada kekuatan dan kemampuan diri-sendiri.
17
• '](jbija/@n Perzgefofilan Sum6er 'fJaya ~'lir
undangan dan kelembagaan agar lebih kondusif dalam pencapaian ketahanan pangan,
pemanfaatan air permukaan dan air tanah yang berkelanjutan dan perbaikan lingkungan
keairan (aquatic environment).
Pertimbangan-pertimbangan pokok dilaksanakannya reformasi kebijakan sumber daya
air ini antara lain :
Perangkat hukum, kelembagaan dan kebijakan bidang sumber daya air yang sudah
tidak sesuai dan tidak efektif lagi;
Kebutuhan yang terus menerus akan kebutuhan pencapaian ketahanan pangan
melalui pengembangan dan pemanfaatan irigasi yang berkelanjutan;
Untuk mengatasi permasalahan yang timbul di bidang kelembagaan sumber daya
air dan sekaligus menyiapkan kelembagaan yang lebih handal.
Tujuan dari pembaharuan kebijakan di bidang sumber daya air ini yang diharapkan
antara lain sebagai berikut :
Mewadahi aspirasi dan kepentingan semua unsur stakeholders Sumber Daya Air
tingkat nasional, propinsi, kabupaten/kota, dan wilayah sungai;
Melaksanakan kebijakan yang disepakati oleh semua sektor melalui penetapan
kebijakan nasional Sumber Daya Air;
Memperbaiki sistem data dan informasi sumber daya air nasional;
Menumbuhkembangkan manajemen terpadu dan regulasi sumber daya air wilayah
sungai;
Membentuk organisasi pengelola sumber daya air yang profesional dan efektif;
Menjamin alokasi air yang adil dan efisien melalui pemberlakuan sistem hak guna
air;
Menegakkan hukum dalam pengendalian pencemaran air melalui pembentukan
kerangka kerja institusi;
Memberdayakan organisasi petani secara transparan;
Menjamin keberlanjutan pendanaan dan efisiensi kegiatan operasi dan pemeliharaan
irigasi;
Reorganisasi administrasi layanan irigasi.
18
• 'J(g6yal(an Tengdo[aan 5um6cr 'iJa!Ja Jl ir
19
• 'l(e6ijaf@n Pengefolium Sumber 'lJaya Jlir
2) Penyempurnaan Sistem lnformasi sumber daya air dan "Decision Support Sys-
tem (DSS)";
3) Penyempurnaan kelembagaan pengelolaan hidrologi nasional;
4) Perumusan Hak Guna Air;
Sasaran II:
Perbaikan dan peningkatan kerangka kelembagaan SDA di daerah dan wilayah
sungai serta pembiayaan pengelolaan SDA tingkat wilayah sungai untuk
pelaksanaan desentralisasi pengembangan dan pengelolaan SDA.
20
Agenda utama :
1) Pembaharuan/penyempurnaan kelembagaan koordinasi pengelolaan SDA di
tingkat propinsi, dan tingkat wilayah sungai, termasuk pembentukan lembaga
pengelola SDA di wilayah sungai;
2) Peraturan tentang institusi dan pembiayaan korporatisasi pengelolaan SDA di
wilayah sungai;
3) Perluasan korporatisasi di empat wilayah sungai (Bengawan Solo, Jeneberang,
Jratunseluna, dan Serayu- Bogowonto);
4) Pengelolaan terpadu Daerah Aliran Sungai (DAS).
Sasaran Ill :
Perbaikan dan peningkatan institusi daerah (propinsi, kabupaten, dan wilayah
sungai) sebagai pengatur dan pelaksana pengelolaan/manajemen kualitas air di
tingkat daerah;
Agenda Utama :
1) Penyusunan jaringan nasional pemantauan kualitas air;
2) Revisi Peraturan Pemerintah dan Pedoman untuk penyusunan PERDA;
3) Pengelolaan kualitas air terpadu di wilayah sungai;
Sasaran IV:
Perbaikan dan peningkatan kebijakan nasional, institusi dan peraturan tentang
pengelolaan irigasi yang bertujuan untuk memberi kesempatan seluas-luasnya
kepada masyarakat (petani) pemakai air untuk mengelola jaringan irigasi.
Agenda Utama :
1) Penyempurnaan Peraturan Pemerintah tentang irigasi;
2) Pemberdayaan Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) dan penyerahan
pengelolaan irigasi;
3) Pengaturan kembali lembaga-lembaga pengelola irigasi;
4) Pengaturan untuk menjamin keberlanjutan pendanaan Operasi & Pemeliharaan
dan rehabilitasi. •
21
• 'Xf-6ija/@n Pengefofaan Sum6er 'Daga 51.ir
II Ke bij akan
Pengelolaan Terpadu
Somber Daya Air
· wilayah Sungai
• 'l(r:6yal(an 'l'engefolium 5um6cr 'Daya Jtir
• Kebijakan Pengelolaan
IJ
Terpadu Somber Daya
Air Wilayah Sungai
S ungai merupakan salah satu sumber daya air utama yang mempunyai peran penting
bagi hidup dan kehidupan, perlu ditingkatkan fungsi dan dayagunanya serta
dilindungi secara berkelanjutan. Baik sebagai bagian dari ekosistem maupun
sekaligus sebagai penunjang pengembangan berbagai aspek kehidupan, baik politik,
ekonomi, sosial budaya maupun pertahanan dan keamanan.
Di samping itu, daerah pengaliran sungai/wilayah sungai adalah tempat bertumpunya
hampir semua kegiatan ekonomi, seperti kegiatan pertanian, industri, perdagangan/jasa,
prasarana transportasi serta kawasan perkotaan dan permukiman. Kegiatan-kegiatan
sektoral terse but dalam pemanfaatan wilayah sungai dapat sa ling mengisi (komplementer)
maupun bersaing dalam penggunaan Ia han maupun penggunaan airnya serta mempunyai
pengaruh timbal balik terhadap ketersediaan air, baik kuantitas maupun kualitas.
Perkembangan suatu kota dipengaruhi oleh pertumbuhan jumlah penduduk,
perkembangan teknologi dan dinamika masyarakat (urbanisasi, dsb). Pertumbuhan kota
tersebut menuntut disediakannya tambahan prasarana perkotaan yaitu, kawasan hunian
dan fasilitas-fasilitas lain seperti pasar, sekolah, klinik kesehatan, jaringan air bersih dan
sanitasi dan sebagainya. Kesemuanya ini akan mempengaruhi pola kebijakan penataan
tata ruang kota.
Bertambahnya kawasan hun ian berikut fasilitasnya menyebabkan pemanfaatan Ia han
yang semula terbuka dan bersifat lolos air sehingga berfungsi sebagai derah resapan
25
• 'l(e6ijakgn Pengefo/izan Sum6er 'Daya 5tir
berubah menjadi kawasan yang tertutup perkerasan dan bersifat kedap air, sehingga
mengurangi fungsinya sebagai daerah resapan. Perubahan peruntukan lahan yang tidak
memperhatikan aspek lingkungan dapat meningkatkan limpasan air permukaan ,
memperbesar debit puncak banjir dimusim hujan dan sebaliknya akan mempekecil ali ran
sungai dimusim kemarau karena mengecilnya air yang meresap.
Perkembangan kawasan hunian yang tidak dilengkapi fasilitas sanitasi yang memadai
dan perkembangan kawasan industri yang terkendalikan serta tanpa dilengkapi dengan
fasilitas pengolahan limbah yang mencukupi akan menyebabkan semakin meningkatnya
beban polusi pada aliran sungai yang di beberapa kota di Jawa telah mencapai tingkatan
yang membahayakan kesehatan pengguna air di bag ian hilir. Dan menyebabkan semakin
meningkatnya biaya pengolahan air bersih .
Keterbatasan air sebagai
sumber daya memerlukan upa-
ya-upaya perlindungan yang
menyeluruh dari hulu ke hilir
sebagai satu kesatuan eko-
sistem dan pengembangan ,
pendayagunaan yang berwa-
wasan lingkungan , sehingga
sumber daya air dapat diman-
faatkan secara berkelanjutan,
melalui berbagai pengembangan
manajemen lingkungan yang
didukung dengan berbagai
prasa rana dan sarana baik fis ik
maupun non fisik.
Berbagai upaya perlin-
dungan , pengembangan dan
pendayagunaan dalam meme-
nuhi multi-dimensi fungsi sunga i
dan keterkaitan dengan wilayah
disekit arnya menyaratkan ke-
terpaduan upaya yang konsisten
dalam kesatuan sistem pe-
nataan ruang daerah pengaliran
sunga i (DPS). Untuk itu di-
26
perlukan pengelolaan DPS
yang terpadu, nienyeluruh dan
terencana, berdasarkan inte-
grasi lintas sektor serfa pen-
dekatan dari berbagai disiplin
ilmu yang terkait seperti eko-
nomi, ekologi, sosial dan
budaya.
Sampai saat ini, pena-
nganah DPS masih terfrag-
mentasi baik dalam rangka
pengembangan, perlindungan/
konservasi maupun penge-
lolaan sehingga timbul in-
efisiensi dan bersifat contra
productive. Makin maraknya
penggundulan hutan di DPS
bagian hulu, penataan ruang di
DPS bagian hilir yang tidak berwawasan lingkungan serta pembuangan limbah sungai
yang tidak terkendalikan telah mengancam kelestarian sumber daya air dan pemanfaatan
air yang berkelanjutan.
Untuk itu, diperlukan kesatuan konsep dan manajemen dalam pengelolaan DPS yang
berlandaskan pada asas keterpaduan, keberlanjutan, kelestarian, kemanfaatan, keadilan,
kemandirian dan akuntabilitas dengan mengupayakan sinergi seluruh potensi pelaku
secara terarah, efektif dan efisien dalam mencapai tujuannya, terutama dalam
meningkatkan kesejahteraan masyarakat, mengentaskan kemiskinan dan memajukan
perekenomian secara adil dan merata.
27
• ~7V6Ual(n Tengewfaan Sumber '.Daya )lir
28
• '1(!6ija/@n Pengefofaan Sum6er 'Daya Jlir
29
• ?(f6ijal(an Pengefofaan Sum6er 'Daya >·'lir
30
• x._e6yal(_an Pengefofizan Sum6er 'Daya .!il.ir
31
• 'l(g6ijaf@n Tengefofaan Sum6er '.Daya }l.ir
32
• :1\cbijakpn 'l'engcl(,faan5umticr 'Dll!Jtl :lir
33
• 'l(f6ijaf::._an Pengefofaan Sum6er '])aya Jlir
34
• 'l<j:6ijaksm Pengefofizan Sumber '.Daya Jl.ir
35
• 'l(e!Jijaf@n Pengewfaan Sumber 'Daya 5l.ir
36
• 'X!6Ual(an Pengefo[aan5um6er 'Daya >'lir
37
• 'l(e6!ja/@n Pengefofaan Sum6er 'iJaya 51ir
38
• 'l(efJija/([ln Pengefofaan Sum6er 'Daga Jlir
Beberapa kriteria pemilihan WS yang ditangani PIPWS tersebut antara lain tingkat
kemampuan-guna, tingkat kebutuhan, tingkat kekritisan serta kerawanan ancaman
bahaya yang tinggi. Adapun status kesiapan prasarana, potensi sumber pendapatan
dan urgensi kebutuhan badan pengelola Lintuk mengusahakan secara ekonomis
pengelolaan SDA di 11 WS terse but adalah sebagai berikut :
Ciujung - Ciliman
Ciliwung - Cisadane
PJT II (Citarum) ._) ._) Telah terbentuk
Cimanuk - Cisanggarun9 ._)
Citanduy - Ciwulan
Serayu - Bogowonto ._) ._)
39
• 'l(e6ijaf;{ln Pengefofaan Sum/jer 'lJaya Jlir
40
• 'l(f6ija/@n Penge(ofaan Sum6er 'Daya Jtir
6. Kesimpulan
lsu-isu konservasi air dalam suatu DPS dari aspek penataan ruang termasuk
diantaranya kawasan perkotaan sudah mencapai tingkat yang membahayakan
keberlanjutan pemanfaatan SDA maupun kelestarian ekosistem sungai.
Untuk mengatasinya diperlukan suatu sistem manajemen yaitu Pengelolaan
Terpadu Daerah Pengaliran Sungai/DPS yang mencakup empat sasaran yaitu :
i) pengelolaan sumber daya air (SDA), ii) pengelolaan lahan (tata ruang) DPS
air, iii) pengelolaan vegetasi penutup Daerah Tangkapan Air/DTA (catchment area),
dan iv) pengelolaan/pengendalian aktivitas manusia terhadap DPS dan SDA.
Sebagai landasan hukum Pengelolaan Terpadu DPS/DAS tersebut sekarang
sedang disusun Rancangan PP dan Pedoman Teknis tentang Pengelolaan
Terpadu Daerah Pengaliran Sungai.
41
• 'l(ebyal(gn PCilge(ofaan Sumber '.Daya Jlir
42
• 'l(f6ijaf@n Pengefofium S um6er 'lJaya .9tir
II Ke bij akan
Pengelolaan Irigasi
• 'l(f6yal(an Pe11!Jefofaan 5um6er 'Daya Jlir
• Kebijakan
Pengelolaan Irigasi
P engelolaan irigasi adalah merupakan salah satu program penunjang yang paling
penting dalam program ketahanan pangan. Permasalahan pokok adalah
menindaklanjuti pembaharuan kebijakan pengelolaan irigasi yang telah
dicanangkan melalui INPRES No. 3/1999 untuk mencapai sistem irigasi yang efektif,
efisien dan berkelanjutan melalui pemberdayaan P3A.
Upaya pembaharuan kebijakan pengelolaan irigasi dari segi pengaturan, pada saat
ini sudah ditindak lanjuti dengan terbitnya :
PP Nomor 77 tahun 2001 tentang lrigasi,
Keputusan Menteri Kimpraswil Nomor 529 tahun 2001 tentang Pedoman Penyerahan
Kewenangan Pengelolaan lrigasi (PPKPI) kepada Perkumpulan Petani Pemakai Air,
Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 50 tahun 2001 tentang Pedoman
Pemberdayaan Perkumpulan Petani Pemakai Air.
Pengaturan tersebut sudah menyesuaikan dengan paradigma baru, dan juga sudah
sejalan dengan UU 25 tahun 1999, UU 25 tahun 1999 dan PP 25 tahun 2000. Proses
penyelesaian pengaturan-pengaturan turutannya yang terkait dengan irigasi, dewasa ini
sedang dipersiapkan, begitu juga dengan upaya-upaya implementasinya di berbagai
daerah yang sedang berlangsung sesuai agenda Reformasi Kebijakan Sumber daya Air.
45
• 'l(g6ijaf(an Pengefofaan Sum6er '.Daga Jl.ir
Prinsip pengelolaan irigasi menurut PP 77 tahun 2001 yang baru diterbitkan pada
bulan Desember 2001 secara garis besar adalah :
1. Pengelolaan irigasi diselenggarakan dengan mengutamakan kepentingan masyarakat
petani dan dengan menempatkan P3A sebagai pengambil keputusan dan pelaku
utama dalam pengelolaan irigasi pada wilayah kerja yang menjadi tanggung
jawabnya. Untuk itu diperlukan upaya pemberdayaan P3A secara berkesinambungan
dan berkelanjutan.
2. Pengelolaan irigasi dilaksanakan dengan mengoptimalkan pemanfaatan air
permukaan dan air bawah tanah secara terpadu.
3. Pengelolaan irigasi dilaksanakan dengan prinsip satu sistem irigasi, satu kesatuan
pengelolaan dengan memperhatikan kepentingan penggunaan di bagian hulu, tengah
dan hilir secara seimbang.
4. Pengelolaan irigasi dilakukan dengan melibatkan semua pihak yang berkepentingan
(stakeholders), agar dapat dicapai pemanfaatan jaringan irigasi yang optimal.
5. Keberlanjutan sistem irigasi dilaksanakan dengan dukungan keandalan air irigasi,
prasarana irigasi yang memadai dan dukungan peningkatan pendapatan petani.
Mengenai pemberdayaan P3A, dapat dikemukakan bahwa pemberdayaan P3A
merupakan upaya mewujudkan kelembagaan P3A yang otonom, mandiri mengakar
di masyarakat. Adapun sasaran yang diharapkan dari pemberdayaan P3A antara
lain adalah:
1) Terbentuknya P3Ayang dapat melakukan pengelolaan irigasi secara lebih efisien,
efektif, mensejahterakan anggotanya, mempunyai otoritas, otonom, mandiri dan
mempunyai kesetaraan kedudukan dengan lembaga yang lain.
2) Terwujudnya P3A yang mempunyai kewenangan dan kemampuan menetapkan
hak-haknya dalam penyelenggaraan irigasi.
3) Meningkatnya kemampuan keuangan P3A sehingga mampu melaksanakan
pengelolaan irigasi pada wilayah kerja yang menjadi tanggung jawabnya.
Selanjutnya berdasarkan prinsip satu sistem irigasi dalam satu kesatuan
pengelolaan, diharapkan Pemda dapat menyerahkan kewenangan pengelolaan irigasi
· kepada P3A. Yang dimaksud pengelolaan irigasi disini meliputi kegiatan-kegiatan
operasi & pemeliharaan, pengamanan, rehabilitasi dan peningkatan jaringan irigasi.
Penyerahan kewenangan dimaksud, dilakukan secara demokratis, baik disertai
dengan ataupun tanpa penyerahan kepemilikan assetjaringan irigasi. Pemerintah
46
• '1\foija/([ln Pengefofaan5um6er '.Daya 51ir
Daerah tetap melakukan fasilitasi sesuai dengan permintaan dari P3A dengan
memperhatikan prinsip kemandirian (maksudnya dengan tidak menciptakan
ketergantungan baru). Tujuan utama penyerahan kewenangan pengelolaan irigasi
adalah untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas pengelolaan irigasi guna
terwujudnya sistem irigasi yang berkelanjutan.
Meskipun menurut UU 22/1999 dan PP 25/2000 kegiatan keirigasian (termausk
0 & P dan pemberdayaan P3A) merupakan salah satu kewenangan pangkal
Kabupaten/Kota pada jenjang Kabupaten/Kota yang bersangkutan, akan tetapi dalam
rangka membantu perkuatan Daerah dalam penyelenggaraan otonomi daerah bidang
lrigasi yang sudah menjadi kewenangan pangkal daerah yang bersangkutan, sesuai
Keppres Nomor 102 tahun 2001, Departemen Kimpraswil (dalam hal ini Direktorat
Jenderal Sumber Daya Air) ditugasi untuk memberikan pembinaan dan pengawasan
atas penyelenggaraan otonomi daerah (Propinsi dan Kabupaten/Kota) yang meliputi
pemberian pedoman bimbingan, pelatihan, arahan dan supervisi di bidang irigasi
(termasuk O&P dan Pemberdayaan P3A).
47
• ~l(e6yak._n Tengefofaan 5um6er '.Daya ,"lir
48
• 'l(f6ijak;£ln Pengefofaan S um6er '.Daya Jlir
1) Meskipun air bukan satu-satunya unsur dalam proses produksi yang menghasilkan
pangan, tetapi air merupakan unsuryang secara mutlak dibutuhkan dalam proses
produksi pangan.
2) Reformasi kebijakan pengelolaan sumber daya air yang saat ini sedang dan telah
dilaksanakan, diharapkan mampu menjadi landasan dan arahan yang efektip
untuk mengintegrasikan dan mensinkronkan pengelolaan sumber daya air yang
berkelanjutan dalam era otonomi daerah.
3) Desentralisasi pengelolaan sumber daya air selain dimaksudkan untuk lebih
mendekatkan fungsi pelayanan kepada masyarakat, juga untuk lebih memperkuat
fungsi pengawasan atas penggunaan air dan sumber air, pencemaran air serta
kerusakan lingkungan sumber air.
4) Melalui pelaksanaan kebijakan pengelolaan sumber daya air yang baru,
diharapkan adanya kapasitas tentang hak guna air, dan pengelola air dapat
memberikan pelayanan
lebih profesional dalam
menjamin alokasi air
untuk semua kebutuhan
yang secara tidak lang-
sung akan dapat ber-
pengaruh lebih besar
bagi peningkatan pro-
duksi pangan.
5) Untuk tercapainya tujuan
pengelolaan Sumber
daya air yang optimal,
efektif dan berkelanjutan,
diperlukan dukungan
program sosialisasi dan
kampanye yang kon-
sisten dan menerus,
dengan target kelompok
sasaran seluruh unsur
stakeholders, dan ma-
syarakat luas baik se-
bagai penerima manfaat
49
• 'l(g6ijal(_an Pengeli:Jiiuzn Sum6er 'lJaya Jl.ir
maupun yang memberi pengaruh terhadap kondisi air dan sumber air.
6) Dengan memahami bahwa tanggung jawab untuk memantapkan ketahanan
pangan nasional tidak mungkin dibebankan hanya kepada satu instansi saja,
maka diperlukan kebijakan, program dan upaya komprehensif dan terpadu oleh
berbagai lembaga terkait baik pemerintah (pusat dan daerah) maupun masyarakat,
dan sektor swasta dalam mengikis kelaparan dan mewujudkan ketahanan pangan.
7) Sehubungan dengan komitmen Indonesia terhadap deklarasi yang telah
disepakati dalam pertemuan Puncak Pangan Sedunia di Roma diperlukan
berbagai upaya dan tindak lanjut antar sektor untuk mengoperasionalkan Deklarasi
tersebut.
8) Koordinasi dalam penyusunan kebijakan dan strategi penyediaan pangan, serta
konsistensi pelaksanaannya perlu mendapat perhatian yang sungguh-sungguh
dari setiap lembaga pemerintah dan masyarakat yang berkepentingan. •
50
• 'l(e6ija{;gn Pengefofaan Sum6er 'lJaya Yl.ir
II Kebijakan
Pengembangan
Air Baku
• ~!(c6yaf;pl Tellgefo(aall5um6cr •Daya ~lir
• Kebijakan
Pengembangan Air Baku
A ir merupakan sumber daya alam yang amat penting bagi kehidupan manusia,
dalam skala global air tidak berubah, namun dalam skala mikro jumlahnya
berubah, sesuai dengan waktu dan lokasinya. Indonesia dikaruniai Tuhan sumber
air yang berlimpah dengan potensi volume air tawar permukaan sebesar lk. 3.207 juta
m3/th. Pulau Sumatera, Sulawesi, Kalimantan, Maluku dan Irian Jaya jumlah air permukaan
untuk memenuhi kebutuhan perkapita setiap tahunnya masih mencukupi, namun di Pulau
Jawa sejak tahun 1990 jumlah permintaan kebutuhan air lebih besar daripada
ketersediaannya.
Sumber daya air yang terdiri dari air permukaan dan air tanah dapat digunakan untuk
memenuhi berbagai keperluan, seperti yang diatur dalam UU No. 11 tahun 1974 jenis
kebutuhan air terdiri atas tiga kategori yakni air baku, air pertanian dan air ketenagaan.
Dalam hal ini yang dimaksud dengan air baku adalah air yang dimanfaatkan oleh
masyarakat untuk keperluan rumah tangga, perkotaan dan industri (Domestic, Municipal
dan lndustry/DMI).
Seiring dengan pertambahan penduduk, peningkatan kesejahteraan rakyat, dan
peningkatan jumlah industri maka kebutuhan air baku di kawasan perkotaan Indonesia
makin meningkat.
Sampai saat ini pemenuhan kebutuhan air baku baru mencapai sebesar lk. 16%,
sebagai akibat dari keterbatasan prasarana air baku yang ada, di lain pihak potensi air
53
• 'l(e6ijak.fzn Pengefofaan Sum6er 'lJaya Jlir
baku masih cukup besar terutama di luar Pulau Jawa, serta kebutuhan masih cukup
besar, sehingga merupakan potensi ekonomi yang menjanjikan, bilamana masyarakat
dan pihak swasta mau memanfaatkan potensi ini. Hal tersebut merupakan tantangan
dan sekaligus sebagai undangan kepada masyarakat segenap stakeho/dersumber daya
air untuk turut berpartisipasi dalam mengusahakan potensi ekonomi sumber daya air.
54
• ']V6ijaf@n Penge[o[aan Sum6er 'lJaya Jtir
55
• 'X!:6Ual(all Pcllgefo{aa115um6er 'iJaya ;'lir
56
• ?V6ija/@n Pengefofaan Sum6er 'Daya .91 ir
tersebut telah mengalami perubahan yang cukup substansial baik dari aspek
kualitas maupun kuantitas yang disebabkan oleh kemajuan pembangunan
nasional. Pertumbuhan yang pesat di bidang industri menimbulkan pertambahan
kebutuhan air baku dengan kualitas tertentu.
Meskipun Indonesia telah berhasil memperkecil angka pertambahan
penduduk, namun jumlah penduduk terus bertambah dengan angka pertumbuhan
rata-rata sebesar 1,2% pertahun. Dengan angka pertumbuhan rata-rata penduduk
sebesar itu maka diperkirakan jumlah penduduk Indonesia akan mencapai 250
juta pada tahun 2020.
Dimana dari perkiraan
populasi nasional ter-
sebut diperkirakan
52% akan tinggal
disekitar daerah urban/
perkotaan (bila dike-
hendaki pelayanan air
bersih 80% terhadap
penduduk perkotaan
diperkirakan kapasitas
sebesar 269 m3/detik
atau penambahan ka-
pasitas sebesar 178
m3/detik), sedangkan
48% lainnya aki:m ting-
gal di daerah perdesaan. Pertumbuhan penduduk ini akan menimbulkan
bertambahnya kebutuhan akan pangan dan bahkan tekanan yang sangat besar
atas tanah dan air. Juga tenaga/pencari kerja akan tumbuh dengan angka
pertumbuhan rata-rata 2,5% per tahun, yang memerlukan pertumbuhan yang
pesat dari kesempatan kerja.
Berdasarkan dengan meningkatnya urbanisasi yang mengikuti pertumbuhan
yang cepat pada sector industri dan jasa, khususnya di Jawa yang sudah
merupakan pulau dengan kepadatan penduduk yang cukup tertinggi di Indonesia,
akan menyebabkan kebutuhan akan air rumah tangga, perkotaan dan industri
(OM I) meningkat secara substansial. Hal ini akan memicu kompetisi penggunaan
air untuk berbagai keperluan. Lebih jauh lagi, polusi akibat limbah industri dan
rumah tangga akan merupakan ancaman yang serius bagi kualitas air baku.
57
• JV:6ijal(an Pengcfofaan 5um6er 'Daya :=Iir
Kebutuhan Air Tahunan dan Perkiraan Pasokan Air Alamiah pada 2020
Unit : Juta M3
Daerah/Pulau DMI Pemeliharaan lrigasi Kolam Ternak Total Perkiraan
Sungai lkan Kebutuhan Pasokan
AirAiam
Sumatera 2630 2733 15992 1257 155 22766 482173
Jawa/Bali 9805 9799 54918 809 258 75569 122699
Kalimantan 768 820 3643 753 29 6014 566700
Sulawesi 686 769 14243 354 110 16612 143343
Maluku &
Nusa Tgr 406 444 5526 40 69 6485 45909
Irian Jaya 107 124 48 0 2 281 496422
Indonesia 14401 14670 94370 3213 623 127277 1847246
Sumber: Sutardi (1997), Water dan Sustainable Development, Current Status and Future Trends in
Indonesia, United Nations Publication, United Nations, New York
Dari 1847 miliar m3 air yang tersedia (debit alam total Daerah Pengaliran
. Sungai/DPS per tahun), sekitar 127 miliar m 3/tahun (4027 m3/detik) akan dipakai
untuk OM I, irigasi, pemeliharaan aliran sungai, dsbnya. Sedangkan sisanya sekitar
1720 miliar m3 (54450 m3/detik) adalah tersedia untuk pembangunan/kebutuhan
baru untuk OM I, pertanian dan sebagainya. Namun kelebihan air yang terjadi di
musim hujan tidak akan dapat dipakai untuk musim kemarau tanpa adanya waduk
skala besar.
Bilamana perhitungan neraca air terse but dilaksanakan pad a masing-masing
DPS secara individual akan terlihat adanya kekurangan air untuk memenuhi
58
• 'J(s!6ijakgn Pengefofaan Sum6er '!Jaya Jlir
semua kebutuhan air pada periode tertentu di musim kemarau. Hal ini
membuktikan diperlukannya "real-time management" atas semua sumber-sumber
pada masing-masing DPS, dengan perhatian khusus diberikan pada alokasi air
dan prosedur operasi dari setiap system pad a keadaan normal maupun keadaan
darurat. Kebutuhan pengeluaran air dari waduk untuk pembangkitan tenaga listrik,
untuk tambak, untuk pemeliharaan aliran sungai dan untuk pengglontaran
{Flushing). Pengaturan semacam ini hanya akan dapat dicapai dengan penerapan
pendekatan terpadu perancangan (planning) DPS disertai dengan adanya
pranata/perangkat peraturan dan prosedur, untuk dipakai sebagai piranti untu.k
mengelola sumber daya air dalam arti yang seluas-luasnya.
2.2. Peningkatan Ketersediaan Air Sehat (Safe Water)
Air yang tidak sehat menjadi salah satu sumber utama penyakit di Indonesia,
dan kurangnya fasilitas sanitasi yang memadai menjadi penyebab utama
kontaminasi fecal pada system penyediaan air bersih. Penyelesaian (solusi) atas
masalah ini, adalah dengan penanganan langsung pada penyebabnya, melalui
penyediaan yang mencukupi fasilitas pembuangan air limbah dan sanitasi. Hal
ini adalah tantangan/per-
soalan jangka panjang, dan
tidak akan dapat diselesaikan
dalam waktu dekat. Sebagai
sasaran antaranya, sejumlah
kebijakan dan instrumen
diperlukan untuk mening-
katkan paling tidak keter-
sediaan air "bersih" (yang
biasa didefinisikan sebagai
air yang terbebas dari lim bah
kimia industri dan limbah
yang membahayakan lain-
nya, tetapi mungkin masih
mengandung kontaminasi
fecal) untuk penduduk per-
kotaan yang semakin me-
ningkat. Dalam banyak kasus
hal ini akan merupakan ke-
giatan/program yang berka-
59
• 'l(ebija/([m Pengefofaan Sum6er Vaga Jl.ir
60
• 'l(g6ijafqm Pengefofaan Sum6er 'iJaya Jlir
61
• 'l(e6ya!(an Tengefofaan Sum6er 'Da!fa :~ir
bangunan prasarana penyedia air baku skala kecil yang bersifat individual/
lokal menjadi semakin tidak efisien.· Sebaliknya pembangunan prasarana
penyedia air baku skala regional misalnya waduk dengan daya tampung yang
memadai akan menjadi semakin efisien lebih-lebih jika penggunaannya juga
bersifat "multipurpose" atau "multiuse". Dimana sistem "cost sharing" diantara
tujuan industri, tenaga listrik, pertanian, maupun sistem "cross subsidy"antara
pengguna industri dan rumah tangga akan dapat diterapkan. Dengan demikian
tujuan penyediaan air bagi rumah tangga penghasilan rendah diharapkan
dapat tercapai.
5). Memanfaatkan potensi sarana penyedia air baku yang ada maupun
dalam penyelesaian.
Waduk Juanda (Jatiluhur) disamping yang telah digunakan sekarang
untuk berbagai keperluan seperti air baku, irigasi, dan tambak, masih
mempunyai kapasitas untuk memasok air baku sebesar 38 m3/det yang dapat
dipakai untuk kawasan Jakarta, Tangerang dan Bekasi. lnvestasi yang
diperlukan adalah pembangunan kapal untuk menyalurkan air dari outlet
waduk ke instalasi penjernihan air dan pembangunan jaringan pipa
distribusinya.
Hal yang sama juga dapat diperoleh dari waduk : i) Bili-Bili (3,3 m 3/det)
akan menambah pasokan air baku bagi kota Makassar serta kawasan industri
disekitarnya, ii) Wonorejo akan menambah pasokan air baku sekitar 8 m 3/
detik yang dapat dimanfaatkan bagi kota-kota di hilir waduk Wonorejo
khususnya Surabaya, dan iii) Batutegi, yang menyediakan 2,5 m3/det air baku
untuk kota Bandar Lampung dan sekitarnya.
Sedangkan pembangunan waduk-waduk dalam penyelesaian; i) Waduk
Keuliling untuk Kabupaten Aceh Besar, ii) em bung untuk penyediaan air baku
Kodya Sabang iii) Waduk Manggar untuk air baku kota Samarinda, iv) Waduk
Batu Bulan di NTB untuk 90.000 jiwa, v) Waduk Pelaperado di NTB untuk
50.000 jiwa, dan vi) Waduk Tilong di NTT untuk air baku kota Kupang.
62
industry), di luar irigasi.
Usaha-usaha untuk peman-
faatan dan pengembangan
air baku sesungguhnya sa-
ngat sederhana, yakni ba-
gaimana membawa air baku
dari sumbernya kepada
pengguna air baku, apalagi
sampai kepada end-users
masih memerlukan proses
lain yang dilaksanakan oleh
pihak lain di luar kewe-
nangan Direktorat Jenderal
Sumber Daya Air. Jadi jelas
bahwa dalam pelaksana-
annya persoalan menjadi
tidak sesederhana di atas
kertas, karena berbagai ,
antara lain :
1) Keterbatasan kemampuan pemerintah dalam penyediaan anggaran untuk
pengembangan air baku.
2) Masih terbatasnya peranserta swasta dan masyarakatdalam pengusahaan
air baku, sehingga peran pemerintah masih sangat menonjol, di lain pihak
adanya keterbatasan kemampuan sebagaimana disebutkan pada butir 1.
3) Masih memerlukan proses lanjutan untuk sampai ke pemanfaatan akhir,
karena sekedar membawa air baku dari sumbernya kepada pengguna tanpa
proses lanjutan, karena pad a umumnya pemanfaatan memedukan air dengan
kualitas tertentu .
4) Sering terdapat permasalahan pada saat membawa air baku dari sumbernya
ke pengguna, misalnya saluran air baku harus melalui kawasan permukiman,
sehingga harus ada pembebasan lahan yang dapat menimbulkan
permasalahan sosial.
5) Antara sumber air baku dengan pemanfaatan tidak selalu layak dari sisi
ekonomi karena jauh, yang bilamana diupayakan akan mengakibatkan
mahalnya harga air baku.
63
• 'l(g6yal(an PengetiJfiian Sum6er 'iJaya Jlir
64
• 'N6Uak._an Pell!Jefofaan Sum6cr •Daya Air
65
• Xg6ijal(an Perzgefofaan Sum6er 'Daya Jl.ir
milyar, dana sebesar ini digunakan untuk membangun prasarana air baku sebagai
berikut:
• Pembangunan prasarana air baku untuk penyediaan air baku di perkotaan
dan perdesaaan, 9 unit.
• Pembangunan saluran air baku untuk penyediaan air baku perkotaan, 22
km.
• Pembangunan embung untuk penyediaan air baku perdesaan, 2 unit.
• Pembangunan bendung air baku untuk penyediaan air baku perdesaan, 1
unit.
4. Kesimpulan
Keterbatasan kemampuan penyediaan anggaran dari pemerintah untuk
pengembangan pemanfaatan air baku yang optimal dalam artian bahwa sasaran-
sasaran yang telah diproyeksikan sesuai dengan perencanaan dapat dicapai menurut
"time-frame", masih merupakan kendala yang paling utama, oleh karena itu
dilaksanakan pemrioritasan program.
66
Powered by TCPDF (www.tcpdf.org)