Anda di halaman 1dari 59

IRIGASI DAN BANGUNAN AIR

DIKERJAKAN OLEH

MAHASISWA TEKNIK SIPIL 2015

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BENGKULU
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan atas kehadirat Allah SWT karena atas rahmat
dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan Buku Irigasi dan Bangunan Air. Tak
lupa kami ucapkan terima kasih kepada kedua orang tua kami yang tak henti-hentinya
memberikan dukungan dan kepada Dr. Gusta Gunawan, S.T.,M.T selaku dosen
pembimbing yang telah membantu dalam menyelesaikan Buku Irigasi dan
Bangunan Air ini dan tak lupa kami ucapkan terima kasih kepada asisten dosen serta
orang-orang atau pihak-pihak yang telah membantu secara langsung atau tidak
langsung menyelesaikan tugas besar ini.

Kami juga mengharapkan saran yang membangun guna memperbaiki


untuk masa yang akan dating. Demikian tugas besar ini kami buat, kurang lebih kami
minta maaf pada Allah kami mohon ampun.

Bengkulu, April 2018

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ i

DAFTAR ISI ....................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

1. BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang ....................................................................................................... 1
1.2. Tujuan dan manfaat ............................................................................................... 2
2. BAB II KEBUTUHAN AIR IRIGASI
2.1. Pengertian air irigasi .............................................................................................. 3
2.1.1 Fungsi dan manfaat air irigasi .............................................................. 3
2.2. Faktor – faktor yang mempengaruhi...................................................................... 4
2.3. Efisiensi irigasi ...................................................................................................... 7
2.4. Kebutuhan air irigasi.............................................................................................. 9
2.4.1 Kebutuhan air padi d sawah .................................................................. 10
2.4.2 Penggunaan komsumtif......................................................................... 12
2.4.3 Perkolasi ............................................................................................... 14
2.4.4 Contoh analisis kebutuhan air untuk padi di lahan ............................... 14
2.4.5 Kebutuhan untuk tanaman selain padi (palawija dan tebu) .................. 15
3. BAB III PERENCANAAN BENDUNG HIDRAULIS
3.1 Menentukan tinggi mercu bendung ...................................................................... 18
3.2 Menentukan muka air banjir (mab) di hilir rencana bendung .............................. 18
3.3 Menentukan lebar efektif bendung ....................................................................... 19
3.4 Menentukan muka air banjir (mab) di atas mercu bendung ................................. 20
3.5 Menentukan dimensi mercu / profil puncak pelimpah ......................................... 22
3.6 Perhitungan lengkungan aliran balik (back water curve) ..................................... 22
3.7 Desain kolam olak (peredam energi) .................................................................... 22
3.8 Perhitungan dalamnya pondasi kolam olak .......................................................... 23
3.9 Perhitungan panjang lantai muka.......................................................................... 23
3.10Stabilitas bendung................................................................................................. 23
3.11Gaya akibat berat sendiri bendung ....................................................................... 25

ii
4. POLA TANAM
4.1 Latar belakang pola tanam .................................................................................... 31
4.2 Tabel penyusunan pola tanam .............................................................................. 31
4.3 Penyiapan lahan .................................................................................................... 36
4.4 Perkolasi .............................................................................................................. 38
4.5 Penggantian lapisan air ......................................................................................... 38
5. DESAIN HIDRAULIK BENDUNG TETAP
5.1. Soal ........................................................................................................................ 40
5.2. Tahap – tahap desain ............................................................................................. 41
5.3. Perhitungan hidraulik bendung .............................................................................. 41
5.3.1 Perhitungan penentuan elevasi mercu bendung ........................................ 41
5.3.2 Penentuan panjang mercu bendung ........................................................... 42
5.3.3 Penentuan lebar lubang dan pilar pembilas ............................................... 42
5.3.4 Perhitungan panjang mercu bendung efektif ............................................. 43
5.3.5 Penentuan nilai jari-jari mercu bendung .................................................... 44
5.3.6 Resume perhitungan hidraulik bendung .................................................... 45
5.4. Perhitungan dimensi peredam energi..................................................................... 46
5.4.1 Pemilihan tipe peredam energi.................................................................. 46
5.4.2 Desain dimensi peredam energi ................................................................ 46
5.5 Perhitungan Hidraulik Bangunan Intake .............................................................. 48
5.5.1 Desain dimensi peredam energi ................................................................ 48
5.5.2 Dimensi lubang intake .............................................................................. 48
5.5.3 Penetapan dimensi hidraulik bangunan pembilas ..................................... 50
5.5.4 Perhitungan bangunan ukur pada intake ................................................... 50
5.6 Perhitungan Panjang Lantai Udik ..................................................................... 52
5.7 Penentuan Dimensi Tembok Pangkal dan Tembok Sayap ............................... 53
5.7.1 Tembok pangkal........................................................................................ 53
5.7.2 Tembok sayap ........................................................................................... 53

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 54

iii
UNIVERSITAS BENGKULU IRIGASI DAN BANGUNAN AIR 2018

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Berdasarkan kepustakaan mengenai sejarah kehidupan manusia, dapat dikethaui
bahwa hubungan antara manusia dengan sumber daya air sudah terjalin sejak beradab-
abad yang lalu. Kerajaan-kerajaan besar yang sempat mencapai kejayaannya, balk di
negara kita rnaupun di belahan dunia yang lain, sebagian besar muncul dan
berkembang dari lembah dan tepi sungai (Kerajaan Majapahit, Sriwijaya, Mesir,
Mesopotamia, dan lain-lain.)
Beberapa hal penting yang menyebabkan eratnya hubungan manusia dengan
sumber daya air, dapat disebutkan antara lain :
 Kebutuhan manusia akan kebutuhan makanan nabati : Untuk kelangsungan
hidupnya, manusia membutuhkan juga makanan nabati. Jenis makanan ini didapat
manusia dari usahanya dalam mengolah tanah dengan tumbuhan penghasil makanan,
Untuk keperluan tumbuh dan berkembangnya, tanaman tersebut memerlukan
penanganan khusus, terutama dalam pengaturan akan kebutuhan airnya. Manusia
kemudian membuat bangunan dan saluran yang berfungsi sebagai prasarana
pengambil, pengatur dan pembagi air sungai untuk pembasahan lahan pertaniannya.
Bangunan pengambil air tersebut berupa bangunan yang sederhana dan sementara
berupa tumpukan batu, kayu dan tanah, sampai dengan bangunan yang permanen
seperti bendung, waduk dan bangunan-bangunan lainnya.
 Kebutuhan manusia akan kenyamanan dan keamanan hidupnya Seperti
telah diketahui bersama, dalam keadaan biasa dan normal, sungai adalah mitra yang
baik bagi kehidupan manusia.
Namun, dalam keadaan dan saatsaat tertentu, sungaipun adalah musuh manusia
yang akan merusak kenyamanan dan keamanan hidupnya. Pada setiap kejadian dan
kegiatan yang ditimbulkan oleh sifat dan perilaku sungai, manusia kemudian berfikir
dan berupaya untuk sebanyak-banyaknya memanfaatkan sifat dan perilaku sungai
yang menguntungkan dan memperkecil atau bahkan berusaha menghilangkan sifat
yang merugikan kehidupannya. Manusia lalu untuk memanfaatkan sumber daya air
sungai, misalnya bendungan-bendungan, pusat listrik tenaga air ataupun membuat
bangunan yang diharapkan akan dapat melindungi manusia terhadap bencana yang

1 / 55
UNIVERSITAS BENGKULU IRIGASI DAN BANGUNAN AIR 2018

ditimbulkan oleh perilaku sungai, misalnya waduk, krib, tanggul, penahan lereng,
bronjong dan fasilitas lainnya.
Kenyataan sejarahpun kemudian membuktikan, bahwa manusia yang tidak bisa
bersahabat dan melestarikan keberadaan sumber daya air yang ada, akan surut dan
runtuh kejayaannya, kehancuran tersebut tidak hanya semata-mata karena disebabkan
oleh bencana yang ditimbulkan oleh perilaku sungai, namun kebanyak merupakan
proses akibat menurunnya fungsi sumber daya air sungai sehingga mematikan
beberapa sarana dan prasarana yang penting bagi kehidupan manusia.

1.2 TUJUAN DAN MANFAAT


Tujuan pembuatan suatu bangunan air di sungai adalah sebagai upaya manusia
untuk meningkatkan faktor yang menguntungkan dan memperkecil atau
menghilangkan faktor yang merugikan dari suatu sumber daya air terhadap kehidupan
manusia.
Manfaat dari suatu bangunan air di sungai adalah untuk membantu manusia
dalam kelangsungan hidupnya, dalam upaya penyediaan makanan nabati dan
memperbesar rasa aman dan kenyamanan hidup manusia terutama yang hidup di
lembah dan di tepi sungai.
Tujuan irigasi pada suatu daerah adalah upaya untuk penyediaan dan pengaturan
air untuk menunjang pertanian, dari sumber air ke daerah yang memerlukan dan
mendistribusikan secara teknis dan sistematis.
Adapun manfaat suatusistem irigasi adalah :

a. untuk membasahi tanah, yaitu membantu pembasahan tanah pada daerah yang
curah hujannya kurang atua tidak menentu.
b. untuk mengatur pembasahan tanah, yang dimaksudkan agar daerah pertanain dapat
di airi sepanajng waktu, baik pada musim kemarau mupun pada musim penghujan.
c. untuk menyuburkan tanah, yaitu dengan mengalirkan air yang mengandung lumpur
pada daerah pertanian sehingga tanah dapat menerima unsur-unrur penyubur.

2 / 55
UNIVERSITAS BENGKULU IRIGASI DAN BANGUNAN AIR 2018

BAB II
KEBUTUHAN AIR IRIGASI

2.1 PENGERTIAN AIR IRIGASI

Gambar 2.1 Proses penanaman padi di sawah.


Sumber: https://sekarmadjapahit.wordpress.com/2012/01/30/tanam-padi-sistem-jajar-
legowo/
Irigasi adalah usaha penyediaan dan pengaturan air untuk menunjang pertanian
yang jenisnya meliputi irigasi air permukaan, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa
dan irigasi rawa. Semua proses kehidupan dan kejadian di dalam tanah yang
merupakan tempat media pertumbuhan tanaman hanya dapat terjadi apabila ada air,
baik bertindak sebagai pelaku (subjek) atau air sebagai media (objek). Irigasi berarti
mengalirkan air secara buatan dari sumber air yang tersedia kepada sebidang lahan
untuk memenuhi kebutuhan tanaman. Dengan demikian tujuan irigasi adalah
mengalirkan air secara teratur sesuai kebutuhan tanaman pada saat persediaan lengas
tanah tidak mencukupi untuk mendukung pertumbuhan tanaman, sehingga tanaman
bisa tumbuh secara normal. Pemberian air irigasi yang efisien selain dipengaruhi oleh
tatacara aplikasi, juga ditentukan oleh kebutuhan air guna mencapai kondisi air
tersedia yang dibutuhkan tanaman.
2.1.1 Fungsi dan manfaat air irigasi
Pemberian air irigasi memiliki beberapa fungsi, yaitu:

 Memasok kebutuhan air tanaman


 Menjamin ketersediaan air apabila terjadi betatan
 Menurunkan suhu tanah
 Mengurangi kerusakan akibat frost
 Melunakkan lapis keras pada saat pengolahan tanah

3 / 55
UNIVERSITAS BENGKULU IRIGASI DAN BANGUNAN AIR 2018

2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi


1. Topografi

Gambar 2.2 Peta irigasi


Sumber : https://www.slideshare.net/LodsObell/peta-irigasi
Untuk lahan yang miring membutuhkan air yang lebih banyak daripada yang datar
karena air akan lebih cepat mengalir menjadi aliran permukaan dan hanya sedikit yang
mengalami infiltrasi, dengan kata lain kehilangan air di lahan miring lebih besar.

2. Hidrologi
Makin banyak curah hujan, makin sedikit kebutuhan air tanaman, hal ini
dikarenakan hujan efektif akan menjadi besar.

3. Klimatologi
Keadaan cuaca adalah salah satu syarat yang penting untuk penegelolaan pertanian.
Tanaman tidak dapat bertahan dalam cuaca buruk. Dengan memperhatikan keadaan
cuaca dan cara pemanfaatannya, maka dapat dilaksanakan penanaman tanaman yang
tepat untuk periode yang tepat dan sesuai dengan keadaan tanah. Cuaca dapat digunakan
untuk rasionalisasi penentuan laju evaporasi dan evapotranspirasi, hal ini sangat
bergantung pada jumlah jam penyinaran matahari dan radiasi matahari.
Untuk penentuan tahun ataupun periode dasar bagi rancangan irigasi harus
dikumpulkan data curah hujan dengan jangka waktu yang sepanjang mungkin.
Disamping data curah hujan dengan jangka waktu yang sepanjang mungkin. Disamping
data curah hujan diperlukan juga penyelidikan evapotranspirasi, kecepatan angin, arah
angin, suhu udara, jumlah jam penyinaran matahari, dan kelembaban.

4 / 55
UNIVERSITAS BENGKULU IRIGASI DAN BANGUNAN AIR 2018

4. Tekstur Tanah

Gambar 2.3 Tekstur tanah.


Sumber : https://www.slideshare.net/LodsObell/peta-irigasi

Tanah yang baik untuk usaha pertanian adalah tanah yang mudah dikerjakan dan
bersifat produktif serta subur. Tanah yang baik akan memberikan kesempatan pada
akar tanaman untuk tumbuh dengan mudah, menjamin sirkulasi air dan udara serta
baik pada zona perakaran dan secara relatif memiliki hara dan kelembaban tanah
yang cukup.

5. Evaporasi

Gambar 2.4 Siklus Evaporasi


Sumber : http://www.ebiologi.net/2016/03/siklus-hidrologi-pengertian-proses.html

5 / 55
UNIVERSITAS BENGKULU IRIGASI DAN BANGUNAN AIR 2018

Evaporasi adalah suatu proses perubahan air menjadi uap air. Laju evaporasi
dipengaruhi oleh lamanya penyinaran matahari, angin, kelembapan udara, dan lain-
lain. Evaporasi meliputi perpindahan massa fluida dari permukaan fluida kedalam
atmosfir dan sesuai dengan hal itu akan diharapkan mengikuti hukum penyebaran
massa seperti dibahas dalam pasal 1.5. sehingga persamaan dasar diharapkan adalah
dalam bentuk:
E = -k
Dimana E adalah besarnya evaporasi , e adalah tekanan uap ( menunjukkan
pemusatan massa fluida dalam udara), z adalah jarak tegak dan k adalah koefisien
perpindahan. Kecuali kasus yang jarang tentang keadaan atmosfir yang sangat stabil
dibawah mana tidak terdapat turbulensi, koefisien perpindahan tergantung dari
keadaan atmosfir, seperti kecepatan angin, tekanan, energi dari matahari, kepekaan
dengan mana air tersebut dipanaskan, dan lain-lain. Tekanan uap tergantung dari
temperatur kelembaban relative dan kadar garam. Bentuk yang paling sederhana dari
persamaan diatas yang bisa disebut hukum Dalton.
E=k
Dimana ew adalah tekanan uap basah sehubungan dengan temperatur permukaan
air, ea adalah tekanan uap dari udara diatas permukaan air dan adalah ketebalan dari
lapisan film yang tipis pada permukaan diatas mana tekanan uap diharapkan berubah
dari ew ke e. Sering diserap kedalam koefisien perpindahan untuk menyatakan.
E=b
Kesulitan yang praktis terletak dalam penentuan faktor b. Percobaan terkendali
(model) dengan menggunakan standart panci evaporasi biasanya berdaya guna untuk
menetapkan persamaan diatas dari segi keadan atmosfir. Panci yang diisi dengan air
didirikan diatas tanah atau pada permukaan waduk dan perubahan ketinggian pada
panci diukur dengan teratur secara bersama-sama denga kecepatan angin, temperatur
atmosfir dan temperatur air.
Bentuk yang telah diubah dari beberapa hasil yang diperoleh dari percobaan
panci dinyatakan dalam daftar dibawah ini.
(1) Diusulkan oleh Morton
E = 42.4(0.6+0.1)
(2) Diusulkan oleh Rohwer
E = 0.0771(1.465-0.000733p)(0.44+0.118)

6 / 55
UNIVERSITAS BENGKULU IRIGASI DAN BANGUNAN AIR 2018

(3) Diusulkan oleh Horton


E = 0.042-exp(0.2)
(4) Rumus lainnya (Penman)
E = 0.035(1+0.24)(padang rumput)
E = 0.050(1+0.24)(dari permukaan air)

Dalam semua uraian, E diukur dalam cm per hari,  adalah kecepatan angin
dalam mil per jam dalam ketinggian disekeliling panci, p adalah tinggi tekanan
atmosfer dalam m merkuri, berturut-turut adalah tekanan uap air dalam permukaan
dan tekanan udara dalam mm merkuri, dan adalah tekanan uap air pada titik embun
juga dalam mm merkuri, dalam rumus Penman adalah tekanan uap air jenuh
sehubungan dengan temperatur udara.
Kepercayaan pada rumus evaporasi panci untuk menentukan evaporasi dari
volume air alami yang besar, dibatasi oleh banyak faktor, diantaranya adalah:
(1) kenyataan bahwa perpindahan panas dari suatu volume air yang kecil pada panci
tertentu adalah berbeda dari suatu volume air yang besar (kira-kira 0.7 untuk panci
tanah dan 0.8 untuk panci terapung) biasanya diperkenalkan apabila rumus panci
digunakan pada volume air yang sedang dan besar;
(2) sifat dan ukuran dari permukaan yang terbuka yang mempunyai pengaruh yang
berarti pada bersanya evaporasi. Besarnya evaporasi tidak dapat sebanding dengan
luas panci untuk sisi dinding, tumbuh-tumbuhan dan lain-lain;
(3) pengaruh gelombang, riak dan gangguan-gangguan lainnya yang mempengaruhi
perlapisan panas dan ketidak stabilan berat jenis;

2.3 Efisiensi Irigasi


1. Efisiensi Pengaliran
Jumlah air yang dilepaskan dari bangunan sadap ke areal irigasi mengalami
kehilangan air selama pengalirannya. Kehilangan air ini menentukan besarnya
efisiensi pengaliran.

EPNG = (Asa/Adb)x100%

7 / 55
UNIVERSITAS BENGKULU IRIGASI DAN BANGUNAN AIR 2018

dengan :
EPNG : Efisiensi pemakaian
Asa : Air yang sampai di irigasi
Adb : Air yang diambil dari bangunan sadap

2. Efisiensi Pemakaian
Efisiensi pemakaian adalah perbandingan antara air yang dapat ditahan pada zona
perakaran dalam periode pemberian air dengan air yang diberikan pada areal irigasi

EPMK = (Adzp/Asa)x 100%

dengan :
EPMK : Efisiensi pemakai
Adzp : Air yang dapat ditahan pada zone perakaran
Asa : Air yang diberikan (sampai) diareal irigasi

3. Efisiensi Penyimpanan
Apabila keadaan sangat kekurangan jumlah air yang dibutuhkan untuk mengisi
lengas tanah pada zone perakaran adalah Asp (air tersimpan penuh) dan air yang
diberikan adalah Adk maka efisiensi penyimpanan adalah :

EPNY = (Adk/Asp)x100%

dengan :
EPNY : Efisiensi penyimpanan
Asp : Air yang tersimpan
Adk : Air yang diberikan

Sesungguhnya nilai efisiensi dapat juga terjadi pada saluran primer, bangunan bagi,
saluran sekunder dsb.

EF = [(Adbk – Ahl)/Adbk] x 100 %

8 / 55
UNIVERSITAS BENGKULU IRIGASI DAN BANGUNAN AIR 2018

Dimana :
EF : Efisiensi
Adbk : air yang diberikan
Ahl : air yang hilang

2.4 Kebutuhan Air irigasi


Kebutuhan air irigasi merupakan salah satu tahap penting yang diperlukan dalam
perencanaan dan pengelolaan sistern irigasi. Kebutuhan air tanaman didefinisikan
sebagai jumlah air yang dibutuhkan oleh tanaman pada suatu periode untuk dapat
tumbuh dan produksi secara normal. Kebutuhan air nyata untuk areal usaha pertanian
meliputi evapotranspirasi (ET), sejumlah air yang dibutuhkan untuk pengoperasian
secara khusus seperti penyiapan lahan dan penggantian air, serta kehilangan selama
pemakaian. Sehingga kebutuhan air dapat dirumuskan sebagai berikut (Sudjarwadi
1990)

KAI = ET + KA + KK

dengan,
KAI = Kebutuhan Air Irigasi
ET = Evapotranspirasi
KA = Kehilangan air
KK = Kebutuhan Khusus

Misalnya evapotranspirasi suatu tanaman pada suatu lahan tertentu pada suatu
periode adalah 5 mm per hari, kehilangan air ke bawah (perkolasi) adalah 2 mm per hari
dan kebutuhan khusus untuk penggantian lapis air adalah 3 mm per hari maka.
kebutuhan air pada periode tersebut dapat dihitung sebagai berikut

KAI = 5 + 2 + 3
KAI = 10 mm perhari

Untuk memenuhi kebutuhan air ingasi terdapat dua sumber utama. yaitu pernberian
air irigasi (PAI) dan hujan efektif (HE). Disamping itu terdapat sumber lain yang dapat
dimanfaatkan adalah kelengasan yang ada di daerah perakaran serta kontribusi air

9 / 55
UNIVERSITAS BENGKULU IRIGASI DAN BANGUNAN AIR 2018

bawah permukaan. Pemberian Air Irigasi dapat dipandang sebagai kebutuhan air
dikurangi hujan efektif dan sumbangan air tanah.

PAI = KAI – HE – KAT

dengan,
PAI = Pemberian air irigasi
KAI = Kebutuhan air
HE = Hujan efektif
KAT = Kontribusi air tanah

Sebagai contoh misalnya kebutuhan air pada suatu periode telah dihitung sebesar
10 mm per hari, sumbangan hujan efektif pada periode tersebut juga telah dihitung
sebesar 3 mm per hari dan kontribusi air tanah adalah 1 mm per hari, maka air yang
perlu diberikan adalah :

PAI = 10 – 3 -1
PAI = 6 mm per hari

2.4.1 Kebutuhan Air Padi di Sawah

Gambar 2.5 Kebutuhan air padi di sawah.

Sumber : https://kabartani.com/pengairan-tanaman-padi-yang-baik-dan-benar.html

Analisis kebutuhan air untuk tanaman padi di sawah dipengaruhi oleh beberapa
faktor berikut ini :

1. pengolahan lahan
2. penggunaan konsumtif

10 / 55
UNIVERSITAS BENGKULU IRIGASI DAN BANGUNAN AIR 2018

3. perkolasi
4. penggantian lapisan air
5. sumbangan. hujan efektif.

Kebutuhan air total di sawah merupakan jumlah faktor 1 sampai dengan


4, sedangkan kebutuhan netto air di sawah merupakan kebutuhan total dikurangi faktor
hujan efektif. Kebutuhan air di sawah dapat dinyatakan dalam satuan mm/hari ataupun
lt/dt.

 Kebutuhan air untuk pengolahan lahan padi

Periode pengolahan lahan membutuhkan air yang paling besar jika dibandingkan
tahap pertumbuhan. Kebutuhan air untuk pengolahan lahan dipengaruhi oleh beberapa
faktor, diantaranya adalah

1. karakteristika tanah
2. waktu pengolahan
3. tersedianya tenaga dan ternak, serta
4. mekanisasi pertanian.

Kebutuhan air untuk penyiapan dapat ditentukan berdasarkan kedalaman tanah dan
porositas tanah di sawah, seperti diusulkan pada Kriteria Perencanaan Irigasi 1986
sebagai berikut.

(𝑆𝑎−𝑆𝑏)𝑁.𝑑
PWR = +Pd +F1
104

dengan,
PWR = kebutuhan air untuk penyiapan lahan (mm)
Sa = derajad kejenuhan tanah setelah penyiapan lahan dimulai (%)
Sb = derajad kejenuhan tanah sebelum penyiapan lahan dimulai (%)
N = porositas tanah, dalam % rata-rata per kedalaman tanah
d = asumsi kedalaman tanah setelah pekerjaan penyiapan lahan (mm)
Pd = kedalaman genangan setelah pekerjaan penyiapan lahan (mm)
F 1 = kehilangan air di sawah selama 1 hari (mm)

11 / 55
UNIVERSITAS BENGKULU IRIGASI DAN BANGUNAN AIR 2018

Kebutuhan air untuk penyiapan lahan dapat ditentukan secara empiris sebesar 250
mm, meliputi kebutuhan untuk penyiapan lahan dan untuk lapisan air awal setelah
transplantasi selesai. (Kriteria Perencanaan Irigasi KP 01). Untuk lahan yang sudah
lama tidak ditanami (bero), kebutuhan air untuk penyiapan lahan dapat ditentukan
sebesar 300 mm. Kebutuhan air untuk persemaian termasuk dalam kebutuhan air
untuk penyiapan lahan. Analisis kebutuhan air selama pengolahan lahan dapat
menggunakan metode seperti diusulkan oleh Van de Goor dan Ziljstra (1968) sebagai
berikut

𝑒𝑘 𝑀𝑇
IR = M(𝑒𝑘 −1) M = Eo + p k= 𝑆

Dengan,

IR = kebutuhan air untuk pengolahan lahan (mm/hari)


M = kebutuhan air untuk mengganti kehilangan air akibat evaporasi dan
perkolasi di sawah yang sudah dijenuhkan (mm/hari)
Eo = Evaporasi potensial (mm/hari)
P = perkolasi (mm/hari)
k = konstanta
T = jangka waktu pengolahan (hari)
S = kebutuhan air untuk penjenuhan (mm)
e = bilangan eksponen: 2,7182

24.2. Penggunaan konsumtif

Penggunaan air untuk kebutuhan tanaman (consumtive use) dapat didekati dengan
menghitung evapotranspirasi tanaman, yang besarnya dipengaruhi oleh jenis tanaman,
umur tanaman dan faktor klimatologi. Nilai evapotranspirasi merupakan jumlah dari
evaporasi dan transpirasi. Yang dimaksud dengan evaporasi adalah proses perubahan
molekul air di permukaan menjadi molekul air di atmosfir.

Sedangkan transpirasi adalah proses fisiologis alamiah pada tanarnan, dimana air
yang dihisap oleh akar diteruskan lewat tubuh tanaman dan diuapkan kembali melalui
pucuk daun. Nilai evapotranspirasi dapat diperoleh dengan pengukuran di lapangan atau
dengan rumus-rumus empiris. Untuk keperluan perhitungan kebutuhan air irigasi

12 / 55
UNIVERSITAS BENGKULU IRIGASI DAN BANGUNAN AIR 2018

dibutuhkan nilai evapotranspirasi potensial (Eto) yaitu evapotranspirasi yang terjadi


apabila tersedia cukup air. Kebutuhan air untuk tanaman adalah nilai Eto dikalikan
dengan suatu koefisien tanaman.

ET = kc x Eto

dimana :
ET = Evapotranpirasi tanaman (mm/hari)
ETo = Evaporasi tetapan/tanarnan acuan (mm/hari)
kc = Koefisien tanaman

Kebutuhan air konsumtif ini dipengaruhi oleh jenis dan usia tanaman (tingkat
pertumbuhan tanaman). Pada saat tanaman mulai tumbuh, nilai kebutuhan air konsumtif
meningkat sesuai pertumbuhannya dan mencapai maksimum pada saat pertumbuhan
vegetasi maksimum. Setelah mencapai maksimum dan berlangsung beberapa saat
menurut jenis tanaman, nilai kebutuhan air konsumtif akan menurun sejalan dengan
pematangan biji. Pengaruh watak tanaman terhadap kebutuhan tersebut dengan faktor
tanaman (kc).
Nilai koefisien pertumbuhan tanaman ini tergantung jenis tanaman yang ditanam.
Untuk tanaman jenis yang sama juga berbeda menurut varietasnya. Sebagai contoh padi
dengan varietas unggul masa tumbuhnya lebih pendek dari padi varietas biasa. Pada
Tabel dibawah disajikan harga-harga koefisien tanaman padi dengan varietas unggul
dan varitas biasa menurut Nedeco/Prosida dan FAO.

Tabel 2.1 Harga Koefisien Tanaman Padi

Sumber : https://www.ilmutekniksipil.com/bangunan-air/analisis-kebutuhan-air-irigasi

Yang dimaksud ETo, adalah evapotranspirasi tetapan yaitu laju evaportranspirasi


dari suatu permukaan luas tanaman rumput hijau setinggi 8 sampai 15 cm yang menutup
tanah dengan ketinggian seragam dan seluruh permukaan teduh tanpa suatu bagian yang

13 / 55
UNIVERSITAS BENGKULU IRIGASI DAN BANGUNAN AIR 2018

menerima sinar secara langsung serta rumput masih tumbuh aktif tanpa kekurangan air.
Evapotranspirasi tetapan disebut juga dengan evapotranspirasi referensi/ keluar.
Terdapat beberapa cara untuk menentukan evapotranspirasi tetapan, salah satunya
seperti yang diusulkan oleh Kriteria Perencanaan Irigasi 1986 sebagai berikut :

ETo = Epan . kpan

dengan :
ETo = Evaporasi tetapan/tanaman acuan (mm/hari)
Epan = Pembacaan panci Evaporasi
kpan = koefisien panic

2.4.3. Perkolasi

Gambar 2.6 Proses perkolasi.


Sumber : http://yudhacivilizer.blogspot.com/2012/01/perkolasi.html

Laju perkolasi sangat tergantung pada sifat-sifat tanah. Data-data


mengenai perkolasi akan diperoleh dari penelitian kemampuan tanah maka
diperlukan penyelidikan kelulusan tanah. Pada tanah lempung berat dengan
karakteristik pengolahan (puddling) yang baik, laju perkolasi dapat mencapai 1-3
mm/hari. Pada tanah-tanah yang lebih ringan, laju perkolasi bisa lebih tinggi. Untuk
menentukan Iaju perkolasi, perlu diperhitungkan tinggi muka air tanahnya. Sedangkan
rembesan terjadi akibat meresapnya air melalui tanggul sawah.

14 / 55
UNIVERSITAS BENGKULU IRIGASI DAN BANGUNAN AIR 2018

2.4.4. Contoh Analisis Kebutuhan Air Untuk Padi di Lahan

Apabila telah tersedia data (1) evaporasi rerata. setengah bulanan, (2) data jenis
tanah, (3) jenis (varitas) padi dan (4) hasil analisis curah hujan efektif, maka analisis
kebutuhan air untuk tanaman padi di sawah dapat dilakukan. Dalam modul ini
disertakan program komputer sederhana untuk menganalisis kebutuhan air untuk
tanaman padi. Apabila diketahui data evaporasi seperti pada Tabel 4.2, hasil
analisis hujan efektif seperti pada contoh Tabel 3.2, serta jenis tanah adalah
lempung berpasir, maka analisis kebutuhan air baku dapat dilakukan dengan
prosedur seperti tersebut di atas. Hasil analisis kebutuhan air untuk tanaman padi
dapat dilihat pada Tabel dibawah ini

Tabel 2.2 Hasil Analisis Kebutuhan Air Untuk Padi

15 / 55
UNIVERSITAS BENGKULU IRIGASI DAN BANGUNAN AIR 2018

2.4.5. Kebutuhan Untuk Tanaman Selain Padi

Gambar 2.7 Kebutuhan air selain padi.

Sumber : https://fajarsumatera.co.id/tanaman-palawija-masih-menjadi-primadona-petani-
tubabar/

Tanaman selain padi yang dibudidayakan oleh petani pada umumnya berupa
palawija. Yang dimaksudkan dengan palawija adalah berbagai jenis tanaman yang dapat
ditanam di sawah pada musim kemarau ataupun pada saat kekurangan air. Lazimya
tanaman palawija ditanam di lahan tegalan. Dipandang dari jumlah air yang dibutuhkan,
palawija dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu.

1. palawija yang butuh banyak air, seperti bawang, kacang tanah, ketela.
2. palawija yang butuh sedikit air, misalnya cabai, jagung, tembakau dan kedelai.
3. palawija yang membutuhkan sangat sedikit air, misalnya ketimun dan lembayung.

Maksud analisis kebutuhan air untuk tanaman palawija terutama untuk mengetahui
luas lahan yang direncanakan untuk tanaman padi maupun palawija berkaitan dengan
ketersediam air pada bangunan pengambilan sehingga kegagalan usaha pertanian dapat
dihindari. Dengan kata lain hitungan kebutuhan air untuk palawija digunakan sebagai
dasar untuk melakukan usaha pertanian sesuai dengan jumlah air yang tersedia.

Pemberian air untuk palawija akan ekonomis jika sampai kapasitas lapang, lalu
berhenti dan diberikan lagi sampai sebelum mencapai titik layu. Analisis kebutuhan air
untuk tanaman palawija dihitung seperti untuk tanaman padi, namun ada dua hal yang
membedakan, yaitu pada tanaman palawija tidak memerlukan genangan serta koefisien
tanaman yang digunakan sesuai dengan jenis palawija yang ditanam.

16 / 55
UNIVERSITAS BENGKULU IRIGASI DAN BANGUNAN AIR 2018

A. Kebutuhan air untuk pengolahan lahan palawija

Masa prairigasi diperlukan guna menggarap lahan untuk ditanami dan untuk
menciptakan kondisi kelembaban yang memadai untuk persemaian tanaman. Jumlah air
yang dibutuhkan tergantung pada kodisi tanah dan pola tanam yang diterapkan. Kriteria
Perencanaan Irigasi mengusulkan air untuk pengolahan lahan sejumlah 50 – 120 mm
untuk tanaman ladang dan 100 – 120 mm untuk tanaman tebu, kecuali jika terdapat
kondisi-kondisi khusus misalnya ada tanaman lain yang segera ditanam setelah tanaman
padi.

B. Penggunaan konsumtif tanaman palawija

Untuk menentukan penggunaan konsumtif cara yang digunakan seperti pada


tanaman padi hanya koefisien tanaman yang berbeda. Nilai koefisien beberapa jenis
tanaman yang direkomendasikan oleh Kriteria Perencanaan Irigasi seperti terlihat pada
Tabel 2.3. Sedangkan nilai koefisien tanaman tebu diperlihatkan pada Tabel 2.4.

Tabel 2.3 Koefisien Tanaman Beberapa Tanaman Palawija

Tabel 2.4 Nilai Koerisien Tanaman Tebu

17 / 55
UNIVERSITAS BENGKULU IRIGASI DAN BANGUNAN AIR 2018

I. Kebutuhan Air di Bangunan Pengambilan

Kebutuhan air di pintu pengambilan atau bangunan utama tidak terlepas dari
kebutuhan air di sawah. Untuk memenuhi jumlah air yang harus tersedia di pintu
pengambilan guna mengairi lahan pertanian dinyatakan sebagai berikut :

DR = ( IR . A ) / Ef

Dengan,
DR = Kebutuhan air di pintu pengambilan (1/dt)
IR = Kebutuhan air irigasi (l / det / ha)
A = Luas areal irigasi (ha)
EF = Efisiensi irigasi (%)

18 / 55
UNIVERSITAS BENGKULU IRIGASI DAN BANGUNAN AIR 2018

BAB III

PERENCANAAN BENDUNG HIDROLIS

3.1. Menentukan Tinggi Mercu Bendung

Tinggi mercu bendung = Elevasi mercu bending – Elevasi dasar sungai

3.2. Menentukan Muka Air Banjir (MAB) Di Hilir Rencana Bendung


a. Menentukan kemiringan sungai

i = ∆H / L

Dimana :
i = Kemiringan sungai
∆H = Bedatinggi dua tempat yang ditinjau (Elevasi Hulu–elevasi Hilir)
L = Panjang Sungai
b. Perhitungan tinggi air banjir rencana di hilir bendung dapat dihitung menggunakan
persamaan kecepatan aliran manning sebagai berikut :

V = 1/n . R2/3 . i1/2

R=F/O

F=(b+m.h)h

O = b + 2 . h √1 + m²

Q =V . F

Dimana :
Q = Besarnya debit banjir rencana (m³/detik)
V = Kecepatan aliran (m/detik)
F = Luas penampang basah (m²)

19 / 55
UNIVERSITAS BENGKULU IRIGASI DAN BANGUNAN AIR 2018

O = Keliling basah saluran (m)


i = Kemiringan rata - rata saluran
n = Angka kekasaran dari manning
b = Lebar dasar saluran rata – rata (m)
m = kemiringan tebing (sungai)

3.3. Menentukan Lebar Efektif Bendung


Lebar efektif bendung dinyatakan dengan persamaan :

Be = Bn – 2 ( n . Kp + Ka ) . He

Dimana :
Be = Lebar efektif bendung (m)
n = Jumlah pilar
Bn = Lebar bersih bendung, yaitu lebar total dikurangi jumlah lebar pilar
Kp = Koefisien kontraksi pilar
Ka = Koefisien kontraksi pangkal bendung
H1 = Tinggi energy

Adapun harga – harga koefisien kontraksi tersebut diatas adalah (dapat dilihat pada
buku standar perencanaan irigasi, criteria perencanaan bagian bangunan utama / KP-02),
yaitu :
1.Pilar (Kp)
- Berujung segi empat dengan sudut yang dibulatkan dengan r = 0.1 t….. 0.02
- Berujung Bulat…………………...…………………………….….….….. ..……..0.01
- Berujung runcin…………………………………………………….………..…... 0.00
2.Pangkal tembok (Ka)
- Segi empat bersudut 90º kearah aliran…….…………………………………….. 0.20
- Bulat bersudut 90º kearah aliran dengan 0.5 He > r > 0.15 He………….………. 0.10
- Bulat bersudut 45 º kearah aliran r > 0.5 He………………………...……..……. 0.00

20 / 55
UNIVERSITAS BENGKULU IRIGASI DAN BANGUNAN AIR 2018

3.4. Menentukan Muka Air Banjir (MAB) Di Atas Mercu Bendung


Menurut buku standart perencanaan irigasi, kriteria perencanaan bagian
bangunan utama (KP-02) persamaan yang digunakan untuk menentukan muka air
banjir di atas mercu adalah sebagai berikut :

Q = Cd . 2/3 ( √2/3 . g ) . Be . H1,5

Dimana :
Q = Debit rencana (Q100)
Cd = Koefisien debit (Cd = Co . C1 . C2)
Be = Lebar efektif bendung
He = Tinggi energi diatas mercu
g = Percepatan gravitasi (9.80 m/detik)

Koefisien debit Cd adalah hasil dari :


Co = Merupakan fungsi dari He/r
C1 = Merupakan fungsi dari P/He
C2 = Merupakan fungsi dari P/He

Kemiringan muka hulu bendung (Up Stream) direncanakan memakai mercu type
Ogee dengan permukaan bagian hulu vertikal, Sehingga nilai koefisien Cd antara lain :
Co = Merupakan konstanta (=1.30)
C1 = Merupakan fungsi dari He/ H1 dan P/ H1
C2= dipakai apabila permukaan mercu bendung bagian hulu miring

Bila disederhanakan persamaan di atas menjadi :

Q = 1,704 . Be . Cd . H11,5

Dari literatur lain (VT. Chow) :

Q =C . L . Be . H11,5

Dimana :
L = Be
C = Mempunyai nilai antara 1.70 – 2.20

21 / 55
UNIVERSITAS BENGKULU IRIGASI DAN BANGUNAN AIR 2018

Untuk mengetahui faktor – faktor lain sehubungan dengan muka air banjir di atas
mercu bendung, maka dilakukan perhitungan sebagai berikut :
a. Debit Banjir Lebar (q)

q = Q / Be

Dimana :
q = Debit per satuan lebar (m³/detik/m)
Q = Debit rencana (Q100)
Be= Lebar efektif bending

b. Kecepatan di hulu bendung (v)

v = q / (P + Hi)

Dimana :
V = Kecepatan di hulu bendung (m/detik)
Q = Debit per satuan lebar (m³/detik/m)
P = Tinggi bendung
H1 = Tinggi energy diatas mercu

c. Tinggi Persamaan Energi (Ha)

Ha = k = v2 . 2g

d. Tinggi Muka Air Kritis (Hc)

Hc = 3√(q2 / g)

e. Tinggi Muka Air Banjir di Hulu (Hd)

Hd = H1 - Ha

22 / 55
UNIVERSITAS BENGKULU IRIGASI DAN BANGUNAN AIR 2018

3.5. Menentukan Dimensi Mercu / Profil Puncak Pelimpah

Xn = K . Hd n-1 . Y

Dimana :
X, Y= Koordinat – koordinat permukaan hilir
K, n = Harga parameter (dapat dilihat pada tabel 5.2)
Hd = Tinggi muka air banjir di hulu

3.6. Perhitungan Lengkungan Aliran Balik (Back Water Curve)

L = 2h / i

Dimana :
L = Panjang pengaruh pengempangan kearah hulu, dihitung dari as bendung
h = Tinggi kenaikan muka air di titik bendung akibat pengempangan
i = Kemiringan sungai
Jadi,

h = ( Elevasi MAB diatas mercu – Elevasi lantai muka ) – Tinggi MAB rencana h

3.7. Desain Kolam Olak (Peredam Energi)

Fr = V1 / √(g . Y1)

dimana:
Y2 = Kedalaman air di atas ambang ujung ( m)
Y1 = kedalaman air di awal loncat air ( m)
Fr = bilangan Froude
V1 = kecepatan awal loncatan ( m/dt)
g = percepatan gravitasi (9,8 m/dt2)

23 / 55
UNIVERSITAS BENGKULU IRIGASI DAN BANGUNAN AIR 2018

3.8. Perhitungan Dalamnya Pondasi Kolam Olak


Untuk perhitungan dalamnya gerusan dapat menggunakan persamaan sebagai berikut :
Metode lacey

R = 0,47 . ( Q / f)1/3 R = 1,35 . ( q² / f)1/3 f = 1,76 . Dm0,5

Dimana :
R = kedalaman gerusan di bawah permukaan banjir ( m )
Q = debit rencana ( m3/dt )
q = debit per satuan lebar ( m3/dt )
f = faktor lumpur Lacey
Dm = diameter rata - rata material dasar sungai ( mm )

3.9. Perhitungan Panjang Lantai Muka


Untuk menentukan panjang lantai muka dari bendung, dapat digunakan Teori Blight.
Menurut Blight bahwa besarnya perbedaan tekanan air di jalur pengaliran adalah
sebanding dengan panjang jalan air (creep line), dan ditulis dalam bentuk persamaan :
∆H = L / C
Dimana :
∆H = Perbedaan tekanan (m)
L = Panjang Creep Line
C = Creep Ratio

3. 10. Stabilitas Bendung


a. Stabilitas Terhadap Guling

24 / 55
UNIVERSITAS BENGKULU IRIGASI DAN BANGUNAN AIR 2018

b. Stabilitas Terhadap Geser

c. Stabilitas Terhadap Eksentrisitas

d. Stabilitas Terhadap Daya Dukung Tanah Dasar

Dimana:
q = daya dukung keseimbangan (t/m2)
B = lebar pondasi ( m)
D = kedalaman pondasi ( m )
c = kohesi
γ = berat isi tanah (t/m3)
Nc, Nq, Nγ = faktor daya dukung yang tergantung dari besarnya sudut (ø)

25 / 55
UNIVERSITAS BENGKULU IRIGASI DAN BANGUNAN AIR 2018

3.11. Gaya Akibat Berat Sendiri Bendung

Gambar 3.1 Pembagian segmen struktur bendung.


a. Contoh Perhitungan Wi
Diketahui:
Panjang = 5,4 m
Lebar = 1,5 m
Luas = 5,4 x 1,5 = 8,1 m2
γ = 2,4 t/m3
W1 = 8,1 x 2,4 = 19,44 ton

26 / 55
UNIVERSITAS BENGKULU IRIGASI DAN BANGUNAN AIR 2018

Tabel 3.2 Perhitungan Berat Sendiri Bendung

b. Gaya Gempa (G)


Gaya gempa direncanakan hanya pada arah horizontal ke arah kanan sebagai momen
pengguling momen. Koefisien gempa dapat dihiyung berdasarkan rumus di bawah ini:

27 / 55
UNIVERSITAS BENGKULU IRIGASI DAN BANGUNAN AIR 2018

Gambar 3.2 Peta Zona Gempa Indonesia (Puslitbang SDA, PU, 2004)

- Contoh Perhitungan G1

ad = v x ac x z = 0,8 x 1,812 x 1,3 = 1,884 m/det2

k = ad/g = 1,884/9,81 = 0,192 = 0,2

Gaya akibat berat sendiri (Wi) = Luas x γ = 1,5 x 2,4 = 3,6 ton

Gaya gempa (G1) = W1 x k = 3,6 x 0,2 = 0,72 ton

Tabel.2 Perhitungan Gaya Gempa pada Bendung

28 / 55
UNIVERSITAS BENGKULU IRIGASI DAN BANGUNAN AIR 2018

- Gaya Akibat Tekanan Tanah Aktif dan Pasif

Gambar 3.3 Gaya Akibat Tekanan Tanah Aktof dan Tekanan Tanah Pasif

350
9,81 m/dt2
2,73
1 t/m3
0,69
2,024 t/m3
1,024 t/m3

Ada 2 (dua) macam gaya yang diakibatkan oleh tekanan tanah:

1. Tekanan Tanah Aktif (Pa)

Ka = tan2 ( 450 - Ø/2 )

= tan2 ( 450 - 35/2 )

= 0,3

Pa = ½ γsub Ka ha2 = ½ x 1,024 x 0,3 x 42 = 3,22 t

29 / 55
UNIVERSITAS BENGKULU IRIGASI DAN BANGUNAN AIR 2018

2. Tekanan Tanah Aktif (Pa)

Kp = tan2 ( 450 + Ø/2 )

= tan2 ( 450 + 35/2 )

= 3,69

Pp = ½ γsub Kp hp2 = ½ x 1,024 x 3,69 x 42 = 30,23 t

Tabel. 3 Perhitungan Gaya Akibat Tekanan Tanah Aktif dan Pasif

Tabel. 4 Rekapitulasi Gaya pada Bendung saat Kondisi Kosong

c. Analisa Perhitungan Bendung Pada Kondisi Kosong

1. Terhadap Guling

1485,53/56,37 = 26,35 > 1,5 (Aman)

2. Terhadap Geser

247,92/42,838 = 5,79 > 1,5 (Aman)

30 / 55
UNIVERSITAS BENGKULU IRIGASI DAN BANGUNAN AIR 2018

3. Terhadap Daya Dukung Tanah

a. Eksentrisitas

e = (10/2) – ((1485,53-56,37)/247,92) < B/6 = 10/6 = 1,667

e = -0,76 < 1,667 (Aman)

b. Tekanan Tanah

Menurut rumus Terzaghi, untuk pondasi bendung menggunakan daya dukung

keseimbangan dengan rumus :

Data dari lokasi, diperoleh:

- Sudut geser Ø = 350

- Berat jenis tanah basah (γsat) = 2,024 t/m3

- c = 2,41 t/m2

- Nc = 57,8 ; Nq = 41,4 ; Nγ = 42,4 (Tabel Terzaghi)

Faktor keamanan (safety factor) diambil 3, maka besarnya daya dukung ijin
tanah adalah :

- Daya dukung

((2,41x57,8) + (2,014x41,4) + (0,5x6,5x42,4))/3

σijin = 120,297 t/m2

σ = (RV/B) (1 ± ((6x0,69)/10)) < σijin

Sehingga,

σmax = 35,05 t/m2 < σijin (120,297 t/m2) (Aman)

σmin = 14,53 t/m2 < σijin (120,297 t/m2) (Aman)

31 / 55
UNIVERSITAS BENGKULU IRIGASI DAN BANGUNAN AIR 2018

BAB IV

POLA TANAM

4.1 Latar belakang pola tanam

Pengaturan pola tanam adalah kegiatan mengatur awal masa tanam, jenis tanaman
dan varitas tanaman dalam suatu tabel perhitungan.

Tujuan utama dari penyusunan pola tanam adalah untuk mendapatkan besaran
kebutuhan air irigasi pada musim kemarau sekecil mungkin. Di dalam penyusunan pola
tata tanam dilakukan simulasi penentuan awal tanam. Misalnya alternatif pertama, jika
awal tanam padi pada awal bulan Oktober, alternative kedua, jika awal tanam padi pada
awal bulan Nopember begitu seterusnya hingga alternatif ke duabelas yang awal tanam
padi dimulai pada awal September. Dari keduabelas alternative tadi dipilih alternatif yang
“kebutuhan air irigasi” nya paling rendah.

4.2 Tabel penyusunan pola tata tanam

Penyusunan pola tanam dijelaskan dalam beberapa tabel berikut yang berisikan
mengenai hal-hal berikut :

 Penyusunan pola tata tanam didasarkan pada tengah bulanan atau tiap 15
harian, artinya besaran-besaran yang ikut di dalam perhitungan ( seperti
besaran Eto, Pd, P&I) dihitung selama 15 harian (bukan bulanan atau
bukan harian) yaitu ditandai dengan adanya angka 1 dan 2.
 Baris ke 1 : Pola Tanam.
Penyusunan pola tata tanam dilakukan selama 1 tahun dengan
disisipi 1 musim untuk tanaman palawija (tanaman jagung, kacang, kedele,
singkong atau ubi), misalnya pola tata tanam : padi pertama, sesudah padi
pertama maka dilanjutkan dengan pengolahan tanah untuk persiapan tanam
padi kedua, sesudah padi kedua panen, maka lahan ditanami dengan
palawija, tidak dengan padi lagi.
Hal ini dimaksudkan untuk memutus rantai serangan hama pada
tanaman padi serta memberi kesempatan tanah untuk memulihkan unsur-
unsur haranya setelah berturut-turut ditanami padi.

32 / 55
UNIVERSITAS BENGKULU IRIGASI DAN BANGUNAN AIR 2018

Notasi pola tanam dibuat miring-miring, dimaksudkan bahwa


penanaman untuk seluruh areal persawahan tidak dilakukan serentak tetapi
bertahap, berperiode setengah bulanan (15 harian) dan ada waktu kosong
(time lag) selama 15 hari (1 kali setengah bulanan) sebelum
pengolahan/penyiapan lahan (Land Preparation). Total waktu penyiapan
lahan adalah 2 bulan.
 Baris ke 2 : Koefisien tanaman c.
Koefisien tanaman c sangat erat hubungannya dengan awal masa
tanam, jenis tanaman dan varietas tanaman. Pada contoh tersebut, jenis
tanaman yang ditanam adalah padi dengan tabel koefisien tanaman seperti
berikut : harga C1 adalah koefisien tanaman bagi kelompok penanaman
awal, C2 adalah koefissien tanaman bagi penanaman gelombang kedua, C3
adalah koefisien tanaman bagi gelombang terakhir, koefisien rata-rata
adalah harga rata-rata dari C1, C2 dan C3.

Tabel 2. Koefisien Tanaman


FAO
Bulan
ke : PIADP PROSIDA Varietas Varietas
Biasa Unggul
Padi Padi
0.5 1.08 1.20 1.10 1.10
1.0 1.07 1.27 1.10 1.10
1.5 1.02 1.33 1.10 1.05
2.0 0.67 1.30 1.10 1.05
2.5 0.32 1.30 1.10 0.95
3.0 0.00 0.00 1.05 0.00
3.5 0.00 0.00 0.95 0.00
4.0 0.00 0.00 0.00 0.00
Jagung Kc. Tanah
0.5 0.40 0.40
1.0 0.48 0.48
1.5 0.85 0.70
2.0 1.09 0.91
2.5 1.05 0.95
3.0 0.80 0.91
3.5 0.00 0.69

Sumber : Standar Perencanaan Irigasi, KP-01, Departemen Pekerjaan Umum

33 / 55
UNIVERSITAS BENGKULU IRIGASI DAN BANGUNAN AIR 2018

 Baris ke 3 :
Koefisien tanaman k rata-rata adalah : harga rata-rata dari k1, k2 dan k3.
 Baris ke 4 :
Evapotranspirasi potensial (ETo) adalah hasil perhitungan dari tabel
sebelumnya (tabel evapotranspirasi metode Penman Modifikasi) yaitu hasil
perkalian antara faktor koreksi c dengan evapotranspirasi sebenarnya ETo*.
 Baris ke 5 :
Kebutuhan Air tanaman ET adalah hasil perkalian antara koefisien
tanaman rata-rata k pada baris ke 3 dengan Evapotranspirtasi potensial Eto
pada baris ke 4.
 Baris ke 6 :
Kebutuhan air untuk penyiapan lahan (Pd) adalah hasil perhitungan
harga Pd berdasarkan rumus vd. Goor – Zijlstra.
 Baris ke 7 :
Ratio penyiapan lahan adalah perbandingan antara total penyiapan
lahan (2 bulan) dengan angka 4 (yang merupakan periode 15 harian).
 Baris ke 8 :
Kebutuhan air untuk penyiapan lahan dengan ratio merupakan
perkalian antara kebutuhan air untuk penyiapan lahan (baris ke 6) dengan
ratio penyiapan lahan (baris ke 7).
 Baris ke 9 :
Perkolasi adalah air yang hilang akibat proses perkolasi, besarnya
1.5 mm/hari.

 Baris ke 10 :
Penggantian lapisan air WLR1, WLR2 dan WLR3 adalah sejumlah
air yang diperlukan untuk mengganti lapisan air di sawah sesudah 1.5 bulan
dan 2 bulan dari penyiapan lahan, besarannya adalah 50 mm per 15 hari
atau 3.3 mm per hari. Sedangkan harga rata-rata WLR adalah rata-rata dari
WLR1, WLR2 dan WLR3.
 Baris ke 11 :
Ratio luas tanaman adalah perbandingan antara luas lahan yang
sudah ditanami dengan luas total. Untuk warna hijau yang penuh, nilainya
adalah 1, yang tidak penuh mungkin 0.75, atau 0.25.

34 / 55
UNIVERSITAS BENGKULU IRIGASI DAN BANGUNAN AIR 2018

 Baris ke 12 :
Kebutuhan air untuk ET + P + WLR, merupakan perkalian antara
ratio luas tanaman (baris ke 11) dengan penjumlahan baris ke 5, baris ke 9
dan baris ke 10.
 Baris ke 13 :
Curah Hujan Efektif adalah curah hujan yang dimanfaatkan oleh
tanaman untuk memenuhi kebutuhannya. Dihitung dengan rumus
0,7
Re  x R80 .
N
 Baris ke 14 :
Total ratio adalah penjumlahan antara ratio penyiapan lahan (baris
ke 7) dengan ratio luas tanaman (baris ke 11).
 Baris ke 15 :
Curah hujan efektif dengan ratio adalah perkalian antara ratio total
(baris ke 14) dengan curah hujan efektif (baris ke 13).
 Baris ke 16 :
Kebutuhan air di sawah netto NFR (net field requirement) adalah :
Jika besar curah hujan efektif dengan ratio (baris ke 15) lebih besar
dari penjumlahan kebutuhan air untuk pengolahan lahan dengan ratio (baris
ke 8) dengan kebutuhan air untuk (ET+P+WLR) pada baris ke 12, maka
hasilnya = 0. Artinya curah hujan efektif masih mampu memenuhi
kebutuhan untuk ET +P+WLR dan Pd.
Jika besar curah hujan efektif dengan ratio (baris ke 15) lebih kecil
dari penjumlahan kebutuhan air untuk pengolahan lahan dengan ratio (baris
ke 8) dengan kebutuhan air untuk (ET+P+WLR) pada baris ke 12, maka
hasilnya = (ET+P+WLR) pada baris ke 12 dikurangi besar curah hujan
efektif dengan ratio (baris ke 15).
 Baris ke 17 :
Kebutuhan air di sawah netto (ltr/dt per ha) adalah Kebutuhan air di
sawah netto (baris 16) dikalikan 0.1157.
 Baris ke 18 :
Effisiensi irigasi adalah total efisiensi mulai dari saluran primer,
sekunder dan tersier. Besarnya adalah 0.65.

35 / 55
UNIVERSITAS BENGKULU IRIGASI DAN BANGUNAN AIR 2018

Perhitungan Kebutuhan Air Irigasi Untuk Daerah Kampung Baru.


Agustus September Oktober November Desember Januari Pebruari Maret April Mei Juni Juli
NO URAIAN SATUAN
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
LP LP
1 Pola Tanam WIJA LP PADI I LP PADI II PALA -
LP LP

2 Koefisien Tanaman (k)


k1 0.820 0.450 LP LP 1.080 1.070 1.020 0.670 0.320 0.000 LP LP 1.080 1.070 1.020 0.670 0.320 0.000 0.500 0.750 1.000 1.000
k2 1.000 0.820 0.450 LP LP 1.080 1.070 1.020 0.670 0.320 0.000 LP LP 1.080 1.070 1.020 0.670 0.320 0.000 0.500 0.750 1.000
k3 1.000 1.000 0.820 0.450 LP LP 1.080 1.070 1.020 0.670 0.320 LP LP 1.080 1.070 1.020 0.670 0.320 0.000 0.500 0.750
3 Rerata koefisien tanaman 0.940 0.757 0.635 0.450 1.080 1.075 1.057 0.920 0.670 0.495 0.320 LP LP 1.080 1.075 1.057 0.920 0.670 0.495 0.320 0.500 0.625 0.750 0.917
4 Evapotranpirasi Potensial (Eto) mm/hr 4.694 4.694 4.601 4.601 4.406 4.406 4.273 4.273 3.349 3.349 3.665 3.665 3.850 3.850 3.775 3.775 3.544 3.544 3.663 3.663 3.924 3.924 3.856 3.856
5 Ekebutuhan air bagi tanaman (ET) mm/hr 4.413 3.552 2.922 2.071 4.759 4.737 4.516 3.932 2.244 1.658 1.173 0.000 0.000 4.158 4.058 3.989 3.261 2.375 1.813 1.172 1.962 2.453 2.892 3.535
6 Keb. Air untuk penyiapan lahan (Pd) mm/hr 10.478 10.478 10.138 10.138 9.689 10.585 10.585 9.744
7 Ratio penyiapan lahan 0.250 0.250 0.250 0.250 0.250 0.250 0.250 0.250
8 Keb. Air untuk penyiapan lahan dengan ratio mm/hr 2.619 2.619 2.535 2.535 2.422 2.646 2.646 2.436
9 Perkolasi (P) mm/hr 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500
10 Penggantian lapisan genangan (WLR) mm/hr
WLR1 3.300 3.300 3.300 3.300
WLR2 3.300 3.300 3.300 3.300
WLR3 3.300 3.300 3.300 3.300
Rerata WLR 1.100 1.100 2.200 1.100 1.100 1.100 1.100 2.200 1.100 1.100
11 Ratio luas tanaman 1.000 1.000 0.750 0.250 0.250 0.750 1.000 1.000 1.000 1.000 0.750 0.250 0.000 0.250 0.750 1.000 1.000 1.000 1.000 0.750 0.500 0.750 1.000 1.000
12 Kebutuhan air untuk (ETc + P + WLR) mm/hr 4.413 3.552 2.191 0.518 1.565 5.503 7.116 7.632 4.844 4.258 2.005 0.375 0.000 1.414 4.994 6.589 6.961 4.975 4.413 2.004 1.731 1.840 2.892 3.535
13 Curah hujan efektif (Re) mm/hr 5.507 0.000 1.307 0.747 1.073 0.219 0.700 1.540 0.700 0.263 5.180 4.988 4.650 3.750 7.793 2.756 1.587 1.353 2.053 0.613 0.000 0.000 2.707 2.100
14 Ratio luas hujan efektif (Total ratio) 1.000 1.000 1.000 0.500 0.500 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 0.750 0.500 0.250 0.500 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 0.750 0.500 0.750 1.000 1.000
15 Curah hujan efektif dengan ratio mm/hr 5.507 0.000 1.307 0.373 0.537 0.219 0.700 1.540 0.700 0.263 3.885 2.494 1.163 1.875 7.793 2.756 1.587 1.353 2.053 0.459 0.000 0.000 2.707 2.100
16 Kebutuhan air netto di sawah (NFR) mm/hr 0.000 3.552 3.504 2.764 3.563 7.818 6.416 6.092 4.144 3.995 0.000 0.303 1.484 2.186 0.000 3.833 5.374 3.621 2.360 1.545 1.731 1.840 0.186 1.435
17 Kebutuhan air netto di sawah dalam l/dt/ha l/dt/ha 0.000 0.411 0.405 0.320 0.412 0.905 0.742 0.705 0.479 0.462 0.000 0.035 0.172 0.253 0.000 0.443 0.622 0.419 0.273 0.179 0.200 0.213 0.021 0.166
18 Efisiensi Irigasi (e) 0.650 0.650 0.650 0.650 0.650 0.650 0.650 0.650 0.650 0.650 0.650 0.650 0.650 0.650 0.650 0.650 0.650 0.650 0.650 0.650 0.650 0.650 0.650 0.650
19 Kebutuhan air irigasi di intake (Dr) l/dt/ha 0.000 0.632 0.624 0.492 0.634 1.392 1.142 1.084 0.738 0.711 0.000 0.054 0.264 0.389 0.000 0.682 0.957 0.645 0.420 0.275 0.308 0.327 0.033 0.255

36 / 55
UNIVERSITAS BENGKULU IRIGASI DAN BANGUNAN AIR 2018

4.3 Penyiapan lahan


Penyiapan lahan adalah merupakan pekerjaan pengolahan tanah secara basah mulai
dari pemberian air yang pertama, membersihkan jerami dan akar-akar sisa tanaman
padi yang lalu sampai siap ditanami. Tanah permukaan dibajak atau dicangkul
sedalam 20 – 30 cm agar tanah menjadi lunak dan membalikkan permukaan,
kemudian digemburkan lalu dibuat rata dan siap untuk ditanami bibit padi yang
diambil dari tempat persemaian.

Lama pekerjaan penyiapan lahan tergantung jumlah tenaga kerja, hewan dan
peralatan yang digunakan serta faktor-faktor sosial setempat. Biasanya Pengolahan
lahan dilakukan sebelum masa tanam padi dan berlangsung selama 30 – 45 hari.
Untuk penyiapan lahan digunakan rumus empiris v d Goor dan Zijlstra.
M .e k
Pd  k

e 1 

Dengan :
Pd = Kebutuhan air irigasi di tingkat persawahan pada saat pengolahan lahan
(mm/hari)
M = Kebutuhan air untuk mengganti/mengkompensasi air yang hilang akibat
evaporasi air terbuka selama penyiapan lahan (1.1 x ETo) dan akibat
perkolasi, atau M = (1.1 x ETo) + P, dalam mm/hari.
K = MT/S
T = Jangka waktu penyiapan lahan (hari)
S = Kebutuhan air untuk penjenuhan ditambah dengan lapisan air 50 mm
e = Bilangan dasar dalam logaritma 2,7183

Tabel perhitungan kebutuhan air untuk penyiapan lahan adalah seperti tabel 3 berikut:

37 / 55
UNIVERSITAS BENGKULU IRIGASI DAN BANGUNAN AIR 2018

Kebutuhan Air untuk Penyiapan Lahan pada Daerah Irigasi Kampung Baru

No. Hitungan Satuan Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des Keterangan

1 ETo mm/hari 3.67 3.85 3.78 3.54 3.66 3.92 3.86 4.69 4.60 4.41 4.27 3.35 - Perhitungan kebutuhan air
2 1,1 . Eo mm/hari 4.03 4.23 4.15 3.90 4.03 4.32 4.24 5.16 5.06 4.85 4.70 3.68 untuk penyiapan lahan
3 P mm/hari 1.50 1.50 1.50 1.50 1.50 1.50 1.50 1.50 1.50 1.50 1.50 1.50 dengan metode :
4 M = 1.1. ETo + P mm/hari 5.53 5.73 5.65 5.40 5.53 5.82 5.74 6.66 6.56 6.35 6.20 5.18 V d Goor dan Zijlstra
5 T hari 31.00 28.00 31.00 30.00 31.00 30.00 31.00 31.00 30.00 31.00 30.00 31.00
6 S mm/hari 200.00 200.00 200.00 200.00 200.00 200.00 200.00 200.00 200.00 200.00 200.00 200.00 - e = 2.7183
7 k = M.T - 0.86 0.80 0.88 0.81 0.86 0.87 0.89 1.03 0.98 0.98 0.93 0.80
S - Pd = Kebutuhan air untuk
k
8 e - 2.33 2.18 2.38 2.20 2.33 2.37 2.42 2.81 2.68 2.67 2.53 2.18 penyiapan lahan.
k
9 e -1 - 1.33 1.18 1.38 1.20 1.33 1.37 1.42 1.81 1.68 1.67 1.53 1.18
10 Pd = M . ek mm/hari 9.69 10.58 9.74 9.89 9.69 10.06 9.79 10.35 10.48 10.14 10.26 9.56
ek - 1

Keterangan :
- ETo = Evapotranspirasi Potensial yang dihitung dengan metode Penman
- 1.1. ETo = Evaporasi pada permukaan air bebas, diambil 1.1 x Eto.
- P = Perkolasi
- M = Kebutuhan air sebagai pengganti akibat evaporasi dan perkolasi
- T = Waktu Penyiapan Lahan
- S = Air yang dibutuhkan untuk penjenuhan ditambah dengan 50 mm

38 / 55
UNIVERSITAS BENGKULU IRIGASI DAN BANGUNAN AIR 2018

4.4 Perkolasi
Kehilangan air di sawah diperhitungkan karena adanya rembesan air dari daerah tidak
jenuh ke daerah jenuh air (perkolasi). Besarnya perkolasi dipengaruhi oleh beberapa
faktor antara lain :
- Tekstur tanah
Makin besar tektur tanah makin besar angka perkolasinya dan sebaliknya.
- Permeabilitas tanah, makin besar permeabilitasnya, makin kecil perkolasi yang
terjadi.
- Tebal lapisan tanah bagian atas
Makin tipis lapisan tanah bagian atas makin kecil angka perkolasinya.
- Letak permukaan air tanah

Makin dangkal air tanah makin kecil angka perkolasinya. Perkolasi dapat mencapai 1–3
mm per hari.

4.5 Penggantian Lapisan Air


Penggantian lapisan air dilakukan setelah kegiatan pemupukan yang telah di-
jadwalkan. Jika tidak ada penjadwalan semacam itu, maka penggantian lapisan air
tersebut dilakukan sebanyak 2 kali, masing-masing 50 mm per 15 hari (3,33 mm/hari
selama setengah bulan). Selama 1 dan 2 bulan setelah awal tanam.

4.6 Efisiensi Irigasi


Efisiensi irigasi (e) adalah angka perbandingan jumlah debit air irigasi terpakai dengan
debit yang dialirkan; dan dinyatakan dalam prosen (%). Untuk tujuan perencanaan,
dianggap seperempat atau sepertiga dari jumlah air yang diambil akan hilang sebelum
air itu sampai di sawah. Kehilangan ini disebab-kan oleh kegiatan eksploitasi, evaporasi
dan rembesan. Efisiensi irigasi keseluruhan rata-rata berkisar antara 59 % - 73 %. Oleh
karena itu kebutuhan bersih air di sawah (NFR) harus dibagi effsiensi irigasi untuk
memperoleh jumlah air yang dibutuhkan di intake.

- Saluran tersier, kehilangan air = 20%, sehingga efisiensi  80 %


- Saluran sekunder, kehilangan air 10 %, sehingga efisiensi  90 %
- Saluran utama, kehilangan air 10 %, sehingga efiseiensi  90 %

39 / 55
UNIVERSITAS BENGKULU IRIGASI DAN BANGUNAN AIR 2018

Efisiensi secara keseluruhan dihitung sebagai berikut = efisiensi jaringan tersier (60%) x
efisiensi jaringan sekunder (90%) x efisiensi jaringan primer (90%), sehingga efisiensi
irigasi secara keseluruhan  65 %.

Ringkasan kebutuhan air irigasi di intake

Tengah Kebutuhan Air Pada Alternatif (l/det/ha)


No Bulan
Bulanan I II III IV V VI VII VIII IX X XI XII
I 0.000 0.000 0.230 0.213 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.337 0.382 0.201
1 Januari
II 0.054 0.000 0.371 0.416 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.012 0.264 0.230
I 0.264 0.000 0.094 0.359 0.309 0.210 0.057 0.000 0.011 0.134 0.461 0.543
2 Pebruari
II 0.389 0.204 0.134 0.622 0.703 0.268 0.000 0.067 0.000 0.000 0.254 0.519
I 0.000 0.087 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.305 0.000
3 Maret
II 0.682 0.436 0.255 0.305 0.786 0.832 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.422
I 0.957 1.014 0.370 0.140 0.603 0.847 0.536 0.000 0.000 0.000 0.000 0.534
4 April
II 0.645 0.889 0.557 0.387 0.534 0.998 1.055 0.378 0.212 0.312 0.096 0.171
I 0.420 0.893 0.782 0.301 0.000 0.378 0.630 0.413 0.000 0.000 0.000 0.000
5 Mei
II 0.275 0.791 1.043 0.619 0.443 0.677 1.149 1.195 0.150 0.000 0.000 0.000
I 0.308 0.809 0.993 1.049 0.370 0.136 0.622 0.892 0.549 0.780 0.657 0.524
6 Juni
II 0.327 0.368 0.731 1.002 0.603 0.415 0.609 1.102 1.158 0.526 0.529 0.640
I 0.033 0.064 0.701 0.950 0.996 0.350 0.110 0.582 0.848 0.517 0.281 0.163
7 Juli
II 0.255 0.041 0.289 0.821 1.087 0.637 0.452 0.701 1.189 1.235 0.326 0.146
I 0.000 0.000 0.000 0.721 1.045 1.099 0.365 0.114 0.641 0.964 0.562 0.000
8 Agustus
II 0.632 0.766 0.392 0.284 0.867 1.190 0.675 0.449 0.721 1.272 1.326 0.555
I 0.624 0.496 0.340 0.201 0.735 1.180 1.241 0.408 0.222 0.779 1.096 0.638
9 September
II 0.492 0.263 0.394 0.116 0.297 0.879 1.195 0.688 0.467 0.735 1.279 1.341
I 0.634 0.800 0.712 0.563 0.317 0.812 1.189 1.240 0.403 0.245 0.797 1.101
10 Oktober
II 1.392 0.243 0.002 0.127 0.000 0.359 0.949 1.253 0.710 0.498 0.812 1.341
I 1.142 0.661 0.586 0.482 0.338 0.207 0.565 1.234 1.292 0.425 0.289 0.848
11 November
II 1.084 1.137 0.401 0.293 0.415 0.145 0.177 0.698 0.992 0.592 0.386 0.565
I 0.738 0.968 0.591 0.709 0.560 0.447 0.283 0.711 1.082 1.129 0.394 0.250
12 Desember
II 0.711 1.160 1.207 0.493 0.451 0.546 0.279 0.308 0.815 1.046 0.630 0.469
Max 1.392 1.160 1.207 1.049 1.087 1.190 1.241 1.253 1.292 1.272 1.326 1.341

40 / 55
UNIVERSITAS BENGKULU IRIGASI DAN BANGUNAN AIR 2018

BAB V
DESAIN HIDRAULIK BENDUNG TETAP

5.1. Soal

Lebar sungai = 52,00 meter

Tinggi muka air = 2,80 m

Debit = 3600 m3/dt

Elevasi MAT di sawah + 152,20

Tanah terjauh berjarak 560,00 meter dari lokasi bendung.

Kemiringan tanah sama dengan


kemiringan dasar sungai.

Luas sawah 4200 ha, pemberian air


1,5 lt/dt/ha. Tanah sedikit berpasir.
Rencanakan bendung tetap di sungai
tersebut agar dapat mengairi sawah!

41 / 55
UNIVERSITAS BENGKULU IRIGASI DAN BANGUNAN AIR 2018

5.2. Tahap-Tahap Desain

Dalam desain hidraulik bendung tetap ada beberapa tahap-tahap yang harus
dilakukan, yaitu sebagai berikut.

1) Data awal seperti debit banjir desain sungai, debit penyadapan ke intake,
keadaan hidraulik sungai, tinggi muka air sungai saat banjir, elevasi lahan
yang akan diairi telah diketahui.
2) Perhitungan untuk penentuan elevasi mercu bendung.
3) Penentuan panjang mercu bendung.
4) Penetapan ukuran lebar pembilas dan lebar pilar pembilas.
5) Perhitungan penentuan ketinggian elevasi muka air banjir di udik
bendung.
6) Penetapan ukuran mercu bendung dan tubuh bendung.
7) Perhitungan dimensi hidraulik bangunan intake.
8) Penetapan dimensi hidraulik bangunan pembilas.
9) Penetapan tipe, bentuk dan ukuran bangunan peredam energi.
10) Perhitungan panjang lantai udik bendung.
11) Penetapan dimensi tembok pangkal, tembok sayap udik dan tembok
sayap hilir dan sebagainya.

5.3. Perhitungan Hidraulik Bendung

5.3.1. Perhitungan penentuan elevasi mercu bendung

Mercu bendung yang digunakan dalam desain ini adalah mercu


bulat. Perhitungan penentuan elevasi mercu bendung dengan
memperhatikan faktor ketinggian elevasi sawah tertinggi yang akan diairi.

Sawah yang akan diairi + 152,20

Tinggi air di sawah 0,37

Kehilangan tekanan

- Dari saluran tersier ke sawah 0,37

- Dari saluran sekunder ke hilir 0,37

- Dari saluran induk ke sekunder 0,37

42 / 55
UNIVERSITAS BENGKULU IRIGASI DAN BANGUNAN AIR 2018

- Akibat kemiringan saluran 0,42

- Akibat bangunan ukur 0,67

- Dari intake ke saluran induk/kantong sedimen 0,47

- Bangunan lain, antara lain kantong sedimen 0,52

Eksploitasi 0,37

Elevasi mercu bending + 156,20

Gambar 5.1. Penentuan Elevasi Mercu Bendung

5.3.2. Penentuan panjang mercu bendung

Panjang mercu bendung ditentukan 1,2 kali lebar sungai rata-rata. Panjang mercu
bendung = 1,2 * 52 m = 62 m

5.3.3. Penentuan lebar lubang dan pilar pembilas

Untuk sungai yang lebarnya kurang dari 100 meter, lebar bangunanpembilas diambil 1/10
kali dari lebar bentang bendung. Lebar bangunan pembilas = 1/10 * 52 m = 5,2 m

43 / 55
UNIVERSITAS BENGKULU IRIGASI DAN BANGUNAN AIR 2018

Lebar satu lubang maksimal 2,50 m untuk kemudahan operasi pintu dan jumlah
lubang tidak lebih dari tiga buah.

Pembilas dibuat 2 buah, masing-masing 2,50 m. Pintu pembilas ditetapkan 2 buah


dengan lebar masing-masing pilar 1,50 m.

5.3.4.Perhitungan panjang mercu bendung efektif

Panjang mercu bendung efektif dihitung dengan menggunakan rumus:

Be = Bb – 2 (n * Kp + Ka) He

dimana: Be : panjang mercu bendung efektif, m

Bb : panjang mercu bendung bruto, m

n : jumlah pilar pembilas

Kp : koefisien kontraksi pilar = 0,01

Ka : koefisien kontraksi pangkal bendung = 0,10

He : tinggi energi, m

Panjang mercu bendung efektif:

Be = Bb – 2 (n * Kp + Ka) He

=62 – 2 (2 * 0,01 + 0,10) He


= 62 – 0,24 He
5.3.4. Perhitungan tinggi muka air banjir di udik bending

Elevasi muka air banjir di udik bendung dapat diketahui dengan menghitung tinggi
energi dengan menggunakan rumus berikut.

Qd = C * Be * He3/2

dimana: Qd : debit banjir sungai rencana = 3600 m3/dt

C : koefisien debit pelimpah : 3,97 ( He/Hd)0,12 = 3,97 (dimana He = Ha)

(Open Channel Hydraulic, Ven Te Chow hal. 369)

Be : panjang mercu bendung efektif

He : tinggi energi, m

44 / 55
UNIVERSITAS BENGKULU IRIGASI DAN BANGUNAN AIR 2018

Perhitungan dilakukan dengan cara trial & error.

- Langkah I, diasumsikan nilai Be = 61,50 m He = (Qd / C *


Be)2/3
He = (3600 / 3,97 * 61,50)2/3 = 6,013 m

- Langkah II, diasumsikan nilai Be = 62,00 m He = (3600 /


3,97 * 62,00)2/3 = 5,980 m
- Langkah II, diasumsikan nilai Be = 62,50 m
He = (3600 / 3,97 * 62,50)2/3 = 5,948 m
Nilai He diambil 6,0 meter, sehingga:

Be = 62 – 0,24 He

=62 – 0,24 * 6,0


=60,56 m ≈ 61,00 m
Tinggi tekanan (desain head)

Ha = He – (V2 / 2g)

Ha = He = 6,0 m (V2 / 2g diabaikan)

Kesimpulan:

- Tinggi muka air banjir di udik bendung = Ha = 6,0 m


- Elevasi muka air banjir = + 156,20 + 6,0 = + 162,20

5.3.5. Penentuan nilai jari-jari mercu bendung

Nilai jari-jari mercu bendung untuk pasangan batu berkisar antara 0,3 s.d 0,7 kali
dari Ha dan untuk mercu bendung dari beton nilai jari-jarinya antara 0,1 s.d 0,7 kali Ha.

Mercu bendung yang digunakan adalah pasangan batu, dan nilainya diambil 0,3H sehingga:

Jari-jari mercu bendung = 0,3 * 6,0 m = 1,8

45 / 55
UNIVERSITAS BENGKULU IRIGASI DAN BANGUNAN AIR 2018

5.3.6. Resume perhitungan hidraulik bendung

Debit sungai (Q) 3600 m3/dt

Mercu bending Mercu bulat dari

pasangan batu

Jari-jari mercu bendung 1,80 m

Elevasi mercu bendung + 156,20

Panjang mercu bendung efektif 61,00 m

Tinggi muka air di udik 6,00 m

Elevasi muka air banjir + 162,20

Tipe peredam energi MDO

Panjang lantai 14,00 m

Kedalaman lantai peredam energi 9,50 m

Lebar bukaan pintu intake 2 * 2,00 m

Tinggi bukaan lubang intake 1,20 m

Diameter partikel sedimen yang masuk ke intake 26,00 mm

Tipe bangunan ukur pada intake Crum de Gruyter

Lebar pintu bangunan ukur pada intake 2 * 2,90 m

Elevasi dekzerk tembok pangkal dilukis mercu + 163,70

Elevasi dekzerk tembok pangkal hilir mercu + 162,00

Panjang tembok sayap hilir 15,00 m

46 / 55
UNIVERSITAS BENGKULU IRIGASI DAN BANGUNAN AIR 2018

Gambar 5.2. Bentuk dan Ukuran Mercu Bendung

5.4. Perhitungan Dimensi Peredam Energi

` 5.4.1. Pemilihan tipe peredam energi

Sungai di daerah ini mengandung tanah yang sedikit berpasir sebagai angkutan
sedimen, maka bangunan peredam energi yang dipilih yaitu lantai datar dengan
ambang akhir berkotak-kotak atau Tipe MDO.

5.4.2. Desain dimensi peredam energi

- Kedalaman air di hilir: D2 = Y


Q = C * L* Y3/2
Q = 3600 m3/dt

C = 2,10 (diperkirakan)

L = bentang sungai rata-rata di hilir = 70 m

Y = (Q/ C * L)2/3
= (3600 / 2,10 * 70) 2/3
= 8,40 m

- Kecepatan awal loncat air (v1) v1 =[2g (1/2 Ha + P)]1/2


= [2 * 9,81 m/dt2 (1/2 6,0 m + 4,2 m)] ½
= 11,885 m/dt

47 / 55
UNIVERSITAS BENGKULU IRIGASI DAN BANGUNAN AIR 2018

- Debit desain persatuan lebar (q) q = Q / Be


= 3600 / 61
= 60 m3/dt/m
- Perbedaan tinggi muka air di udik dan hilir (z)
V1 = √(2g*z)

13,065 = √(2 * 9,81*z)

13,065 = 4,43 √z

√z = 13,065 / 4,43

z = 8,7025 m
- Parameter energi (E) E = q / √(gz3)
= 60 / √(9,81 * 8,70253)
= 0,7462
- Panjang lantai dan kedalaman lantai peredam energi
E = 0,7462 L/D2 = 1,70 (Grafik MDO)

L = 1,70 * 8,40 = 14,00 m

E = 0,7462 D/D2 = 1,13 (Grafik MDO)

D = 1,13 * 8,40 = 9,50 m

Gambar 5.3. Grafik MDO - Direktorat Penyelidikan Masalah Air

48 / 55
UNIVERSITAS BENGKULU IRIGASI DAN BANGUNAN AIR 2018

- Tinggi ambang akhir


a = 0,3 D2 = 0,3 * 8,40 = 2,52 m

- Lebar ambang akhir


b=2a = 2 * 2,52 = 5,04 m

Gambar 5.4. Bentuk dan Ukuran Peredam Energi Bendung

5.5. Perhitungan Hidraulik Bangunan Intake

5.5.1. Bentuk intake

Intake didesain dengan bentuk biasa dengan luang pengaliran terbuka


dilengkapi dengan dinding banjir. Arah intake terhadap sumbu sungai dibuat
tegak lurus. Lantai intake tanpa kemiringan dengan elevasi lantai sama tinggi
dengan elevasi pelat undersluice.

5.5.2. Dimensi lubang intake

Dimensi lubang intake dihitung dengan rumus berikut.

Qi = μ b a √(2gz)

dimana:

Qi : debit intake = 12,3 m3/dt

M : koefisien debit = 0,85


B : lebar bukaan, m
A : tinggi bukaan, m

49 / 55
UNIVERSITAS BENGKULU IRIGASI DAN BANGUNAN AIR 2018

G : percepatan gravitasi = 9,81 m/dt2

Z : kehilangan tinggi energi pada bukaan = 0,47

Perbandingan antara lebar bukaan dan tinggi bukaan ditetapkan 2 : 1


(pendekatan). Tinggi bukaan dihitung dari gambar 5 sehingga diperoleh nilai
sebesar 1,20 m.

Qi = μ b a √(2gz)

12,3 = 0,85 * b * 1,20 √(2 * 9,81 * 0,47)

12,3 = 3,10 b

b = 4,00 m

b diambil 4,00 meter, dibuat 2 bukaan sehingga lebar pintu 2 * 2 m

Kesimpulan:

- Lebar bukaan pintu intake: 2 * 2,00 m


- Tinggi bukaan lubang intake: 1,20 m

50 / 55
UNIVERSITAS BENGKULU IRIGASI DAN BANGUNAN AIR 2018

5.5.3. Penetapan dimensi hidraulik bangunan pembilas

Bangunan pembilas direncanakan dengan undersluice lurus.

Dimensi lubang undersluice:

- Lebar lubang = 2,50 m

- Tinggi lubang = 1,25 m

- Lebar mulut = 11,0 m

- Lebar pilar = 1,50 m

- Undersluice dibagi 2 bagian

Gambar 5.5. Bentuk Denah Pembilas Bendung

5.5.4. Perhitungan bangunan ukur pada intake

Tipe bangunan ukur pada intake yang dipilih yaitu jenis Crum de
Gruyter, karena debit intake besar.

Q = Cd * B * Y √[2 g (H * Y)]
K = Y / H atau Y = 0,63 H

Q = 0,94 B * 0,63 H √[2 * 9,81 (H – 0,63 H)]


= 0,5922 B H √(7,252 H)
= 0,5922 B H * 2,70 √H
= 1,595 B H3/2 Qmax

51 / 55
UNIVERSITAS BENGKULU IRIGASI DAN BANGUNAN AIR 2018

B = Qmax / 1,595 H3/2


= 5,87 m ≈ 5,80 m

Pintu dibuat 2 buah dengan lebar bukaan masing-masing 2,90 m

- Perhitungan kehilangan tekanan


Anggapan Qmax / Qmin = γ = 3

h / H = 0,495 (diperoleh dari grafik)

Ymin / H = 0,140 (diperoleh dari grafik)

Jadi, h = 0,495 H = 0,495 * 1,20 = 0,6 m

- Bukaan pintu minimum (Ymin)


Ymin = 0,140 * 1.20 = 0,17 m
- Bukaan pintu maksimum (Ymax)
Ymax = 0,60 * 1,20 = 0,72 m

Gambar5.6. Parameter Hidraulik di Intake Saluran

52 / 55
UNIVERSITAS BENGKULU IRIGASI DAN BANGUNAN AIR 2018

5.6. Perhitungan Panjang Lantai Udik

Rumus yang digunakan berdasarkan Teori Lane’s:

L = Lv + 1/3 LH

Dimana :

L : Panjang total rayapan

Lv : Panjang vertical rayapan

LH : Panjang horizontal rayapan

∆H : kehilangan tekanan

dalam desain ini diambil nilai: L / ∆H = 4

Perhitungan dilakukan dengan kondisi tidak ada aliran dari udik, sehingga:

Q = 0, jadi:

∆H = 156,20 – 135,20 = 21,00 m

Panjang rayapan seharusnya: Lb > 4 * 21,00 = 84,00 m

Berdasarkan gambar 8 diperoleh:

LV = 2,5 + (6 * 1,5) + 3,80 + 1,5 + (2 *2,00) + 4,25 + 1,98 = 28,57 m


LH = = 35,42 m

Lp = LV + 1/3 LH = 28,57 + 1/3 35,42 =40,38 m


Jadi Lb yang dibutuhkan = 28,0 m Lp = 84,00 m
> Lb = 28,0m

Panjang lantai udik cukup memadai

53 / 55
UNIVERSITAS BENGKULU IRIGASI DAN BANGUNAN AIR 2018

5.7. Penentuan Dimensi Tembok Pangkal dan Tembok Sayap

5.7.1. Tembok pangkal

a. Ujung tembok pangkal bendung tegak ke arah hilir ditempatkan


di tengah-tengah panjang lantai peredam energi. Dalam desain
ini, panjang dari mercu bendung sampai dengan ujung ambang
akhir yaitu 18,00 m. Jadi ujung tembok pangkal bendung tegak
ke arah hilir panjangnya 9,00 m.
b. Panjang pangkal tembok bendung tegak bagian udik dihitung
dari mercu bendung, diambil sama dengan panjang lantai
peredam energi yaitu 10,00 m.
c. Elevasi dekzerk tembok pangkal dilukis mercu:
Elevasi mercu bendung + Ha + jagaan = +156,20 + 6,0 m + 1,50
m = + 163,70

d. Elevasi dekzerk tembok pangkal hilir mercu:


Elevasi dasar sungai + D2 + jagaan = +152,00 + 8,40 m + 1,50 m
= + 162,00

5.7.2. Tembok sayap

a. Panjang tembok sayap hilir;


Lsi = 1,5 Ls = 1,5 * 10,0 m = 15,0 m

b. Elevasi dekzerk tembok sayap hilir: + 162,00

Gambar 5.7. Bentuk dan Ukuran Pondasi Bendung

54 / 55
UNIVERSITAS BENGKULU IRIGASI DAN BANGUNAN AIR 2018

DAFTAR PUSTAKA

1. Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2006 Tentang Irigasi


2. Standar Perencanaan Irigasi (KP 2010)
3. http://ganiblopost.blogspot.co.id/2014/07/makalah-irigasi-dan-bangunan-air-
teknik.html
4. https://www.scribd.com/doc/219851268/Tugas-Makalah-Struktur-Bangunan-Irigasi
5. https://www.scribd.com/document/368820554/makalah-jaringan-irigasi
6. https://www.academia.edu/28662867/Makalah_Irigasi_Kelompok
7. https://sekarmadjapahit.wordpress.com/2012/01/30/tanam-padi-sistem-jajar-
legowo/
8. https://www.slideshare.net/LodsObell/peta-irigasi
9. https://www.slideshare.net/LodsObell/peta-irigasi
10. http://www.ebiologi.net/2016/03/siklus-hidrologi-pengertian-proses.html
11. https://kabartani.com/pengairan-tanaman-padi-yang-baik-dan-benar.html
12. https://www.ilmutekniksipil.com/bangunan-air/analisis-kebutuhan-air-irigasi
13. http://yudhacivilizer.blogspot.com/2012/01/perkolasi.html
14. https://fajarsumatera.co.id/tanaman-palawija-masih-menjadi-primadona-petani-
tubabar/

55 / 55

Anda mungkin juga menyukai