PENGELOLAAN KEKERINGAN
Dissemination Unit Of Water Resources
Management and Technology
(DUWRMT)
KATA PENGANTAR
Modul Pelatihan Pengelolaan Kekeringan ini merupakan salah satu bahan ajar
bidang River Basin Water Allocation Management di DUWRMT, yang termasuk
pada kompetensi tingkat-3.
Modul ini memberikan pembelajaran dan bekal kepada peserta pelatihan tentang
istilah-istilah dan definisi dalam Pengelolaan Kekeringan sesuai dengan Peraturan
Perundang-undangan yang berlaku pada waktu ini, antara lain:
a) Undang-Undang RI. No.7, Th 2004, tentang Sumber Daya Air yang berkaitan
dengan Pengelolaan Kekeringan.
b) Undang-undang R.I. No. 24, Tahun 2007, Tentang Penanggulangan
Bencana, yang berkaitan dengan Pengelolaan Kekeringan.
c) Rancangan Peraturan Menteri PU., Tentang Pedoman Pengelolaan
Kekeringan.
Semoga modul ini dapat bermanfaat, terutama bagi peningkatan kapasitas SDM
Lembaga Pengelola Wilayah Sungai Di Indonesia.
DAFTAR ISI
TINJAUAN MATERI
Selain membahas dari bahan modul pelatihan ini, diharapkan dalam pelatihan
ada pembahasan tentang permasalahan Pengelolaan Kekeringan, yang ada
pada masing-masing Instansi / Badan Pengelola Sumber Daya Air di Wilayah
Sungai di Indonesia.
BAB I
ISTILAH-ISTILAH DAN PENGERTIAN PENGELOLAAN KEKERINGAN
17. Prasarana sumber daya air adalah bangunan air beserta bangunan lain
yang menunjang kegiatan pengelolaan sumber daya air, baik langsung
maupun tidak langsung.
18. Irigasi adalah usaha penyediaan, pengaturan dan pembuangan air
irigasi untuk menunjang pertanian, yang jenisnya meliputi irigasi air
permukaan, irigasi rawa, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa, dan
irigasi tambak.
19. Pola tanam adalah pengaturan waktu, jenis dan intensitas tanam
disertai penggunanaan air yang efisien untuk memperoleh produksi
optimal.
20. Ketersediaan air adalah jumlah air yang tersedia pada sumber air.
21. Kebutuhan air adalah jumlah air yang dibutuhkan untuk berbagai
penggunaan.
22. Daerah layanan adalah daerah yang mendapatkan pelayanan air dari
suatu sumber air.
23. Pemerintah pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden
Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara
Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara R.I.
Tahun 1945.
24. Pemerintah Daerah adalah Gubernur / Bupati dan perangkat daerah
lainnya sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
25. Dinas adalah organisasi pemerintahan tingkat provinsi atau kabupaten /
kota yang memiliki lingkup tugas dan tanggung jawab di bidang
sumberdaya air.
26. Masyarakat adalah seluruh rakyat Indonesia, baik sebagai orang
perseorangan, kelompok orang, masyarakat adat, badan usaha,
maupun yang berhimpun dalam suatu lembaga atau organisasi
kemasyarakatan.
27. Dewan SDA wilayah sungai atau dengan nama lain yang selanjutnya
disebut Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai
atau TKPSDAWS adalah wadah koordinasi pengelolaan sumber daya
air pada wilayah sungai.
28. Dewan SDA Provinsi atau dengan nama lain adalah wadah koordinasi
pengelolaan sumber daya air ditingkat provinsi.
29. Dewan SDA Kabupaten / Kota atau dengan nama lain adalah wadah
koordinasi pengelolaan sumber daya air ditingkat Kabupaten / Kota.
30. Dewan SDA wilayah sungai lintas Provinsi, atau dengan nama lain
yang selanjutnya disebut Tim Koordinasi Pengelolaan SDA Wilayah
Sungai Lintas Provinsi atau TKPSDA WS lintas Provinsi, adalah wadah
koordinasi pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas
Provinsi.
31. Regulator pengelolaan sumber daya air, adalah Instansi Pemerintah/
Pemerintah Daerah yang berhak untuk mengatur penyelenggaraan
alokasi air pada wilayah daerah/ wilayah sungai tertentu, sesuai
dengan kewenangannya, dengan mengeluarkan seperangkat aturan-
aturan yang ditetapkan dengan Peraturan Desa, Peraturan Daerah
Kabupaten, Peraturan Daerah provinsi, Peraturan Menteri, Peraturan
Pemerintah/ Peraturan Presiden.
32. Operator pengelolaan sumber daya air, adalah Badan/ Lembaga/
Instansi Pemerintah yang melaksanakan operasional penyelenggaraan
alokasi air dengan penyediaan dan pembagian air dari sumber air
diwilayah sungai dengan berpedoman dari Pola Operasi Sumber air
yang telah ditetapkan oleh PTPA/ TKPSDAWS.
33. Pelanggan / pengguna air adalah pihak yang yang memakai/
memanfaatkan/ menggunakan air dari sumber air menurut bagian/ izin
yang telah ditetapkan oleh regulator/ pemerintah, untuk keperluan
tertentu,(air irigasi, air baku air minum, air industri, air-ketenagaan,dll.)
digunakan untuk sosial maupun non sosial/ profit.
34. Konservasi air adalah upaya memelihara keberadaan, keberlanjutan
keadaan dan fungsi air agar senantiasa tersedia dalam kuantitas dan
kualitas yang memadai untuk memenuhi kebutuhan makhluk hidup baik
pada waktu sekarang maupun generasi yang akan datang.
35. Mutu air adalah kondisi kualitas air yang diukur dan atau diuji
berdasarkan parameter-parameter tertentu dan metoda tertentu
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
57. Puso adalah kondisi gagal panen lebih besar atau sama dengan 80%.
58. Satuan Tugas Penanggulangan Bencana (SATGAS PB) adalah
wadah koordinasi penanggulangan bencana di lingkungan Departemen
Pekerjaan Umum.
Bencana alam kekeringan ini biasanya terjadi pada musim kemarau yang
berkepanjangan dalam jangka satu musim kemarau atau lebih panjang.
Selama musim kemarau jumlah curah hujan sangat sedikit, maka jumlah
volume air yang tertampung di sungai, waduk, danau, telaga, embung/
waduk lapangan sangat kurang, sehingga tidak dapat mencukupi kebutuhan
air untuk kehidupan manusia, serta kebutuhan untuk irigasi, perindustrian,
perikanan, dan lain-lain.
Pasal 22
(1) Pengawetan air ditujukan untuk memelihara keberadaan dan ketersediaan
air atau kuantitas air, sesuai dengan fungsi dan manfaatnya.
(2) Pengawetan air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan
cara:
a. menyimpan air yang berlebihan di saat hujan untuk dapat
dimanfaatkan pada waktu diperlukan;
b. menghemat air dengan pemakaian yang efisien dan efektif; dan/atau
c. mengendalikan penggunaan air tanah.
Pasal 24
Setiap orang atau badan usaha dilarang melakukan kegiatan yang
mengakibatkan rusaknya sumber air dan prasarananya, mengganggu upaya
pengawetan air, dan/atau mengakibatkan pencemaran air.
4. Pasal-pasal dalam Undang - Undang R.I. No. 24, Tahun 2007, Tentang
Penanggulangan Bencana, berkaitan dengan Pengelolaan Kekeringan
Pasal 3
(1) Penanggulangan bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
berasaskan:
a. kemanusiaan; b. keadilan; c. kesamaan kedudukan dalam hukum
dan pemerintahan; d. keseimbangan, keselarasan, dan keserasian; e.
ketertiban dan kepastian hukum; f. kebersamaan; g. Kelestarian
lingkungan hidup; dan h. ilmu pengetahuan dan teknologi.
(2) Prinsip-prinsip dalam penanggulangan bencana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2, yaitu:
a. cepat dan tepat; b. prioritas; c.koordinasi dan keterpaduan,
d. berdaya guna dan berhasil guna; e. transparansi dan akuntabilitas;
f. kemitraan, g. pemberdayaan; h. non-diskriminatif; dan i. non-proletisi.
Pasal 4
Penanggulangan bencana bertujuan untuk:
a. memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman bencana;
b. menyelaraskan peraturan perundang-undangan yang sudah ada;
c. menjamin terselenggaranya penanggulangan bencana secara
terencana, terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh;
d. menghargai budaya lokal;
e. membangun partisipasi dan kemitraan publik serta swasta;
f. mendorong semangat gotong royong, kesetia-kawanan, dan
kedermawanan;
Pengawetan air
Pasal 61
Pasal 62
(1) Menteri atau menteri yang terkait dengan bidang sumber daya air atau
pemerintah daerah melakukan upaya penghematan air guna mencegah
terjadinya krisis air.
(2) Upaya penghematan dapat dilakukan dengan cara:
a. Menerapkan tarif penggunaan air yang bersifat progresif;
b. Menggunakan air secara efisien dan efektif untuk segala macam
kebutuhan;
BAB II
PEDOMAN PENGELOLAAN KEKERINGAN
1. Deskripsi singkat
b) Tingkat Kekeringan
1) Kekeringan Alamiah:
1. Kekeringan meteorologis,
Intensitas kekeringan meteorologis adalah sebagai berikut :
Ringan (curah hujan di bawah normal) :
apabila curah hujan antara 70% - 85% dari normal.
Sedang (curah hujan jauh di bawah normal) :
apabila curah hujan 50% - 70% dari normal.
Berat (curah hujan sangat jauh di bawah normal) :
apabila curah hujan < 50% dari normal.
2. Kekeringan pertanian
Intensitas kekeringan pertanian dinilai berdasarkan persentase
bagian daun yang kering untuk tanaman padi :
Ringan: apabila daun kering dimulai pada bagian ujung daun.
Sedang:apabila - 2/3 daun kering dimulai pada bagian
ujung daun,
Berat (puso): apabila semua bagian daun kering.
3. Kekeringan hidrologis
Intensitas kekeringan hidrologis adalah sebagai berikut :
Ringan :
- Sungai : apabila debit sungai rata-rata bulanan yang
tersedia antara Q90 sampai dengan Q80 .
- Waduk/embung : apabila elevasi tinggi muka air waduk/
embung berada pada elevasi pola kering.
Sedang :
- Sungai : apabila debit sungai rata-rata bulanan yang
tersedia antara Q95 sampai dengan Q90 .
- Waduk/embung : apabila elevasi tinggi muka air waduk/
embung berada di antara elevasi
pola kering dan elevasi minimal operasi.
Berat :
- Sungai : apabila debit sungai rata-rata bulanan yang
tersedia lebih kecil dari Q95.
b) Tingkat daerah
Tingkat provinsi dilaksanakan oleh Badan Penanggulangan Bencana
(BPB) Provinsi dan Dewan Sumber Daya Air Provinsi (DSDA-Prov).
Tingkat kabupaten dilaksanakan oleh Badan Penanggulangan
Bencana (BPB) Kabupaten/Kota dan Dewan Sumber Daya Air
Kabupaten/Kota (DSDA-Kab/Kota).
Fungsi Koordinasi
a) Tingkat nasional
1) Fungsi Badan Nasional Penaggulangan Bencana (BNPB)
Dalam penyelenggaraan fungsi koordinasi dalam kegiatan
tanggap darurat untuk memitigasi bencana kekeringan BNPB
berlandaskan kepada UU No. 24 Tahun 2007.
2) Fungsi Dewan Sumber Daya Air Nasional (DSDA-N)
Dalam penyelenggaraan fungsi koordinasi dalam kegiatan
prakiraan dan antisipasi bencana kekeringan di tingkat pusat,
DSDA-N berlandaskan pada Per.Pres. No. 12, tahun 2008,
tentang Dewan Sumber Daya Air.
b) Tingkat Daerah
1) Provinsi
a. Fungsi Badan Penanggulangan Bencana Provinsi (BPB
Provinsi) Dalam penyelenggaraan fungsi koordinasi dalam
kegiatan tanggap darurat untuk memitigasi bencana
kekeringan BPB Provinsi berlandaskan kepada UU No. 24
Tahun 2007, tentang Penanggulangan Bencana, yaitu:
Memberikan pedoman dan pengarahan sesuai dengan
kebijakan pemerintah provinsi dan Badan Nasional
Penanggulangan Bencana terhadap usaha
penanggulangan bencana yang mencakup pencegahan
bencana, penanganan tanggap darurat, rehabilitasi, dan
rekonstruksi secara adil dan setara.
Menetapkan standarisasi dan kebutuhan
penyelenggaraan
2) Kabupaten/Kota
a. Fungsi Badan Penanggulangan Bencana Kab./ Kota (BPB
Kab/Kota)
Dalam penyelenggaraan fungsi koordinasi dalam kegiatan
tanggap darurat untuk memitigasi bencana kekeringan BPB
Kab/Kota berlandaskan kepada UU No. 24 Tahun 2007,
yaitu :
memberikan pedoman dan pengarahan sesuai dengan
kebijakan pemerintah kab/kota dan Badan
Penanggulangan Bencana Provinsi serta Badan Nasional
Penanggulangan Bencana terhadap usaha
penanggulangan bencana yang mencakup pencegahan
bencana, penanganan tanggap darurat, rehabilitasi, dan
rekonstruksi secara adil dan setara.
menetapkan standarisasi dan kebutuhan
penyelenggaraan penanggulangan bencana berdasarkan
peraturan perundangundangan.
menyusun, menetapkan, dan menginformasikan peta
rawan bencana.
menyusun dan menetapkan prosedur tetap penanganan
bencana.
melaksanakan penyelenggaraan penanggulangan
bencana pada wilayahnya.
melaporkan penyelenggaran penanggulangan bencana
kepada Presiden setiap bulan sekali dalam kondisi normal
dan pada setiap saat dalam kondisi darurat bencana.
mengendalikan pengumpulan dan penyaluran uang dan
barang.
Data tersebut disusun dan dikelola dalam sistem basis data terpadu tabular
dan spasial yang memungkinkan untuk dapat diolah sesuai standar yang
ada. Data harus dikumpulkan minimal memuat :
a) hidrometeorologi (curah hujan, suhu, kelembaban udara, lama
penyinaran matahari dan kecepatan angin);
b) hidrologi (debit aliran, data sedimen);
c) hidrogeologi; (tinggi muka air tanah, potensi air tanah);
d) sumber air (data spasial sungai, waduk, situ, embung, danau dan
mata air);
e) kualitas air (air hujan,air permukaan dan air bawah tanah);
2. Prakiraan Kekeringan
Hasil dari pengolahan data hendaknya dituangkan dalam bentuk tabular
dan peta yang memuat paling sedikit hal-hal pokok sebagai berikut :
a) prakiraan musim (hujan dan kemarau);
b) prakiraan ketersediaan air;
c) prakiraan kebutuhan air;
d) informasi prakiraan kekeringan:
wilayah dan luas sebaran kekeringan;
status/tingkat kekeringan;
dampak kekeringan;
e) prakiraan kebutuhan biaya penanggulangan dampak kekeringan;
f) prakiraan upaya pemulihan jangka pendek.
4. Penyelesaian Perselisihan
Dalam hal terjadi perselisihan antar pengguna air dalam masa kekeringan
akan ditempuh melalui upaya musyawarah dan mufakat antara pihak-pihak
yang berselisih melalui Dewan Sumberdaya Air Daerah atau Wadah
Koordinasi SDA Daerah (TKPSDA-WS).
Materi Laporan :
1. Materi Laporan Operasional Oleh Pengelola SDA:
Isi laporan operasional / berkala (10 harian) adalah laporan hasil
pemantauan yang telah dilakukan, minimal memuat informasi, sebagai
berikut:
a) Informasi prakiraan musim (prakiraan hujan, prakiraan sifat hujan,
contoh pada lampiran form.lamp. 3.1,dan 3.2)
b) Hasil pemantauan pada sumber-sumber air (sungai, waduk dan danau
yang mencakup informasi lokasi dan kondisi ketersediaan air dan peta
daerah rawan kekeringan, contoh pada lampiran form.3.3, s.d. 3.5)
c) Langkah-langkah antisipasi penanggulangan yang akan dilakukan
dalam rangka menghadapi kekeringan dan upaya pemulihan.
3. Mekanisme Pelaporan
Skhema Mekanisme Pelaporan Bencana Kekeringan dapat diperiksa pada
lamp.2
BAB III
PENYEBAB KEKERINGAN DAN
CARA PENANGGULANGAN KEKERINGAN
1. Deskripsi Singkat
Penyebab kekeringan ada dua yaitu faktor alam dan akibat ulah manusia.
Kekeringan Alamiah yaitu: 1. Kekeringan meteorologist, 2. Kekeringan
pertanian, 3. Kekeringan hidrologis.
(11) Peningkatan atau pembangunan IPA di Ibu Kota Kecamatan (IKK) yang
berdekatan dengan daerah rawan kekeringan;
(12) Pembangunan prasarana sumber daya air (waduk, situ, embung);
(13) Pengelolaan retensi alamiah (tempat penampungan air sementara) di
wilayah sungai;
(14) Perluasan cakupan pelayanan air bersih dengan penambahan jaringan
distribusi dan mobil tangki;
(15) Kampanye/ sosialisasi penggunaan air pertanian secara hemat antara
lain dilakukan melalui usaha tani hemat air dan penggunaan varietas
genjah (berumur- pendek) dan tahan kekeringan;
(16) Peningkatan manajemen dan perluasan kapasitas fasilitas prasarana
air bersih;
(17) Penertiban pengguna air tanpa ijin dan yang tidak taat aturan.
aliran air di bawah tanah yang sangat dalam (sungai bawah tanah),
sehingga tanaman tidak mampu menyerap air pada saat musim
kemarau, karena akar yang dimiliki tidak mampu menjangkau air tanah.
Air tanah yang letaknya dalam menyebabkan sumber-sumber mata air
mengalami kekeringan di musim kemarau, karena air yang terdapat jauh
di bawah lapisan tanah tidak mampu naik kepermukaan mata air/ telaga,
sehingga kalaupun ada sumber mata air / telaga yang tidak mengalami
kekeringan pada musim kemarau, itu jumlahnya terbatas, pada tyempat
tertentu.
c. Tekstur lapisan tanah kasar
Tekstur tanah yang kasar, tidak mampu menyimpan air dengan jangka
waktu yang lama. Karena air hujan yang turun terus mengalir ke dalam,
karena tanah tidak mampu menahan laju resapan air. Di lain sisi, air
yang terkandung dalam tanah yang memiliki tekstur yang kasar
mengalami penguapan relatif lebih cepat, disebabkan rongga-rongga
tanah sangat mendukung terjadinya proses penguapan.
d. Kondisi Iklim/ meteorologis
Dalam hal ini iklim berkaitan langsung dengan bencana kekeringan yaitu
tingkat curah hujan dibawah normal dalam satu musim, pengukuran
meteorologis merupakan indikasi pertama adanya kekeringan. Keadaan
alam yang tidak menentu / ekstrim akan berpengaruh terhadap kondisi
iklim yang terjadi, sehingga mengakibatkan perubahan musim, yang
menyebabkan musim kemarau berjalan lebih lama daripada musim
penghujan, sehingga akan memungkinkan terjadinya bencana
kekeringan, karena kebutuhan air tidak diimbangi dengan persediaan air
di musim kemarau, maka sering terjadi krisis air, berakibat menyebabkan
kekeringan pada pertanian.
e. Macam tanaman / Vegetasi
Macam-macam tanaman atau vegetasi juga mempunyai andil terhadap
terjadinya kekeringan, jenis vegetasi tertentu seperti ketela pohon yang
menyerap air tanah dengan intensitas yang lebih banyak, daripada
tanaman lain, tentunya akan menguras kandungan air dalam tanah. Dan
5. Rangkuman
c. Pengelolaan alokasi air dari sumber air/ waduk disesuaikan dengan hasil
prakiraan curah hujan dari BMG.
BAB IV
DAMPAK BENCANA KEKERINGAN SECARA UMUM
1. Deskripsi Singkat
g) Kekeringan pada sumber air seperti telaga, embung, waduk, sungai dan
danau, dan sumber air lainnya, sehingga persediaan air untuk kebutuhan
sehari-hari penduduk dan pertanian rakyat kurang/ habis.
h) Keadaan suhu siang hari pada saat kekeringan akibat musim kemarau
menjadikan suhu udara sangat tinggi dan sebaliknya pada malam hari
suhu udara sangat dingin. Perbedaan suhu udara yang berganti secara
cepat antara siang dan malam menyebabkan terjadinya pelapukan batuan
lebih cepat
5. Rangkuman
BAB V
MITIGASI BENCANA KEKERINGAN
1. Deskripsi Singkat
Pada musim hujan biasanya curah hujan yang tinggi dapat dimanfaatkan
dengan menampung air hujan atau aliran permukaan / limpasan air hujan
pada tandon atau penampungan air hujan (PAH), untuk digunakan pada saat
musim kemarau pada daerah rawan kekeringan. Panen air ini harus diikuti
dengan konservasi air, yakni menggunakan air yang sudah dipanen secara
hemat sesuai kebutuhan.
Pembuatan rorak merupakan contoh tindakan panen air dari aliran permukaan
air hujan/ air limpasan dan sekaligus juga tindakan konservasi air, didaerah
rawan air misalnya di Kabupatan Wonogiri bagian selatan.
Daerah yang memerlukan panen air adalah daerah yang mempunyai bulan-
bulan kering (jumlah curah hujan sebulan kurang dari 100 mm) selama lebih
dari empat bulan berturut-turut, akan tetapi pada musim hujan curah hujannya
sangat tinggi (jumlah curah hujan sebulan lebih dari 200 mm). Jadi
strateginya air hujan yang berlebihan pada musim hujan ditampung (dipanen)
untuk digunakan pada musim kemarau.
Beberapa cara pembuatan penampungan air hujan dan konservasi air hujan
antara lain adalah sebagai berikut:
1) Pembuatan Rorak di lahan kering.
Rorak adalah pembutan galian tanah berupa lubang kecil berukuran
panjang 50 cm dan lebar 30 cm dengan kedalaman 30 sampai 80 cm,
yang digunakan untuk menampung sebagian aliran air permukaan. Air
yang masuk ke dalam rorak akan tergenang untuk sementara dan
secara perlahan akan meresap ke dalam tanah, sehingga pengisian pori
tanah oleh air akan lebih tinggi dan aliran permukaan dapat dikurangi
(mengurangi banjir dan erosi). Rorak cocok untuk daerah / lahan tanah
dengan tanah berkadar liat tinggi, di mana daya serap atau infiltrasinya
rendah, pada daerah yang curah hujan tinggi dengan waktu hujan yang
pendek (seperti Kabupaten Wonogiri dan Kabupaten Gunung Kidul).
2) Pembuatan saluran buntu dilahan kering.
Saluran buntu adalah bentuk lain dari rorak dengan panjang beberapa
meter (misalnya 10 meter, maka disebut sebagai saluran buntu). Perlu
diingat bahwa dalam pembuatan rorak atau saluran buntu, air tidak boleh
tergenang terlalu lama (berhari-hari) karena dapat menyebabkan
terganggunya pernapasan akar tanaman dan berkembangnya berbagai
penyakit pada akar.
3) Lubang penampungan air (catch pit)
Bibit yang baru dipindahkan dari polybag ke kebun, seharusnya
dihindarkan dari kekurangan air. Sistem 'catch pit' merupakan lubang
kecil untuk menampung air, sehingga kelembaban tanah di dalam
lubang dan di sekitar akar tanaman tetap tinggi. Lubang harus dijaga
agar tidak tergenang air selama berhari-hari karena akan menyebabkan
kematian tanaman.
4) Pembuatan / rehabilitasi waduk lapangan atau Embung
Embung adalah kolam buatan sebagai penampung air hujan dan aliran
permukaan. Embung sebaiknya dibuat pada suatu cekungan di dalam
daerah aliran sungai (DAS) mikro. Selama musim hujan, embung akan
terisi oleh air aliran permukaan dan rembesan air di dalam lapisan tanah
yang berasal dari tampungan mikro di bagian atas/hulunya. Air yang
8. Rangkuman
BAB VI
ORGANISASI DAN PERMASALAHAN
PENGELOLAAN KEKERINGAN
1. Deskripsi Singkat
Untuk itu maka Instansi, Balai Wilayah Sungai, Dinas Pengelolaan SDA,
Pengelola Wilayah Sungai, dan TKPSDA WS atau Dewan Sumber Daya Air
Provinsi/ Kabupaten, secara rutin harus mengadakan rapat koordinasi untuk
memberikan solusi pemecahan dalam penanganan bencana kekeringan,
terutama pada musim kemarau panjang dimana persediaan air mengalami
defisit di waduk atau sumber-air lainnya.
7. Rangkuman
Pada sesi modul ini kita akan mempelajari 6 (enam) pokok bahasan, dengan
masing-masing sub pokok bahasannya. Berikut ini disampaikan langkah kegiatan
sebagai Fasilitator/ Trainer dan Perserta Pelatihan sebagai berikut :
1. Langkah 1 (ke-satu)
Persiapan Pelatihan
Kegiatan Trainer:
1. Menciptakan suasana nyaman dan memotivasi peserta untuk siap
menerima materi Pelatihan Pengelolaan Kekeringan.
2. Memberikan gambaran umum pentingnya materi Pelatihan
Pengelolaan Kekeringan.
3. Memberikan evaluasi awal terhadap Peserta Pelatihan ( menggunakan
lembar / kertas kerja).
Kegiatan Peserta Pelatihan:
1. Mempersiapkan diri dengan modul pelatihan dan alat-alat tulis yang
diperlukan.
2. Mendengar / memperhatikan penjelasan fasilitator dan mencatat hal-hal
yang dianggap penting.
3. Mengikuti evaluasi awal dengan lembar/ kertas kerja.
DAFTAR PUSTAKA
Daerah dengan iklim hangat akan menerima curah hujan yang lebih tinggi,
tetapi tanah akan lebih cepat kering. Kekeringan tanah akan merusak
tanaman bahkan menghancurkan suplai makanan. Perubahan iklim global
berpengaruh terhadap kondisi iklim di Jawa Tengah. Musim kemarau menjadi
lebih panjang daripada musim hujan sehingga menyebabkan kekeringan di
daerah dengan cadangan air tanah yang minimum. Daerah yang sering kali
mengalami kekeringan terdapat adalah Kabupaten Blora, Grobogan, Pati,
Rembang, Demak, Wonogiri. Sedangkan Kabupaten lain seperti Sragen,
Pemalang, Pekalongan, Tegal, Kendal, dan Brebes pada kondisi ekstrem
akan mengalami kekeringan cukup parah. Dampak kekeringan adalah gagal
panen, peningkatan kematian vegetasi, percepatan pelapukan tanah dan
peningkatan penyakit tropis seperti malaria dan demam berdarah.
Berikut adalah data kejadian kekeringan yang pernah terjadi di Provinsi Jawa
Tengah dan dampak yang diakibatkan. Gambaran kekeringan beserta
dampaknya di Provinsi Jawa Tengah, seperti tabel berikut ini.
a. Penyebab kekeringan
Setiap tahun kabupaten Rembang diakui mengalami masalah kekeringan,
rata-rata diprediksi setiap tahun hampir 7 sampai 8 bulan tidak terjadi
hujan, dan sisanya hari hujan rata-rata hanya 3 sampai 4 bulan.
Kabupaten Rembang terletak di ujung timur laut Provinsi Jawa Tengah
dan dilalui jalan Pantai Utara Jawa (Jalur Pantura). Laut Jawa terletak
disebelah utaranya, secara umum kondisi tanahnya berdataran rendah
dengan ketinggian wilayah maksimum kurang lebih 70 meter di atas
permukaan air laut. Secara administratif Kabupaten Rembang memiliki 14
kecamatan, 287 desa, 7 kelurahan serta memiliki luas wilayah meliputi
101.408 ha.
b. Dampak kekeringan
Dampak kekeringan pada daerah rawan kekeringan pada umumnya
hampir sama, seperti contoh kasus di Kabupaten Rembang, antara lain
sebagai berikut:
1) Dampak Perekonomian.
Kekeringan di Rembang mengakibatkan gagal panen. Sebagian besar
lahan pertanian adalah lahan tadah hujan, sehingga sangat bergantung
dengan musim penghujan. Padahal dari data klimatologi rata-rata 50
100 mm per bulan.
Di Kabupaten Rembang rata-rata per tahun terjadi musim kemarau
lebih panjang dibanding dengan musim penghujan, setiap tahunnya
2) Dampak Sosial
Dampak sosial dari kekeringan dapat terjadi konflik antar pengguna air
yang saling berebut air, khususnya air bersih. Secara tidak langsung
kekeringan juga akan meningkatkan kriminalitas di daerah bencana.
Dampak lain adalah meningkatkan kemungkinan kebakaran dan
kesehatan memburuk, seperti menyebarnya penyakit malaria dan
demam berdarah.
Dari lahan pasang surut waduk Wonogiri, seluas 1.358 Ha. masih dapat
ditanami polowijo dan sebagian padi. Sawah tadah hujan mulai bulan April
sampai bulan September tidak dapat ditanami padi, dan mulai bulan
Nopember setelah jatuh hujan baru mulai tanam padi. Data kondisi waduk
Wonogiri pada bulan September 2011 elevasi muka air waduk sudah dibawah
siaga kekeringan.
Pada musim kemarau sampai bulan September 2011, bantuan air bersih bagi
warga/ penduduk di daerah rawan kekeringan, terus berlangsung dan pada
musim kemarau tahun ini sdiperkirakan sudah hampir 1000 tangki air,
bantuan dari Pemerintah Kabupaten Wonogiri dan dari pihak ketiga, terutama
untuk kecamatan yang tiap tahun selalu kekeringan yaitu Kecamatan
Pracimantoro, Kecamatan Paranggupito dan Kecamatan Giritontro. Bantuan
dapat berupa uang yang diserahkan kepada Tim Penanganan bencana di
setiap kecamatan, dan pihak kecamatan yang memetakan desa mana yang
berhak menerima bantuan, dan uang dibelikan air untuk dibawa ke dusun
yang memerlukan / menerima bantuan.
Lampiran2:Gambar2:SkemaMekanismePelaporanBencanaKekeringan
Lampiran:F3.1
Lampiran:F3.2
Lampiran: F 3.3
Lampiran: F 3.4a
Pola Operasi dan Ketersediaan Air Waduk Wonogiri
Lampiran: F 3.4b
Lampiran: F 3.5
Lampiran: F 3.5
Lampiran: F 37
Lampiran: F 3.8