Anda di halaman 1dari 37

1.

HIDROLOGI
1.1 Potensi Air Permukaan
Daerah Aliran Sungai (DAS) yang merupakan potensi air permukaan
di wilayah Kabupaten Jayawijaya terdapat di beberapa tempat, yaitu:
a. DAS Baliem,
b. DAS Lorentz,
c. DAS Taritatu Tengah, dan
d. DAS Sobger.
Selain itu juga adanya pemanfaatan sumber air permukaan berupa
mata air terdapat di Distrik Napua, Distrik Walesi, Distrik Kurulu, Distrik
Libarek, Distrik Wollo, Distrik Siepkosi, Distrik Asologaima, Distrik Pyramid,
Distrik Yalengga; serta pemanfaatan sumur gali terdapat di Distrik
Wamena, Distrik Wouma dan Distrik Hubikiak. Keberadaan Danau Habema
dengan luasan mencapai 2.461 Ha yang terdapat di Distrik Walaik juga
merupakan sumber air permukaan potensial.
1.2 Cekungan Air Tanah (CAT)
Cekungan air tanah adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh batas
hidrogeologis, tempat semua kejadian hidrogeologis seperti proses
pengimbuhan, pengaliran dan pelepasan air tanah berlangsung. Dari luas
Papua yang mencapai 421.981 km, terdapat 40 CAT yang menempati
sekitar 62% dari total luas Papua, yaitu sekitar 262.870 km. Di Provinsi
Papua, CAT berjumlah 23, sedangkan selebihnya berada di Provinsi Papua
Barat. Keberadaan CAT ini merupakan salah satu potensi sumber daya
alam yang terkandung dalam perut bumi Papua sehingga harus dipelihara
dan dijaga kelestariannya. Adapun di Kabupaten Jayawijaya teridentifikasi
adanya CAT, yakni CAT Wamena.
1.3 Pelayanan Air Minum
Sistem penyediaan air minum oleh PDAM di Distrik Wamena
didistribusikan berasal dari sumber air baku air permukaan, yaitu Sungai

Wamena dan dari mata air Napua. Jumlah air yang diproduksi adalah 42
liter/detik. Cakupan pelayanan PDAM Kabupaten Jayawijaya di Distrik
Wamena sampai tahun 2009 baru mencapai 27 % dengan jumlah
pelanggan aktif 610 sambungan rumah. Tingkat kebocoran mencapai 36
%. Kebocoran diakibatkan sebagian jaringan distribusi yang ada tidak
berfungsi dengan baik dan tanpa perawatan yang layak. Permintaaan
pelayanan air minum terus meningkat yang ditunjukkan dengan data
daftar tunggu sambungan baru adalah 4.300 sambungan rumah. Kualitas
air

minum

yang

didistribusikan

berdasarkan

hasil

pemeriksaan

laboratorium yang dilakukan oleh Program Pascasarjana Jurusan Teknik


Lingkungan ITS-Surabaya tahun 2009, belum memenuhi standar kualitas
air minum. Sesuai dengan PP No. 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Air
dan Pengendalian Pencemaran Air, parameter air yang belum memenuhi
syarat yaitu parameter Besi (Fe) sebesar 0,83 mg/L dan cemaran mikroba
sebesar 1990/100ml. Kondisi seperti ini menimbulkan dampak negatif
bagi kesehatan masyarakat Distrik Wamena seperti yang ditunjukkan data
dari Dinas Kesehatan Kabupaten Jayawijaya tahun 2009 bahwa sebesar
43,7 % penduduk menderita penyakit diare. Untuk jelasnya dapat di lihat
pada Peta hidrologi.
1.4 Air Tanah
Secara geologi mata air asin yang terdapat di Kurulu ini terbentuk
oleh mineral Kalsit (CaCO3). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
M. Hutasoit, dkk (1998) mata air asin ini berasal dari Danau Habema.
Dengan mempergunakan oksigen dan hidrogen yang dianalisis dengan
menggunakan sampel dari kedua contoh mata air asin yang ada dan
berdasarkan interpretasi peta topografi ditemukan bahwa, mata air asin
ini berasal dari air bawah tanah. Berasal dari air meteoric (merupakan air
yang berasal dari air hujan yang menyusup masuk ke tanah) lokal dan
kadar garam yang dihasilkannya adalah akibat dari interaksi antara air
dengan material batuan. Dimana, air asin ini diperkirakan berasal dari
mineral kalsit dimana, mineral kalsit dapat kita temukan pada batu pasir

yang banyak kita temukan di daerah Kurulu terutama di daerah mata air
asin ini.
Secara megaskopis di sekitar daerah mata air asin Kurulu ini banyak
ditemukan fosil-fosil yang terdapat di daerah ini. Hal ini dapat pula
diindikasikan bahwa air asin yang terdapat di daerah Kurulu ini
merupakan air purba (connate water) atau air yang terbentuk atau terjadi
pada saat air laut surut, namun hal ini perlu penelitian lebih detail untuk
menentukan umur maupun proses pembentukannya.
Air tanah dengan kadar garam tinggi yang dapat mencapai sepuluh
kali lipat dari kadar garam yang terdapat pada air laut, secara umum
dapat dijumpai pada Batuan Sedimen. Air tanah ini tidak selalu terkait
dengan

aktifitas

vulkanis

maupun

aktifitas

laut

yang

ada.

Tanpa

memperhatikan asalnya, air ini dikenal sebagai air bentukan. Ketika air
tanah ini menyembul ke permukaan ia akan menjadi mata air dengan
kadar garam tinggi. Lokasi ini sangat jauh dari samudra/lautan karena
terletak di kaki Pegunungan Jayawijaya tidak ada aktifitas vulkanik di
sekitar kawasan tersebut (Edi Prasetyo, 2003).
2. GEOLOGI
2.1 Data-data Batuan
Data-data batuan di bawah ini diperoleh dari Peta Geologi Lembar
Wamena, Irian Jaya yang disusun oleh U. Sukanta, S. Wiryosujono dan A. S
Hakim tahun 1995, serta Peta Geologi Lembar Rotanburg (Idenburg Barat)
yang disusun oleh B. H. Harahap dan Y. Noya tahun 1995 yang semuanya
merupakan pegawai Pusat Penelitian Pengembangan Geologi.

Aluvium (Qa):
Aluvium terdiri dari lempung, lanau, pasir, kerikil dan kerakal.

Satuan ini terdapat di sekitar Sungai Baliem dan cabang-cabang


sungainya. Batuan ini tersebar di Distrik Wamena, Distrik Hubikosi
hingga Distrik Asologaima.

Endapan Glasial (Qg):


Terdapat di sebelah Baratdaya Wamena berupa konglomerat,

batu pasir dan lempung kelabu. Konglomerat beraneka dengan


massa dasar lempung kelabu. Batu pasir, kelabu kecoklatan, terpilah
buruk, berbutir halus hingga kasar dan dapat diremas.

Kelompok Batu Gamping Nugini (tak terpisahkan) (KTmn):


Tersebar mulai sebelah Selatan, Baratdaya, Barat, hingga

Baratlaut Wamena yang terdiri dari Formasi Waripi di bagian bawah


dan Batu Gamping Yaweee di bagian atas. Kalkarenit, Biokalkarenit,
batu pasir kuarsa gampingan, batu lanau, batu lumpur berlapis tipis,
kalsirudit dan kalkarenit oolitan. Batuan ini merupakan endapan
paparan.

Batu Gamping Yawee (Temy):


Terdapat di sebelah Tenggara Wamena memanjang Barat ke

Timur berupa Wackstone dan Packstone, berlapis baik (50 cm - 2 m),


butirannya disusun oleh cangkang foriaminifera dan rombakan jasad
lainnya yang tersemenkan oleh mikrit dan sparit. Setempat di bagian
bawah ditemukan oolit. Satuan ini menindih secara selaras Formasi
Waripi yang berumur Kapur Akhir-Eosen dan berdasarkan posisi
tersebut Batu Gamping Yawee ini diperkirakan berumur EosenMiosen. Lokasi

tipe satuan ini terdapat di Sungai Yawee di L.

Waghete. Tebal keseluruhan 500 meter.

Formasi Waripi (Ktew):


Formasi ini mendominasi bagian Timur Wamena yang terdiri

dari batu gamping, batu pasir kuarsa dan batu lanau gampingan.
Batu gamping umumnya pasiran dan oolitan. Napal dan biokalkarenit
merah kecoklatan biasanya dolomitan dan jarang glaukonitan, kelabu
kebiruan

dan

merupakan

sisipan.

Bentang

alam

satuan

ini

memperlihatkan topografi Karst. Tebalnya 400-700m. Satuan ini


diendapkan selaras di atas Formasi Ekmai yang berumur Kapur Akhir.

Berdasarkan kedudukan formasi itu maka satuan ini berumur Kapur


Akhir Eosen.

Kelompok Kembelangan (Tak terbedakan) (JKk) :


Kelompok

ini

mengelilingi

Wamena

di

sebelah

Barat

membentang dari Utara ke Selatan. Terdiri dari batu lumpur Kopai,


batu pasir Woniwogi, batu lumpur Piniya, dan batu pasir Ekmai. Umur
Jura-Kapur diendapkan di lingkungan paparan dangkal.

Batupasir Ekmai (Kue):


Terdapat berkelompok di tengah

Lembah Wamena sebelah

Utara terdiri dari batu pasir, putih kelabu, mudah diremas, tersusun
oleh kuarsa, terpilah sangat baik, berlapis sangat baik, perairan
sejajar, perairan silang siur, dan jarang gampingan. Setempat
terdapat sisipan lempung. Tebal satuan ini diperkirakan 1000 m dan
terendapkan di lingkungan pantai atau delta. Satuan ini berumur
Kapur Akhir.

Batulumpur Piniya (Kp):


Berada di sebelah Baratdaya Wamena membentang dari Barat

ke Timur terdiri dari batu lempung dan serpih. Kedua batuan ini
umumnya berselang-seling. Batu lempung, hijau kelabu kehitaman,
dan disisipi tipis oleh serpih kelabu. Batu pasir terdapat di bagian
tengah setebal kurang dari 10 m. Batu pasir halus, terpilah sedang,
lempungan dan glaukonitan. Pada batu pasir dan lempung ditemukan
jejak fosil. Umur satuan ini disetarakan dengan satuan yang terdapat
di lembar

Waghete yaitu Kapur Awal bagian atas. Satuan ini

terendapkan di atas paparan dengan energi rendah. Bagian bawah


dibatasi oleh Formasi Woniwogi secara selaras dan bagian atasnya
ditutupi selaras oleh Formasi Ekmai tebal keseluruhan sekitar 1000
m.

Formasi Aiduna (Pca):


Terdapat di ujung Baratdaya Kabupaten Jayawijaya terdiri dari

batu pasir, batu lumpur, batu gamping. Batu pasir, kelabu, pejal,
keras, menyudut hingga membulat tanggung, berbutir menengah,
terpilah baik, mengandung karbon dan buncak gampingan. Batu
gamping, putih kelabu, mikritan, oolitan, dan dolomitan, berselang
seling dengan batu lumpur, kelabu kehitaman, berlapis baik dan batu
gamping semakin dominan di bagian atas. Fosil daun ditemukan pada
batu lempung. Singkapannya terdapat di Ninia, sebelah Timur
Wamena. Satuan ini tertindih tak selaras oleh Formasi Tipuma dan
dibatasi bidang sesar oleh Formasi Tuaba. Satuan ini terendapkan di
lingkungan pasang. Secara regional, satuan ini disetarakan dengan
Kelompok Aifam yang berumur Permo Karbon. Tebal diperkirakan
lebih dari 1000 m.

Dolomit Modio (Dm):


Batuan ini terdapat dalam wilayah kecil di sebelah Selatan

Baratdaya dari Kabupaten Jayawijaya

terdiri dari dolomit, batu

gamping, batu gamping dolomitan dan lapisan tipis batu gamping


rijangan. Batuan tersebut sangat keras, banyak terdapat rekahan.
Formasi ini menindih secara tak selaras Formasi Tuaba. Ketebalan
diperkirakan 1000 m. Satuan ini diendapkan di laut dangkal.

Formasi Tuaba (Ot):


Wilayah Selatan Baratdaya Kabupaten Jayawijaya, batuan ini

terdiri dari batu lanau dan batu lumpur malih. Kedua batuan ini
sangat keras, banyak urat kuarsa mengisi rekahan. Lipatan bersudut
tajam sangat umum ditemukan. Tertutup tak selaras oleh Formasi
Aiduna dan Dolomit Modio . Formasi ini diperkirakan berumur Silur
Devon setara dengan Formasi Kemum di Kepala Burung. Tebal
diperkirakan lebih 1000 m. Diendapkan dalam lingkungan laut
dangkal.

3. KERAWANAN BENCANA
3.1

Bencana
Kondisi alam di Indonesia menyebabkan timbulnya risiko terjadinya

bencana alam, bencana akibat ulah manusia dan kedaruratan kompleks,


meskipun di sisi lain juga kaya akan sumberdaya alam. Pada umumnya
resiko bencana alam di Kabupaten Jayawijaya meliputi bencana akibat
faktor geologi yaitu gempabumi, banjir, tanah longsor dan kekeringan.
Bencana akibat ulah manusia terkait dengan konflik antar manusia akibat
perebutan sumberdaya yang terbatas, alasan ideologi, religius serta
politik. Sedangkan, kedaruratan kompleks merupakan kombinasi dari
situasi bencana pada suatu daerah konflik.
Berdasarkan

Undang-Undang

Nomor

24

tahun

2007

tentang

Penanggulangan Bencana, Pemerintah (gubernur, bupati/walikota atau


perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah)
bertugas melakukan penanggulangan bencana. Hal yang paling awal dari
tugas dan tanggung jawab ini adalah pengurangan atau minimalisasi
resiko bencana. Pengurangan resiko ini termasuk upaya pencegahan
rawan bencana. Dalam hal bencana banjir jebolnya tanggul sungai,
adanya monitoring tanggul-tanggul di sepanjang sungai secara periodik
dan seksama adalah bagian dari pencegahan bencana. Sementara itu
tumbuhnya kawasan permukiman di sepanjang bantaran sungai, adalah
parameter kerawanan yang lain.
A Banjir
Banjir merupakan salah satu bencana yang tidak asing bagi
masyarakat Indonesia, kejadiannya berupa terbenamnya daratan oleh air.
Peristiwa banjir timbul jika air menggenangi daratan yang biasanya
kering. Banjir pada umumnya disebabkan oleh air sungai yang meluap ke
lingkungan sekitarnya sebagai akibat curah hujan yang tinggi. Kekuatan
banjir mampu merusak rumah dan menyapu fondasinya. Air banjir juga
membawa lumpur berbau yang dapat menutup segalanya setelah air
surut. Banjir adalah hal yang rutin. Setiap tahun pasti datang. Banjir

sebenarnya merupakan fenomena kejadian alam "biasa" yang sering


terjadi dan dihadapi, termasuk di Indonesia. Banjir sudah termasuk dalam
urutan bencana besar, karena meminta korban besar.
Salah satu aspek yang seringkali dilupakan berkaitan dengan
terjadinya banjir di satu wilayah adalah banjir itu sangat berkaitan erat
dengan kesatuan wilayah yang disebut dengan daerah aliran sungai
(DAS). DAS sendiri didefinisikan sebagai satu hamparan wilayah dimana
air hujan yang jatuh di wilayah itu akan menuju ke satu titik outlet yang
sama, apakah itu sungai, danau atau laut.
Ciri-Ciri Banjir
Bencana banjir memiliki ciri-ciri dan akibat sebagai berikut:

Banjir biasanya terjadi saat hujan deras yang turun terus menerus
sepanjang hari.

Air menggenangi tempat-tempat tertentu dengan ketinggian


tertentu.

Banjir dapat mengakibatkan hanyutnya rumah-rumah, tanaman,


hewan, dan manusia.

Banjir mengikis permukaan tanah sehingga terjadi endapan tanah


di tempat-tempat yang rendah.

Banjir dapat mendangkalkan sungai, kolam atau danau.

Sesudah banjir, lingkungan menjadi kotor oleh endapan tanah dan


sampah.

Banjir dapat menyebabkan korban jiwa, luka berat, luka ringan


atau hilangnya orang.

Penyebab Terjadinya Banjir


Secara umum, penyebab terjadinya banjir adalah sebagai berikut:

Penebangan hutan secara liar tanpa disertai reboisasi,

Pendangkalan sungai,

Pembuangan sampah yang sembarangan, baik ke aliran sungai


maupun gotong royong,

Pembuatan saluran air yang tidak memenuhi syarat,

Pembuatan tanggul yang kurang baik,

Sungai atau danau yang meluap dan menggenangi daratan.

Dampak dari Banjir


Banjir dapat menimbulkan kerusakan lingkungan hidup berupa:

Rusaknya areal pemukiman penduduk,

Sulitnya mendapatkan air bersih, dan

Rusaknya sarana dan prasarana penduduk.


Kawasan rawan banjir di wilayah Kabupaten Jayawijaya meliputi

Distrik

Musatfak,

Distrik

Asologaima,

Distrik

Silokarnodoga,

Distrik

Pyramid, Distrik Wamena, Distrik Wita Waya, Distrik Libarek, Distrik Pisugi,
Distrik Siepkosi, Distrik Kurulu, dan Distrik Usilimo, sedangkan kawasan
rawan longsor meliputi Distrik Asotipo, Distrik Asolokobal, Distrik Walesi,
Distrik Trikora, Distrik Ibele, Distrik Wadangku, Distrik Kurulu, Distrik Ibarek
dan Distrik Pyramid.
Jalur evakuasi bencana banjir di Kabupaten Jayawijaya, meliputi:

Distrik Musatfak, jalur evakuasi dikembangkan mengikuti ruas jalan


lokal menuju Kampung Temia;

Distrik Asologaima, jalur evakuasi dikembangkan mengikuti ruas


jalan lokal menuju Kampung Kimbim;

Distrik Silo Karno Doga, jalur evakuasi dikembangkan mengikuti ruas


jalan lokal menuju Kampung Perega;

Distrik Pyramid, jalur evakuasi dikembangkan mengikuti ruas jalan


lokal menuju Kampung Pyramid;

Distrik Wamena, jalur evakuasi dikembangkan mengikuti ruas jalan


lokal menuju Kampung Kama;

Distrik Wita Waya, jalur evakuasi dikembangkan mengikuti ruas


jalan lokal menuju Kampung Tulem;

Distrik Libarek, jalur evakuasi dikembangkan mengikuti ruas jalan


lokal menuju Kampung Mulima;

Distrik Pisugi, jalur evakuasi dikembangkan mengikuti ruas jalan


lokal menuju Kampung Pabuma;

Distrik Siepkosi, jalur evakuasi dikembangkan mengikuti ruas jalan


lokal menuju Kampung Noagalo;

Distrik Kurulu, jalur evakuasi dikembangkan mengikuti ruas jalan


lokal menuju Kampung Yiwika; dan

Distrik Usilimo, jalur evakuasi dikembangkan mengikuti ruas jalan


lokal menuju Kampung Wosiala.

B Kegempaan
Jalur rawan gempa Indonesia berdasarkan Teori Tektonik Lempeng
akan selalu mengikuti pola tektonik Indonesia. Fenomena geologi yang
dihasilkan

akibat

dari

penyebaran-penyebaran

pola
pusat

tektonik
gempa

tersebut
dan

adalah

besaran

terdapatnya
gempa

yang

mengikuti jalur-jalur bentukan tektonik. Di Indonesia bagian Timur


penyebaran pusat gempa lebih tersebar, tetapi mengikuti bentuk-bentuk
lempeng mikro sebagai akibat tindihan dari tiga Lempeng India Australia
yang bergerak ke Utara, Pasifik bergerak ke Barat dan Eurasia yang
dianggap lebih stabil. Indonesia bagian Barat kejadian gempa lebih sedikit
dibandingkan dengan Indonesia bagian Timur, namun besarnya magnitut
gempa lebih besar sehingga sangat membahayakan.
Gempa bumi tektonik merupakan gempa bumi yang berasal dari
pergerakan kulit bumi. Dimana gempa ini sering mengakibatkan bahaya
dan bencana yang sangat besar dan sulit untuk diprediksi lokasi dan
waktu kejadiannya secara spesifik karena sumber penyebab gempanya
tidak diketahui. Dengan mengetahui daerah pusat gempa (hiposenter),
dan prediksi kekuatan gempabumi yang mungkin terjadi, maka diperlukan
antisipasi untuk mengurangi atau mereduksi tingkat kerusakan yang
ditimbulkannya.
Gempabumi tektonik dibedakan menjadi 2 yaitu:

1. Berdasarkan jarak sumber gempanya (Episenter), terdiri atas: a)


Teleseismik, jarak sumbernya lebih besar dari 500 km (> 500 km). b)
Gempa Tektonik Jauh, jarak sumbernya antara 100 - 500 km. c).
Gempa Tektonik Lokal, kurang 100 km (< 100 km).
2. Berdasarkan kedalaman sumber gempa (hiposenter), terdiri atas: a)
Gempabumi Dangkal, kedalaman sumber kurang dari 60 km (< 60
km). b) Gempabumi Medium, kedalaman sumber antara 60-300 km.
c) Gempabumi Dalam, kedalaman 300-700 km.
Pusat

gempa

mempunyai

yang

magnitute

pernah

terjadi

di

Kabupaten

Jayawijaya

umumnya

antara

hingga

sedangkan

6,

kedalaman pusat gempa antara 0 hingga 150 km.


C Patahan
Sebagian besar Lembah Baliem termasuk pada jalur Pegunungan
Tengah (central range) dan dicirikan oleh struktur geologi yang rumit.
Struktur ini berarah memanjang dari Irian Jaya bagian Barat (Kepala
Burung sampai Papua New Guinea). Bagian tersebut umumnya terdapat
di Utara lembah yang berkaitan dengan morfologi perbukitan dan
dicirikan

oleh

struktur

berarah

BaratlautTimurtenggara.

Struktur

tersebut terjadi karena tumbukan antarbatuan yang menempati tepian


Benua Australia yang paling Utara (Irja bagian Selatan) dengan Lempeng
Pasifik. Tumbukan ini mengakibatkan terjadinya kompresi sehingga
struktur yang terjadi didominasi oleh sesar naik yang bidangnya miring
ke arah Utara-Timurlaut. Sesar mendatar yang umumnya berarah
Baratlaut-Tenggara

seperti

sesar

Kurima

mungkin

terjadi

hampir

bersamaan (atau agak kemudian) dengan sesar naik tersebut. Struktur


pelipatan, singklin dan antiklin berarah sama atau hampir sama dengan
arah sesar naik. Pengaktifan kembali sesar normal yang kejadiannya
berkaitan dengan peregangan (rifting) pada waktu Mesozoikum dapat
mengakibatkan struktur pembalikan (Inversi) seperti yang terjadi di
Papua New Guinea (Hill,1991).
D Gerakan Tanah

Gerakan tanah akibat gempa dan kehancuran bangunan dikaji


dalam

geologi

teknik

merupakan

perangkat

lunak

(ilmu)

untuk

kepentingan manusia dalam mencapai keberhasilan pembangunan fisik


infrastruktur

melalui

penyediaan

bangunan

(termasuk

prasarana

transportasi/jalan) yang kuat dan aman dari ancaman kerusakan.


Berdasarkan Teori

Gerakan Tanah (Kepmen. ESDM. No : 1452

K/10/MEM/2000), peta zona kerentanan gerakan tanah adalah peta yang


memberi/memuat informasi tentang tingkat kecenderungan untuk dapat
terjadi gerakan tanah di suatu daerah. Peta ini hasil dari tumpang susun
peta parameter adalah peta-peta tematik yang dipergunakan sebagai
peta dasar dalam analisis tumpang tindih (overlaying) untuk penentuan
kriteria zona kerentanan gerakan tanah. Peta parameter yang digunakan
adalah peta geologi, peta sudut lereng dan peta tata lahan. Peta geologi
adalah peta yang menggambarkan sebaran tiap satuan/formasi batuan,
struktur geologi dan susunan stratigrafinya. Peta sudut lereng adalah peta
yang menggambarkan besarnya sudut lereng suatu wilayah.
Pembagian batasan ukuran gerakan tanah adalah dibagi sebagai
berikut:

Gerakan tanah besar, mempunyai lebar maksimum lebih besar dari


150 m,

Gerakan tanah kecil, mempunyai lebar maksimum 15m sampai 150


m, dan

Gerakan tanah sangat kecil, mempunyai lebih kurang dari 15m.


Lebar gerakan tanah adalah ukuran lebar maksimal pada sumbu yang

tegak lurus arah gerakan dari gerakan tanah.


Zona kerentanan gerakan tanah dapat dibagi menjadi 4 (empat)
yaitu:
1 Zona kerentanan gerakan tanah tinggi, merupakan daerah yang
secara umum mempunyai kerentanan tinggi untuk terjadi gerakan

tanah. Gerakan tanah berukuran besar sampai sangat kecil telah


sering terjadi dan akan cenderung sering terjadi.
2 Zona kerentanan gerakan tanah menengah, merupakan daerah yang
secara

umum

mempunyai

kerentanan

menengah

untuk

terjadi

gerakan tanah. Gerakan tanah besar maupun kecil dapat terjadi


terutama di daerah yang berbatasan dengan lembah sungai, gawir,
tebing pemotongan jalan dan pada lereng yang mengalami gangguan.
Gerakan tanah masih mungkin dapat aktif kembali terutama oleh
curah hujan yang tinggi.
3 Zona kerentanan gerakan tanah rendah, merupakan daerah yang
secara umum terjadi gerakan tanah. Pada zona ini gerakan tanah
umumnya jarang terjadi kecuali jika mengalami gangguan pada
lerengnya.
4 Zona kerentanan gerakan tanah sangat rendah, merupakan daerah
yang mempunyai kerentanan sangat rendah untuk terjadi gerakan
tanah. Pada zona ini sangat jarang atau hampir tidak pernah terjadi
gerakan tanah. Tidak diketemukan adanya gejala-gejala gerakan tanah
lama atau baru kecuali pada daerah sekitar tebing sungai. Umumnya
merupakan daerah datar sampai landai dan tidak dibentuk oleh
onggokan material gerakan tanah maupun lempung mengembang.
Wilayah di Kabupaten Jayawijaya yang mempunyai potensi gerakan
tanah

adalah

wilayah

Distrik

Hubikosi

(menengah-tinggi),

Distrik

Asologaima (menengah-tinggi), Distrik Kurulu (menengah-tinggi) dan


Distrik Wamena (menengah). Berdasarkan sumber dari Pusat Vulkanologi
dan Mitigasi Bencana Geologi tahun 2009, didapat pengertian bahwa
Potensi Gerakan Tanah Menengah adalah daerah yang mempunyai potensi
menengah untuk terjadi gerakan tanah. Pada zona ini dapat terjadi
gerakan tanah jika curah hujan di atas normal, terutama pada daerah
yang berbatasan dengan lembah sungai, gawir, tebing jalan atau jika
lereng mengalami gangguan, sedangkan Potensi Gerakan Tanah Tinggi
adalah daerah yang mempunyai potensi menengah untuk terjadi gerakan

tanah. Pada zona ini dapat terjadi gerakan tanah jika curah hujan di atas
normal, sedangkan gerakan tanah lama dapat aktif kembali.
4. KONDISI PEMANFAATAN LAHAN
Secara garis besar kondisi pemanfaatan lahan yang ada di wilayah
Kabupaten Jayawijaya dapat dibedakan atas: lahan permukiman, padang
rumput, pertanian, lahan kering, semak belukar, tanah terbuka, tubuh air
dan

area

penggunaan

lainnya.

Dominasi

pemanfaatan

lahan

di

Kabupaten Jayawijaya adalah: hutan seluas 150.437,25 Ha, hal ini


dikarenakan kawasan Kabupaten Jayawijaya adalah merupakan kawasan
hutan yang kondisi topografinya adalah pegunungan deengan ketinggian
700-4.700 Mdpl, sedangkan pemanfaatan lahan yang terkecil untuk
Pertahan Keamanan seluas 2,27 Ha. Untuk lebih jelasnya tentang luas
masing-masing jenis tutupan lahan ditabulasikan pada Tabel 1.2 dan
Gambar 1.22

tentang Peta Tutupan Lahan di wilayah Kabupaten

Jayawijaya.
Tabel 1.2
Kondisi Pemanfaatan Lahan di Kabupaten Jayawijaya
Luas Lahan (Ha)
Semak
Belukar/
Alangalang

Perkebun
an

Sawa
h

Tegalan
/
Ladang

Tubu
h Air

Areal
Penggunaan
Lain
(Tanah
Kosong/Gund
ul, Pelabuhan
Udara)

Pertahan
an
Keamana
n

N0 Distrik

Permukima
Hutan
n

Wamena

581,96

229,81

456,142

3,798

556,66

38,82

39,47

2,19

1.908,8
44

Asolokobal

6,92

3.368,3
1

98,90

653,00

13,98

43,13

4.184,2
3

Walelagama

31,35

1.013,4
8

294,17

1.325,2
6

0,021

2.664,2
8

Hubikosi

24,59

889,55

680,41

152,0
0

711,72

22,23

297,12

0,076

2.777,7
3

Pelebaga

6,63

251,10

3.404,7
2

0,32

784,28

33,95

4.481,0
1

Asologima

45,37

666,65

3.111,3
6

575,98

4.401,3
5

Musatfak

9,18

840,98

1.084,41

114,9
9

1.918,4
1

151,6
9

209,17

4.328,8
4

Kurulu

30,19

1.155,2
3

164,75

933,04

1.816,6
6

48,11

4.147,9
7

Jumlah

Luas Lahan (Ha)


Semak
Belukar/
Alangalang

Perkebun
an

Sawa
h

Tegalan
/
Ladang

Tubu
h Air

Areal
Penggunaan
Lain
(Tanah
Kosong/Gund
ul, Pelabuhan
Udara)

Pertahan
an
Keamana
n

N0 Distrik

Permukima
Hutan
n

2.755,1
6

4.377,6
0

34,58

7.167,3
4

10 Wollo

1.811,7
1

1.836,8
2

3.648,5
3

11 Yalengga

1.303,4
2

50,23

1.353,6
5

12 Trikora

3,57

5.1146,
95

1.113,8
4

143,81

150,2
6

3.722,53

56.280,
96

13 Napua

68,03

407,99

1.484,7
4

210,65

739,65

1,39

2,92

2.914,0
2

14 Walaik

0,036

9.563,2
6

1.172,0
1

611,72

44,52

2.271,35

13.662,
89

15 Wouma

8,58

152,17

267,47

0,97

42,88

1,04

473,11

16 Hubikiak

125,72

600,26

547,78

959,59

64,73

2.369,1
2

17 Ibele

10,86

4.420,9
3

1.112,4
9

211,61

5.755,8
9

18 Tailarek

4,23

9.028,7
6

1.576,2
2

215,69

6,24

438,31

11.269,
45

19 Itlay Hisage

7,21

11.348,
55

2.386,4
9

226,11

22,77

2.052,14

16.043,
28

20 Siepkosi

4,17

13.556,
20

3.509,0
2

1.184,63

789,27

23,54

19.066,
83

21 Usilimo

12,81

1.974,4
0

2.902,7
1

41,17

274,92

75,93

441,43

5.723,3
7

22 Witawaya

4,28

64,61

1.432,75

1.319,1
9

63,31

2.884,1
5

23 Libarek

1.504,9
8

1.113,4
9

43,99

951,92

3.614,3
8

24 Wadangku

7.884,0
3

2.655,1
6

52,03

71,64

10.662,
86

25 Pisugi

0,57

6,90

806,74

901,26

19,23

1.734,7
2

26 Koragi

615,85

615,85

27 Tagime

1.400,6
7

692,67

2.093,3
4

28 Molagalome

204,93

1.041,9
3

9,01

1.255,5
7

29 Tagineri

1.086,0
2

1.003,5
1

2.089,5
2

30 Silokarnodo
ga

3.470,8
6

36,40

51,49

671,48

181,3
8

128,47

4.540,0
8

31 Pyramid

2.789,8
3

101,9
8

2.891,8
1

32 Muliama

6,56

3.017,0
0

4.440,1
8

4,39

1.800,3
4

235,36

9.503,8
3

Bolakme

Jumlah

Luas Lahan (Ha)


Semak
Belukar/
Alangalang

Perkebun
an

Sawa
h

Tegalan
/
Ladang

Tubu
h Air

Areal
Penggunaan
Lain
(Tanah
Kosong/Gund
ul, Pelabuhan
Udara)

Pertahan
an
Keamana
n

N0 Distrik

Permukima
Hutan
n

33 Bugi

146,63

872,77

1.019,4
0

34 Bpiri

3.245,4
0

1.578,0
8

4.823,4
8

35 Walesi

4,70

5.122,1
3

507,84

345,29

167,51

1,82

3.711,89

9.861,1
5

36 Asotipo

1,71

5.211,2
8

377,52

203,79

12,39

5.806,6
9

37 Maima

17,66

5.448,4
2

11.594,
86

66,42

18,69

82,74

1351,46

18.580,
25

38 Wame

932,72

597,41

1.530,1
3

39 Pepugoba

3.777,8
4

1.834,59

5.612,4
2

40 Wesaput

71,15

287,37

167,66

314,57

52,47

287,37

894,64

Sumber : Hasil perhitungan dengan program ArcGIS


5. KEPENDUDUKAN
5.1

Jumlah Penduduk
Berdasarkan data yang diperoleh dari Bagian Tata Pemerintahan

Pemerintah Kabupaten Jayawijaya, tentang Kode dan Data Wilayah


Administrasi

Pemerintahan

Tahun

2011

bahwa

jumlah

penduduk

Kabupaten Jayawijaya pada tahun 2011 berjumlah 250.990 jiwa yang


tersebar di 40 distrik, sehingga terjadi peningkatan jumlah penduduk yang
cukup tinggi dibandingkan pada tahun 2010 yang berjumlah sebesar
212.362 jiwa.
Tabel 1.4
Jumlah Penduduk setiap Distrik di
Kabupaten Jayawijaya Tahun 2011
No
1
2
3
4
5

Distrik
Wamena
Asologaima
Kurulu
Musatfak
Asolokobal

Jumlah
Penduduk
24.777
4.792
7.633
5.511
8.169

Jumlah

No

Distrik

6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38

Walelagama
Hubikosi
Pelebaga
Bolakme
Yalengga
Wollo
Trikora
Napua
Walaik
Wouma
Silokarno Doga
Pyramid
Muliama
Usilimo
Wita Waya
Libarek
Wadangku
Pisugi
Welesi
Asotipo
Maima
Itlay Hisage
Siepkosi
Hubikiak
Ibele
Tailarek
Tagime
Molagalome
Tagineri
Koragi
Bugi
Bpiri

Jumlah
Penduduk
5.738
7.818
8.980
8.376
8.031
4.862
5.369
6.146
4.554
5.904
7.006
6.504
7.886
5.602
3.448
3.423
2.978
5.056
5.365
6.987
4.962
6.206
6.409
6.589
6.064
5.208
7.741
4.354
5.988
4.706
5.859
4.027

Wesaput

5.974

39

Wame

3.015

Popugoba

2.973

40

250.990

40
Jumlah
Total

Sumber: Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan Tahun 2011

5.2

Distribusi dan Kepadatan Penduduk


Sebaran penduduk pada tiap distrik di Kabupaten Jayawijaya

dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:

Tingkat aktifitas dan sistem pelayanan tiap distrik yang berbeda-beda,


termasuk aktifitas kawasan perkotaan dan perdesaan,
Kondisi fisik lahan pada beberapa kawasan tidak memungkinkan untuk
dihuni dan sebagian besar merupakan kawasan hutan,
Aksesibilitas dan tingkat pencapaian masing-masing wilayah berbedabeda dan terdapat beberapa wilayah yang terisolir, sehingga untuk
pencapaian memerlukan biaya transportasi yang cukup besar, dan
Luas wilayah masing-masing distrik berbeda-beda.
Tabel 1.5
Proyeksi Penduduk Kabupaten Jayawijaya
sampai Tahun 2032

N
o
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32

Distrik
Wamena
Asologaim
a
Kurulu
Musatfak
Asolokobal
Walelagam
a
Hubikosi
Pelebaga
Bolakme
Yalengga
Wollo
Trikora
Napua
Walaik
Wouma
Silokarno
Doga
Pyramid
Muliama
Usilimo
Wita Waya
Libarek
Wadangku
Pisugi
Welesi
Asotipo
Maima
Itlay
Hisage
Siepkosi
Hubikiak
Ibele
Tailarek
Tagime

Jumlah Penduduk
Tahun 2011 (jiwa)

Jumlah Penduduk Tahun Proyeksi


(jiwa)

24.777

2017
37.948

2022
58.120

2027
89.016

2032
136.335

4.792

7.339

11.241

17.216

26.368

7.633
5.511
8.169

11.691
8.441
12.511

17.905
12.927
19.162

27.423
19.799
29.349

42.958
30.324
44.950

5.738

8.788

13.460

20.615

31.573

7.818
8.980
8.376
8.031
4.862
5.369
6.146
4.554
5.904

11.974
13.754
12.829
12,300
7.447
8.223
9.413
6.975
9.042

18.339
21.065
19.648
18.839
11.405
12.594
14.417
10.682
13.849

28.088
32.262
30.092
28.853
17.468
19.289
22.081
16.361
21.211

43.018
49.412
46.089
44.190
26.753
29.543
33.818
25.058
32.487

7.006

10.730

16.434

25.170

38.550

6.504
7.886
5.602
3.448
3.423
2.978
5.056
5.365
6.987
4.962

9.961
12.078
8.580
5.281
5.243
4.561
7.744
8.217
10.701
7.600

15.257
18.498
13.141
8.088
8.029
6.986
11.860
12.585
16.390
11.640

23.367
28.332
20.126
12.388
12.298
10.699
18.165
19.275
25.102
17.827

35.788
43.392
30.825
18.973
18.835
16.386
27.820
29.521
38.446
27.303

6.206

9.505

14.558

22.296

34.148

6.409
6.589
6.064
5.208
7.741

9.816
10.092
9.287
7.976
11.856

15.034
15.456
14.225
12.217
18.158

23.025
23.672
21.786
18.711
27.811

35.265
36.256
33.367
28.657
42.595

N
o

Jumlah Penduduk
Tahun 2011 (jiwa)

Distrik

Jumlah Penduduk Tahun Proyeksi


(jiwa)
2017

2022

2027

2032

34
35
36
37

Molagalom
e
Tagineri
Koragi
Bugi
Bpiri

38

Wesaput

5.974

9.150

14.013

21.463

32.872

39

Wame

3.015

4.618

7.072

10.832

16.590

40

Popugoba

2.973

4.553

6.974

10.681

16.359

250.990

391.046

597.850

914.585

1.399.68
7

33

Jumlah

4.354

6.668

10.213

15.643

23.958

5.988
4.706
5.859
4.027

9.171
7.208
8.974
6.168

14.046
11.039
13.744
9.446

21.513
16.907
21.049
14.468

32.949
25.895
32.239
22.158

Sumber : Hasil Perhitungan

Faktor tersebut berdampak pada sebaran penduduk yang tidak


merata, sehingga sebagian besar terkonsentrasi di kawasan perkotaan.
Sumber data yang diperoleh menunjukan pada tahun 2011 sebagian
besar penduduk terkonsentrasi di Distrik Wamena sebesar 24.777 jiwa
(9,87 %) dan Pelebaga sebesar 8.980 jiwa (3,58 %), sedangkan distribusi
penduduk terkecil berada di Distrik Popugoba sebanyak 2.973 jiwa (1,18
%). Secara rinci distribusi penduduk di Kabupaten Jayawijaya dapat dilihat
pada Tabel 1.6
Tabel 1.6
Jumlah dan Kepadatan Penduduk Kabupaten Jayawijaya
Berdasarkan Distrik Tahun 2011
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17

Distrik
Wamena
Asologaima
Kurulu
Musatfak
Asolokobal
Walelagama
Hubikosi
Pelebaga
Bolakme
Yalengga
Wollo
Trikora
Napua
Walaik
Wouma
Silokarno Doga
Pyramid

Luas
Wilayah
(Km2)
113,85
172,97
187,62
189,43
187,99
147,74
105,97
190,95
339,87
105,58
157,60
876,25
150,24
258,03
48,75
191,54
150,00

Jumlah
Penduduk
(Jiwa)
24.777
4.792
7.633
5.511
8.169
5.738
7.818
8.980
8.376
8.031
4.862
5.369
6.146
4.554
5.904
7.006
6.504

Kepadatan
Penduduk
Per
Km2 (Jiwa/Km2)
224
31
41
29
43
39
74
47
25
76
31
6
41
18
121
37
43

38

Muliama
Usilimo
Wita Waya
Libarek
Wadangku
Pisugi
Walesi
Asotipo
Maima
Itlay Hisage
Siepkosi
Hubikiak
Ibele
Tailarek
Tagime
Molagalome
Tagineri
Koragi
Bugi
Bpiri
Wesaput

Luas
Wilayah
(Km2)
363,27
203,42
149,94
157,27
300,02
109,41
366,93
243,27
379,54
385,16
384,41
158,67
203,71
306,01
141,95
104,59
141,98
50,18
102,22
194,39
53,31

39

Wame

128,51

40

Popugoba

293,31

No
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37

Distrik

Jumlah
Sumber : Hasil Perhitungan

8.496

Jumlah
Penduduk
(Jiwa)
7.886
5.602
3.448
3.423
2.978
5.056
5.365
6.987
4.962
6.206
6.409
6.589
6.064
5.208
7.741
4.354
5.988
4.706
5.859
4.027
2.973

Kepadatan
Penduduk
Per
Km2 (Jiwa/Km2)
22
28
23
22
10
46
15
29
13
19
17
42
30
17
55
42
42
94
57
21
106
21

3.015

5.974
250.990

1.700

Distribusi dan kepadatan penduduk Kabupaten Jayawijaya dengan


luas wilayah administrasi 8.496 Km2 atau 849.600 Ha, dimana pada tahun
2011 jumlah penduduk Kabupaten Jayawijaya sebanyak 250.990 jiwa,
maka tingkat kepadatan penduduk Kabupaten Jayawijaya pada tahun
2011 rata-rata 43 jiwa/km2. Dari 40 wilayah distrik yang ada di Kabupaten
Jayawijaya yang memiliki tingkat kepadatan penduduk tertinggi pada
tahun 2011 adalah Distrik Wamena dengan tingkat kepadatan penduduk
224 jiwa/km2, sedangkan kepadatan penduduk terendah terdapat di
Distrik

Trikora

dengan

tingkat

kepadatan

penduduk

jiwa/km2.

Perbandingan atau tingkat kepadatan penduduk yang tersaji pada tabel


tersebut masih tergolong rendah, hal tersebut dipengaruhi luasnya
wilayah tiap distrik yang cukup luas, sedangkan distribusi penduduk pada
masing-masing distrik terkonsentrasi pada pusat-pusat distrik dan pada
pusat-pusat permukiman.

5.3

Penduduk Menurut Agama


Agama yang mendapat pengakuan dari pemerintah di Kabupaten

Jayawijaya dan yang dianut oleh masyarakat di Kabupaten Jayawijaya


adalah

Protestan, Katolik, Islam, Hindu, Budha dan Konghuchu, serta

beberapa aliran kepercayaan yang diyakini oleh masyarakat. Mayoritas


penduduk Kabupaten Jayawijaya memeluk agama Protestan.
5.4

Struktur Tenaga Kerja


Mata pencaharian penduduk meliputi Pegawai Negeri Sipil (PNS),

petani, peternak, pedagang, tenaga kerja industri dan lain sebagainya.


Sebagian besar penduduk bekerja pada sektor pertanian.
6. SOSIAL BUDAYA
Penduduk

Jayawijaya dibentuk oleh masyarakat Suku Dani, Suku

Nduga dan Suku Yali serta penduduk pendatang dari pulau-pulau yang ada
di Papua ataupun di luar Papua.
Struktur sosial disini mengacu pada bentuk-bentuk hubungan sosial
yang menata kehidupan bermasyarakat suatu kesatuan sosial tertentu.
Bentuk-bentuk hubungan yang mengatur relasi antara para warga itu
bersumber pada hubungan kekerabatan dan diwujudkan dalam sistem
istilah kekerabatan maupun prinsip pewarisan keturunan. Pemahaman
terhadap sistem istilah kekerabatan suatu kelompok etnis tertentu penting
sebab istilah-istilah

itu mensyaratkan hak dan kewajiban yang harus

diperankan oleh masing-masing anggota kerabat terhadap anggota


kerabat yang lain. Hak dan kewajiban itu merupakan unsur pengikat yang
menyatukan para warga ke dalam suatu kesatuan sosial. Unsur-unsur
pengikat tadi tidak selalu sama pada kelompok-kelompok etnis yang
berbeda.
Berdasarkan studi-studi antropologi, Pouwer (1966) menunjukkan di
dalam pengelompokkannya dibagi dalam 4 golongan berdasarkan sistem
istilah kekerabatan yang dianutnya yaitu:

Golongan yang menganut sistem istilah kekerabatan menurut Tipe


Iroquois. Termasuk ke dalam golongan ini orang Biak, orang Iha, orang
Waropen, orang Senggi, orang Marind-Anim, orang Teluk Humbold (Yos
Sudarso) dan orang Me. Masyarakat penduduk sistem Iroquois ini
mengklasifikasikan anggota kerabat saudara sepupu paralel dengan
istilah yang sama dengan saudara kandung, berbeda dari istilah yang
digunakan untuk saudara sepupu silang. Ciri lain yang biasanya dipakai
juga untuk menunjukkan sistem ini ialah penggunaan istilah yang sama
untuk menyebut ayah maupun untuk semua saudara laki-laki ayah dan
semua saudara laki-laki ibu.

Golongan kedua adalah pendukung sistem istilah kekerabatan menurut


Tipe Hawaian, ialah suatu sistem pengelompokan yang menggunakan
istilah yang sama untuk menyebut saudara-saudara sekandung dan
semua saudara-saudara sepupu silang dan paralel. Golongan-golongan
etnik yang tergolong ke dalam sistem ini adalah orang Mairasi, orang
Mimika, orang Hattam-Manikion, orang Asmat, orang Kimam dan orang
Pantai Timur Sarmi.

Golongan ketiga adalah golongan yang menganut sistem istilah


kekerabatan Tipe Omaha. Tipe Omaha adalah suatu sistem yang
mengklarifikasikan saudara-saudara sepupu silang matrilateral dan
patrilateral dengan istilah-istilah yang berbeda dan istilah-istilah untuk
saudara sepupu silang itu dipengaruhi oleh tingkatan generasi dan
bersifat tidak simetris, sehingga istilah untuk anak laki-laki saudara
laki-laki ibu, mother brother son (MBS) adalah sama dengan saudara
laki-laki ibu, mother brother (MB) dan istilah untuk anak laki-laki
saudara perempuan ayah, father sister son (FZS) adalah sama untuk
anak laki-laki saudara perempuan, sister son (ZS). Termasuk dalam
golongan ini adalah orang Auwyu, orang Dani, orang Meybrat, orang
Mek di pengunungan Bintang dan orang Muyu.

Golongan keempat adalah penduduk yang menganut sistem istilah


kekerabatan tipe Iroquois-Hawaian. Termasuk golongan ini adalah
orang Bintuni, orang Tor dan orang Pantai Barat Sarmi (Pouwer 1966).

Sifat dasar yang dimiliki oleh masyarakat Jayawijaya adalah


tingginya upaya dalam pelestarian sumber daya alam yang diawali oleh
adanya penyatuan dengan alam, adanya rasa kepemilikan sumber daya
alam sebagai barang milik hak ulayat maupun adat sehingga benar-benar
dijaga dan dilindungi secara turun temurun. Selain itu juga adanya
kesepakat

tidak

tertulis

yang

mengikat

masyarakat

untuk

tidak

memanfaatkan sumber daya alam secara berlebihan.


Kondisi budaya penduduk Kabupaten Jayawijaya erat kaitannya
dengan sistem kepemilikan dan pemanfaatan tanah. Sistem kepemilikan
itu dapat dikategorikan ke dalam dua sistem, yaitu sistem kepemilikan
yang bersifat komunal dan sistem kepemilikan yang bersifat individual.
Sistem kepemilikan komunal adalah suatu sistem kepemilikan bersama
atas tanah-tanah yang menjadi sumber penghidupan suatu kesatuan
sosial atau komunitas tertentu. Sistem kepemilikan komunal ini dibedakan
atas dua tipe. Tipe pertama adalah sistem kepemilikan komunal yang
berbasis klen kecil/marga/lineage dan kedua adalah sistem kepemilikan
komunal yang berbasis klen besar dan atau kampung.
Sistem kepemilkan komunal yang berbasis marga (keret) semua
anggota marga (keret), termasuk para wanita yang belum kawin,
mempunyai hak yang sama untuk memanfaatkan tanah milik marga
untuk kepentingan kelangsungan hidupnya. Meskipun dikatakan tiap
anggota marga mempunyai hak untuk memanfaatkan tanah milik marga
tetapi itu bukan berarti masing-masing warga secara bebas menentukan
di tempat mana ia akan melakukan aktifitas ekonomi tertentu (misalnya
membuka kebun baru atau mengambil hasil-hasil hutan tertentu). Semua
warga mempunyai hak yang sama tetapi pemanfaatan hak bersama itu
selalu diatur oleh kepala marga yang di dalam institusi adat mendapat
kewenangan untuk mengawasi dan mengatur pemanfaatannya. Dalam
pemanfaatan tanah untuk kepentingan-kepentingan tertentu, misalnya
penentuan lahan untuk kebun bersama, biasanya diatur dan ditentukan
bersama oleh kepala marga (keret) bersama anggota-anggota lain dari
marga yang bersangkutan.

Implikasi dari sistem kepemilikan komunal yang berbasis marga ini


ialah bahwa ada hak ulayat atas tanah merupakan milik bersama
sehingga tidak ada kewenangan dari tiap anggota marga termasuk kepala
marga, untuk secara sepihak melepaskan dalam bentuk apapun bagian
tanah yang merupakan hak milik bersama itu kepada pihak yang lain. Jika
ada kepentingan dari pihak lain (misalnya pihak pemerintah atau swasta)
untuk

memanfaatkan

sebagian

tanah

guna

pelaksanaan

program

tertentu, maka pengaturan pengalihan haknya harus disepakati bersama


oleh seluruh warga marga, bukan hanya oleh kepala marga saja.
Demikian pula rekognisi dari pihak pengguna kepada pihak pemilik
pertama (marga) dalam bentuk apapun (uang atau benda lain) harus
dibagi secara adil diantara warga marga sesuai dengan kedudukan dan
keterikatannya

dengan

tanah

yang

telah

dilepaskan

itu.

Sistem

kepemilikan komunal berbasis marga (keret) ini antara lain dianut oleh
orang Dani.
Dalam sistem kepemilikan komunal yang berbasis klen besar dan
atau kampung, hak kepemilikan berada pada kepala marga, sedangkan
kewenangan untuk mengatur pemanfaatan tanah diatur bersama oleh
kepala suku atau kepala komunitas dan kepala marga. Hal ini berarti
bahwa kewenangan itu tidak berada hanya pada ondoafi

atau hanya

pada khoselo saja tetapi secara bersama-sama. Implikasinya ialah bahwa


dalam

hal

pelepasan

tanah

untuk

kepentingan

program-program

pembangunan tertentu, harus dilakukan secara bersama-sama antara


ondoafi dan khoselo (kepala marga) dan pembagian hasil rekognisi harus
didasarkan atas kewenangan dan hak kepemilikan tadi. Sering terjadi
bahwa penduduk sengaja melupakan perbedaan hak dan kewenangan ini
sehingga menimbulkan pertentangan di dalam masyarakat sendiri. Pada
prinsipnya semua masyarakat Papua menyadari dan mengakui adanya
kepemilikan adat atau hak ulayat atas tanah. Hak ulayat atas tanah ini
terkandung pula di dalamnya perairan berupa laut, sungai, danau dan
rawa, oleh karena itu tanah ulayat tidak akan terlepas antara tanah dan
perairan (sungai).

Bagi masyarakat adat di Papua memiliki pandangan yang senada


tentang keberadaan tanah, gunung, lembah termasuk di dalamnya mata
air dan air sungai merupakan sumber kehidupan yang selamanya tidak
boleh dipisahkan antara kesatuan komponen alam dengan umat manusia
itu sendiri. Sebagai sumber kehidupan, tentunya mereka juga memiliki
prinsip tidak boleh melakukan pengrusakan atau gangguan terhadap
tanah, mata air dan air sungai. Tanah dan kandungannya (tanah-air)
merupakan bagian dari sistem budaya yang menyatu dengan manusia.
Begitu penting dan luhurnya tanah air dalam perjalanan dan kejadian
hidup manusia, bahkan merupakan simbol seorang Ibu.
7. PRASARANA WILAYAH
7.1

Transportasi Darat
Dalam membahas mengenai kondisi transportasi darat, yang akan

menjadi fokus perhatian adalah Pola Jaringan Jalan Regional, Lokal dan
Kondisi Jalan.

Pola Jaringan Jalan Regional


Berdasarkan pengamatan lapangan dan informasi yang ada

dipeta, bahwa jaringan jalan regional yang ada di Kabupaten


Jayawijaya terhubung dengan wilayah kabupaten yang ada di
sekitarnya, yaitu: sebelah Timur dengan Kabupaten Yalimo, sebelah
Selatan dengan wilayah Kabupaten Yahukimo, sebelah Utara dengan
wilayah Kabupaten Membramo Tengah dan arah ke Barat terhubung
dengan wilayah Kabupaten Lanny Jaya dan Kabupaten Nduga.

Pola Jaringan Jalan Lokal


Untuk pola jaringan jalan lokal, setiap distrik sudah dapat dicapai

dengan moda angkutan darat.

Kondisi Jalan

Secara umum kondisi jalan yang menghubungkan Kota Wamena


dengan wilayah lain seperti dengan Kota Tiom (Kabupaten Lanny
Jaya) relatif baik dengan kondisi aspal. Walaupun ada daerah yang
sampai saat ini masih buruk kondisi jaringan jalannya, seperti di
daerah Yetni-Hitigima (Distrik Asologaima) karena fenomena alam
seringnya longsor sehingga menyulitkan arus pergerakan barang,
manusia dan jasa.
Sedangkan terminal sebagai titik simpul pergerakan angkutan
jalan yang merupakan jaringan prasarana yang dibutuhkan untuk
menaikturunkan

barang

dan

atau

manusia.

Berdasarkan

pelayanannya, terminal dibagi dua yaitu terminal barang dan


penumpang. Di Kabupaten Jayawijaya, terminal barang belum
tersedia. Terminal penumpang berada di Distrik Wamena, termasuk
Tipe C.
Pelayanan transportasi angkutan umum di Kabupaten Jayawijaya
meliputi:
a

Trayek angkutan penumpang, melayani rute-rute sebagai berikut:

Wamena-Musatfak,

Wamena-Kimbim,

Wamena-Pelebaga,

Wamena-Siepkosi,

Wamena-Kurulu,

Wamena-Wadangku,

Wamena-Bolakme,

Wamena-Yalengga,

Wamena-Wollo,

Wamena-Hubikosi,

Wamena-Pisugi,

Wamena-Witawaya,

Wamena-Libarek, dan

Wamena-Muliama.

Trayek angkutan barang, meliputi:

- Wamena-Kimbim,
- Wamena-Trikora,
- Wamena-Pelebaga,
- Wamena-Welesi,
- Wamena-Bolakme,
- Wamena-Kurulu,
- Wamena-Wollo,
- Wamena-Wadangku,
- Wamena-Asotipo,
- Wamena-Walaik;
- Wamena-Ibele,
- Wamena-Musatfak, dan
- Wamena-Siepkosi.
7.2

Transportasi Udara
Transportasi udara merupakan sarana utama angkutan penumpang

dan barang yang menghubungkan antara kabupaten dengan kabupaten


lainnya yang ada di sekitar Kabupaten Jayawijaya. Rute JayapuraWamena PP 28 kali/minggu, sedangkan untuk rute angkutan udara
perintis,

yaitu:

Wamena-Bokondini,

Wamena-Tiom dan Wamena-Bomakia

Wamena-Mulia,
masing-masing

Wamena-Dekai,
1 kali/minggu

dengan jenis pesawat DHC-6/MNA. Kondisi Bandara Wamena mempunyai


lintasan (runway) berukuran 1.650 m x 30 m dengan konstruksi aspal
kolakan.
Berdasarkan Permen Perhubungan KM 11 Tahun 2010 pasal 9 ayat
4 butir c, bahwa Bandara Wamena dapat digolongkan kepada bandar
udara pengumpul dengan skala pelayanan Tersier, yaitu bandar udara
sebagai salah satu prasarana penunjang pelayanan Pusat Kegiatan
Nasional (PKN) dan Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) terdekat yang
melayani penumpang dengan jumlah lebih besar dari atau sarna dengan
500.000 (lima ratus ribu) dan lebih kecil dari 1.000.000 (satu juta)
orang/tahun.

7.3

Jaringan Listrik
Sumber

energi

yang

dipergunakan

saat

ini

oleh

penduduk

merupakan energi listrik yang pengelolaannya dilakukan oleh PT. PLN


dimasing-masing wilayah kabupaten/kota, di samping juga disediakan
oleh pihak swasta. Prasarana jaringan listrik di Kabupaten Jayawijaya
belum

sepenuhnya

menjangkau

ke

seluruh

wilayah

permukiman

penduduk maupun dalam skala wilayah kabupaten.


Pada tahun 2007 pembangkit tenaga listrik PLN di Kabupaten
Jayawijaya sebanyak 11 unit dan kapasitas terpasang 3.065 Kwh.
Produksi listrik yang dihasilkan di Kabupaten Jayawijaya pada tahun
2009 sebesar

1.059.500 Kwh, masih rendah jika dibandingkan dengan

yang telah terjual. Dimana masih terdapat selisih sebesar 97.340 Kwh
yang belum termanfaatkan, dan terjual sebesar 962.160 Kwh.
Tabel 1.7
Banyaknya Unit Pembangkit Listrik PLN Kapasitas Terpasang,
Kemampuan Mesin dan Beban Puncak Menurut
Pusat Pembangkit Listrik di Kabupaten Jayawijaya 2009
No
.

Pusat Pembangkit
Listrik

1.
2.
3.

PLTD Wamena
PLTD Sinakma
PLTM Walesi
Jumlah

Daya
Banyaknya
Terpasang
Unit
( kw )
3
3
4
10

1.000
400
1.640
3.040

Kemampua
n
Mesin
( kw )
800
270
1 640
2.710

Beban
Puncak
( kw )
730
210
1.620
2.560

Sumber : PLN Cabang Wamena

7.4

Jaringan Air Minum


Sumber air baku di wilayah Kabupaten Jayawijya didapat dari

pemanfaatan sumber air permukaan yang terdapat di Distrik Napua,


Distrik Welesi, Distrik Kurulu, Distrik Libarek, Distrik Wollo, Distrik Siepkosi,
Distrik Asologaima, Distrik Pyramid, Distrik Yalengga dan pemanfaatan
sumur gali terdapat di Distrik Wamena, Distrik Wouma dan Distrik
Hubikiak. Untuk pelayanan jaringan air minum dari PDAM masih terbatas
di sekitar pusat Kota Wamena.

7.5

Jaringan Telekomunikasi
Jaringan telekomunikasi di wilayah Kabupaten Jayawijaya saat ini

dilayani oleh jaringan kabel dan satelit. Sistem jaringan kabel baru
menjangkau wilayah Distrik Wamena, sedangkan sistem telekomunikasi
jaringan

satelit

melayani

Distrik

Wamena,

Distrik

Kurulu,

Distrik

Asolokobal, Distrik Usilimo, Distrik Hubikosi, Distrik Wita Waya, Distrik


Pisugi, Distrik Pelebaga, Distrik Wouma, Distrik Walesi, Distrik Asotipo dan
Distrik Hubikiak. Lokasi menara telekomunikasi terdapat di Distrik
Wamena.
8. SARANA SOSIAL EKONOMI
8.1 Sarana Pendidikan
Sarana pendidikan meliputi:
1 Taman Kanak-Kanak (TK)
Jumlah sekolah Taman Kanak-Kanak (TK) yang ada di Kabupaten
Jayawijaya pada tahun 2009 yaitu ada 15 buah.
2 Sekolah Dasar (SD)
Jumlah Sekolah Dasar di Kabupaten Jayawijaya pada tahun 2009
berjumlah 105 unit, tersebar di seluruh Distrik Induk (11 distrik).
3 Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP)
Jumlah SLTP di Kabupaten Jayawijaya pada tahun 2009 berjumlah 25
unit, tersebar di Distrik Induk, kecuali Distrik Walelagama, Distrik
Pelebaga dan Distrik Musatfak yang belum tersedia SLTP.
4 Sekolah Menengah Umum (SMA)
Penyebaran SMA atau sederajatnya, baik yang berstatus negeri
maupun swasta di Kabupaten Jayawijaya pada tahun 2009 berjumlah
17 unit, dan yang merupakan SMA umum berjumlah 12 unit.
Sementara untuk Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) terkonsentrasi
di Kota Wamena berjumlah 4 buah berlokasi di Distrik Wamena dan 1
buah berlokasi di Distrik Hubikosi. Sedangkan untuk jenjang pendidikan

tinggi, pada tahun 2009 telah terdapat Akademi Bahasa Asing (ABA),
AKPER, STKIP, STIA dan STIPER yang berada di wilayah Distrik Wamena.
8.2

Sarana Kesehatan
Berdasarkan data tahun 2009 sarana kesehatan di Kabupaten

Jayawijaya terdiri dari Rumah Sakit sebanyak 1 unit negeri dan 4 unit
swasta (Distrik Wamena), Puskesmas sebanyak 12 unit (tersebar di setiap
Distrik Induk), Puskesmas Pembantu (Pustu) sebanyak 19 unit (tersebar
disetiap Distrik Induk, kecuali Distrik Musatfak, Distrik Wollo dan Distrik
Yalengga yang tidak memiliki Puskesmas Pembantu dan Balai Pengobatan
sebanyak 49 unit tersebar disetiap Distrik Induk, kecuali Distrik Pelebaga
dan Distrik Yalengga.
8.3

Sarana Olahraga

Sarana olahraga yang representatif di wilayah Kabupaten Jayawijaya


adalah keberadaan Stadion Sepakbola Pendidikan di Kota Wamena, yang
termasuk dalam wilayah Distrik Wamena. Keberadaan klub sepakbola
PERSIWA secara langsung maupun tidak langsung telah menjadi salah
satu bangkitan pergerakan baik barang, jasa dan manusia di wilayah
Kabupaten Jayawijaya. Salah satu efek gandanya adalah bertambahnya
sarana akomodasi penginapan/hotel untuk menampung rombongan klubklub yang melangsungkan pertandingan dengan PERSIWA di Stadion
Pendidikan Wamena dalam rangka ajang kompetisi Liga Super Indonesia
yang diikuti 15 klub profesional yang ada di Indonesia pada tahun 2011
ini. Pada gilirannya kegiatan kompetisi sepakbola tersebut sebagai media
promosi obyek dan daya tarik wisata yang ada di wilayah Kabupaten
Jayawijaya untuk mendatangkan wisatawan nusantara (wisnus) maupun
wisatawan mancanegara (wisman), sehingga dapat menjadi salah satu
sumber devisa bagi Pemda Kabupaten Jayawijaya untuk melaksanakan
pembangunan bagi kesejahteraan masyarakat.

Stadion sepakbola Pendidikan sebagai salah satu ikon Kota Wamena


dan markas klub profesional PERSIWA-Wamena

8.4

Sarana Perdagangan dan Jasa


Jenis sarana

perdagangan dan jasa yang ada di Kabupaten

Jayawijaya secara umum telah tersedia, hanya keberadaannya masih


terkonsentrasi di Distrik Wamena (Kota Wamena), dengan jenis usaha
yang bervariasi dari mulai warung/kios, pertokoan, mini market, bank,
bengkel kendaraan bermotor (motor,mobil) dan pasar tradisional skala
pelayanan

kabupaten.

Berdasarkan

data

yang

diperoleh

dari

BPS

Kabupaten Jayawijaya terjadi fluktuasi jumlah sarana perdagangan dari


373 buah pada tahun 2007 menjadi 170 pada tahun 2008 dan bertambah
kembali pada tahun 2009.

Pasar Jibama-Distrik Wamena

Sarana

perdagangan

yang

merupakan

sektor

usaha

untuk

memperlancar dan meningkatkan arus barang dan jasa, baik untuk


konsumsi, produksi dan ekspor. Keberadaan sarana ini m masih terpusat
pada wilayah Distrik Wamena baik bentuk grosir maupun eceran, dengan
dukungan sarana pasar yang tersebar dengan status pasar tradisional.
Nama-nama restoran/rumah makan yang terdapat di wilayah Kota
Wamena Kabupaten Jayawijaya adalah:
1. Restoran Baliem Pilamo
2. Restoran Nayak
3. Rumah Makan Blambangan
4. Rumah Makan Parahiyangan
5. Rumah Makan Sinar Padang
6. Rumah Makan Adinda
7. Rumah Makan Banyumas
8. Rumah Makan Siang Malam
9. Rumah Makan Kawanua
10. Rumah Makan Remaja Jaya
11. Rumah Makan Bhayangkara
12. Rumah Makan Lumayan
13. Rumah Mas Budi
14. Rumah Makan Mustika
15. Rumah Makan Pondok Gizi
16. Rumah Makan Antama
Sarana penginapan/hotel yang terdapat di Kabupaten Jayawijaya
pada tahun 2009 berjumlah 19 buah, dominannya berada wilayah Distrik
Wamena, yaitu:

Nama Hotel
1
2
3
4
5
6

Hotel
Hotel
Hotel
Hotel
Hotel
Hotel

Baliem Pilamo di Distrik Wamena


Wamena di Distrik Wamena
Nayak di Distrik Wamena
Ranu Jaya 1 di Distrik Wamena
Ranu Jaya 2 di Distrik Wamena
Anggrek di Distrik Wamena

7
8
9
10

Hotel
Hotel
Hotel
Hotel

Srikandi di Distrik Wamena


Trendi di Distrik Wamena
Syahrial Makmur di Distrik Wamena
Baliem Valley Resort di Distrik Wamena

Nama Pondok Wisata


11
12
13
14
15
16
17
18
19

Pondok
Pondok
Pondok
Pondok
Pondok
Pondok
Pondok
Pondok
Pondok

Wisata
Wisata
Wisata
Wisata
Wisata
Wisata
Wisata
Wisata
Wisata

Putri Dani di Distrik Wamena


Mas Budi di Distrik Wamena
Pelangi di Distrik Wamena
Sinakma Elok di Distrik Wamena
Wio Terapung di Kampung Wesaput Distrik Wamena
Wosilimo di Kampung Wosilimo Distrik Kurulu
Muliama di Kampung Kewin Distrik Asologaima
Yiwika di Kampung Yiwika Distrik Kurulu
Suroba di Kampung Suroba Distrik Kurulu

9. PEREKONOMIAN
Besar kecilnya kontribusi masing-masing sektor ekonomi dalam
membentuk nilai tambah disuatu daerah akan berpengaruh terhadap
struktur

perekonomian

di

daerah

tersebut.

Sektor

ekonomi

yang

mempunyai sumbangan kontribusi terbesar atau dominan mencerminkan


gambaran perekonomian yang ada di daerah itu. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada Tabel 1.8.
Tabel 1.8
Peranan Sektor Ekonomi Terhadap Pembentukan Produk Domestik
Regional Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Kabupaten Jayawijaya Tahun
2007 2011
Sektor
Pertanian
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Listrik dan Air Bersih
Bangunan
Perdagangan Hotel dan Restoran
Pengangkutan dan Komunikasi
Keuangan, Persewaan dan Jasa
Perusahaan
Jasa-Jasa
Jumlah

2007

2008

2009

252,721.93
5,292.49
2,334.16
2,164.22
52,063.32

287,641.16
6,295.08
2,676.32
2,310.87
63,398.32

316,474.39
7,254.76
3,094.64
2,481.61
88,107.60

345,689.66
8,485.77
3,585.76
2,629.87
123,109.83

374,994.31
9,177.81
4,007.10
2,809.72
154,623.71

108,481.42
63,884.84

137,714.45
92,740.21

165,592.29
116,335.59

186,414.72
143,551.69

206,955.12
176,397.55

15,012.90

19,855.07

24,601.18

53,198.76

59,636.20

144,777.14
646,732.4
3

175,035.55
787,667.0
4

218,876.61
942,818.6
7

267,355.81
1,134,021.
88

313,376.96
1,
301,978.49

Sumber : PDRB Kabupaten Jayawijaya Tahun 2011

2010

2011

Dari tabel tersebut terlihat bahwa sektor pertanian mempunyai


kontribusi terbesar yaitu Rp. 374,994.31, disusul sektor jasa-jasa sebesar
Rp. 313,376.96, dan selanjutnya sektor perdagangan, hotel dan restoran
dengan kontribusi Rp. 206,955.12.
Untuk mengetahui besarnya sumbangan masing-masing sektor
lapangan usaha terhadap pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan
diperoleh dengan cara mengalikan distribusi persentase atas dasar harga
konstan pada tahun sebelumnya (tn-1) dengan laju pertumbuhan atas
dasar harga konstan pada tahun berjalan (tn) dibagi 100. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1.9.
Tabel 1.9
Pergeseran Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Jayawijaya 2011
(Persentase)

dan

35.90
1.02

Laju
Pertumbuha
n
ADH
Konstan
2011
3.00
8.01

dan

0.34
0.33
10.13
14.73

6.59
4.43
12.71
6.97

0.02
0.01
1.29
1.03

dan

13.29

18.65

2.48

4.22

7.86

0.33

20.03
100,00

10.53
78.75

2.11
8,43

Distribusi
ADH Konstan
2000
Tahun 2010

Sektor

Pertanian
Pertambangan
Penggalian
Industri Pengolahan
Listrik dan Air Bersih
Bangunan
Perdagangan,
Hotel
Restoran
Pengangkutan
Komunikasi
Keuangan, Persewaan
Jasa Perusahaan
Jasa-Jasa
Jumlah

dan

Sumbangan
Laju
Pertumbuhan
1.08
0.08

Sumber : PDRB Kabupaten Jayawijaya Tahun 2011

Berdasarkan tabel tersebut, memperlihat bahwa:


Sektor pengangkutan dan komunikasi mempunyai andil terbesar
dalam pertumbuhan ekonomi Kabupaten Jayawijaya sebesar 2,48 %.
Sektor kedua yang mempunyai andil dalam pertumbuhan ekonomi
Kabupaten Jayawijaya adalah sektor jasa-jasa yaitu sebesar 2,11 %,

Sektor bangunan menempati urutan ketiga dalam memberikan andil


terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Jayawijaya yaitu sebesar
1,29 %,
Sektor pertanian memberikan andil sebesar 1,08 %,
Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran memberikan andil sebesar
1,03 %,
10. ISU STRATEGIS
Isu strategis penataan ruang Kabupaten Jayawijaya diidentifikasi
sebagai berikut:
a

Potensi pariwisata yang dapat dikembangkan sebagai sektor unggulan.


Festival Lembah Baliem merupakan agenda wisata budaya yang
diselenggarakan setiap tahun yang dapat dikembangkan sebagai
tonggak pengembangan sektor pariwisata. Di samping itu kekayaan
alam (termasuk keunikan geo-ekologi wilayah) juga berpotensi bagi
pengembangan wisata alam dan geowisata.

Potensi pertanian dipertahankan dan lebih dikembangkan sebagai basis


ekonomi. Kopi, buah merah, sayur dan buah, umbi-umbian, ternak sapi
dan babi adalah komoditas yang banyak dihasilkan wilayah ini.

Potensi

perikanan

tangkap

perlu

lebih

dikembangkan,

terutama

komoditas udang.
d

Potensi hasil hutan berupa kayu dan madu perlu lebih dioptimalkan,
mengingat luas hutan produksi di wilayah ini sangat signifikan.

Wamena

sebagai

pusat

transportasi,

ekonomi,

pelayanan

jasa

(terutama kesehatan dan pendidikan) bagi wilayah Pegunungan


Tengah. Sistem transportasi menjadi sangat penting peranannya dalam
pengembangan wilayah Pegunungan Tengah.
f

Kesenjangan perkembangan antara wilayah selatan dan bagian wilayah


lain

merupakan

permasalahan

pengembangan

wilayah.

Wilayah

selatan tergolong memiliki kerawanan bencana lebih tinggi. Sebagai


upaya menyeimbangkan perkembangan, wilayah selatan
sebagai sentra festival Lembah Balim.

diarahkan

Sebaran fasilitas pendidikan tidak merata, terpusat di Wamena. Peran


sentral Wamena sangat penting, namun dalam jangka panjang perlu
desentralisasi.

Bentang alam khas harus menjadi faktor utama dalam penataan ruang,
mengingat wilayah ini berada di lembah yang dikelilingi pegunungan.
Selain

kondisi-kondisi

di

atas

yang

menjadi

latar

belakang

disusunnya RTRW Kabupaten Jayawijaya, ada beberapa isu lain yang perlu
dipertimbangkan dalam RTRW Kabupaten Jayawijaya antara lain adalah
sebagai berikut :

Perkembangan

kondisi

perekonomian

nasional

yang

mendorong

orientasi pembangunan daerah menuju sektor pertanian dan kawasan


perdesaan

dengan

pendekatan

ekonomi

kerakyatan.

Reorientasi

mendorong dikembangkannya paradigma perencanaan pembangunan


yang mengurangi ketergantungan pada trickle down effect (efek
menetes ke bawah) pusat pertumbuhan berbasis sektor industri dan
sektor tersier di kawasan perkotaan serta pilihan basis perekonomian
pada sektor pertanian dengan penajaman komoditi yang tangguh
terhadap perubahan pasar global. Perubahan paradigma ini juga
sejalan dengan fungsi Kabupaten Jayawijaya sebagai salah satu daerah
penyangga

dengan

Kabupaten Jayawijaya

fungsi

utama

dengan letak

sebagai
geografis

daerah

konservasi.

dan morfologinya

menjadikan sebagian besar peruntukan lahannya merupakan kawasan


yang berfungsi lindung. Oleh karena itu konsep pengembangan tata
ruang Kabupaten Jayawijaya harus disesuaikan dengan fungsi dan
peran kabupaten terhadap wilayah yang lebih luas di sekitarnya.

Kebijaksanaan menuju perluasan otonomi daerah yang membawa


implikasi terhadap posisi dan fungsi rencana tata ruang dalam
perkembangan pembangunan menurut hirarki pemerintahan. Rencana
tata ruang wilayah Kabupaten Jayawijaya perlu diposisikan secara tepat
pada arah kebijaksanaan tersebut, sehingga mampu berperan sebagai
instrumen pencapaian tujuan pembangunan melalui pembentukan
ruang kabupaten.

Ketidakseimbangan pertumbuhan (imbalance growth) antar wilayah di


Kabupaten Jayawijaya (wilayah utara-selatan). Ketidakseimbangan
pertumbuhan akan mempertajam kesenjangan kesejahteraan dan
sosial-ekonomi

yang

dapat

mengganggu

ketertiban

proses

pembangunan. Asas demokratisasi ruang dan sinergi wilayah perlu


melandasi RTRW Kabupaten Jayawijaya dalam mengatasi kesenjangan
antar wilayah tersebut.

Pelestarian

lingkungan

dipertimbangkan

dalam

hidup
RTRW

merupakan
Kabupaten

isyu

yang

Jayawijaya,

perlu

terutama

menyangkut okupasi kawasan lindung dan masalah perubahan tata


guna lahan di kawasan hutan lindung yang berpengaruh secara
langsung terhadap pola DAS di Kabupaten Jayawijaya.

Anda mungkin juga menyukai