LANDASAN TEORI
2.1. Umum
Pengembangan sumber daya air dalam peningkatan produksi pangan merupakan
hal yang sangat penting dalam usaha pertanian, dimana irigasi merupakan salah satu
bagian dari program intensifikasi pertanian. Peningkatan efisiensi penggunan air irigasi
merupakan salah satu bentuk pengembangan sumber daya air bagi pertanian.
Penggunaan air irigasi ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah No. 23 pasal 4
dan 7 tahun 1982 tentang irigasi, yaitu air irigasi digunakan untuk mengairi tanaman,
selain itu digunakan untuk mengairi pemukiman, ternak, dan lain sebagainya. Namun
Peraturan Pemerintah tersebut sudah tidak berlaku lagi dalam era otonomi daerah. Maka
terdapat pembaharuan Peraturan Pemerintah mengenai irigasi yaitu Peraturan
Pemerintah No. 20 tahun 2006.
Dalam pembangunan proyek irigasi banyaknya air yang diperlukan untuk
pertanian harus diketahui dengan tepat, sehingga pemberian air irigasi dapat seefisien
mungkin. Besar kebutuhan air irigasi ditentukan oleh banyak faktor, terutama
tergantung pada macam tanaman dan masa pertumbuhan tanaman sampai produksi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi banyaknya pemakaian air irigasi adalah
sebagai berikut :
a) Jenis tanaman
b) Cara pemberian air
c) Jenis tanah yang digunakan
d) Cara pengelolaan dan pemeliharaan saluran dan bangunan dengan memperhitungkan
kehilangan air antara 30% - 45%
e) Waktu tanam berurutan,berselang lebih dari dua minggu sehingga memudahkan
pengaturan cara pemberian air (giliran)
f) Pengolahan tanah
g) Iklim dan keadaan cuaca, meliputi curah hujan, kecepatan angin, letak lintang, lama
penyinaran matahari, kelembaban udara dan suhu udara.
2.2. Data Klimatologi
Untuk menganalisa kondisi hidrologi suatu daerah harus diketahui karakteristik
iklim di suatu daerah tersebut. Ini mempunyai arti bahwa data klimatologi yang
8
2
merupakan bagian dari data hidrologi sangat diperlukan dalam pengembangan dan
pengaturan sumber-sumber air seperti halnya untuk keperluan ketersediaan air.
Data-data yang diperoleh dari stasiun klimatologi adalah temperatur rata-tara (t),
kelembaban nisbi rata-rata (Rh), lama penyinaran matahari (n/N) dan kecepatan angin
(u). Setelah itu data-data tersebut digunakan untuk menghitung evaporasi potensial
dengan Metode Penmann (Suharjono, 1990 : 39) dengan rumus sebagai berikut :
Eto = C x Eo*
( 2.1 )
Dengan :
Eto
Eo*
= Evaporasi (mm/hari)
( 2.2 )
R80
n
1
5
(2.3 )
R90
n
1
10
( 2.4 )
Dengan :
R80 = curah hujan yang terjadi dengan tingkat kepercayaan 80%
3
n
4
2. Dibandingkan dengan actual record, dengan memperhatikan ketentuan curah
hujan efektif sebagai berikut :
B. HATHI
1. Ra < 6,7
Reff = 0
2. 6,7 < Ra < 30
Reff = Ra 6,7
3. 30 < Ra < 100
Reff = (43 Ra 747)0,5
( 2.5 )
4. Ra > 100
Reff = 0,3 (Ra 100) + 60
( 2.6 )
C. HARZA
1. Ra < 5
Reff = 0
2. 5 < Ra < 50
Reff = Ra
3. Ra > 50
Reff = 50
D. Hidrologi and Operation Studies Review of Dums SMEC, September 1985
1. Jika curah hujan andalan < 6,7 mm, maka curah hujan efektif = 0
2. Jika 6,7 mm < curah hujan andalan < 30 mm, maka curah hujan efektif = curah
hujan andalan - 6,7 mm
5
3. Jika 30 mm < curah hujan andalan < 100 mm, maka curah hujan efektif
Reff = (43Ra-747)o,s
( 2.7 )
4. Jika curah hujan andalan > 100 mm, maka curah hujan efektif
Reff = 0,3 (Rad-100) + 60
( 2.8 )
6
5. Harza Engineering Company International di proyek Pekalen Sampeyan
n
R80 = 5 + 1
dan
n
R90 = 10 + l
( 2.9 )
( 2.10 )
( 2.11 )
7
Data debit diperoleh dari pengukuran debit 10 harian dari tahun 2004 sampai
tahun 2013 di beberapa bangunan yang mempunyai alat pengukuran debit. Data debit
untuk Daerah Irigasi Sengkaling ini diperoleh dari UPT. PSDA Wilayah Sungai Bango
Gedangan Malang.
Dengan data ini dapat dihitung debit andalan untuk irigasi yang dianalisa sebesar
80% kejadian dipenuhi atau dilampaui. Debit tersebut digunakan sebagai patokan
ketersediaan debit yang masuk ke masing-masing jaringan irigasi. Untuk menghitung
debit andalan tersebut dihitung peluang 80% dari debit rata-rata sumber air pada
pencatatan debit pada setiap jaringan irigasi dengan periode tiap 10 harian.
Dalam menentukan besarnya debit andalan dengan peluang 80% digunakan
probabilitas Metode Weibull, dengan rumus :
m
Rumus : P = n 1
( 2.12 )
Dengan :
P
= Peluang (%)
= Jumlah data
Angin
Kelembaban (Humiditas)
Suhu (temperatur)
Terdapat berbagai macam metode untuk menghitung evaporasi yang terjadi,
8
tropis. Data-data yang diperlukan dalam menghitung evaporasi dengan metode
Penmann adalah :
Angka koreksi
Untuk perhitungan evaporasi dianjurkan untuk menggunakan rumus Penmann
yang sudah dimodifikasi. Sedangkan perhitungan Eto berdasarkan rumus Penmann yang
dimodifikasi gun perhitungan di daerah Indonesia
Evapotranspirasi tanaman acuan (Eto) didapat setelah harga Eto* dihitung terlebih
dahulu. Nilai angka koreksi Penmann (c) dipengaruhi oleh perbedaan kecepatan udara
antara siang dan malam. Untuk keadaan iklim Indonesia harga c berkisar antar 0,85-1,0.
2.5.2. Kebutuhan Air Tanaman
Kebutuhan air tanaman adalah sejumlah air yang dibutuhkan untuk mengganti
air yang hilang akibat penguapan.
Dengan
demikian besar kebutuhan air tanaman adalah sebesar jumlah air yang hilang akibat
proses evapotranspirasi.
Besar kebutuhan air tanaman dinyatakan dalam penggunaan konsumtif yang
besarnya :
Cu = k. ETo
Dengan :
Cu
= koefisien tanaman
ETo
( 2.13 )
9
Irigasi adalah membagi sejumlah air yang sama pada lahan yang seluas
mungkin. Salah satu hal yang bisa diusahakan adalah dengan memperkecil kebutuhan
air irigasi (IR) yaitu dengan besar kebutuhan air tanaman (ETc).
EVAPORASI
iklim
TRANSPIRASI
Tanaman
disamping dipengaruhi oleh keadaan iklim, juga dipengaruhi oleh faktor tanaman (jenis,
macam,dan umur pertumbuhan tanaman).
Faktor
Iklim
Suhu Udara
Kelembaban udara
Kecepatan angin
Kecerahan Matahari
Curah Hujan
Faktor Tanaman
Jenis Tanaman
Varietas Tanaman
Umur Tanaman
10
Curah Hujan
Dirancang dengan pola tanam tertentu
Dihitung dengan rumus
kebutuhan air
Didapat ETo
( ET = K. ETo )
k didapat
( 2.14 )
( 2.15 )
11
A
Besarnya nilai kebutuhan air untuk penyiapan lahan dapat dilihat pada tabel 2.1.
Tabel 2.1 Nilai kebutuhan air untuk penyiapan lahan
Eo + P
T (30 hari)
T (45 hari)
(mm/hari)
5,00
S = 250 mm
11,10
S = 300 mm
12,70
S = 250 mm
8,40
S = 300 mm
9,50
5,50
6,00
6,50
7,00
7,50
8,00
8,50
9,00
9,50
10,00
10,50
11,00
11,40
11,70
12,00
12,30
12,60
13,00
13,30
13,60
14,00
14,30
14,70
15,00
13,00
13,30
13,60
13,90
14,20
14,50
14,80
15,20
15,50
15,80
16,20
16,50
8,80
9,10
9,40
9,80
10,10
10,50
10,80
11,20
11,60
12,00
12,40
12,80
9,80
10,10
10,40
10,80
11,10
11,40
11,80
12,10
12,50
12,90
13,20
13,60
12
Perkolasi adalah pergerakan air sampai ke bawah dari zone tidak jenuh (antara
permukaan tanah sampai ke bawah permukaan air tanah) ke dalam daerah jenuh (daerah
berada di bawah permukaan air tanah).
Daya Perkolasi (Pp) adalah laju perkolasi maksimum yang dimungkinkan dan
besarnya dipengaruhi kondisi tanah dan muka air tanah. Perkolasi terjadi saat daerah
tak jenuh mencapai daya medan (field capacity).
Dalam recharge buatan, perkolasi mempunyai arti penting, dimana infiltrasi
terjadi terus-menerus karena alasan teknis.
Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya perkolasi antara lain :
1. Tekstur tanah
-
2. Permeabilitas tanah
Semakin besar permeabilitas tanah, semakin besar pula daya perkolasinya.
3. Tebal lapisan tanah bagian atas
Semakin tipis lapisan tanah bagian atas, semakin kecil daya perkolasinya.
4. Tanaman penutup
Lindungan tumbuh-tumbuhan yang padat menyebabkan daya infiltrasi semakin
besar yang berarti pula daya perkolasinya juga besar.
Pada petak sawah perkolasi dipengaruhi oleh :
-
Keadaan pematang
Pori-pori dan lubang pada pematang serta padat gemburnya tanah yang membentuk
pematang ikut mempengaruhi rembesan. Selain itu tebal tipisnya pematang juga
berpengaruh. Semakin tebal pematang, semakin kecil pula rembesan yang terjadi.
Pada petak sawah perkolasi dipengaruhi oleh tinggi genangan air dan keadaan
pematang. Besar perkolasi untuk beberapa jenis tanah dapat dilihat pada tabel 2.2.
Tabel 2.2 Hubungan Jenis Tanah Dengan Perkolasi
Jenis Tanah
Sandy Loam
Loam
23
Clay
12
13
tekstur tanah
permeabilitas tanah
umur saluran
kepadatan tanggul
penyadap-penyadap liar
2. Kehilangan air di tingkat saluran primer dan sekunder yang terdiri dari :
a. Rembesan
b. Penyadap liar
c. Kebocoran
14
d. Pengaruh pemeliharaan saluran dan tanggul
e. Pengaruh pemeliharaan pintu
Faktor-faktor yang mempengaruhi kehilangan air adalah :
1. Panjang saluran
Makin panjang saluran, kemungkinan kehilangan airnya semakin besar.
2. Keliling basah saluran
Makin besar keliling basah saluran, makin besar pula kehilangan air.
3. Lapisan saluran
Saluran yang tidak di-lining lapisan pengeras akan terjadi penggenangan air. Ini
disebabkan rembesan dan perkolasi.
4. Kedudukan air tanah
Makin tinggi kedudukan air tanah, makin kecil pula faktor peresapan yang terjadi.
5. Luas permukaan air pada saluran
Makin luas permukaan yang terjadi karena adanya penguapan.
Kehilangan air yang cukup besar tidak dapat diabaikan dalam perhitungan,
sehingga perhitungan efisiensi penggunaan air dihitung dengan evapotranspirasi
ditambah rembesan dijumlah dengan perkolasi kemudian dibagi dengan jumlah air yang
disuplai (irigasi dan curah hujan).
Rumus :
in flow outflow
x100%
in
flow
Efisiensi =
( 2.16 )
Untuk menghitung efisiensi di tingkat sekunder dan primer dipakai data debit
rata-rata selama 10 tahun.
Misalnya, kehilangan air pada bulan Januari :
- Debit rata-rata di pintu pengambilan utama 200 l/dt
- Debit rata-rata di pintu tersier 150 l/dt
Kehilangan air di saluran primer dan sekunder pada bulan Januari adalah :
200 150
100 %
200
= 2,5 %
Jadi efisiensi irigasi di tingkat primer dan sekunder adalah 97,5 %
Dalam studi ini diambil besarnya efisiensi sebagai berikut
1) Saluran Primer
= 80% - 90%
2) Saluran Sekunder
= 60% - 80%
3) Saluran Tersier
= 40% - 70%.
15
2.6. Pola Tanam
2.6.1. Pola Tata Tanam
Pola tata tanam merupakan cara yang terpenting dalam perencanaan tata tanam.
Maksud diadakannya tata tanam adalah untuk mengatur waktu, tempat, jenis dan luas
tanaman pada daerah irigasi. Tujuan tata tanam adalah untuk memanfaatkan persediaan
air irigasi seefektif dan seefisien mungkin sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik.
Dua hal pokok yang mendasari diperlukannya tata tanam, yaitu :
- Persediaan air irigasi (dari sungai) di musim kemarau yang terbatas.
-
Berdasarkan pengertian tata tanam seperti diatas ada empat faktor yang harus diatur,
yaitu :
1. Waktu
Pengaturan waktu dalam perencanaan tata tanam merupakan hal yang pokok.
Sebagai contoh bila hendak mengusahakan padi rendeng, yang pertama kali
dilakukan adalah mengolah tanah untuk pembibitan. Pada waktu mulai tanam
biasanya musim hujan mulai turun sehingga persediaan air relatif kecil. Untuk
menghindari hal-hal yang tidak diinginkan maka waktu penggarapan dan urutan
serta tata tanam diatur sebaik-baiknya.
2. Tempat
Pengaturan tempat masalahnya hampir sama dengan pengaturan waktu.
Dengan dasar pemikiran bahwa tanaman membutuhkan air dan persediaan air
yang ada dipergunakan bagi tanaman. Untuk dapat mencapai hal itu tanaman
diatur tempat penanamannya, agar pelayanan irigasi dapat lebih mudah.
3. Pengaturan jenis tanaman
Tanaman yang diusahakan antara lain padi, palawija dan lain-lain. Tiap jenis
tanaman mempunyai tingkat kebutuhan air yang berlainan. Berdasarkan hal
tersebut, jenis tanaman yang diusahakan harus diatur sedemikian rupa sehingga
kebutuhan air dapat terpenuhi. Misalnya jika persediaan air sedikit diusahakan
penanaman tanaman dengan kebutuhan air sedikit.
16
areal tanaman harus dibatasi luasnya dengan cara menggantinya dengan tanaman
palawija. Berarti areal yang ditanami menjadi luas sehingga kemungkinan lahan
yang tidak terpakai akan lebih kecil.
4. Pengaturan luas tanaman
Pengaturan luas tanaman hampir sama dengan pengaturan jenis tanaman.
Pengaturan pada pembatasan luas tanaman akan membatasi besarnya kebutuhan
air bagi tanaman yang bersangkutan. Pengaturan ini hanya terjadi pada daerah
yang airnya terbatas, misalnya jika persediaan air irigasi yang sedikit, petani
hanya boleh menanam palawija.
2.6.2. Jadwal Tata Tanam
Tujuan penyusunan jadwal tanam adalah agar air yang tersedia (dari sungai)
dapat dimanfaatkan dengan efektif untuk irigasi, sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan
tiap lahan. Pada musim kemarau, kekurangan jumlah air dapat diatasi dengan mengatur
pola tata tanam sesuai dengan tempat, jenis tanaman dan luas lahan tanaman.
Penentuan jadwal tata tanam harus disesuaikan dengan jadwal penanaman yang
ditetapkan dalam periode musim hujan dan musim kemarau.
2.6.3. Tata Tanam
Dalam satu tahun terdapat dua kali masa tanaman yaitu musim hujan (OktoberMaret) dan musim kemarau (April-September).
untuk menentukan awal penanaman padi (di musim hujan), demikian pula untuk jenis
tanaman lain.
Berdasarkan faktor-faktor dan pertimbangan diatas, maka pola tata tanam suatu
daerah tertentu dapat digolongkan menjadi :
1. Pola tata tanam I
: Padi Padi
( 2.17 )
17
Dengan :
IR
Cu
Pd
Re
adalah hasil perkalian kebutuhan air irigasi di sawah dengan faktor efisiensi irigasi, dan
dinyatakan dengan rumus :
DR = (IR/Ef) x A x T
( 2.18 )
Dengan :
DR = kebutuhan air irigasi pada pintu pengambilan atau intake (m3/dt)
Ef
= efisiensi irigasi
( 2.19 )
Dengan :
NFR
ETc
= evapotranspirasi potensial
= perkolasi
Reff
WLR
( 2.20 )
18
c. Kebutuhan air untuk tamanan palawija
(ETo Reff)
P
IR =
( 2.21 )
IRp =
Me k
(e k - 1)
( 2.22 )
Dengan :
IRp = kebutuhan air untuk penyiapan lahan (mm/hari)
M
= kebutuhan air untuk mengganti air yang hilang akibat evaporasi dan
perkolasi di sawah yang telah dijenuhkan (mm/hari)
= MT/S
( 2.23 )
( 2.24 )
Dengan :
NFR = kebutuhan air di sawah (1mm/hr x 10.000/24x60x60 =1 l/dt/ha)
Cu
Pd
NR
= perkolasi
19
Persamaan untuk metode FPR yaitu :
Q
FPR = LPR
( 2.25 )
Dengan :
FPR
LPR
Sedangkan kategori nilai FPR untuk keperluan operasional pembagian air pada
petak tersier dapat dikategorikan sebagai berikut :
Baik, FPR
Sedang, FPR
Cukup, FPR
Air Kurang
Air Cukup
Air Memadai
0,18
0,12
0,06
Perlu
0,18 0,36
0,12 0,23
0,06 0,12
Mungkin
0,36
0,23
0,12
Tidak
( 2.26 )
20
Dengan :
Q
= Perkolasi (mm/hari)
( 2.27 )
Dengan :
T
(mm)
40
50
60
(%)
20
50
100
Debit air
2 3 hari
2 3 hari
3 hari atau lebih
21
Debit minimum suatu saluran berbeda-beda, tergantung luas sawah yang
ditanamami dan luas sawah yang mendapat air dari saluran tersebut. Untuk keperluan
itu diperlukan hal-hal perhitungan sebagai berikut :
1. Pembagian air tidak kurang dari 20 lt/dt. Untuk menjamin hal tersebut pemberian air
digilir.
2. Seluruh jaringan tersier mendapat giliran, jika jumlah air bersesuaian dengan FPR
0,10 lt/dt/ha.
3. Prioritas pemberian air disesuaikan dengan P > W > R.
4. Jadwal pemberian disiapkan untuk tiap saluran tersier, dan diberitahukan ke tiap
HIPPA. Jadwal penggiliran didasarkan periode 10 harian dan FPR dari tersier.
5. Pembagian sampai pada pintu tersier akan diawasi oleh juru, sedangkan dalam
jaringan tersier akan diawasi oleh ulu-ulu (sambong).
6. Juru dan pengamat akan turun tangan dalam pemberian air di petak tersier, bila
terjadi perselisihan di desa.
Giliran pada tingkat kwarter dilakukan apabila debit yang mengalir < 15 lt/dt,
untuk debit > 15 lt/dt pemberian air dilakukan secara terus menerus.
An
Qn = (Q Lo) x A
( 2.28 )
Dengan :
Qn
Lo
An
( 2.29 )
22
H
a
= Faktor jarak
Hr
= h rata-rata bervariasi tergantung jumlah blok dan waktu irigasi yang tersedia,
untuk jumlah blok = 4, waktu irigasi = 24 jam, maka hr = 4 x 24 x 10 (10 =
periode pemberian air 10 harian).
Hr
= a + bp, maka a = Hr bp
Qrenc
Q = a x Ae
H
Ae = A x a
( 2.30 )
( 2.31 )
Dengan :
Q
Qrenc
H
a
Ae
= Luas ekivalen
23
maksimumnya akan jauh melampaui daya tampung saluran maupun kemampuan daya
guna airnya.
Sistem golongan adalah mengatur dengan sistem memisahkan periode
pengolahan dengan maksud menekan kebutuhan air maksimum. Cara pengaturan sistem
golongan adalah sebagai berikut :
1. Petak tersier terdiri dari 4 petak sub tersier masing-masing :
Sub tersier A
Sub tersier B
Sub tersier C
Sub tersier D
Masing-masing diusahakan mempunyai luas sama, pemberian air dibedakan
menjadi 3 kondisi
a. Tahap I
Debit yang ada QA = (75 100)% x Qrenc
Pembagian air kontinyu terdapat petak-petak tersier.
b. Tahap II
Debit yang ada QA = (50 70)% x Qrenc
Cara pemberian air :
Periode I
A, B, C diari, D tidak diari
Lamanya pemberian air :
ABC
A B C D x 24 jam
Periode II
B, C, D diari, A tidak diari
Lamanya pemberian air :
BCD
A B C D x 24 jam
Periode III
C, D, A diairi, B tidak diairi
Lamanya pemberian air :
24
CDA
A B C D x 24 jam
Periode IV
D, A, B diairi, C tidak diairi
Lamanya pemberian air :
DAB
A B C D x 24 jam
c. Tahap III
Debit yang ada QA = (25 50)% x Qrenc
Dua sub tersier diairi, dua sub tersier yang lainnya tidak diairi, pemberian air
terbagi dalam dua periode.
Periode I
A, C diairi, B, D tidak diairi
Lamanya pemberian air :
AC
A B C D x 120 jam
Periode II
B, D diairi, A, C tidak diairi
Lamanya pemberian air :
BD
A B C D x 120 jam
25
Periode I
A tidak diairi, B, C diairi
Lamanya pemberian air :
BC
240
A B C x 3 jam
Periode II
B tidak diairi, A, C diairi
Lamanya pemberian air :
AC
240
A B C x 3 jam
Periode III
C tidak diairi, A, B diairi
Lamanya pemberian air :
AB
240
A B C x 3 jam
26
B
A B x 120 jam
Dibuat batas-batas golongan yang pasti pada batas-batas primer atau sekunder,
dalam tiga bagian yang kira-kira hampir sama. Pemberian air ke petak tersier tidak
langsung mengambil dari saluran primer maupun sekunder.
b) Setelah diteliti dan dibenarkan UPT dan disetujui komisi irigasi golongan-golongan
diberi tanda tetap di petak-petak pengairan. Setelah itu dibuat daftar desa-desa serta
petak-petak di masing-masing golongan lalu dikirim ke semua desa-desa yang
bersangkutan.
c)
27
d) Langkah selanjutnya adalah mengadakan pertemuan dengan panitia irigasi untuk
mempertimbangkan rencana tanaman musim penghujan.
e)
Periode
Golongan A
Sampai hari Garapan tanah untuk
ke-1
pembibitan
Hari ke-1 s.d Bibit dan garap tanah
20
Hari ke-21
s.d 40
Hari ke-41
s.d 60
Hari ke-61
untuk pembibitan
Pemindahan tanaman
Tanaman padi
Tidak ada pembatasan
pembagian air
Golongan B
Golongan C
28
Saluran
Primer
Bangunan
Bagi
Saluran
Sekunder
Petak
Tersier
Petak
Tersier
Petak
Tersier
Petak
Tersier
Golongan
A
Golongan
A
Petak
Tersier
Petak
Tersier
Petak
Tersier
Petak
Tersier
Petak
Tersier
Petak
Tersier
Petak
Tersier
Petak
Tersier
Petak
Tersier
Petak
Tersier
Petak
Tersier
Petak
Tersier
Petak
Tersier
Petak
Tersier
Petak
Tersier
Petak
Tersier
Petak
Petak
Tersier Saluran Tersier
Tersier
Petak
Tersier
Petak
Tersier
Golongan
B
Golongan
B
Golongan
C
Golongan
C
Saluran
Tersier
29
2.9. Analisa Neraca Air
Parameter yang digunakan dalam perhitungan kebutuhan air irigasi berdasarkan
metode ini adalah :
Mxc k
ck 1
( 2.32 )
Dengan :
Pd
Eo
= evaporasi (mm/hari)
= MT/S
( 2.33 )
Dengan :
Cu
ETo
= koefisien tanaman
Perkolasi
Perkolasi dapat diartikan sebagai kehilangan air akibat pergerakan air tanah karena
penurunan air secara gravitasi ke dalarn tanah. Berdasarkan tekstur tanah lempung
liat dengan pemeabilitas sedang, maka laju perkolasi yang dapat dipakai berkisar
antara 1-3 mm/hari. Dalam studi ini nilai perkolasi yang diambil sebesar 2 mm/hari.
30
Re = 0,7 x R80
Re = 0,5 x R80