Anda di halaman 1dari 89

KODE/ RUMPUN ILMU: 622/ ILMU KOMUNIKASI

B
LAPORAN
PENGABDIAN PADA MASYARAKAT INTERNAL KELOMPOK MONODISIPLIN

TEMA PENGABDIAN UNIVERSITAS


Kebencanaan
TOPIK PENGABDIAN UNIT
Kearifan lokal dalam proses komunikasi budaya di lingkungan masyarakat
perkotaan

JUDUL PENGABDIAN PADA MASYARAKAT


Manajemen Infografis Media Komunikasi Kebencanaan Berbasis Partisipasi
Masyarakat di Yakkum Emergency Unit Yogyakarta

Ketua
Dr. phil. Yudi Perbawaningsih
09.91.356/ 0523026801
Anggota
Rifka Sibarani, M.P.P
03.17.952
Anggota
Alexander Beny Pramudyanto, S.Sos.,M.Si
08.13.866/ 0519098301

UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA


Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Program Studi Ilmu Komunikasi

JUNI
2018

i
Scanned by CamScanner
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL............................................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN..................................................................................... .................. ii
DAFTAR ISI............................................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................................. iv
DAFTAR TABEL........................................................................................................................ v
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................ 1
BAB II TARGET DAN LUARAN............................................................................................. 8
BAB III TAHAPAN DAN METODE......................................................................................... 15
BAB IV KELAYAKAN PERGURUAN TINGGI DAN TIM PELAKSANA........................... 22
BAB V HASIL YANG DIPEROLEH......................................................................................... 32
5.1 TAHAP AWAL KEGIATAN.................................................................................... 32
5.2 TAHAP PELAKSANAAN........................................................................................ 33
5.2.1 PERTEMUAN 1...................................................................................................... 33
5.2.2 PERTEMUAN II..................................................................................................... 34
5.2.3 PERTEMUAN III & IV........................................................................................... 36
5.2.4 PERTEMUAN V..................................................................................................... 37
5.2.5 PERTEMUAN VI.................................................................................................... 38
5.2.6 PERTEMUAN VII.................................................................................................. 39
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN.................................................................................... 40
BAB VII RENCANA TINDAK LANJUT DAN PENGELOLAAN OUTCOME..................... 41
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................. 42
LAMPIRAN

iii
DAFTAR GAMBAR

GAMBAR 1 INFOGRAFIS ANGKA KEMISKINAN DI INDONESIA................................... 3


GAMBAR 2 INFOGRAFIS PENANGGULANGAN KEMISKINAN....................................... 3
GAMBAR 3 PEMBERIAN MATERI DASAR-DASAR KOMUNIKASI VISUAL................. 35
GAMBAR 4 CONTOH GAMBAR PUBLIKASI YEU SETELAH DIBERI MASUKAN........ 36
GAMBAR 5 SESI FGD DENGAN MASYARAKAT DAMPINGAN YEU DAN UMUM...... 39
GAMBAR 6 SESI PENUTUPAN DENGAN YEU..................................................................... 39

iv
DAFTAR TABEL

TABEL 3.1 ANALISIS SWOT PERMASALAHAN PUBLIKASI YEU ...........................................15

TABEL 3.2 METODE KEGIATAN PENGABDIAN.......................................................................... 19

TABEL 5.1 MODEL SMCR DESAIN PESAN KAMPANYE........................................................... 37

v
DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 DAFTAR HADIR PENGABDIAN MASYARAKAT.................................. 45

LAMPIRAN 2 SURAT KONTRAK KERJASAMA ............................................................. 52

LAMPIRAN 3 MODUL PENGABDIAN MASYARAKAT................................................. 53

LAMPIRAN 4 BUKTI PENGIRIMAN JURNAL ARTIKEL .............................................. 65

LAMPIRAN 5 JURNAL ARTIKEL...................................................................................... 66

LAMPIRAN 6 KUMPULAN PUBLIKASI YEU PASKA PELATIHAN............................ 82

vi
BAB I

PENDAHULUAN

Tema kebencanaan merupakaan salah satu agenda Global Sustainable Development

Goals (SDGs) yang juga merupakan salah satu agenda Nawa Cita. Dalam Nawa Cita Presiden

Joko Widodo menekankan pentingnya kerjasama antar lembaga untuk meningkatkan kualitas

mitigasi kebencanaan melalui peningkatan SDM masyarakat dan pemerintahan,

pengembangan IPTEK kebencanaan, dan pengembangan infrastruktur untuk menurunkan

angka korban bencana di Indonesia. Ilmu sosial, salah satunya Ilmu Komunikasi, memegang

kunci penting dalam mitigasi kebencanaan nasional. Caranya dengan mendorong dan

menumbuhkan budaya sadar bencana serta meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang

kebencanaan. Meningkatkan sosialisasi dan diseminasi pengurangan risiko bencana kepada

masyarakat baik melalui media cetak, radio, televisi, dan internet.

Kegiatan pengabdian masyarakat ini berfokus pada peningkatan kualitas dan

keterampilan staf komunikasi di Yakkum Emergency Unit, Yogyakarta, dalam manajemen

infografis yang berkolaborasi dengan audiens mereka.Yakkum Emergency Unit adalah

organisasi non-pemerintah lokal yang berfokus padabantuan darurat dan program

pengurangan risiko bencana dalam pengaturan nasional dan global. Ini adalah sebuah

organisasi yang berbasis di Yogyakarta yang menyediakan pendidikan dan logistik untuk

korban bencana. Jaringan mereka termasuk yang terbesar di Indonesia dan Asia Tenggara. Di

Indonesia mereka memiliki lima wilayah kerja terfokus seperti Bali, Sumatera Utara, Aceh,

dan Indonesia Timur. YEU juga bekerja dengan rekan-rekan internasional untuk menjalankan

misi mereka.

Media sosial telah menjadi platform baru untuk menyebarluaskan informasi terkait

informasi kebencanaan, termasuk kebijakan terkait kebencanaan. Karena popularitasnya,

lebih banyak agensi menggunakan infografis untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dan

1
ketahanan masyarakat terhadap bencana (community resilience). Melalui sosial media,

organisasi non-pemerintah telah terbantu untuk mendesiminasi publikasi eksternal mereka,

seperti infografis, yang digunakan sebagai sarana untuk meningkatkan kesadaran publik

tentang kesiapan bencana. Indonesia adalah salah satu negara yang telah berkomitmen dalam

mengurangi dampak bencana, baik bencana buatan manusia maupun alam. Indonesia juga

telah berkomitmen untuk mengintegrasikan mitigasi bencana ke kerangka kerja rencana aksi

pembangunan nasional (RJPM).

Pemerintah Indonesia telah bekerja sama dengan PBB untuk meningkatkan kebijakan

dan ketahanan masyarakat dengan melibatkan pihak sektor non-pemerintah. Pada tahun 2004

pemerintah Indonesia telah menandatangani Kerangka Kerja Hyogo (Hyogo Framework),

namun dampak dari komitmen itu nyaris tidak terlihat. Melalui Kerangka Sendai (Sendai

Framework) pemerintah mendorong agenda kesiapsiagaan bencana lebih jauh karena

Indonesia telah mengalami peristiwa cuaca ekstrim yang lebih parah dan sering. Untuk

melakukannya, pemerintah memutuskan untuk bekerja sama dengan kelompok masyarakat

sebagai agen untuk menjangkau kelompok yang lebih rentan di wilayah regional. Pemerintah

membutuhkan kelompok-kelompok ini untuk meningkatkan kesadaran publik melalui

pendidikan,pelatihan, dan pengembangan kapasitas. Oleh karena itu kelompok-kelompok ini

mempublikasikan materi komunikasi tentang informasi kesiapsiagaan bencana. Namun tidak

semua organisasi non-pemerintah memiliki anggaran dan sumber daya manusia untuk

melakukannya.

Salah satu bentuk komunikasi visual digital yang sedang marak digunakan dalam

diseminasi informasi adalah infografis. Terdapat lima alasan mengapa infografis menjadi

marak digunakan oleh banyak lembaga besar seperti Persatuan Bangsa-Bangsa, Bank Dunia,

hingga di industri media sendiri. Pertama, infografis dapat lebih menarik perhatian karena

masyarakat kita saat ini cenderung menyukai konten visual untuk menjelaskan informasi

2
yang kompleks karena lebih menarik secara visual dan menghibur. Kedua, dikarena infografis

merupakan informasi yang disederhanakan dalam bentuk grafis, maka khalayak lebih mudah

mengkonsumsi dan mengelola informasi kompleks yang dipaparkan dalam waktu yang lebih

singkat daripada jika informasi tersebut hanya disampaikan secara tertulis. Ketiga, infografis

memiliki kesempatan untuk berkembang secara viral melalui internet karena kedua sifat

diatas, sehingga informasi bisa menjangkau khalayak yang lebih luas. Keempat, infografis

lebih mudah diingat karena penggunaan warna-warna yang cerah dan grafis yang menarik

(lihat gambar 1 & gambar 2)

Gambar 1 Infografis angka kemiskinan di Gambar 2 Infografis Penanggulangan Kemiskinan


Indonesia

Infografis telah menjadi elemen penting dalam proses penyebaran informasi di

Indonesiaera digital karena tampilan yang dapat dibagikan, kontennya terfokus, dan menarik.

Karakteristik ini telah menyebabkan meningkatnya penggunaan infografis sebagai alat

penyebaran informasi visual populer untukpendidikan publik, termasuk kebijakan publik.

Selain itu internet adalah media yang kuat untukefektivitas infografis. Penggunaan infografis

sebagai alat bantu visual untuk menjelaskan data yang kompleks tidakhanya populer di

3
kalangan ilmuwan data, itu juga mempengaruhi cara organisasi masyarakattelah

menggunakan infografis untuk mendukung pekerjaan mereka.Untuk memahami bagaimana

komunikasi visual merupakan elemen penting untuk berkomunikasikebijakan, kita perlu

memahami bahwa visi manusia tidak selalu sempurna.

Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa kita melihat dengan otak kita dan tidak

dengan mata kita (Chabris & Simons, 2009) dan sebenarnya otak kita yang bertanggung jawab

atas apa yang kita lihat dan bagaimana kita melihatnya (Hawkins & Blakeslee, 2004). Selain

itu, otak manusia lebih mampu mengidentifikasi dan memahami hubungan dan pola jika data

divisualisasikan karena data visual adalah instrumen yang kuat untuk proses pembelajaran

untuk beberapa alasan. Pertama, visual dapat membantu meningkatkan cara kita menyimpan

memori dan kemampuan kitauntuk mengingat mereka.

Penelitian lain telah menunjukkan bahwa manusia mampu mengingat berbagai gambar,

bahkan ketika setelah melihat mereka hanya untuk waktu yang singkat (Zull, 2002). Dengan

demikian, informasi yang bersifat instruksional adalah lebih mungkin diingat jika

divisualisasikan (Madinah, 2008) karena visualisasi lebih banyak media yang efisien, tepat,

dan jelas untuk mengkomunikasikan informasi yang kompleks daripada informasi lisan dan

teks. Kedua, visual membantu proses kognitif dengan menyediakan latar belakang yang lebih

luas serta kerangka kerja untuk berpikir dan memahami informasi yang tidak dikenal dan

kompleks. Pada kasus ini, ketika visual digunakan secara memadai, mereka membantu

memberikan informasi yang lebih lengkap tentang sesuatu yang abstrak dan rumit, terutama

ketika pengetahuan audiens jauh dari konsep dan tidak memiliki latar belakang atau

pengalaman pengetahuan yang sama untuk memahami informasi baru.

4
Sebelum istilah infografis dipopulerkan di era digital, istiilah yang lebih populer untuk

infografis adalah visualisasi informasi atau visualisasi data. Menurut Scaife & Rogers (1996:

25) visualisasi data dapat digambarkan sebagai "mekanisme oleh manusia untuk merasakan,

menafsirkan, menggunakan dan mengkomunikasikan informasi visual”. Interpretasi lainnya

tentang infografis dapat dipahami sebagai, tetapi tidak terbatas pada:

“Penggunaan visual yang didukung komputer dan representasi data


interaktif untuk memperkuat kognisi” (Card, Mackinlay,&
Shneiderman, 1999: 30)

“Infografis adalah representasi visual informasi grafis, data atau


pengetahuan yang dimaksudkan untuk memperjelasdan
mengintegrasikan informasi yang sulit dengan cepat dan jelas”
(Smiciklas, 2012: 45)

Efek komunikasi visual dari infografis dengan menggunakan berbagai warna dan

komposisi gambar yang menarik itulah yang menyebabkan iklan di televisi lebih mudah

diingat dan efektif karena menggunakan presentasi visual. Persentase orang dalam mengingat

akan sesuatu hal adalah sebagai berikut : 10% dari yang mereka dengar, 20% dari yang mereka

baca, dan 80% dari apa yang mereka lihat dan lakukan secara visual. Visualisasi data

menggabungkan prinsip-prinsip dari psikologi, kegunaan, desain grafis, dan statistik untuk

menyoroti data penting dalam format yang mudah diakses dan menarik. Melakukan hal

tersebut membantu menjembatani produsen pengetahuan dengan pengguna pengetahuan,

yang sering dibanjiri informasi dan semakin terdesak waktu.

Infografis yang baik harus membahas tiga elemen penting yaitu: a) Efektivitas: efektif

disini dapat dipahami sebagai kualitas presentasi visualisasi. Ini berarti keberhasilan

infografik mentransfer informasi ke audiens; b) Utilitas: berarti cara infografis memenuhi

fungsi. Adua cara untuk mencapai fungsi visual: pendekatan eksploratif dan naratif.

Pendekatan eksploratif artinya adalah pendekatan yang digunakan untuk membantu penonton

untuk meneliti informasi dan memahami artinya;

5
c) Kecantikan: sebuah infografik perlu mempertahankan nilai keindahannya juga tanpa

mengurangi keefektivan visual dan kualitas pesan yang ingin disampaikan. Elemen estetika

visual membantu menyampaikan pesan yang kompleks dengan lebih baik (Crooks, 2012).

Selain itu, menurut Artacho-Ram (2008) ada empat kategori infografis: a) Infografis

fisik: kategori ini menggunakan bahan fisik dansarana yang berbeda untuk menghasilkan tiga

dimensi dan desain untuk menampilkan informasi dan data; b) Infografis statis: visualisasi

yang menggunakan gambar, statistik, danpeta untuk menjelaskan suatu proses; c) Infografis

dinamis: infografis ini menggunakan dua dan tiga dimensianimasi untuk menggambarkan atau

menjelaskan suatu proses atau perspektif; d) Infografis interaktif: kategori ini adalah

campuran antara infografis statis dan infografis dinamis, yang memungkinkan pengguna

menggunakan visualisasi interaktif untuk menjelaskan sesuatu.

Yakkum Emergency Unit Yogyakarta memahami pentingnya mengkomunikasikan

informasi tentang kebencanaan. Yakkum Emergency Unit mencoba meningkatkan kualitas

produksi infografis tentang kebencanaan yang dapat dipahami, dibagikan, serta menjadi acuan

kebijakan bagi pemangku kepentingan. Berdasarkan hasil obervasi dan wawancara dengan

tim Komunikasi Yakkum Emergency unit, tim mereka masih membutuhkan pelatihan dan

dampingan untuk meningkatkan kualitas infografis mereka.

Perwakilan Yakkum menjelaskan bahwa selama ini mereka sudah menggunakan

software pengolah gambar (misalnya Corel Draw) namun hasilnya masih jauh dari

memuaskan dan masih belum memenuhi standar infografis yang baik. Sebagai contoh,

gambar 3 adalah laporan situasi banjir di Kabupaten belitung dan Belitung Timur.

6
Ketika tim pengabdian berdiskusi dengan Yakkum Emergency Unit Yogyakarta tentang

kendala yang mereka temui ketika merancng infografis ini adalah kesulitan untuk memahami

aturan-aturan dalam pembuatan infografis seperti estetika tata letak huruf, perpaduan warna

atau kombinasi tata letak gambar-gambar infografis tersebut. YEU juga menyebutkan bahwa

mereka menemukan masalah yang sama juga Yakkum temukan ketika merancang laporan

Situation Report#1 yang mana menurut mereka informasi dalam bentuk teks yang

disampaikan masih terlalu panjang dan pembaca sulit untuk menemukan informasi

pentingnya walaupun laporan ini dikategorikan sebagai “emergency situation”. Selain itu,

dikarenakan sifat laporan ini yang berfungsi sebagai rujukan pengambil kebijakan di saat

darurat sepert gempa bumi di Kabupaten Pidie Jaya, Aceh, seharusnya informasi dikemas

secara singkat, padat, dan jelas.

7
BAB II

TARGET DAN LUARAN

YEU adalah salah satu unit YAKKUM yang didirikan pada tahun 2001 dengan fokus

pada tanggap darurat dan inisiatif pengurangan risiko bencana. Pada tahun 2016, YEU telah

memberikan bantuan kemanusiaan ke lebih dari 250 desa di Indonesia, Timor Lorosa'e,

Myanmar, Filipina, dan Nepal serta mendorong kemitraan dengan 350 organisasi masyarakat

di seluruh Indonesia. Dalam proses produksi materi komunikasi kebencanaan, selama ini

Yakkum Emergency Unit Yogyakarta memiliki jumlah SDM yang terbatas. Lembaga ini juga

tidak memiliki bagian fungsi humas yang mengurusi produk komunikasi eksternal, sehingga

menyebabkan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan produksi materi komunikasi

eksternal mereka hanya dikerjakan departemen komunikasi mereka yang harus mengerjakan

berbagai kegiatan komunikasi termasuk dokumentasi dan video. Keterbatasan dana untuk

memperkerjakan SDM yang banyak juga dihadapi oleh organisasi nirlaba sejenis karena

mereka masih bergantung pada pemberi dana untuk mendukung operasional dan program-

program mereka.

Keinginan untuk memaksimalkan produksi infografis keluaran Yakkum Emergency

Unit Yogyakarta terkendala oleh tersedianya sumber daya manusia yang memiliki

pemahaman tentang pembuatan infografis yang menarik serta efektif. Sebagai jawaban atas

persoalan tersebut, maka tim pelaksana kegiatan pada masyarakat yang berbasis pada Ilmu

Komunikasi dengan spesifikasi kompetensi, yaitu bidang kehumasan dan kebijakan publik,

maka diharapkan dengan adanya pendampingan ini dapat mengarahkan lembaga mitra untuk

meraih tujuan tersebut. Dengan kombinasi pengalaman tim pengabdian di bidang kehumasan,

8
media, dan kebijakan publik, pengabdian ini mampu meningkatkan kemampuan SDM di

departemen komunikasi Yakkum Emergency Unit untuk memproduksi dan mengelola materi

komunikasi eksternal mereka yang berfokus pada komunikasi kebencanaan, yang mana

hasilnya akan berkaitan dengan implementasi kebijakan pengurangan bencana oleh

pemerintah Indonesia.

Selain itu pelatihan dan pendampingan juga akan diberikan kepada Departemen

Komunikasi, dimana SDM yang mengelola departemen ini membutuhkan pelatihan dan

pendampingan dalam pembuatan infografis terkait informasi kebencanaan. Selama ini produk

infografis dari Yakkum Emergency Unit Yogyakarta belum dilakukan secara professional dan

maksimal. Hal ini menjadi kendala bagi Yakkum Emergency Unit sebagai sebuah organisasi

masyarakat yang berfokus pada pengurangan dampak bencana di Yogyakarta. Peningkatan

kualitas produk infografis yang sesuai dengan visi dan misi Yakkum Emergency Unit tentu

saja menjadi kebutuhan yang mendasar dan mendesak.

Bagi tim pengabdian, kerjasama ini akan menjadi kerjasama pertama yang dilakukan

dengan lembaga Yakkum Emergency Unit Yogyakarta. Kegiatan ini juga akan menambah

portofolio akademik pada bidang penelitian dan pengabdian bagi tim pengabdian. Bagi

lembaga mitra adanya kegaiatan pengabdian dan pendampingan yang dilakukan oleh tim

dapat membantu Yakkum Emergency Unit untuk memaksimalkan produk keluaran infograsi

media kebencanaan lembaga tersebut. Luaran kegiatan pengabdian ini adalah artikel jurnal

pengabdian masyarakat di jurnal nasional ber-ISSN.

9
BAB III
TAHAPAN DAN METODE

Setelah kami melakukan wawancara dan diskusi dengan YEU, kami melakukan

analisis SWOT untuk mengetahui permasalahan apa saja yang terjadi di dalam YEU yang

menghambat kinerja publikasi mereka dan kami menemukan bahwa permasalahan SDM yang

tidak memiliki pengalaman melakukan publikasi dan kehumasan di era digital menjadi salah

satu masalah utama mereka.

Tabel 3.1 Analisis SWOT Permasalahan Publikasi YEU

Kekuatan/ Kesempatan Kelemahan/ Ancaman

Internal • Merupakan lembaga yayasan yang • Kurangnya SDM yang memiliki


telah berdiri sejak 1982 dengan kapasitas dan kemampuan desain
sejarah pelayanan kemanusiaan media dan kehumasan yang
kepada masyarakat Yogyakarta dibutuhkan di era digital;
dalam bentuk rehabilitasi kesehatan • Tidak adanya rencana cetak biru
maupun pendampingan masyarakat jangka panjang tentang strategi
marginal (difabel dan rentan miskin); kehumasan YEU;
• Merupakan bagian dari lembaga RS • Tidak adanya anak muda yang
Bethesda yang merupakan salah satu bekerja di YEU (minimal magang)
rumah sakit tertua di Yogyakarta yang bisa memberikan masukan
dengan jumlah kunjungan pasien tentang kehumasan di era digital;
yang tinggi; • Kurangnya investasi dalam
• Memiliki kerjasama dengan lembaga teknologi desaun yang dapat
donor internasional dan nasional membantu meningkatkan kualitas
publikasi YEU

Eksternal • Memiliki jaringan berbasis • Semakin banyaknya NGO yang


keagamaan yang sudah memiliki mengangkat isu kemanusiaan yang
jaringan kerjasama dengan mitra mirip denga visi dan misi YEU yang
kerja masyarakat dampingan juga berbasis keagamaan;
terdahulu • NGO pesaing memiliki website dan
situs sosial media yang dikelola
secara profesional oleh perusahaan
humas/ iklan;
• Aturan pemerintah yang membatasi
penerimaan donor internasional;

15
Kekuatan/ Kesempatan Kelemahan/ Ancaman

• Tidak sehatnya iklim kepercayaan


publik terhadap transparansi dana
lembaga NGO di Indonesia;
• Minimnya dukungan pemerintah
terhadap NGO daerah kecuali NGO
tersebut akan mengadvokasi
kepentingan politik pemerintah
yang sedang berkuasa

3.1 Kekuatan (internal)

Kekuatan YEU sebagai sebuah lembaga kemanusiaan berbasis agama seiring dengan

sejarah berdirinya Rumah Sakit Bethesda sejak 1982 dengan sejarah pelayanan kemanusiaan

kepada masyarakat Yogyakarta dalam bentuk rehabilitasi kesehatan maupun pendampingan

masyarakat marginal (difabel dan rentan miskin). Yayasan Kristen untuk Kesehatan Umum

telah memberikan bantuan kepada masyarakat Yogyakarta, yang juga menjadi batu pijakan

pendirian Rumah Sakit Bethesda itu sendiri. Saat ini YEU memiliki jaringan kerjasama dengan

lembaga masyarakat, masyarakat dampinga, serta donor yang sudah bekerja sama dengan RS

Bethesda, antara lain jaringan gereja Indonesia, Asia Development Bank, dan AmeriCares.

3.2 Kelemahan (internal)

Beberapa kelemahan internal YEU sendiri berasal dari sumber daya manusia mereka

yang tidak memilki kapasitas dan keahlian dalam pengelolaan desain digital dan pengalaman

di bidang kehumasan. Kombinasi dari kedua hal tersebut menjadi akar dari permasalahan

manajemen infografis YEU. Kesulitan merekrut SDM dengan kemampuan yang mereka

butuhkan juga dirasakan oleh YEU karena tidak semua lulusan sarjana bersedia bekerja di

NGO lokal di Yogyakarta dan dibayar dengan upah rata-rata di Yogyakarta.

16
Selain itu, YEU juga tidak memiliki rencana cetak biru jangka panjang tentang strategi

kehumasan YEU. Sebagai sebuah organisasi, penting untuk memiliki sebuah rencana jangka

panjang yang mana digunakan sebagai acuan pekerjaan bagi suatu organisasi dalam jangka

panjang. Namun karena tidak adanya SDM yang ahli di bidang publikasi, maka tidak ada yang

membuat rencana jangka panjang tersebut.

Kelamahan internal lainnya adalah YEU bukan organisasi yang menarik bagi anak

muda. Sehingga, tidak adanya anak muda yang bekerja di YEU (minimal magang) yang bisa

memberikan masukan tentang kehumasan di era digital. Hal ini menjadi kekhawatiran

tersendiri bagi YEU karena mereka juga menyadari sedikitnya anak muda yang familiar atau

sering terlibat di isu kebencanaan, kecuali mereka adalah warga yang terdampak oleh bencana

tersebut.

Selain itu, YEU juga kesulitan untuk mengumpulkan investasi untuk teknologi desain

yang dapat membantu meningkatkan kualitas publikasi YEU, seperti komputer dengan

kapasitas yang cocok untuk desain. Selain itu mereka juga belum memiliki kemampuan

finansial yang kuat untuk investasi pembelian perangkat lunak desain. Saat ini, mereka

kesulitan menginvestasikan uang untuk pembelian baik perangkat lunak maupun perangkat

kerasnya dikarenakan pendanaan yang bergantung pada donasi dan hibah dari organisasi lain.

3.3 Kesempatan (eksternal)

Walaupun memiliki kekurangan sedemikian, namun YEU masih memiliki kesempatan

eksternal untuk mengembangkan kapasitas publikasi mereka. Salah satu kesempatan yang

harus diperhatikan oleh YEU adalah kesempatan untuk mengembangkan kerjasama dengan

jaringan kerjasama yang dengan isu kebencaanan, bisa jadi dari universitas yang bisa

mengajarkan mereka bagaimana memperbaiki kapasitas kehumasan dan publikasi eksternal

17
mereka. Selain ini kesempatan ini juga bisa didapat dari lembaga masyarakat lain dan

komunitas-komunitas desain yang bersedia berbagi ilmu dan pengalaman mereka.

3.4 Ancaman (eksternal)

Ada beberapa ancaman eksternal yang terdiri dari kebijakan pemerintah, kompetisi

dengan LSM lain, serta menurunnya kepercayaan publik terhadap lembaga LSM di Indonesia

yang memerlukan perencanaan agar YEU bisa menjadi lembaga yang berkesinambungan.

Pertama, semakin banyaknya LSM yang mengangkat isu kemanusiaan yang mirip denga visi

dan misi YEU yang juga berbasis keagamaan, khususnya di daerah Yogyakarta. Yogyakarta

sendiri memiliki beragam LSM mulai dari LSM yang berdiri secara independen, berbasis

kelompok agama, hingga LSM yang kerjasama dengan lembaga luar negeri.

Saat ini ada beberapa LSM berbasis kelompok agama yang berdiri di Yogyakarta antara

lain seperti, Nasyiatul Aisyiah, Yayasan Griya Siloam, PKKH Human Initiative, dan ICT.

Jaringan-jaringan LSM ini tidak hanya ada di Yogyakarta, namun juga kota-kota lain.

Kebanyakan dari jaringan mereka berbasis agama Islam, sebagai agama dengan mayoritas

pemeluk agama terbesar di Indonesia. Adapun hal ini menjadi basis bagi kekuatan finansial

lembaga-lembaga tersebut, yang mana ketika mereka sedang menggalang dana, mereka akan

mengaitkan dengan agama untuk mendapatkan simpati dan meningkatkan kemungkinan

masyarakat berpartisipasi dalam kegiatan yang mereka lakukan. Kenyataan ini menjadi

tantangan tersendiri bagi YEU karena jika berhitung secara populasi, maka YEU tidak bisa

bersaing seperti lembaga-lembaga diatas.

Kedua, aturan pemerintah membetasi penerimaan dana dari donor internasional. Aturan

Peraturan Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Nomor : 09/A/KP/XII/2006/01 tentang

pengaturan penerimaan donor yang diberikan oleh lembaga asing. Aturan ini mewajibkan

18
lembaga masyarakat penerima hibah dari lembaga luar untuk melaporkan dana yang mereka

dapatkan dana tersebut harus melalui pengetahuan pemerintah. Selain itu, inimnya dukungan

pemerintah terhadap NGO daerah kecuali NGO tersebut akan mengadvokasi kepentingan

politik pemerintah yang sedang berkuasa menjadi ancaman bagi kelangsungan YEU.

Setelah berdiskusi lebih lanjut dengan YEU, kami memutuskan untuk saat ini pelatihan

pembuatan infografis dan materi publikasi lainnya menjadi proritas yang bisa dilakukan. Maka

dari itu, aktivitas kami selama tujuh kali pertemuan adalah:

Tabel 3.2 Tabel Metode Kegiatan


PERTEMUAN MASALAH SOLUSI METODE/ OUTCOME
KEGIATAN

I Kurangnya Pengenalan Penyampaian YEU mendapatkan


SDM yang konsep infografis materi pengantar pemahaman dasar
memiliki sebagai alat tentang desain tentang infografis
kapasitas dan komunikasi pesan persuasif sebagai bagian dari
kemampuan kebijakan guna medium komunikasi
desain media kebencanaan menjalankan kebijakan kebencanaan
dan kehumasan berbasis kegiatan dari perspektif komunikasi
yang partisipasi
dibutuhkan di masyarakat
era digital

II SDM yang Pengenalan Penyampaian YEU mendapatkan


tidak konsep – konsep materi pengantar pemahaman dasar- dasar
memahami dalam desain tentang dasar- desain visual sebagai
dasar-dasar visual dasar desain bagian dari medium
desain visual visual: komunikasi kebijakan
• Font kebencanaan dari
• Komposisi perspektif desain visual
• Layout

19
PERTEMUAN MASALAH SOLUSI METODE/ OUTCOME
KEGIATAN

III Tidak adanya Pemberian Diskusi dan YEU mendapatkan

pelatihan pelatihan pembuatan latihan langsung dan

tentang desain tentang langsung mendapat masukan

komunikasi praktek disupervisi dari para pemberi

visual tentang pembuatan oleh pemberi materi untuk

IV infografis infografis materi memperbaiki materi


publikasi infografis

mereka di masa

mendatang

V SDM tidak Pemberian Diskusi dan YEU mendapatkan


pernah pelatihan pembuatan latihan langsung dan

mendapat tentang langsung mendapat masukan

pelatihan praktek disupervisi dari para pemberi

tentang pembuatan oleh pemberi materi untuk

pembuatan materi materi memperbaiki materi

materi pesan tulisan publikasi infografis

publikasi publikasi mereka di masa

mendatang

VI YEU tidak FGD dengan Focus Group YEU mendapatkan


pernah perwakilan Discussion gambaran tentang

melakukan masyarakat persepsi audiens mereka

riset tentang dampingan tentang produk-produk

perilaku YEU dan publikasi mereka,

audiens mereka target terutama lewat website

audiens dan media sosial

20
PERTEMUAN MASALAH SOLUSI METODE/ OUTCOME
KEGIATAN

publikasi
YEU
VII Penutup dan evaluasi Diskusi Hasil evaluasi dan tindak
lanjut kerjasama
selanjutnya

21
BAB IV

KELAYAKAN PERGURUAN TINGGI DAN TIM PELAKSANA

Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY) memiliki tema penelitian universitas,

yaitu: kemiskinan, kebencanaan, kearifan lokal, dan multikulturalisme. Pelaksanaan

pengabdian ini merupakan tindak lanjut pengabdian masyarakat untuk merespon kebutuhan

masyarakat di bidang penyebaran pengetahuan untuk mengurangi resiko bencana. Tema ini

dipilih karena Yogyakarta merupakan kawasan rawan bencana dan dibutuhkan pengetahuan

dan inovasi dari universitas untuk membantu lembaga masyarakat dan pemerintah dalam

mengembangkan strategi perngurangan resiko bencana alam, salah satunya melalui elemen

komunikasi.

Tim pengabdian ini terdiri dari tiga orang, yaitu Dr. phil.Yudi Perbawaningsih (Ketua)

dan Rifka Sibarani, S.IP., M.P.P (anggota 1), dan Alexander Beny Pramudyanto, S.Sos.,M.Si

(anggota 2). Tim pelaksana pengabdian ini memiliki latar belakang pendidikan Ilmu

Komunikasi yang memiliki pengalaman penelitian dan pengajaran di bidang komunikasi

publik, kebijakan perubahan iklim dan bencana, serta komunikasi visual. Detail identitas

pengusul utama dan pendamping pengabdian tersebut adalah sebagai berikut:

22
A. IDENTITAS DIRI

1.1. Nama Lengkap (dengan gelar) : Dr.phil. Yudi Perbawaningsih


1.2. Jabatan Fungsional : Lektor Kepala 400
1.3. NIP/NIK/NIDN : 09.91.356/ 0523026801
1.4. Tempat dan tanggal lahir : Yogyakarta, 23 Februari 1968
1.5. Alamat Rumah : Perumahan Griya Suryo Asri I D-4
1.6. Nomor telepon : 0274 371761
1.7. Nomor HP : 0185 140 19616
1.8. Alamat Kantor : Jalan Babarsari 6 Yogyakarta 55281
1.9. Nomor telepon/Fax : 0274 487711/ 0274 487748
1.10 Alamat Surel : yudiperbawaningsih@yahoo.com
1.11 Bidang keilmuan ; Ilmu Komunikasi
1.12 Lulusan yang telah dihasilkan : S1 > 100 orang
1.13 Mata kuliah yang diampu : Metode Penelitian Komunikasi
(Kuanti)
Metode Penelitian Komunikasi
(Kuali)
Teori Komunikasi
Riset Humas

B. RIWAYAT PENDIDIKAN

S-1 S-2 S-3

Nama PT Universitas Gadjah Universitas Techinesche


Mada, Yogyakarta, Indonesia, Jakarta, Univesitat Ilmenau,
Indonesia Indonesia Germany
Bidang Ilmu Ilmu Komunikasi Ilmu Komunikasi Ilmu Komunikasi
Tahun Masuk-Lulus 1986 – 1991 1996 – 1998 2003-2008
Judul Citra Klub Malam Sikap dan Perilaku The Influencing
Skripsi/Tesis/Disertasi di Kalangan Akademisi Factors of Crisis
Pelajar SMA di terhadap Teknologi Communication
Yogyakarta (Kasus Komputer. Strategy by
di Crazy Horse (Analisis Megawati Soekarno
Music Room) Perbedaan UAJY Putri
dan UGM)
Nama Pembimbing Drs. I Gusti Dedy Nur Hidayat, Prof. Martin
Ngurah Putra PhD Loeffelholz

23
C. PENGALAMAN PENELITIAN
No Tahun Judul Sumber Jumlah dana
Dana
1 2010 Efektivitas Program Pelatihan Literasi Media Yayasan Rp. 5.000.000,00
pada Ibu Rumah Tangga di DIY TIFA

2 2011 Efektivitas Studium Generale sebagai Metode UAJY Rp. 7.500.000,00


Persuasi dalam Membantu Mahasiswa
Mengambil Pilihan Konsentrasi

3 2012 Education and Communication Industry in Pribadi Rp. 3.000.000,00


Indonesia

4 2013 Faktor-faktor yang Mempengaruhi ITC UAJY Rp. 7.500.000,00


Literacy Mahasiswa

5 2013 Media Agenda versus Public Agenda in Pribadi Rp. 3.000.000,00


Crisis. A Case on the Shooting of the
Prisoners at ‘LP Cebongan’, Yogyakarta

6 2013 The Role of Media on Public Agenda Setting. Pribadi Rp. 3.000.000,00
A Case on Jakarta’s Flood 2013

7 2014 Plus Minus Penggunaan Media Sosial dalam UAJY Rp.


Komunikasi Interpersonal 12.500.000,00

8 2016 Perilaku Belajar dan perilaku Belajar. UAJY Rp.


Mengidentifikasi Academic Atmosphere 28.250.000,00
Fakultas ILmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Atma Jaya Yogyakarta
9 2018 Respon Mahasiswa Terhadap Pesan Berhenti LPPM UAJY 20.000.000
Merokok

D. PENGALAMAN PENULISAN ARTIKEL ILMIAH DALAM JURNAL

No Tahun Penulis Judul Nama Jurnal


1 2012 Yudi Menyoal Elaboration Likelihood Jurnal Ilmu Komunikasi
Perbawaningsih Model dan Teori Retorika vol 9 Nomor 1 Juni 2012
(tidak terakreditasi)
2 2013 Yudi Plus Minus of ICT Usage on Procedia Journal of Social
Perbawaningsih Indonesian Higher Education and Behavior Science,
Students published by Elsevier Ltd
3 2016 Yudi Social Penetration by Social Media Journal on Media and
Perbawaningsih Usage. Case on the Interaction of Communication (JMC)
Indonesian Women with Their Vol 3 No 1, June 2016
Online Foreign Partners

24
E. PEMAKALAH SEMINAR ILMIAH

No Nama Pertemuan Judul Artikel Ilmiah Waktu dan Tempat


Ilmiah
1 IAFOR 2016, The Role of the Student and the Teacher in Kobe, Jepang, 20 –
Education, Creating Aacademic Atmosphere: 24 Oktober 2016
Technology and Redefinition of Social Learning Theory in
Society Educational Context,
2 JMComm 2015 Social Penetration by Social Media Usage. Singapore, Oktober
Case on the Interaction of Indonesian 2015
Women with Their Online Foreign
Partners
3 EUROMedia 2014 Gambar Restoration of Political Public Brighton, Inggris,
Figure. Case on the President of the Juli 2014
Republic of Indonesia in Corruption Issues
4 Conference of Media The Role of Media on Public Agenda Osaka, Jepang, Juli
and Communication Setting. A Case on Jakarta’s Flood 2013 2013
5 Conference of Crisis The Role of Media on Public Agenda Erfurt, Jerman,
Communication Setting. A Case on Jakarta’s Flood 2013 Oktober 2013
6 International Plus Minus of ICT Usage on Indonesian Uni Malaya, Kuala
Conference in Higher Education Students Lumpur, Agustus
Education and 2012
Technology
7 Asian Media Media Agenda versus Public Agenda in Yogyakarta, Juli
Information and Crisis. A Case on the Shooting of the 2012
Communication Prisoners at ‘LP Cebongan’, Yogyakarta
(AMIC) Conference

F. KARYA BUKU

No Judul Buku Tahun Jumlah Penerbit


Halaman
1 Komunikasi Krisis: Strategi Pemulihan Citra 2016 317 Cahaya Atma
Presiden RI Pustaka
2 Kekasih-kekasih Palsu. Hasil Penelitian pada 2016 95 Cahaya Atma
Perempuan Penjalin Cinta di Dunia Maya Pustaka
25
IDENTITAS DIRI PENGUSUL PENDAMPING 1

A. IDENTITAS DIRI

1.1. Nama Lengkap (dengan gelar) : Rifka Ade Osinta Sibarani, S.IP.,
M.P.P
1.2. Jabatan Fungsional : -
1.3. NIP/NIK/NIDN : 03.17.952
1.4. Tempat dan tanggal lahir : Tebingtinggi, 28 Febuari 1989
1.5. Alamat Rumah : JL Hangtuah AP 7B
1.6. Nomor telepon : -
1.7. Nomor HP : 087839521165
1.8. Alamat Kantor : Jalan Babarsari 6 Yogyakarta 55281
1.9. Nomor telepon/Fax : -
1.10 Alamat Surel : Rifka_ade@staff.uajy.ac.id
1.11 Bidang keilmuan ; Ilmu Komunikasi
1.12 Lulusan yang telah dihasilkan : -
1.13 Mata kuliah yang diampu : Regulasi dan Kebijakan
Komunikasi
Metode Penelitian Sosial
Komunikasi dan Globalisasi

26
RIWAYAT PENDIDIKAN

S-1 S-2 S-3

Nama PT Universitas Gadjah Universitas


Mada, Yogyakarta, Tasmania, Australia
Indonesia
Bidang Ilmu Ilmu Komunikasi Kebijakan Publik
Tahun Masuk-Lulus 2008-2012 2014-2016
Judul Komunikasi Ritual Multilevel Climate
Skripsi/Tesis/Disertasi dalam Masyarakat Governance in North
Adat Batak Toba Sumatera, Indonesia:
melalui Tarian Adat Opportunities and
Challenges
Nama Pembimbing Dr. Rajiyem, S.I.P., Associate Professor
M.A Dr. Kate Crowley

B. PENGALAMAN PENELITIAN

No Tahun Judul Sumber Jumlah dana


Dana
1 2012 Komunikasi Ritual dalam Masyarakat Adat Pribadi 3.000.000
Batak Toba melalui Tarian Adat
2 2015 Multilevel Climate Governance in North Postgraduate 5.000.000
Sumatera, Indonesia: Opportunities and Research
Challenges Fund-
Australian
Awards
Scholarship
3 2018 Respon Mahasiswa Terhadap Pesan Berhenti LPPM UAJY 20.000.000
Merokok

27
PENGALAMAN PENULISAN ARTIKEL ILMIAH DALAM JURNAL

No Tahun Judul Nama Jurnal Sumber Jumlah


Dana dana

1 2017 Tantangan Tata Kelola Kebijakan Jurnal Pribadi 3.000.000


Perubahan Iklim di Indonesia Hukum
(Studi Kasus: Komparasi Antara Lingkungan
Penerapan Desentralisasi dan Hidup (JHLI)
Multi-Level Governance Vol. 4 Issue 1

C. PEMAKALAH SEMINAR ILMIAH

No Nama Pertemuan Ilmiah Judul Artikel Ilmiah Waktu dan Tempat


1 International Convention of International Convention of Asian Geelong, 2015
Asian Studies (ICAS), Studies (ICAS), Adelaide, 2015,
Adelaide, 2015, “The “The Challenges of Multilevel
Challenges of Multilevel

2 Climate Governance in Climate Governance in Indonesia Adelaide, 2015


Indonesia Case Study: North Case Study: North Sumatra”;
Sumatra”;
3 International Conference Visual Political Communication Taiwan, 2017
Digital media on Graphic in Contemporary Indonesia’s
Communication Arts and Politics: the Red, White, and
Sciences Black
4 The 4th International Recent Digital Humor and Surakarta, 2017
Conference on Social and Oppositional Movements during
Political Sciences the Trump Presidency

28
IDENTITAS DIRI PENGUSUL PENDAMPING 2

A. IDENTITAS DIRI

1.1. Nama Lengkap (dengan gelar) : Alexander Beny Pramudyanto


1.2. Jabatan Fungsional : Asisten Ahli
1.3. NIP/NIK/NIDN : 08.13.866/3404011909830003/
0519098301
1.4. Tempat dan tanggal lahir : Yogyakarta, 19 September 20185
1.5. Alamat Rumah : Banyumeneng RT-11/RW-04,
Banyuraden, Gamping, Sleman
1.6. Nomor telepon : -
1.7. Nomor HP : 0899 5111 669
1.8. Alamat Kantor : Jl. Babarsari No 6 Yogyakarta
1.9. Nomor telepon/Fax :
1.10 Alamat Surel : benypramudyanto@gmail.com
1.11 Bidang keilmuan ; Ilmu Komunikasi
1.12 Lulusan yang telah dihasilkan : 0274-487711 ext 4121 / 0274-485227
1.13 Mata kuliah yang diampu : Komunikasi visual
Program Komputer Komunikasi
Manajemen Merek
Hukum & Etika Komunikasi Bisnis

29
RIWAYAT PENDIDIKAN

S-1 S-2 S-3

Nama PT Universitas Atma Universitas


Jaya Yogyakarta Indonesia

Bidang Ilmu Ilmu Komunikasi Ilmu Komunikasi

Tahun Masuk-Lulus 2001-2007 2011-2013


Judul Corporate Identity Representasi
Skripsi/Tesis/Disertasi PT. Petakumpet: Repressive State
Penelitian Deskriptif Apparatus dalam
Kualitatif Proses Foto Jurnalistik
Perubahan dan Media Massa
Implementasi (Analisis Semiotika
Corprate Identity Foto Jurnalistik
PT. Petakumpet terkait Kasus
pada tahun 2006 Korupsi Simulator
SIM di Surat Kabar
Harian Kompas)
Nama Pembimbing F. Anita Herawati, Drs. Eduard
M.Si Lukman M.A

30
B. PENGALAMAN PENELITIAN

No Tahun Judul Sumber Jumlah dana


Dana
2006 Corporate Identity PT. Petakumpet: Pribadi Rp. 1.500.000
Penelitian Deskriptif Kualitatif Proses
Perubahan dan Implementasi Corprate
Identity PT. Petakumpet pada tahun 2006
2013 Representasi Repressive State Apparatus Pribadi Rp. 2.500.000
dalam Foto Jurnalistik Media Massa (Analisis
Semiotika Foto Jurnalistik terkait Kasus
Korupsi Simulator SIM di Surat Kabar Harian
Kompas)

C. PENGALAMAN PENULISAN ARTIKEL ILMIAH DALAM JURNAL

No Tahun Judul Nama Jurnal Sumber Jumlah


Dana dana

1 2013 Media Baru dan Jurnal Ilmu Komunikasi, UAJY Pribadi


Peluang Counter- DOI:
Hegemony Atas https://doi.org/10.24002/jik.v10i1.154
Dominasi Logika
Industri Musik
(Studi Kasus
Perkembangan
Netlabel di
Indonesia)

31
BAB V

HASIL YANG DIPEROLEH

5.1 Tahap Awal Kegiatan

Kegiatan pengabdian ini diawali dengan melakukan kontak secara langsung dengan tim

departemen sekretariat dan komunikasi Yakkum Emergency Unit (YEU) Yogyakarta.

Kemudian tim pengabdian melakukan kunjungan dan diskusi awal tentang rencana kegiatan

pengabdian masyarakat dengan YEU. Dari pertemuan awal ini kemudian tim mencatat

kebutuhan apa saja untuk pengembangan sumber daya manusia YEU Yogyakarta. Setelah

pertemuan ini, kami melanjutkan diskusi dengan tim sekretariat dan komunikasi YEU dan

menemukan bahwa mereka membutuhkan pelatihan pembuatan materi komunikasi publik

tentang kebijakan dan informasi terkait pengurangan resiko kebencanaan.

Jam kerja YEU adalah hari Senin – Jumat, pukul 09.00 s/d pukul 16.00 dan akhirnya

kami memutuskan untuk melakukan pengabdian masyarakat setiap dua kali dalam sebulan

pada hari Jumat, dengan menyesuaikan kesibukan dan kesediaan staff YEU sendiri. Dr Sari

Mutiara, selaku pimpinan YEU, mengatakan bahwa kesibukan dan jadwal ketat YEU

menyebabkan kegiatan tidak pasti dapat dilakukan sesuai jadwal yang direncanakan, oleh

sebab itu tim pengabdian menyesuaikan dengan jadwal tim YEU.

Produk publikasi yang sudah ada memudahkan tim pengabdian masyarakat untuk

mengevaluasi kebutuhan YEU dan menyesuaikan materi apa saja yang baiknya diberikan

serta metode seperti apa yang sesuai. Tim mengambil contoh beberapa materi dari

Facebook, Instagram, dan Twitter akun yang terafiliasi dengan YEU. Beberapa akun

tersebut, antara lain:

32
@yeu_fundraising dan @disaster_oasis. Adapun temuan awal dari akun-akun tersebut adalah:

kurangnya pemahaman cara menyusun desain pesan, estetika dan aturan desain komunikasi

visual, serta penulisan pesan kampanye kebencanaan yang terlalu melebar dan tidak fokus.

5.2 Tahap pelaksanaan

5.2.1 Pertemuan 1

Pertemuan ini dihadiri oleh 10 orang, termasuk pemberi materi dari tim pengabdian

masyarakat. Pertemuan ini berfokus pada perkenalan tentang dasar-dasar pesan persuasif dan

rencana kegiatan pengabdian masyarakat yang telah dikembangkan lebih detail dengan

membuka kemungkinan untuk program pengabdian masyarakat lainnya.

1. Pengertian dasar desain pesan;

2. Konsep-konsep esensial dalam desain pesan;

3. Merancang desain pesan yang efektif dalam persuasi.

Dalam pertemuan ini peserta workshop diberi kesempatan untuk mengindentifikasi apakah

pesan-pesan kampanye mereka terdahulu sudah memenuhi kriteria desain pesan yang efektif

untuk mempersuasi masyarakat agar mengikuti pesan yang mereka sampaikan, terutama

informasi tentang kebencanaan. Salah satu hasil identifikasi peserta adalah bahwa pesan-pesan

yang mereka gunakan dalam kampanye mereka kurang efektif sebab mereka cenderung ingin

memasukkan seluruh teks yang mereka anggap penting namun kurang memikirikan bagaimana

pembaca yang kemudian kesulitan mengolah informasi yang sangat banyak tersebut.

Dalam pertemuan ini juga peserta diberi kesempatan untuk mengidentifikasi pesan-pesan

kampanye organisasi lain dan membandingkan dengan pesan kampanye YEU sendiri.

Berdasarkan hasil diskusi kelompok peserta pelatihan, mereka mengatakan bahwa pesan

33
kampanye beberapa organisasi lain sejenis dengan mereka–yang menjunjung isu pengurangan

resiko bencana—cenderung mengeksploitasi korban bencana untuk menggalang dana. Hal ini

ditunjang dengan visual yang digunakan oleh beberapa organisasi lain sejenis yang melanggar

etika periklanan, antara lain: menggunakan anak kecil dan korban bencana, yang cenderung

mengeksploitasi sisi kemanusiaan dari mereka yang melihat iklan tersebut.

Diskusi ditutup dengan temuan identifikasi dan komparasi antara pesan media organisasi

lain sejenis dan YEU. YEU mengatakan bahwa walaupun kompetisi sulit, namun mereka

memutuskan untuk tetap berjalan di jalur yang benar dengan memperhatikan etika

berkampanye di ruang publik yaitu, tidak mengeksploitasi anak kecil dan korban bencana alam.

5.2.2 Pertemuan II

Dalam pertemuan ini peserta diberi materi tentang dasar – dasar infografis dalam

perspektfi komunikasi visual. Pemberi materi adalah Gogor Bangsa, M.Si yang merupakan

dosen komunikasi visual Institut Seni Indonesia. Luaran yang dihasilkan dari pertemuan ini

adalah pemahaman peserta tentang dasar –dasar desain komunikasi visual.

Dalam pertemuan ini peserta diberi materi tentang dasar – dasar infografis dalam

perspektfi komunikasi visual. Pemberi materi adalah Gogor Bangsa, M.Si yang merupakan

dosen komunikasi visual Institut Seni Indonesia. Materi yang diberikan mecakup:

a) Layout

Pemateri memberi pengetahuan tentang sistematika aturan penetapan materi

visual yang kemudian lebih lanjut disebut “layout”. Materi tentang layout terdiri

dari tata letak dalam satu poster, bagaimana memposisikan visual dan teks;

34
b) Font

Dalam desain visual, teks membantu komunikan memberi konteks pada pesan

visual mereka. Pemilihan font menjadi penting karena font tertentu memberi

kesan berbeda kepada pembacanya. Misalnya, dalam pertemuan ini dibahas

bahwa jika komunikan berusaha menyampaikan pesan yang panjang kepada

kelompok pembaca di usia diatas 50 tahun, maka huruf yang dipilih haruslah

huruf yang bertipe “serif” karena tipe ini lebih mudah dibaca daripada sans-serif.

Demikian pula jika komunikan berniat menyampaikan pesan serius kepada

audiens mereka, sebaiknya pesan tersebut ditulis dengan huruf selain “comic

sans” karena tipe huruf tersebut terkesan untuk anak-anak dan tidak serius;

c) Komposisi

Komposisi dapat dipahami sebagai perpaduan antara layout, teks, dan warna.

Dalam seni visual, komposisi adalah penempatan atau pengaturan elemen-elemen

visual atau 'bahan-bahan' dalam suatu karya seni, yang berbeda dari subjeknya.

Ini juga dapat dianggap sebagai organisasi elemen seni sesuai dengan prinsip-

prinsip seni.
Gambar 3 Pemberian materi tentang dasar-dasar komunikasi visual

35
5.2.3 Pertemuan III & IV

Dalam pertemuan ini tim YEU diajak untuk langsung mempraktekkan materi yang sudah

diajarkan kepada mereka. Adapun materi yang menjadi fokus latihan pada pertemuan ini

antara lain, bagaimana meletakkan posisi gambar dan teks, kemudian memadukan kontras

warna dalam desain visual.

Materi pertemuan keempat merupakan pertemuan lanjutan dari pertemuan ketiga. Tim

Yakkum masih diberikan materi tentang pembuatan infografis yang menarik dan efektif

dalam menyampaikan informasi dan kebijakan tentang kebencanaan. Fokus pada pertemuan

ini adalah melajutkan materi dari pertemuan sebelumnya kemudian menghasilkan beberapa

visual yang akan mereka gunakan. Beberapa hasil yang diperoleh dari pelatihan ini adalah:

peserta pelatihan sudah mampu menggunakan aturan-aturan yang mereka pelajari di kedua

pertemuan dan menuangkannya pada desan mereka (lihat gambar dibawah)

Gambar 4 Contoh gambar publikasi YEU setelah


diberi masukan oleh tim pengabdian masyarakat

36
5.2.4 Pertemuan V

Pelatihan pembuatan teks pesan membahas tentang bagaimana merangkai pesan

dalam komunikasi visual mereka inginkan, sebagai contoh adalah tagline pesan, caption

foto, dan akun instagram. Adapun metode yang digunakan adalah dengan cara

mengidentifikasikan desain pesan, medium, dan efek yang diharapkan. Dalam hal ini, kami

menggunakan model Komunikasi Laswell : SMCR (Source, Message, Channel. Response).

Berikut contoh tabel rumusan pembuatan pesan dan medianya:

Tabel 5.1 Model SMCR untuk Desain Pesan YEU

Sumber Inti Pesan Medium Efek yang Tagline pesan


diharapkan
YEU Agar orang Poster Masyarakat “Mari bergandengan
menyumbang memberi tangan membangun
bukan kerena sumbangan kembali”
rasa kasihan tapi secara
karena rasas berkelanjutan
solidaritas karena rasa
solidaritas
YEU Agar Poster Masyarakat “Kembalian Anda
memberi membantu membeli 1
masyarakat
sumbangan paket masker untuk
menyumbang kembalian dari korban letusan
belanjaan/ Gunung Agung”
kembalian dari
tagihan rumah
mereka ke YEU sakit mereka

37
5.2.5 Pertemuan VI

Pada pertemuan ini, kami melakukan FGD dengan masyarakat dampingan YEU untuk

melihat bagaimana persepsi masyarakat dampingan YEU tentang tampilan infografis

publikasi YEU tentang kebencanaan. Adapun beberapa hasil yang kami dapatkan dari

pertemuan FGD ini antara lain:

1. Audiens cenderung menyukai desain berwarna yang cerah dengan desain visual

yang terkesan dikerjakan oleh profesional. Masalah yang diidentifikasi dalam

publikasi YEU adalah publikasi eksternal mereka terkesan tidak profesional

karena dikerjakan oleh tenaga yang tidak ahli di bidang komunikasi visual Oleh

sebab itu, perlu dipertimbangkan apakah YEU juga akan menyewa agensi

publikasi atau periklanan untuk mengerjakan publikasi eksternal mereka;

2. Temuan kedua dari FGD ini adalah bahwa audiens cenderung menyukai gambar-

gambar yang memiliki ekspresi positif daripada gambar-gambar kebencanaan

yang menampilkan kesedihan, kemalangan, dan kengerian. Audiens menyadari

adanya siratan eksploitasi kesedihan korban bencana dalam gambar-gambar yang

mengekspos kengerian tersebut;

3. Hal lain yang kami temukan adalah perbedaan generasi menghasilkan perbedaan

preferensi dalam akses media tentang kebencanana. Sebagai contoh, temuan kami

menemukan bahwa masyarakat yang berusia dewasa lebih memilih mengakses

informasi kebencanaan dari WhatsApp melalui grup Whatsapp yang mereka

miliki. Seorang responden mengatakan bahwa dia lebih mempercayai informasi

yang dia dapat dari grup WhatsApp yang menginformasikan tentang bencana

yang sedang terjadi

38
Gambar 5 Sesi FGD dengan masyarakat dampingan YEU dan masyarakat umum

5.2.6 Pertemuan VII

Pertemuan ini kami melakukan evaluasi dengan tim YEU tentang pelaksanaan program

pengabdian masyarakat YEU. Adapun beberapa masukan yang diberikan oleh tim YEU adalah

antara lain, a) perpanjangan kerjasama antara UAJY dengan YEU, khusunya tentang

komunikasi pemasaran dan kehumasan; dan b) kerjasama untuk kegiatan KKL (magang) di

bagian publikasi dan kehumasan di YEU.

Gambar 6 Sesi penutupan dengan YEU

39
BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan pertama yang bisa kami ambil dari kegiatan pengabdian masyarakat ini

adalah bahwa dalam membuat desain komunikasi visual untuk keperluan disemanis

pengetahuan dan kebijakan tentang kebencanaan, penting sekali menggaet masyarakat yang

akan didampingi karena mereka mengetahui bagaimana informasi yang ingin mereka lihat dan

proses, daripada membuat desain yang menurut organisasi baik namun tidak tepat tujuan bagi

penerima pesan tersebut.

Kesimpulan kedua, berdasarkan hasil diskusi dengan tim dari Yakkum, ditemukan

bahwa ternyata pelatihan di bidang komunikasi sangat dibutukan oleh lembaga-lembaga

kemanusiaan, seperti Yakkum. Walaupun lembaga sejenis lebih berfokus pada isu-isu

kebencanaan dan kemanusiaan, namun mereka membuuthkan pelatihan teknis dan konseptual

untuk memahami bagaimana komunikasi di bidang kehumasan dan visual.

Kesimpulan terakhir, setelah mendampingi YEU selama kurang lebih lima bulan, kami

melihat bagaimana pendampingan yang bersifat kolaboratif yang tidak hanya menekankan

posisi pelatih sebagai sumber ilmu, namun juga memberikan ruang bagi peserta pelatihan untuk

mencoba menyelesaikan masalah mereka. Sehingga kelompok yang mendapat pelatihan dapat

menjadi lebih mandiri dan diperbdayakan.

Adapun saran pertama yang ingin kami berikan kepada YEU adalah agar mereka lebih

sering melibatkan masyarakat dalam pembuatan infografis, untuk mendapatkan masukan yang

bermanfaat dan tepat tujuan. Saran kedua untuk pembaca dari lingkungan universitas, agar

mereka lebih banyak mengembangkan program pendampingan masyarakat yang berorientasi

untuk mengembangkan kemampuan SDM di bidang komunikasi.

40
BAB VII

RENCANA TINDAKLANJUT DAN PENGELOLAAN OUTCOME

Ada dua hal yang sudah dilakukan oleh tim pengabdian sebagai tindak lanjut dan

pengelolaan kegiatan pengabdian masyarakat ini. Pertama, untuk mencapai manfaat yang lebih

jauh dari pengabdian masyarakat ini, tim pengabdian sudah menindaklanjuti pembuatan

Memorandum of Understanding (MoU) bersama Yakkum Emergency Unit yang mencakup

kerja sama di bidang pendidikan, penelitian, dan pengabdian. Adapun di bidang pendidikan, di

masa mendatang YEU dan UAJY dapat saling bertukar kesempatan untuk memberikan materi

terkait pengembangan masyarakat dan kebencanaan, terutama untuk kelompok rentan

(disabilitas, miskin, dan minoritas). Kerja sama di bidang penelitian diharapkan dapat meliputi

isu-isu sosial dalam kebencanaan, seperti pemberdayaan masyarakat, komunikasi

kebencanaan, dan topik penelitian lain yang bertema ‘kebencanaan’ yang telah menjadi salah

satu topik besar penelitian DIKTI dan Universitas Atma Jaya Yogyakarta.

Kedua, makalah hasil pengabdian masyarakat juga direncanakan untuk dipresentasikan

di forum ilmiah tertentu. Sebelumnya, artikel hasil pengabdian masyarakat sudah dikirimkan

Jurnal Pengabdian Masyarakat UGM. Artikel tersebut diharapkan akan terbit di edisi

September 2018. Jurnal Pengabdian Masyarakat UGM adalah jurnal multidisiplin yang

diterbitkan oleh Direktur Layanan Masyarakat Universitas Gadjah Mada yang mencakup

banyak masalah umum atau masalah yang terkait dengan layanan masyarakat.

41
DAFTAR PUSTAKA

Amien, M. (2016). Can Social Media be a New Platform for Emergency Communication

During Natural Disaster Events? Retrieved from https://goo.gl/cXkNaM

Crooks, J. L. J. R. R. (2012). Infographics: The Power of Visual Storytelling. Canada: John

Wiley& Sons, Inc., Hoboken, New Jersey.

Davis, M., & Quinn, D. (2013). Visualizing text: The new literacy of infographics. Reading

today, 31(3), 16-18

Duarte, N. (2008). Slideology: The art and science of creating great presentations.

Sebastopol, CA: O’Reilly.

Dunlap, J. C., & Lowenthal, P. R. (2016). Getting graphic about infographics: design lessons

learned from popular infographics. Journal Of Visual Literacy, 35(1), 42-59.

doi:10.1080/1051144X.2016.1205832

Ferris, T., et al. (2016). Studying the Usage of Social Media and Mobile Technology during

Extreme Events and Their Implications for Evacuation Decisions: A Case Study of

Hurricane Sandy. International Journal Of Mass Emergencies & Disasters, 34(2), 204-

230

Finke, T., & Manger, S. (2012). Informotion: animated infographics. Gestalten Verlag How

social media can contribute during disaster events? Case study of Chennai floods 2015.

doi:10.1109/ICACCI.2016.7732236

Hawkins, J., & S. Blakeslee. (2004). On Intelligence. New York: Henry Holt and Company

Lankow, J., Ritchie, J., & Crooks, R. (2012). Infographics: The power of visual storytelling.

John Wiley & Sons

42
Scaife, M., & Rogers, Y. (1996). External cognition: How do graphical representations

work? International Journal of Human-Computer Studies, 45(2), 185-213.

Zull, J. E. (2002). The art of changing the brain. Sterling, VA: Stylus.

43
LAMPIRAN

44
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Visual Communication for Advocacy
(A community service program for Yakkum Emergency Unit Yogyakarta)

Rifka Sibarani, M.P.P


Alexander Beny Pramudyanto, M.Si
Dr.phil Yudi Perbawaningsih

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY)
rifka_ade@staff.uajy.ac.id

Abstrak
Media sosial telah menjadi platform baru untuk menyebarkan informasi tentang
informasi terkait bencana, termasuk upaya pengurangan bencana. Karena popularitasnya,
semakin banyak organisasi menggunakan infografis untuk meningkatkan kesadaran masyarakat
dan ketahanan masyarakat terhadap bencana. Program layanan masyarakat ini dirancang untuk
membantu organisasi non-pemerintah, seperti Yakkum Emergency Unit (YEU) Yogyakarta,
untuk membuat dan mengelola publikasi eksternal mereka, seperti infografis, yang digunakan
sebagai sarana untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang kesiapsiagaan bencana.
Kami melaksanakan program ini selama enam bulan (Oktober 2017 - Maret 2018) dengan
memberikan pelatihan langsung untuk staf YEU. Hasilnya menunjukkan dampak positif pada
pengetahuan dan keterampilan staf komunikasi untuk membuat materi publikasi mereka.

Kata kunci: komunikasi visual, infografis, pengurangan resiko bencana

Abstract
Social media has become a new platform to disseminate information on disaster related
information, including policies. Due to its popularity, more agencies use infographics to raise
community awareness and community resilience towards disasters. This community service
program is designed to help non-governmental organisations, such as Yakkum Emergency Unit
(YEU) Yogyakarta, to create and manage their external publications, such as of infographics,
that are used as means to raise public awareness on disaster preparedness. We conducted this
program for six months (October 2017 – March 2018) by providing in-house training for the
staff of YEU. The results show positive impact on the knowledge and skills of the
communication staff to create their publication materials.

Keywords: visual communication, infographic, disaster risk reduction

1
1. Background

Social media has become a new platform to disseminate information on disaster related
information, including policies. Due to its popularity, more agencies use infographics to raise
community awareness and community resilience towards disasters. This community service
program is designed to help non-governmental organisations to create and manage their external
publications, such as of infographics, that are used as means to raise public awareness on disaster
preparedness.
Indonesia is one of the countries that have committed in reducing the impacts of disaster,
both man-made and natural disasters that have committed to integrate their disaster mitigation
framework into the national development action plan. The government of Indonesia has worked
with the United Nations to improve policies and community resilience by involving the non-
government sectors. In 2004 the Indonesian government has signed the Hyogo Framework,
however the impacts of the commitment was barely visible. Later through the Sendai Framework
the government pushed the disaster preparedness agenda further because Indonesia had
experienced more severe and frequent weather events. In order to do so, the government ruled
out to work with community groups as agents to reach more vulnerable groups in regional areas.
The government needs these groups to raise public awareness through education,
trainings, and capacity building. Hence these groups publish communication materials to
disseminate the disaster preparedness information. However not all non-governmental
organisations have the budget and human resources to do so. This community service activity
focuses on improving the quality and skills of the communication staff at Yakkum Emergency
Unit, Yogyakarta in infographics management that collaborate with their audience.
Yakkum Emergency Unit is a local non-governmental organisation that focuses on
emergency relief and disaster risk reduction program in the national and global settings. It is an
organisation that is based in Yogyakarta that provides education and logistics for disaster
victims. Their network is amongst the largest in Indonesia and Southeast Asia. In Indonesia they
have five focused work regions such as Bali, North Sumatera, Aceh, and Eastern Indonesia.
YEU also works with international counterparts to carry on their missions.

2
Infographic
Infographic has become an important element in information dissemination process in the
digital era because of its sharable, content-focused, and attractive display. These characteristics
have led to the increasing use infographics as a popular visual information dissemination tool for
public education, including public policies. Moreover the internet is a powerful medium for the
effectiveness of infographics. The use of infographics as visual aids to explain complex data not
only popular amongst data scientists, it has also influenced the way community organisations
have used infographics to support their work.
To understand of how visual communication is an important element for communicating
policies, we need to understand that human vision is not always perfect. Previous research
indicates that we see with our brains and not with our eyes (Chabris & Simons, 2009; Sacks,
1998) and it is actually our brains that is in charge of what we see and how we see it (Hawkins &
Blakeslee, 2004). In additon, human brain is more capable of identifying and understanding
linkages and patterns if data is visualised (Cleveland, 1994).
Previous research also shows that visuals are powerful instruments for learning processes
for several reasons. First, visuals can assist to enhance the way we store memory and our ability
to recall them. Studies has shown that humans are able to recalling various images, even when
having seen them for only a short period (Zull,2002). Thus, information that is instructional is
more likely to be remembered if its visualised (Medina, 2008) because visualisation is a more
efficient, precise, and clearer medium to communicate complex information than oral and text
information.
Secondly, visuals help with cognitive processing by providing a broader background
framework for thinking and understanding unfamiliar and complex information. In this case,
when visuals are utilised adequately, they help deliver complicated as well as abstract
information, particularly when the audience knowledge is distant with the concept and do not
have a pre-existing knowledge background or experience to grasp the novel information.
Before the term infographic was popularised in digital era, data scientists have known a
popular term for infographic, which is information visualisation or data visualisation. According
to Scaife & Rogers (1996) data visualisation can be described as the “mechanisms by which
humans perceive, interpret, use and communicate visual information”. Other interpretations of
infographics can be understood as, but not limited to:

3
“The use of computer-supported, interactive visual
representations of data to amplify cognition” (Card,
Mackinlay, & Shneiderman, 1999);

“Infographic is graphic visual representation of


information, data or knowledge intended to clarify
and integrate difficult information quickly and
clearly” (Smiciklas, 2012)

The use of data visualisation was not limited only for data science work only. Data
visualisation have long been used in other social work field, such as journalism. For journalism
work, for example, data visualisation is important to make the news more trustworthy and
attractive. In Indonesia itself, the mainstream newspaper company such as KOMPAS has used
infographic to enrich their reportages (as seen in image 1 and image 2 below.

Image 1 An example of an infographic in


the KOMPAS newspapers about highway Image 2 An example of an infographic in the
construction in Jakarta KOMPAS newspapers edition on social media
use in Indonesia

Another phenomena that emerged with the rising popularity for infographic is data
journalism. Data journalism can be described as journalism done based on vast and diverse data.
It produces data-driven – rather than statement-driven– news reports. Unlike traditional
journalims that focuses on the depth of the news, data journalism focuses on descriptive data and
reported through visualisation.
Tirto.id is a new digital news platform that highly operates in data journalism. Their work
are infographics that discuss hot topics in the public discussion and they help to provide better
understanding on those topics based on the big data existed on the internet. They will extract
those data and produce infographics as the result products (as shown in image 3 and image 4
below):

4
Image 3 Tirto.id infographic reportage Image 4 Tirto.id infographic reportage
titled "Why Buying an Apartment” titled "Vertical Housing with Zero
Downpayment without Subsidies"

Community development is another field that extensively uses infographics in the work

for several reasons. The same reason why journalism uses more of infographic to support their

news, community development work must be able to explain complex social issues or lengthy

reports in dense and attractive ways to assist people understand the broad and often entangled

context of particular social issues.

For example, the World Bank Indonesia often uses infograpghics to explain a set of broad

data on poverty and other social issues in Indonesia (image 5).

Image 5 World Bank Indonesia's Infographic on Indonesia's Gini


Index

5
Another example of the use of infographic for policy purposes is shown on Image 6 on

Joko Widodo’s Economy Package 2 policy (see below):

Image 6 The Visualisation of Joko Widodo's


Economy Package 2 Policy

Not only used by government officials or international NGOs, infographics are used by
advocacy groups for their campaigns. For example, a few years ago, a group of university
students were campaigning against the Governor of Central Java’s decision to allow a cement
company to build their factory in a village area withou
t proper environmental impact assesment. The infographic poster campaign is called
“Ganjar’s Sins” as mentioning the sins of the Governor behind his decision to allow the cement
factory.

Image 7 "Ganjar's Sins" is an infographic poster as


protest medium published by a group of university
students

6
A good infographics must address three important elements or addressed as the Vitruvian
elements (Crooks, 2012):
• Soundness
Soundness can be understood as the reliability and robustness of
the quality of a visualisation presentation (Purchase, 2011). This
means the success of the infographic is examined by the
effectiveness to transfer the information to the audience
• Utility
Utility means the way of infographics meet the functions.
According to Crooks (2012) there are two ways to achieve a visual
function: explorative and narrative approaches. Explorative means
to help the audience to scrutinise the information and understand
the meaning. While narrative gives specific information that
inform the background.
• Beauty
While being robust and effective in communicating the message, an
infographic needs to maintain its beauty value. The aesthetic
element of a visual helps to deliver the complex message better.

In addition, according to Artacho-Ram (2008) there are four categories of infographic:


1. Physical infographics: this category uses physical material and
different means for producing three dimensional and solid
designs for displaying information and data
2. Static infographics: visualisation that uses images, statistics, and
maps to explain a process, for instance;
3. Dynamic infographics: these infographics use two and three-
dimensional animation to describe or explain a process or a
landscape;
4. Interactive infographics: this category is a mixed between the
static infographic and the dynamic infographic, in which lets the
users use interactive visualisation to explain something.

7
2. Methodology
To achieve the goals of this community service program, it employs three approaches,
firstly knowledge transfer, audience research, and evaluation. For four months we deliver a series
of in-house training that consist of introduction to message design, visual communication, and
then we also facilitate YEU to implement the theoretical background that we introduced and to
create their own infographic products that suit their need.

2.1 Method of delivery


The participants of this community service programs are mainly the staff from Yakkum
Emergency Unit from the Department of External Communication Unit to the middle-level
managerial staff. For seven weeks, we train them related to how to make effective infographics
for disaster awareness campaigns. The first meeting was concentrated on the introduction of the
whole training course and message design process.
The training consists of seven weeks of meetings. The first meeting focuses on message
design that focuses on the basic of message design. Message design is as important as the visual
of the message itself. In visual communication, text messages are limited and it focuses on the
use of visual symbols as the object. According to O’Keefee there are three important element of
message design: 1) rasional; 2) emotional appeal; 3) fear appeal. These elements are important in
a message to influence the audience or simply to inform them. This categorisation is based on
the Elaboration Likelihood Model that explains how audience changes their mind according to
the message directed to them. Rationality in message design is important to convince audience so
that they can proof the message is right.

Image 8 In-house training about the basics


of infographic

8
Secondly, an effective communication process requires stimulant to creates feedback
effects which can be gained from implanting emotional appeals such as of colours, images, or
composition. Thirdly, fear appeal that to some extent is important to create a greater emotional
effect. For example, it is common to use images of lung cancer as a way to amplify the fear
appeal in the message. In brief, effective symbols or message are those that meet the three
criterion. The second meeting focuses on the visual communication aspect that involves (1)
determining layout; (2) fonts; (3) and colour combination. Visual communication can manipulate
the perception, cognition, and communicative intent of visualizations by carefully applying these
principles of good design. These principles explain how visual techniques can be used to either
emphasize important information or de-emphasize irrelevant details. With the complex and
abundant data of a disaster related event, it is easy to get the messages mixed up that leads up to
miscommunication -- this is the issue where visual communication plays its part in providing an
alternative of visualisation.

Image 9 Discusson and in-house training on


designing with CorelDraw

The third and fourth meetings focus on fabricating copy for a campaign using the AIDA
copy model. AIDA is the abbreviation for Attention, Interest, Desire, and Action. These four
elements are important elements in copywriting and copywriting is a skill that can be exercised.
‘Attention’ talks about of how our caption can grab our audience’s attention in the first look.
Thus we taught the staff strategy of writing creative headline or catchphrase for their campaign.
Secondly, the ‘Interest’ element talks about the need to keep the audience interested in reading
our materials. Thus, keeping the materials brief, concise, and relevant is very important for the

9
readers. Thirdly, ‘Desire’ is to show the readers that what we are talking about is something that
they want to do—or in brief, it is persuasion. Lastly, the ‘Action’ element is to persuade the
readers to take action.
The fifth and sixth meeting focused on getting insights from public through audience
research methodology through an FGD. We invited five people to discuss about their opinions
about their preferences in website layout and design. Audience were selected from their
background and their experience with natural disasters. We choose 2 audience who live near the
Gadjah Wong river, Yogyakarta, which is one of the flooding-prone areas in Yogyakarta. Three
other respondents are university students that are chosen because they are the millennials who
are identified as high internet consumers which are relevant to this study since the infographics
will be distributed through social media.
Audience research is essential to this program because audience research is not only the
way we evaluate our program, but also a means of analysing of the behaviour of donating in the
community. There are several aspects investigated in the survey and Focused Group Discussion
(FGD), including: (1) behaviour preferences in accessing disaster-related information on social
media; (2) preferences in layout and message design; and 3) comparing layout preferences
between disaster-related websites.

Image 10 FGD session on the audience


preferences in visualisation on disaster-related
publications

2.2. Data collection


We use the qualitative approach that employs the observation, Focus Group Discussion,
and a series of dicsussions with the in-house training participants and the pre-selected audience
for the Focus Group Discussion.
During the in-house training we observed of how the participants absorb the information
given and questions raised. The observation and discussions with the in-house participants are
used as qualitative feedback at the end of the activity.

10
2.3. Data analysis
We use qualitative data approach to analyse the data. First we reduce the data we had
collected from our observation and the FGD. We extracted important data that helps to achieve
the goal of this community service–how to make infographic that suit the preferences of YEU’s
target audience. Secondly, we displayed the data and we choose significant statements and
observation that follow the pattern of the data that we have reduced. Lastly, we verify these data
by checking accross our records again to find any anomality and inconsistency in the data.
2.4 Location, time, and duration
This in-house training was taken place at Yakkum Emergency Unit (YEU) office at Jalan
Kaliurang Km.12. We planned to conduct the in-house training twice every moth. However due
to time constraints and other commitments we sometimes had to reschedule the training
activities. The in-house training itself started in October 2017 and it finished in early March
2018. The duration of each meeting was approximately 2 hours. However sometimes it could
take longer if the participants had further questions or assistance with using design software such
as Corel Draw.

3. Results and discussion


We chose five main sources to share their opinions of their preferences of the infographic
appearance on social media. These sources come from different background and different
experiences in dealing with natural disasters. The first source is an environmental activist that
has worked to campaign for disaster reduction programs in Yogyakarta. The second source is
also an environmental activist that has worked with local community to raise awareness about
disaster reduction and climate change. The three other sources are university students age
ranging between 18-19 years old, as they were chosen to give different perspectives on how
younger generation perceive disaster-related information provided to them. The age difference is
important to understand how the information should be served in social media as young people
are the highest age group that spends most of their time on social media.
a. Access to disaster-related media
Our sources mention a number of social media platforms that they primarily use to access
information related to disasters, such as of Whatsapp, Instagram, Facebook, and LINE. Despite
its global popularity, Facebook is not a popular media for disaster-related information, as our
sources discussed:

11
“…[we] don’t use Facebook anymore. We get our
information from Instagram or LINE news”–
Participant 3

“I have joined a Whatsapp group called “Perduli


Bencana” because I can get instant updates on the
flooding or other disasters that are happening”–
Participant 2

“We usually monitor the updates from the LINE


news updates. Usually they will display “breaking
news” in the time of a disaster”–Participant 5

Later when they were asked why some people use Instagram to get their primary
information about disaster news updates, our respondents said:

“Instagram gives us fast updates on disaster news.


And we can also see what is going on from our
friends’ instagram posts (snapgrams)”–Participant 4

“I also monitor Instagram to see the images from the


disaster”–Participant 3

However none of the sources actually mentioned that they follow the official website of the
Bureau of Climatology and Geophysics of Indonesia (BMKG). BMKG is the the official bureau
that releases updates on disaster related information. The trend amongst the FGD members is
that they only follow any social media platforms that have their peers in them and the
information is widely spread by their networks / social circles. This could be a problem when the
information cannot be verified or simply a hoax. However the respondents who joined the
Whatsapp group explained:
“We have experts in disaster in our Whatsapp
group that can help to verify the information” –
Participant 1

b. Layout design
Another topic discussed in the Focused Group Discussion was about layout of
infographic on social media and what they wish to see on them. There are several important
elements that need to appear on the infographics, such as statistics and qualitative data:
● Statistics

12
For the respondents, statistics related to the disaster events appear to be significant if we
wish to inform them through infographics. For example

“I like to see more statistics because it helps me


to navigate the information”–Participant 3

“Statistics will be easier to see than words”–


Participant 2

“In the times of disaster it is crucial for public to


be able to access the number of victims and
logistics needed to help them”–Participant 1

• Qualitative data
While the audience thinks it is important for them to read the data quickly and
presented in numbers, but they also think that it is still important to read the qualitative data
that has significant information on the disaster-related events. Such as of names of victims,
demographics, and their locations.

“For me it is important to read about the victims


of a diasaster. Such as, their names, their village
name, how many women or men died...
children... elderly... any information that can help
us to identify the victims, not just numbers.
Numbers are good, but I need to know their
details”– Participant 1

“ Yes, their addresses.. just in case they are


related to us”– Participant 2

● Demographic of disaster victims


Alongside with the statistics, respondents agree that it is important for infographics to
provide demographic of disaster victims. For example the death toll of vulnerable groups of
women, elderly, and children during a disaster event. This is related to their response to the
qualitative data category.
After gathering all of those information from our FGD participants, we forwarded them
to YEU’s management team as a part of our training materials. We also had the opportunity to
design several campaign materials for YEU from the data and the training materials that we have
collected (see image 11 and image 12):

13
Image 12 YEU’s infographic after the
Image 11 YEU’s event poster after in-house training in-house training program
program

This community service program suits the need of YEU’s communication department.
The main output of this community service is the increased knowledge and ability of YEU’s
communication staff. From the results of the posters that they published after the in-house
training, this approach seems to be the most suitable for the staff , especially since they work
during weekdays from 9 AM to 5 PM and there is limited time for the staff to have this kind of
training.
We did not find much of difficulties to roll out this community service program for some
reasons. First, we have made contacts with YEU before we initiated the program. This made
engaging with the staff easier. The location of our program is still in the urban area where we
have access to the location. However, we also acknowledged that even though intensive
communication prior to the program initiation is important, staff’s basic background
understanding of visual communication and design is important to support the maximal
effectiveness of the program.

4. Conclusion
Even though participants and our team had minor problems with time scheduling, we had
positive feedback from our participants. From the beginning we planned to deliver training
about message design and introduction to visual communication and we had positive feedback
from our participants, particularly as they had started to improve the quality of their external
publications. For example, after the third meeting a staff member from Yakkum Emergency

14
Unit (YEU) sent a publication draft that they had been working on that follows the training
materials that we had taught previously.
The positive feedback that we got from our participants shows that we had achieved our
target and they also had mentioned that they thought positively of our delivery method. These
positive feedback is as a result of our continuously discussion and attempts to dig in to real
external publication issues that YEU has. We provided trainers with suitable background to teach
message design and visual communication. For example, we worked together with Gogor
Bangsa, M.Si., a lecturer from the Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta that has established
his research and work in visual communication and design. Benny Alexander, M.Si is a lecturer
in communication studies from Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY) that has established
his expertise in visual communication. We also had Dr.phil. Yudi Perbawaningsih, M.Si., and
Rifka Sibarani, M.P.P that teach into communication studies and the persuasive communication
field. These experts contribute to the development of the training materials and help to solve the
core external publication issues that YEU has.
As mentioned previously, the benefits and positive impacts of the training program have
been shown positively through the respondents’ feedback at the end of our training program. For
example, the benefits are including their staff now are able to develop their publication materials
in a more suitable way that follow the rules of visual communication design. Other significant
impacts of the training program are also related to their ability to recognise better ways to design
their campaign messages and the display. For example, we taught the participants how to make
effective campaign message to suit their needs and audience. After a hands-on session and
discussion, we came up with a campaign tagline for their fundraising activities.
From our experience, we observe that continuous discussion with the training participants
about what they really need, rather than what we think they need, is an effective approach of
community service program delivery. We also notice that with an NGO with such a large
network like YEU that works in disaster reduction programs that often seems very limited to
certain expertise, communication experts actually can take part in their work. For example, in
communication plan design and human resources development. There are a number of
recommendations that we have from our in-house training program. First, in the context of
providing training for an NGO that has different expertise background with the trainers, it is
important to find the common issue that will be the foundation of the whole training program.
This helps both parties to contribute effectively during the process. We also recommend that
more lecturers or experts in communications to give trainings for community groups in need. We
argue because there is major need for further trainings on communication techniques—both
15
visual and oral communications—that will benefit local NGOs since they have limited budget for
these trainings and often they are expensive. For example, even though that NGO workers need
to have public speaking and pitching skills, however not every NGO can afford to send their staff
for such trainings. Another example is visual communication design skills. These skills are on a
high demand in the digital era in which is characterised by the rapidly growing information that
needs to be extracted in such condensed and symbolic information, which makes infographic
popular as a means of communication in this digital era.

5.References
Amien, M. (2016). Can Social Media be a New Platform for Emergency Communication During
Natural Disaster Events? Retrieved from https://goo.gl/cXkNaM
Crooks, J. L. J. R. R. (2012). Infographics: The Power of Visual Storytelling. Canada: John
Wiley& Sons, Inc., Hoboken, New Jersey.
Davis, M., & Quinn, D. (2013). Visualizing text: The new literacy of infographics. Reading
today, 31(3), 16-18
Duarte, N. (2008). Slideology: The art and science of creating great presentations. Sebastopol,
CA: O’Reilly.
Dunlap, J. C., & Lowenthal, P. R. (2016). Getting graphic about infographics: design lessons
learned from popular infographics. Journal Of Visual Literacy, 35(1), 42-59.
doi:10.1080/1051144X.2016.1205832
Ferris, T., Moreno-Centeno, E., Yates, J., Kisuk, S., El-Sherif, M., & Matarrita-Cascante, D.
(2016). Studying the Usage of Social Media and Mobile Technology during Extreme
Events and Their Implications for Evacuation Decisions: A Case Study of Hurricane
Sandy. International Journal Of Mass Emergencies & Disasters, 34(2), 204-230
Finke, T., & Manger, S. (2012). Informotion: animated infographics. Gestalten Verlag
How social media can contribute during disaster events? Case study of Chennai floods 2015.
(2016). 2016 International Conference on Advances in Computing, Communications
and Informatics (ICACCI), Advances in Computing, Communications and Informatics
(ICACCI), 2016 International Conference on, 1352.
doi:10.1109/ICACCI.2016.7732236
Lankow, J., Ritchie, J., & Crooks, R. (2012). Infographics: The power of visual storytelling. John
Wiley & Sons

16
M.A. Artacho-Ram, rez, J.A. Diego-Mas, J. Alcaide-Marzal. (2008). “Influence of the mode of
graphical representation on the perception of product aesthetic and emotional features:
An exploratory study”, International Journal of Industrial Ergonomics, (38), 942– 952.
McCrorie, A. D., Donnelly, C., & McGlade, K. J. (2016). Infographics: Healthcare
Communication for the Digital Age. The Ulster Medical Journal, 85(2), 71-75.
Medina, J. (2008). Brain rules: 12 principles for surviving and thriving at work, home, and school
. Seattle, WA: Pear Press.
Moorefield-Lang, H. (2011). Infographics: Information gets visual. Information Searcher, 19(3),
15-16.
Nicholson, S. (2011). Infographics: The history of online social networking
Ozdamlı, F., Kocakoyun, S., Sahin, T., & Akdag, S. (2016). Statistical Reasoning of Impact of
Infographics on Education. Procedia Computer Science, 102(12th International
Conference on Application of Fuzzy Systems and Soft Computing, ICAFS 2016, 29-30
August 2016, Vienna, Austria), 370-377. doi:10.1016/j.procs.2016.09.414
Siricharoen, W. V. (2013). Infographics: the new communication tools in digital age. In The
international conference on e-technologies and business on the web (ebw2013) (pp.
169-174). The Society of Digital Information and Wireless Communication.
Smiciklas, M. (2012). The Power of Infographics: Using Pictures to Communicate and Connect
with Your Audience
Utt, S. H., & Pasternak, S. (2000). Update on infographics in American newspapers. Newspaper
Research Journal, 21(2), 55
Vander Molen, J., & Spivey, C. (2017). Creating infographics to enhance student engagement
and communication in health economics. Journal Of Economic Education, 48(3), 198-
205. doi:10.1080/00220485.2017.1320605
W. S. Cleveland. (1994). The Elements of Graphing Data. Revised Edition. New Jersey: Hobart
Press

17
Infografis - P. Gogor Bangsa
Manajemen Infografis Media Komunikasi Kebencanaan Berbasis
Partisipasi Masyarakat di Yakkum Emergency Unit Yogyakarta
3 November 2017
Layout
pada Infografis
Manajemen Infografis Media Komunikasi Kebencanaan Berbasis
Partisipasi Masyarakat di Yakkum Emergency Unit Yogyakarta
3 November 2017

P. Gogor Bangsa
Layout
Rancangan perwajahan untuk buku, iklan, halaman
dan sebagainya termasuk juga infografis yang
dibuat oleh desainer untuk mewujudkan
keseluruhan tampilan dan pengikatan antar elemen
seperti: ilustrasi, fotografi dan tipografi.
(Encyclopaedia of Graphic Design + Designers)

Infografis - P. Gogor Bangsa


Manajemen Infografis Media Komunikasi Kebencanaan Berbasis
Partisipasi Masyarakat di Yakkum Emergency Unit Yogyakarta
3 November 2017
Elemen layout dibagi
menjadi

3
elemen teks • 4

elemen visual •
elemen invisible •
Ruang Kosong
(White Space)

Dimaksudkan agar karya tidak terlalu padat


dalam penempatannya pada sebuah bidang.

Ruang kosong akan memberikan efek sebuah


obyek menjadi dominan.

Space ini juga memberi kesempatan mata


untuk beristirahat.
Infografis - P. Gogor Bangsa
Manajemen Infografis Media Komunikasi Kebencanaan Berbasis
Partisipasi Masyarakat di Yakkum Emergency Unit Yogyakarta
3 November 2017
Jenis
Layout
Ada beberapa pedoman format layout untuk
visualisasi infografis. Meskipun demikian tidak
tertutup kemungkinan adanya kreasi lain di luar
format berikut ini:

Infografis - P. Gogor Bangsa


Manajemen Infografis Media Komunikasi Kebencanaan Berbasis
Partisipasi Masyarakat di Yakkum Emergency Unit Yogyakarta
3 November 2017
Useful Bait

Cocok dengan sebagian besar jenis data.


Daripada berfokus pada desain, ia bekerja
lebih untuk kepraktisan, sehingga
memudahkan untuk dibaca.

Jika konten Anda memiliki banyak


subtopik pada subjek utama, tata letak ini
memungkinkan Anda memisahkannya
menjadi potongan bersih yang mudah
dikonsumsi.

Infografis - P. Gogor Bangsa


Manajemen Infografis Media Komunikasi Kebencanaan Berbasis
Partisipasi Masyarakat di Yakkum Emergency Unit Yogyakarta
3 November 2017
Useful Bait

Cocok dengan sebagian besar jenis data.


Daripada berfokus pada desain, jenis ini
lebih untuk kepraktisan, sehingga
memudahkan untuk dibaca.

Jika konten Anda memiliki banyak


subtopik pada subjek utama, tata letak ini
memungkinkan Anda memisahkannya
menjadi bagian-bagian yang mudah
diterima.

Infografis - P. Gogor Bangsa


Manajemen Infografis Media Komunikasi Kebencanaan Berbasis
Partisipasi Masyarakat di Yakkum Emergency Unit Yogyakarta
3 November 2017
Versus/Comparison

Tata letak ini biasanya terpisah secara


vertikal untuk memberikan perbandingan
sisi-demi-sisi yang jelas.

Gunakan ini bila Anda ingin memberi tahu


pembaca perbedaan / kesamaan antara
dua item yang Anda bandingkan. Tata
letak ini bekerja dengan baik jika Anda
memiliki banyak informasi "bullet" untuk
dijadikan visual.

Infografis - P. Gogor Bangsa


Manajemen Infografis Media Komunikasi Kebencanaan Berbasis
Partisipasi Masyarakat di Yakkum Emergency Unit Yogyakarta
3 November 2017
Versus/Comparison

Tata letak ini biasanya terpisah secara


vertikal untuk memberikan perbandingan
sisi-demi-sisi yang jelas.

Gunakan ini bila Anda ingin memberi tahu


pembaca perbedaan / kesamaan antara
dua item yang Anda bandingkan. Tata
letak ini bekerja dengan baik jika Anda
memiliki banyak informasi "bullet" untuk
dijadikan visual.

Infografis - P. Gogor Bangsa


Manajemen Infografis Media Komunikasi Kebencanaan Berbasis
Partisipasi Masyarakat di Yakkum Emergency Unit Yogyakarta
3 November 2017
Heavy Data

Gunakan tata letak ini jika Anda bekerja


dengan banyak statistik dan grafik.

Juga dapat menghubungkan berbagai titik


data Anda dengan memasukkan diagram
alir.

Infografis - P. Gogor Bangsa


Manajemen Infografis Media Komunikasi Kebencanaan Berbasis
Partisipasi Masyarakat di Yakkum Emergency Unit Yogyakarta
3 November 2017
Heavy Data

Gunakan tata letak ini jika Anda bekerja


dengan banyak statistik dan grafik.

Juga dapat menghubungkan berbagai titik


data Anda dengan memasukkan diagram
alir.

Infografis - P. Gogor Bangsa


Manajemen Infografis Media Komunikasi Kebencanaan Berbasis
Partisipasi Masyarakat di Yakkum Emergency Unit Yogyakarta
3 November 2017
Road Map

Jika ingin memvisualisasikan proses atau


menyampaikan sebuah cerita, tata letak
ini menawarkan konektivitas yang baik
untuk alur cerita atau suatu proses.

Tambahkan screenshot atau thumbnail


yang menarik untuk menyertai data Anda.

Infografis - P. Gogor Bangsa


Manajemen Infografis Media Komunikasi Kebencanaan Berbasis
Partisipasi Masyarakat di Yakkum Emergency Unit Yogyakarta
3 November 2017
Road Map

Jika ingin memvisualisasikan proses atau


menyampaikan sebuah cerita, tata letak
ini menawarkan konektivitas yang baik
untuk alur cerita atau suatu proses.

Tambahkan screenshot atau thumbnail


yang menarik untuk menyertai data Anda.

Infografis - P. Gogor Bangsa


Manajemen Infografis Media Komunikasi Kebencanaan Berbasis
Partisipasi Masyarakat di Yakkum Emergency Unit Yogyakarta
3 November 2017
Timeline

Jika Anda memiliki sejarah / kronologis


peristiwa untuk dijelaskan, ini adalah tata
letak cocok.

Perusahaan biasanya menggunakan tata


letak ini dalam laporan tahunan mereka
atau melaporkan pencapaian dan tonggak
mereka. Gunakan tata letak ini untuk
menceritakan suatu kronologi.

Infografis - P. Gogor Bangsa


Manajemen Infografis Media Komunikasi Kebencanaan Berbasis
Partisipasi Masyarakat di Yakkum Emergency Unit Yogyakarta
3 November 2017
Timeline

Jika Anda memiliki sejarah /


kronologis peristiwa untuk
dijelaskan, ini adalah tata letak
cocok.

Perusahaan biasanya
menggunakan tata letak ini dalam
laporan tahunan mereka atau
melaporkan pencapaian dan
tonggak mereka. Gunakan tata
letak ini untuk menceritakan
suatu kronologi.

Infografis - P. Gogor Bangsa


Manajemen Infografis Media Komunikasi Kebencanaan Berbasis
Partisipasi Masyarakat di Yakkum Emergency Unit Yogyakarta
3 November 2017
Visualized Article

Jika Anda memiliki data yang kompleks


atau cerita panjang, cara terbaik adalah
dengan mengatakannya melalui visual
yang menarik.

Fokus tata letak ini adalah visual, bukan


teksnya. Anda juga bisa membangun
konten Anda secara terpisah menjadi
potongan, kemudian menyertakan judul
yang kuat untuk masing-masing dan
bagikan di media sosial.

Infografis - P. Gogor Bangsa


Manajemen Infografis Media Komunikasi Kebencanaan Berbasis
Partisipasi Masyarakat di Yakkum Emergency Unit Yogyakarta
3 November 2017
Visualized Article

Jika Anda memiliki data yang


kompleks atau cerita panjang, cara
terbaik adalah dengan
mengatakannya melalui visual yang
menarik.

Fokus tata letak ini adalah visual,


bukan teksnya. Anda juga bisa
membangun konten Anda secara
terpisah menjadi potongan,
kemudian menyertakan judul yang
kuat untuk masing-masing dan
bagikan di media sosial.

Infografis - P. Gogor Bangsa


Manajemen Infografis Media Komunikasi Kebencanaan Berbasis
Partisipasi Masyarakat di Yakkum Emergency Unit Yogyakarta
3 November 2017
terimakasih.

Infografis - P. Gogor Bangsa


Manajemen Infografis Media Komunikasi Kebencanaan Berbasis
Partisipasi Masyarakat di Yakkum Emergency Unit Yogyakarta
3 November 2017

Anda mungkin juga menyukai