B
LAPORAN
PENGABDIAN PADA MASYARAKAT INTERNAL KELOMPOK MONODISIPLIN
Ketua
Dr. phil. Yudi Perbawaningsih
09.91.356/ 0523026801
Anggota
Rifka Sibarani, M.P.P
03.17.952
Anggota
Alexander Beny Pramudyanto, S.Sos.,M.Si
08.13.866/ 0519098301
JUNI
2018
i
Scanned by CamScanner
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL............................................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN..................................................................................... .................. ii
DAFTAR ISI............................................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................................. iv
DAFTAR TABEL........................................................................................................................ v
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................ 1
BAB II TARGET DAN LUARAN............................................................................................. 8
BAB III TAHAPAN DAN METODE......................................................................................... 15
BAB IV KELAYAKAN PERGURUAN TINGGI DAN TIM PELAKSANA........................... 22
BAB V HASIL YANG DIPEROLEH......................................................................................... 32
5.1 TAHAP AWAL KEGIATAN.................................................................................... 32
5.2 TAHAP PELAKSANAAN........................................................................................ 33
5.2.1 PERTEMUAN 1...................................................................................................... 33
5.2.2 PERTEMUAN II..................................................................................................... 34
5.2.3 PERTEMUAN III & IV........................................................................................... 36
5.2.4 PERTEMUAN V..................................................................................................... 37
5.2.5 PERTEMUAN VI.................................................................................................... 38
5.2.6 PERTEMUAN VII.................................................................................................. 39
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN.................................................................................... 40
BAB VII RENCANA TINDAK LANJUT DAN PENGELOLAAN OUTCOME..................... 41
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................. 42
LAMPIRAN
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
DAFTAR TABEL
v
DAFTAR LAMPIRAN
vi
BAB I
PENDAHULUAN
Goals (SDGs) yang juga merupakan salah satu agenda Nawa Cita. Dalam Nawa Cita Presiden
Joko Widodo menekankan pentingnya kerjasama antar lembaga untuk meningkatkan kualitas
angka korban bencana di Indonesia. Ilmu sosial, salah satunya Ilmu Komunikasi, memegang
kunci penting dalam mitigasi kebencanaan nasional. Caranya dengan mendorong dan
pengurangan risiko bencana dalam pengaturan nasional dan global. Ini adalah sebuah
organisasi yang berbasis di Yogyakarta yang menyediakan pendidikan dan logistik untuk
korban bencana. Jaringan mereka termasuk yang terbesar di Indonesia dan Asia Tenggara. Di
Indonesia mereka memiliki lima wilayah kerja terfokus seperti Bali, Sumatera Utara, Aceh,
dan Indonesia Timur. YEU juga bekerja dengan rekan-rekan internasional untuk menjalankan
misi mereka.
Media sosial telah menjadi platform baru untuk menyebarluaskan informasi terkait
lebih banyak agensi menggunakan infografis untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dan
1
ketahanan masyarakat terhadap bencana (community resilience). Melalui sosial media,
seperti infografis, yang digunakan sebagai sarana untuk meningkatkan kesadaran publik
tentang kesiapan bencana. Indonesia adalah salah satu negara yang telah berkomitmen dalam
mengurangi dampak bencana, baik bencana buatan manusia maupun alam. Indonesia juga
telah berkomitmen untuk mengintegrasikan mitigasi bencana ke kerangka kerja rencana aksi
Pemerintah Indonesia telah bekerja sama dengan PBB untuk meningkatkan kebijakan
dan ketahanan masyarakat dengan melibatkan pihak sektor non-pemerintah. Pada tahun 2004
namun dampak dari komitmen itu nyaris tidak terlihat. Melalui Kerangka Sendai (Sendai
Indonesia telah mengalami peristiwa cuaca ekstrim yang lebih parah dan sering. Untuk
sebagai agen untuk menjangkau kelompok yang lebih rentan di wilayah regional. Pemerintah
semua organisasi non-pemerintah memiliki anggaran dan sumber daya manusia untuk
melakukannya.
Salah satu bentuk komunikasi visual digital yang sedang marak digunakan dalam
diseminasi informasi adalah infografis. Terdapat lima alasan mengapa infografis menjadi
marak digunakan oleh banyak lembaga besar seperti Persatuan Bangsa-Bangsa, Bank Dunia,
hingga di industri media sendiri. Pertama, infografis dapat lebih menarik perhatian karena
masyarakat kita saat ini cenderung menyukai konten visual untuk menjelaskan informasi
2
yang kompleks karena lebih menarik secara visual dan menghibur. Kedua, dikarena infografis
merupakan informasi yang disederhanakan dalam bentuk grafis, maka khalayak lebih mudah
mengkonsumsi dan mengelola informasi kompleks yang dipaparkan dalam waktu yang lebih
singkat daripada jika informasi tersebut hanya disampaikan secara tertulis. Ketiga, infografis
memiliki kesempatan untuk berkembang secara viral melalui internet karena kedua sifat
diatas, sehingga informasi bisa menjangkau khalayak yang lebih luas. Keempat, infografis
lebih mudah diingat karena penggunaan warna-warna yang cerah dan grafis yang menarik
Indonesiaera digital karena tampilan yang dapat dibagikan, kontennya terfokus, dan menarik.
Selain itu internet adalah media yang kuat untukefektivitas infografis. Penggunaan infografis
sebagai alat bantu visual untuk menjelaskan data yang kompleks tidakhanya populer di
3
kalangan ilmuwan data, itu juga mempengaruhi cara organisasi masyarakattelah
Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa kita melihat dengan otak kita dan tidak
dengan mata kita (Chabris & Simons, 2009) dan sebenarnya otak kita yang bertanggung jawab
atas apa yang kita lihat dan bagaimana kita melihatnya (Hawkins & Blakeslee, 2004). Selain
itu, otak manusia lebih mampu mengidentifikasi dan memahami hubungan dan pola jika data
divisualisasikan karena data visual adalah instrumen yang kuat untuk proses pembelajaran
untuk beberapa alasan. Pertama, visual dapat membantu meningkatkan cara kita menyimpan
Penelitian lain telah menunjukkan bahwa manusia mampu mengingat berbagai gambar,
bahkan ketika setelah melihat mereka hanya untuk waktu yang singkat (Zull, 2002). Dengan
demikian, informasi yang bersifat instruksional adalah lebih mungkin diingat jika
divisualisasikan (Madinah, 2008) karena visualisasi lebih banyak media yang efisien, tepat,
dan jelas untuk mengkomunikasikan informasi yang kompleks daripada informasi lisan dan
teks. Kedua, visual membantu proses kognitif dengan menyediakan latar belakang yang lebih
luas serta kerangka kerja untuk berpikir dan memahami informasi yang tidak dikenal dan
kompleks. Pada kasus ini, ketika visual digunakan secara memadai, mereka membantu
memberikan informasi yang lebih lengkap tentang sesuatu yang abstrak dan rumit, terutama
ketika pengetahuan audiens jauh dari konsep dan tidak memiliki latar belakang atau
4
Sebelum istilah infografis dipopulerkan di era digital, istiilah yang lebih populer untuk
infografis adalah visualisasi informasi atau visualisasi data. Menurut Scaife & Rogers (1996:
25) visualisasi data dapat digambarkan sebagai "mekanisme oleh manusia untuk merasakan,
Efek komunikasi visual dari infografis dengan menggunakan berbagai warna dan
komposisi gambar yang menarik itulah yang menyebabkan iklan di televisi lebih mudah
diingat dan efektif karena menggunakan presentasi visual. Persentase orang dalam mengingat
akan sesuatu hal adalah sebagai berikut : 10% dari yang mereka dengar, 20% dari yang mereka
baca, dan 80% dari apa yang mereka lihat dan lakukan secara visual. Visualisasi data
menggabungkan prinsip-prinsip dari psikologi, kegunaan, desain grafis, dan statistik untuk
menyoroti data penting dalam format yang mudah diakses dan menarik. Melakukan hal
Infografis yang baik harus membahas tiga elemen penting yaitu: a) Efektivitas: efektif
disini dapat dipahami sebagai kualitas presentasi visualisasi. Ini berarti keberhasilan
fungsi. Adua cara untuk mencapai fungsi visual: pendekatan eksploratif dan naratif.
Pendekatan eksploratif artinya adalah pendekatan yang digunakan untuk membantu penonton
5
c) Kecantikan: sebuah infografik perlu mempertahankan nilai keindahannya juga tanpa
mengurangi keefektivan visual dan kualitas pesan yang ingin disampaikan. Elemen estetika
visual membantu menyampaikan pesan yang kompleks dengan lebih baik (Crooks, 2012).
Selain itu, menurut Artacho-Ram (2008) ada empat kategori infografis: a) Infografis
fisik: kategori ini menggunakan bahan fisik dansarana yang berbeda untuk menghasilkan tiga
dimensi dan desain untuk menampilkan informasi dan data; b) Infografis statis: visualisasi
yang menggunakan gambar, statistik, danpeta untuk menjelaskan suatu proses; c) Infografis
dinamis: infografis ini menggunakan dua dan tiga dimensianimasi untuk menggambarkan atau
menjelaskan suatu proses atau perspektif; d) Infografis interaktif: kategori ini adalah
campuran antara infografis statis dan infografis dinamis, yang memungkinkan pengguna
produksi infografis tentang kebencanaan yang dapat dipahami, dibagikan, serta menjadi acuan
kebijakan bagi pemangku kepentingan. Berdasarkan hasil obervasi dan wawancara dengan
tim Komunikasi Yakkum Emergency unit, tim mereka masih membutuhkan pelatihan dan
software pengolah gambar (misalnya Corel Draw) namun hasilnya masih jauh dari
memuaskan dan masih belum memenuhi standar infografis yang baik. Sebagai contoh,
gambar 3 adalah laporan situasi banjir di Kabupaten belitung dan Belitung Timur.
6
Ketika tim pengabdian berdiskusi dengan Yakkum Emergency Unit Yogyakarta tentang
kendala yang mereka temui ketika merancng infografis ini adalah kesulitan untuk memahami
aturan-aturan dalam pembuatan infografis seperti estetika tata letak huruf, perpaduan warna
atau kombinasi tata letak gambar-gambar infografis tersebut. YEU juga menyebutkan bahwa
mereka menemukan masalah yang sama juga Yakkum temukan ketika merancang laporan
Situation Report#1 yang mana menurut mereka informasi dalam bentuk teks yang
disampaikan masih terlalu panjang dan pembaca sulit untuk menemukan informasi
pentingnya walaupun laporan ini dikategorikan sebagai “emergency situation”. Selain itu,
dikarenakan sifat laporan ini yang berfungsi sebagai rujukan pengambil kebijakan di saat
darurat sepert gempa bumi di Kabupaten Pidie Jaya, Aceh, seharusnya informasi dikemas
7
BAB II
YEU adalah salah satu unit YAKKUM yang didirikan pada tahun 2001 dengan fokus
pada tanggap darurat dan inisiatif pengurangan risiko bencana. Pada tahun 2016, YEU telah
memberikan bantuan kemanusiaan ke lebih dari 250 desa di Indonesia, Timor Lorosa'e,
Myanmar, Filipina, dan Nepal serta mendorong kemitraan dengan 350 organisasi masyarakat
di seluruh Indonesia. Dalam proses produksi materi komunikasi kebencanaan, selama ini
Yakkum Emergency Unit Yogyakarta memiliki jumlah SDM yang terbatas. Lembaga ini juga
tidak memiliki bagian fungsi humas yang mengurusi produk komunikasi eksternal, sehingga
eksternal mereka hanya dikerjakan departemen komunikasi mereka yang harus mengerjakan
berbagai kegiatan komunikasi termasuk dokumentasi dan video. Keterbatasan dana untuk
memperkerjakan SDM yang banyak juga dihadapi oleh organisasi nirlaba sejenis karena
mereka masih bergantung pada pemberi dana untuk mendukung operasional dan program-
program mereka.
Unit Yogyakarta terkendala oleh tersedianya sumber daya manusia yang memiliki
pemahaman tentang pembuatan infografis yang menarik serta efektif. Sebagai jawaban atas
persoalan tersebut, maka tim pelaksana kegiatan pada masyarakat yang berbasis pada Ilmu
Komunikasi dengan spesifikasi kompetensi, yaitu bidang kehumasan dan kebijakan publik,
maka diharapkan dengan adanya pendampingan ini dapat mengarahkan lembaga mitra untuk
meraih tujuan tersebut. Dengan kombinasi pengalaman tim pengabdian di bidang kehumasan,
8
media, dan kebijakan publik, pengabdian ini mampu meningkatkan kemampuan SDM di
departemen komunikasi Yakkum Emergency Unit untuk memproduksi dan mengelola materi
komunikasi eksternal mereka yang berfokus pada komunikasi kebencanaan, yang mana
pemerintah Indonesia.
Selain itu pelatihan dan pendampingan juga akan diberikan kepada Departemen
Komunikasi, dimana SDM yang mengelola departemen ini membutuhkan pelatihan dan
pendampingan dalam pembuatan infografis terkait informasi kebencanaan. Selama ini produk
infografis dari Yakkum Emergency Unit Yogyakarta belum dilakukan secara professional dan
maksimal. Hal ini menjadi kendala bagi Yakkum Emergency Unit sebagai sebuah organisasi
kualitas produk infografis yang sesuai dengan visi dan misi Yakkum Emergency Unit tentu
Bagi tim pengabdian, kerjasama ini akan menjadi kerjasama pertama yang dilakukan
dengan lembaga Yakkum Emergency Unit Yogyakarta. Kegiatan ini juga akan menambah
portofolio akademik pada bidang penelitian dan pengabdian bagi tim pengabdian. Bagi
lembaga mitra adanya kegaiatan pengabdian dan pendampingan yang dilakukan oleh tim
dapat membantu Yakkum Emergency Unit untuk memaksimalkan produk keluaran infograsi
media kebencanaan lembaga tersebut. Luaran kegiatan pengabdian ini adalah artikel jurnal
9
BAB III
TAHAPAN DAN METODE
Setelah kami melakukan wawancara dan diskusi dengan YEU, kami melakukan
analisis SWOT untuk mengetahui permasalahan apa saja yang terjadi di dalam YEU yang
menghambat kinerja publikasi mereka dan kami menemukan bahwa permasalahan SDM yang
tidak memiliki pengalaman melakukan publikasi dan kehumasan di era digital menjadi salah
15
Kekuatan/ Kesempatan Kelemahan/ Ancaman
Kekuatan YEU sebagai sebuah lembaga kemanusiaan berbasis agama seiring dengan
sejarah berdirinya Rumah Sakit Bethesda sejak 1982 dengan sejarah pelayanan kemanusiaan
masyarakat marginal (difabel dan rentan miskin). Yayasan Kristen untuk Kesehatan Umum
telah memberikan bantuan kepada masyarakat Yogyakarta, yang juga menjadi batu pijakan
pendirian Rumah Sakit Bethesda itu sendiri. Saat ini YEU memiliki jaringan kerjasama dengan
lembaga masyarakat, masyarakat dampinga, serta donor yang sudah bekerja sama dengan RS
Bethesda, antara lain jaringan gereja Indonesia, Asia Development Bank, dan AmeriCares.
Beberapa kelemahan internal YEU sendiri berasal dari sumber daya manusia mereka
yang tidak memilki kapasitas dan keahlian dalam pengelolaan desain digital dan pengalaman
di bidang kehumasan. Kombinasi dari kedua hal tersebut menjadi akar dari permasalahan
manajemen infografis YEU. Kesulitan merekrut SDM dengan kemampuan yang mereka
butuhkan juga dirasakan oleh YEU karena tidak semua lulusan sarjana bersedia bekerja di
16
Selain itu, YEU juga tidak memiliki rencana cetak biru jangka panjang tentang strategi
kehumasan YEU. Sebagai sebuah organisasi, penting untuk memiliki sebuah rencana jangka
panjang yang mana digunakan sebagai acuan pekerjaan bagi suatu organisasi dalam jangka
panjang. Namun karena tidak adanya SDM yang ahli di bidang publikasi, maka tidak ada yang
Kelamahan internal lainnya adalah YEU bukan organisasi yang menarik bagi anak
muda. Sehingga, tidak adanya anak muda yang bekerja di YEU (minimal magang) yang bisa
memberikan masukan tentang kehumasan di era digital. Hal ini menjadi kekhawatiran
tersendiri bagi YEU karena mereka juga menyadari sedikitnya anak muda yang familiar atau
sering terlibat di isu kebencanaan, kecuali mereka adalah warga yang terdampak oleh bencana
tersebut.
Selain itu, YEU juga kesulitan untuk mengumpulkan investasi untuk teknologi desain
yang dapat membantu meningkatkan kualitas publikasi YEU, seperti komputer dengan
kapasitas yang cocok untuk desain. Selain itu mereka juga belum memiliki kemampuan
finansial yang kuat untuk investasi pembelian perangkat lunak desain. Saat ini, mereka
kesulitan menginvestasikan uang untuk pembelian baik perangkat lunak maupun perangkat
kerasnya dikarenakan pendanaan yang bergantung pada donasi dan hibah dari organisasi lain.
eksternal untuk mengembangkan kapasitas publikasi mereka. Salah satu kesempatan yang
harus diperhatikan oleh YEU adalah kesempatan untuk mengembangkan kerjasama dengan
jaringan kerjasama yang dengan isu kebencaanan, bisa jadi dari universitas yang bisa
17
mereka. Selain ini kesempatan ini juga bisa didapat dari lembaga masyarakat lain dan
Ada beberapa ancaman eksternal yang terdiri dari kebijakan pemerintah, kompetisi
dengan LSM lain, serta menurunnya kepercayaan publik terhadap lembaga LSM di Indonesia
yang memerlukan perencanaan agar YEU bisa menjadi lembaga yang berkesinambungan.
Pertama, semakin banyaknya LSM yang mengangkat isu kemanusiaan yang mirip denga visi
dan misi YEU yang juga berbasis keagamaan, khususnya di daerah Yogyakarta. Yogyakarta
sendiri memiliki beragam LSM mulai dari LSM yang berdiri secara independen, berbasis
kelompok agama, hingga LSM yang kerjasama dengan lembaga luar negeri.
Saat ini ada beberapa LSM berbasis kelompok agama yang berdiri di Yogyakarta antara
lain seperti, Nasyiatul Aisyiah, Yayasan Griya Siloam, PKKH Human Initiative, dan ICT.
Jaringan-jaringan LSM ini tidak hanya ada di Yogyakarta, namun juga kota-kota lain.
Kebanyakan dari jaringan mereka berbasis agama Islam, sebagai agama dengan mayoritas
pemeluk agama terbesar di Indonesia. Adapun hal ini menjadi basis bagi kekuatan finansial
lembaga-lembaga tersebut, yang mana ketika mereka sedang menggalang dana, mereka akan
masyarakat berpartisipasi dalam kegiatan yang mereka lakukan. Kenyataan ini menjadi
tantangan tersendiri bagi YEU karena jika berhitung secara populasi, maka YEU tidak bisa
Kedua, aturan pemerintah membetasi penerimaan dana dari donor internasional. Aturan
pengaturan penerimaan donor yang diberikan oleh lembaga asing. Aturan ini mewajibkan
18
lembaga masyarakat penerima hibah dari lembaga luar untuk melaporkan dana yang mereka
dapatkan dana tersebut harus melalui pengetahuan pemerintah. Selain itu, inimnya dukungan
pemerintah terhadap NGO daerah kecuali NGO tersebut akan mengadvokasi kepentingan
politik pemerintah yang sedang berkuasa menjadi ancaman bagi kelangsungan YEU.
Setelah berdiskusi lebih lanjut dengan YEU, kami memutuskan untuk saat ini pelatihan
pembuatan infografis dan materi publikasi lainnya menjadi proritas yang bisa dilakukan. Maka
19
PERTEMUAN MASALAH SOLUSI METODE/ OUTCOME
KEGIATAN
mereka di masa
mendatang
mendatang
20
PERTEMUAN MASALAH SOLUSI METODE/ OUTCOME
KEGIATAN
publikasi
YEU
VII Penutup dan evaluasi Diskusi Hasil evaluasi dan tindak
lanjut kerjasama
selanjutnya
21
BAB IV
pengabdian ini merupakan tindak lanjut pengabdian masyarakat untuk merespon kebutuhan
masyarakat di bidang penyebaran pengetahuan untuk mengurangi resiko bencana. Tema ini
dipilih karena Yogyakarta merupakan kawasan rawan bencana dan dibutuhkan pengetahuan
dan inovasi dari universitas untuk membantu lembaga masyarakat dan pemerintah dalam
mengembangkan strategi perngurangan resiko bencana alam, salah satunya melalui elemen
komunikasi.
Tim pengabdian ini terdiri dari tiga orang, yaitu Dr. phil.Yudi Perbawaningsih (Ketua)
dan Rifka Sibarani, S.IP., M.P.P (anggota 1), dan Alexander Beny Pramudyanto, S.Sos.,M.Si
(anggota 2). Tim pelaksana pengabdian ini memiliki latar belakang pendidikan Ilmu
publik, kebijakan perubahan iklim dan bencana, serta komunikasi visual. Detail identitas
22
A. IDENTITAS DIRI
B. RIWAYAT PENDIDIKAN
23
C. PENGALAMAN PENELITIAN
No Tahun Judul Sumber Jumlah dana
Dana
1 2010 Efektivitas Program Pelatihan Literasi Media Yayasan Rp. 5.000.000,00
pada Ibu Rumah Tangga di DIY TIFA
6 2013 The Role of Media on Public Agenda Setting. Pribadi Rp. 3.000.000,00
A Case on Jakarta’s Flood 2013
24
E. PEMAKALAH SEMINAR ILMIAH
F. KARYA BUKU
A. IDENTITAS DIRI
1.1. Nama Lengkap (dengan gelar) : Rifka Ade Osinta Sibarani, S.IP.,
M.P.P
1.2. Jabatan Fungsional : -
1.3. NIP/NIK/NIDN : 03.17.952
1.4. Tempat dan tanggal lahir : Tebingtinggi, 28 Febuari 1989
1.5. Alamat Rumah : JL Hangtuah AP 7B
1.6. Nomor telepon : -
1.7. Nomor HP : 087839521165
1.8. Alamat Kantor : Jalan Babarsari 6 Yogyakarta 55281
1.9. Nomor telepon/Fax : -
1.10 Alamat Surel : Rifka_ade@staff.uajy.ac.id
1.11 Bidang keilmuan ; Ilmu Komunikasi
1.12 Lulusan yang telah dihasilkan : -
1.13 Mata kuliah yang diampu : Regulasi dan Kebijakan
Komunikasi
Metode Penelitian Sosial
Komunikasi dan Globalisasi
26
RIWAYAT PENDIDIKAN
B. PENGALAMAN PENELITIAN
27
PENGALAMAN PENULISAN ARTIKEL ILMIAH DALAM JURNAL
28
IDENTITAS DIRI PENGUSUL PENDAMPING 2
A. IDENTITAS DIRI
29
RIWAYAT PENDIDIKAN
30
B. PENGALAMAN PENELITIAN
31
BAB V
Kegiatan pengabdian ini diawali dengan melakukan kontak secara langsung dengan tim
Kemudian tim pengabdian melakukan kunjungan dan diskusi awal tentang rencana kegiatan
pengabdian masyarakat dengan YEU. Dari pertemuan awal ini kemudian tim mencatat
kebutuhan apa saja untuk pengembangan sumber daya manusia YEU Yogyakarta. Setelah
pertemuan ini, kami melanjutkan diskusi dengan tim sekretariat dan komunikasi YEU dan
Jam kerja YEU adalah hari Senin – Jumat, pukul 09.00 s/d pukul 16.00 dan akhirnya
kami memutuskan untuk melakukan pengabdian masyarakat setiap dua kali dalam sebulan
pada hari Jumat, dengan menyesuaikan kesibukan dan kesediaan staff YEU sendiri. Dr Sari
Mutiara, selaku pimpinan YEU, mengatakan bahwa kesibukan dan jadwal ketat YEU
menyebabkan kegiatan tidak pasti dapat dilakukan sesuai jadwal yang direncanakan, oleh
Produk publikasi yang sudah ada memudahkan tim pengabdian masyarakat untuk
mengevaluasi kebutuhan YEU dan menyesuaikan materi apa saja yang baiknya diberikan
serta metode seperti apa yang sesuai. Tim mengambil contoh beberapa materi dari
Facebook, Instagram, dan Twitter akun yang terafiliasi dengan YEU. Beberapa akun
32
@yeu_fundraising dan @disaster_oasis. Adapun temuan awal dari akun-akun tersebut adalah:
kurangnya pemahaman cara menyusun desain pesan, estetika dan aturan desain komunikasi
visual, serta penulisan pesan kampanye kebencanaan yang terlalu melebar dan tidak fokus.
5.2.1 Pertemuan 1
Pertemuan ini dihadiri oleh 10 orang, termasuk pemberi materi dari tim pengabdian
masyarakat. Pertemuan ini berfokus pada perkenalan tentang dasar-dasar pesan persuasif dan
rencana kegiatan pengabdian masyarakat yang telah dikembangkan lebih detail dengan
Dalam pertemuan ini peserta workshop diberi kesempatan untuk mengindentifikasi apakah
pesan-pesan kampanye mereka terdahulu sudah memenuhi kriteria desain pesan yang efektif
untuk mempersuasi masyarakat agar mengikuti pesan yang mereka sampaikan, terutama
informasi tentang kebencanaan. Salah satu hasil identifikasi peserta adalah bahwa pesan-pesan
yang mereka gunakan dalam kampanye mereka kurang efektif sebab mereka cenderung ingin
memasukkan seluruh teks yang mereka anggap penting namun kurang memikirikan bagaimana
pembaca yang kemudian kesulitan mengolah informasi yang sangat banyak tersebut.
Dalam pertemuan ini juga peserta diberi kesempatan untuk mengidentifikasi pesan-pesan
kampanye organisasi lain dan membandingkan dengan pesan kampanye YEU sendiri.
Berdasarkan hasil diskusi kelompok peserta pelatihan, mereka mengatakan bahwa pesan
33
kampanye beberapa organisasi lain sejenis dengan mereka–yang menjunjung isu pengurangan
resiko bencana—cenderung mengeksploitasi korban bencana untuk menggalang dana. Hal ini
ditunjang dengan visual yang digunakan oleh beberapa organisasi lain sejenis yang melanggar
etika periklanan, antara lain: menggunakan anak kecil dan korban bencana, yang cenderung
Diskusi ditutup dengan temuan identifikasi dan komparasi antara pesan media organisasi
lain sejenis dan YEU. YEU mengatakan bahwa walaupun kompetisi sulit, namun mereka
memutuskan untuk tetap berjalan di jalur yang benar dengan memperhatikan etika
berkampanye di ruang publik yaitu, tidak mengeksploitasi anak kecil dan korban bencana alam.
5.2.2 Pertemuan II
Dalam pertemuan ini peserta diberi materi tentang dasar – dasar infografis dalam
perspektfi komunikasi visual. Pemberi materi adalah Gogor Bangsa, M.Si yang merupakan
dosen komunikasi visual Institut Seni Indonesia. Luaran yang dihasilkan dari pertemuan ini
Dalam pertemuan ini peserta diberi materi tentang dasar – dasar infografis dalam
perspektfi komunikasi visual. Pemberi materi adalah Gogor Bangsa, M.Si yang merupakan
dosen komunikasi visual Institut Seni Indonesia. Materi yang diberikan mecakup:
a) Layout
visual yang kemudian lebih lanjut disebut “layout”. Materi tentang layout terdiri
dari tata letak dalam satu poster, bagaimana memposisikan visual dan teks;
34
b) Font
Dalam desain visual, teks membantu komunikan memberi konteks pada pesan
visual mereka. Pemilihan font menjadi penting karena font tertentu memberi
kelompok pembaca di usia diatas 50 tahun, maka huruf yang dipilih haruslah
huruf yang bertipe “serif” karena tipe ini lebih mudah dibaca daripada sans-serif.
audiens mereka, sebaiknya pesan tersebut ditulis dengan huruf selain “comic
sans” karena tipe huruf tersebut terkesan untuk anak-anak dan tidak serius;
c) Komposisi
Komposisi dapat dipahami sebagai perpaduan antara layout, teks, dan warna.
visual atau 'bahan-bahan' dalam suatu karya seni, yang berbeda dari subjeknya.
Ini juga dapat dianggap sebagai organisasi elemen seni sesuai dengan prinsip-
prinsip seni.
Gambar 3 Pemberian materi tentang dasar-dasar komunikasi visual
35
5.2.3 Pertemuan III & IV
Dalam pertemuan ini tim YEU diajak untuk langsung mempraktekkan materi yang sudah
diajarkan kepada mereka. Adapun materi yang menjadi fokus latihan pada pertemuan ini
antara lain, bagaimana meletakkan posisi gambar dan teks, kemudian memadukan kontras
Materi pertemuan keempat merupakan pertemuan lanjutan dari pertemuan ketiga. Tim
Yakkum masih diberikan materi tentang pembuatan infografis yang menarik dan efektif
dalam menyampaikan informasi dan kebijakan tentang kebencanaan. Fokus pada pertemuan
ini adalah melajutkan materi dari pertemuan sebelumnya kemudian menghasilkan beberapa
visual yang akan mereka gunakan. Beberapa hasil yang diperoleh dari pelatihan ini adalah:
peserta pelatihan sudah mampu menggunakan aturan-aturan yang mereka pelajari di kedua
36
5.2.4 Pertemuan V
dalam komunikasi visual mereka inginkan, sebagai contoh adalah tagline pesan, caption
foto, dan akun instagram. Adapun metode yang digunakan adalah dengan cara
mengidentifikasikan desain pesan, medium, dan efek yang diharapkan. Dalam hal ini, kami
37
5.2.5 Pertemuan VI
Pada pertemuan ini, kami melakukan FGD dengan masyarakat dampingan YEU untuk
publikasi YEU tentang kebencanaan. Adapun beberapa hasil yang kami dapatkan dari
1. Audiens cenderung menyukai desain berwarna yang cerah dengan desain visual
karena dikerjakan oleh tenaga yang tidak ahli di bidang komunikasi visual Oleh
sebab itu, perlu dipertimbangkan apakah YEU juga akan menyewa agensi
2. Temuan kedua dari FGD ini adalah bahwa audiens cenderung menyukai gambar-
3. Hal lain yang kami temukan adalah perbedaan generasi menghasilkan perbedaan
preferensi dalam akses media tentang kebencanana. Sebagai contoh, temuan kami
yang dia dapat dari grup WhatsApp yang menginformasikan tentang bencana
38
Gambar 5 Sesi FGD dengan masyarakat dampingan YEU dan masyarakat umum
Pertemuan ini kami melakukan evaluasi dengan tim YEU tentang pelaksanaan program
pengabdian masyarakat YEU. Adapun beberapa masukan yang diberikan oleh tim YEU adalah
antara lain, a) perpanjangan kerjasama antara UAJY dengan YEU, khusunya tentang
komunikasi pemasaran dan kehumasan; dan b) kerjasama untuk kegiatan KKL (magang) di
39
BAB VI
Kesimpulan pertama yang bisa kami ambil dari kegiatan pengabdian masyarakat ini
adalah bahwa dalam membuat desain komunikasi visual untuk keperluan disemanis
pengetahuan dan kebijakan tentang kebencanaan, penting sekali menggaet masyarakat yang
akan didampingi karena mereka mengetahui bagaimana informasi yang ingin mereka lihat dan
proses, daripada membuat desain yang menurut organisasi baik namun tidak tepat tujuan bagi
Kesimpulan kedua, berdasarkan hasil diskusi dengan tim dari Yakkum, ditemukan
kemanusiaan, seperti Yakkum. Walaupun lembaga sejenis lebih berfokus pada isu-isu
kebencanaan dan kemanusiaan, namun mereka membuuthkan pelatihan teknis dan konseptual
Kesimpulan terakhir, setelah mendampingi YEU selama kurang lebih lima bulan, kami
melihat bagaimana pendampingan yang bersifat kolaboratif yang tidak hanya menekankan
posisi pelatih sebagai sumber ilmu, namun juga memberikan ruang bagi peserta pelatihan untuk
mencoba menyelesaikan masalah mereka. Sehingga kelompok yang mendapat pelatihan dapat
Adapun saran pertama yang ingin kami berikan kepada YEU adalah agar mereka lebih
sering melibatkan masyarakat dalam pembuatan infografis, untuk mendapatkan masukan yang
bermanfaat dan tepat tujuan. Saran kedua untuk pembaca dari lingkungan universitas, agar
40
BAB VII
Ada dua hal yang sudah dilakukan oleh tim pengabdian sebagai tindak lanjut dan
pengelolaan kegiatan pengabdian masyarakat ini. Pertama, untuk mencapai manfaat yang lebih
jauh dari pengabdian masyarakat ini, tim pengabdian sudah menindaklanjuti pembuatan
kerja sama di bidang pendidikan, penelitian, dan pengabdian. Adapun di bidang pendidikan, di
masa mendatang YEU dan UAJY dapat saling bertukar kesempatan untuk memberikan materi
(disabilitas, miskin, dan minoritas). Kerja sama di bidang penelitian diharapkan dapat meliputi
kebencanaan, dan topik penelitian lain yang bertema ‘kebencanaan’ yang telah menjadi salah
satu topik besar penelitian DIKTI dan Universitas Atma Jaya Yogyakarta.
di forum ilmiah tertentu. Sebelumnya, artikel hasil pengabdian masyarakat sudah dikirimkan
Jurnal Pengabdian Masyarakat UGM. Artikel tersebut diharapkan akan terbit di edisi
September 2018. Jurnal Pengabdian Masyarakat UGM adalah jurnal multidisiplin yang
diterbitkan oleh Direktur Layanan Masyarakat Universitas Gadjah Mada yang mencakup
banyak masalah umum atau masalah yang terkait dengan layanan masyarakat.
41
DAFTAR PUSTAKA
Amien, M. (2016). Can Social Media be a New Platform for Emergency Communication
Davis, M., & Quinn, D. (2013). Visualizing text: The new literacy of infographics. Reading
Duarte, N. (2008). Slideology: The art and science of creating great presentations.
Dunlap, J. C., & Lowenthal, P. R. (2016). Getting graphic about infographics: design lessons
doi:10.1080/1051144X.2016.1205832
Ferris, T., et al. (2016). Studying the Usage of Social Media and Mobile Technology during
Extreme Events and Their Implications for Evacuation Decisions: A Case Study of
Hurricane Sandy. International Journal Of Mass Emergencies & Disasters, 34(2), 204-
230
Finke, T., & Manger, S. (2012). Informotion: animated infographics. Gestalten Verlag How
social media can contribute during disaster events? Case study of Chennai floods 2015.
doi:10.1109/ICACCI.2016.7732236
Hawkins, J., & S. Blakeslee. (2004). On Intelligence. New York: Henry Holt and Company
Lankow, J., Ritchie, J., & Crooks, R. (2012). Infographics: The power of visual storytelling.
42
Scaife, M., & Rogers, Y. (1996). External cognition: How do graphical representations
Zull, J. E. (2002). The art of changing the brain. Sterling, VA: Stylus.
43
LAMPIRAN
44
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Visual Communication for Advocacy
(A community service program for Yakkum Emergency Unit Yogyakarta)
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY)
rifka_ade@staff.uajy.ac.id
Abstrak
Media sosial telah menjadi platform baru untuk menyebarkan informasi tentang
informasi terkait bencana, termasuk upaya pengurangan bencana. Karena popularitasnya,
semakin banyak organisasi menggunakan infografis untuk meningkatkan kesadaran masyarakat
dan ketahanan masyarakat terhadap bencana. Program layanan masyarakat ini dirancang untuk
membantu organisasi non-pemerintah, seperti Yakkum Emergency Unit (YEU) Yogyakarta,
untuk membuat dan mengelola publikasi eksternal mereka, seperti infografis, yang digunakan
sebagai sarana untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang kesiapsiagaan bencana.
Kami melaksanakan program ini selama enam bulan (Oktober 2017 - Maret 2018) dengan
memberikan pelatihan langsung untuk staf YEU. Hasilnya menunjukkan dampak positif pada
pengetahuan dan keterampilan staf komunikasi untuk membuat materi publikasi mereka.
Abstract
Social media has become a new platform to disseminate information on disaster related
information, including policies. Due to its popularity, more agencies use infographics to raise
community awareness and community resilience towards disasters. This community service
program is designed to help non-governmental organisations, such as Yakkum Emergency Unit
(YEU) Yogyakarta, to create and manage their external publications, such as of infographics,
that are used as means to raise public awareness on disaster preparedness. We conducted this
program for six months (October 2017 – March 2018) by providing in-house training for the
staff of YEU. The results show positive impact on the knowledge and skills of the
communication staff to create their publication materials.
1
1. Background
Social media has become a new platform to disseminate information on disaster related
information, including policies. Due to its popularity, more agencies use infographics to raise
community awareness and community resilience towards disasters. This community service
program is designed to help non-governmental organisations to create and manage their external
publications, such as of infographics, that are used as means to raise public awareness on disaster
preparedness.
Indonesia is one of the countries that have committed in reducing the impacts of disaster,
both man-made and natural disasters that have committed to integrate their disaster mitigation
framework into the national development action plan. The government of Indonesia has worked
with the United Nations to improve policies and community resilience by involving the non-
government sectors. In 2004 the Indonesian government has signed the Hyogo Framework,
however the impacts of the commitment was barely visible. Later through the Sendai Framework
the government pushed the disaster preparedness agenda further because Indonesia had
experienced more severe and frequent weather events. In order to do so, the government ruled
out to work with community groups as agents to reach more vulnerable groups in regional areas.
The government needs these groups to raise public awareness through education,
trainings, and capacity building. Hence these groups publish communication materials to
disseminate the disaster preparedness information. However not all non-governmental
organisations have the budget and human resources to do so. This community service activity
focuses on improving the quality and skills of the communication staff at Yakkum Emergency
Unit, Yogyakarta in infographics management that collaborate with their audience.
Yakkum Emergency Unit is a local non-governmental organisation that focuses on
emergency relief and disaster risk reduction program in the national and global settings. It is an
organisation that is based in Yogyakarta that provides education and logistics for disaster
victims. Their network is amongst the largest in Indonesia and Southeast Asia. In Indonesia they
have five focused work regions such as Bali, North Sumatera, Aceh, and Eastern Indonesia.
YEU also works with international counterparts to carry on their missions.
2
Infographic
Infographic has become an important element in information dissemination process in the
digital era because of its sharable, content-focused, and attractive display. These characteristics
have led to the increasing use infographics as a popular visual information dissemination tool for
public education, including public policies. Moreover the internet is a powerful medium for the
effectiveness of infographics. The use of infographics as visual aids to explain complex data not
only popular amongst data scientists, it has also influenced the way community organisations
have used infographics to support their work.
To understand of how visual communication is an important element for communicating
policies, we need to understand that human vision is not always perfect. Previous research
indicates that we see with our brains and not with our eyes (Chabris & Simons, 2009; Sacks,
1998) and it is actually our brains that is in charge of what we see and how we see it (Hawkins &
Blakeslee, 2004). In additon, human brain is more capable of identifying and understanding
linkages and patterns if data is visualised (Cleveland, 1994).
Previous research also shows that visuals are powerful instruments for learning processes
for several reasons. First, visuals can assist to enhance the way we store memory and our ability
to recall them. Studies has shown that humans are able to recalling various images, even when
having seen them for only a short period (Zull,2002). Thus, information that is instructional is
more likely to be remembered if its visualised (Medina, 2008) because visualisation is a more
efficient, precise, and clearer medium to communicate complex information than oral and text
information.
Secondly, visuals help with cognitive processing by providing a broader background
framework for thinking and understanding unfamiliar and complex information. In this case,
when visuals are utilised adequately, they help deliver complicated as well as abstract
information, particularly when the audience knowledge is distant with the concept and do not
have a pre-existing knowledge background or experience to grasp the novel information.
Before the term infographic was popularised in digital era, data scientists have known a
popular term for infographic, which is information visualisation or data visualisation. According
to Scaife & Rogers (1996) data visualisation can be described as the “mechanisms by which
humans perceive, interpret, use and communicate visual information”. Other interpretations of
infographics can be understood as, but not limited to:
3
“The use of computer-supported, interactive visual
representations of data to amplify cognition” (Card,
Mackinlay, & Shneiderman, 1999);
The use of data visualisation was not limited only for data science work only. Data
visualisation have long been used in other social work field, such as journalism. For journalism
work, for example, data visualisation is important to make the news more trustworthy and
attractive. In Indonesia itself, the mainstream newspaper company such as KOMPAS has used
infographic to enrich their reportages (as seen in image 1 and image 2 below.
Another phenomena that emerged with the rising popularity for infographic is data
journalism. Data journalism can be described as journalism done based on vast and diverse data.
It produces data-driven – rather than statement-driven– news reports. Unlike traditional
journalims that focuses on the depth of the news, data journalism focuses on descriptive data and
reported through visualisation.
Tirto.id is a new digital news platform that highly operates in data journalism. Their work
are infographics that discuss hot topics in the public discussion and they help to provide better
understanding on those topics based on the big data existed on the internet. They will extract
those data and produce infographics as the result products (as shown in image 3 and image 4
below):
4
Image 3 Tirto.id infographic reportage Image 4 Tirto.id infographic reportage
titled "Why Buying an Apartment” titled "Vertical Housing with Zero
Downpayment without Subsidies"
Community development is another field that extensively uses infographics in the work
for several reasons. The same reason why journalism uses more of infographic to support their
news, community development work must be able to explain complex social issues or lengthy
reports in dense and attractive ways to assist people understand the broad and often entangled
For example, the World Bank Indonesia often uses infograpghics to explain a set of broad
5
Another example of the use of infographic for policy purposes is shown on Image 6 on
Not only used by government officials or international NGOs, infographics are used by
advocacy groups for their campaigns. For example, a few years ago, a group of university
students were campaigning against the Governor of Central Java’s decision to allow a cement
company to build their factory in a village area withou
t proper environmental impact assesment. The infographic poster campaign is called
“Ganjar’s Sins” as mentioning the sins of the Governor behind his decision to allow the cement
factory.
6
A good infographics must address three important elements or addressed as the Vitruvian
elements (Crooks, 2012):
• Soundness
Soundness can be understood as the reliability and robustness of
the quality of a visualisation presentation (Purchase, 2011). This
means the success of the infographic is examined by the
effectiveness to transfer the information to the audience
• Utility
Utility means the way of infographics meet the functions.
According to Crooks (2012) there are two ways to achieve a visual
function: explorative and narrative approaches. Explorative means
to help the audience to scrutinise the information and understand
the meaning. While narrative gives specific information that
inform the background.
• Beauty
While being robust and effective in communicating the message, an
infographic needs to maintain its beauty value. The aesthetic
element of a visual helps to deliver the complex message better.
7
2. Methodology
To achieve the goals of this community service program, it employs three approaches,
firstly knowledge transfer, audience research, and evaluation. For four months we deliver a series
of in-house training that consist of introduction to message design, visual communication, and
then we also facilitate YEU to implement the theoretical background that we introduced and to
create their own infographic products that suit their need.
8
Secondly, an effective communication process requires stimulant to creates feedback
effects which can be gained from implanting emotional appeals such as of colours, images, or
composition. Thirdly, fear appeal that to some extent is important to create a greater emotional
effect. For example, it is common to use images of lung cancer as a way to amplify the fear
appeal in the message. In brief, effective symbols or message are those that meet the three
criterion. The second meeting focuses on the visual communication aspect that involves (1)
determining layout; (2) fonts; (3) and colour combination. Visual communication can manipulate
the perception, cognition, and communicative intent of visualizations by carefully applying these
principles of good design. These principles explain how visual techniques can be used to either
emphasize important information or de-emphasize irrelevant details. With the complex and
abundant data of a disaster related event, it is easy to get the messages mixed up that leads up to
miscommunication -- this is the issue where visual communication plays its part in providing an
alternative of visualisation.
The third and fourth meetings focus on fabricating copy for a campaign using the AIDA
copy model. AIDA is the abbreviation for Attention, Interest, Desire, and Action. These four
elements are important elements in copywriting and copywriting is a skill that can be exercised.
‘Attention’ talks about of how our caption can grab our audience’s attention in the first look.
Thus we taught the staff strategy of writing creative headline or catchphrase for their campaign.
Secondly, the ‘Interest’ element talks about the need to keep the audience interested in reading
our materials. Thus, keeping the materials brief, concise, and relevant is very important for the
9
readers. Thirdly, ‘Desire’ is to show the readers that what we are talking about is something that
they want to do—or in brief, it is persuasion. Lastly, the ‘Action’ element is to persuade the
readers to take action.
The fifth and sixth meeting focused on getting insights from public through audience
research methodology through an FGD. We invited five people to discuss about their opinions
about their preferences in website layout and design. Audience were selected from their
background and their experience with natural disasters. We choose 2 audience who live near the
Gadjah Wong river, Yogyakarta, which is one of the flooding-prone areas in Yogyakarta. Three
other respondents are university students that are chosen because they are the millennials who
are identified as high internet consumers which are relevant to this study since the infographics
will be distributed through social media.
Audience research is essential to this program because audience research is not only the
way we evaluate our program, but also a means of analysing of the behaviour of donating in the
community. There are several aspects investigated in the survey and Focused Group Discussion
(FGD), including: (1) behaviour preferences in accessing disaster-related information on social
media; (2) preferences in layout and message design; and 3) comparing layout preferences
between disaster-related websites.
10
2.3. Data analysis
We use qualitative data approach to analyse the data. First we reduce the data we had
collected from our observation and the FGD. We extracted important data that helps to achieve
the goal of this community service–how to make infographic that suit the preferences of YEU’s
target audience. Secondly, we displayed the data and we choose significant statements and
observation that follow the pattern of the data that we have reduced. Lastly, we verify these data
by checking accross our records again to find any anomality and inconsistency in the data.
2.4 Location, time, and duration
This in-house training was taken place at Yakkum Emergency Unit (YEU) office at Jalan
Kaliurang Km.12. We planned to conduct the in-house training twice every moth. However due
to time constraints and other commitments we sometimes had to reschedule the training
activities. The in-house training itself started in October 2017 and it finished in early March
2018. The duration of each meeting was approximately 2 hours. However sometimes it could
take longer if the participants had further questions or assistance with using design software such
as Corel Draw.
11
“…[we] don’t use Facebook anymore. We get our
information from Instagram or LINE news”–
Participant 3
Later when they were asked why some people use Instagram to get their primary
information about disaster news updates, our respondents said:
However none of the sources actually mentioned that they follow the official website of the
Bureau of Climatology and Geophysics of Indonesia (BMKG). BMKG is the the official bureau
that releases updates on disaster related information. The trend amongst the FGD members is
that they only follow any social media platforms that have their peers in them and the
information is widely spread by their networks / social circles. This could be a problem when the
information cannot be verified or simply a hoax. However the respondents who joined the
Whatsapp group explained:
“We have experts in disaster in our Whatsapp
group that can help to verify the information” –
Participant 1
b. Layout design
Another topic discussed in the Focused Group Discussion was about layout of
infographic on social media and what they wish to see on them. There are several important
elements that need to appear on the infographics, such as statistics and qualitative data:
● Statistics
12
For the respondents, statistics related to the disaster events appear to be significant if we
wish to inform them through infographics. For example
• Qualitative data
While the audience thinks it is important for them to read the data quickly and
presented in numbers, but they also think that it is still important to read the qualitative data
that has significant information on the disaster-related events. Such as of names of victims,
demographics, and their locations.
13
Image 12 YEU’s infographic after the
Image 11 YEU’s event poster after in-house training in-house training program
program
This community service program suits the need of YEU’s communication department.
The main output of this community service is the increased knowledge and ability of YEU’s
communication staff. From the results of the posters that they published after the in-house
training, this approach seems to be the most suitable for the staff , especially since they work
during weekdays from 9 AM to 5 PM and there is limited time for the staff to have this kind of
training.
We did not find much of difficulties to roll out this community service program for some
reasons. First, we have made contacts with YEU before we initiated the program. This made
engaging with the staff easier. The location of our program is still in the urban area where we
have access to the location. However, we also acknowledged that even though intensive
communication prior to the program initiation is important, staff’s basic background
understanding of visual communication and design is important to support the maximal
effectiveness of the program.
4. Conclusion
Even though participants and our team had minor problems with time scheduling, we had
positive feedback from our participants. From the beginning we planned to deliver training
about message design and introduction to visual communication and we had positive feedback
from our participants, particularly as they had started to improve the quality of their external
publications. For example, after the third meeting a staff member from Yakkum Emergency
14
Unit (YEU) sent a publication draft that they had been working on that follows the training
materials that we had taught previously.
The positive feedback that we got from our participants shows that we had achieved our
target and they also had mentioned that they thought positively of our delivery method. These
positive feedback is as a result of our continuously discussion and attempts to dig in to real
external publication issues that YEU has. We provided trainers with suitable background to teach
message design and visual communication. For example, we worked together with Gogor
Bangsa, M.Si., a lecturer from the Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta that has established
his research and work in visual communication and design. Benny Alexander, M.Si is a lecturer
in communication studies from Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY) that has established
his expertise in visual communication. We also had Dr.phil. Yudi Perbawaningsih, M.Si., and
Rifka Sibarani, M.P.P that teach into communication studies and the persuasive communication
field. These experts contribute to the development of the training materials and help to solve the
core external publication issues that YEU has.
As mentioned previously, the benefits and positive impacts of the training program have
been shown positively through the respondents’ feedback at the end of our training program. For
example, the benefits are including their staff now are able to develop their publication materials
in a more suitable way that follow the rules of visual communication design. Other significant
impacts of the training program are also related to their ability to recognise better ways to design
their campaign messages and the display. For example, we taught the participants how to make
effective campaign message to suit their needs and audience. After a hands-on session and
discussion, we came up with a campaign tagline for their fundraising activities.
From our experience, we observe that continuous discussion with the training participants
about what they really need, rather than what we think they need, is an effective approach of
community service program delivery. We also notice that with an NGO with such a large
network like YEU that works in disaster reduction programs that often seems very limited to
certain expertise, communication experts actually can take part in their work. For example, in
communication plan design and human resources development. There are a number of
recommendations that we have from our in-house training program. First, in the context of
providing training for an NGO that has different expertise background with the trainers, it is
important to find the common issue that will be the foundation of the whole training program.
This helps both parties to contribute effectively during the process. We also recommend that
more lecturers or experts in communications to give trainings for community groups in need. We
argue because there is major need for further trainings on communication techniques—both
15
visual and oral communications—that will benefit local NGOs since they have limited budget for
these trainings and often they are expensive. For example, even though that NGO workers need
to have public speaking and pitching skills, however not every NGO can afford to send their staff
for such trainings. Another example is visual communication design skills. These skills are on a
high demand in the digital era in which is characterised by the rapidly growing information that
needs to be extracted in such condensed and symbolic information, which makes infographic
popular as a means of communication in this digital era.
5.References
Amien, M. (2016). Can Social Media be a New Platform for Emergency Communication During
Natural Disaster Events? Retrieved from https://goo.gl/cXkNaM
Crooks, J. L. J. R. R. (2012). Infographics: The Power of Visual Storytelling. Canada: John
Wiley& Sons, Inc., Hoboken, New Jersey.
Davis, M., & Quinn, D. (2013). Visualizing text: The new literacy of infographics. Reading
today, 31(3), 16-18
Duarte, N. (2008). Slideology: The art and science of creating great presentations. Sebastopol,
CA: O’Reilly.
Dunlap, J. C., & Lowenthal, P. R. (2016). Getting graphic about infographics: design lessons
learned from popular infographics. Journal Of Visual Literacy, 35(1), 42-59.
doi:10.1080/1051144X.2016.1205832
Ferris, T., Moreno-Centeno, E., Yates, J., Kisuk, S., El-Sherif, M., & Matarrita-Cascante, D.
(2016). Studying the Usage of Social Media and Mobile Technology during Extreme
Events and Their Implications for Evacuation Decisions: A Case Study of Hurricane
Sandy. International Journal Of Mass Emergencies & Disasters, 34(2), 204-230
Finke, T., & Manger, S. (2012). Informotion: animated infographics. Gestalten Verlag
How social media can contribute during disaster events? Case study of Chennai floods 2015.
(2016). 2016 International Conference on Advances in Computing, Communications
and Informatics (ICACCI), Advances in Computing, Communications and Informatics
(ICACCI), 2016 International Conference on, 1352.
doi:10.1109/ICACCI.2016.7732236
Lankow, J., Ritchie, J., & Crooks, R. (2012). Infographics: The power of visual storytelling. John
Wiley & Sons
16
M.A. Artacho-Ram, rez, J.A. Diego-Mas, J. Alcaide-Marzal. (2008). “Influence of the mode of
graphical representation on the perception of product aesthetic and emotional features:
An exploratory study”, International Journal of Industrial Ergonomics, (38), 942– 952.
McCrorie, A. D., Donnelly, C., & McGlade, K. J. (2016). Infographics: Healthcare
Communication for the Digital Age. The Ulster Medical Journal, 85(2), 71-75.
Medina, J. (2008). Brain rules: 12 principles for surviving and thriving at work, home, and school
. Seattle, WA: Pear Press.
Moorefield-Lang, H. (2011). Infographics: Information gets visual. Information Searcher, 19(3),
15-16.
Nicholson, S. (2011). Infographics: The history of online social networking
Ozdamlı, F., Kocakoyun, S., Sahin, T., & Akdag, S. (2016). Statistical Reasoning of Impact of
Infographics on Education. Procedia Computer Science, 102(12th International
Conference on Application of Fuzzy Systems and Soft Computing, ICAFS 2016, 29-30
August 2016, Vienna, Austria), 370-377. doi:10.1016/j.procs.2016.09.414
Siricharoen, W. V. (2013). Infographics: the new communication tools in digital age. In The
international conference on e-technologies and business on the web (ebw2013) (pp.
169-174). The Society of Digital Information and Wireless Communication.
Smiciklas, M. (2012). The Power of Infographics: Using Pictures to Communicate and Connect
with Your Audience
Utt, S. H., & Pasternak, S. (2000). Update on infographics in American newspapers. Newspaper
Research Journal, 21(2), 55
Vander Molen, J., & Spivey, C. (2017). Creating infographics to enhance student engagement
and communication in health economics. Journal Of Economic Education, 48(3), 198-
205. doi:10.1080/00220485.2017.1320605
W. S. Cleveland. (1994). The Elements of Graphing Data. Revised Edition. New Jersey: Hobart
Press
17
Infografis - P. Gogor Bangsa
Manajemen Infografis Media Komunikasi Kebencanaan Berbasis
Partisipasi Masyarakat di Yakkum Emergency Unit Yogyakarta
3 November 2017
Layout
pada Infografis
Manajemen Infografis Media Komunikasi Kebencanaan Berbasis
Partisipasi Masyarakat di Yakkum Emergency Unit Yogyakarta
3 November 2017
P. Gogor Bangsa
Layout
Rancangan perwajahan untuk buku, iklan, halaman
dan sebagainya termasuk juga infografis yang
dibuat oleh desainer untuk mewujudkan
keseluruhan tampilan dan pengikatan antar elemen
seperti: ilustrasi, fotografi dan tipografi.
(Encyclopaedia of Graphic Design + Designers)
3
elemen teks • 4
elemen visual •
elemen invisible •
Ruang Kosong
(White Space)
Perusahaan biasanya
menggunakan tata letak ini dalam
laporan tahunan mereka atau
melaporkan pencapaian dan
tonggak mereka. Gunakan tata
letak ini untuk menceritakan
suatu kronologi.