Anda di halaman 1dari 168

PUSAT PENGENDALIAN PEMBANGUNAN

2021
EKOREGION SUMATERA
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP
DAN KEHUTANAN

RENCANA PENGELOLAAN EKOSISTEM


KARST BERBASIS DDDT LH DI PROVINSI
SUMATERA BARAT
Tim Penyusun

Pengarah:
Drs. Amral Fery, M.Si.
(Kepala Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Sumatera)

Penanggung Jawab:
Laura Paulina BMA, S.Si., M.Sc.
(Kepala Bidang Perencanaan Pengelolaan SDA dan LH)

Koordinator:
Yulianti, S.Pi., M.T.
(Kasubbid. Pertambangan, Energi, Pertanian dan Kelautan
Bidang Perencanaan Pengelolaan SDA dan LH)

Anggota:
Yuki Alandra, S.TP., M.I.L.
Alek Karci Kurniawan, S.H.
Nurhasanah.

Tenaga Ahli
Dian Hadiyansyah, S.T., M.T. (Dinas ESDM Provinsi Sumbar)
Heri Prabowo, S.T., M.T. (Universitas Negeri Padang)
Osronita, S.Pd., M.Pd. (Universitas Taman Siswa)
KATA PENGANTAR

Bismillahirohmanirrohim.

Secara tidak langsung manusia memiliki


ketergantungan yang tinggi terhadap Ekosistem Karst
sebagai produsen batu kapur. Rumah yang kita tempati
sebagian besar berasal dari batu kapur. Jalan dan
jembatan yang kita lewati juga menggunakan batu
kapur sebagai bahan baku. Lembar-lembar kertas yang
sedang anda baca ini juga menggunakan batu kapur sebagai bahan pemutih. Bahkan
kosmetik bedak dan pasta gigi yang kita gunakan setiap hari sebagian besarnya
berasal dari batu kapur. Jika kita susun manfaat batu kapur dalam kehidupan sehari-
hari, daftarnya akan sangat panjang. Di sisi lain, karst yang kita bicarakan ini memiliki
fungsi-fungsi ekologis yang sangat penting. Sebagai sebuah ekosistem, karst
berperan sebagai tandon air dalam bentuk aliran kondiut sungai-sungai bawah tanah
yang menangkap, menyimpan dan mengalirkan air.

Perserikatan Bangsa-Bangsa memperkirakan persediaan air sekitar 25%


penduduk dunia berasal dari sumber air karst. Karst juga menjadi cebakan karbon
(C) dalam bentuk CaCO3 yang jika ikatan kimianya terlepas ke udara terlalu banyak
karena industrialisasi, mungkin saja dapat menyebabkan peningkatan temperatur
udara global.

Beberapa situs Ekosistem Karst memiliki panorama lanskap eksokarst dan


endokarst yang dapat mengundang wisatawan untuk menikmati keindahannya. Dari
sudut pandang biodiversitas, meskipun keragaman-jenisnya rendah namun
endemisitasnya sangat tinggi. Beberapa jenis tumbuhan dan hewan tidak akan
pernah kita temukan kecuali di Ekosistem Karst. Kelelawar bersarang di gua-gua
kapur pada siang hari dan menjadi agen penyerbukan alami di malam hari saat
mereka keluar mencari makan. Kotoran kelelawar yang jatuh di lantai gua menjadi
guano dengan nilai ekonomi tinggi.

i
Dibalik manfaat ekonomi dan ekologi yang diperankannya, pada kenyataanya
Ekosistem Karst adalah ekosistem yang sangat sensitif terhadap perubahan.
Ekosistem Karst yang telah rusak tidak akan pernah pulih kembali karena proses
pembentukannya yang unik dan memakan waktu panjang dalam skala geologi.
Kondisi demikian mengharuskan pemanfaatan karst mesti direncanakan dengan
sangat matang dalam mendukung pembangunan yang berkelanjutan, sehingga
kerusakan lingkungan dapat diminimalisir.

Penyusunan dokumen ini bertujuan untuk membantu pemerintah daerah yang


ada di Provinsi Sumatera Barat khususnya dan para pihak lainnya dalam mengelola
Ekosistem Karst yang mereka miliki baik yang berada di kawasan lindung maupun
kawasan budidaya. Seperti usulan lokasi Kawasan Bentang Alam Karst (KBAK),
bagaimana pengelolaan pariwisata di Ekosistem Karst dan Langkah-langkah
pengendalian kegiatan pertambangan batu gamping. Ucapan terima kasih kami
sampaikan kepada Tim ahli yang sudah banyak membantu dalam penyelesaian
dokumen ini yaitu Bapak Dian Hadiyansyah, S.T., M.T. (Dinas ESDM Provinsi
Sumbar), Bapak Heri Prabowo, S.T., M.T. (Universitas Negeri Padang) dan Ibu
Osronita, S.Pd., M.Pd. (Universitas Taman Siswa) serta semua pihak yang telah
membantu penyelesaian dokumen ini.

Akhir kata kami berharap dokumen ini bermanfaat bagi semua pihak yang
membacanya. Kritikan dan saran kami harapkan untuk penyempurnaan dokumen ini.

Pusat Pengendalian Pembangunan


Ekoregion Sumatera
Kepala,

Drs. Amral Fery, M.Si

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................................ i
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................. v
DAFTAR TABEL .................................................................................................. viii
DAFTAR GRAFIK ................................................................................................. ix
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ........................................................................................ 1
1.2. Tujuan dan Manfaat ................................................................................. 8
1.3. Ruang Lingkup ........................................................................................ 8
1.4. Dasar Hukum .......................................................................................... 9
BAB II KONDISI UMUM ..................................................................................... 11
2.1. Potensi Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup .................................. 11
2.1.1. Potensi Ekosistem Karst Sumatera Barat ........................................... 11
2.1.2. Potensi Bahan Galian Batu Gamping Sumatera Barat ......................... 23
2.1.3. Potensi Geowisata di Kawasan Karst Sumatera Barat ......................... 25
2.2. Kondisi Pengelolaan Ekosistem Karst Provinsi Sumatera Barat Saat ini ...... 45
2.2.1. Kondisi Daya Dukung Daya Tampung Lingkungan Hidup .................... 45
2.2.2. Kondisi Gua di Ekosistem Karst Sumatera Barat ................................. 59
2.2.3. Kondisi Izin Usaha Pertambangan Batu Gamping ............................... 68
2.3. Isu Terkait dan Permasalahan Pembangunan Sumber Daya Alam dan
Lingkungan Hidup ........................................................................................... 90
BAB III KONDISI PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM YANG DIHARAPKAN ......... 91
3.1. Perlindungan Ekosistem Karst melalui Penetapan KBAK ............................ 91
3.2. Pemanfaatan Ekosistem Karst Sebagai Destinasi Wisata dengan Penerapan
Prinsip Geopark (Taman Bumi) ........................................................................ 98
3.3. Pemanfaatan Ekosistem Karst Untuk Kegiatan Pertambangan ................. 104
BAB IV METODE PENDEKATAN ........................................................................ 107
BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN ................................................................ 110

iii
5.1. Analisis dan gambaran isu pertambangan di kawasan karst Sumatera Barat ..
.......................................................................................................... 111
5.1.1. Faktor Pendorong (Driving Forces) ........................................................ 111
5.1.2. Tekanan (Pressure).............................................................................. 113
5.1.3. Kondisi (State)..................................................................................... 114
5.1.4. Dampak (Impact) ................................................................................ 114
5.1.5. Upaya (Respons) ................................................................................. 114
5.2. Analisis dan gambaran isu pariwisata di kawasan karst Sumatera Barat .. 115
5.2.1. Faktor Pendorong (Driving Forces) ........................................................ 115
5.2.3. Kondisi (State)..................................................................................... 116
5.2.4. Dampak (Impact) ................................................................................ 117
5.2.5. Upaya (Respons) ................................................................................. 118
BAB VI ARAHAN KEBIJAKAN ............................................................................ 118
6.1. Arahan Pemanfatan ............................................................................. 133
6.2. Arahan Pengendalian Kegiatan Pertambangan ....................................... 135
6.3. Arahan Penanggulangan kerusakan ...................................................... 139
6.4. Arahan Pembinaan, Pengawasan dan Evaluasi ....................................... 140
6.5. Arahan Peran Serta Masyarakat ............................................................ 140
6.6. Arahan Pendanaan............................................................................... 141
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 142

iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. 1 Topografi Eksokarst ........................................................................ 1
Gambar 1. 2 Proses Pembentukan Karst .............................................................. 2
Gambar 1. 3 Industri Peleburan Baja................................................................... 4
Gambar 1. 4 Pabrik Semen ................................................................................. 4
Gambar 1. 5 Peta Arahan Zona Pengelolaan Ekosistem Karst Provinsi Sumbar ....... 7

Gambar 2. 1 Menara Karst/Tower Karst Gua Batu Kapal –Solsel (Kiri) dan Menara
/Tower Karst Kamang Hilia-Agam (Kanan) ..................................................... 12
Gambar 2. 2 Manor. Keragaman Speleothems Gua Karst .................................... 13
Gambar 2. 3 Hutan bukit kapur di Solok Amba, Kabupaten Sijunjung .................. 13
Gambar 2. 4 Rimbo (Hutan) Larangan Nagari Paru, Kabupaten Sijunjung, Sebagai
Habitat Alami Sumberdaya Genetik. .............................................................. 14
Gambar 2. 5 Peta Overlay Kawasan Hutan dengan Ekosistem Karst di Provinsi
Sumbar ....................................................................................................... 14
Gambar 2. 6 Habitat flora karst di Provinsi Sumbar ............................................ 17
Gambar 2. 7 Jenis-jenis flora unik di kawasan karst Sumatera Barat. A)
Monophyllea horsfieldii; B) Paraboea treubii; C) Saraca indica. ....................... 18
Gambar 2. 8 Jenis-jenis hewan permukaan di kawasan karst Provinsi Sumbar. (kiri)
Burung, Anthreptes singalensis; (tengah) Kalong, Pteropus sp; (kanan) Lebah
madu, Apis spp. ........................................................................................... 19
Gambar 2. 9 Jenis-jenis hewan gua di Ekosistem Karst Sumatera Barat. a) Ular
gua, Elaphe taeniura (kiri); b) Lipan Gua, Thereuopoda sp. (tengah) dan c)
Kelalawar gua, Miotis sp. (kanan). ................................................................ 20
Gambar 2. 10 Flora dan fauna dilindungi pada kawasan karst. (Kanan) Simpai,
Presbitys melalophos dan (Kiri) Bunga bangkai, Amorphophallus titanum. ....... 21
Gambar 2. 11 Jenis-jenis flora endemik di kawasan karst Sumatera Barat. (Kanan)
Begonia ....................................................................................................... 23
Gambar 2. 12 Peta Sebaran Batu Gamping Sumatera Barat (Badan Geologi) ....... 25
Gambar 2. 13 Endokrast Gua Aia Singkek, ........................................................ 27
Gambar 2. 14 Speleothems (Draperi & Helektit) Gua Aia Singkek-Lima Puluh Kota
.................................................................................................................. 28
Gambar 2. 15 Biota Gua Aia Singkek ................................................................. 29
Gambar 2. 16 Tempat Fosil Terumbu Karang di Gua Teratai, Kab Lima Puluh Kota
.................................................................................................................. 30
Gambar 2. 17 Ekosistem Karst di Nagari Kamang Ilia, Agam .............................. 31
Gambar 2. 18 Ponor (Danau Tarusan Kamang) ................................................. 33
Gambar 2. 19 Cockpit & Menara Karst .............................................................. 33
Gambar 2. 20 Coral Cave Drapery Cone Stalaktit dan Rimstone .......................... 34
Gambar 2. 21 Gua Pacualan dan Siput Gua Pacualan Nagari Tigo Koto Silungkang
Kec. Palambayan ......................................................................................... 34
Gambar 2. 22 Gua Batu Kapal, Solok Selatan .................................................... 36

v
Gambar 2. 23 Springs Karst Aia Taburo (Kiri), Aia Malanca (Kanan), Nagari Talang
Babungo, Kabupaten Solok ........................................................................... 37
Gambar 2. 24 Situs Arkeologi Gua Basurek-Kabupaten Solok .............................. 38
Gambar 2. 25 Biota Gua Endemik “ Albino Millipede Cave” dan Jngkrik Gua ........ 39
Gambar 2. 26 Batu Runciang, Sawahlunto......................................................... 40
Gambar 2. 27 Bukit Karst Lintau Buo ................................................................ 41
Gambar 2. 28 Endokarst di Nagari Gunung Selasih (Kiri) dan Endokarst Gua Cindua
Mato (Kanan), Timpeh, Kabupaten Dharmasraya ........................................... 43
Gambar 2. 29 Aliran air sungai karts (spring) Gua Suko, Kabupaten Dharmasraya 43
Gambar 2. 30 Gua Batu Batirai, Padang Panjang ............................................... 44
Gambar 2. 31 Sumber Air di Ekosistem Karst ..................................................... 46
Gambar 2. 32 Peta Daya Dukung dan Daya Tampung Jasa Penyediaan Air. ........ 49
Gambar 2. 33 Gambar Peta Daya Dukung dan Daya Tampung Jasa Penyediaan
Sumberdaya Genetik .................................................................................... 52
Gambar 2. 34 Ilustrasi Sistem Tata Aliran Air pada Ekosistem Karst .................... 54
Gambar 2. 35 Peta Daya Dukung dan Daya Tampung Jasa Pengaturan Tata Aliran
Air dan banjir............................................................................................... 56
Gambar 2. 36 Gua Aia Singkek, Kabupaten Lima Puluh Kota .............................. 60
Gambar 2. 37 Tampak luar Gua Simarasok, Kabupaten Agam ............................ 61
Gambar 2. 38 Tampak dalam Gua Simarasok, Kabupaten Agam ......................... 62
Gambar 2. 39 Karst di Nagari Pangian, Kabupaten Tanah Datar ......................... 63
Gambar 2. 40 Gua Batu Kapal, Kabupaten Solok Selatan.................................... 64
Gambar 2. 41 Endokarst di Gua Janjian, Kota Sawahlunto .................................. 66
Gambar 2. 42 Fauna dalam Gua Batang Langsek, Nagari Paru (Kiri), Gua Basurek,
Nagari Silokek (Kanan), Kabupaten Sijunjung ................................................ 67
Gambar 2. 43 Eksokarst Gua Tabuah, Kabupaten Lima Puluh Kota ..................... 67
Gambar 2. 44 Peta Sebaran Geosite di Provinsi Sumbar ..................................... 69
Gambar 2. 45 Peta Arahan Zona Lindung Ekosistem Karst Provinsi Sumbar ......... 70
Gambar 2. 46 Lokasi IUP di Ekosistem Karst Kabupaten Agam, Sumatera Barat .. 71
Gambar 2. 47 Kawasan tambang PT. Bakapindo dan hutan lindung di ................ 73
Gambar 2. 48 Penggalian informasi ke Kantor PT.Bakapindo, Kabupaten Agam ... 74
Gambar 2. 49 Lokasi air hilang yang masuk pada celah batuan dekat dengan lokasi
IUP CV. Tekad Jaya...................................................................................... 75
Gambar 2. 50 Lokasi tambang CV. Tekad Jaya, Kabupaten Lima Puluh Kota ....... 76
Gambar 2. 51 Kegiatan pembuatan waterway PLTMH di Nagari Lubuak Jantan ... 78
Gambar 2. 52 Masyarakat mengambil batuan karst hasil bongkaran pembangunan
waterway PLTMH ......................................................................................... 79
Gambar 2. 53 Kawasan tambang batu gamping, Nagari Paninggahan ................. 81
Gambar 2. 54 Sawah masyarakat disekitar Kawasan Tambang ........................... 83
Gambar 2. 55 Bukit karst di dekat lokasi PT. Andalas Dolomit Sejahtera ............. 85
Gambar 2. 56 Batu Kapur PT Semen Padang ..................................................... 87
Gambar 2. 57 Areal tambang PT Semen Padang ................................................ 87
Gambar 2. 58 Tambang batu gamping di Bukit Tui, Padang Panjang .................. 89

vi
Gambar 3. 1 Bukit Karst (bagian dari eksokarst) ................................................ 93
Gambar 3. 2 Sungai Bawah Tanah (Bagian dari Endokarst) ................................ 94
Gambar 3. 3 Bukit Karst di Nagari Sisawah, Kabupaten Sijunjung ....................... 99
Gambar 3. 4 Contoh fasilitas penunjang kegiatan ekowisata ............................. 100
Gambar 3. 5 Wisata alam geopark .................................................................. 101
Gambar 3. 6 Terasering di Palembayan, Kabupaten Agam ................................ 103
Gambar 3. 7 Terasering di Mù Cang Chải District, Vietnam ............................... 103

Gambar 4. 1 Konsep Umum DPSIR ................................................................. 108

Gambar 5. 1 Kebun Jeruk di dekat Gua Aia Singkek, Kabupaten Lima Puluh Kota
................................................................................................................ 112
Gambar 5. 2 Tambang batu kapur belum memiliki izin di Kabupaten Sijunjung .. 112
Gambar 5. 3 Sumber mata air di dekat pertambangan PT Tekad Jaya, Kabupaten
Lima Puluh Kota......................................................................................... 113
Gambar 5. 4 Pemkab Solsel Gelar Kegiatan Nagari Dalam Gua Batu Kapal ......... 116
Gambar 5. 5 Ornamen Gua yang dirusak/dipatahkan ....................................... 117

Gambar 6. 1 Gua Sitanang, Kabupaten Lima Puluh Kota. .................................. 122


Gambar 6. 2 Peta rekomendasi zonasi Ekosistem Karst Kabupaten Lima Puluh Kota
................................................................................................................ 122
Gambar 6. 3 Danau dari aliran air bawah tanah Ekosistem Karst di Kamang, Agam
................................................................................................................ 123
Gambar 6. 4 Peta Rekomendasi Zonasi Ekosistem Karst Kabupaten Agam ......... 124
Gambar 6. 5 Gua Batu Kapal, Kabupaten Solok Selatan .................................... 125
Gambar 6. 6 Peta Rekomendasi Zonasi Ekosistem Karst Kabupaten Solok Selatan
................................................................................................................ 126
Gambar 6. 7 Peta Rekomendasi Zonasi Ekosistem Karst Kabupaten Sijunjung.... 127
Gambar 6. 8 Peta Rekomendasi Zonasi Ekosistem Karst Kabupaten Tanah Datar 128
Gambar 6. 9 Peta Rekomendasi Zonasi Ekosistem Karst Kota Padang Panjang... 129
Gambar 6. 10 SK Wali Nagari Sisawah tentang Penetapan Perlindungan Ekosistem
Karst ......................................................................................................... 132
Gambar 6. 11 SK Wali Nagari Talang Babungo tentang Penetapan Perlindungan
Ekosistem Karst ......................................................................................... 133

vii
DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1 Luasan Karst di Provinsi Sumatera Barat ............................................ 12


Tabel 2. 2 Data Luasan Ekosistem Karst per Fungsi Kawasan di Provinsi Sumbar.. 15
Tabel 2. 3 Potensi Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup Ekosistem Karst ..... 28
Tabel 2. 4 Ekosistem Karst Kabupaten Agam...................................................... 32
Tabel 2. 5 Ekosistem Karst Kabupaten Solok Selatan .......................................... 35
Tabel 2. 6 Potensi Ekosistem Karst Kabupaten Solok .......................................... 38
Tabel 2. 7 Potensi Ekosistem Karst Kabupaten Sijunjung..................................... 40
Tabel 2. 8 Potensi Ekosistem Karst Sawahlunto .................................................. 41
Tabel 2. 9 Potensi Ekosistem Karst Kabupaten Tanah Datar ................................ 42
Tabel 2. 10 Potensi Ekosistem Karst Kota Padang Panjang.................................. 45
Tabel 2. 11 Sebaran Luas Jasa Penyediaan Air Bersih di Ekosistem Karst ............. 48
Tabel 2. 12 Sebaran Luas Jasa Penyediaan Sumberdaya Genetik di Kawasan Karst
Provinsi Sumatera Barat ............................................................................... 51
Tabel 2. 13 Sebaran Luas Jasa Pengaturan Tata Aliran Air dan Banjir di Kawasan
Karst Provinsi Sumatera Barat....................................................................... 54
Tabel 2. 14 Indikasi Status Daya Dukung Air di Kawasan Karst ........................... 57
Tabel 2. 15 Data Luasan IUP di Sumatera Barat ................................................. 68
Tabel 2. 16 Data IUP di Kabupaten Agam .......................................................... 72
Tabel 2. 17 Daftar IUP batu gamping di Kabupaten Lima Puluh Kota ................... 77
Tabel 2. 18 Daftar izin usaha pertambangan batu gamping di Kabupaten Tanah
Datar .......................................................................................................... 80
Tabel 2. 19 Daftar izin usaha pertambangan Batu gamping ................................ 81
Tabel 2. 20 Daftar izin usaha pertambangan batu gamping di Kabupaten Sijunjung
.................................................................................................................. 84
Tabel 2. 21 Daftar IUP batu gamping Kota Sawahlunto ...................................... 86
Tabel 2. 22 Daftar IUP batu gamping di Kota Padang ......................................... 88

Tabel 5. 1 Analisis DPSIR Ekosistem Karst di Sumatera Barat ............................ 110

viii
DAFTAR GRAFIK

Grafik 2. 1 Persentase Luas Jasa Penyediaan Air Bersih di Ekosistem Karst .......... 47
Grafik 2. 2 Persentase Luas Jasa Penyediaan Air Bersih per Kabupaten/Kota ....... 48
Grafik 2. 3 Persentase Luas Jasa Penyediaan Sumberdaya Genetik di Ekosistem
Karst ........................................................................................................... 50
Grafik 2. 4 Persentase Luas Jasa Penyediaan Sumberdaya Genetik per-
Kabupaten/Kota di Ekosistem Karst Provinsi Sumatera Barat .......................... 52
Grafik 2. 5 Persentase Luas Jasa Pengaturan Tata Aliran Air dan Banjir di Kawasan
Karst Provinsi Sumatera Barat....................................................................... 53
Grafik 2. 6 Persentase Luas Jasa Penyediaan Sumberdaya Genetik per
Kabupaten/Kota di Kawasan Karst Provinsi Sumatera Barat ............................ 55
Grafik 2. 7 Status Daya Dukung Air di Kawasan Karst Provinsi Sumatera Barat. ... 58

ix
GuaAntabuang,
Gua Tabuah, Nagari Sitanang,
Nagari Sisawah,Kabupaten
KabupatenLima Puluh Kota
Sijunjung 10
BAB I
PENDAHULUAN

Aia Malanca, Nagari Talang Babungo, Kabupaten Solok 1


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kawasan Karst merupakan
ekosistem yang terbentuk dalam
kurun waktu ribuan tahun,
tersusun atas batuan karbonat
(batu kapur atau batu gamping)
yang mengalami proses
pelarutan sedemikian rupa
hingga membentuk kenampakan
morfologi dan tatanan hidrologi
yang unik dan khas. Karst
dicirikan oleh topografi eksokarst
seperti lembah Karst, Doline,
Gambar 1. 1 Topografi Eksokarst
Uvala, Polje, karren, kerucut
karst dan berkembangnya sistem drainase bawah permukaan yang jauh lebih dominan
dibandingkan dengan sistem aliran permukaannya (Adji dkk, 1999).
Fokus dari hidrologi karst bukan pada air permukaan tetapi pada air yang
tersimpan di bawah tanah pada sistem-sistem drainase bawah permukaan karst. Sifat
batuan karbonat yang mempunyai banyak rongga, celah dan mudah larut dalam air,
maka sistem drainase permukaan tidak berkembang dan lebih didominasi oleh sistem
drainase bawah permukaan.
Ekosistem Karst merupakan ekosistem sensitif yang rentan terhadap perubahan
lingkungan. Pada saat ini Ekosistem Karst di Sumatera sangat jarang diperbincangkan
karena dampak lingkungan dari proses pengubahannya berjangka panjang, umumnya
tidak langsung dirasakan dan tidak menyentuh secara langsung kepada kehidupan

1
ekonomi masyarakat luas. Padahal ekosistem ini cukup luas keberadaannya di
Sumatera, yaitu kurang lebih 1,1 juta Ha dan menyebar dari ujung utara pulau sampai
ke ujung selatan di sepanjang jalur Komplek Pegunungan Struktural Bukit Barisan dan
sudah sejak lama dimanfaatkan sebagai sumber batu kapur. Pola pengambilan batu
kapur yang bersifat ekstraktif dalam bentuk penambangan terbuka yang cenderung
merusak bentang alam menyebabkan ekosistem ini kehilangan sebagian fungsi-fungsi
ekologisnya.
Daerah karst terbentuk oleh
pelarutan batuan pada litologi
tertentu, terutama batuan karbonat
dan dolomit dimana ada bagian yang
kondisinya cenderung terbentuk gua
(favourable). Daerah seperti ini
disebut karst asli. Daerah karst dapat
juga terbentuk oleh proses cuaca,
kegiatan hidraulik, pergerakan
tektonik, air dari pencairan salju dan
pengosongan batu cair (lava).
Karena proses dominan dari kasus
Gambar 1. 2 Proses Pembentukan Karst tersebut adalah bukan pelarutan,
maka karst seperti ini disebut
pseudokarst (karst palsu). Ekosistem Karst memiliki keunikan, baik secara fisik maupun
dalam aspek keanekaragaman hayati.
Ciri-ciri daerah Karst antara lain:
• Topografinya berupa cekungan-cekungan
• Terdapat bukit-bukit kecil
• Sungai-sungai yang tampak di permukaan hilang dan terputus ke dalam
tanah
• Adanya sungai-sungai di bawah permukaan tanah

2
• Adanya endapan sedimen lempung berwarna merah hasil dari pelapukan
batu gamping
• Permukaan yang terbuka tampak kasar, berlubang-lubang dan runcing.

Secara ekologi, Ekosistem Karst berperan dalam proses penyimpanan dan


pemasukan air tanah yang sangat dibutuhkan oleh kawasan yang berada di bawahnya
karena keberadaan gua-gua dan sungai-sungai bawah tanah. Ekosistem Karst juga
merupakan habitat spesies endemik flora maupun fauna seperti kelelawar dan burung
walet yang sangat membantu dalam proses penyerbukan dan pengembangbiakan
tanaman hutan. Sadar ataupun tidak, Ekosistem Karst merupakan cebakan Carbon (C)
alami yang sangat besar dalam bentuk CaCO3. Jika ikatan kimianya terlepas akan
menambah jumlah C di udara dan dapat menyebabkan meningkatnya temperatur
bumi. Beberapa gua kapur memiliki ikatan budaya dengan masyarakat sekitarnya.
Secara ekonomi, Ekosistem Karst juga merupakan produsen batu kapur yang sangat
banyak kegunaannya dalam meningkatkan kualitas hidup manusia.
Beberapa industri yang menggunakan batu kapur dalam proses produksinya baik
sebagai bahan baku maupun bahan aditif, antara lain:
1. Tile industry: “marmer”, batu alam
2. Kapur tohor: Pupuk, Perikanan, Pertanian
3. Presipitat kalsium karbonat untuk berbagai industri manufaktur seperti cat,
tekstil, dan sebagainya.
4. Pemurnian pabrik gula pasir
5. Industri kosmetik
6. Industri obat-obatan
7. Pabrik kertas
8. Industri karbit

3
9. Industri peleburan baja

Gambar 1. 3 Industri Peleburan Baja


Gambar 1.1. Pabrik SemenGambar 1.2. Industri Peleburan Baja
10. Pabrik semen

Gambar 1.3. Pabrik Semen

Gambar 1.4. Kegiatan Penambangan di Ekosistem KarstGambar 1.5.


Pabrik SemenGambar 1.6. Industri Peleburan Baja

Gambar 1.7. Pabrik SemenGambar 1.8. Industri Peleburan Baja

Gambar 1.9. Pabrik SemenGambar 1.10 Industri Peleburan Baja

Gambar 1.11. Pabrik SemenGambar 1.12. Industri Peleburan Baja

Gambar 1.13. Pabrik Semen


Gambar 1. 4 Pabrik Semen

Gambar 1.14. Kegiatan Penambangan di Ekosistem KarstGambar 1.15.


Pabrik SemenGambar 1.16. Industri Peleburan Baja
Dengan semakin luasnya pemanfaatan batu kapur, maka keberadaan Ekosistem
Karst menjadi semakin “terancam” dan hal itu lambat-laun akan mempengaruhi
Gambar 1.17. Pabrik SemenGambar 1.18. Industri Peleburan Baja
kapasitas Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Hidup pada ekosistem
tersebut untuk menjamin keberlajutan pembangunan. Disamping itu, pengalihfungsian

4
lahan dari kawasan hutan menjadi kawasan budidaya juga menjadi ancaman lain bagi
keberadaan Ekosistem Karst. Aspek lain yang menjadi kekhawatiran adalah kenyataan
bahwa Ekosistem Karst di Sumatera belum terdata dan terpetakan dengan baik, dan
Isu tentang Ekosistem Karst belum menjadi prioritas di banyak tempat di Sumatera.
Kondisi-kondisi seperti ini memerlukan respon yang cepat untuk menghindari semakin
menurunnya kualitas fungsi lingkungan hidup Ekosistem Karst di Sumatera. Oleh sebab
itu perlu adanya dorongan kepada semua kalangan untuk memulai usaha-usaha
perlindungan dan pengelolaan ekosistem tersebut agar dapat menjamin keberlanjutan
keberadaannya.
Di Pulau Sumatera, Ekosistem Karst merupakan ekosistem spesifik yang
sebarannya antara lain terdapat di Pegunungan Leuser Provinsi Aceh, Perbukitan
Bahorok Provinsi Sumatera Utara, Pegunungan Bukit Barisan Provinsi Sumatera Barat,
dan Pegunungan Bukit Barisan Selatan Provinsi Sumatera Selatan serta lokasi-lokasi
lain di Sumatera yang pada umumnya belum dipetakan secara pasti. Berbeda dengan
pengunungan Karst di Gunung Kidul Yogyakarta yang berbentuk landai dan membulat,
Pergunungan Karst di Sumatera umumnya berbentuk menjulang dan runcing (tower).
Perbedaan ini kemungkinan disebabkan oleh adanya perbedaan iklim dan struktur
geologinya.
Salah satu provinsi yang memiliki Ekosistem Karst terluas adalah Provinsi
Sumatera Barat. Ekosistem Karst di Provinsi Sumatera Barat, merupakan bentang alam
yang terbentuk selama jutaan tahun yang lalu, tersusun atas batuan karbonat (batu
kapur/ batu gamping) yang mengalami proses pelarutan sedemikian rupa, hingga
membentuk kenampakan morfologi dan fungsi penyediaan serta pengaturan air yang
unik dan khas. Selain menyimpan air dan memiliki sumber daya alam hayati (genetik)
berupa jenis flora dan fauna, Ekosistem Karst juga mengandung sumber daya alam
non hayati, salah satunya batu gamping yang dimanfaatkan untuk bahan galian
tambang. Bentang alam Ekosistem Karst di Provinsi Sumatera Barat yang bernilai
estetik tinggi, baik dibawah permukaan berupa gua dan sungai/ danau bawah tanah,

5
serta di atas permukaan berupa lembah dolina dan bukit-bukit karst juga telah
dimanfaatkan untuk pembangunan di sektor pariwisata.
Besarnya potensi Ekosistem Karst di Provinsi Sumatera Barat, menjadikannya
sebagai kawasan yang memberikan keuntungan ekonomi. Namun, bersamaan dengan
dampak positif pemanfaatannya, Ekosistem Karst juga terancam mengalami kerusakan
lingkungan. Menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 tahun 2011 tentang
Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam, Ekosistem Karst
termasuk dalam Kawasan Ekosistem Esensial (KEE). Artinya berfungsi sebagai
penyangga kehidupan dengan nilai keunikan, tetapi rentan akan perubahan lingkungan
karena merupakan sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui.
Secara umum ancaman Ekosistem Karst di Provinsi Sumatera Barat berasal dari
aktivitas pertambangan, pariwisata, perburuan sarang walet dan penebangan pohon
(illegal logging) di sekitar Ekosistem Karst. Dampak kerusakan lingkungan yang terjadi
mengakibatkan aliran air sungai bawah tanah ikut terpengaruh karena sumber air gua
berasal dari sungai maupun rembesan dan resapan air pada dinding maupun langit-
langit gua. Padahal salah satu fungsi ekologis karst adalah sebagai tangki penyimpanan
air alami dan regulator sistem hidrologis di kawasannya. Inilah sebabnya kenapa
sungai bawah tanah dan sebagian besar mata air di kawasan Ekosistem Karst bersifat
perenial (berair sepanjang musim).
Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 12 disebutkan Pemanfaatan Sumberdaya Alam
dilakukan berdasarkan Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
(RPPLH). Penyusunan RPPLH harus berdasarkan Daya Dukung dan Daya Tampung.
Provinsi Sumatera Barat pada tahun 2019 telah menyusun RPPLH dan sudah
diperdakan. Namun di dalam RPPLH tersebut belum memuat perlindungan dan
pengelolaan Ekosistem Karst.

6
Oleh karena itu dalam rangka
penyelamatan Ekosistem Karst di
Provinsi Sumatera Barat, Pusat
Pengendalian Pembangunan
Ekoregion (P3E) Sumatera sesuai
dengan tugas dan fungsinya pada
tahun 2019 melakukan kajian
Inventarisasi Daya Dukung dan
Daya Tampung Lingkungan Hidup
(DDDT LH) Ekosistem Karst di
Provinsi Sumatera Barat yang
menghasilkan zona arahan lindung
Gambar 1. 5 Peta Arahan Zona Pengelolaan
dan zona arahan budidaya. Ekosistem Karst Provinsi Sumbar

Agar kajian tersebut dapat diterapkan oleh pemerintah provinsi dan Kabupaten
kota di Sumatera Barat maka pada tahun 2021 P3E Sumatera melakukan penyusunan
rencana pengelolaan Ekosistem Karst yang nantinya diharapkan dapat menjadi acuan
dalam perlindungan dan pengelolaan Ekosistem Karst di daerah ini. Pemilihan Provinsi
Sumatera Barat dalam kegiatan ini didasarkan pada:
1) Cukup luasnya sebaran litologi batuan kapur di daerah ini (260.845 Ha).
Terluas ketiga di Sumatera setelah Aceh (394.350 Ha) dan Sumatera Utara
(324.848 Ha)
2) Jumlah IUP batu gamping Sumatera Barat: 51 izin Disisi lain KBAK Sumatera
Barat belum ditetapkan (yang ada adalah indikatif karst berdasarkan
sebaran batu kapur/gamping).
3) Tingginya permintaan batu untuk kebutuhan infrastruktur dan industri.
4) Sumatera Barat sebagai hulu dari 4 DAS besar memiliki fungsi konservasi
yaitu DAS Indragiri, DAS Rokan, DAS Kampar dan DAS Batanghari.
Berdasarkan pertibangan tersebut, dimana Ekosistem Karst di Sumatera

7
telah mulai banyak dimanfaatkan untuk kepentingan pembangunan, maka
kebutuhan penyusunan rencana pengelolaan Ekosistem Karst di Sumatera
menjadi sangat mendesak karena dapat menjadi instrumen pengendalian
pembangunan yang konstitusional untuk melindungi keberadaannya.

1.2. Tujuan dan Manfaat


Penyusunan Dokumen Rencana Pengelolaan Ekosistem Karst Berbasis Daya
Dukung dan Daya Tampung ini bertujuan untuk :
• Mendorong Pemerintah Provinsi dan Kabupaten Kota di Sumatera Barat
yang mempunyai Ekosistem Karst untuk menerbitkan instrumen
perlindungan Ekosistem Karst (Kawasan Bentang Alam Karst) sehingga
ekosistem ini terhindar dari kerusakan dan pencemaran.
• Memberikan arahan kepada Pemerintah Provinsi Sumatera Barat dan
Kabupaten Kota yang mempunyai Ekosistem Karst terkait usulan lokasi
Perlindungan Ekosistem Karst yang sesuai dengan kriteria Kawasan Bentang
Alam Karst
• Memberikan arahan kebijakan terkait pengendalian kegiatan pertambangan
batu gamping sehingga dampak lingkungan dari kegiatan pertambangan
batu gamping dapat terkendali.

1.3. Ruang Lingkup


Ruang Lingkup Dokumen ini adalah :
• inventarisasi daya dukung daya tampung Ekosistem Karst Provinsi Sumatera
Barat.
• Potensi, Pemanfaatan dan Permasalahan Ekosistem Karst khususnya di
daerah yang telah dimanfaatkan sebagai objek wisata oleh Masyarakat yang
berada di Kabupaten Agam, Lima Puluh Kota, Tanah Datar, Sijunjung,
Sawahlunto, Dharmasraya, Solok Selatan dan Padang Panjang

8
• Kegiatan Pertambangan Batu Gamping yang merupakan bagian dari
Ekosistem Karst di Kabupaten Agam, Lima Puluh Kota, Tanah Datar,
Sawahlunto, Sijunjung, Kota Padang Panjang dan Kota Padang

1.4. Dasar Hukum


Peraturan dan perundang-undangan yang menjadi dasar hukum pelaksanaan
kegiatan penyusunan dokumen Rencana Pengelolaan Ekosistem Karst Berbasis DDDT
LH di Provinsi Sumatera Barat adalah:
1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya
Alam Hayati dan Ekosistemnya.
2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.
3. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang.
4. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Minerba.
5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup.
6. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan.
7. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah
8. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 Tentang Perkebunan.
9. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 Tentang Sumberdaya Air.
10. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas
Air dan Pengendalian Pencemaran Air.
11. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional.
12. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 Tentang Sungai.
13. Peraturan Pemerintah No.28 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Kawasan
Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam;
14. Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan DAS.
15. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2016 Tentang Tata Cara
Penyelenggaraan KLHS.

9
16. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia
Nomor: 17 Tahun 2012 Tentang Penetapan Kawasan Bentang Alam Karst.
17. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No.P.18/MenLHK-
II/2015 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Lingkungan Hidup
dan Kehutanan;
18. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2019. Pengembangan Taman Bumi
(Geopark).
19. Permen ESDM Nomor 17 Tahun 2012 tentang Penetapan Kawasan Bentang
Alam Karst.
20. Permen ESDM Nomor 1 Tahun 2020 tentang Pedoman Penetapan Warisan
Geologi (Geoheritage).
21. Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif No 2 Tahun 2020 tentang
Geopark Sebagai Destinasi Wisata.
22. Permen LHK No. 38 tahun 2019 tentang Jenis Rencana Usaha dan atau
Kegiatan yang wajib memiliki AMDAL.
23. Peraturan Menteri LHK No 4 Tahun 2021 tentang Daftar Usaha Dan/Atau
Kegiatan Yang Wajib Memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup,
Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup Dan Upaya Pemantauan Lingkungan
Hidup Atau Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan Dan Pemantauan
Lingkungan Hidup

10
Gua Antabuang, Nagari Sisawah, Kabupaten Sijunjung 11
BAB II
KONDISI UMUM

Areal Tambang PT Sumbar Calsium Pratama,


Kabupaten Lima Puluh Kota 11
BAB II
KONDISI UMUM

2.1. Potensi Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup

2.1.1. Potensi Ekosistem Karst Sumatera Barat


Sumatera Barat memiliki kawasan karst terluas setelah Aceh yang tersebar
hampir diseluruh Kabupaten kota. Kawasan karst merupakan bentang alam yang unik
dan memiliki nilai esensial terhadap kehidupan makhluk hidup dimuka bumi.
Padang Lawas

Siak
Mandailing Natal Rokan Hulu Legend
Sebaran Batuan Kapur
Kota Pekanbaru
Legend
Pasaman
Kampar
Sebaran Batuan Kapur
Pasaman Barat
Pelalawan
Lima Puluh Koto

Agam Kota Payakumbuh


Kota Bukittinggi

Kota Padang PanjangTanah Datar Kuantan Singingi

Padang Pariaman Gambar 2. 1 Sebaran Karst


Kota Pariaman Kota Sawahlunto
di Provinsi Sumatera Barat
Provinsi Sumatera Barat Sijunjung Indragiri Hulu
Kota Solok

Kota Padang
Solok
Tebo

Provinsi Sumatera Barat Dharmasraya

Tebo

Pesisir Selatan Solok Selatan


Bungo

Kerinci Kerinci

11
Karst Provinsi Sumatera Barat
No Nama Kabupaten Luas kawasan karst (m2) Luas kawasan karst (Ha)
1 Pasaman Barat 109,169,896.250 10,917
2 Agam 200,598,684.914 20,060
3 Dharmasraya 145,326,968.438 14,533
4 Kepulauan Mentawai 253,983,072.595 25,398
5 Kota Padang 11,938,683.050 1,194
6 Kota Padang Panjang 1,127,674.723 113
7 Kota Payakumbuh 1,916,243.186 192
8 Kota Sawahlunto 36,978,950.937 3,698
9 Kota Solok 4,834,488.170 483
10 Lima Puluh Koto 113,491,217.821 11,349
11 Padang Pariaman 11,248,846.704 1,125
12 Pasaman 41,492,271.136 4,149
13 Sawahlunto Sijunjung 483,113,538.056 48,311
14 Solok 510,250,131.938 51,025
15 Solok Selatan 377,496,900.697 37,750
16 Tanah Datar 305,485,302.479 30,549
Total 2,608,452,871.094 260,845

Tabel 2. 1 Luasan Karst di Provinsi Sumatera Barat

Secara umum gambaran kawasan Ekosistem Karst terdiri dari Eksokarst (karst
yang terdapat dipermukaan) dan Endokarst (karst yang terdapat dipermukaan).

• Eksokarst (Karst yang terdapat dipermukaan)

Gambar 2. 2 Menara Karst/Tower Karst Gua Batu Kapal –Solsel (Kiri) dan Menara /Tower
Karst Kamang Hilia-Agam (Kanan)

12
• Endokarst (karst yang terdapat didalam/ dibawah permukaan)
Endokarst adalah bagian dari kawasan Ekosistem Karst yang terbentuk
dibawah permukaan tanah. Endokarst ini terdiri dari Gua Karst dengan
keragaman speleothems nya atau biasa dikenal dengan ornamen gua.
Speleothems Gua karst dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 2. 3 Manor. Keragaman Speleothems Gua Karst

Sebaran Gua Karst di Sumatera Barat hampir terdapat diseluruh Kabupaten/ kota
dengan keunikan yang beragam pada masing-masing gua karstnya. Potensi Ekosistem
Karst di Sumatera Barat dapat dilihat pada uraian berikut:
a. Hutan

Gambar 2. 4 Hutan bukit kapur di Nagari Solok Amba, Kabupaten Sijunjung

13
Di Sumatera
dijumpai sejumlah
kawasan hutan pada batu
kapur yang disebut karst.
Hutan karst yang paling
terkenal di Sumatera
adalah karst Payakumbuh,
Sijunjung dan Lho’nga-
Aceh (Anwar, 1984).

Gambar 2. 5 Rimbo (Hutan) Larangan Nagari Paru, Kabupaten


Hutan karst adalah Sijunjung, Sebagai Habitat Alami Sumberdaya Genetik.
suatu hutan yang
penyebarannya terputus-
putus dengan lereng yang
curam dan kemiringan bisa
mencapai 90 derajat. Tanah
pada dasar hutan batu kapur
sangat tipis sehingga pohon-
pohon yang hidup ukurannya
relatif kecil dan banyak
tumbuh-tumbuhan pada
hutan kapur ini tidak
ditemukan pada tipe hutan
lain.

Gambar 2. 6 Peta Overlay


Kawasan Hutan dengan Ekosistem
Karst di Provinsi Sumbar

14
Berdasarkan fungsinya, kawasan hutan di Ekosistem Karst indikatif Provinsi
Sumatera Barat tergambar peta dan tabel berikut:

Tabel 2. 2 Data Luasan Ekosistem Karst per Fungsi Kawasan di Provinsi Sumbar

FUNGSI KAWASAN HUTAN Luas (Ha) Persen (%)


Fungsi Budidaya : 357,569.03 48.27
APL : Areal Penggunaan Lain 357,569.03 48.27
Fungsi Pemanfaatan : 95,531.90 12.90
HPT : Hutan Produksi Terbatas 42,255.45 5.70
HP : Hutan Produksi Tetap 21,662.59 2.92
HPK : Hutan Produksi yang dapat di Konversi 31,613.86 4.27
Fungsi Lindung 287,737.33 38.84
KSA/KPA : Kawasan Suaka /Pelestarian Alam 2,871.89 0.39
CA : Cagar Alam /Konservasi 23,405.39 3.16
SM : Suaka Margasatwa/Konservasi 32,169.17 4.34
TN : Taman Nasional/Konservasi 8,646.93 1.17
TWA : Taman Wisata Alam/Konservasi 7,904.12 1.07
HL : Hutan Lindung 212,739.84 28.72

b. Flora
Keanekaragaman flora di kawasan karst sangat dipengaruhi oleh habitat mikro
karst. Kedalaman dan luas lereng serta ceruk pada batuan karst akan mendukung
jenis-jenis vegetasinya, misalnya kedalaman tanah dan areal lebih luas bisa menopang
pohon besar seperti Dipterocarpaceae, sementara permukaan batu dan puncak dengan
lapisan tanah yang lebih tipis biasanya ditemukan spesies ternak (seperti Keladi,
Balsam, Begonia, Pandan, Anggrek dan Lumut). Faktor abiotik juga memberikan
pengaruh kuat pada komposisi vegetasi karst. Kondisi habitat berbeda menjadikan
tumbuhan pada karst juga berbeda, misalnya karst yang terletak pada dataran rendah
sering ditemukan kelompok tumbuhan dari dataran rendah dan sebaliknya.
Flora karst umumnya terdistribusi pada bagian luar (exokarst), paling jauh hanya
bisa mencapai pertengahan gua. Hal ini karena kebutuhan tumbuhan terhadap cahaya.
Jika dibandingkan dengan tipe ekosistem lain, karst Sumatera Barat mempunyai

15
tingkat keanekaragam tidak terlalu tinggi, namun mempunyai tingkat endemisitas yang
tinggi.
Karst Sumatera Barat terletak pada ketinggian bervariasi dan mempunyai
topografi yang beragam. Disamping itu lokasi dan pemanfaatan areal sekitar karst juga
beragam. Misalnya karst di Halaban dan Bukit Tui Padang Panjang merupakan daerah
pertambangan dengan kondisi karst yang sudah terbuka sehingga rumput-rumputan
seperti Pogonatherum sp. yang umumnya temukan. Sedangkan kawasan karst di
Sijunjung sebagian besar merupakan daerah pertanian, tumbuhan yang tercatat disini
juga merupakan tumbuhan pertanian seperti Coklat (Theobroma cacao) dan Karet
(Hevea brassiliensis).
Hasil inventarisasi flora pada kegiatan ini dilaporkan lebih dari 180 species dari
kawasan karst Sumatera Barat (terlampir). Keanekaragaman flora yang ditemukan
selain dipengaruhi oleh mikro habitat, lebih dominan dipengaruhi oleh aktifitas yang
ada disekitarnya. Karst yang berada di dekat areal pertanian tercatat didominasi oleh
tumbuhan budidaya, sedangkan karst yang berada di hutan alami akan ditemukan
jenis-jenis alami habitat karst. Karena itu dalam bahasan ini, jenis-jenis flora yang
ditemukan dikelompokkan menjadi tumbuhan umum, indikator dan endemik.
Kelompok tumbuhan umum menggambarkan tumbuhan yang juga bisa
ditemukan selain dari kawasan karst. Jenis dan keberadaan kelompok tumbuhan ini
dipengaruhi oleh lokasi dan pemanfaatan areal sekitar karst. Kawasan karst yang
berada disekitar areal pertanian ditemukan jenis tumbuhan-tumbuhan budidaya,
seperti Karet, Coklat dan Kemiri. Karst yang berada disekitar hutan sekunder
ditemukan jenis tumbuhan pioner seperti Bodi (Homalanthus populneus) dan Mansiro
(Mallotus phillipensis). Jenis yang ditemukan hampir di semua lokasi adalah jenis
tumbuhan invasif Piper aduncum, Paku sarang burung (Asplenium nidus) dan keluarga
beringin-beringinan (Ficus spp).

16
Gambar 2. 7 Habitat flora karst di Provinsi Sumbar

Kelompok tumbuhan indikator merujuk untuk tumbuhan yang hanya bisa


ditemukan pada habitat karst saja. Beberapa ahli berpendapat bahwa kelompok
tumbuhan ini bisa dijadikan sebagai penciri habitat karst. Umumnya tumbuhan ini
mempunyai kemampuan untuk bertahan hidup di habitat yang ekstrim. Secara
fisiologis kelompok tumbuhan dikenal dengan tumbuhan poikilohidri yakni tumbuhan
yang mempunyai kemampuan menyesuaikan diri dalam kondisi kekurangan air.
Disamping itu, kelompok tumbuhan ini mempunyai akar yang kuat dan memanjang
yang dibutuhkan untuk bertahan dan kemampuan untuk menjangkau air. Tumbuhan
indikator karst, jenisnya sangat terbatas dan umumnya berupa tumbuhan herba dan
semak kecil. Pada kegiatan ini tumbuhan yang paling banyak ditemukan adalah dari
family Gesneriaceae, seperti Monophyllea dan Paraboea. Untuk kategori pohon
ditemukan beberapa tumbuhan karst seperti Saraca dan Ficus. Sedangkan tumbuhan
endemik dimaksudkan untuk kelompok tumbuhan yang mana sampai saat ini hanya
berada di kawasan karst Sumatera barat.

17
A B

Gambar 2. 8 Jenis-jenis flora unik di kawasan karst Sumatera Barat. A) Monophyllea


horsfieldii; B) Paraboea treubii; C) Saraca indica.

c. Fauna
Fauna dikawasan karst berbeda dengan flora karena fauna bisa ditemukan pada
zona permukaan (exokarst) maupun zona gua (endokarst). Fauna exokarst yang
dikenal dengan hewan permukaan, dapat berupa hewan yang memanfaatkan karst

18
untuk sementara dan tidak menetap, bisa juga hewan menetap seperti kelompok siput-
siputan yang memerlukan kapur untuk memperkuat cangkangnya.
Fauna permukaan tercatat beberapa kelompok primata seperti seperti monyet
(Macaca fascicularis) dan beruk (Macaca nemestrina). Disamping itu hewan-hewan
flagship Sumatera seperti Harimau Sumatera (Panthera tigris) dan Tapir (Tapirus
indicus) juga dilaporkan memanfaatkan hutan karst untuk beraktifitas.

Gambar 2. 9 Jenis-jenis hewan permukaan di kawasan karst Provinsi Sumbar. (kiri) Burung,
Anthreptes singalensis; (tengah) Kalong, Pteropus sp; (kanan) Lebah madu, Apis spp.

Fauna endokarst merupakan kelompok hewan zona gua, kelompok ini juga
dikenal dengan fauna subterrenian. Kelompok hewan ini sangat menarik karena semua
siklus hidupnya berada dalam gua. Kurangnya cahaya, suhu stabil, infiltrasi nutrisi
terbatas dan kelembaban konstan menghasil mikro habitat yang ekstrim dan
memerlukan adaptasi yang luar biasa. Karakteristik habitat ini menghasilkan
konvergensi dalam evolusi morfologi tubuh di antara banyak fauna bawah tanah.
Karakteristik morfologis yang umum pada sebagian besar fauna bawah tanah meliputi
berkurang atau kurangnya pigmentasi, berkurang mata, dan morfologi tubuh
memanjang dan pelengkap yang disesuaikan untuk gerakan sensorik.
Istilah troglofauna dan stigofauna juga diberikan untuk mengacu kelompok
hewan-hewan yang hidup di gua dan telah beradaptasi dengan lingkungannya yang
gelap. Troglofauna dan stigofauna merupakan dua jenis fauna bawah tanah, tetapi
stigofauna hidup di air. Secara ekologik hewan Gua dapat dikelompokkan dalam 3
yakni:

19
1. Troglobit : yaitu jenis fauna gua yang tidak mampu hidup di luar gua
(obligat)
2. Troglofil : yaitu sejenis hewan gua yang dapat hidup dan berkembang biak
di dalam gua, tapi juga dijumpai pada mikrohabitat yang lembab dan gelap
di luar gua ( jenis fakultatif)
3. Troglozin : yaitu jenis hewan gua yang secara teratur mendiami gua untuk
tempat berlindung dan berkembang biak, tapi umumnya akan kembali ke
luar gua untuk mencari makan (Anwar et al. 1984).

Gambar 2. 10 Jenis-jenis hewan gua di Ekosistem Karst Sumatera Barat. a) Ular gua,
Elaphe taeniura (kiri); b) Lipan Gua, Thereuopoda sp. (tengah) dan c) Kelalawar gua,
Miotis sp. (kanan).

Hasil inventarisasi fauna mencatat lebih dari 80 species hewan baik hewan
permukaan maupun hewan gua dikawasan karst Sumatera Barat (terlampir). Fauna
yang didapatkan lebih didominasi oleh fauna gua. Kelompok kelelawar, seperti Codot
(Cynopterus sphinx) dan Kelelawar gua (Eonycteris spelaea) merupakan fauna yang
umum ditemukan. Sedangkan untuk stigofauna, serangga air sangat mendominasi
temuan yang didapatkan seperti kelompok serangga dari genus Endochironomus dan
Limnophila.
Kelelawar menjadi hewan endokarst yang sangat penting secara ekologi. Selain
berperan sebagai hewan penyerbuk, keberadaan kelelawar dengan jenis dan fungsi
yang beragam sangat berkontribusi menjaga keseimbangan lingkungan. Misalnya

20
kemampuan kelelawar pemakan serangga mengkonsumsi serangga yang berpotensi
hama dan penyakit setiap malamnya berperan sebagai pembasmi hama gratis yang
dapat memastikan produktifitas beras hasil pertanian di Trenggalek dan sekitarnya,
sekaligus juga memastikan kelangsungan masyarakat dari ancaman penyakit seperti
demam berdarah (KLHK, 2017).

d. Spesies yang dilindungi

Gambar 2. 11 Flora dan fauna dilindungi pada kawasan karst. (Kanan) Simpai,
Presbitys melalophos dan (Kiri) Bunga bangkai, Amorphophallus titanum.

Penentuan flora dan fauna yang dilindungi mengacu pada Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permenlhk) nomor P.106 tahun 2018 tentang Jenis
tumbuhan dan satwa yang dilindungi. Total tercatat enam species yang dilindungi oleh
undang-undang Indonesia yang terdiri dari lima hewan yakni Harimau Sumatera
(Panthera tigris sumatrae), Siamang (Symphalangussyndactylus), Tapir (Tapirus
indicus), Kijang (Muntiacus muntjak) dan Rusa (Cervus unicolor) dan hanya satu
tumbuhan yakni Bunga Bangkai (Amorphophallus titanum). Hewan yang dilindungi
merupakan species flagship Indonesia seperti Harimau dan Tapir. Namun, angka-
angka ini sangat perlu dicermati karena umumnya flora dan fauna yang dilindungi
tersebut bukan keanekaragaman hayati unik pada kawasan karst.

21
Acuan lain adalah IUCN Redlist (International Union for the Conservation of
Nature and Natural Resources) yang digunakan untuk melihat status kelangkaan
species flora dan fauna. Total 21 species flora dan fauna telah dilakukan penilaian IUCN
Red List dengan status konservasi yang bervariasi (Lampiran 3). Harimau Sumatera
tercatat dalam status kritis (Critically Endangered), Siamang dan Tapir tercatat dengan
status terancam (Endangered) dan Rusa termasuk rentan (Vulnarable), serta Kijang
tercatat sebagai hewan dengan resiko kelangkaan rendah (Least concern). Sementara
itu dari flora hanya Bunga bangkai dengan status terancam (Endangered). Beberapa
species tumbuhan lain dianggap sebagai tumbuhan dengan resiko kelangkaan yang
rendah (Least Concern).

e. Spesies Endemik
Endemik dalam artian kata berkenaan dengan spesies organisme yang terbatas
pada wilayah geografis tertentu. Kelompok tumbuhan endemik merujuk untuk jenis
tumbuhan yang sampai saat ini hanya dilaporkan keberadaannya di areal karst
Sumatera Barat saja. Satu spesies menjadi khas pada batu kapur dan kehilangan
kemampuan untuk berkembang pada jenis batuan dasar lainnya, sehingga distribusi
populasinya menjadi lebih terbatas (Hughes et al., 2012). Sedangkan untuk fauna
endemik merujuk hewan yang dilaporkan sebagai hewan endemik Sumatra, seperti
Harimau.
Pada laporan ini, tumbuhan endemik yang ditemukan umumnya merupakan
tumbuhan terna dengan batang berair. Lokasi ditemukan jenis-jenis tersebut umunya
pada kawasan konservasi Sumatera Barat. Misalnya Impatiens tribuana
(Balsaminaceae) yang hanya ditemukan pada karst Solok amba yang berada di
Kawasan TWA Pangean I dan CA Pangean II.

22
Gambar 2. 12 Jenis-jenis flora endemik di kawasan karst Sumatera Barat. (Kanan) Begonia
karangputihensis; (Tengah) Impateins tribuana dan (Kiri) Begonia droopiae.

2.1.2. Potensi Bahan Galian Batu Gamping Sumatera Barat


Batu gamping (batu kapur) merupakan salah satu jenis mineral yang memiliki
banyak kegunaan, baik dalam sektor industri maupun konstruksi dan pertanian.
Kegunaan dari batu gamping antara lain sebagai bahan bangunan, batu bangunan
bahan penstabil jalan raya, pengapuran untuk pertanian dan sebagainya. Batu
gamping dapat terbentuk secara organik, mekanik, atau kimia. Sebagian besar batu
gamping yang ada di alam terbentuk secara organik melalui pengendapan cangkang
atau kerangka kerang dan siput, foraminifera, serta ganggang. Siderit, ankarerit, dan
magnesit merupakan mineral yang umum ditemukan berasosiasi dengan Batu gamping
dalam jumlah kecil.
Senyawa kimia yang umum ditemui pada Batu gamping adalah kalsium karbonat
(CaCO3). Hal ini disebabkan karena senyawa tersebut merupakan komponen utama
dari cangkang organisme laut dan siput yang menjadi bahan utama dalam
pembentukan batu gamping. Kalsium karbonat dengan kemurnian dan kehalusan
tinggi digunakan sebagai bahan baku dalam industri tapal gigi, cat, farmasi, kosmetik,
karet, kertas, dan lain-lain, baik sebagai bahan dasar maupun bahan penolong.
Indonesia masih mendatangkan kalsium karbonat dari luar negeri untuk memenuhi
sebagian besar kebutuhan industrinya. Kalsium karbonat umumnya dibuat secara
kimiawi dari suspensi kapur padam dan gas karbon dioksida. Efisiensi merupakan salah

23
satu permasalahan yang umum ditemui pada produksi kalsium karbonat di Indonesia.
Masih banyak ditemui serpihan atau butir kecil batu kapur atau marmer dalam jumlah
besar yang terbuang sia-sia, disamping minimnya pemanfaatan gas CO2 buangan.
Di antara 10 Provinsi di Pulau Sumatera, menurut data Neraca Sumberdaya
Mineral Non Logam Nasional Tahun 2013 dan peta geologi Lembar Sumatera (P3G), 8
Provinsi dijumpai potensi Batu gamping, yaitu: Provinsi Aceh, Sumatera Utara,
Sumatera Barat, Riau, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan dan Lampung sedangkan
Provinsi Bangka Belitung dan Kepulauan Riau tidak mempunyai potensi Batu gamping.
Secara geologi provinsi Sumatera Barat disusun oleh bermacam batuan seperti
batuan beku, batuan sedimen, batuan malihan dan batuan vulkanik. Batu gamping
dijumpai dari umur Mesozoikum sampai Kuarter, seperti:
• Anggota Batu gamping Formasi Kuantan, terdiri dari batu gamping yang
termalihkan, berumur Permo Karbon.
• Anggota Batu gamping Formasi Silungkang, terdiri dari batu gamping yang
termalihkan, berumur Permo Karbon.
• Anggota Batu gamping Formasi Siguntur, terdiri dari batu gamping yang
termalihkan, berumur Permo Karbon.
• Anggota Batu gamping Formasi Barisan, terdiri dari batu gamping yang
termalihkan, berumur Permo Karbon.
• Anggota Batu gamping Formasi Siulak, terdiri dari batu gamping yang
termalihkan, berumur Kapur.
• Formasi Gunung Bala, terdiri dari batu gamping kalkarenit, berumur Miosen.
• Formasi Rapa-rapa, terdiri dari batu gamping terumbu, berumur Kuarter.

24
Gambar 2. 13 Peta Sebaran Batu Gamping Sumatera Barat (Badan Geologi)

2.1.3. Potensi Geowisata di Kawasan Karst Sumatera Barat


Patahan Besar Sumatera (The Great Sumatran Fault) merupakan fenomena
geologi yang "megah" membentang sepanjang 1900 km mulai dari Teluk Semangko
Lampung di bagian selatan hingga ke Aceh di bagian utara dengan mekanisme strike-
slip vertical. Sieh dan Natawidjaja (2000) dalam Neotectonics of The Sumatran Fault,
Indonesia, menyebutkan bahwa Patahan Besar Sumatera merupakan salah satu
fenomena geologi berkelas dunia berasosiasi dengan peristiwa kegempaan dan gunung
api yang masih aktif hingga saat ini. Patahan Besar Sumatera memiliki beberapa
segmen (bagian) yang masing-masing segmen bisa aktif secara parsial.
Sumatera Barat dilewati oleh 5 (lima) segmen Patahan Besar Sumatera antara
lain: Suliti, Sumani, Sianok, Sumpur dan Barumun. Secara bentang alam masing-

25
masing segmen memiliki keunikan dan keindahan yang layak diangkat sebagai warisan
geologi (geological heritage). Salah satunya adalah Danau Singkarak yang terbentuk
akibat proses pembentukan cekungan pisah tarik (pull a part basin) di segmen Sumani.
Proses pembentukan Danau Singkarak masih berlangsung sampai sekarang, bahkan
menurut Sieh dan Natawidjaja (2000) offset patahan yang ada di Singkarak merupakan
salah satu terpanjang di Sumatera (20-22 km). Delineasi kawasan Geopark Ranah
Minang meliputi 11 Kabupaten/Kota baik yang berstatus Aspiring Geopark (Calon
Geopark) maupun yang sudah menjadi Geopark Nasional (Geopark Nasional) dengan
tema "The Evidence of Great Sumatran Fault". Kabupaten/Kota yang tergabung dalam
delineasi Geopark Ranah Minang antara lain Dharmasraya, Solok Selatan, Sijunjung,
Sawahlunto, Solok, Tanah Agam, Bukittinggi, Pasaman, Pasaman Barat dan Lima Puluh
Kota.
Tiga (3) Geopark Nasional yang ada di Sumatera Barat memiliki potensi geowisata
eksokarst dan endokarst. Eksokarst merupakan bentukan morfologi karst yang
dijumpai di permukaan dan terbentuk secara alami. Menurut Haryono et al. (2016),
morfologi karst dibagi menjadi dua tipe relief, yaitu morfologi positif dan morfologi
negatif. Morfologi positif merupakan relief yang berbentuk bukit keluar atau tersingkap
kepermukaan seperti bukit karst. Sedangkan morfologi negatif merupakan bentukan
yang berbentuk cekungan ke dalam permukaan yang diakibatkan oleh proses erosi,
pelarutan, dan juga runtuhan seperti dolina, lembah karst, dan ponor.
Morfologi positif karst berupa perbukitan dengan lereng yang terjal. Ada pula
yang telah membentuk menjadi menara karst. Perbukitan ini mempunyai titik tertinggi
dan terendah yang ekstrim. Ketinggian batu gamping akan sangat berpengaruh
terhadap perkembangan karst. Proses karstifikasi terjadi apabila jarak antara
permukaan batu gamping dengan muka air tanah atau batuan dasar dari Batu gamping
semakin besar. Semakin tinggi permukaan batu gamping di atas permukaan laut
semakin baik sirkulasi air secara vertikal dan proses karstifikasi pun semakin intensif.
Kondisi endokarst berupa gua dan kemunculan mata air. Dalam bahasa
lokal masyarakat Minang, gua disebut sebagai Guo. Gua-gua di Ekosistem Karst cukup

26
bervariasi dari gua dengan karakteristik lorong yang kering dan memiliki lorong
cabang, sampai dengan gua berair yang memiliki sistem sungai bawah tanah. Jenis
lorong gua ada yang bertipe horizontal atau vertikal serta kombinasi antara keduanya.
Gua-gua karst Sumatera Barat memiliki banyak ornamen, seperti: stalaktit, stalakmit,
gourdam, tirai, flowstone, sodastraw dan pilar. Ornamen-ornamen tersebut masih aktif
meneteskan air.

a. Ekosistem Karst Kabupaten Lima Puluh Kota


Kabupaten Lima Puluh Kota memiliki kawasan karst yang tersebar di Nagari Koto
Tinggi dan Pandam Gadang Kecamatan Gunung Omeh. Terdiri dari bentang alam
eksokarst yaitu perbukitan karst (conical karst), Spring, Sinkhole, Telaga, Doline,
Ponor. Bentang Alam
endokarst yaitu sungai bawah
tanah, gua karst. Biota gua
karst yang sangat beragam
diantaranya blind fish, udang
gua, laba-laba, pacet, jenis
serangga dan kelelawar.
Kawasan Ekosistem Karst
Kecamatan Gunung Omeh ini

Gambar 2. 14 Endokrast Gua Aia Singkek, sebagian besar di manfaatkan


Kabupaten Lima Puluh Kota untuk perkebunan jeruk yang
sudah dikembangkan untuk agrowisata, perkebunan campuran, Perhutanan Sosial dan
areal pertanian serta pengembangan Budi daya ikan larangan
Potensi lain dari Ekosistem Karst Kabupaten Lima Puluh Kota adalah terdapatnya
gua dengan situs arkeologi ditemukan fosil gigi manusia modern atau Homo Sapiens
berusia antara 63 ribu hingga 73 ribu tahun lalu. Ditemukan oleh tim ilmuwan Australia,
Indonesia, Amerika Serikat, Jerman dan Inggris yang dipimpin KE Westaway atau Kira
Westaway dari Macquarie University Sidney di Gua Lidah Aia berada dikawasan

27
perbukitan Kojai, Nagari Tungkar, Kecamatan Situjuh Limo Nagari, Kab Lima Puluh
Kota.

Tabel 2. 3 Potensi Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup Ekosistem Karst
Kabupaten Lima Puluh Kota

Lokasi Eksokarst Endokarst Speleothem Biota Geologi


Nagari Bukit Karst Gua karst Aia Flowstone Fish Blind Batu Gamping, berwarna
Koto Spring Singkek 1, Gua Stalaktit Laba2 kelabu muda, berongga
Tinggi. Sinkhole karst Aia Stalakmit Udang dan terkekar:
Kec. Telaga Singkek 2, Gua Gourdam Serangga menunjukkan pelapisan
Gunung Doline Karst Imam Coloum Pacet semu, bagian yang
Omeh Bonjol Gourdyn Kelelawar terbawah adalah batuan
(Nagari Air Terjun Gua Burung yang tersingkap satuan
Gunung Omeh) karst ini adalah napal yang
Nagari Spring Gua Karst Flowstone Burung berwarna putih sampai
Pandam Sinkhole Teratai (Nagari Stalaktit layang2 kekuningan, tersingkap
gadang. Pandam Fosil karang Kelelawar disungai Sinamar
Kec. Gadang) dibagian timur laut
Gunung daerah yang dipetakan.
Omeh Singkapan paling timur
Nagari 8 kerucut Sungai bawah Sisa Stalakmit Burung sriti adalah Batu Gamping
Sitanang karst tanah Sisa Stalaktit Kelelawar Terumbu. Berumur
kec. Lareh /conical Spring Sisa Coulum Laba2 Tersier 1,8-66 juta tahun
sago karst Sinkhole
Halaban Uvala Window Karst
Doline

Gambar 2. 15 Speleothems (Draperi & Helektit) Gua Aia Singkek-Lima Puluh Kota

28
Bagian dari endokarst yang lain adalah adanya biota endemik dan langka terdapat
dalam Gua Karst Aia Singkek Nagari Koto Tinggi Kecamatan Gunung Omeh Kabupaten
Lima Puluh Kota diantaranya adalah udang purba, blind fish, jenis laba-laba beracun,
jangkrik gua, katak gua, kepiting gua, biota gua lainnya yang merupakan hewan langka
dan unik karna keterbatsan cahaya didalam gua yang selalu gelap. Beberapa biota
tersebut dapat dilihat pada gambar berikut;

Gambar 2. 16 Biota Gua Aia Singkek


Beberapa spesies fauna gua, khususnya arthropoda, mempunyai kemampuan
adaptasi yang telah diturunkan selama berjuta-juta tahun sehingga mereka mampu
hidup dan beregenerasi turun temurun dengan kenampakan bentuk yang sangat unik
dan bahkan aneh. Disamping jenis biota tersebut diatas, terdapat juga spesies
kelelawar yang berhabitat di dalam gua. Sigit Wiantoro peneliti LIPI mencatat, dari
sembilan famili kelelawar, tujuh famili kelelawar hidupnya bergantung di ekosistem
gua. Tercatat sedikitnya ada 14 spesies kelelawar dimana 85% merupakan kelelawar
pemakan serangga sedangkan sisanya pemakan buah dan nektar.
Berdasarkan penelitian, satu ekor kelelawar pemakan serangga mampu
memakan tujuh gram serangga, dimana satu koloni bisa mencapai 20 ton serangga
per malam. Bisa dibayangkan berapa jumlah individu serangga yang dimakan kelelawar

29
jika diasumsikan berat serangga sekitar 0.0003 gram. Hal ini sangat membantu
perkembangbiakan tanaman pertanian yang tidak terganggu oleh serangga.
Kelelawar pemakan buah tidak kalah penting dalam membantu proses
regenerasi hutan, seperti dilaporkan oleh Vermaullen & Whitten pada tahun 1999,
bahwa tumbuhan beringin 94-100% bijinya disebarkan oleh kelelawar, sedangkan
sisanya oleh burung dan monyet. Keberlangsungan hutan bakau sebagai bagian dari
ekosistem Pantai juga banyak dibantu oleh kelelawar pemakan madu yang membantu
penyerbukan.
Selain keragaman speleothems dan gua karst serta biota gua di kasawasan
Ekosistem Karst Kabupaten Lima Puluh Kota juga terdapat gugusan bukit terumbu
dengan fosil kerang dan Fosil Terumbu karang. Keberadaan fosil ini dapat menjadi
objek penelitian dalam pengembangan ilmu pengetahuan bidang kebumian. Di
samping kegiatan penelitian juga bermanfaat untuk kegiatan edukasi yang dapat
dirangkai dalam kegiatan geowisata melalui geokonservasi dan geoedukasi.

Gambar 2. 17 Lokasi Fosil Terumbu Karang di Gua Teratai, Kab Lima Puluh Kota

30
b. Ekosistem Karst Kabupaten Agam
Ekosistem Karst Kabupaten Agam tersebar di Kecamatan Baso Nagari Simarasok,
Nagari Kamang Mudiak, Kecamatan Kamang Magek. Gua Kalam atau disebut Gua
Kamang (Gua terpanjang belasan kilometer tembus hingga Kecamatan palupuah
bahkan sampai ke Bonjol Pasaman) sebagai benteng Alam basis pertahanan
perjuangan Pada masa Penjajahan belanda hingga PRRI tahun 1958, Gua Tarang
Nagari Kamang Mudiak Kecamatan Kamang Magek. Gua Tambubuang Rayo dan Gua
Inyiak Udin Jorong Gumarang II nagari Tigo Koto Silungkang Kecamatan Palembayan.
Gua Inyiak janun nagari Kamang Hilia Kecamatan Matur. Terdapat juga Danau karst
kamang, Sink Hole Danau kamang, Spring, Polje, Gua Karst, Bukit karst.

Gambar 2. 18 Ekosistem Karst di Nagari Kamang Ilia, Agam

31
Terdapat 12 gua karst yang di identifikasi secara umum. Potensi Ekosistem Karst
Kabupaten Agam dapat dilihat pada Tabel berikut ini:
Tabel 2. 4 Ekosistem Karst Kabupaten Agam
No Nagari/Kec Endokarst Eksokarst Biota Geologi
1 Kamang Gua kamang/Gua Perbukitan kelelawar Batu Gamping
Mudiak/Kamang kalam karst Hablur
magek Gua Tarang Spring Membentuk
Speleothem punggungan –
2 Kamang Aliran sungai bawah Danau Kelelawar punggungan tajam
Hilia/kamang tanah kamang (Di Timur Laut
magek Gua Binu Sinkhole Bukittinggi)
Gua Di Jorong batu Bukit Karst berwarna putih ke
baraguang Spring abu-abuan pada
Gua Jorong Guguak singkapan yang
Rang Pisang segar dan kelabu
Speleothem gelap/kotor pada
3 Matua Hilia/Matur Gua karst Inyiak Spring Kelelawar yang terlapuk;
janun Sinkhole Laba-laba besar butir pada
Speleothem umumnya berkisar
4 Tigo Koto Gua karst Telaga karst Kelelawar antara 0.5 hingga
Silungkang/ Tambubuang Rayo Sinkhole Landak 5,0mm, setempat
Palembayan Gua Inyiak udin Spring Kukang mungkin lebih
Gua Pacualan besar, umumnya
Speleothem pejal dan berongga
(Rimstone satu atau lebih
Aliran Sungai kumpulan kekar-
Bawah Tanah kekar mungkin
5 Simarasok/Baso Gua Simarasok/Gua Spring Burung terdapat, adanya
Agam Tabik Sinkhole layang- perlapisan yang
Gua/Gua Bunian Karst layang pasti, jarang.
window Ikan Menunjukkan umur
Cockpit Larangan Perm 251 -299 juta
tahun yang lalu
(pTls)

(Sumber. Tinjauan Lapangan 2021)

Keunikan Ekosistem Karst Kabupaten Agam memiliki keragaman yang tinggi


dibandingkan dengan Ekosistem Karst yang terdapat di kabupaten lain. Ekosistem
Karst Kabupaten Agam memiliki Keunikan eksokarst yang memiliki nilai terkemuka
yaitu ponor, bentang lahan karst membentuk lubang tempat masuknya aliran air ke
dalam batu gamping. Masyarakat setempat menyebutnya Danau Kamang (Terusan
Kamang), Cockpit (sela antar bukit karst yang membentuk cekungan) yang nantinya

32
akan membentuk menara karst, perbukitan karst (Conical Karst) dan menara karst.
Keunikan eksokarst Kabupaten Agam dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 2. 19 Ponor (Danau Tarusan Kamang)

Gambar 2. 20 Cockpit & Menara Karst

Ekosistem Karst Kabupaten Agam juga memiliki keragaman speleothems pada


gua karst. Terdapat Speleothems Eksentrik pada Gua Simarasok/Gua Agam Tabik yaitu
Speleothems Pearls Cave, Big Coloum, Drapery, dengan ukuran yang cukup besar
dibandingkan dengan speleothems yang terdapat dibeberapa gua karst pada
Ekosistem Karst di Sumatera Barat. Diantara keunikan speleothems gua karst pada
Ekosistem Karst Kabupaten Agam dapat dilihat sebagai berikut;

33
Gambar 2. 21 Coral Cave Drapery Cone Stalaktit dan Rimstone

Gambar 2. 22 Gua Pacualan dan Siput Gua Pacualan Nagari Tigo


Koto Silungkang Kec. Palambayan

c. Ekosistem Karst Kabupaten Solok Selatan


Ekosistem Karst Kabupaten Solok Selatan tersebar di beberapa Kecamatan
diantaranya Kecamatan Sangir Balai Janggo, Nagari Sungai Kunyit. Ekosistem Karst
Gua Batu Kapal. Gua Batu Kapal terhampar di tengah perkebunan sawit yang
ditemukan pada tahun 1984. Adalah menara karst dengan empat lorong gua dengan

34
masing-masing keunikan pengikisan/erosi air yang menciptakan lorong gua yang luas
dan ditumbuhi lumut berwarna pada saat terkena sinar matahari ini merupakan
keunikan geologi yang sangat rentan terhadap penurunan kualitas lingkungan.
Ekosistem Karst yang terdapat Nagari Ranah Pantai Cermin, Kecamatan Sangir Batang
Hari. Potensi Ekosistem Karst Gua Batu Kapal dapat dilihat pada Tabel berikut:

Tabel 2. 5 Ekosistem Karst Kabupaten Solok Selatan


Lokasi Eksokarst Endokarst Biota Geologi
Nagari Sungai Kunyit Menara karst Telaga Gua karst Lumut Kerak Batu Gamping
Bukit Karst Aliran Sungai Kelelawar Formasi Barisan
Spring bawah tanah Terpualamkan,
Sinkhole terhablur, dan pejal.
Karst Window Batu gamping di
Jejak Ponor bukit cermin
Jejak Stalaktit mengandung
Jejak Stalakmit schwagerina sp dan
Kolom/Tiang Fusulinacea dan
Stalaktit menunjukkan umur
Mini rimstone Perm Awal 200an
Art stone juta tahun yang lalu
Nagari ranah Pantai Bukit karst Gua Bukit Cermin Kelelawar
cermin, nagari sungai Gua Bukit Sungai Burung
mintan kec. Sangir Mintan layang-
batang hari layang

Nagari Lubuak Gua Lubuak Malako


Malako
Nagari Sungai penuh Bukit Karang

Nagari Sapan Salak Gua Ranah Sapan


Kec. Koto Parik Salak
Gadang diateh

Salah satu keunikan dari Ekosistem Karst Kabupaten Solok Selatan yaitu Gua Batu
Kapal. Gua Batu Kapal merupakan Gua karst yang terdapat pada menara karst,
memiliki keunikan bioheritage jenis lumut yang dapat memberikan warna berbeda
pada saat terkena sinar matahari. Warna yang berbeda ini menjadikan batuan Gua
Batu Kapal terlihat indah tanpa harus menggunakan Lampu.

35
Keunikan Gua Batu Kapal dapaat dilihat pada gambar berikut;

Gambar 2. 23 Gua Batu Kapal, Solok Selatan

d. Ekosistem Karst Kabupaten Solok


Ekosistem Karst Kabupaten Solok merupakan bentukan bentang alam karst yang
unik dan berbeda dengan bentangan alam karst di Kabupaten/ kota lainnya di
Sumatera Barat berada di Nagari Talang Babungo Kecamatan Hiliran Gumanti.
Ekosistem Karst terhampar di perbukitan yang berada pada ketinggian kurang lebih
1000-1200 mdpl. Ekosistem Karst terdiri dari eksokarst dan endokarst. Eksokarst dari
Ekosistem Karst Nagari Talang Babungo merupakan bentangan alam yang unik dan
langka yaitu Eksogourdam merupakan bendungan alam seperti tingkatan sawah yang
pinggirannya horizontal. Hidup dan bertumbuh setiap tahunnya. Sehingga menyerupai
dam/ bendungan air yang terkadang juga disebut Kolam renang Alami bertingakat
hingga belasan tingkatan. Kemudian terdapat natural bridge (jembatan alam) yang
terbentuk dari pengikisan batuan kapur oleh aliran sungai sehingga membentuk lorong
pendek yang atapnya menyerupai jembatan.

36
Eksokarst lainnya adalah Spring “Aia Taburo” dengan debit air tinggi yang
mengalir seperti sungai dan membentuk eksogourdan yang dinamai oleh masayarakat
setempat dengan “Aia malanca”. Dapat dilihat pada gambar berikut;

Gambar 2. 24 Springs Karst Aia Taburo (Kiri), Aia Malanca (Kanan), Nagari Talang
Babungo, Kabupaten Solok

Ekosistem Karst Nagari Bukit bais sebagai Ekosistem Karst dengan situs tinggalan
Arkeologi yang cukup tinggi yang diperkirakan berumur 500-1000 tahun yang lalu
berupa gambar cadas atau lukisan sebagai tradisi tulisan/basurek. Seperti gambar
hewan, manusia, simetris dan gambar lainnya yang berjumlah lebih kurang 204 jenis
gambar yang didominasi oleh gambar manusia kangkang. Situs arkeologi purbakala
yang ditemukan di nagari bukit bais ini adalah situs ke lima yang ditemukan setelah
dua situs di Gua Tompok (Tompok Syoih) di Nagari Situmbuk, Kecamatan Salimpauang
dan di Nagari Tigo Jangko, Kecamatan Lintau Buo Utara, Kabupaten Tanah Datar. Dua
di Kabupaten Lima Puluh kota di Gua Lidah Ayia dan Gua Runjo di Nagari Tungkar,
Kecamatan Situjuah Limo Nagari (BPCB Sumbar 2020).

37
Gambar 2. 25 Situs Arkeologi Gua Basurek-Kabupaten Solok

Situs arkeologi purbakala ini menunjukkan adanya interaksi kehidupan manusia


zaman dulu dengan lingkungannya (geologi) dan Interaksi manusia dengan
lingkungannya yang telah berlangsung sejak zaman dahulu selam bertahun-yahun
mengasilkan budaya dan mitos yang hingga saat ini masih dipegang oleh masyarakat
setempat. Gua-gua yang dijadikan sebagai tempat perlindungan atau aktifitas lainnya.
Kehidupan yang selaras dan serasi dengan alam telah membentuk kearifan lokal yang
menjaga lingkungan daan Ekosistem Karst pada kawasan ini.
Bagian Ekosistem Karst Kabupaten Solok dapat dilihat pada table berikut:

Tabel 2. 6 Potensi Ekosistem Karst Kabupaten Solok


Lokasi Eksokarst Endokarst Biota Geologi
Nagari Talang Springs Gua karst Semi Burung Seriti
Babungo Ponor Aktif Kelelawar
Eksogourdam
Sinkhole
Natural Bridge
Sisa Stalaktit
Nagari Bukit Bais. Menara karst Gua Basurek Kelelawar
Kec IX Koto Sungai Polje 3 Gua dengan
Lasi (204 gambar Bukit Batu Karang Ukuran lebih
cadas) Besar

38
e. Ekosistem Karst Kabupaten Sijunjung
Potensi Ekosistem Karst Kabupaten Sijunjung tersebar di empat nagari dan
menjadi bagian dari pengembangan Geopark Silokek yang sudah dinobatkan menjadi
Geopark Nasional Sumatera Barat semenjak tahun 2018.
Ekosistem Karst Kabupaten Sijunjung memiliki Eksokarst Bukit karst (Conical
Karst/kerucut karst), Menara/Tower karst, Table Karst, Hot Springs, Ponor. Endokarst
terdiri dari gua karst, speleothems gua karst dan biota gua endemik yaitu Millipede
Cave. White Millipede Cave adalah biota gua endemik baru ditemukan di Ekosistem
Karst. Biota ini seperti kaki seribu berukuran kecil seperti mie berwarna putih ini
merupakan biota gua endemik yaitu hanya hidup di tempat tertentu pada gua karst
seperti gambar berikut;

Gambar 2. 26 Biota Gua Endemik “ Albino Millipede Cave” dan Jangkrik Gua

Kaki Seribu Putih kecil ini, panjangnya hanya sekitar 10 mm, berwarna sangat
putih dan sering ditemukan di daerah lembab di tanah atau batuan dasar. Biota
endemik dan unik ini terdapat disalah satu gua karst bagian Ekosistem Karst Kabupaten
Sijunjung Nagari Durian Gadang.

39
Gambaran Potensi Ekosistem Karst Kabupaten Sijunjung dapat di lihat pada tabel
berikut:
Tabel 2. 7 Potensi Ekosistem Karst Kabupaten Sijunjung
Lokasi Eksokarst Endokarst Biota Geologi
Nagari Aia Kerucut Karst Gua/Gua Laguang Jangkrik Perbukitan karst disusun
Angek Table Karst Gua/Gua aia tirih, Gua oleh Anggota Batu Gamping
Nagari Paru Menara Karst Gua/Gua Aia Tirih Udang Formasi Kuantan, berumur
Nagari Hot Spring Gua/Gua Batang Lansek Jenis ikan Perm Karbon (PCkl) Terdiri
Durian Doline Gua/Gua Sikumbu Millipede dari Batu gamping, Batu
gadang Uvala Speleotem aktif Cave Sabak, Filit, Serpih
Nagari Spring (Flowstone, Stalaktit, terksikkan dan Kuarsit.
Silokek Sinkhole Stalakmit, Gordeyn) 250jutaan tahun lalu
Speleotem Non Aktif
Guano
Gua Gua Sipungguak
Gua/ Gua sungai Landai
Gua/Gua Basurek
Gua/Gua Talago
Gua/Gua Aying
Gua/Gua Saribu
Jorong Gua/Gua Galoga
Kabun,
Nagari
Sisawah,
Kec Sumpur
Kudus

f. Ekosistem Karst Kabupaten Sawahlunto


Potensi Ekosistem Karst Kabupaten
Sawahlunto menjadi bagian dari Geopark
Nasional Sawahlunto yang terdiri dari eksokarst
bukit batu runciang yang merupakan bukit
menara karst dan Gua janjian yang merupakan
Gua Karst vertikal yang merupakan bentangan
alam endokarst.

Gambar 2. 27 Batu Runciang, Sawahlunto

40
Ekosistem Karst Sawahlunto dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2. 8 Potensi Ekosistem Karst Sawahlunto
Lokasi Eksokarst Endokarst Biota Geologi
Gua Janjian Bukit Karst Gua vertikal Kelelawar Kawasan Karst yang tersusun
Desa Talago Gua janjian Jangkrik Gua oleh batu Gamping Formasi
Gunung Kec. Speleotem aktif Silungkang, Batu Gamping
Barangin Speleotem semi mengandung sisipan tipis
aktif serpih batu pasir dan Tuf (Psl)
Aliran Sungai Berumur Karbon. Berumur
bawah tanah 200an jutan tahun yang lalu
Batu Runciang Bukit Karst
Desa
Silungkang Oso

g. Ekosistem Karst Kabupaten Tanah Datar

Gambar 2. 28 Bukit Karst Lintau Buo

Potensi Ekosistem Karst Tanah Datar terkenal dengan Gunung Seribu yang
berada di Kawasan Karst Lintau Buo merupakan perbukitan karst yang sangat rapat
sebagai bentangan alam eksokarst termasuk sinkhole dan spring serta speleothem aktif
sebagai bentangan alam endokarst.

41
Potensi Ekosistem Karst Kabupaten Tanah datar dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2. 9 Potensi Ekosistem Karst Kabupaten Tanah Datar
Lokasi Eksokarst Endokarst Biota Geologi
Lintau Buo Perbukitan Gua/Gua Indah Angrek Karst Perbukitan karst disusun
Nagari Lubuak karst ( Pangian Kelelawar oleh Anggota Batu
Selo Gunung Gua/Gua Situmbuak Gamping Formasi
Seribu) Kuantan, berumur Perm
Spring Karbon (PCkl) Terdiri dari
Bukit Soda Batu gamping, Batu
(Kerucut Karst) Sabak, Filit, Serpih
Sinkhole terksikkan dan Kuarsit
jorong seroja, Spring aia Gua Situmbuak 250jutaan tahun lalu
nagari lubuak janiah
jantan Sinkhole aia
luluih
Jorong Padang Bukit Karst Gua/Gua Jawi
Laweh Nagari
Tanjung Bonai
Nagari Lubuak Sinkhole Gua/gua Poran
Selo Spring Gua/Gua Pipik
Uvala Gua/Gua
Polje Ijuak/walet
Aliran Sungai
Bawah Tanah
Speleotem semi
aktif
Speleoten Aktif
Sisa Speleotem

h. Ekosistem Karst Kabupaten Dharmasraya


Tinjauan lapangan di Kabupaten Dharmasraya dilakukan di Nagari Gunung
Selasih dan Nagari Timpeh. Dua lokasi karst ini telah dimanfaatkan masyarakat sebagai
ekowisata. Kawasan gua/gua karst di Nagari Gunung Selasih berada di dalam kawasan
hutan, yang saat ini dikelola oleh kelompok perhutanaan sosial dengan skema hutan
desa yang memiliki luas lebih kurang 4000 Ha. Secara kasat mata kawasan hutan di
sekitar gua ini masih terjaga dengan baik, meskipun juga masih terdapat penebangan
liar di sekitar kawasan. Di sekitar gua terdapat sumber air. Gua ini sudah mulai
dijadikan tempat pengambilan sarang burung walet dan objek wisata oleh masyarakat

42
dan juga sudah ada pembangunan toilet di sekitar gua yang didanai oleh Dinas
Pariwisata Kabupaten Dharmasraya.

Gambar 2. 29 Endokarst di Nagari Gunung Selasih (Kiri) dan Endokarst Gua Cindua Mato
(Kanan), Timpeh, Kabupaten Dharmasraya

Sementara di Nagari Timpeh terdapat gua Cindua Mato, letaknya berada di


tengah kebunan kelapa sawit. Di atas gua ini masih terdapat hutan yang terlindung
keasliannya. Di sekitar gua terdapat aliran sungai yang hilang ke dalam gua. Namuan
pada endokarst gua ini sudah terdapat coretan vandalisme

Gambar 2. 30 Aliran air sungai karts (spring) Gua Suko, Kabupaten Dharmasraya

43
i. Ekosistem Karst Kota Padang Panjang

Gambar 2. 31 Gua Batu Batirai, Padang Panjang

Dari Hasil survey diketahui bahwa Kota Padang Panjang memiliki potensi batu
kapur (Batu gamping) berbatasan dengan jalur Bukit Barisan. Sebaran batu gamping
di wilayah administrasi kota Padang Panjang terletak pada sisi Selatan di sepanjang
Bukit Tui secara geologi termasuk Batu gamping. Sebarana batu gamping ini menerus
hingga ke Kabupaten Tanah Datar. Sehingga secara administratif sebaran sumber daya
batu gamping ini berada pada dua daerah, yaitu: Kota Padang Panjang dan Kabupaten
Tanah Datar. Sedangkan berdasarkan status lahan menurut status kawasan hutan,
daerah ini berada pada Area Penggunaan Lain (APL) dan Hutan Lindung (HL). Dari
hasil perhitungan dengan metode garis kontur pada daerah batasan perhitungan
sumberdaya seluas 818 Ha, maka didapatkan sumberdaya batu gamping sejumlah
6.144.663.609ton (ρ = 2,4 ton/ m3) Sumberdaya ini ditutupi oleh tanah penutup
dengan volume 10.298.870 m3.

44
Tabel 2. 10 Potensi Ekosistem Karst Kota Padang Panjang.
Lokasi Eksokarst Endokarst Geologi
Kelurahan • Mata Air • Gua karst batu Batirai Formasi batu gamping
kampung • Bukit Karst • Aliran air bawah Hablur/mengkristal, Pre tersier
manggis tanah dengan ciri karst membentuk
• Speleotem punggungan tajam berwarna
(Flowstone, Colum, putih ampai abu-abu dan kelabu
Curtain, Gordyn, gelap/kotor. Umumnya pejal dan
stalaktit, Stalakmit) berongga beberapa tempat
• Biota Gua Karst terdapat kekar ada yang berlapis
(landak Gua, berumur Perm. Sama juga dengan
Serangga semut, Formasi batu gamping hablur
Burung seriti, pacet yang berada 7 kilometer sebelah
Siamang) utara danau singkarak
Kelurahan Bukit • Mata Air mengandung fosil Schwgerina. SP
Surungan Lubuk mata yang disterminasikan oleh darwin
Kucing Kadar direktorat geologi 8
• Bukit Karst Desember 1972 menunjukkan
umur Perm (sama dgn kamang,
barat singkarak,)

2.2. Kondisi Pengelolaan Ekosistem Karst Provinsi Sumatera Barat Saat ini

2.2.1. Kondisi Daya Dukung Daya Tampung Lingkungan Hidup


Jasa Ekosistem yang terdapat di kawasan karst sangat banyak mulai dari jasa
pnyedian, pengaturan, budaya dan pendukung yang berjumlah 12 jasa. Dari 12 Jasa
tersebut ada tiga jasa eksositem yang sangat besar peranannya di dalam Ekosistem
Karst yaitu sebagai penyedia air, penyedia sumberdaya genetik dan pengatur tata
aliran air dan banjir.

45
Gambar 2. 32 Sumber Air di Ekosistem Karst

a. Jasa Penyediaan Air


Daya dukung penyediaan air di wilayah Ekosistem Karst di Sumatera Barat
bervariasi disetiap tempat. Namun demikian kondisi yang umum adalah sedang (53%),
sekitar 23% wilayah memiliki penyediaan air yang rendah hingga sangat rendah,
kondisi ini dapat dipahami karena adanya pengaruh topografi yang berbukit dan
bergunung. Pengamatan lapangan menunjukkan adanya indikasi aliran air yang hilang
dari aliran permukaan menjadi aliran sungai bawah tanah dengan ditemukannya
sinkhole atau ponor yang dalam terminologi lokal disebut aia lului. Fenomena aia lului
ini umum ditemukan di lingkungan Ekosistem Karst di Sumatera Barat, misalnya bisa
ditemukan di Jorong Bulakan Nagari Tanjung Gadang Kacamatan Lareh Sago
Kabupaten Limapuluh Kota, Nagari Batu Bulek Kecamatan Lintau Buo Utara Kabupaten
Tanah Datar, Nagari Kamang Mudiak Kecamatan Kamang Magek Kabupaten Agam,
Dusun Guguk Sembahyang Kecamatan Baringin Kota Sawahlunto, dan mungkin juga
lokasi-lokasi lain yang belum sempat tereksplor.

46
Grafik 2. 1 Persentase Luas Jasa Penyediaan Air Bersih di Ekosistem Karst

Berdasarkan grafik terdapat sekitar 23% wilayah kajian yang memiliki daya
dukung dan daya tampung air yang tinggi hingga sangat tinggi. Daerah pertama yang
memiliki DDDTLH Jasa Penyediaan Air yang tinggi hingga sangat tinggi umumnya
merupakan dataran aluvial yang berada di bawah perbukitan karst yang mendapatkan
manfaat dari konservasi alami yang dilakukan oleh Ekosistem Karst melalui sungai-
sungai bawah tanah yang kemudian muncul sebagai mata air. Daerah kedua yang
memiliki DDDTLH jasa penyediaan air yang tinggi hingga sangat tinggi adalah dataran
fluvio-vulkanik disekitar Ekosistem Karst yang membawa aliran air pegunungan vulkan
yang kemudian masuk menerobos batu gamping melalui sinkhole dan/ atau mulut gua.
Data pada grafik di atas memperlihatkan bahwa dari 16 Kabupaten/kota yang
memiliki Ekosistem Karst hanya 4 kabapaten/kota yang lebih dari 50% luas karstnya
memiliki jasa penyediaan air tinggi hingga sangat tinggi, yaitu Kota Payakumbuh, Kota
Solok, Kota Padang Panjang dan Kabupaten Dharmasraya, selebihnya dibawah 50%.
Daerah-daerah yang Ekosistem Karstnya relatif kering adalah Kota Solok, Kabupaten
Pesisir Selatan, Pasaman, Kota Sawahlunto dan Kota Padang.

47
100%
80%
60%
40%
20%
0%

SANGAT… TINGGI SEDANG RENDAH SANGAT…

Grafik 2. 2 Persentase Luas Jasa Penyediaan Air Bersih per Kabupaten/Kota


di Ekosistem Karst Provinsi Sumatera Barat

Tabel 2. 11 Sebaran Luas Jasa Penyediaan Air Bersih di Ekosistem Karst

SANGAT SANGAT
No KABUPATEN TINGGI SEDANG RENDAH TOTAL
TINGGI RENDAH
1 Agam 1.276,92 12.707,73 25.569,78 17.002,34 - 56.556,78
2 Dharmasraya 14.116,08 16.289,44 22.311,21 924,37 3.411,86 57.052,96
3 Kota Padang 89,30 563,70 10.738,95 937,45 69,19 12.398,59
4 Kota Padang Panjang - 1.087,43 706,52 201,13 - 1.995,09
5 Kota Payakumbuh 2.082,00 522,80 437,67 60,12 - 3.102,59
6 Kota Sawahlunto - 191,50 11.269,02 1.180,81 - 12.641,34
7 Kota Solok 74,12 1.224,63 389,31 23,35 - 1.711,41
8 Lima Puluh Koto 3.023,78 6.158,61 19.668,44 14.180,11 1.562,21 44.593,14
9 Padang Pariaman 593,75 265,58 7.029,60 156,93 8,88 8.054,74
10 Pasaman - 1.001,51 22.062,98 5.163,84 1.871,87 30.100,20
11 Pasaman Barat 2.152,45 20.452,27 32.462,42 5.252,40 82,22 60.401,76
12 Pesisir Selatan - - 2.617,44 190,30 - 2.807,73
13 Sijunjung - 31.559,01 79.926,61 2.397,10 24.185,71 138.068,44
14 Solok 1.725,65 3.987,58 78.284,57 37.987,37 16.386,82 138.371,99
15 Solok Selatan - 12.118,08 50.212,87 10.377,41 13.666,04 86.374,40
16 Tanah Datar 277,18 34.053,62 32.130,46 13.614,09 6.790,02 86.865,37
KARST SUMATERA BARAT 25.411,23 142.183,51 395.817,86 109.649,13 68.034,81 741.096,53

48
Gambar 2. 33 Peta Daya Dukung dan Daya Tampung Jasa Penyediaan Air.

b. Jasa Penyediaan Sumber Daya Genetik


Daya dukung daya tampung lingkungan hidup berbasis jasa ekosistem penyedia
sumber daya genetik berhubungan dengan keanekaragaman hayati yang terdiri dari
flora dan fauna dimana keanekaragaman hayati yang tinggi akan diikuti dengan
sumber daya genetik yang melimpah.Ketersediaan dan distribusi sumberdaya genetik
ditentukan oleh jenis ekosistem yaitu ekoregion dan penutup lahan khususnya areal
bervegetasi. Pada umumnya, keberadaan tutupan lahan dengan karakteristik vegetasi
yang rapat, seperti hutan lindung dan hutan konservasi, akan memberikan potensi
yang tinggi terhadap keanekaragaman hayati di suatu wilayah.

49
PERSENTASE JASA PENYEDIAAN SUMBERDAYA GENETIK
(P5)
di Kawasan Karst Provinsi Sumatera Barat

SANGAT
9% TINGGI
37%
24% TINGGI

SEDANG
19% 11%

RENDAH

Grafik 2. 3 Persentase Luas Jasa Penyediaan Sumberdaya Genetik di Ekosistem Karst

Berdasarkan data pada Gambar secara umum kondisi jasa penyediaan sumber
daya genetik di Kawasan Karst Provinsi Sumatera Barat memiliki potensi yang dominan
sangat Tinggi sebesar 37% dengan luas 271.038 Ha. Kawasan yang berpotensi tinggi
sebesar 27% dengan luas 84.143 Ha, kawasan yang berpotensi sedang sebanyak 25%
dengan luas 143.317 Ha, kawasan yang berpotensi rendah sebanyak 6% dengan luas
174.604 Ha dan kawasan yang berpotensi sangat Rendah sebanyak 6% dengan luas
67.992 Ha.
Besarnya potensi penyediaan sumber daya genetik dipengaruhi oleh jenis tutupan
lahan pada kawasan karst, antara lain: hutan lahan kering primer, hutan lahan kering
sekunder, perkebunan campuran hingga ke jenis penutupan semak belukar dan
sungai. Jenis-jenis tutupan lahan tersebut menjadi habitat utama bagi berbagai jenis
flora dan fauna. Pada daerah dengan pengelolaan lahan yang intensif seperti Sawah
dan ladang menjadi tempat sumber daya genetik yang diklasifikasikan sedang hingga
sangat rendah.
Berdasarkan data pada Tabel Kabupaten di Kawasan Karst Provinsi Sumatera
Barat dengan jasa penyediaan sumber daya genetik yang potensial tinggi dan sangat
tinggi total 48%. Berdasarkan luas areal, kawasan potensial tinggi dan sangat tinggi
berada di Kabupaten Solok seluas 65.025 Ha dan Kabupaten Solok Selatan seluas

50
55.877 Ha menjadi tempat terbaik terjaganya kelestarian sumber daya genetik di
Provinsi Sumatera Barat. Kondisi hutan primer, bergunung dan berbukit, sulit di akses,
kawasan hutan konservasi dengan luasan yang sangat luas merupakan pendukung
terjaganya kelestarian sumber daya genetik.

Tabel 2. 12 Sebaran Luas Jasa Penyediaan Sumberdaya Genetik di Kawasan Karst


Provinsi Sumatera Barat
SANGAT SANGAT
No KABUPATEN TINGGI SEDANG RENDAH TOTAL
TINGGI RENDAH
1 Agam 16.494,24 13.306,45 6.757,92 17.183,99 2.814,18 56.556,78
2 Dharmasraya 10.502,49 6.617,17 6.511,49 24.974,41 8.447,40 57.052,96
3 Kota Padang 7.007,22 328,69 2.462,00 795,41 1.805,27 12.398,59
4 Kota Padang Panjang 490,27 424,39 17,51 968,75 94,18 1.995,09
5 Kota Payakumbuh 136,23 1.020,79 196,20 1.053,53 695,84 3.102,59
6 Kota Sawahlunto 501,91 25,11 7.399,62 3.002,45 1.712,25 12.641,34
7 Kota Solok 230,09 19,42 95,70 1.093,53 272,67 1.711,41
8 Lima Puluh Koto 10.232,57 8.005,86 10.079,03 11.844,75 4.430,93 44.593,14
9 Padang Pariaman 6.003,17 279,25 632,39 842,33 297,59 8.054,74
10 Pasaman 17.283,16 214,07 8.827,21 1.504,44 2.271,32 30.100,20
11 Pasaman Barat 20.505,07 13.956,68 9.339,96 14.855,53 1.744,53 60.401,76
12 Pesisir Selatan 2.619,83 14,22 135,06 31,89 6,73 2.807,73
13 Sijunjung 44.121,43 9.629,92 28.969,45 42.711,11 12.636,52 138.068,44
14 Solok 62.863,77 2.161,28 39.607,99 15.146,27 18.592,67 138.371,99
15 Solok Selatan 45.765,98 10.111,35 11.406,37 13.255,01 5.835,70 86.374,40
16 Tanah Datar 26.281,45 18.028,80 10.879,47 25.340,71 6.334,94 86.865,37
KARST SUMATERA BARAT 271.038,88 84.143,42 143.317,38 174.604,11 67.992,73 741.096,53

Secara keseluruhan, semua kabupaten yang masuk dalam Kawasan Karst


Provinsi Sumatera Barat memiliki potensi penyediaan sumber daya genetik yang tinggi
dan sangat tinggi. Kondisi ini menunjukkan bahwa Kawasan Karst Provinsi Sumatera
Barat memiliki kekayaan dan keanekaragaman flora dan fauna. Hal penting yang
menjadi perhatian dalam perlindungan Kawasan Karst di Provinsi Sumatera Barat
adalah kerusakan kawasan karst sangat mempengaruhi kondisi penyediaan sumber
daya genetik menjadi rendah dan sangat rendah dengan dominasi persentase hingga
42%.

51
100%
90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%

SANGAT TINGGI SEDANG RENDAH SANGAT


TINGGI RENDAH

Grafik 2. 4 Persentase Luas Jasa Penyediaan Sumberdaya Genetik per-Kabupaten/Kota di


Ekosistem Karst Provinsi Sumatera Barat

Gambar 2. 34 Gambar Peta Daya Dukung dan Daya Tampung Jasa Penyediaan
Sumberdaya Genetik

52
c. Jasa Pengaturan Tata Aliran Air dan Banjir
Jasa ekosistem pengaturan tata air dan banjir berkaitan dengan kemampuan
ekosistem dalam pengaturan tata air meliputi penyimpanan air, pengendalian banjir,
serta pemeliharaan ketersediaan air. Jasa ekosistem pengaturan tata air dan banjir
sangat dipengaruhi oleh kondisi fisiografi wilayah serta tutupan lahan. Semakin rapat
tutupan lahan, maka potensi pengaturan tata aliran air dan banjir akan semakin baik
karena keberadaan tumbuhan dapat menjadi penyimpan cadangan air dari proses
hidrologi. Kawasan karst memiliki karakteristik hidrologi yang unik berada pada
simpanan air dibawah permukaan karst, karena sifat batuan karbonat yang mempunyai
banyak rongga/celah akibat batuan yang mudah larut oleh air.

SANGAT
TINGGI

24% 11% TINGGI


8%
SEDANG

17%
RENDAH
40%
SANGAT
RENDAH

Grafik 2. 5 Persentase Luas Jasa Pengaturan Tata Aliran Air dan Banjir di
Kawasan Karst Provinsi Sumatera Barat

Berdasarkan informasi peta dapat dilihat bahwa secara umum pengaturan tata
aliran air dan banjir di Ekosistem Karst Provinsi Sumatera Barat dominan adalah pada
kelas sedang dengan persentase 40% atau seluas 296.458 Ha. Kawasan dengan
potensi sangat tinggi sebesar 12% atau seluas 82.415 Ha, kawasan dengan potensi
tinggi sebesar 7% atau seluas 55.140 Ha, sedangkan kawasan dengan kelas rendah
sebesar 17% atau seluas 127.929 Ha dan kawasan dengan kelas sangat rendahsebesar
24% atau seluas 179.152 Ha. Potensi yang sangat tinggi sebagian besar banyak berada

53
pada hutan lahan kering sekunder. Hutan memiliki peranan penting dalam
penyimpanan air dan pengendalian banjir, khususnya pada fisiografi jenis kerucut
lereng dan kaki gunung api.

Gambar 2. 35 Ilustrasi Sistem Tata Aliran Air pada Ekosistem Karst

Tabel 2. 13 Sebaran Luas Jasa Pengaturan Tata Aliran Air dan Banjir di Kawasan Karst
Provinsi Sumatera Barat
SANGAT SANGAT
No KABUPATEN TINGGI SEDANG RENDAH TOTAL
TINGGI RENDAH
1 Agam 4.044,53 7.295,63 29.305,48 7.047,72 8.863,43 56.556,78
2 Dharmasraya 2.336,89 8.205,97 18.347,83 20.757,23 7.405,04 57.052,96
3 Kota Padang 5.380,40 - 2.016,74 3.568,58 1.432,88 12.398,59
4 Kota Padang Panjang 43,54 724,50 1.191,63 8,93 26,50 1.995,09
5 Kota Payakumbuh - 888,80 2.003,02 29,10 181,67 3.102,59
6 Kota Sawahlunto - 25,11 501,91 2.745,64 9.368,68 12.641,34
7 Kota Solok - 10,21 313,42 126,37 1.261,41 1.711,41
8 Lima Puluh Koto 1.299,16 5.504,85 19.482,31 4.859,93 13.446,89 44.593,14
9 Padang Pariaman 3.335,22 309,30 3.448,02 665,54 296,66 8.054,74
10 Pasaman 2.666,66 0,19 15.388,27 5.450,53 6.594,55 30.100,20
11 Pasaman Barat 4.098,37 10.995,48 32.937,74 4.384,43 7.985,75 60.401,76
12 Pesisir Selatan 2.617,44 - 16,61 173,68 - 2.807,73
13 Sijunjung 5.987,52 - 48.587,50 39.163,92 44.329,50 138.068,44
14 Solok 26.873,71 871,19 44.878,97 20.976,13 44.771,99 138.371,99
15 Solok Selatan 8.408,70 1.167,73 48.753,97 12.433,34 15.610,65 86.374,40
16 Tanah Datar 15.323,49 19.141,96 29.285,46 5.537,97 17.576,49 86.865,37
KARST SUMATERA BARAT 82.415,62 55.140,91 296.458,88 127.929,03 179.152,08 741.096,53

Berdasarkan data grafik pada tabel dan gambar sebagian besar Ekosistem Karst
Provinsi Sumatera Barat memiliki jasa pengaturan tata aliran air dan banjir yang

54
dominan sedang hingga sangat rendah. Hal ini dipengaruhi oleh sifat akuifer karst yang
cenderung anisotropis karena dominasi proses pelarutan yang menghasilkan rekahan,
retakan dan lorong conduit yang tidak beraturan, sehingga dapat dijelaskan bahwa
kemampuan/respon batuan karst untuk menahan air hujan relative kecil (cepat dalam
mengalirkan air) hingga air langsung melalui rekahan/retakan, lubang ponor, sinkholes
hingga memasuki lorong-lorong conduit.

Grafik 2. 6 Persentase Luas Jasa Penyediaan Sumberdaya Genetik per Kabupaten/Kota


di Kawasan Karst Provinsi Sumatera Barat

55
Gambar 2. 36 Peta Daya Dukung dan Daya Tampung Jasa Pengaturan Tata Aliran Air
dan banjir

d. Status Daya Dukung dan Daya Tampung Air


Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor
297/Menlhk/Setjen/PLA.3/4/2019 tentang Status Daya Dukung dan Daya Tampung Air
Nasional. Analisis dilakukan untuk mengetahui secara kuantitatif kemampuan daya
dukung air di Kawasan Karst Provinsi Sumatera Barat berupa potensi ketersediaan dan
kebutuhan air pertahun. Analisis dilakukan dengan mempertimbangkan jumlah
populasi dan luasan kawasan di suatu daerah. Potensi ketersediaan air dianalisis
berdasarkan kondisi Curah Hujan bulanan rata-rata (P); Hari Hujan bulanan rata-rata
(n); dan Evapotranspirasi Potensial (ETo) serta mengukur Catchment Area Genangan
dan Debit Andalan. Hasil analisis akan diperoleh data ketersediaan dan kebutuhan air
pertahun.

56
Tabel 2. 14 Indikasi Status Daya Dukung Air di Kawasan Karst
Provinsi Sumatera Barat.
Belum
UNIT Kebutuhan Air Total (M 3/Tahun) Indikasi Terlampaui
JUMLAH Ketersediaan Terlampaui
ANALISIS Status
POPULASI (M 3/Tahun)
KABUPATEN Domestik Lahan Total Ekosistem

Agam 158.372 203.964.368 6.841.670 274.408.604 281.250.275 Terlampaui 54% 46%


Belum
Dharmasraya 78.872 277.653.064 3.407.270 184.334.869 187.742.140 82% 18%
Terlampaui
Belum
Kota Padang 103.754 268.017.427 4.482.173 31.489.466 35.971.639 98% 2%
Terlampaui
Belum
Kota Padang Panjang 51.746 22.079.685 2.235.427 15.995.136 18.230.563 63% 37%
Terlampaui
Belum
Kota Payakumbuh 68.225 32.363.003 2.947.320 27.854.909 30.802.229 56% 44%
Terlampaui
Belum
Kota Sawahlunto 29.411 67.695.066 1.270.555 56.600.642 57.871.197 35% 65%
Terlampaui
Belum
Kota Solok 30.792 12.410.769 1.330.214 9.180.009 10.510.223 82% 18%
Terlampaui
Lima Puluh Koto 75.979 221.987.245 3.282.293 222.990.720 226.273.013 Terlampaui 51% 49%
Belum
Padang Pariaman 10.218 115.958.067 441.418 11.703.237 12.144.654 98% 2%
Terlampaui
Pasaman 22.318 29.634.061 964.138 56.129.847 57.093.985 Terlampaui 72% 28%
Belum
Pasaman Barat 58.004 196.908.011 2.505.773 172.859.297 175.365.069 56% 44%
Terlampaui
Belum
Pesisir Selatan 451 6.849.699 19.483 148.099 167.582 99% 1%
Terlampaui
Belum
Sijunjung 102.933 694.560.811 4.446.706 353.806.622 358.253.327 77% 23%
Terlampaui
Belum
Solok 166.462 612.724.131 7.191.158 356.699.627 363.890.785 67% 33%
Terlampaui
Belum
Solok Selatan 53.232 296.472.393 2.299.622 126.278.450 128.578.072 81% 19%
Terlampaui
Belum
Tanah Datar 259.208 663.801.556 11.197.786 464.232.738 475.430.524 64% 36%
Terlampaui
Ekosistem
Belum
Karst 1.269.977 3.723.079.357 54.863.006 2.364.712.270 2.419.575.277 69% 31%
Terlampaui
Sumbar

Hasil analisis diketahui bahwa ketersediaan air di Kawasan Karst Provinsi


Sumatera Barat adalah 3.723.079.357m3/tahun dibandingkan dengan total kebutuhan
air domestik dan kebutuhan air lahan sebesar 2.419.575.277 m3/tahun, maka status
daya dukung dan daya tampung air kawasan karst dapat diindikasikan belum
terlampaui.
Kabupaten yang memiliki ketersediaan air dari kawasan karst terbanyak berada
di dua Kabupaten yaitu Kabupaten Sijunjung dan Kabupaten Solok dengan total
1.307.284.942m3/Tahun hal ini dipengaruhi oleh luas kawasan karst di kedua
kabupaten tersebut mencapai luasan 276.440 Ha atau 37% dari luas kawasan Karst
Sumatera Barat. Sedangkan Kebutuhan air total di Kabupaten Sijunjung dan Kabupaten

57
Solok diketahui sebanyak 722.144.112 m3/tahun, sehingga dapat diindikasikan status
daya dukung dan daya tampung air kawasan karst dapat di kedua Kabupaten tersebut
belum terlampaui dan masih surplus mencapai 585.140.829 m3/tahun.
Kondisi status daya dukung dan daya tampung air kawasan karst yang
diindikasikan sudah terlampaui berada pada kawasan di tiga Kabupaten, yaitu:
Kabupaten Agam, Kabupaten Lima Puluh Koto dan Kabupaten Pasaman.
Terlampauinya daya dukung air dipengaruhi oleh besarnya kebutuhan air untuk lahan
pertanian baik sawah dan ladang, dimana diketahui Provinsi Sumatera Barat sebagai
lumbung pangan di Pulau Sumatera saat ini sudah mulai memanfaatkan kawasan
Ekosistem Karst untuk lahan pertanian.
Untuk mengetahui kondisi status daya dukung air di Kawasan Karst Provinsi
Sumatera Barat secara rinci maka dilakukan analisis sebaran luas areal yang terlampaui
dan belum terlampaui pada setiap Kabupaten. Hasil analisis sebaran kondisi status
daya dukung air perKecamatan berdasarkan luas areal yang terlampaui dan belum
terlampaui disajikan sebagai berikut.

Grafik 2. 7 Status Daya Dukung Air di Kawasan Karst Provinsi Sumatera Barat.

58
Hasil analisis menunjukkan bahwa Kondisi daya dukung air di Kawasan Karst
Provinsi Sumatera Barat masih tergolong baik dimana 69% masih tergolong belum
terlampaui dan hanya 31% yang telah terlampaui. Meski demikian faktor potensi
kerentanan kerusakan Ekosistem Karst yang tergolong tinggi, Sehingga potensi daya
dukung air akan menurun setiap tahunnya jika tidak dilakukan pengelolaan secara baik.
Faktanya dapat diketahui dari sebaran lokasi-lokasi yang daya dukung airnya terlampui
sudah tersebar di semua Kabupaten/kota.

2.2.2. Kondisi Gua di Ekosistem Karst Sumatera Barat

a. Gua Aia Singkek dan Gua Teratai Kecamatan Gunung Omeh, Kabupaten
Lima Puluh Kota
Gua Aia Singkek adalah gua yang terdapat di Nagari Koto Tinggi, Kecamatan
Gunuag Omeh, Kabupaten Limapuluh Kota. Tutupan lahan di atas dan hamparan gua
sudah banyak yang beralih fungsi, dimana yang dulunya kebun campuran sudah
berubah menjadi kebun jeruk, begitu juga hamparan sawah yang terdapat di dataran
antara dua gua telah dialih fungsikan menjadi embung. Pada mulut gua, telah
dilakukan proses pembukaan area, dimana pada mulanya akses untuk kedalam gua
melalui celah sempit secara vertical namun untuk mempermudah jalan masuk maka
dilakukan pembukaan sehingga akses masuk lebih mudah (secara horizontal).

59
Gambar 2. 37 Gua Aia Singkek, Kabupaten Lima Puluh Kota

Embung yang ada diantara dua gua, pada mulanya adalah lahan sawah, namun
dalam pelaksanaannya sawah tersebut gagal panen karena serangan hama babi dan
tikus. Kalau melihat dari definisi embung berdasarkan buku Pedoman Teknis
Konservasi Air yang diterbitkan oleh Direktorat Pengelolaan Air Irigasi, Kementerian
Pertanian (2011) adalah bangunan konservasi air berbentuk cekungan di sungai atau
aliran air berupa urugan tanah, ukugan batu, beton. Namun hasil wawancara yang
dilalukan embung tersebut nantinya akan digunakan sebagai tempat memelihara ikan
sekaligus menjadi tempat wisata pancing (ada pemberian pakan pellet oleh
pengunjung nanatinya) sehingga jika ini terlaksana maka fungsi embung sebagai
tempat penyimpan cadangan air akan berubah menjadi tempat memelihara ikan,
padahal air yang mengalir dari embung tersebut nantinya akan masuk dan mengalir
ke Gua Aia Singkek. Air yang mengalir dari Gua Aia Singkek selanjutnya akan mengalir
untuk mengairi sawah dibagian hilir.
Terkait dengan pengelolaan Karst, maka belum pernah dilakukan sosialisasi
tentang dampak dan bahaya karst jika dimanfaatkan tanpa pengeloaan yang baik.
Mengingat adanya potensi gua tersebut masyarakat menginginkan agar lokasi ini
menjadi salah satu objek wisata.

60
b. Gua Simarasok, Kabupaten Agam
Gua Simarasok adalah gua yang terdapat di Jorong Koto Tuo Nagari Simarasok
Kecamatan Baso, Kabupaten Agam. Tutupan lahan dibagian atas didominasi pohon-
pohon tanaman keras seperti beringin, kulit manis, kopi, durian dll, sedangkan
tanaman di mulut dan sekitar gua berupa beringin, perdu, tanaman merambat dan
jenis paku-pakuan. Gua ini disamping dimanfaatkan sebagai salah satu objek wisata
gua oleh masyarakat tempatan juga melakukan proses pengambilan pasir dalam
sungai di dalam gua sebagai mata pencaharian. Dari informasi masyarakat pasir ini
tidak pernah habis karena ketika hujan dari hulu akan membawa material pasir dan
terkumpul di gua. Air yang mengalir keluar gua sebelum dimanfaatkan untuk pertanian,
maka di depan mulut gua sepanjang 100 meter oleh masyarakat di buat lubuk
larangang dengan menebar ikan nila, mas. Air tersebut selanjutnya mengalir dan
digunakan untuk pembangkit PLTA Padang Tarok.

Gambar 2. 38 Tampak luar Gua Simarasok, Kabupaten Agam

Akses masuk ke dalam gua tidak bisa ditempuh dengan jalan kaki, karena gua
dipenuhi oleh air sehingga untuk masuk menggunakan perahu yang dikelola oleh

61
pemuda setempat. Ornamen yang terdapat di dalam gua seperti stalaktit, stalakmit,
coloum, gorden, flowstone, gordam, straw dll.

Gambar 2. 39 Tampak dalam Gua Simarasok, Kabupaten Agam

Ditemukan banyak aktifitas masyarakat yang mengambil pasir menggunakan


perahu, rata-rata setiap perahu dapat mengangkut 1.5m3 pasir dengan ritasi 3-4
kali/orang. Disamping keindahan dari ornament gua, di dalam gua juga ditemukan
bangunan kayu bekas pengambilan sarang burung wallet yang marak pada tahun 1997
– 2004 bahkan sampai menjadi konflik antar warga serta sampah yang tersangkut
diantara karst maupun di dataran pasir. Sampah tersebut berasal dari sampah dibagian
hulu yaitu Kota Bukittinggi yang ketika hujan serta debit yang tinggi akan membawa
sampah dan tersangkut di dalam gua.
Terkait pentingnya karst bagi kehidupan, sampai saat ini masyarakat belum
pernah mendapatkan sosialisai pentingnya karst baik bagi kehidupan dan lingkungan.
Namun begitu beberapa kali kegiatan gotong royong dilakukan melibatkan semua
jorong yang ada di Nagari Simarasok.

62
c. Gua Pangian, Kabupaten Tanah Datar

Gambar 2. 40 Karst di Nagari Pangian, Kabupaten Tanah Datar

Potensi pariwisata Ekosistem Karst di Nagari Pangian hanya satu, yaitu Gua
Indah Pangian. Destinasi wisata ini telah lama dikembangkan oleh Nagari Pangian.
Pada awalnya dijadikan sebagai wisata massal, namun karena ada kejadian batu karst
di tebing bukit dekat mulut gua runtuh menimpa seorang masyarakat yang sedang
memancing dibawahnya, maka untuk sementara destinasi wisata hanya dimaksudkan
untuk wisata minat khusus (misalnya kepentingan penelitian). Kejadian runtuhnya
batuan karst tebing bukit cukup sering terjadi sehingga sangat berbahaya. Akses
menuju lokasi juga berbahaya, wisatawan berjalan di pinggir jurang yang
disampingnya terdapat aliran air sungai yang deras saat setelah hujan. Pemerintah
Nagari Pangian berencana untuk melakukan pengembangan dengan membangun
wahana waterpark, kira-kira 800 meter sebelum menuju mulut Gua Indah Pangian.

63
d. Gua Batu Kapal, Kabupaten Solok Selatan

Gambar 2. 41 Gua Batu Kapal, Kabupaten Solok Selatan

Gua Batu Kapal adalah gua yang terdapat di Nagari Sungai Kunyit Barat
Kecamatan Sangir Balai Janggo, Kabupaten Solok Selatan. Tutupan lahan dibagian atas
didominasi pohon-pohon tanaman keras sedangkan di tebing-tebing gua berupa
tanaman perdu dan paku-pakuan. Hamparan di sekeliling gua berupa tanaman keras
dan tanaman sawit masyarakat. Gua ini mulai dibuka ketika pembukaan lahan untuk
program transmigrasi sekitar tahun 1984. Program transmigrasi ini awalnya dengan
penanaman karet namun kondisi saat ini telah banyak yang berubah menjadi sawit.
Kegiatan pertanian/sawah di sekitar gua tidak berhasil sehingga sawah tersebut
dibiarkan dan menjadi daerah rawa-rawa.
Terdapat 4 (empat) gua yang berada di areal tersebut, namun yang bisa diakses
hanya 3 (tiga) gua saja. Karena menjadi salah satu objek wisata, maka untuk
pengelolaan dilakukan oleh Kelompok Dasar Wisata dimana dalam aktifitasnya
mendapatkan bantuan dari APBD maupun dana CSR perusahaan yang berada di
sekitar. Kegiatan yang dilakukan seperti gotong royong, pengerasan jalan,

64
pemasangan paving block, pengadaan tong sampah dan membuat jalan. Pada dinding
luar gua banyak ditemukan sarang lebah madu, dan biasanya dipanen oleh masyarakat
atau kelompok dengan system bagi hasil. Ornamen-ornamen yang ada dalam gua ada
yang masih ada yang aktif ada yang tidak. Karst yang masih aktif ditandai dengan
ornament masih basah/lembab atau mengandung tetesan air. Ornamen seperti
Stalaktit, stalakmit, coloum, straw, gordayn, gordam, flowstone serta pada Gua III
terdapat telaga. Pada dinding-dinding gua banyak ditemukan lumt dengan berbagai
warna (hijau, biru, abu-abu, orange).

e. Gua Janjian, Kota Sawahlunto


Gua Janjian merupakan gua yang berada di bawah permukaan tanah dan
terbentuk secara vertikal. Akses masuk ke dalam gua ini bisa dikatakan cukup ekstrim
dan berbahaya. Beberapa ornamen yang ada di Gua Janjian, seperti stalaktit,
stalagmit, flowstone, coloum (pilar gua) dan ornamen lainnya. Hasil observasi diketahui
bahwa Gua Janjian memiliki sungai bawah tanah karst dan terdapat kolam (lubuk)
diantara celah batuan pembatas gua. Menurut imformasi yang diperoleh, aliran air
sungai bawah tanah/ permukaan karst ini merupakan sumber ai bersih masyarakat
(sumber air yang digunakan oleh Pamsimas). Selain itu, berdasarkan pengamatan juga
ditemukan bunga bangkai (Amorphophallus titanum) yang sudah layu namun tumbuh
tunas baru disampingnya. Keberadaan bunga bangkai ini merupakan aset berharga
bagi Desa Talago Gunung untuk merangsang animo wisatawan, selain ekosistem gua.

65
Gambar 2. 42 Endokarst di Gua Janjian, Kota Sawahlunto

f. Gua Batang Lansek, Kabupaten Sijunjung


Nagari Paru termasuk ke dalam kawasan Geopark Silokek khususnya kawasan
geo-biodiversity pada Geopark Silokek. Sebagian kawasan hutan di Nagari Paru telah
ditetapkan oleh Wali Nagari menjadi kawasan Rimbo Larangan sejak tahun 2002 seluas
4500 ha. Dari pengamatan, Rimbo larangan ini terlihat sangat asri dan alami, sehingga
biodiversitas hutannya diindikasikan masih terjaga. Rimbo Larangan ini pun merupakan
kawasan Perhutanan Sosial dengan skema Hutan Nagari (Desa) yang telah mendapat
hak kelola HHBK selama 35 tahun. Di Nagari Paru terdapat 4 (empat) gua (Gua),
diantaranya: (1) Gua Aie Tirih; (2) Gua Silembang; (3) Gua Batang Lansek; dan (4)
Gua Sikumbu. Dari keempat gua tersebut, terdapat satu gua yang cukup unik, yaitu
Gua Sikumbu yang di dalamnya terdapat sumber air panas dan dingin.

66
Gambar 2. 43 Fauna dalam Gua Batang Lansek, Nagari Paru (Kiri), Gua Basurek, Nagari
Silokek (Kanan), Kabupaten Sijunjung

g. Gua Tabuah dan Gua Busuak Halaban, Kabupaten Lima Puluh Kota

Gambar 2. 44 Eksokarst Gua Tabuah, Kabupaten Lima Puluh Kota

67
Dari 8 (delapan) geosite karst yang ada di Nagari Sitanang, 3 (tiga) diantaranya
telah ditambang oleh masyarakat, yaitu: (1) Bukik Putiah; (2) Bukik Ampang Antu; (3)
Bukik Parik. Diperkirakan sekitar 30 - 40% batu gamping di ketiga perbukitan karst ini
sudah diambil. Bahkan ada yang sudah ditambang sejak tahun 80-an. Namun saat ini
aktivitas penambangan itu telah berhenti. Sementara itu terdapat suatu geosite yang
menjadi destinasi wisata di Nagari Sitanang, yaitu Gua Tabuah. Gua Tabuah ini telah
dijadikan destinasi wisata sejak lama, sekitar tahun 80 an, saat program Manunggal
ABRI Masuk Desa. Kemudian berdasarkan pengamatan dan informasi yang diperoleh,
terdapat 3 (tiga) gua yang memiliki aliran sungai bawah tanah, yaitu: (1) gua busuak;
(2) gua tabuah; dan (3) gua Danau. Sedangkan gua parik merupakan gua kering.

2.2.3. Kondisi Izin Usaha Pertambangan Batu Gamping


Sampai dengan tahun 2021 izin pertambangan batu gamping di Sumatera Barat
berjumlah 52 izin yang tersebar di beberapa Kabupaten di Sumatera Barat. Berikut
disampaikan sebaran IUP dan Lokasinya.

Tabel 2. 15 Data Luasan IUP di Sumatera Barat

Luas IP Eksplorasi Luas IUP Operasi Produksi


No Kabupaten
(Ha) (Ha)
1 Solok 10 118,85
2 Agam 92,44 9,65
3 Sijunjung 6,09 54,69
4 Padang - 536,85
5 Lima Puluh Kota - 136,02
6 Tanah Datar 24 15,41
7 Sawahlunto - 127,74
Total Luasan 132,53 999,21

68
No Kabupaten/Kota Jumlah Izin Tahapan

1 Agam 5 3 IUP EKS, 2 IUP OP


2 Limapuluh Kota 13 1 IUP EKS, 12 IUP OP
3 Padang 2 IUP OP
4 Sawahlunto 3 IUP OP
5 Sijunjung 3 1 IUP EKS, 2 IUP OP
6 Solok 24 1 IUP EKS, 23 IUP OP
7 Tanah Datar 2 1 IUP EKS, 1 IUP OP
Total 52 44 IUP OP, 7 IUP EKS

Gambar 2. 45 Peta Sebaran Geosite di Provinsi Sumbar

69
Dari hasil kajian Inventarisasi DDDT LH Ekosistem Karst Provinsi Sumatera Barat,
dihasilkan peta zona arahan lindung karst dan zona arahan budidaya, berikut
disampaikan peta arahan Ekosistem Karst Sumatera Barat

Gambar 2. 46 Peta Arahan Zona Lindung Ekosistem Karst Provinsi Sumbar

Dari hasil inventarisasi lokasi Izin Usaha Pertambangan Batu Gamping yang berada di
Kabupaten Kota di Sumatera Barat di dapatkan informasi sebaran izin di zona arahan
lindung dan zona arahan budidaya Ekosistem Karst.

a. IUP di Kabupaten Agam


Salah satu perusahaan tambang di Kabupaten Agam adalah PT. Bakapindo yang
berlokasi di Jorong Durian, Nagari Kamang Mudiak, Kecamatan Kamang Magek,
Kabupaten Agam Lokasi IUP PT. Bakapindo berada di Zona Non Lindung
berdasarkan Peta Rekomendasi Zonasi Ekosistem Karst Sumatera Barat (P3E
Sumatera, 2019). Operasi penambangan PT. Bakapindo untuk sementara berhenti

70
terkendala belum terbitnya izin lingkungan di Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten
Agam

Gambar 2. 47 Lokasi IUP di Ekosistem Karst Kabupaten Agam, Sumatera Barat

71
Tabel 2. 16 Data IUP di Kabupaten Agam

Pemanfaatan karst di lokasi ini adalah untuk memenuhi bahan baku batu kapur
dengan produk berupa kapur tohor dan kaptan (kapur pertanian). Sekitar 200 meter
dari lokasi IUP PT. Bakapindo terdapat Gua Kalam yang merupakan salah satu destinasi
wisata Kabupaten Agam Kondisi Gua Kalam cukup baik dan terjaga ekosistemnya
namun akibat adanya penambangan salah satu mulut gua tertimbun. Ornamen Gua
Kalam cukup berkembang berupa stalaktit dan stalakmit serta flowstone. Tidak jauh
berjalan ke dalam gua ini ditemukan aliran sungai bawah tanah yang merupakan
penciri dari Ekosistem Karst.

72
Gambar 2. 48 Kawasan tambang PT. Bakapindo berbatasan langsung dengan hutan lindung
di Nagari Kamang Mudiak, Kabupaten Agam

Kawasan Tambang PT. Bakapindo merupakan tanah ulayat1. Adapun luas


kawasan tambang PT. Bakapindo sekitar 9,6 ha dan telah dibuka sekitar 6 ha. Menurut
salah satu isi dokumen UKL-UPL PT. Bakapindo berkewajiban untuk pembuatan
sediment pond dan saat pasca tambang berkewajiban melakukan reklamasi dan
stabilisasi lereng bukit karst. Saat pengamatan memang terdapat sediment pond di
lokasi tambang.
Di kawasan tambang PT. Bakapindo, batuan gamping (Karst) dengan potensi
kandungan CaO terdapat sekitar 90% dengan rata-rata kandungan CaCO3 nya setinggi
50% sedangkan potensi kandungan MgO (dolomit) sekitar 10%. Artinya bahwa produk
utama dari PT. Bakapindo berupa hasil olahan batuan karst yang mengandung CAO
(kapur). Saat masih beroperasi, kemampuan produksi PT. Bakapindo mencapai 10 ribu
ton/ bulan, dengan harga jual rata-rata Rp. 120,-/kg dalam bentuk batuan split dan

1
Tanah ulayat Minangkabau adalah harta pusaka tinggi yang diwariskan turun-temurun, yang haknya
berada pada perempuan, namun sebagai pemegang hak atas tanah ulayat adalah ninik mamak kepala
waris

73
Rp. 200,-/kg dalam bentuk powder. Biasanya dijual ke Perusahaan Pabrik kertas,
seperti PT. Indah Kiat Pulp and Paper dan PT. RAPP.
Akibat penambangan karst yang dilakukan oleh PT. Bakapindo, muncul beberapa
keluhan dari masyarakat, seperti: Kegiatan blasting (peledakan) mengakibatkan
kebisingan dan keretakan rumah masyarakat; Kegiatan pengolahan yang menimbulkan
debu sehingga mengganggu pernafasan masyarakat; Berkurangnya debit air sawah
masyarakat.

Gambar 2. 49 Penggalian informasi ke Kantor PT.Bakapindo, Kabupaten Agam

Keluhan masyarakat tersebut sebenarnya telah diakomodir, namun masyarakat


merasa upaya PT. Bakapindo belum maksimal. Kewajiban CSR yang diberikan oleh PT.
Bakapindo umumnya berupa dukungan dana ataupun sarana pendukung dalam setiap
kegiatan keagamaan, adat, pendidikan ataupun kegiatan pemuda di Nagari Kamang
Mudiak. Tidak pernah CSR yang bertujuan untuk meminimalisir dampak lingkungan.
Namun demikian, PT. Bakapindo juga memberikan restribusi resmi (pajak) bagi
pendapatan nagari dan daerah Kabupaten Agam. Berdasarkan informasi dan observasi

74
diketahui bahwa kawasan tambang PT. Bakapindo sangat berdekatan dengan areal
persawahan masyarakat. Selain itu, terdapat suatu perbukitan di kawasan tambang
PT. Bakapindo yang sebagiannya bersinggungan dengan kawasan hutan lindung. Hal
ini tentu patut dikaji kembali di dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Agam.

b. IUP di Kabupaten Lima Puluh Kota

Gambar 2. 50 Lokasi air hilang yang masuk pada celah batuan


dekat dengan lokasi IUP CV. Tekad Jaya

Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Kabupaten Lima Puluh Kota yang sedang
beroperasi antara lain CV. Tekad Jaya yang berlokasi di Jorong Bulakan, Nagari
Tanjung Gadang, Kecamatan Lareh Sago Halaban dan PT. Sumbar Calcium Pratama
yang berlokasi di Jorong Ateh Halaban, Nagari Halaban,
Kecamatan Lareh Sago Halaban. Lokasi IUP CV. Tekad Jaya dan PT. Sumbar
Calcium Pratama berada di Zona Non Lindung berdasarkan Peta Rekomendasi Zonasi
Ekosistem Karst Sumatera Barat (P3E Sumatera, 2019). Sebaran batu gamping di CV.
Tekad Jaya berwarna abu-abu kehitaman, kompak, kristalin dan memiliki bidang
perlapisan dengan strike/dip N 210° E/ 46°. Berdekatan dengan lokasi IUP ditemukan
sumber mata air yang hilang di celah bidang perlapisan Batu gamping (bidang lemah).
Mata air hilang ini diperkirakan muncul lagi ke permukaan tidak jauh dari lokasi IUP.

75
Belum diketahui dampak penambangan terhadap kualitas air yang berada dekat
dengan lokasi IUP.
Batu gamping di IUP PT. Sumbar Calcium Pratama berupa Batu gamping
berwarna putih keabu-abuan, kompak, tekstur batuan ini kristalin dengan ukuran
kristal kasar, kekar pada batuan cukup intensif, kondisi singkapan segar, setempat
ditemukan mineral kalsit pada bidang kekar. Berdasarkan pengamatan lapangan tidak
ada ditemukan sumber air di lokasi IUP. Aliran air hanya muncul pada tanah lapukan
yang jenuh air khususnya pada saat curah hujan tinggi. Perlunya pengawasan terhadap
izin lingkungan di IUP CV. Tekad Jaya terkait temuan aliran air bawah tanah yang
berada dekat dengan lokasi IUP. Pemantauan terhadap kualitas air juga perlu dilakukan
secara berkala.

Gambar 2. 51 Lokasi tambang CV. Tekad Jaya, Kabupaten Lima Puluh Kota

76
Tabel 2. 17 Daftar IUP batu gamping di Kabupaten Lima Puluh Kota

77
c. IUP di Kabupaten Tanah Datar
Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang sedang beroperasi Di Kabupaten Tanah
Datar yaitu PT. Batu Alam Sukses dan PT. Sumatera Sumber Mineral. Kedua IUP ini
berada di Jorong Pamusian, Nagari Tanjung Bonai, Kecamatan Lintau Buo Utara,
Kabupaten Tanah Datar.
Lokasi IUP PT. Batu Alam
Sukses dan PT. Sumatera
Sumber Mineral berada di
Zona Lindung berdasarkan
Peta Rekomendasi Zonasi
Ekosistem Karst Sumatera
Barat (P3E Sumatera, 2019).
Kondisi IUP PT. Sumatera
Sumber Mineral sudah sampai
tahapan operasi produksi
Gambar 2. 52 Kegiatan pembuatan waterway PLTMH di
sedangkan IUP dari PT. Batu Nagari Lubuak Jantan
Alam Sukses masih dalam
78
tahapan eksplorasi. Belum ada aktivitas penggalian di kedua IUP tersebut dan
berdasarkan pengamatan lapangan tidak ditemukan sumber air atau gua di sekitar
area IUP. Batu gamping berwarna putih keabu-abuan, kompak dan masif, tekstur
kristalin dengan ukuran kristal yaitu kasar, bersifat sugary (berderai kalau diremas)
serta ditemukan urat-urat mineral kalsit pada singkapan ini, gores-garis menghasilkan
warna putih.
Selain itu, terdapat aktivitas penggalian batu gamping untuk kegiatan
pembangunan waterway proyek Pembangkit Listrik Tenaga Mini Hidro (PLTMH) di
Jorong Mawar I, Nagari Lubuak Jantan, Kecamatan Lintau Buo Utara. Penggalian Batu
gamping tersebut menggunakan alat berat sehingga memiliki dampak lingkungan,
sebab pembuangan material batu galian ke sungai akan mengurangi lebar aliran
sungai.

Gambar 2. 53 Masyarakat mengambil batuan karst hasil bongkaran pembangunan


waterway PLTMH

79
Tabel 2. 18 Daftar izin usaha pertambangan batu gamping di Kabupaten Tanah Datar

d. IUP di Kabupaten Solok


Aktivitas penambangan batu gamping di Nagari Paninggahan, Kabupaten Solok,
telah dihentikan sementara oleh Gubernur Sumatera Barat terkait adanya pengaduan
yang disampaikan oleh masyarakat. Sejak adanya aktivitas penambangan batu
gamping di Nagari Paninggahan, timbul beberapa permasalahan di nagari ini,
diantaranya (1) kerusakan jalan; (2) pencemaran udara (debu); (3) pencemaran air;
dan (4) kebisingan. Permasalahan itupun dirasakan oleh masyarakat di nagari
tetangga, seperti Nagari Saniangbaka dan Nagari Muaro Pungai, terutama keluhan
kerusakan jalan akibat aktivitas pertambangan. Menurut masyarakat, rusaknya jalan
disebabkan karena banyaknya iringan truk pengangkut batu gamping di waktu
bersamaan serta tonase (muatan) truk yang berlebihan. Menurut perkiraan mereka
tiap truk mencapai tonase sekitar 6 sampai 8 ton.
Menurut informasi yang diperoleh, pada saat perusahaan tambang di daerah ini
masih beroperasi, tercatat sekitar 250 sampai 300 frekuensi truk pengangkut batu
gamping yang bolak balik setiap hari. Hal ini tentu dapat mengakibatkan kerusakan
jalan. Selain itu, umumnya truk tersebut tidak menggunakan penutup atau terpal yang
seharusnya digunakan untuk menghindari timbulnya debu.

80
Gambar 2. 54 Kawasan tambang batu gamping, Nagari Paninggahan

Tabel 2. 19 Daftar izin usaha pertambangan Batu gamping

81
82
Lokasi pertambangan berada di dekat sungai dan sawah masyarakat. Agar
aktivitas pertambangan mereka nantinya tidak merusak sumberdaya yang lain, maka
perlu upaya pengelolaan terhadap dampak lingkungan. Hasil temuan ini penting
menjadi pertimbangan untuk pemberian rekomendasi izin lingkungan selanjutnya.

Gambar 2. 55 Sawah masyarakat disekitar Kawasan Tambang


Nagari Paninggahan

83
e. IUP di Kabupaten Sijunjung
Lokasi perusahaan tambang batu gamping di Kabupaten Sijunjung berada di
Nagari Tanjung Lolo, diantaranya PT. Andalas Dolomit Sejahtera, PT. Graha Ferry dan
PT. Berkah Utama.

Tabel 2. 20 Daftar izin usaha pertambangan batu gamping di Kabupaten Sijunjung

PT. Andalas Dolomit Sejahtera merupakan perusahaan pengolahan batuan


karst, khususnya MgO (dolomit). Saat kunjungan lapangan disekitar lokasi pabrik
ditemui bukit karst yang sudah ditambang. Kuat dugaan merupakan aktivitas dari
perusahaan tersebut. Hal itu tentu tidak sesuai dengan izin yang dimiliki (hanya izin
pengolahan, bukan penambangan). Saat ini PT. Andalas Dolomit Sejahtera sedang
memperpanjang izin, dimana sebelumnya telah dilakukan pembahasan dokumen UKL-
UPL berdasarkan info dari Dinas Lingkungan Hidup.
Sementara PT. Graha Ferry saat ini dalam pengurusan izin ke Pemerintah Pusat,
yaitu izin pengolahan dan izin penambangan. PT. Graha Ferry merupakan perusahaan
lama yang diaktifkan kembali, dimana dahulu namanya PT. Graha Ferryni Industri.
Luas kawasan tambang PT. Graha Ferry yaitu sekitar 8,6 ha.
84
Kawasan pertambangan PT. Graha Ferry memiliki potensi CaO dengan kadar
CaCO3 sebesar 98,7% dan potensi MgO (dolomit), sehingga dalam rencananya produk
yang dihasilkan berupa olahan batuan kapur dan serbuk dolomite. Perusahaan ini
tengah menyusun dokumen UKL-UPL yang diharapkan dapat selesai dalam waktu
dekat sehingga dapat dibahas di Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Sijunjung. Dari
hasil observasi diduga perusahaan telah melakukan aktivitas penambangan, meskipun
izinnya belum dikeluarkan. Hal itu terlihat dari adanya mobil truk yang keluar masuk
dan mengangkut sejumlah batu gamping. Namun dari penjelasan Kepala Teknik
Tambang, itu hanya permintaan masyarakat sekitar. Kejanggalan ini diminta untuk
dapat diselidiki dan ditindaklanjuti oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Sijunjung.

Gambar 2. 56 Bukit karst di dekat lokasi PT. Andalas Dolomit Sejahtera

Lokasi Tambang PT. Graha Ferry berdekatan dengan sungai, kondisi ini cukup
mengkhawatirkan terutama sedimentasi yang terbawa dapat menyebabkan penurunan
kualitas air sungai, untuk itu disarankan agar PT. Graha Ferry membangun settling
pond sediment pond.

85
f. IUP di Kota Sawahlunto

Tabel 2. 21 Daftar IUP batu gamping Kota Sawahlunto

g. IUP di Kota Padang


PT Semen Padang adalah BUMN yang bergerak di bidang produksi semen dan
memiliki IUP Operasi Produksi antara lain untuk bahan galian batu gamping, silika dan
clay. PT. Semen Padang memiliki 2 IUP batu gamping antara lain IUP 206 (luas 206
Ha) dan IUP 412 (luas 329 Ha). Sebagai salah satu perusahaan BUMN yang core
bisnisnya di pengolahan batu gamping, PT. Semen Padang menerapkan prosedur
safety yang ketat dalam rangka menghindari kecelakaan kerja.

86
Lokasi IUP PT. Semen Padang berada di Zona Non Lindung berdasarkan Peta
Rekomendasi Zonasi Ekosistem Karst Sumatera Barat (P3E Sumatera, 2019). IUP 206
berbatasan dengan zona lindung di bagian timur sedangkan IUP 329 hampir
seluruhnya dikelilingi oleh zona lindung. IUP 329 adalah pengembangan dari operasi
penambangan PT. Semen
Padang dalam rangka
memenuhi target produksi batu
gamping yang mencapai 10.000
ton per bulan. Karakteristik batu
gamping di kawasan IUP PT.
Semen Padang cukup bervariasi
disebabkan oleh kondisi
geologinya yang cukup unik.
Keberadaan intrusi basalt di
tengah formasi batu gamping
Gambar 2. 57 Batu Kapur PT Semen Padang
menyebabkan terjadinya variasi
dari kenampakan fisik batu gamping. Secara deskriptif jenis Batu gamping yang ada di
Semen Padang dapat dibedakan dari warna dan ukuran kristalnya. Batu gamping yang
berada di dekat intrusi
basalt umumnya
berwarna abu
kehitaman, kompak
dan keras, masif,
dengan ukuran
kristal yang relatif
halus. Batu gamping
yang jauh dari intrusi
basalt memiliki warna
Gambar 2. 58 Areal tambang PT Semen Padang
putih, kompak, masif

87
dengan ukuran kristal yang lebih kasar. Setempat menunjukkan tekstur yang
menandakan dulunya pernah terjadi proses karstifikasi. Pemanfaatan kars di lokasi IUP
PT. Semen Padang adalah untuk memenuhi kebutuhan Batu gamping sebagai bahan
baku semen (80% dari komposisi semen adalah batu kapur). Proses penambangan
menggunakan metode peledakan yang kemudian diperkecil ukurannya dengan
menggunakan alat crusher, lalu diangkut ke pabrik menggunakan belt conveyor.

Tabel 2. 22 Daftar IUP batu gamping di Kota Padang

h. Pertambangan di Kota Padang Panjang


Kota Padang Panjang memiliki potensi batu kapur (batu gamping) berbatasan
dengan jalur Bukit Barisan. Sebaran batu gamping di wilayah administrasi kota Padang
Panjang terletak pada sisi Selatan di sepanjang Bukit Tui secara geologi termasuk Batu
gamping Perm (Kastowo dkk, 1996). Sebaran batu gamping ini menerus hingga ke
Kabupaten Tanah Datar. Sehingga secara administratif sebaran sumber daya batu
gamping ini berada pada dua daerah, yaitu: Kota Padang Panjang dan Kabupaten
Tanah Datar. Sedangkan berdasarkan status lahan menurut status kawasan hutan,
daerah ini berada pada Area Penggunaan Lain (APL) dan Hutan Lindung (HL). Dari
hasil perhitungan dengan metode garis kontur pada daerah batasan perhitungan

88
sumberdaya seluas 818 Ha, maka didapatkan sumberdaya batu gamping sejumlah
6.144.663.609 ton (ρ = 2,4 ton/ m3) (Bappeda Padang Panjang, 2019). Sumberdaya
ini ditutupi oleh tanah penutup dengan volume 10.298.870 m3. Perhitungan dilakukan
dengan membuat garis kontur dengan interval 25 m pada batas perhitungan elevasi
700-1375 m.

Gambar 2. 59 Tambang batu gamping di Bukit Tui, Padang Panjang

Potensi sumberdaya batu gamping Kota Padang Panjang sangat menarik untuk
dijadikan industri batu kapur namun ada beberapa hal yang perlu diperhatikan seperti
ancaman potensi longsor yang disebabkan rekahan di bagian atas Bukit Tui; Ancaman
keberlanjutan pasokan air bersih yang tersedia di kawasan sumberdaya kapur;
Pengolahan kapur dalam skala besar berpotensi untuk mengganggu lingkungan
khususnya kualitas udara; Gangguan terhadap sharing dengan sektor lain termasuk
pariwisata dan olahraga serta kehutanan; Luas wilayah Kota Padang Panjang relatif
kecil dan beberapa sektor yang mestinya mempunyai jarak berjauhan tidak terpenuhi;
Berpotensi timbul konflik kepentingan dalam pengembangan secara bersamaan.

89
2.3. Isu Terkait dan Permasalahan Pembangunan Sumber Daya Alam dan
Lingkungan Hidup
Isu yang menjadi permasalahan pada Ekosistem Karst adalah kegiatan-kegiatan
yang tidak memperhatikan upaya perlindungan dan konservasi dalam berbagai
kegiatan diantaranya kegiatan pertambangan dan kegiatan pariwisata yang dilakukan
baik oleh masyarakat maupun perusahaan penambangan.
Terjadinya alih fungsi lahan dari hutan menjadi perkebunan yang akan
mempengaruhi keberadaan air di bawah permukaan yang digunakan sebagai sumber
air dalam pemenuhan kebutuhan hidup manusia baik untuk pertanian ataupun untuk
kebutuhan sehari-hari.
Terjadinya pembukaan lahan untuk area permukiman yang menyebakan
keberadaan sumber air di dalam permukaan akan berkurang bahkan hilang karna tidak
adalagi vegetasi penutup lahan yang merupakan sumber air bagi gua-gua karst yang
dapat mengalirkan air melalui celah dan proses terbentuknya ornamen gua sebagai
bentang alam karst yang unik.
Hilangnya bentang alam karst akibat kegiatan pertambangan, Rusaknya ornamen
Gua sebagai bentang alam yang memiliki keunikan yang memiliki nilai ilmiah dan
edukasi akibat budaya masyarakat setempat dan aktifitas vandalisme pengunjung
wisata gua.
Berdasarkan temuan dari hasil tinjauan lapangan, beberapa akar permasalahan
yang terjadi pada Ekosistem Karst secara umum meliputi:
a. Belum ada instrumen perlindungan Ekosistem Karst tingkat provinsi,
Kabupaten kota dan nagari
b. Kajian Daya Dukung dan Daya Tampung Ekosistem Karst belum menjadi
acuan bagi pemerintah daerah dalam pemberian izin kegiatan
pertambangan
c. Kurangnya perhatian pemerintah daerah dalam pengembangan pariwisata
berkelanjutan di Ekosistem Karst.

90
d. Rendahnya kemampuan pemerintah daerah dalam pemantauan dan
pengawasan perizinan lingkungan kegiatan pertambangan.
e. Rendahnya kepedulian masyarakat terhadap kelestarian Ekosistem Karst.
f. Anggapan yang dianut sebagian besar masyarakat dan pemerintah bahwa
batu gamping hanya sebagai bahan tambang/galian terutama sebagai
bahan baku untuk industri semen, bahan baku infrastruktur dll
g. Pendekatan pengelolaan Ekosistem Karst secara holistik belum diterapkan
sehingga terjadi bentrokan kepentingan sektoral (misalnya pertambangan,
pariwisata, pertanian, dan pemukiman).

91
Bukit Bekas Tambang Batu Gamping, Nagari Sitanang,
Kabupaten Lima Puluh Kota 92
BAB III
KONDISI PENGELOLAAN
SDA YANG DIHARAPKAN

Ornamen Gua Sipungguak, Nagari Durian Gadang,


Kabupaten Sijunjung 91
BAB III
KONDISI PENGELOLAAN SUMBER DAYA
ALAM YANG DIHARAPKAN

3.1. Perlindungan Ekosistem Karst melalui Penetapan KBAK


Dasar hukum pengelolaan Karst di Indonesia diterbitkan pertama kali dalam
Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 1518 K/20MPE/1999 tentang
Pengelolaan Kawasan Karst. Pada tahun selanjutnya, Keputusan Menteri
Pertambangan dan Energi tersebut direvisi menjadi Keputusan Menteri Energi dan
Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 1456 K/20/MEM/2000 tentang Pedoman
Pengelolaan Kawasan Karst. Hal itu dilakukan mengikuti perubahan kewenangan
Pemerintah dan kewenangan Pemerintah Propinsi sebagai daerah otonom.
Pada tahun 2007 terbitlah undang-undang tentang penataan ruang, dan setahun
setelahnya, peraturan pemerintah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
sebagai aturan pelaksana dari Undang-Undang tersebut juga diterbitkan. Di situ
disebutkan bahwa Kawasan Bentang Alam Karst merupakan Kawasan lindung geologi
yang termasuk dalam Kawasan lindung nasional. Pada tahun 2009, Undang-Undang
Pengelolaan Lingkungan Hidup disahkan dan dengan mengikuti semua perkembangan
ini Pedoman Pengelolaan Kawasan Karst pun direvisi menjadi Permen ESDM Nomor 17
Tahun 2012 tentang Penetapan Kawasan Bentang Alam Karst.
Secara teknis, Karst adalah bentang alam yang terbentuk akibat pelarutan air
pada batu gamping dan/atau dolomit. Sedangkan Kawasan Bentang Alam Karst adalah
karst yang menunjukkan bentuk eksokarst dan endokarst tertentu. Kawasan Bentang
Alam Karst (KBAK) merupakan Kawasan lindung geologi sebagai bagian dari Kawasan
lindung nasional, menjadi dasar bagi gubernur dan bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya untuk menyusun rencana tata ruang wilayah Provinsi dan
Kabupaten/Kota.

91
Isu karst terbagi dalam kepentingan pemanfaatan dan kepentingan
perlindungannya. Pemanfaatan karst dapat berupa pemanfaatan bahan baku tambang,
pariwisata, dan pemanfaatan air. Sementara isu perlindungan karst guna kepentingan
kelestarian air tanah, objek penelitian/ilmu pengetahuan, dan kepentingan sosial
budaya.
Perhatian terhadap isu karst menjadi penting karena jika karst dikelola dengan
salah, hal itu dapat mengakibatkan kekeringan, konflik sosial budaya, dan kehilangan
biodivitas unik yang belum diteliti. Jika terus dibiarkan, dampaknya yang cukup serius
terutama bagi petani yang mengandalkan pengairan melalui sungai-sungai yang
mengalir dari pegunungan karst. Oleh karena itu, pertambangan pada pegunungan
karst berpotensi merusak kekayaan alam yang ada sehingga tidak jarang terjadi
berbagai penolakan darimasyarakat sekitar tambang.
Lebih jauh, pertambangan merupakan permasalahan yang erat kaitannya dengan
isu pencemaran lingkungan atau perusakan alam. Tidak jarang kasus pertambangan
juga memicu konflik dengan warga di sekitar area tambang. Ini disebabkan warga
sekitar tambang terancam terkena dampak negatif dari proses pertambangan tersebut.
Meskipun tidak dapat dipungkiri bahwa tambang juga dapat membawa dampak positif
bagi warga di sekitar area pertambangan, seperti penyerapan tenaga kerja,
pengembangan masyarakat, dan sebagainya. Namun, tidak jarang terdapat
masyarakat yang mendukung operasi tambang karena merasa diuntungkan dengan
adanya operasi tambang tersebut.
Dengan adanya penetapan KBAK, mendorong adanya kepastian hukum dalam
perlindungan dan pemanfaatan karst, karenamen jadi jelas mana Batu gamping (karst)
yang harus dilindungi melalui KBAK dan mana batu-gamping yang masih dapat
dimanfaatkan. Kepastian hukum isu karst ini dapat menjadi alternatif penyelesaian
konflik di Kawasan karst seperti yang ada di Rembang, Sangkulirang, Manokwari dan
sebagainya.
Tujuan Penetapan KBAK adalah Melindungi Kawasan Bentang Alam Karst yang
berfungsi sebagai pengatur alami tata air, melestarikan Kawasan Bentang Alam Karst

92
yang memiliki keunikan dan nilai ilmiah sebagai objek penelitian dan penyelidikan bagi
pengembangan ilmu pengetahuan, dan mengendalikan pemanfaatan Kawasan
Bentang Alam Karst.
Kriteria Eksokarst dan Endokarst diantaranya memiliki:
a. Memiliki fungsi ilmiah sebagai objek penelitian dan penyelidikan bagi
pengembangan ilmu pengetahuan;
b. Memiliki fungsi sebagai daerah imbuhan air tanah yang mampu menjadi
media meresapkan air permukaan kedalam tanah;
c. Memiliki fungsi sebagai media penyimpan air tanah secara tetap (permanen)
dalam bentuk akuifer;
d. Memiliki mata air permanen, dan
e. Memiliki gua yang membentuk sungai atau jaringan sungai bawah tanah.

Gambar 3. 1 Bukit Karst (bagian dari eksokarst)

93
Gambar 3. 2 Sungai Bawah Tanah (Bagian dari Endokarst)

Penetapan KBAK dilakukan dengan dua tahapan yakni “tahap penyelidikan” dan
“tahap penetapan Kawasan Bentang Alam Karst”. Kegiatan apa saja yang dilakukan
pada tahapan penelitian itu yakni meliputi dua kegiatan antara lain: “Inventarisasi
bentuk eksokarst dan endokarst” dan “pemetaan bentuk eksokarst dan endokarst”.
Kegiatan penyelidikan sebagaimana dimaksud dapat dilakukan oleh Kepala
Badan, Gubernur, Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya. Dengan demikian,
baik Kepala Badan (Badan Geologi), Gubernur, Bupati/Walikota sama–sama memiliki
wewenang sesuai lingkupnya masing–masing untuk melakukan kegiatan penyelidikan
guna menginventarisasi dan memetakan bentuk eksokarst dan endokarst.
Gubernur sesuai dengan kewenangannya menugaskan dinas teknis provinsi yang
membidangi geologi untuk melakukan kegiatan penyelidikan. Bupati/Walikota sesuai
dengan kewenangannya menugaskan dinas teknis Kabupaten/kota yang membidangi

94
geologi untuk melakukan kegiatan penyelidikan. Gubernur atau bupati / walikota sesuai
dengan kewenangannya sebelum melakukan kegiatan penyelidikan harus melakukan
koordinasi terlebih dahulu dengan Badan Geologi.
Berdasarkan data dan informasi hasil kegiatan penyelidikan, Kepala Badan,
Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya menyusun laporan
kegiatan penyelidikan dan peta Kawasan Bentang Alam Karst dengan skala 1:50.000
(satu banding lima puluh ribu) atau lebih besar.
Setelah penelitian selesai dilakukan, maka hasil penelitian yang berisi
inventarisasi dan pemetaan eksokarst dan endokrast itu dituangkan dalam bentuk
laporan kegiatan penyelidikan dan Peta KBAK dengan skala minimal 1:50.000.
Mengenai apa–apa saja yang termuat dalam laporan itu antara lain: (a) uraian secara
rinci tatanan geologi, mencakup morfologi, statigrafi, struktur geologi, dan tektonika;
(b) uraian fungsi hidrologi karst; (c) uraian secara rinci unsur – unsur eksokarst dan
endokarst; (d) koordinat unsur–unsur eksokarst dan endokarst; (e) data visual.
Sementara Peta KBAK yang dimaksud ketentuan di atas berisi informasi–informasi
yang antara lain berisi: (a) informasi mengenai batas bentang alam karst; (b) koordinat
eksokarst dan endokarst; (c) batas administratif; dan (d) keterangan peta, antara lain
legenda, skalagaris, sumber peta, dan peta indeks.
Pelaksana Penyelidikan dapat bekerjasama dengan pihak lain yang memiliki
pengalaman mengenai karst. Seperti Lembaga penelitian pemerintah atau pemerintah
daerah, Perguruan tinggi, dan Badan usaha. Pihak lain yang dilibatkan dalam proses
penyelidikan memiliki kewajiban menyimpan dan mengamankan informasi hasil
kegiatan dan menyerahkan seluruh data dan informasi kepada Kepala Badan,
Gubernur, Bupati/Walikota. Kemudian data dan informasi hasil penyelidikan tersebut
menjadi milik pemerintah dan/atau pemerintah daerah. Sementara data dan informasi
kawasan bentang alam karst yang telah ditetapkan dikelola oleh Menteri sebagai data
dasar nasional kawasan bentang alam karst.
Setelah penelitian selesai dilakukan, maka tahapan yang selanjutnya adalah
proses penetapan KBAK. Pada umumnya permohonan KBAK diusulkan bila telah terjadi

95
konflik kepentingan dan permohonan KBAK seringkali merupakan inisiatif dari pelaku
usaha maupun tim teknis amdal.
Penetapan KBAK diawali dengan penyampaian usulan terlebih dahulu yang dapat
dilakukan baik oleh Kepala Badan Geologi, Gubernur dan maupun Bupati/Walikota
sesuai dengan lingkup kewenangannya.
Kepala Badan sesuai dengan kewenangannya menyampaikan usulan penetapan
Kawasan Bentang Alam Karst kepada Menteri berdasarkan laporan kegiatan
penyelidikan dan peta Kawasan Bentang Alam Karst. Gubernur sesuai dengan
kewenangannya menyampaikan usulan penetapan Kawasan Bentang Alam Karst
kepada Menteri c.q Kepala Badan berdasarkan laporan kegiatan penyelidikan dan peta
Kawasan Bentang Alam Karst dengan tembusan kepada Bupati/Walikota. Begitupun
bagi Bupati/Walikota, sesuai dengan kewenangannya menyampaikan usulan
penetapan Kawasan Bentang Alam Karst kepada Menteri c.q Kepala Badan
berdasarkan laporan Kegiatan penyelidikan dan peta Kawasan Bentang Alam Karst
dengan tembusan kepada Gubernur terkait.
Baik Kepala Badan (Badan Geologi), Gubernur, dan maupun Bupati/Walikota
sama–sama berwenang menyampaikan usulan penetapan KBAK, namun masing–
masing usulan penetapan KBAK dari ketiganya memiliki kekuatan hukum yang berbeda
satu sama lain.
Usulan penetapan KBAK yang disusun oleh Kepala Badan (Badan Geologi) dapat
disampaikan secara langsung kepada Menteri ESDM dan Menteri dapat langsung pula
mengabulkan usulan penetapan tersebut. Sebaliknya, atas usulan penetapan KBAK
yang disusun oleh Gubernur dan Bupati/Walikota tidak dapat disampaikan secara
langsung kepada Menteri ESDM. Gubernur dan Bupati/Walikota harus terlebih dahulu
menyampaikan usulan penetapan KBAK itu kepada Kepala Badan Geologi untuk
dilakukan evaluasi dan Menteri ESDM dapat mengabulkan penetapan itu berdasarkan
hasil evaluasi dari Kepala Badan Geologi.
Badan geologi melakukan evaluasi terhadap administrasi dokumen usulan dengan
memeriksa laporan, peta, dan melakukan fokus grup diskusi (FGD). Kemudian

96
dilakukan pengecekan lapangan untuk melihat bukti lapangan sebaran batu gamping
berdasarkan peta geologi dan bukti lapangan kemunculan eksokarst dan endokarst.
Ada tiga kemungkinan hasil evaluasi setelah dilakukannya pengecekan lapangan
oleh Badan Geologi. Yang pertama, usulan diterima, apabila batas KBAK sesuai dengan
Kriteria Permen ESDM Nomor 17 Tahun 2012. Yang kedua, usulan diperbaiki, apabila
data pendukung tidak lengkap. Dan yang ketiga, usulan ditolak, apabila tidak
menunjukkan adanya sebaran batu gamping dan/atau tidak sesuai dengan Kriteria
Permen ESDM Nomor 17 Tahun 2012.
Hasil evaluasi kemudian menjadi bahan FGD bagi stakeholder Karst dan juga
pertimbangan untuk penentuan kebijakan rencana tata ruang wilayah daerah. Setelah
itu Biro Hukum Kementerian ESDM menyiapan draft Final dari disertai surat usulan
penetapan hasil Verifikasi dan FGD dari Pemerintah daerah.
Apabila usulan penetapan KBAK dikabulkan, pada tahap selajutnya dilakukan
pembinaan dan pengawasan. Badan Geologi melakukan pembinaan dan pengawasan
mengenai perlindungan dan pelestarian yang diselenggarakan oleh Gubernur,
Bupati/Walikota.
Manfaat Perlindungan Geologi Karst melalui KBAK adalah :
1. Terhindarnya objek geologi dari kepunahan dan kerusakan;
2. Tersedianya objek geologi yang bersifat langka untuk pengembangan ilmu
pengetahuan maupun edukasi;
3. Terlindunginya jiwa manusia dampak bencana/kerusakan objek geologi
(bencana geologi, runtuhan objek geologi, kekeringan/kekurangan
sumberdaya airtanah, dll);
4. Dapat dimanfaatkan sebagai objek wisata, yang menghasilkan efek
berganda (multiflyer effect) bagi mata pencaharian penduduk sekitar
(pemandu wisata/ interpreter, Virtual Tour Guide, penjual souvenir, penjual
makanan, guest house, penyedia parkir, dll);
5. Dengan adanya perlindungan geologi, menjadi jelas mana yang harus
dilindungi dan mana yang masih dapat dibudidaya.

97
6. Sebagai salah satu bentuk perlindungan dalam pengembangan geowisata.

3.2. Pemanfaatan Ekosistem Karst Sebagai Destinasi Wisata dengan


Penerapan Prinsip Geopark (Taman Bumi)
Salah satu bentuk pemanfaatan Ekosistem Karst yang saat ini dilakukan oleh
pemerintah, swasta dan masyarakat adalah dijadikannya daerah ini sebagai destinasi
wisata. Umumnya masyarakat memanfaatkan gua sebagai objek wisata karena
keindahan ornamen di dalam gua yang luar biasa. Sayangnya banyak ornamen di
dalam gua yang sudah dijadikan objek wisata menjadi rusak akibat ketidakpedulian
masyarakat untuk menjaga keaslian gua tersebut dan bahkan gua menjadi tempat
pembuangan sampah. Disamping itu kerusakan hutan di Ekosistem Karst ini juga
mengancam pertumbuhan ornamen di dalam gua karena dapat menghambat proses
karstifikasi.
Dalam rangka menyelaraskan antara kepentingan wisata dan penyelamatan
bentang alam karst maka bentuk pengelolaan pariwisata dengan menerapkan prinsip
geopark sangat tepat. Istilah Geopark diartikan sebagai “Geo” yaitu Bumi “Park” adalah
Taman, sehingga Geopark dimaknai sebagai “Taman Bumi”. Geopark di definisikan
sebagai sebuah bentuk penataan kawasan yang memiliki unsur-unsur geologi
terkemuka (outstanding value), termasuk nilai arkeologi, ekologi dan nilai-nilai budaya
yang berkembang pada kawasannya, dimana masyarakat setempat dilibatkan dan
berperan aktif dalam melindungi dan meningkatkan fungsi warisan alam. Seiring dngan
perubahan paradigma Geopark berdasarkan sidang tahunan UNESCO geopark
didefinisikan sebagai sebuah kawasan tunggal yang menyatukan keadaan geografi
dimana situs dan bentang alamnya memiliki makna geologi internasional, dikelola
berdasarkan konsep perlindungan, pendidikan, dan pembangunan berkelanjutan
secara menyeluruh.

98
Gambar 3. 3 Bukit Karst di Nagari Sisawah, Kabupaten Sijunjung

Sebuah kawasan Geopark diwajibkan mengintegrasikan warisan geologi


(geological heritage) bermakna/bernilai internasional dengan aspek alam lainnya yaitu
keanekaragaman hayati flora dan fauna (biodiversity) dan keanekaragaman budaya
(cultural diversity) yang berkembang dikawasan tersebut dengan tujuan meningkatkan
kepedulian dan pemahaman masyarakat dalam pemanfaatan sumber daya alam
berbasis pembangunan berkelanjutan (sustainable development) termasuk
pemahaman menyeluruh terhadap upaya mitigasi dari potensi bencana alam yang ada
dikawasan tersebut.
Pendekatan buttom-up adalah sebuah metoda yang harus digunakan dalam
dalam upaya pengelolaan kawasan Geopark dimana masyarakat lokal dan seluruh
pemangku kepentingan (stakeholders) bersama-sama bersinergi (bergotong royong)
mengembangkan kemitraan yang kohesif dengan tujuan bersama untuk
mengembangkan kawasan Geopark sebagai kawasan Konservasi Sumber Daya Alam
yang dapat dimanfaatkan sebagai laboratorium alam dalam upaya mengembangkan
ilmu pengetahuan (edukasi) dan menjadi daerah kunjungan wisata berkelanjutan,

99
sehingga kawasan tersebut dapat menjadi basis pertumbuhan ekonomi berbasis
konservasi.
Proses ini memerlukan komitmen yang kuat dari masyarakat setempat
(komunitas lokal) dengan seluruh pemangku kepentingan (pentahelix; pemerintah,
perguruan tinggi/akademisi, sektor swasta/pengusaha, media dan lembaga
masyarakat lainnya) dengan dukungan politik jangka panjang dan pendanaan serta
pengembangan strategi yang komprehensif dalam pencapaian tujuan Kawasan
Geopark.

Gambar 3. 4 Contoh fasilitas penunjang kegiatan ekowisata

Geopark merupakaan sebuah konsep pembangunan berkelanjutan yang memiliki


tiga pilar yaitu; konservasi, pendidikan dan peningkatan ekonomi melalui
pemberdayaan masyarakat lokal secara utuh. Konsep Geopark berkembang pesat
sebagai bentuk upaya pelestarian warisan bumi dengan menempatkan masyarakat

100
setempat sebagai subjek utama untuk upaya pelestarian lingkungan alam dan
peningkatkan pertumbuhan ekonomi lokal maupun regional.

Gambar 3. 5 Wisata alam geopark

Hubungan antara warisan geologi dengan warisan nongeologi digunakan untuk


memahami dan menumbuhkan kepedulian kita (khususnya masyarakat setempat)
terhadap:
• Pemanfaatan sumberdaya Bumi secara lestari atau berkelanjutan
• Upaya mitigasi bencana (alam, geologi)
• Beradapatasi pengaruh perubahan iklim
• Memunculkan rasa bangga, percaya diri bagi masyarakatnya di daerah asal

Sasaran pembangunan kawasan geopark terdiri dari tiga pilar utama yaitu;
a. Perlindungan Sumber Daya Alam (conservation)
Konservasi atau perlindungan sumber daya alam menjadi kunci utama dalam
pembangunan kawasan geopark. Perlindungan dan pelestarian yang dilakukan dalam
kawaan geopark tidak hanya pada warisan geologi, namun juga terkait dengan warisan
hayati (flora fauna) dan warisan budaya sebagai hasil cipta, rasa, dan karsa masyarakat
sekitar terhadap kondisi alam sekitarnya. Konservasi yang dimaksud adalah lebih
menitikberatkan pada pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana untuk
mempertahankan warisan alam secara berkesinambungan, sehingga pemanfataan
sumber daya tersebut diatur dan dilindungi.

101
b. Pendidikan (education)
Pendidikan menjadi perhatian dan tujuan utama dalam pembangunan dan
pengembangan kawasan Geopark. Pemahaman akan keberadaan kekayaan alam dan
lingkungan bagi masyarakat sekitar akan menumbuhkan rasa bangga dan kekayaan
alam hakiki daerahnya sehingga akan menimbulkan kepedulian dan inovasi dalam
pemanfataannya berbasis pembangunan bereklanjutan. Kawasan Geopark berfungsi
sebagai laboratorium alam yang merupakan pusat pengembangan ilmu pengetahuan
berbagai disiplin ilmu, sehingga banyak kunjungan berbagai ahli untuk melakukan
penelitian dan sebagai tempat kunjungan pelajar paupun mahasiswa untuk
mempelajari berbagai disiplin ilmu pengetahuan (ilmu kebumian, sosial dan ekonomi
dan terapan teknologi). Geopark To School dan School To Geopark menjadi program
edukasi yang wajib dikembangkan pada sebuah kawasan Geopark.

c. Peningkatan Pertumbuhan Ekonomi (Economic Growth)


Pertumbuhan ekonomi lokal dilakukan melalui pemberdayaan masyarakat
setempat (community development), masyarakat diberikan keterampilan agar dapat
berinovasi dalam pemanfaatan sumber daya alam tersebut serta mampu menciptakan
pola kemitraan dengan pemerintah daerah maupun sektor swasta untuk menciptakan
suatu lapangan kerja baru dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi lokal yang
berkelanjutan. Pariwisata berbasis konservasi (Geowisata) salah satu sektor usaha
yang dapat dikembangkan dalam kawasan geopark. Keberadaan Kawasan geopark
merangsang muncul dan berkembangnya berbagai aktifitas ekonomi lokal seperti
usaha kerajinan, kuliner lokal, home stay, beragam aktivitas hiburan, olah raga dan
permainan dengan tetap memprioritaskan pelestarian lingkungan alam pada Kawasan
Geopark.

102
Gambar 3. 7 Terasering di Mù Cang Chải District, Vietnam

Gambar 3. 6 Terasering di Palembayan, Kabupaten Agam

Ekosistem Karst dengan keunikan yang dimilikinya menjadikannya bagian dari


warisan Geologi (Geoheritage) dalam Geopark untuk mempertahankan fungsi
ekologinya diantaranya sebagai kawasan penyangga air yang menyimpan banyak
potensi yang dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat sehingga perlu
pengelolaan dengan tepat. Pengelolaan yang tepat adalah dengan melalui Penetapan
kawasan Geopark Baik Lokal, Nasional maupun Global. Geopark adalah kawasan
geografis dimana situs-situs warisan geologi menjadi bagian dari konsep perlindungan

103
pendidikan, dan pembangunan berkelanjutan dengan konsep management
pembangunan kawasan secara berkelanjutan yang memadu-serasikan tiga (3)
keragaman alam yaitu geodiversity, biodiversity, dan cultural diversity. Sinergi antara
keragaman geologi, biologi dan budaya harus ditonjolkan sebagai bagian yang tak
terpisahkan.
Kawasan Bentang Alam Karst menjadi bagian dari warisan geologi yang
memeiliki beragam keunikan dan dapat menceritakan proses terbentuknya permukaan
bumi sehingga Kawasan bentang Alam Karst perlu dilindungi disamping funsinya yang
sangat kompleks bagi kehidupan manusi dan makhluk hidup di muka bumi.
Perlindungan Ekosistem Karst dengan penetapan sebagai KBAK akan sangat
mendukung perkembangan Geopark baik Nasional maupun Global melalui Program
Konservasi, Edukasi dan peningkatan ekonomi masyarakat lokal.

3.3. Pemanfaatan Ekosistem Karst Untuk Kegiatan Pertambangan


Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup pada sektor pertambangan di
Kawasan Karst dapat dilaksanakan dengan mengikuti Pedoman Pelaksanaan Kaidah
Teknik Pertambangan yang Baik, diantaranya:
1. Pada saat ada rencana memberikan izin usaha pertambangan, sebaiknya dilakukan
penapisan dahulu dengan peta zona arahan lindung dan budidaya DDDT Ekosistem
Karst.
2. Suatu wilayah yang memiliki potensi bahan galian tambang dan dapat diusahakan
setelah ditetapkan sebagai WUP (Wilayah Usaha Pertambangan) harus memenuhi
beberapa kriteria, diantaranya merupaka nwilayah yang dapat dimanfaatkan untuk
kegiatan pertambangan secara berkelanjutan serta merupakan zona layak wilayah
tambang sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Metodelogi yang
digunakan dalam penapisan ini yaitu dengan menggunakan peta IUP, peta KBAK,
peta hutan konservasi, peta daerah resapan air.
3. Melakukan penapisan Izin Usaha Pertambangan (IUP) sesuai dengan Peraturan
Menteri LHK No 4 Tahun 2021 tentang Daftar Usaha dan/atau Kegiatan Yang Wajib

104
Memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup, Upaya Pengelolaan
Lingkungan Hidup Dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup Atau Surat
Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan Dan Pemantauan Lingkungan Hidup.
4. Hal-hal penting yang harus diperhatikan dalam dokumen izin lingkungan di dalam
penerbitan Izin lingkungan untuk kegiatan pertambangan:
a. Gambaran Rona awal sebelum dilakukan penambangan pada kawasan Karst
dan rencana Rona akhir penambangan tergambar di dokumen lingkungan.
b. Hasil eksplorasi harus mencerminkan berapa cadangan/sumberdaya dari batu
gamping yang berada di IUP serta umur tambang sebagai gambaran rencana
penutupan tambang sudah diketahui sejak awal (hasil eksplorasi) dan tertuang
di dokumen lingkungan.
c. Penyampaian kualitas Batu gamping/batu kapur serta pemanfaatannya untuk
apa sudah jelas, terkait rencana pemasaran, pemanfaatan dan peluang bisnis
penjualan batu gamping (komoditi bahan tambang).
d. Identifikasi jenis kegiatan mulai dari Prakonstruksi, konstruksi, operasi dan
pasca operasidi buat detail sesuai dengan jenis kegiatan penambangan dan
komponen dampak lingkungan juga dilingkup.
e. Memastikan rencana kegiatan penambangan apakah hanya menambang saja
dan atau ada kegiatan pengolahan hasil tambang karena masing-masing
kegiatan ini sumber kegiatan dan dampaknya berbeda.
f. Telaah dokumen AMDAL dan rencana pemantauan dan pengelolaan (RKL-RPL)
terhadap kualitas lingkungan: Bentang alam (Geofisik), Fisik, Kimia, Biologi,
Sosial Ekonomi Budaya, dan kesehatan masyarakat (Permen LHK P. 26 Tahun
2018 terkait Pedoman Penyusunan dan Penilaian serta Pemeriksaan Dokumen
Lingkungan Hidup Dalam Pelaksanaan Perizinan Berusaha) dilaksanakan
dengan baik (Good Mining Practice).
g. Rencana reklamasi sudah tertuang di dalam dokumen sebagai bagian kegiatan
pasca operasi kegiatan pertambangan dan tergambar rencana pemantauan dan
pengelolaan di dokumen RKL-RPL.

105
h. Sebaiknya KTT (Kepala Teknik Tambang) dan bidang lingkungan diberikan pada
orang yang berbeda (di struktur organisasi) sehingga kegiatan tambang bisa
terkelola dengan baik terutama pada perlindungan dan pengelolaan lingkungan
sebagaimana amanah UU Nomor 32 tahun 2009 terkait Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan (PPLH).
5. Bagi usaha pertambangan yang sudah berjalan/terlanjur terbit IUP nya dan berada
di kawasan Karst disarankan untuk memetakan potensi endokarst atau eksokarst
sebagai bentuk perlindungan terhadap warisan geologi di kawasan Karst (Permen
ESDM Nomor 17 tahun 2012 tentang Penetapan Kawasan Bentang Alam Karst).

106
Wisata Batu Runciang, Kota Sawahlunto 107
BAB IV
METODE PENDEKATAN

Gua Laguang, Nagari Aia Angek, Kabupaten Sijunjung 107


BAB IV
METODE PENDEKATAN

Metode pendekatan yang digunakan dalam penyusunann dokumen rencana ini


adalah analisis keruangan (spasial) dan metode DPSIR. Analisis spasial menunjukkan
pola sebaran karakteristik dalam bentuk peta dengan bantuan perangkat lunak Sistem
Informasi Geografis. Data-data hasil analisis spasial ditampilkan seperti peta sebaran
karst, peta DDDT dan peta arahan zonasi pengelolaan Ekosistem Karst di di Sumatera
Barat.
Pada Bab analisis dan pembahasan digunakan metode DPSIR, yang merupakan
akronim dari Driving Force (banyak juga yang menyatakan driving saja)– Pressure–
State –Impact -Responn adalah sebuah kerangka untuk mengorganisir informasi dan
data tentang kondisi lingkungan.
DPSIR ditemukan dan dikembangkan oleh Badan Lingkungan Eropa (European
Environmental Agency/EEA) pada tahun 1999. Saat ini DPSIR sangat diterima
dikalangan pemangku kepentingan di bidang lingkungan, hal tersebut dikarenakan
DPSIR memiliki tingkat fleksibilitas yang tinggi ditinjau dari sisi metodologi ilmiah,
sebagai contoh, DPSIR dapat diterapkan guna menganalisis hubungan sebab-akibat
dan/atau interaksi komponen lingkungan fisik-kimia, biologi, sosial, ekonomi, budaya
dan kesehatan yang kompleks.

107
Driving Forces Responses

Impacts
Pressures

States

Gambar 4. 1 Konsep Umum DPSIR

KOMPONEN DPSIR

1. Driving
Driving dalam Bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai faktor pemicu dari
sebuah kondisi guna memenuhi kebutuhan dan keinginan manusia, sebagai contoh:
air, pangan, energi, transportasi, tempat tinggal, kesehatan, keamanan, status sosial
dan lain sebagainya. Driving (faktor pemicu) dapat ditinjau dari kondisi global, regional
dan lokal.

2. Pressure
Pemenuhan kebutuhan manusia menyebabkan “tekanan (pressure)” terhadap
komponen lingkungan sebagai akibat dari produksi barang/ jasa dan konsumsi manusia
yang dapat menyebabkan turunnya kualitas hidup manusia itu sendiri. Komponen
lingkungan yang mendapat tekanan tersebut adalah komponen fisik/ kimia, biologi
sosial, ekonomi, budaya dan kesehatan, adapun contoh komponen lingkungan yang
mengalami tekanan: emisi, polusi, radiasi, vibrasi, gaya hidup dan lain sebagainya.

108
3. States
Dikarenakan tekanan terhadap komponen lingkungan umumnya akan
menimbulkan akses negatif terhadap berkerjanya sebuah keadaan/kondisi/system
(states) lingkungan, sebagai contoh tergangggunya keadaan/kondisi/sistem
lingkunagn air, habitat hutan, komunitas baik global, regional dan lokal masyarakat
dan lain sebagainya. Dalam artian sederhana states sangat berhubungan dengan
keadaan/kondisi/sistem tertentu yang bersifat spasial.

4. Impact
Akses negatif dari perubahan kondisi/ keadaan/ sistem lingkungan terutama
turunnya daya dukung lingkungan dapat menimbulkan dampak terhadap kualitas hidup
manusia itu sendiri seperti timbulnya kesenjangan sosial, ekonomi dan budaya yang
dapat menimbulkan konflik dan sebagainya serta turunnya indeks kesehatan
masyarakat

5. Responses
Dikarenakan adanya dampak negatif akibat dari pemenuhan kebutuhan dan
keinginan maka manusia akan menanggapi dampak tersebut dan biasanya dalam suatu
tatanan normatif seperti pengambilan keputusan dan kebijakan dalam skala yang
berbeda guna mengendalikan dan mengurangi dampak negatif terhadap komponen
lingkungan itu sendiri seperti baku mutu, nilai ambang batas, norma dan etika, kearifan
lokal dan lain sebagainya.

109
BAB V
ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Sungai Bawah tanah, Gua Janjian, Desa Talago Gunung,


Kota Sawahlunto 110
Gua Batu Kapal, Kabupaten Solok Selatan 110
BAB V
ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Tabel 5. 1 Analisis DPSIR Ekosistem Karst di Sumatera Barat

DRIVER PRESSURE STATE IMPACT RESPONSES


Tingginya Berkurangnya Penambangan batu Pengrusakan 1) Penetapan
permintaan Lapisan Tanah kapur menyebabkan bentuk lahan KBAK.
pasar terhadap mempengaruhi terjadinya Degradasi 2) Pemberian izin
batu kapur untuk jumlah air yang Ekosistem Karst penambangan
pembangunan meresap Berkurangnya batu gamping
seperti bahan sumber air bersih memperhatikan
indutri, peta arahan zona
infrastruktur Hilangnya mineral pemanfaatan
jalan, kebutuhan batuan sesuai dengan
pupuk dolomit DDDTLH di
untuk aktifitas Terjadinya Polusi/ Terganggunya Ekosistem Karst.
pertanian Pencemaran Air proses pertanian 3) Pelaku usaha
Tanah oleh bahan (biota sebagai pertambangan
kimia pengendali menerapkan
hama) prinsip good
mining practice.
Meningkatnya Kebutuhan Terbannya/ Penurunan 1) Eco-Friendly
Pertumbuhan lahan semakin runtuhnya Tanah kualitas Air Agriculture
penduduk meningkat baik membahayakan dikawasan karst dengan
untuk areal permukiman penggunaan
permukiman pupuk organik.
maupun Meningkatnya 2) Melakukan
pertanian Jumlah sampah pengelolaan
sampah
Tata Ruang Yang Belum adanya Pemanfaatan Menurunnya Inventarisasi
Tidak sesuai sistem zonasi Ekosistem Karst fungsi potensi
dengan dalam yang tidak sesuai Ekosistem Karst berdasarkan
peruntukannya pemanfaatan dengan Daya DDDTL Ekosistem
ruang Dukung dan Daya Karst
/kawasan karst Tampung Perumusan
Lingkungan Hidup kebijakan
Perlindungan oleh
Pemerintah
Daerah
Berkembangnya Kurangnya Vandalisme, Kerusakan dan Penetapan
kegiatan kepedulian Pencemaran Kawasan bentang

110
pariwisata tanpa masyarakat Pengrusakan lingkungan Alam Karst
upaya terhadap ornamen gua dan hidup di (KBAK)
perlindungan kelestarian sampah berserakan. Kawasan wisata Penerbitan
Ekosistem Karst. Ekosistem Ekosistem Karst Peraturan Nagari
Karst. berdampak tentang
pada Perlindungan
menurunnya Ekosistem Karst.
Sarpras yang nilai keindahan Pengusulan
kurang dan keilmiahan Geopark (Taman
memadai gua dan Bumi)
dalam hal tentunya
pengelolaan berdampak Penetapan
sampah terhadap jumlah Kawasan Cagar
kunjungan Alam Geologi
wisata (KCAG)

Klaim Masih Konflik Pengelolaan Kerusakan Peningkatan


kepemilikan minimnya Ekosistem Karst di Ekosistem Karst pemahaman
lahan (geosite) pemahaman lahan masyarakat. masyarakat lokal
oleh masyarakat masyarakat dalam
(tanah Ulayat) terhadap Maraknya perlindungan
pentingnya pertambangan karst
fungsi kawasan rakyat di tanah
Ekosistem ulayat.
Karst

Lemahnya Meningkatnya Rusaknya Ekosistem Hilangnya Pembinaan dan


penegakan penambangan Karst keragaman pengawasan
hukum terhadap illegal di hayati Pengelolaan
kegiatan Ekosistem kawasan karst
tambang ilegal Karst

5.1. Analisis dan gambaran isu pertambangan di kawasan karst


Sumatera Barat
5.1.1. Faktor Pendorong (Driving Forces)
Peningkatan jumlah penduduk sejalan dengan peningkatan kebutuhan hidup. Di
Ekosistem Karst peningkatan jumlah penduduk berdampak terhadap kebutuhan lahan,
pemukiman, jalan, serta sarana dan prasarana lainnya. Untuk memenuhi kebutuhan
tersebut, permintaan bahan baku sejumlah industri (semen, cat, kosmetik, pupuk,
kertas) ikut meningkat hal ini memicu degradasi lingkungan.

111
Saat ini tata ruang di provinsi dan Kabupaten/kota di Sumatera Barat belum
mengacu pada peta daya dukung dan daya tampung Ekosistem Karst sehingga ada
beberapa perusahaan tambang yang berada di zona arahan lindung. Di samping itu
berkembangnya kegiatan pariwisata tanpa upaya perlindungan Ekosistem Karst
memperparah kerusakan dan pencemaran Ekosistem Karst.
Di beberapa daerah terjadi klaim kepemilikan lahan (geosite) oleh masyarakat
(tanah ulayat) sehingga masyarakat beranggapan mereka bebas melakukan apa saja
di Ekosistem Karst yang berada di tanah ulayat mereka. Sebagaimana terjadi di
ekosistem Aia Singkek Nagari
Koto Tinggi dan gua Teratai,
Nagari Pandam Gadang,
Kabupaten Lima Puluh Kota,
masyarakat menanam jeruk di
atas ekosistem sehingga tutupan
hutan diatas berkurang. Begitu
juga di gua pacualan nagari Tigo
Koto Silungkang masyarakat
berkebun durian diatas . Hal ini Gambar 5. 1 Kebun Jeruk di dekat Gua Aia Singkek,
Kabupaten Lima Puluh Kota
dapat mengakibatkan proses
kartifikasi didalam gua teranggu.
Lemahnya penegakan
hukum terhadap kegiatan yang
merusak Ekosistem Karst
contohnya yang terjadi di Nagari
Tanjung Lolo, Kabupaten
Sijunjung dan Nagari
Paninggahan, Kabupaten Solok.
Dimana masyarakat sudah Gambar 5. 2 Tambang batu kapur belum memiliki
izin di Kabupaten Sijunjung

112
melakukan kegiatan penambangan padahal belum memiliki izin.

5.1.2. Tekanan (Pressure)

Beberapa lokasi pertambangan berada dekat pemukiman hal ini berakibat pada
degradasi kawasan karst jika tidak dikelola dengan baik. Saat ini di Sumatera Barat
ada 52 Jenis perizinan (45 IUP Operasi Produksi dan 7 IUP Eksplorasi). Aktifitas

Gambar 5. 3 Sumber mata air di dekat pertambangan PT Tekad Jaya, Kabupaten Lima
Puluh Kota

pertambangan memicu terjadinya pembukaan lahan yang akan memberikan


kontribusi yang menyebabkan tingginya laju erosi yang bermuara pada sungai dan
atau persawahan. Aktifitas pertambangan yang tidak dikelola dengan baik bisa
menyebabkan sumber mata air yang bersumber dari sungai bawah tanah di lokasi
tambang akan tercemar dan berkurang secara kuantitas. Munculnya penambang-
penambang liar (ilegal) menjadi kontribusi terjadinya pengrusakan lingkungan. Karena
fungsi pengawasan dan penegakan hukum tidak berjalan. Hal ini dapat kita jumpai di
Izin Usaha Pertambangan PT Tekad Jaya yang lokasinya berdekatan dengan mata air.
Dengan adanya aktivitas penambangan mengakibatkan jumlah air yang keluar dari
mata air sudah mulai berkurang dan juga tingkat kejernihan air juga menurun.

113
5.1.3. Kondisi (State)
Terangkatnya isu pertambangan di kawasan Karst Sumatera Barat dijumpai di
PT Bakapindo (Kabupaten Agam) yang telah melakukan aktifitas penambangan dekat
pemukiman, protes warga terkait kekeringan di sawah akibat aktifitas tambang Batu
gamping. Perhitungan slope stability (kelerangan) pada penambangan cukup terjal.
Hal tersebut juga ditemukan pada penambangan PT Tekad Jaya (Kabupaten Lima
Puluh Kota) yang berada dekat pemukiman. Aktifitas penambangan menggunakan
blasting (peledakan). Di lokasi penambangan dijumpai mata air yang dimanfaatkan
oleh masyarakat, sedangkan kondisi penambangan sudah mendekati sumber mata air
serta pengelolaan settlingpond dekat dengan sumber mata air yang sangat berpotensi
terjadi pencemaran.

5.1.4. Dampak (Impact)


Berkurangnya jumlah air (kekeringan) di sawah masyarakat sekitar lokasi
tambang batu gamping PT Bakapindo (Kabupaten Agam) menjadi kajian dan telaah
untuk memastikan dampak dari penambangan terhadap kualitas dan kuantitas air
disekitarnya. Selain itu ketaatan pemantauan terhadap kualitas udara (debu) juga
diperhatikan, masyarakat mengeluhkan jumlah ritasi dan muatan truk pembawa hasil
Batu gamping keluar lokasi tambang menuju konsumen seperti di PT Tekad Jaya
(Kabupaten Lima Puluh Kota) dan PT Safril Lanin (Kabupaten Solok). Akibatnya jalan
yang dilalui sebagai jalan hauling melebihi kapasitas jalan yang dipergunakan.
Aktivitas peledakan juga perlu dipantau terkait dengan rumah penduduk yang
berdekatan dengan masyarakat.

5.1.5. Upaya (Respons)


Upaya dalam meminimalkan dampak dari aktifitas pertambangan di Kawasan
Karst Sumatera Barat dilakukan melalui peningkatan penaatan terhadap peraturan
pengelolaan pertambangan yang baik (good mining practice) dan pengelolaan
lingkungan hidup. Dokumen eksplorasi pada saat pengurusan Izin Usaha

114
Pertambangan dibuat dengan baik. Studi kelayakan tambang, kajian AMDAL atau UKL
UPL serta rencana pengelolaan dan pemantauan (dokumen RKL-RPL) menjadi
pedoman didalam aktifitas penambangan. Pelaporan triwulan dan atau semester
terhadap upaya pemantauan dan pengelolaan lingkungan dilaksanakan dan diserahkan
secara rutin kepada pihak terkait (DLH, ESDM dll).

5.2. Analisis dan gambaran isu pariwisata di kawasan karst Sumatera


Barat
5.2.1. Faktor Pendorong (Driving Forces)
Terjadinya pandemi Covid 19 di dunia mengakibatkan berkurangnya keinginan
wisatawan untuk melakukan kegiatan pariwisata di daerah yang ramai. Di Sumatera
Barat salah satu alternatif destinasi wisata dimasa pandemi ini adalah wisata alam
yaitu Gua. Uniknya ornamen dan biota di dalam gua dengan segala keindahannya
menyebabkan daerah ini cukup banyak diminati oleh masyarakat. Di Sumatera Barat
beberapa gua yang sudah dijadikan destinasi wisata diantaranya Gua Indah di
Payakumbuh, Gua Batu Kapal di Solok Selatan, Gua Basurek di Kabupaten Sijunjung,
dan Nagalau Tarang, Gua Sibinu, Gua Simarasok dan Gua Pacualan di Kabupaten
Agam.

5.2.2. Tekanan (Pressure)


Jika dibandingkan dengan jumlah pengunjung di destinasi wisata alam yang lain seperti
pantai dan danau, jumlah kunjungan wisatawan ke gua masih tergolong redah. Hal ini
disebabkan karena wisata gua merupakan wisata minat khusus yang tidak semua
orang berminat. Meskipun dari jumlah kunjungan masih cukup rendah namun kegiatan
wisata ke dalam gua ini dapat mengancam kelestarian ekosistem ini. Sebagai contoh
di Gua Batu Kapal pernah dilakukan acara Rapat Kerja Pemerintah Kabupaten Solok
Selatan dengan jumlah peserta 250 orang.

115
Gambar 5. 4 Pemkab Solsel Gelar Kegiatan Nagari Dalam Gua Batu Kapal

Hal ini menandakan kurangnya perhatian dan kepedulian masyarakat dan pemerintah
terkait perlindungan Ekosistem Karst. Banyaknya manusia yang masuk ke dalam gua
dalam satu waktu mengakibatkan terjadinya proses penguapan yang tinggi yang
tentunya berdampak bagi kehidupan makhluk hidup di dalam gua.

5.2.3. Kondisi (State)


Banyaknya gua yang dijadikan objek wisata oleh masyarakat dan pemerintah
tanpa adanya aturan tentang perlindungannya mengakibatkan gua-gua ini mengalami
kerusakan dan pencemaran. Beberapa ornamen di dalam gua banyak dirusak sehingga
menggangu pertumbuhan stalaktik dan stalakmit. Disamping itu di dinding gua banyak
ditemukan tulisan tulisan yang menganggu keaslian gua, ditambah lagi budaya
masyarakat yang membuang sampah sembarangan mengakibatkan gua pun dijadikan
tempat pembuangan sampah.

116
Gambar 5. 5 Ornamen Gua yang dirusak/dipatahkan

5.2.4. Dampak (Impact)


Akibat belum adanya aturan perlindungan ekositem karst terkait kegiatan
pariwisata mengakibatkan beberapa gua mengalami penurunan nilai keindahan dan
keasliannya. Hal ini tentunya sangat mengkhawatirkan karena nilai jual dari sebuah
gua dijadikan objek wisata baik itu untuk tujuan umum atau tujuan khusus adalah dari
keindahan ornamen di dalamnya. Semakin banyak ornamen gua yang dirusak maka
nilai jualnya sebagai objek wisata akan semakin turun. Demikian juga dengan semakin
banyak sampah ditemukan di dalam gua tentunya juga akan menurunkan minat
wisatawan untuk mengunjunginya.

117
5.2.5. Upaya (Respons)
Dalam rangka melindungi Ekosistem Karst yang dimanfaatkan sebagai objek
wisata diperlukan instrumen perlindungan. Instrumen perlindungan tersebut ini bisa
dalam bentuk dijadikannya kawasan tersebut sebagai Kawasan Bentang Alam Karst
KBAK, kawasan Cagar Alam Geologi, Penetapan sebagai kawasan geopark atau bahkan
untuk tingkat lokal bisa dikeluarkan peraturan nagari atau peraturan walinagari tentang
perlindungan Ekosistem Karst. Dengan adanya instrumen perlindungan ini diharapkan
Ekosistem Karst dapat terjaga sesuai dengan fungsinya

118
Pengolahan Batu Gamping, Nagari Paninggahan,
Kabupaten Solok 119
BAB VI
ARAHAN KEBIJAKAN

Gua Kalam, Nagari Kamang Mudiak, Kabupaten Agam 118


BAB VI
ARAHAN KEBIJAKAN

6.1. Arahan Perlindungan

Tabel 6. 1 Luasan Ekosistem Karst di Provinsi Sumatera Barat

Perlindungan Ekosistem Karst merupakan upaya sistematis dan terpadu yang


dilakukan untuk melestarikan fungsi Ekosistem Karst dan mencegah terjadinya
pencemaran dan/atau kerusakan Ekosistem Karst. Pengelolaan Ekosistem Karst adalah
upaya sistematis dan terpadu untuk melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkan
potensi di kawasan Ekosistem Karst yang meliputi perencanaan, pemanfaatan,
pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum.
Perlindungan dan pengelolaan Ekosistem Karst ini mengatur masalah
perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, serta pengawasan dan

119
penegakan hukum. Enam hal yang menjadi ruang lingkup dalam upaya perlindungan
dan pengelolaan lingkungan (Pasal 4 UU No. 32 tahun 2009). Perencanaan meliputi
kegiatan inventarisasi karakteristik Ekosistem Karst, penetapan kawasan Ekosistem
Karst, kawasan lindung dan kawasan budidaya, serta penyusunan rencana
perlindungan dan pengelolaan Ekosistem Karst. Pemanfaatan karst ditentukan
berdasarkan kriteria baku kerusakan Ekosistem Karst dan penerapan instrumen
lingkungan setiap kegiatan yang memanfaatkan Ekosistem Karst. Pemanfaatan
Ekosistem Karst juga disertai dengan pemeliharaan Ekosistem Karst, pengawasan
ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap izin dan peraturan
pemerintah ini. Pelanggaran atas ketentuan izin dan/atau peraturan pemerintah ini
dikenakan sanksi administrasi, dan/atau perdata.
Perlindungan Ekosistem Karst dalam hukum nasional merujuk pada Peraturan
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 17 Tahun 2012 tentang Penetapan
Kawasan Bentang Alam Karts (KBAK).
Perlindungan dan pengelolaan Ekosistem Karst dilaksanakaan berdasarkan azas:
Keseimbangan, Pembangunan berkelanjutan, Integritas pengelolaan, Pemberdayaan
masyarakat, Kelestarian fungsi hutan, Kesejahteraan masyarakat, Keadilan, Kapasitas
hukum dan, Kemaanfaatan.
Kawasan Ekosistem Karst yang diusulkan untuk dilindungi melalui penetapan
Kawasan Bentang Alam Karst (KBAK) yang mengacu kepada kriteria endokarst dan
eksokarst tertentu yaitu ;
a. Memiliki fungsi ilmiah sebagai objek penelitian dan penyelidikan bagi
pengembangan ilmu pengetahuan;
b. Memiliki fungsi sebagai daerah imbuhan air tanah yang mampu menjadi
media meresapkan air permukaan ke dalam tanah;
c. Memiliki fungsi sebagai media penyimpan air tanah secara tetap (permanen)
dalam bentuk akuifer;
d. Memiliki mata air permanen ;
e. Memiliki gua yang membentuk sungai atau jaringan sungai bawah tanah.

120
Berdasarkan kriteria pengusulan KBAK yang diuraikan di atas Ekosistem karts
Kabupaten yang prioritas untuk pengusulan KBAK adalah;

6.1.1. Ekosistem Karst Kabupaten Lima Puluh Kota


Rekomendasi pengusulan KBAK di Ekosistem Karst Kabupaten Lima Puluh Kota
dengan pertimbangan utama adalah memiliki gugusan bukit batu gamping dengan fosil
kerang dan fosil terumbu karang, speleothems Karst yang masih Aktif, Biodiversitas
biota Karst dan sebagai sumber air bersih. Potensi Ekosistem Karst ini dapat
dikembangkan untuk pengembangan edukasi atau kegiatan ilmiah sebagai objek
penelitian dan penyelidikan bagi pengembangan ilmu pengetahuan. Usulan Lokasi ini
berada di Kecamatan Gunung Omeh di sana terdapat Gua Aia Singkek dan Gua Teratai.

121
Gambar 6. 1 Fosil terumbu karang di Karst Kabupaten Lima Puluh Kota.

Gambar 6. 2 Peta Rekomendasi Lokasi KBAK Kabupaten Lima Puluh Kota

Dari peta (Gambar 6.2) terlihat bahwa lokasi usulan KBAK berada di zona arahan
budidaya DDDT Ekosistem Karst. Walaupun lokasi ini berada di zona arahan budidaya
namun dari kriteria KBAK daerah ini masuk dalam kawasan yang harus dilindungi
karena memiliki keunikan sehingga daerah ini juga bisa diusulkan sebagai Cagar Alam
Geologi sesuai dengan Permen ESDM N0 32 tahun 2016 tentang Pedoman Penetapan
Kawasan Cagar Alam Geologi.

6.1.2. Ekosistem Karst Kabupaten Agam

122
Gambar 6. 3 Danau dari aliran air bawah tanah ekosistem karst di Kamang, Agam

Ekosistem Karst Kabupaten Agam memiliki diversity atau keragaman eksokarst


dan endokarst dengan out standing value (OUV). Nilai terkemuka karena keunikan dan
kelangkaan, yaitu Ponor yang merupakan lubang aliran air yang menghubungkan aliran
sungai bawah tanah yang dapat dilihat pada Danau Kamang (atau dikenal oleh
masyarakat Terusan Kamang) yang secara geologi dikenal sebagai Danau Purba
Kamang, dengan keunikannya menyebabkan danau ini mengering pada waktu
tertentu. Kemudian terdapat speleothems eksentrik gua karst Gua Simarasok atau Gua
Agam tabik Pearls Cave dan speleothems gua karst lainnya yang telah terbentuk
ratusan juta tahun yang lalu, dapat dilihat dari speleothems gua karst yang berukuran
besar dan masih aktif. Ekosistem Karst Kabupaten Agam di prioritaskan untuk
pengusulan KBAK dengan pertimbangan bahwa Ekosistem Karst Kabupaten Agam tidak
saja memiliki keunikan untuk pengembangan penelitian dan pengembangan ilmu
pengetahuan tetapi juga memiliki kriteria sebagai Gua yang membentuk sungai atau
jaringan sungai bawah tanah sehingga ini dapat mendorong pengusulan KBAK oleh
pemerintah daerah Kabupaten Agam. Lokasi KBAK yang diusulkan berada di
Kecamatan Baso, Kamang dan Nagari Tigo Koto Silungkang Kecamatan Palambayan.

123
Gambar 6. 4 Peta Rekomendasi Lokasi KBAK di Kabupaten Agam

124
6.1.3. Ekosistem Karst Kabupaten Solok Selatan

Gambar 6. 5 Gua Batu Kapal, Kabupaten Solok Selatan

Ekosistem Karst Kabupaten Solok Selatan yang diusulkan untuk lokasi KBAK
diantaranya adalah Gua Batu Kapal karena memenuhi kriteria sebagai pengembangan
penelitian dan ilmu pengetahuan dengan keunikan bentukan karst dan biota yaitu
jenis Biota Lumut yang dapat memberikan warna berbeda pada saat terkena pantulan
cahaya. Gua Batu Kapal termasuk formasi batuan permulaan 200 juta tahun yang lalu
dengan keunikan biota lumut yang berperan sebagai pendukung kehidupan organisme
lain, bahan obat, antibiotik, anti mikroba, pereda rasa sakit, sebagai tumbuhan pioner
penyeimbang ekosistem dan bio-indikator alami. Dikembangkannya Gua Batu Kapal
sebagai objek wisata tanpa regulasi dan zonasi akan mengancam keberadaan biota
lumut ini sebagai Bioheritage Gua Batu Kapal. Pertimbangan ini menjadi pendorong
bagi pemerintah daerah Kabupaten Solok Selatan untuk pengusulan KBAK. Berikut peta
rekomentasi

125
Gambar 6. 6 Peta Rekomendasi Lokasi KBAK di Kabupaten Solok Selatan

Dari peta (Gambar 6.6) terlihat bahwa Gua Batu Kapal di luar zona yang berwarna
hijau (jasa ekosistem tinggi) dikarenakan keberadaannya di tengah kebun sawit.
Meskipun begitu, walaupun lokasi ini berada di zona arahan budidaya namun dari
kriteria KBAK daerah ini masuk dalam kawasan yang harus dilindungi karena memiliki
keunikan secara geologis.

6.1.4. Ekosistem Karst Kabupaten Sijunjung


Di Kabupaten Sijunjung terdapat beberapa lokasi yang diusulkan sebagai KBAK
karena memenuhi kriteria memiliki sumber mata air permanen dan mempunyai fungsi
Ilmiah. Lokasi yang diusulkan berada di Kecamatan Sumpur Kudus dan Kecamatan
Sijunjung. Ekoistem Karst di daerah ini memiliki fungsi ilmiah sebagai objek penelitian
dan penyidikan bagi pengembangan ilmu pengetahun, memiliki fungsi sebagai daerah
imbuhan air tanah yang mampu menjadi media meresapkan air permukaan ke dalam

126
tanah, memiliki fungsi sebagai media penyimpan air tanah secara tetap (permanen)
dalam bentuk akuifer, dan memiliki gua yang membentuk sungai atau jaringan sunagi
bawah tanah. Berikut disampaikan usulan Lokasi KBAK di Kabupaten Sijunjung

Gambar 6. 7 Peta Rekomendasi Lokasi KBAK di Kabupaten Sijunjung

6.1.5. Ekosistem Karst Kabupaten Tanah Datar


Eksositem Karst di Kecamatan Lintau Buo dan Lintau Buo Utara Kabupaten Tanah
Datar terkenal dengan julukan Seribu Bukit Karst. Daerah ini sangat penting diusulkan
sebagai lokasi KBAK, beberapa lokasi yang bisa diusulkan adalah gua sopan kijang dan
gua Indah Pangian. Daerah ini memiliki fungsi ilmiah sebagai objek penelitian dan
penyidikan bagi pengembangan ilmu pengetahun, memiliki fungsi sebagai daerah
imbuhan air tanah yang mampu menjadi media meresapkan air permukaan ke dalam
tanah, memiliki fungsi sebagai media penyimpan air tanah secara tetap (permanen)

127
dalam bentuk akuifer, dan memiliki gua yang mebentuk sungai atau jaringan sungai
bawah tanah. Berikut disampaikan usulan lokasi KBAK di Kabupaten Tanah Datar.

Gambar 6. 8 Peta Rekomendasi Lokasi KBAK di Kabupaten Tanah Datar

6.1.6. Ekosistem Karst Kota Padang Panjang

Eksositem Karst di Kota Padang Panjang sudah dilakukan penyelidikan oleh


Badan Geologi. Lokasi yang diusulkan untuk KBAK adalah Mata Air Lubuk Mata Kucing,
Mata Air Tugu Sadah, Mata Air Hulu Bukit, Sungai Bawah Tanah Andok, Gua Batirai,
Mata Air Kaki Bukit, Mata Air Pancuran Karang. Lokasi ini diusulkan karena memenuhi
kriteria KBAK yaitu memiliki fungsi ilmiah sebagai objek penelitian dan penyidikan bagi
pengembangan ilmu pengetahun, memiliki fungsi sebagai daerah imbuhan air tanah
yang mampu menjadi media meresapkan air permukaan ke dalam tanah, memiliki

128
fungsi sebagai media penyimpan air tanah secara tetap (permanen) dalam bentuk
akuifer, memiliki mata air permanen dan memiliki gua yang mebentuk sungai atau
jaringan sungai bawah tanah.

Gambar 6. 9 Peta Rekomendasi Lokasi KBAK di Kota Padang Panjang

129
6.1.7. Ekosistem Karst Kabupaten Solok

Ekosistem Karst Kabupaten Solok merupakan bentukan bentang alam karst yang
unik dan berbeda dengan bentangan alam karst di Kabupaten/ kota lainnya di
Sumatera Barat berada di Nagari Talang Babungo Kecamatan Hiliran Gumanti.
Ekosistem Karst terhampar di perbukitan yang berada pada ketinggian kurang lebih
1000-1200 mdpl. Ekosistem Karst terdiri dari eksokarst dan endokarst. Eksokarst dari
Ekosistem Karst Nagari Talang Babungo merupakan bentangan alam yang unik dan
langka yaitu Eksogourdam merupakan bendungan alam seperti tingkatan sawah yang
pinggirannya horizontal. Hidup dan bertumbuh setiap tahunnya. Sehingga menyerupai
dam/ bendungan air yang terkadang juga disebut Kolam renang Alami bertingakat
hingga belasan tingkatan. Kemudian terdapat natural bridge (jembatan alam) yang
terbentuk dari pengikisan batuan kapur oleh aliran sungai sehingga membentuk lorong
pendek yang atapnya menyerupai jembatan.

Gambar 6. 10 Peta Rekomendasi Lokasi KBAK di Kabupaten Solok

130
Selain upaya perlindungan Ekosistem Karst tingkat nasional yang ditetapkan
melalui Peraturan Menteri ESDM terkait KBAK, juga ada upaya perlindungan Ekosistem
Karst yang bersifat lokal inisiatif dari masyarakat nagari/desa (buttom up) yaitu melalui
Peraturan Nagari atau SK Wali Nagari tentang Perlindungan Ekosistem Karst. Hal ini
merupakan upaya perlindungan yang berasal dari masyarakat itu sendiri melalui
pemerintahan terendah yaitu Nagari/Desa. Contoh SK Wali Nagari tentang
Perlindungan Ekosistem Karst dapat dilihat sebagai berikut:

131
Gambar 6. 11 SK Wali Nagari Sisawah tentang Penetapan Perlindungan Ekosistem Karst

132
Gambar 6. 12 SK Wali Nagari Talang Babungo tentang Penetapan Perlindungan
Ekosistem Karst

6.1. Arahan Pemanfatan


Pemanfaatan Ekosistem Karst wajib dilakukan dengan menjaga fungsi
hidrologis, habitat biota tertentu, dan karakteristik Ekosistem Karst. Pemanfatan yang
dilakukan adalah dalam bentuk pemanfaatan terbatas dan pemanfaatan tertentu.
Pemanfaatan terbatas untuk kegiatan penelitian dan pengembangan ilmu
pengetahuan di bidang Ekologi, Biologi, Geologi, Hidrologi dan bidang ilmu lainnya.
Pemanfaatan tertentu dimanfatkan untuk kegiatan: pendidikan, ekowisata;
penggunaan air tanah untuk memenuhi kebutuhan domestik; dan/atau jasa lingkungan

133
lainnya. Kriteria pemanfaatan Ekosistem Karst ditetapkan oleh gubernur. Pemanfataan
fungsi kawasan Ekosistem Karst melalui pemaanfaatan jasa lingkungan dengan
menerapkan pembayaran jasa lingkungan. Pembayaran jasa lingkungan dilakukan
antara penyedia jasa lingkungan dan pengguna jasa lingkungan, seperti: sumber daya
air, keanekaragaman hayati; dan/atau jasa lingkungan lainnya.
Pembayaran jasa lingkungan dilakukan melalui mekanisme kompensasi dan
imbal jasa. Mekanisme kompensasi dilakukan antara Pemerintah Daerah atau
Pemerintah Kabupaten sebagai penyedia jasa lingkungan dengan Pemerintah Daerah,
Pemerintah Kabupaten dan/atau pihak lain sebagai pemanfaat jasa lingkungan.
Kompensasi dihitung sesuai nilai jasa lingkungan tertentu. Mekanisme imbal jasa
dilakukan antara Pemerintah Daerah, Pemerintah Kabupaten, perseorangan atau
kelompok sebagai penyedia jasa lingkungan dengan perseorangan atau kelompok
sebagai pemanfaat jasa lingkungan. Imbal jasa dihitung berdasarkan kesepakatan nilai
jasa lingkungan tertentu. Nilai jasa lingkungan tertentu dihitung menggunakan metode
valuasi ekonomi. Ketentuan lebih lanjut mengenai mekanisme pembayaran jasa
lingkungan dan tata cara perhitungan nilai jasa lingkungan dengan metode valuasi
ekonomi diatur dalam Peraturan Gubernur.
Penduduk asli yang bermukim pada kawasan Ekosistem Karst dapat melakukan
pemanfaatan pada kawasan Ekosistem Karst dengan fungsi lindung yang berada di
lahan yang dikuasainya untuk kegiatan kehutanan, perkebunan, pertanian,
peternakan, perikanan, dan pariwisata untuk pemenuhan kebutuhan rumah tangga.
Terhadap pemanfaatan kawasan Ekosistem Karst dengan fungsi lindung oleh
penduduk asli Gubernur atau Bupati sesuai dengan kewenangannya menyediakan
sarana dan prasarana pengendalian pencemaran dan kerusakan; dan/atau
menerapkan mekanisme kompensasi/imbal jasa lingkungan hidup.

134
6.2. Arahan Pengendalian Kegiatan Pertambangan
Pengendalian kerusakan kawasan Ekosistem Karst diawali dengan pencegahan
kerusakan kawasan Ekosistem Karst. Kawasan Ekosistem Karst dengan fungsi lindung
dinyatakan rusak apabila memenuhi kriteria baku kerusakan Ekosistem Karst.

Kriteria baku kerusakan Ekosistem Karst:


• Ornamen dan/atau sedimen dalam ruangan gua yang rusak lebih dari 10%
(sepuluh persen);
• Berkurangnya debit mata air permanen dan sungai bawah permukaan
tanah;
• Berkurangnya 20% (dua puluh persen) jumlah populasi biota yang
dilindungi, endemik, langka, dan/atau memiliki peran penting dalam
Ekosistem Karst;
• Berkurangnya luasan tutupan vegetasi sebesar 20% dari kondisi awal;
• Bertambahnya luasan singkapan batu gamping dan/atau dolomit lebih dari
10% (sepuluh persen) dari kondisi awal, akibat kegiatan penggalian;
dan/atau
• Turunnya permukaan air sungai/ danau secara permanen akibat rusaknya
daerah tangkapan air.

Kawasan Ekosistem Karst dengan fungsi budi daya dinyatakan rusak apabila
memenuhi kriteria baku kerusakan Ekosistem Karst sebagai berikut:
• Berkurangnya luasan tutupan vegetasi sebesar 30% (tiga puluh persen) dari
luas Ekosistem Karst dengan fungsi budi daya; dan
• Luasan batu gamping dan/atau dolomit yang tersingkap lebih dari 50%
(lima puluh persen) tersebar dari keseluruhan luasan batu gamping
dan/atau dolomit pada Ekosistem Karst dengan fungsi budi daya.

135
Pada proses eksploitasi, pemegang IUP dapat melakukan pengendalian
gangguan lahan pertambangan, yang secara manajemen pertambangan dilakukan
melalui tahapan-tahapan.
1. Perencanaan.

Pemegang IUP menyampaikan RKTTL (Rencana Tahunan Teknik dan


Lingkungan) yang didalamnya tercantum: peta rencana tambang yang disetujui
pimpinan tertinggi di lapangan sebagai acuan kerja dalam 1 tahun; rencana luas
bukaan lahan dan area yang telah selesei ditambang (mine out) untuk menjadi
target kegiatan reklamasi (tidak ada lahan yang ditinggalkan >30 hari; rencana
jadwal kegiatan land clearing, pengupasan tanah pucuk, OB Removal,
penambangan dan penimbunan (short term planning).

2. Aktifitas.

Melaksanakan aktifitas penambangan sesuai dengan jadwal yang telah


direncanakan.

3. Stabilitas Geoteknik.

Membuat kajian geoteknik (FS atau Kajian khusus) untuk mendapatkan


rekomendasi geoteknik berupa: Ketinggian maksimum jenjang/lereng dan
Kemiringan maksimum jenjang/lereng; Membentuk lereng dan jenjang sesuai
dengan rekomendasi; Melakukan pemantauan slope stability (radar,
ekstensometer, survey).

4. Penanganan batuan berpotensi asam.

Membuat kajian geokimia batuan (PAF/NAF), Karakteristik, permodelan,


rekomendasi penanganan PAF/NAF; Melakukan pengelolaan batuan berpotensi
asam (enkapsulasi, wetland, pengapuran); dan menyampaikan laporan
pelaksanaan RKL/RPL.

136
5. Pengendalian Erosi.

Dengan membuat dan memelihara sarana pengendalian erosi (sipil, vegetatif);


Membuat sistem penyaliran yang baik sesuai kualitas air limbah memenuhi baku
mutu; Melakukan pemantauan kualitas air dan laju erosi; Menyampaikan
laporan pelaksanaan RKL/RPL.

6. Kebencanaan.

Pencegahan dampak kebencanaan pada areal tambang dapat dengan


melakukan pemantauan kestabilan lereng dan timbunan, membuat kolam
pengendap dan menyediakan fasilitas tanggap darurat.

Batuan karst/batu gamping adalah sumber daya alam yang tidak terbarukan,
maka pengelolaan, pengusahaan dan pemanfaatannya mutlak harus optimal. Berikut
beberapa contoh penerapan prinsip konservasi :
1. Mengoptimalkan produksi penambangan dengan menerapkan teknik
pertambangan dan peralatan yang tepat, memaksimalkan cut off grade (COG)
dan stripping ratio (SR), encegah ceceran dalam penggalian dan pengangkutan,
engoptimalkan recovery.
2. Mengoptimalkan pengolahan dengan menerapkan teknik pengolahan dan
perlatan yang tepat, memaksimalkan high grade dengan cara blending,
memproduksi beberapa macam jenis dan kualitas produk, hingga
memaksimalkan recovery baik mineral utama maupun mineral pengikut.
3. Menempatkan dan mendata jumlah dan kualitas batu gamping dengan baik dan
tidak mencampurnya dengan waste. Hingga mengupayakan agar hasil tambang
mudah untuk dapat dimanfaatkan.
4. Mengoptimalkan pemanfaatan mineral lain yang mungkin ikut tergali.
5. Menerapkan prinsip konservasi pada flora dan fauna pada areal penambangan.

Untuk dapat mengendalikan kegiatan pertambangan Batu gamping dalam


proses perizinan lingkungan sebaiknya dilakukan penapisan sebelum izin lingkungan

137
dibahas, dapat dengan merujuk peta zona lindung atau zona budidaya Ekosistem Karst.
Kemudian setelah adanya dokumen lingkungan penting untuk memastikan bahwa
dokumen UKL-UPL dan RKL-RPL sudah benar dilaksanakan.

Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam merumuskan


rencana pemantauan lingkungan dalam Dokumen RKL-RPL, yakni:
a. Komponen/parameter lingkungan hidup yang dipantau mencakup Komponen/
parameter lingkungan hidup yang mengalami perubahan mendasar, atau
terkena dampak penting.
b. Aspek-aspek yang dipantau perlu memperhatikan benar dampak penting dan
sifat pengelolaan dampak lingkungan hidup yang dirumuskan rencana
pengelolaan lingkungan hidup.
c. Pemantauan dapat dilakukan pada sumber penyebab dampak dan/atau
terhadap komponen/parameter lingkungan hidup yang terkena dampak.
Dengan memantau kedua hal tersebut sekaligus akan dapat dinilai/diuji
efektivitas kegiatan pengelolaan lingkungan hidup yang dijalankan.
d. Pemantauan lingkungan hidup harus layak secara ekonomi. Biaya
yang dikeluarkan untuk pemantauan perlu diperhatikan mengingat kegiatan
pemantauan senantiasa berlangsung sepanjang usia usaha dan/atau kegiatan.
e. Rencana pengumpulan dan analisis data aspek-aspek yang perlu dipantau,
mencakup: jenis data yang dikumpulkan; lokasi pemantauan; frekuensi dan
jangka waktu pemantauan; metode pengumpulan data (termasuk peralatan dan
instrumen yang digunakan untuk pengumpulan data); dan metode analisis data.
f. Rencana pemantauan lingkungan perlu memuat tentang kelembagaan
pemantauan lingkungan hidup. Kelembagaan pemantauan lingkungan hidup
yang dimaksud di sini adalah institusi yang bertanggungjawab sebagai
pelaksana pemantauan, pengguna hasil pemantauan, dan pengawas kegiatan
pemantauan.

138
6.3. Arahan Penanggulangan kerusakan
Penanggulangan Kerusakan Ekosistem Karst dilakukan oleh penanggung jawab
usaha dan/atau kegiatan yang melakukan pemanfaatan di kawasan Ekosistem Karst
sebagaimana yang tercantum dalam Izin Lingkungan. Kemudian Penanggulangan
kerusakan Ekosistem Karst wajib dilaksanakan oleh penanggung jawab usaha dan/atau
kegiatan terhadap kerusakan yang terjadi akibat kegiatan penambangan di kawasan
Ekosistem Karst dan peembuangan air limbah di kawasan Ekosistem Karst termasuk
penggunaan pupuk kimia atau bahan kimia lainnya dalam melakukan berbagai
kegiatan dikawasan Ekosistem Karst dan pembukaan lahan di kawasan Ekosistem
Karst seperti wisata alam secara massal; dan/atau pemanfaatan biota dan habitatnya.

Penanggulangan kerusakan kawasan Ekosistem Karst dilakukan dengan cara:


• Penghentian kegiatan pemanfaatan yang mengakibatkan kerusakan
kawasan Ekosistem Karst;
• Penanggulangan dampak yang ditimbulkan; dan/atau
• Cara lain yang tidak menimbulkan dampak negatif terhadap kawasan
Ekosistem Karst.

Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang melakukan pemanfaatan


pada kawasan Ekosistem Karst yang menyebabkan kerusakan di dalam atau di luar
areal usaha dan/atau kegiatan wajib melakukan pemulihan sesuai kewajiban yang
tercantum dalam Izin Lingkungan. Pemulihan di dalam dan di luar areal usaha dan/atau
kegiatan wajib dilaksanakan oleh penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan
terhadap kerusakan Pemulihan dilakukan dengan cara: rehabilitasi, reklamasi dan/atau
cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Dalam hal penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan tidak melakukan


pemulihan fungsi ekosistem esensial Karst dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga
puluh) hari sejak diterimanya surat peringatan dari Gubernur, Gubernur menetapkan

139
pihak ketiga untuk melakukan penanggulangan kerusakan ekosistem esensial Karst
atas beban penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan. Dalam hal penanggung jawab
usaha dan/atau kegiatan tidak melakukan pemulihan, biaya yang dibebankan kepada
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan diperhitungkan sebagai kerugian
lingkungan. Besaran kerugian lingkungan ditetapkan berdasarkan perhitungan
terhadap biaya pemulihan yang ditetapkan oleh Gubernur.

6.4. Arahan Pembinaan, Pengawasan dan Evaluasi


Pembinaan terhadap pelaksanaan kegiatan pemanfaatan kawasan, terdiri atas:
• Pemberian pedoman dan standar Pelaksanaan kegiatan pemanfaatan
kawasan Ekosistem Karst;
• Pemberian bimbingan supervisi, dan konsultasi; dan
• Pendidikan dan pelatihan, dapat dilaksanakan sendiri oleh Pemerintah
Daerah atau bekerja sama dengan lembaga lain yang terkait.

Pengawasan dan evaluasi Gubernur sesuai dengan kewenangannya wajib


melakukan Pengawasan dan evaluasi terhadap ketaatan penanggung jawab usaha
dan/atau Kegiatan pemanfaatan kawasan Ekosistem Karst atas: ketentuan mengenai
pemanfaatan, pengendalian, dan pemeliharaan ekosistem esensial Karst; dan
persyaratan dan kewajiban yang tercantum dalam Izin Lingkungan. Gubernur juga
dapat mendelegasikan kewenangannya dalam melakukan pengawasan dan evaluasi
kepada pejabat/instansi teknis yang bertanggung jawab di bidang lingkungan hidup.

6.5. Arahan Peran Serta Masyarakat


Peran serta masyarakat dilakukan untuk: meningkatkan kepedulian dalam
perlindungan dan pengelolaan kawasan Ekosistem Karst; meningkatkan kemandirian,
keberdayaan masyarakat, dan kemitraan; menumbuh-kembangkan kemampuan dan
kepeloporan masyarakat; menumbuh-kembangkan ketanggapsegeraan masyarakat
untuk melakukan pengawasan sosial; dan mengembangkan dan menjaga budaya dan

140
kearifan lokal dalam rangka pelestarian kawasan Ekosistem Karst. Masyarakat memiliki
hak dan kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan aktif dalam
perlindungan dan pengelolaan kawasan Ekosistem Karst. Peran serta masyarakat dapat
berupa:
• Pengawasan sosial;
• Pemberian saran, pendapat, usul, keberatan, pengaduan; dan/atau
• Penyampaian informasi dan/atau laporan.

Dalam rangka meningkatkan koordinasi dan peran serta masyarakat dalam


penyelenggaraan perlindungan dan pengelolaan kawasan Ekosistem Karst, Gubernur
membentuk dan menetapkan forum multi stakeholder, yang dibentuk secara
Partisipatif. Dalam rangka meningkatkan peran serta masyarakat, Pemerintah Daerah
juga membangun sistem informasi, dokumentasi, pengelolaan pengetahuan tentang
kawasan Ekosistem Karst yang dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat.
Pelaksanaan tata cara peran serta masyarakat dalam perlindungan dan pengelolaan
kawasan Ekosistem Karst dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

6.6. Arahan Pendanaan


Pendanaan perlindungan dan pengelolaan kawasan Ekosistem Karst bersumber dari:
• Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
• Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Daerah (APBD); dan
• Sumber lain yang sah dan tidak mengikat, seperti dana hibah, CSR, dll

141
DAFTAR PUSTAKA

Adji, T.N., Haryono, E., Suprojo. S.W., 1999. , Kawasan Karst dan Prospek
Pengembangannya di Indonesia, Prosiding Seminar PIT IGI di Universitas
Indonesia, 26-27 Oktober 1999
Cahyadi, 2010. Pengelolaan kawasan Karst Dan Peranannya dalam Siklus karbon di
Indonesia. Seminar nasional Perubahan Iklim Di Indonesia 13 oktober 2010.
UGM.
Cantonati, M., et all 2020. Ecohydrogeology: The interdisciplinary convergence needed
to improve the study and stewardship of springs and other groundwater-
dependent habitats, biota, and ecosystems. Ecol. Ind. 110 https://doi.
org/10.1016/j.ecolind.2019.105803
Çılğın, Zeynel & Bayrakdar, Cihan & Oliphant, Joseph. (2014). An Example of
Polygenetic Geomorphologic Development (Karst-Glacial-Tectonics) on
Munzur Mountains: Kepir Cave-Elbaba Spring Karstic System. International
Journal of Human Sciences. Volume 11. 89-104.
Endemic Cave Spesies in Great basin National Park. 2009
Ford, D. and Williams, P. 1992. Karst Geomorphology and Hydrology, Chapman and
Hall, London
Ford, D.C., Williams, P.W., 2007. Karst Hydrogeology and Geomorphology. John Wiley,
& Sons Ltd.
Ford, Derek & Williams, Paul. (2007). Karst Hydrology and Geomorphology. John Wiley
& Sons
Haryono, E. 2002. Laporan Akhir Zonasi Kawasan Karst Wonogiri. Laporan Penelitian.
BAPPEDA Kabupaten Wonogiri dan Fakultas Geografi UGM
Haryono, E dan Adji, T. N. 2004. Pengantar Geomorfologi dan Hidrologi Karst.
Yogyakarta: Kelompok Studi Karst Fakultas georafi UGM.
Hahn. L., and Weber H.S., 1981~ The Structure System of west central Sumatera.
Geotogisches Jahrbuch Reihe B Hebt 47. tnKomrnission. E.
Schweizerbart'scheverslag buchhandlung Stutgart 10-700.
Hartmann, A., Goldscheider, N., Wagener, T., Lange, J., Weiler, M., 2014. Karst water
resources in a changing world: Review of hydrological modeling approaches.
Rev. Geophys. 52 (3), 218–242. https://doi.org/10.1002/2013RG000443.
Jankowski, J., 2001. Hydrogeochemistry, Short Course Note, School of Geology,
University Of New South Wales, Sydney, Australia (tidak dipublikasikan)

142
Moore, C.H., 2001. Carbonate reservoirs porosity evolution and diagenesis in a
sequence stratigraphic framework. Elsevier, Amsterdam.
N. Ravbar et all. 2021. A multi-methodological approach to create improved indicators
for the adequate karst water source protection Ecological Indicators. Elsevier
. 126 (2021) 107693
Liu Weixin, Wynne Judson.J. 2019. Cave Millipede Diversity with the Description of six
NewSpesies From Guangxi, Cina. Subterranean Biology
https://doi.org/10.3897/subtbiol.30.35559
Lumbanbatu. 2008. Karakteristik Bentang Alam Daerah Payakumbuh, Sumatera Barat.
Jurnal Geologi dan Sumberdaya Mineral.
Lumbanbatu, U.M., Moechtar, H., Santoso, Hidayat, S., Mulyana, H., 2008. Peta
Geologi Lembar Payakumbuh, Sumatera Barat, skala 1: 100.000. Pusat Survei
Geologi, Bandung.
Oktariadi Oki. 2015. Warisan Geologi Ranah Minang Badan geologi Kementerian ESDM.
Bandung
P3E Sumatera. 2019. Inventarisasi DDDTLH Ekosistem Karst di Sumatera Barat.
Pekanbaru.
Stevanovi´c, Z., 2015. Managing Karst aquifers—conceptualizations, solutions,
impacts. In: Stevanovi´c, Z. (Ed.) Karst aquifers—characterization and
engineering. Springer International Publishing, Switzerland, pp. 403–419.
10.1007/978-3-319-12850-4_ 14
Silitonga, PH., dan Kastowo, 1995. Peta Geologi Lembar Solok, Sumatera, Edisi 2. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Geologi Bandung.
Samodra Hanang. 2016. Pedoman Pengembangan Geopark. Badan Geologi
Kementerian ESDM. Bandung
Tjia, H.D., 1970, Nature of displacement along the Semangko fault zone, Sumatra.
Jour. Trap. Geography 30:63-67.
Verstappen, H. Th., 1973. A Geomorphological Reconnaisance of Sumatra and Adjacent
Island (Indonesia). lTC, Enschede, The Netherlands.
Verstappen, H. Th., 1985. Applied Geomorphological Survey and Natural Hazard
Zoning, ITC syllabus. The Netherlands: 37 pp.
Van Beynen, P., 2011. Karst Management. Springer, New York.
Worthington, S.R.H., 2011. Management of carbonate aquifers. In: van Beynen, P.E.
(Ed.), Karst management. Springer, Berlin, pp. 243–262.
Zuidam R. A. van., 1985. Aerial photo-interpretation in terrain analysis and
geomorphologic mapping. Smits publisher, The Hague, The Netherland.

143
Jl. HR. Soebrantas No. 105, Delima, Kec. Tampan,
Kota Pekanbaru, Riau 28289

Anda mungkin juga menyukai