Anda di halaman 1dari 6

CAUSAL LOOP DIAGRAM DAN BLACKBOX

RANCANGAN PENELITIAN :
ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO PADA PEMERINTAH PROVINSI
SULAWESI BARAT

A. LATAR BELAKANG MASALAH


Penyelenggaraan negara memerlukan unsur kepercayaan dari masyarakat,
tidak terkecuali bagi pemerintah daerah. Kepercayaan tersebut dapat diperoleh
dengan melaksanakan tujuh asas penyelenggaraan negara (uu nomor 28/1999),
yaitu kepastian hukum, tertib penyelenggaraan negara, kepentingan umum,
keterbukaan, proporsionalitas, profesionalitas, dan akuntabilitas. Asas-asas tersebut
dituangkan dalam bentuk pelayanan publik. Dalam pelaksanaannya, penyelenggara
negara menghadapi berbagai macam risiko yang sudah seharusnya dikelola dengan
baik dan benar. Perlunya rencana strategis dalam menghadapi kondisi yang tidak
menentu dalam menjalankan roda pemerintahan khususnya pada lingkup
pemerintahan daerah, baik dari faktor internal maupun faktor eksternal. Eksekutif
dalam suatu organisasi umumnya telah menyadari adanya risiko pada
organisasinya, tetapi masing-masing dari eksekutif tersebut memiliki persepsi dan
sikap yang berbeda dalam mendefenisikan risiko (Suwanda, dkk, 2019).
Perumusan strategi organisasi yang baik haruslah memperhatikan risiko yang
mungkin terjadi dan melakukan antisipasi penangana risiko jika memang risiko
tersebut menjadi kenyataan dan meminimalisasi potensi risiko yang akan terjadi.
Risiko juga berdampak pada pencapaian visi dan misi serta tujuan organisasi.
Kegagalan tercapainya tujuan dan misi organisasi public dapat mengakibatkan
distrust dari public atas pelayanan yang diberikan (Ampri,2006). Sependapat dengan
hal tersebut Warongan, dkk (2014) menjelaskan bahwa pengelolaan keuangan
public yang buruk akan memberikan kesempatan untuk melakukan penyimpangan
dan kesalahan dalam mengelola keuangan, dapat pula menimbulkan kecurangan
yang menyebabkan terjadinya korupsi. Hal tersebut dapat memberikan konsekuensi
terhadap masyarakat seperti biaya transaksi yang tinggi dan buruknya pelayanan
publik yang menyebabkan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.
Kesadaran akan adanya risiko serta system manajerial yang berbasis risiko
khususnya pada sector public di Indonesia sudah mulai diadopsi dan diterapkan.
Konsep manajemen risiko pada sector public di Indonesia sudah ada sejak tahun
2008, yang diimplementasikan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008
Tentang Sistem Pengendalian Internal Pemerintah, pasal 13 ayat 1 menyebutkan
bahwa setiap pimpinan instansi pemerintah harus melakukan penilaian risiko. Lebih
lanjut dalam pasal 2 disebutkan tentang Risk Assesment terdiri dari 2 (dua) tahap
yaitu identifikasi risiko dan analisis risiko. Selanjutnya, Kementerian Keuangan
menindaklanjuti Peraturan Pemerintah tersebut dengan mengeluarkan Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 171/PMK.01/2016 yang kemudian diperbaharui dan
digantikan oleh Peraturan Menteri Keuangan Nomor 101/PMK.01/2019 tentang
Manajemen Risiko di Lingkungan Kementerian Keuangan dan menunjuk Inspektorat
Jendral sebagai Compliance Office For Risk Management (CORM). Hal ini
menunjukkan adanya langkah awal penerapan Manajemen Risiko pada sector
pemerintahan.
World Development Report (2014) yang bertemakan Risk and Opportunity,
Managing Risk For Development menjelaskan terkait urgensi dari Penerapan
Manajemen Risiko, yaitu sebagai instrument kekuatan dalam pembangunan.
Relevansi antara manajemen risiko dan pembangunan diuraikan lebih lanjut sebagai
suatu alat dasar dan penting bagi pembangunan karena sumber daya manusia pada
negara berkembang terdampak banyak risiko dan ketidakmampuan untuk mengelola
risiko tersebut dapat membahayakan tujuan pembangunan, termasuk pertumbuhan
ekonomi dan pengentasan kemiskinan.
Indonesia yang merupakan negara berkembang telah menerapkan manjemen
risiko sebagai bagian dari rencana pembangunan. Hal tersebut dibuktikan dengan
memasukkan manajemen risiko dalam program prioritas pada RPJMN 2020-2024.
Suharto (2021) menggambarkan urgensi dari manajemen risiko bahwa
Kementerian/ Lembaga menjadi organisasi yang menerapkan Early Warning
System yang proaktif ketimbang menjadi organisasi bak “Pemadam Kebakaran”
yang sibuk bereaksi tatkala “api” telah terjadi. Jadi sama dengan privat, sector public
pun memerlukan manajemen risiko dalam mencapai tujuannya. Tingginya angka
deviasi pada hasil penilaian SPIP sebagian besar di sebabkan oleh belum
disusunnya kebijakan teknis terkait manajemen risiko serta pemahaman dan
pendokumentasian yang kurang terhadap manajemen risiko serta system
pengendalian yang belum berjalan sebagaimana mestinya.
Berdasarkan urgensi dan fakta penerapan manajemen risiko pada sector
pemerintahan, penulis berkeinginan untuk meneliti terkait bagaimana penerapan
Manajemen Risiko pada Level Menengah yakni level pemerintah Provinsi yang
dianggap mewakili level Kementerian/Lembaga (pemerintah Pusat) dan Pemerintah
Daerah dengan menentukan salah satu provinsi sebagai case study.

B. RUMUSAN MASALAH
Dari uraian yang telah di jabarkan pada pendahuluan. Penulis dapat
merumuskan berbaigai permasalahan yaitu, antara lain:
1. Bagaimana implementasi Manajemen Risiko Pada Pemerintah Provinsi Studi
pada Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat?
2. Bagaimana hubungan antara budaya sadar risiko dengan implementasi
manajemen risiko ?
3. Bagaimana hubungan antara pengendalian internal dengan implementasi
manajemen risiko ?
4. Bagaimana kebijakan memediasi hubungan antara budaya sadar risiko
dengan implementasi manajemen risiko ?
5. Bagaimana kebijakan memediasi hubungan antara pengendalian internal
dengan implementasi manajemen risiko ?

C. PEMBAHASAN
C.1. KERANGKA PIKIR DENGAN PENDEKATAN CAUSAL LOOP
DIAGRAM

Metode System Thinking Memiliki Berbagai Tools Dalam Melihat Sebuah


Situasi Menyeluruh Yang Saling Berhubungan, Diantaranya Adalah Model Causal
Loop Diagram (CLD). Model Causal Loop Diagram (CLD) Atau Yang Sering Juga
Dikenal Dengan Diagram Sebab Akibat Adalah Model Yang Digunakan Dalam
Sebuah Pemecahan Maupun Pencegahan Masalah Dengan Melihat Setiap Faktor
Yang Ada Berkaitan Dengan Faktor-faktor Lainnya.
Model Causal Loop Diagram (CLD) Menggunakan Pendekatan Dalam
Pemecahan Masalah Dengan Melihat Kompleksitas Dari Sistem Yang Digambarkan
Dengan Sebuah Diagram Berupa Garis Lengkung Yang Berujung Panah Yang
Menghubungkan Satu Faktor Dengan Faktor Lainnya. Pada Setiap Panah Yang Ada
Di Dalam Causal Loop Diagram (CLD) Terdapat Tanda “+” Dan “-”. Tanda “+” Dan “-
” Ini Menunjukan Hubungan Keterkaitan Antara Satu Faktor Dengan Faktor Lainnya.
Tanda “+” Menunjukan Hubungan Yang Saling Menguatkan, Yaitu Bahwa Apabila
Faktor Yang Menjadi Sebab Atau Faktor Yang Mempengaruhi Meningkat, Maka
Faktor Akibat Atau Faktor Yang Dipengaruhi Akan Ikut Meningkat.
Gambar 1. DIAGRAM CAUSAL LOOP MANAJEMEN RISIKO

+
+ + PENGENDALIAN
INTERNAL
EFEKTIFITAS
DAN EFESIENSI

+
BUDAYA RISIKO
(AWERNESS)

+ PUBLIC TRUST

MANAJEMEN
RISIKO
+
+
+
+ +

PELAYANAN
KEBIJAKAN PRIMA
(REGULASI)
+ +
+

+
DAYA SAING
+ GOOD
GOVERNANCE

PENJELASAN:
Berdasarkan causal loop digram pada rancangan penelitian tentang analisis
penarapan manajamen Risiko pada Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Barat.
Hubungan sebab akibat antar variable yang membentuk satu kesatuan system besar
yang juga terdiri dari beberapa sub system di jelaskan sebagai berikut:

Sub system 1:
Budaya Risiko (awareness) akan meningkatkan pengendalian internal sebagai
upaya preventif terhadap terjadinya suatu risiko. Selain itu budaya Risiko
(awareness) juga merupakan sebab terbitnya regulasi/ kebijakan dalam proses
manajemen risiko. Ketiga variable ini saling berkaitan dan akan berpengaruh positif
dalam penerapan manajemen risiko.

Sub system 2:
Penerapan manajemen risiko akan meningkatkan efektifitas dan efesien
penggunaan anggaranyang merupakan salah satu indicator dari Good Governance.
Dari good governance dan efektifitas serta efesiensi anggran ini akan meningkatkan
kepercayaan public (public trust) terhadap kinerja pemerintah.

Sub system 3:
Penerapan manajemen risiko merupakan salah satu perwujudan New Public
Manajemen dimana tujuan utamanya adalah peningkatan pelayanan pada
pemerintahan yang dapat disetarakan dengan sector privat. Dari pelayanan prima ini
juga akan meningkatkan daya saing daerah yang dapat mendorong pertumbuhan
dan peningkatan pelayanan masing-masing daerah, dimana hal ini merupakan
perwujudan good governance.
C.2. KERANGKA PIKIR DENGAN PENDEKATAN MODEL BLACK BOX
Analisis penerapan manajemen risiko pada pemerintah daerah provinsi
Sulawesi barat dengan menggunakan diagram kotak hitam (Black box).

Gambar 2. MODEL BLACK BOX PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO

UNCONTROLLABLE INPUTS ENVIRONMENTAL INPUT


1. BASIC RISK & PURE RISK DESIRE OUTPUT (JNGK PENDEK)
1. BUDAYA RISIKO 1. SOP MANAJEMEN RISIKO
(BENCANA ALAM & 2. RISK HISTORY 2. ANGGARAN PENGELOLAAN
KEBAKARAN) MANAJEMEN RISIKO
3. INSTANSI
2. RESESI GLOBAL DAN 3. RISK REGISTER PADA
PENANGGUNGJAWAB
NASIONAL PEMERINTAH DAERAH
3. REGULASI PEMERINTAH
PUSAT DESIRE OUTPUT (JNGK PANJANG)
1. PELAYANAN PRIMA
2. DAYA SAING DAERAH
3. PUBLIC TRUST
MANAJEMEN
RISIKO
PEMERINTAH
DAERAH

CONTROLLABLE INPUTS
1. SDM
2. REGULASI DAERAH UNDESIRE OUTPUT
PENGENDALIAN 1. SILPA ANGGARAN
3. KOMITMEN
INTERNAL (SPIP) 2. RISK RESIDUAL
STAKEHOLDER
4. SNI ISO 31000
MAJAEMEN RISIKO
SEKTOR PUBLIK

PENJELASAN:
1. INPUT
a. Uncontrollable input
Terdiri dari:
(1) Basic risk (Bencana Alam) dan Pure Risk (Kebakaran)
(2) Resesi Global dan Nasional
(3) Regulasi Pemerintah Pusat
b. Controllable input
Terdiri dari:
(1) Sumber Daya Manusia yang mampu mengelola risiko
(2) Regulasi Daerah
(3) Komitmen StakeHolder dalam menerapkan Manajemen Risiko
(4) SNI ISO 31000 yang merupakan standar penerapan Manajemen
Risiko
2. OUTPUT
a. Desired Output
Desire Output Jangka Pendek:
(1) Tersusunya SOP Manajemen Risiko
(2) Tersedianya Anggaran Manjemen Risiko
(3) Tersedianya Risk Register (Daftar Register) Pemerintah Daerah
Desire Output Jangka Panjang:
(1) Peningkatan Pelayanan Prima
(2) Peningkatan Daya Saing Daerah
(3) Adanya Kepercayaan Publik atas Kinerja pemerintah (Public Trust)
b. Undesired Output
Terdiri dari:
(1) SILPA (Sisa Lebiah Pembiayaan Anggaran, yaitu biaya mitigasi
Risiko yang tidak terjadi
(2) Risiko Residual, yaitu risiko yang masih tersisa setelah dilakukan
mitigasi risiko

3. MANAGEMENT CONTROL
Manajemen Control pada Manajemen Risiko dilakukan melalui
Pengendalian Internal SPIP (Sistem Pengendalian Intern Pemerintah)

4. ENVIRONMENTAL OUTPUT
Environmental output terdiri dari:
(1) Budaya Risiko, sikap awareness atas semua risiko yang tercakup
dalam kegiatan-kegiatan.
(2) Risk History, track record atau sejarah-sejarah terjadinya risiko
(3) Instansi Penanggungjawab.

D. PENUTUP

Kerangka berpikir yang dituangkan dalam suatu model ataupun diagram akan
mempermudah peneliti dalam menentukan arah dan tujuan penelitiannya.
Diagram Causal Loop dapat memberikan Gambaran sebab akibat dari dalam
satu system penerapan Manajemen Risiko begitupun dengan diagram BalckBox
(Kotak Hitam yang menggambarkan analisis Input dan Output dari system
penerapan Manajemen Risiko.

Anda mungkin juga menyukai