Anda di halaman 1dari 26

EKOLOGI DAN PERILAKU SATWA LIAR

EKSPEDISI PULAU MOYO

LAPORAN LAPANGAN

OLEH :
ALIEFIA SHATILA DIVA KHAIRUNNISA
C1L021001
KELOMPOK 6

JURUSAN KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MATARAM

2023

1
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan praktikum lapangan ini disusun oleh :

Nama : Aliefia Shatila Diva Khairunnisa

NIM : C1L021001

Kelompok : 6 (Enam)

Sebagai salah satu syarat kelulusan dalam kegiatan praktikum mata kuliah
Ekologi dan Perilaku Satwa iar.

Mataram, 17 Mei 2023

Menyetujui,

Koordinator Praktikum Asisten Praktikum

Maiser Syaputra, S.Hut, M. Si Ahmad Luqman Sani


NIP. 198805242014041002 NIM. C1L020007

2
DAFTAR PUSTAKA

HALAMAN PENGESAHAN..........................................................................................2
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................3
DAFTAR GAMBAR........................................................................................................5
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................6
1.1 Latar Belakang.........................................................................................................6
1.2 Tujuan......................................................................................................................7
BAB II KONDISI UMUM LOKASI PRAKTIKUM.....................................................8
2.1 Sejarah Kawasan......................................................................................................8
2.2 Letak dan Luas.........................................................................................................8
2.3 Kelembagaan............................................................................................................9
2.4 Peta Kawasan dan Zonasi/Petak/Blok......................................................................9
BAB III METODE PENGAMATAN............................................................................11
3.1 Waktu dan Lokasi Pengamatan...............................................................................11
3.2 Alat dan Bahan.......................................................................................................11
3.2.1 Alat Pengamatan..............................................................................................11
3.2.2 Bahan Pengamatan..........................................................................................11
3.3 Metode Pengambilan Data.....................................................................................11
3.3.1 Wawancara......................................................................................................11
3.3.2 Observasi.........................................................................................................12
3.3.3 Pengukuran......................................................................................................12
3.4 Analisis Data..........................................................................................................12
3.4.1 Deskriptif.........................................................................................................12
3.4.2 Kuantitatif.......................................................................................................13
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................................14
4.1 Karakteristik Habitat Burung Kakaktua.................................................................14
4.2 Karakteristik Sarang Burung Gosong.....................................................................16
4.3 Karakteristik Habitat dan Morfologi Kalelawar.....................................................17
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN..........................................................................19
5.1 Kesimpulan............................................................................................................19
5.1.1 Karakteristik Habitat kakatua..........................................................................19

3
5.1.2 Karakteristik Habitat Sarang Burung Gosong.................................................19
5.1.3 Karakteristik Habitat, Jenis, dan Morfologi Kalelawar....................................19
5.2 Saran......................................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................21
LAMPIRAN...................................................................................................................22

4
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Pengukuran Morfometri Kalelawar...............................................................22


Gambar 2. Pengukuran Kelembapan Sarang Burung Gosong.........................................23
Gambar 3. Pengukuran Besar Sarang Burung Gosong...................................................24
Gambar 4. Tallysheet (1)................................................................................................25
Gambar 5. Tallysheet (2)................................................................................................26

5
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kawasan hutan dengan fungsi pokok pengawetan keanekaragaman satwa
beserta ekosistemnya yang memiliki ciri khas merupakan sebuah Kawasan
konservasi. Sesuai dengan kepentingannya, pemerintah menetapkan sebuah
kawasan konservasi berdasarkan berbagai macam kriteria. tiap negara
tentunya memiliki perlakuan dan tujuan yang berbeda, sehingga kategori
penetapan Kawasan yang dilindu pada tiap negara mungkin berbeda-beda.
Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang kehutanan, kawasan
hutan dengan ciri khas tertentu dan memiliki fungsi pokok pengawetan
kenaekaragaman satwa dan ekosistem didalamnya disebut dengan hutan
konservasi. Salah satu Kawasan yang telah ditetapkan sebagai hutan
konservasi di Provinsi Nusa Tenggara Barat adalah Pulau Moyo.
Pulau Moyo yang terletak di Desa Labuan Aji dan Desa Sebotok,
Kecamatan Labuhan Badas, Kabupaten Sumbawa Nusa Tenggara Barat
ditetapkan sebagai Kawasan konservasi Taman Buru dan Taman Wisata Alam
Laut oleh SK Menteri Kehutanan No. 308/Kpts-II/1986 pada 29 September
1986 oleh pemerintah. Kemudian pada tahun 2022 Pulau Moyo mulai
ditetapkan sebagai sebuah Taman Nasional. Dengan curah hujan yang rendah,
hanya berkisar 1250 mm/th, Pulau Moyo memiliki iklim yang cenderung
tropis. Tipe ekosistemnya yang didominasi hutan pantai dataran rendah serta
savana yang luas membuat Pulau Moyo menjadi salah satu kawasan
konservasi yang memiliki keanekaragaman hayati yang melimpah terutama
untuk satwa unik dan dilindungi.
Kekayaan spesies pada Taman Buru Pulau Moyo diantaranya seperti
kakatua jambul kuning (Cacatua sulphurea) dan burung gosong (Megapodius
reinwardt) yang saat ini menjadi prioritas perlindungan. Selain itu juga dapat
ditemui spesies mamalia besar rusa timor (Rusa timorrensis), babi hutan (Sus
scrofa), kera ekor panjang (Macaca fascicularis), landak (Hystrx javanica)
dan mamalia kecil seperti kalelawar (BKSDA NTB, 2015). Keanekaragaman

6
hayati yang melimpah dari Kawasan Konservasi Pulau Moyo adalah penopang
keseimbangan ekosistem didalamnya. Oleh karena itu, penting untuk
melakukan pengamatan terkait dengan keanekaragaman, karakteristik habitat
dan sarang dari satwa yang tersimpan di Pulau Moyo, terkhususnya Kawasan
Konservasi Tanjung Pasir.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari pengamatan keanekaragaman hayati yang ada di Pulau
Moyo, sebagai berikut :
1. Mengetahui karakteristik habitat burung kakatua kecil jambul kuning
(Cacatua sulphurea).
2. Mengetahui karakteristik gundukan sarang burung gosong (Megapodius
reinwardt).
3. Mengetahui karakteristik habitat dan morfologi kalelawar.

7
BAB II KONDISI UMUM LOKASI PRAKTIKUM

2.1 Sejarah Kawasan


Pulau Moyo memiliki sejarah yang panjang dan kaya. Pulau ini telah
dihuni oleh berbagai suku dan budaya selama berabad-abad. Pada abad ke-19,
Pulau Moyo menjadi bagian dari Kesultanan Bima, salah satu kerajaan besar di
wilayah Indonesia Timur. Pada masa penjajahan Belanda, Pulau Moyo digunakan
sebagai tempat pengasingan bagi para tokoh pergerakan nasional, seperti
Tjokroaminoto dan Hatta. Pada masa kemerdekaan Indonesia, Pulau Moyo
menjadi bagian dari Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat.

Pulau Moyo memiliki kekayaan alam yang melimpah, termasuk hutan


tropis, air terjun, dan pantai yang indah. Karena keanekaragaman flora dan
faunanya, pada 29 Spetember 1986 pemerintah menetapkan Pulau Moyo sebagai
salah satu Kawasan konservasi melalui SK Menteri Kehutanan No.
308/Kpts-II/1986 demi menjaga kelestarian alam didalamnya.

Balai Konservasi Sumber Daya Alam Nusa Tenggara Barat bersama


dengan Kementerian Kehutanan Republik Indonesia mengelola Kawasan
Konservasi Pulau Moyo dan membaginya ke dalam dua kategori, yaitu taman
buru yang memiliki luas sekitar 22.250 Ha dan taman wisata alam laut dengan
luas sekitar 6.000 Ha. Karena keanekaragaman hayati dan nilai ekonominya yang
tinggi, pada Tahun 2022 Pulau Moyo resmi ditetapkan sebagai Taman Nasional
sesuai dengan SK Menteri Lingkungan Hidup dan kehutanan nomor
SK.901/MENLHK/SETJEN/PL.2/8/2022 tentang perubahan fungsi dalam fungsi
pokok Kawasan taman buru pulau Moyo dan taman wisata alam laut pulau moyo
di Kabupaten Sumbawa.

2.2 Letak dan Luas


Secara admnistratif Pulau Moyo termasuk ke dalam dua desa, yaitu Desa
Sabotok dan Desa Labuan Aji, Kecamatan Sumbawa, Kabupaten Sumbawa. Pulau
yang terletak di sebelah utara Pulau Sumbawa ini memiliki luas Kawasan sekitar
31.500 hektar (Igan, 2010). Morfologi kawasannya berbukit-bukit dan didominasi

8
oleh pesisir pantai serta savana dengan bagian landau di sebelah utara sebagai
wilayah penduduk. Vegetasi yang mendominasi adalah pohon asam jawa
(Tamarindus indica), bidara (Ziziphus mauritiana), dan malaka (Phyllanthus
emblica).

2.3 Kelembagaan
Pulau Moyo memiliki beberapa lembaga yang berperan dalam kehidupan
masyarakatnya. Salah satu lembaga penting di Pulau Moyo adalah Pemerintah
Desa, yang bertanggung jawab atas pengelolaan dan pembangunan di desa-desa
yang ada di pulau ini. Selain itu, terdapat juga lembaga adat yang memiliki peran
penting dalam menjaga kearifan lokal dan nilai-nilai budaya di Pulau Moyo.

Selain lembaga pemerintahan dan lembaga adat, terdapat pula lembaga


pendidikan seperti sekolah dasar dan menengah. Selain itu, terdapat pula
puskesmas sebagai lembaga kesehatan yang memberikan layanan kesehatan untuk
masyarakat Pulau Moyo.

Selain lembaga-lembaga tersebut, terdapat pula lembaga non-


pemerintahan seperti LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) yang berperan dalam
memajukan masyarakat Pulau Moyo. LSM dapat memberikan bantuan sosial dan
pelatihan kepada masyarakat dalam berbagai bidang, seperti pertanian, perikanan,
dan industri kreatif.

Secara keseluruhan, kelembagaan di Pulau Moyo memiliki peran penting


dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan menjaga kearifan lokal serta
nilai-nilai budaya di pulau ini.

2.4 Peta Kawasan dan Zonasi/Petak/Blok


Peta kawasan dan zonasi Pulau Moyo digunakan untuk mengidentifikasi
berbagai area di Pulau Moyo yang memiliki nilai penting dalam berbagai aspek,
seperti lingkungan, budaya, dan sosial-ekonomi. Peta tersebut dapat membantu
dalam perencanaan dan pengembangan wilayah Pulau Moyo.

Kawasan Pulau Moyo dibagi menjadi beberapa zona, yaitu zona


konservasi, zona pembangunan terbatas, dan zona peruntukan khusus. Zona
konservasi merupakan area yang dilindungi untuk menjaga keanekaragaman
hayati dan habitat satwa liar. Zona pembangunan terbatas digunakan untuk

9
pengembangan pariwisata dan fasilitas pendukungnya, seperti hotel dan restoran.
Zona peruntukan khusus digunakan untuk aktivitas tertentu, seperti pemukiman
dan pertanian.

Selain itu, terdapat juga peta zonasi terumbu karang dan ekosistem laut
Pulau Moyo. Zona-zona tersebut mencakup zona inti yang dilindungi, zona buffer,
dan zona penggunaan laut. Zona inti adalah zona yang tidak boleh diakses dan
dilindungi untuk menjaga kelestarian terumbu karang dan satwa laut. Zona buffer
adalah zona yang memperbolehkan aktivitas tertentu dengan batasan tertentu,
sementara zona penggunaan laut adalah zona yang dapat digunakan untuk
kegiatan seperti perikanan dan olahraga air.

Peta kawasan dan zonasi Pulau Moyo sangat penting dalam menjaga
keberlangsungan lingkungan, sumber daya alam, dan keanekaragaman hayati
Pulau Moyo, serta dalam pengembangan pariwisata dan pembangunan wilayah di
Pulau Moyo.

10
BAB III METODE PENGAMATAN

3.1 Waktu dan Lokasi Pengamatan


Pengamatan berlokasi pada Kawasan Konservasi Tanjung Pasir,
Pulau Moyo, Desa Desa Labuan Aji, Kecamatan Sumbawa, Kabupaten
Sumbawa yang dimulau pada 5 Mei 2023 – 7 Mei 2023.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat Pengamatan
Adapun alat yang digunakan selama pengamatan, sebagai berikut :
1. Pita Ukur
2. Roll meter
3. Monokuler
4. Alat tulis
5. Mist net
6. Jarum suntik
7. Alcohol
8. Sarung tangan
9. Tally sheet
3.2.2 Bahan Pengamatan
Adapun bahan pengamatan yang dibutuhkan, sebagai berikut :
1. Habitat burung kakaktua kecil jambul kuning (Cacatua sulphurea).
2. Gundukan sarang burung gosong (Megapodius reinwardt).
3. Habitat dan sampel dari kalelawar.
3.3 Metode Pengambilan Data
3.3.1 Wawancara
Wawancara dapat dijadikan sebagai metode untuk
mengumpulkan informasi dalam sebuah penelitian. Dalam istilah
yang lebih sederhana, wawancara (atau interview) adalah sebuah
proses interaksi antara seorang pewawancara (atau interviewer) dan
sumber informasi atau orang yang diwawancarai (atau
interviewee), dimana keduanya melakukan komunikasi langsung

11
(Yusuf, 2014). Dalam hal ini wawacara dilakukan bersama
pengelola BKSDA setempat untuk mendapat informasi terkait
satwa yang ada maupun sejarah dari Kawasan.
3.3.2 Observasi
Menurut Sugiyono (2018), observasi adalah suatu teknik
pengumpulan data yang memiliki karakteristik yang khusus
dibandingkan dengan teknik pengumpulan data lainnya. Dalam hal
ini observasi dilakukan untuk mengumpulkan data actual dari
lapangan terkait dengan karakteristik habitat dan morofologi dari
satwa yang ada.
3.3.3 Pengukuran
Suharsimi Arikunto (2019) menjelaskan bahwa pengukuran
merupakan proses pengambilan data yang menggunakan tes, kuis,
skala, atau alat ukur lainnya sebagai sarana untuk memperoleh
informasi tentang konstruk yang diukur. Dalam hal ini, pengukuran
bertujuan untuk mengumpulkan data yang dibutuhkan mengenai
suatu konstruk tertentu. Konstruk tersebut dapat berupa variabel
atau sifat tertentu yang ingin diukur atau diobservasi secara
sistematis dan akurat. Dalam hal ini pengukuran dilakukan untuk
mendata secara pasti setiap detail karakteristik yang berusaha
dikumpulkan.
3.4 Analisis Data
3.4.1 Deskriptif
Analisis data deskriptif, menurut Arikunto (2019), adalah suatu
metode yang digunakan untuk menggambarkan atau merangkum
data dengan menggunakan tabel, grafik, atau angka-angka tertentu,
seperti rata-rata, median, modus, dan lain-lain. Teknik ini bertujuan
untuk memberikan gambaran yang jelas dan sistematis mengenai
karakteristik data yang dianalisis, sehingga dapat membantu
peneliti dalam membuat kesimpulan dan mengambil keputusan
yang tepat berdasarkan data yang telah dianalisis.

12
3.4.2 Kuantitatif
Sugiyono (2018) menyatakan bahwa analisis data kuantitatif
merupakan metode yang digunakan untuk memperoleh informasi
dan menguji hipotesis melalui penggunaan alat statistik dalam
penelitian. Teknik ini dapat diterapkan untuk menentukan korelasi
antara variabel, mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi
suatu fenomena, dan menarik kesimpulan berdasarkan data yang
telah dianalisis.

13
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakteristik Habitat Burung Kakaktua


Burung kakatua kecil jambul kuning (Cacatua sulphurea parvula)
hidup di habitat alami hutan dataran rendah dan hutan pantai di Pulau Moyo,
yang memiliki iklim tropis dengan suhu rata-rata berkisar antara 25-30°C
sepanjang tahun. Kelembaban udara di Pulau Moyo juga tinggi, mencapai
sekitar 80-90% sepanjang tahun. Di Pulau Moyo, burung kakatua kecil jambul
kuning dapat ditemukan di hutan hujan tropis dan hutan mangrove di
sepanjang pantai pulau. Topografi Pulau Moyo cukup beragam, terdiri dari
pegunungan, bukit, dan dataran rendah. Burung kakatua kecil jambul kuning
biasanya dapat ditemukan di wilayah pesisir dan dataran rendah, meskipun
terkadang juga dapat ditemukan di wilayah perbukitan yang lebih tinggi.

Kombinasi dari suhu dan kelembaban yang tinggi, serta topografi yang
beragam, memberikan kondisi yang sangat cocok bagi kehidupan burung
kakatua kecil jambul kuning di Pulau Moyo. Burung ini membutuhkan habitat
yang cukup luas dengan pohon-pohon besar sebagai tempat bersarang dan
mencari makanan. Mereka umumnya mengunjungi hutan-hutan terbuka, hutan
sekunder, dan daerah perbukitan yang masih memiliki keanekaragaman hayati
yang cukup tinggi. Burung kakatua kecil jambul kuning biasanya memakan
buah-buahan, biji-bijian, dan kuncup-kuncup daun. Mereka juga dikenal
sebagai burung yang sangat sosial dan sering terlihat dalam kelompok besar,
terutama saat mencari makanan di hutan atau di sekitar tepi pantai.

Pada pengamatan ditemukan habitat burung kakatua kecil jambul


kuning pada dua jenis yang berbeda. Habitat pertama terdapat pada pohon lian
(Ficus albipila) dengan diameter batang 58 cm dan tinggi 30 m. sarang dari
burung kakatua Nampak terlihat pada dahan sebelah barat dengan mulut
sarang yang menghadap ke timur, ketika dilakukan pengukuran sarang ini
berada pada ketinggiam 8 m dari permukaan tanah. Adapun bentuk dari tajuk
pohon habitat pertama adalah irregular.

14
Habitat lainnya ditemukan pada pohon asam jawa (Tamarindus indica)
yang berdiameter 57 cm dan memiliki tinggi 10 m. tajuk dari pohon ini
berbentuk payung dengan lebar tajuk ke arah utara sepanjang 15,6 m; ke arah
barat 12,3 m; kea rah timur sepanjang 12,7 m; dan kea rah selatan sepanjang
9,8 m. Adapun sarang dari burung kakatua kecil jambul kuning terlihat pada
bagian ranting dengan ketinggian sekitar 6,5 m dari atas permukaan tanah.

Pohon memiliki peran penting dalam kehidupan burung kakatua kecil


jambul kuning di Pulau Moyo. Berikut adalah beberapa fungsi pohon bagi
burung kakatua kecil jambul kuning:

1. Tempat bersarang: Burung kakatua kecil jambul kuning bersarang di dalam


lubang-lubang pohon besar yang masih hidup. Mereka biasanya memilih
pohon-pohon yang memiliki diameter batang yang besar dan cabang-cabang
yang kuat untuk menopang sarang mereka.
2. Tempat mencari makanan: Burung kakatua kecil jambul kuning memakan
berbagai jenis buah-buahan, biji-bijian, dan bunga yang tumbuh di atas pohon.
Pohon-pohon besar dan tinggi menyediakan tempat yang ideal bagi burung ini
untuk mencari makanan.
3. Tempat berlindung: Pohon juga menyediakan tempat berlindung bagi burung
kakatua kecil jambul kuning dari predator atau cuaca yang buruk. Dengan
memanjat pohon dan berada di antara cabang-cabangnya yang lebat, burung
ini dapat terhindar dari bahaya yang mengancamnya.
4. Tempat beristirahat: Pohon juga memberikan tempat yang nyaman bagi
burung kakatua kecil jambul kuning untuk beristirahat dan tidur. Mereka
biasanya beristirahat di atas cabang-cabang pohon yang lebar dan kuat.

Dengan demikian, pohon memiliki peran yang sangat penting dalam


kehidupan burung kakatua kecil jambul kuning. Oleh karena itu, menjaga
keberadaan pohon-pohon yang cukup besar dan kuat sangatlah penting untuk
kelangsungan hidup burung ini di Pulau Moyo.

15
4.2 Karakteristik Sarang Burung Gosong
Megapodius reinwardt, atau dikenal sebagai burung gosong, memiliki
sarang dengan istilah "tumpukan sarang" atau “gundukan” karena dibangun
dengan cara yang sangat unik dan berbeda dengan kebanyakan burung
lainnya. Sarang burung gosong terdiri dari tumpukan besar yang terbuat dari
daun, ranting, dan serasah yang diletakkan di atas lapisan pasir atau tanah di
bawahnya. Tumpukan ini dapat mencapai ketinggian hingga 2 meter dan
lebar sekitar 4 meter, dan memiliki bentuk bundar atau elips.

Burung gosong membangun tumpukan sarang ini dengan cara


memindahkan dan menumpuk bahan-bahan tersebut dengan kakinya secara
berulang-ulang selama berhari-hari. Saat sarang sudah cukup besar, burung
puyuh hutan akan mengepalkan telurnya di dalam tumpukan tersebut dan
membiarkan panas yang dihasilkan dari reaksi bakteri di dalamnya
menetaskan telur-telurnya. Sarang ini juga sering digunakan secara bersama-
sama oleh beberapa pasang burung puyuh hutan.

Sarang burung gosong dibangun di lingkungan teduh atau pesisir yang


lembap, sehingga suhu dan kelembaban lingkungan sekitarnya cenderung
tinggi. Suhu rata-rata di lingkungan sarang berkisar antara 30-35 derajat
Celsius, tergantung pada musim dan kondisi cuaca. Kelembaban udara di
lingkungan ini juga cenderung tinggi, sekitar 60-70% RH.

Topografi lingkungan sarang burung gosong biasanya berupa dataran


rendah dengan tanah yang cukup lembut dan labil. Vegetasi di sekitar
lingkungan didominasi oleh pohon asam jawa (Tamarindus indica), bidara
(Ziziphus mauritiana), dan malaka (Phyllanthus emblica). Sarang burung
gosong biasanya dibangun di antara tanaman atau vegetasi yang lebat, dan
dekat dengan sumber air, seperti sungai, danau, atau pantai.

Pada pengamatan ditemukan dua gunduka sarang dari burung gosong.


Sarang pertama memiliki ketinggian yang mencapai 1,2 m dengan diameter
sarang sebesar 5,35 m. Kedalamannya mencapai 8 m dengan 7 buah lubang
sarang yang berukuran sekitar 47 cm. intensitas cahaya dari lokasi sarang

16
yang terdeteksi sebesar 879 lux dengan kelembapan udara 70% dan suhu
sekitar 31,8 °C.

Sarang lainnya memiliki ketinggian 68 cm dengan diameter sarang


sebesar 7 m, kedalaman sarangnya mencapai 78 cm dengan 7 buah lubang
sarang yang masing-masing berukuran sekitar 2,5 m. suhu rata-rata pada
lokasi sarang berkisar 33,3 °C dengan kelembapan udara mencapai 64% dan
intensitas cahaya sebesar 1287 lux.

4.3 Karakteristik Habitat dan Morfologi Kalelawar


Goa Tanjung Pasir adalah salah satu objek wisata di Pulau Moyo
yang terkenal karena keindahan alamnya. Goa ini terletak di sisi utara Pulau
Moyo, di tepi laut, dan dapat dijangkau melalui perjalanan darat atau laut.
Goa Tanjung Pasir terdiri dari beberapa ruangan atau lorong yang saling
terhubung dan memiliki formasi stalaktit dan stalakmit yang indah.
Goa tanjong pasir juga merupakan habitat dari beberapa satwa alami
seperti ular dan kalelawar. Oleh karena itu ketika memasuki goa,
pemandangan kalelawar dan ular yang bermukim di langit-langit goa akan
langsung menyambut di depan mata.
Pada saat pengukuran kedalaman goa mencapai 44 m, namun
sejatinya ujung dari goa itu sendiri masih masuk lebih dalam lagi. Langit-
langit goa tanjong pasir sendiri memiliki ketinggia 2,81 m pada bagian
pangkal, 2 m pada bagian tengah, dan 1 m pada bagian ujung menunjukkan
bahwa semakin ke dalam tinggi goa akan semakin rendah dan kecil.
Proses pengamatan berhasil mendapat dua spesies kalelawar yang
berbeda, yaitu Barong besar (Hipposideros diadema) dan kalelawar tapal
kuda bertelinga besar (Rhinolophus philippinensis) yang kedua sama-sama
merupakan jenis kalelawar micro. Spesies barong besar memiliki Panjang
tubuh mencapai 11 cm, dengan lebar sayap sepanjang 21 cm. Panjang
telinganya sebesar 3 cm dan ekornya sebesar 4 cm, sedangkan kakinya hanya
sepanjang 5 cm. tidak memiliki tragus maupun antitragus, tetapi memiliki
cakar pada jari sayap kedua.
Spesies tapal kuda bertelinga besar tidak jauh berbeda, hanya saja
ukuran badannya lebih kecil disbanding dengan barong besar. Panjang

17
badannya hanya mencapai 7 cm, namun memiliki lebar sayap sebesar 35 cm.
Panjang telinganya sebesar 2 cm dengan Panjang kaki dan ekor yang sama-
sama sebesar 5 cm. sama seperti barong besar, jenis ini tidak memiliki tragus
maupun antitragus, namun memiliki cakar pada jari sayap kedua.

18
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
5.1.1 Karakteristik Habitat kakatua
Burung Kakatua Kecil Jambul Kuning (Cacatua sulphurea)
merupakan burung endemik Indonesia, termasuk di Pulau Moyo. Habitat
alami burung ini adalah hutan mangrove, hutan tropis lebat, dan hutan
sekunder. Secara umum, karakteristik lingkungan tempat hidup burung
kakatua kecil jambul kuning di Pulau Moyo adalah wilayah yang cukup
lembap dan subur, serta terdapat berbagai jenis tumbuhan yang menjadi
tempat berlindung dan sumber makanan bagi burung tersebut.
5.1.2 Karakteristik Habitat Sarang Burung Gosong
Burung Gosong (Megapodius reinwardt) di Pulau Moyo biasanya
membuat sarang di pantai berpasir. Sarang yang dibuat oleh burung ini
tidak seperti sarang pada umumnya, melainkan berupa suatu kubangan
berpasir yang dibuat dengan cara menyusun pasir dan daun kering.
Karakteristik habitat sarang burung gosong di Pulau Moyo adalah pantai
berpasir yang stabil pada zona pasang surut, terbuka dengan tanah
berpasir yang cukup untuk membuat sarang, dan memiliki ketinggian
antara 0-2 meter di atas permukaan laut. Habitat harus terbuka dan tidak
ditumbuhi vegetasi atau pohon agar burung dapat dengan mudah
mengakses sarang.
5.1.3 Karakteristik Habitat, Jenis, dan Morfologi Kalelawar
Di Pulau Moyo, terdapat beberapa spesies kelelawar yang hidup di
berbagai habitat. Secara umum, karakteristik habitat yang cocok untuk
kelelawar di Pulau Moyo mencakup hutan tropis yang lebat yang
menyediakan tempat berlindung yang ideal dan akses mudah ke sumber
makanan, pohon buah seperti pisang, kelapa, dan durian, area air terbuka
seperti sungai atau pantai, dan batu dan gua yang menyediakan tempat
berlindung dan tempat berkembang biak untuk beberapa spesies
kelelawar. Secara keseluruhan, karakteristik habitat untuk kelelawar di

19
Pulau Moyo melibatkan kombinasi area hutan, pohon buah, air terbuka,
dan batu dan gua yang menawarkan berbagai tempat berlindung dan
sumber makanan untuk spesies kelelawar yang berbeda.
Ditemukan dua spesies pada saat pengamatan, yaitu Barong besar
(Hipposideros diadema) dan kalelawar tapal kuda bertelinga besar
(Rhinolophus philippinensis) yang kedua sama-sama merupakan jenis
kalelawar micro. Spesies barong besar memiliki ukuran tubuh yang lebih
besar dibandingkan dengan jenis tapal kuda bertelinga besar.
5.2 Saran
Pada saat melakukan pengamatan, pengamat harus menjadi alam itu
sendiri dengan tidak menggunakan pakaian berwarna mencolok dan
menggunakan wewangian yang dapat menjauhkan satwa yang endak diamati.
Selalu utamakan keselamatan dan mematuhi segala tata tertib maupun aturan
yang telah diarahkan oleh pengelola setempat.

20
DAFTAR PUSTAKA

A.Muri Yusuf. 2014. “Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif & Penelitian


Gabungan”. Jakarta : prenadamedia group.

Arikunto, S. (2019). Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka cipta.

BKSDA NTB. 2015. Buku Informasi Kawasan Konservasi Nusa Tenggara Barat.
Mataram.

Rachmat, I. S. S. d. H., 2010. PULAU MOYO – SEBUAH PULAU KECIL DI


SUMBAWA YANG DIKENAL DUNIA. Mataram, PIT IAGI LOMBOK.

Sugiyono. (2018). Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Bandung: CV


Alfabeta.

21
LAMPIRAN

Gambar 1. Pengukuran Morfometri Kalelawar

22
Gambar 2. Pengukuran Kelembapan Sarang Burung Gosong

23
Gambar 3. Pengukuran Besar Sarang Burung Gosong

24
Gambar 4. Tallysheet (1)

25
Gambar 5. Tallysheet (2)

26

Anda mungkin juga menyukai