Anda di halaman 1dari 26

Rencana Pelaksanaan Kegiatan (RPK)

INVENTARISASI SATWA LIAR


(Macaca tonkeana)

COVER

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN


DIREKTORAT JENDERAL KONSERVASI SUMBERDAYA ALAM DAN EKOSISTEM
BALAI BESAR TAMAN NASIONAL LORE LINDU
TAHUN 2021
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
DIREKTORAT JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM
BALAI BESAR TAMAN NASIONAL LORE LINDU
Jalan Prof. M. Yamin No.53 Palu 94111 Telepon (0451) 457623 Faksimile (0451) 457623

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN


DIREKTORAT JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM
RENCANA PELAKSANAAN KEGIATAN (RPK)
BALAI BESAR TAMAN NASIONAL LORESATWA
INVENTARISASI LINDU LIAR
Jalan Prof. M. Yamin No.53 Palu 94111 Telepon (0451) 457623 Faksimile (0451) 457623
(Macaca tonkeana)

BALAI BESAR TAMAN NASIONAL LORE LINDU


TAHUN 2021
LEMBAR PENGESAHAN
INVENTARISASI SATWA LIAR
(Macaca tonkeana)

Palu, Februari 2021

Disetujui oleh : Penyusun,


Kepala Bidang Teknis Konservasi, PEH Ahli Pertama

Wantoko, S.Hut.T Vina Safinatus Sa’adah, S.Hut.


NIP.197204271992031007 NIP. 199508242019022002

Disahkan oleh:
Kepala Balai Besar TNLL

Ir. Jusman
NIP. 19641231 199303 1 010

iii
DAFTAR ISI

COVER ........................................................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................................... iv
I. PENDAHULUAN ..................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ..................................................................................................... 1
1.2 Tujuan ............................................................................................................... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................. 3
2.1 Inventarisasi Satwaliar .......................................................................................... 3
2.2 Indikator Keberadaan Satwa ................................................................................ 3
2.2 Indentifikasi Umum Monyet Boti ........................................................................... 5
III. METODE PELAKSANAAN KEGIATAN ................................................................ 8
3.1 Dasar Hukum ....................................................................................................... 8
3.2 Lokasi Pelaksanaan ............................................................................................. 8
3.3 Alat dan Bahan ..................................................................................................... 9
3.4 Anggaran Biaya .................................................................................................... 9
3.5 Tim Pelaksana dan lokasi kegiatan pengumpulan data lapangan ....................... 10
3.6 Pelaksanaan Kegiatan Lapangan ....................................................................... 10
3.7 Analisa Data ....................................................................................................... 15
IV. PENUTUP ............................................................................................................. 16
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 17
LAMPIRAN .................................................................................................................. 18
FORMAT LAPORAN.................................................................................................... 18

iii
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Secara biologis, pulau Sulawesi adalah yang paling unik di antara pulau-pulau di
Indonesia, karena terletak di antara kawasan Wallacea, yaitu kawasan Asia dan Australia,
dan memiliki tingkat endemitas yang paling tinggi di Indonesia. Menurut Whitten et al.
(1987) jumlah jenis-jenis mamalia, burung dan reptil yang ada di Sulawesi adalah
berturut-turut 26, 27, dan 28% yang tidak terdapat di daerah lain, untuk jenis mamalia
endemik akan naik sampai 98% bila kelelawar dikeluarkan.
Taman Nasional Lore Lindu merupakan kawasan Taman Nasional terbesar di
Sulawesi Tengah yang terletak di dua Kabupaten yaitu Kabupaten Sigi dan Kabupaten
Poso dengan luasan 215.733,70 Ha berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal
Konservasi Sumber Daya Alam Dan Ekosistem nomor: SK. 456/KSDAE/SET/KSA.0/1
2/2018 tentang Zona Pengelolaan Taman Nasional Lore Lindu Kabupaten Sigi dan
Kabupaten Poso Provinsi Sulawesi Tengah, dan telah mendapat banyak predikat atau
julukan karena potensi dan keunikan yang dimilikinya, diantaranya adalah sebagai cagar
biosfer (tahun 1977 oleh MAB-UNESCO) dan nominasi sebagai “World Heritage Site”
(UNESCO).
Inventarisasi diartikan sebagai kegiatan pengumpulan dan penyusunan data dan
fakta maupun potensi sumber daya alam dalam perencanaan pengelolaan sumber daya
tersebut. Inventarisasi jenis satwa pada suatu kawasan, seperti mamalia penting
dilakukan dan hasil dari kegiatan ini dapat digunakan untuk pemantauan secara berkala
pada kawasan tersebut
Ditjen KSDAE telah menetapkan sebanyak 25 (dua puluh lima) satwa prioritas
terancam punah yang akan menjadi target peningkataan populasinya melalui SK Dirjen
KSDAE No. 180 Tahun 2015. Kedua puluh lima satwa dimaksud adalah Harimau
Sumatera, Gajah Sumatera, Badak, Banteng, Owa, Orangutan, Bekantan, Komodo,
Jalak/Curik Bali, Maleo, Anoa, Babirusa, Elang, Kakatua, Macan Tutul Jawa, Rusa Bawean,
Cendrawasih, Surili, Tarsius, Monyet Hitam Sulawesi, Julang Sumba, Nuri Kepala Hitam,
Penyu, Kanguru Pohon dan Celepuk Rinjani.

1
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 593/Kpts-II/1993 tentang
Perubahan fungsi hutan menjadi Taman Nasional Lore Lindu bahwa HW / HL Danau
Lindu, SM Lore Kalamanta dan SM Lore Lore Lindu yang letaknya saling berbatasan
tersebut memiliki potensi KEHATI yang tinggi, khususnya satwa yang dilindungi seperti
Anoa (Bubalus depressicornis), Rusa (Cervus), Monyet Boti (Macaca tonkeana) dan
Babi rusa (Babirousa babyrussa) sehingga perlu dipertahankan dan dimanfaatkan untuk
tujuan penelitian, ilmu pengetahuan serta untuk menunjang rekreasi dan pariwisata serta
telah memenuhi kriteria sebagai Taman Nasional. Akan tetapi Monyet Boti (Macaca
tonkeana) belum termasuk dalam satwa prioritas yang akan menjadi target peningkataan
populasinya berdasarkan SK Dirjen KSDAE, maka berdasarkan hal tersebut dianggap
perlu diadakan kegiatan inventarisasi satwa liar khususnya Monyet Boti (Macaca
tonkeana) sebagai upaya konservasi untuk pemantauan secara berkala.

1.2 Tujuan

Tujuan pelaksanaan kegiatan inventarisasi satwa liar (Macaca tonkeana) di Taman


Nasional Lore Lindu yaitu:

1. Mendapatkan populasi Monyet Boti yang terdapat di Site Pengamatan di Taman


Nasional Lore Lindu
2. Mendapatkan karakteristik populasi Monyet Boti di Site Pengamatan di Taman
Nasional Lore Lindu
3. Sebagai Baseline data satwa liar di Taman Nasional Lore Lindu

2
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Inventarisasi Satwaliar

Pertanyaan dasar untuk seorang pengelola satwa liar adalah : (1) spesies-
spesies apa yang terdapat di suatu wilayah, (2) bagaimana kondisi populasi dan
kepadatannya serta (3) bagaimana keadaan sebarannya. Untuk jawaban pertama
Alikodra (1990) mengatakan bahwa kegiatan inventarisasi dengan memakai
pendekatan sederhana sudah bisa dijadikan instrumen penjawab. Sedangkan jawaban
kedua dan ketiga hanya akan dapat terjawab jika dilakukan sensus dan pengamatan
pergerakan harian satwa.
Inventarisasi dan sensus merupakan pekerjaan yang penting dalam suatu
proses pengelolaan satwa liar, terutama untuk mengukur potensi suatu jenis satwaliar
yang ada di suatu kawasan. Apabila kegiatan ini dilaksanakan secara berulang-ulang
menurut interval waktu tertentu akan diperoleh suatu set data tentang
keanekaragaman, penyebaran dan fluktuasi populasi dari setiap jenis satwaliar.
Disamping jumlah akan dapat diketahui pula keadaan struktur populasi, kondisi
kesehatan, penyebaran dan pergerakannya.
Menurut Trippensee (1948) dalam Alikodra (1990) inventarisasi merupakan
pekerjaan pendahuluan sebelum sensus dilaksanakan dengan tujuan untuk
mempermudah atau memperlancar jalannya sensus. Kegiatan pendahuluan yang
dapat dikategorikan sebagai inventarisasi antara lain mengumpulkan data mengenai
jenis-jenis satwa yang terdapat di wilayah survei, penyebaran satwa liar dan keadaan
habitatnya (topografi, tanah dan vegetasi), jaringan jalan patroli dan pos-pos
penjagaan.

2.2 Indikator Keberadaan Satwa


Jejak satwaliar seperti bekas tapak kaki di permukaan tanah, feses (kotoran),
bagian-bagian tubuh yang ditinggalkan, suara, sarang, bau ataupun tanda-tanda yang
lain perlu untuk diketahui dan dipelajari dengan seksama. Jejak-jejak ataupun tanda-

3
tanda yang ada di lapangan dapat dipergunakan sebagai indikator ada tidaknya satu
jenis satwaliar di suatu tempat.
a. Tapak Kaki
Bekas tapak kaki di pemukaan tanah penting untuk diketahui bentuk, ukuran dan
umurnya. Tempat-tempat untuk menemukan jejak antara lain: ditepi sungai,
tempat berkubang atau minum satwa, tempat-tempat istirahat (shelter) lorong-
lorong diantara semak belukar.
b. Feses
Biasanya menunjukkan keadaan yang khas. Penemuan feses sangat penting untuk
menentukan apakah satwa yang berada di lokasi kejadian masih baru atau sudah
lama. Dari analisis feses karnivora secara sederhana di lapangan dapat dikenali
jenis makanan mereka berdasarkan keadaan bulu-bulu, rambut, gigi maupun
tulang yang terdapat pada feses tersebut.
c. Bagian tubuh yang ditinggalkan
Diantara beberapa jenis satwa liar ada yang mempunyai kebiasaan untuk
meninggalkan atau melepas bagian dari anggota tubuhnya seperti tanduk, kulit,
bulu, duri, telur dan sebagainya. Dari bagian-bagian tersebut dapat diketahui
wilayah penyebaran mereka.
d. Suara dan bunyi
Yang dimaksud dengan suara adalah sesuatu yang kita dengar dari mulut satwa
liar sebagai bentuk komunikasi diantara sesama jenisnya. Sedangkan bunyi adalah
sesuatu yang kita dengar sebagai akibat dari tingkah laku suatu jenis satwaliar.
Seringkali bunyi tersebut sangat khas seperti bunyi kepakan sayap burung
rangkong.
e. Tanda-tanda pada habitat
Tanda-tanda yang diakibatkan oleh suatu tingkah laku satwaliar pada saat mencari
makan, kawin, dan mandi atau berkubang sangat membantu pengamat ketika
melakukan identifikasi jenis satwa liar. Tanda tersebut dapat berupa: (1) gigitan
pada daun, kulit pohon dan akar pohon, (2) ranting dan dahan yang patah, (3)

4
bekas cakaran kuku pada batang pohon, (4) sisa-sisa buah yang dimakan satwa,
dan (5) alur lintasan satwa.
f. Bau-bauan
Yang dimaksud dengan bau-bauan adalah bau yang khas dan mencolok yang
dihasilkan oleh satwaliar yang dapat dicium oleh manusia. Bau tersebut dapat
berasal dari kelenjar yang dimilikinya seperti kalelawar, rusa, musang, trenggiling
dan jenis yang lain.
g. Sarang
Yang dimaksud dengan sarang adalah sesuatu yang dengan sengaja atau tidak
dibangun oleh satwa untuk dipergunakan sebagai tempat untuk berkembang biak
dan istirahat (tidur). Letak dan bentuk sarang dapat bermacam-macam sesuai
dengan pemanfaatan ruang dari suatu jenis satwa. Untuk satwa aerial umumnya
bersarang di atas pucuk pohon atau di dalam lubang kayu, satwa terestrial ada
bersarang di gua-gua, lubang bawah tanah atau di bawah naungan, sedangkan
jenis satwa semiterestrial dan arboreal sering membuat sarang di cabang dan
ranting pohon.

2.2 Indentifikasi Umum Monyet Boti

Taksonomi
Menurut Fooden (1969) Macaca tonkeana diklasifikasikan sebagai berikut:
Kerajaan : Animalia
Divisi : Chordata
Kelas : Mammalia
Memesan : Primata
Keluarga : Cercopithecidae
Marga : Macaca
Jenis : Macaca tonkeana (Mayer 1899)
Nama Lokal : Boti (Poso), Ibo (Kulawi), Seba (Toraja)

5
Klasifikasi

Napier dan Napier (1985) menyebutkan bahwa Monyet Boti merupakan spesies
quadrupedal dan diurnal dalam beraktivitas. Hewan ini memiliki tungkai yang kuat,
moncong yang cukup panjang dan ekor pendek yang tidak mencolok. Dasar wajah
didominasi warna hitam, dengan area cokelat ringan di pipi dan pantat. Panjang
tubuh 42-68 cm, panjang ekornya 3-6 cm. Bobot jantan sekitar 14,9 kg dan bobot
betina sekitar 9 kg. Hewan ini banyak menghabiskan sebagian besar waktunya untuk
bergerak-gerak di kanopi pohon, tapi juga bergerak di atas tanah (terestrial)
(Supriatna dan Wahyono 2000). Monyet boti memiliki lama kebuntingan 175 hari dan
jumlah anak satu setiap kali melahirkan.
Tubuh bagian dorsal dan anggota badan seluruhnya berwarna hitam mengkilap
dengan rambut bagian kepala berwarna coklat hingga coklat gelap. Eimerl et al.
(1978) menyatakan bahwa terdapat penebalan serta pengerasan kulit di bagian
pantat yang disebut “ischial callosities” yang berguna sebagai bantalan pada waktu
duduk di pohon atau tempat-tempat yang keras lainnya.

Populasi dan Penyebaran


Populasi satwaliar berfluktuasi dari waktu ke waktu sesuai dengan fluktuasi
keadaan lingkungannya. Menurut Alikodra (2002) populasi satwaliar dapat
berkembang, stabil ataupun menurun sesuai dengan kondisi perubahanperubahan
komponen lingkungannya.
Anderson (1985) menyatakan bahwa populasi adalah kelompok organisme
yang terdiri atas individu satu spesies yang saling berinteraksi dan melakukan
perkembangbiakan pada suatu tempat dan waktu tertentu. Alikodra (1990)
menyempurnakan batasan populasi dari Anderson (1985) yaitu kelompok organisme
yang terdiri atas individu satu spesies yang mampu menghasilkan keturunan yang
sama dengan tetuanya. Anggota kelompok ini jarang melakukan hubungan dengan
spesies yang sama dari kelompok lain.
Menurut Supriatna dan Wahyono (2000) Monyet Boti hidup pada hutan primer
dataran rendah, hutan sekunder dan hutan dataran tinggi hingga ketinggian 1.300 m
dpl. Selain itu, dapat juga mendiami daerah sekitar perladangan, perkebunan dan

6
pesisir. Populasi Monyet Boti menyebar pada seluruh kawasan Taman Nasional Lore
Lindu (TNLL) dengan penyebaran tidak merata karena habitatnya merupakan
perpaduan antara tipe ekosistem hutan dataran rendah, dataran tinggi, padang
alang-alang atau kebun/ladang pada ketinggian antara 650-1.000 m dpl.
Kepadatan populasi Macaca tonkeana berkisar 3-5 individu/km2. Dengan luas
daerah jelajah berkisar antara 25-40 ha dan jelajah hariannya mencapai 1.100 m
(Supriatna dan Wahyono 2000).

Pakan
Hewan ini menyukai makan buah terutama memakan buah ara dan buah
lainnya, tapi juga memakan bambu, biji, tunas, kecambah, daun dan tangkai bunga,
serta serangga dan binatang invertebrata lainnya. Di dekat lahan pertanian, tanaman
tersebut dapat menyerang perkebunan jagung, buah dan sayuran. Komposisi makan
hewan ini antara lain buah 57%, daun 17%, serangga 8%, bunga4%, tunas pohon
2%, dan sisanya berupa rumput, jamur, moluska, tanah dan berbagai jenis vertebrata
kecil lainnya (Supriatna dan Wahyono 2000).

Ancaman
Spesies ini kerap diracuni dan terjebak sebagai hama pertanian. Ancaman
lainnya termasuk berburu makanan, koleksi untuk hewan peliharaan dan konversi
habitat, terutama karena perkebunan kelapa sawit dan kakao, dan permukiman
manusia, semuanya diproyeksikan meningkat dalam dekade mendatang (Supriatna
dan Wahyono 2000).

Status Konservasi
Monyet Boti (Macaca tonkeana) dalam daftar CITES termasuk dalam Appendix
II yang rentan (Lower Risk/ near threat). Sedangkan menurut Riley et al (2020) status
monyet boti pada IUCN adalah Vulnerable. Berdasarkan PermenLHK No.P.106/2018
monyet boti merupakan satwa yang dilindungi pemerintah RI.

7
III. METODE PELAKSANAAN KEGIATAN

3.1 Dasar Hukum


Dasar hukum pelaksanaan kegiatan Inventarisasi Satwa Liar (Macaca tonkeana)
adalah:

1. Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati
dan Ekosistemnya;

2. Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan jo.Undang-Undang No. 19


Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 41 Tahun 1999
tentang Kehutanan menjadi Undang-Undang;

3. Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah;

4. Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 2010 jo. Peraturan Pemerintah No. 104 Tahun
2015 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan;

5. Peraturan Menteri Kehutanan No.P.44/Menhut-II/2012 jo. P.62/Menhut-II/2013


tentang Pengukuhan Kawasan Hutan;

6. Peraturan Pemerintah No.28 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka


Alam (KSA) dan Kawasan Pelestarian Alam (KPA) jo. Peraturan Pemerintah No.108
Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No.28 Tahun 2011;

7. Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 593/Kpts-II/1993 tentang Perubahan fungsi


hutan menjadi Taman Nasional Lore Lindu

8. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor


P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 tentang perubahan kedua atas Peraturan
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor
P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 tentang jenis tumbuhan dan satwa yang
dilindungi

9. DIPA 029 Balai Besar TN Lore Lindu Tahun 2021

3.2 Lokasi Pelaksanaan

Kegiatan inventarisasi satwa liar dilaksanakan di Site Pengamatan di Bidang PTN


Wilayah I, II dan III Taman Nasional Lore Lindu.

8
3.3 Alat dan Bahan
1. Peta kawasan Taman Nasional Lore Lindu dan Lokasi Inventarisasi
2. Binokuler dan Kamera
3. Kompas dan Counter.
4. Range Finder
5. Buku identifikasi satwa
6. Buku catatan dan alat tulis
7. Roll Meter / Tali Plastik
8. Perlengkapan Lapangan

3.4 Anggaran Biaya


Kegiatan inventarisasi satwa liar bersumber dari DIPA 029 Balai Besar TNLL tahun
2021 dengan rincian sebagai berikut:

Tabel 1. Rincian anggaran kegiatan Inventarisasi Tumbuhan dan Satwa Liar seluas 2.736
Ha
Kode Uraian Vol Sat Harga Jumlah SD
satuan
521211 Belanja Bahan

>> Inventarisasi Satwa Liar 24,500,000 PNP

- Bahan dan Pelaporan 1.0 KEG 500,000 500,000


- Bahan Makan Buruh [2 ORG x 5 120.0 OH 50,000 6,000,000
HARI x 12 TIM]
- Perlengkapan Tim 12.0 TIM 1,500,000 18,000,000

521219 Belanja Barang Non Operasional PNP


Lainnya

>> Inventarisasi Satwa Liar

- upah buruh [2 ORG x 5 HARI x 120.0 OH 150,000 18,000,000


12 TIM]
524111 Belanja Perjalanan Dinas Biasa PNP

>> Inventarisasi Satwa Liar

- Perjalanan Pelaksana [4 ORG x 48.0 OT 3,000,000 144,000,000


12 TIM]

9
3.5 Tim Pelaksana dan lokasi kegiatan pengumpulan data lapangan
Pelaksana kegiatan terdiri dari 12 (dua belas) regu yang masing-masing regu terdiri
dari 4 (empat) orang yang melibatkan personil Balai Besar TNLL dan Tenaga Ahli yang
telah ditunjuk melalui Surat Tugas Kepala Balai Besar.

Tabel 2. Rincian tim pelaksana dan lokasi kegiatan

No. Lokasi Tim Pelaksana Waktu Ket


1 PM
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

3.6 Pelaksanaan Kegiatan Lapangan


Pengumpulan Data Sekunder
Sebelum dilaksanakan kegiatan di lapangan, terlebih dahulu dilaksanakan
pengumpulan data sekunder baik bersumber dari SIMRELI maupun wawancara
dengan masyarakat terkait habibat dan lokasi sering ditemukannya Macaca
tonkeana. Lokasi tersebut kemudian dilakukan pengamatan di lapangan yang
dijadikan site pengamatan.

Pengumpulan Data Lapangan


Inventarisasi satwa pada kegiatan ini dilakukan dengan metode langsung dan
tidak langsung. Menurut Riney (1982) sebaiknya kegiatan inventarisasi dan sensus
satwa dilakukan dengan menggunakan kombinasi dua metode diatas. Melalui cara
kombinasi ini akan diperoleh beberapa keuntungan: (1) informasi dapat saling
melengkapi, (2) tingkat kesalahan dapat diperkecil, dan (3) lebih efektif.
Sedangkan jenis data yang diambil terdiri dari data primer dan data sekunder.
Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari hasil pengamatan di
lapangan dan data sekunder adalah data dari hasil pengamatan atau penelitian
yang sebelumnya telah dilaksanakan di lokasi yang sama.

10
a. Metode langsung
Metode langsung merupakan cara inventarisasi jenis satwa yang didasarkan
dari hasil perjumpaan langsung dengan satwa di lapangan. Model yang akan
diterapkan untuk metode ini adalah gabungan antara Metode Pengamatan
terkonsentrasi (Concentration count) dengan Metode Transek Jalur (Strip
Transect).
Transek jalur dilaksanakan dengan metode purposive sampling dimana
lokasi Jalur dilaksanakan di lokasi hasil pengumpulan data sekunder, baik data
yang didapatkan dari SIMRELI maupun wawancara oleh masyarakat, yaitu
lokasi yang sering ditemukan keberadaaan Monyet Boti. Jumlah Jalur transek
yang dilaksanakan mengikuti data sekunder. Menurut Sugiyono (2016) bahwa
purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan
pertimbangan tertentu. Hal lainnya yang menjadi pertimbangan lainnya yaitu
Macaca tonkeana merupakan satwa yang berkelompok dan menurut Alikodra
(1990) dalam beraktivitas kelompok primata cenderung membatasi aktivitasnya
pada daerah hutan yang mereka kenali.
Pajang jalur transek pada pelaksanaan inventarsasi satwa yaitu 2-5 km. Hal
tersebut mempertimbangkan penelitian Pombo (2004) pergerakan harian
dengan pola jangkauan wilayah dari Monyet Boti 0,7-1,5 Km/Hari sehingga
panjang jalur 2-5 Km diharapkan dapat mencatat lokasi perjumpaan monyet boti
lebih banyak. Perjumpaan baik secara langsung maupun tanda satwa dicatat
dalam tallysheet. Satwa mamalia lainnya yang dijumpai pada saat pelaksaaan
pengamatan jalur transek dicatat sebagai data tambahan. Apabila telah didapati
titik kumpul dari Monyet Boti, maka dilakukan pengamatan terkonsentrasi untuk
mengetahui populasi dari monyet boti.

11
Keterangan:
T0 = titik awal jalur pengamatan,
Ta = titik akhir jalur pengamatan,
P = posisi pengamat,
r = jarak antara pengamat dengan tempat terdeteksinya satwaliar,
S = posisi satwaliar,
 = sudut antara posisi satwaliar dengan arah garis transek,
y = r.Sin
W= Lebar Transek

Gambar 1 Bentuk Transek Jalur Pengamatan Satwaliar

Metode terkonsentrasi dilaksanakan pada suatu titik tempat dengan


peluang perjumpaan satwa tinggi. Misalnya tempat tersediaanya pakan, air
untuk minum dan lokasi tidurnya. Titik ini didapati dari hasil Transek Jalur
sebelumnya. Pengamatan dapat dilakukan pada tempat yang tersembunyi
sehingga tidak mengganggu aktivitas satwa. Pengamatan dilakukan mulai jam
06.00-10.00 dan 14.00-17.30 pada setiap lokasi dengan ulangan sebanyak 3
kali.
b. Metode tidak langsung
Metode tidak langsung diterapkan dengan tujuan untuk melengkapi data
yang diperoleh dengan metode langsung. Selain itu penerapan metode ini juga
bertujuan untuk mengetahui jenis satwa yang sulit dijumpai dengan cara
pertemuan langsung, berbahaya dan meninggalkan jejak yang mudah untuk
diidentifikasi.
Indikator keberadaan satwa dari penerapan metode tidak langsung adalah
jejak, kotoran, bunyi, suara, bekas cakaran, bau dan sarang.

12
3.7 Data yang diambil
Pengambilan data dilapang untuk mengetahui populasi Monyet Boti yang terdapat
di Site Pengamatan di Taman Nasional Lore Lindu dan apabila memungkinkan
mendapatkan karakteristik populasi Monyet Boti yaitu ukuran kelompok, nisbah jantan
dan betina dewasa, serta kepadatan populasi.

Pengambilan data tersebut dilakukan dengan metode line transect untuk


mendeteksi keberadaan Macaca tonkeana dan mengidentifikasi jumlah kelompok,
selanjutnya menggunakan metode concentration count untuk mensensus populasi.
Parameter yang diambil dalam mensensus populasi yaitu :
 Jumlah individu
Perhitungan jumlah individu dilakukan dengan mengambil nilai terbesar dalam
pengamatan.
 Kepadatan populasi
Perhitungan nilai kepadatan populasi dilakukan dengan membagi jumlah individu
dengan luas areal pengamatan.
 Nisbah kelamin
Nilai nisbah kelamin didapatkan dengan membagi jumlah individu jantan dewasa
dengan jumlah individu betina dewasa
 Struktur umur
Pengelompokan umur didasarkan pada fase perkembangan individu yaitu dewasa
(adult), muda (subadult), anak (juvenile) dan bayi (infant) (Chalmers 1980). Ciri-ciri
masing-masing fase berdasarkan yang dideskripsikan oleh Altman (1981) disajikan
pada Tabel 3:

13
Tabel 3 Ciri-ciri struktur umur Macaca
No Kelompok umur Ciri-ciri
1 Dewasa ciri umum kelompok umur dewasa yakni pertumbuhan
yang sudah penuh dan matang secara reproduksi. Jantan
mencapai kedewasaan pada saat umur 7-8 tahun,
sedangkan betina pada umur 5 tahun. Jantan dewasa
memiliki ciri skrotum yang sudah membesar dan
berwarna merah, sedangkan betina dewasa dicirikan
dengan adanya estrus yang dapat dilihat dengan
membengkaknya daerah ischial serta memiliki puting
susu panjang, menggantung, dan berwarna merah muda.

2 Muda Ukuran tubuh lebih besar dibandingkan ukuran tubuh


anak dan sedikit lebih kecil dibandingkan ukuran tubuh
dewasa. Ukuran tubuh jantan lebih besar dibandingkan
ukuran tubuh betina. Jantan remaja memiliki warna
tubuh yang sudah mulai menyerupai warna tubuh jantan
dewasa. Skrotum mulai membesar dan memisahkan diri
dari kelompok anak tetapi belum bergabung dengan
kelompok dewasa. Betina remaja ukurannya hampir
sama dengan betina dewasa, namun pada betina remaja
puting susu masih pendek dan berwarna putih.
3 Anak Fase ini dimulai setelah bayi namun sebelum remaja,
memiliki ciri kebiasaan bermain. Jenis kelamin dilihat
dari organ genital luarnya.
4 Bayi (0-1 Tahun) Memiliki muka yang berwarna putih, berbeda dengan
kelompok umur yang lain. Diasuh oleh induknya,
sampai masa sapih.

 Aktivitas Harian
Pengamatan aktivitas harian Macaca tonkeana dilakukan menggunakan metode
adlibitum, yaitu metode di mana pengamat mencatat semua aktivitas yang dilakukan
oleh Macaca tonkeana pada waktu pengamatan. Metode ini dilakukan tanpa batasan
yang sistematik, biasanya digunakan pada studi pendahuluan (Altman 1981).

3.7 Ketentuan dalam pelaksanaan kegiatan


Dalam pelaksanaan kegiatan diharapkan memperhatikan beberapa hal yaitu:

1. Pakaian pelaksana: tidak memakai pakaian dengan warna mencolok


2. Tidak memakai wangi-wangian yang mencolok
3. Tidak menimbulkan suara berlebihan saat perjumpaan satwa
4. Memperhatikan sikap saat perjumpaan langsung dengan macaca seperti tidak
memperlihatkan gigi (tersenyum, membuka mulu, dsb) karena dapat dianggap
ancaman oleh satwa tersebut.

14
3.7 Analisa Data
Populasi
Jumlah populasi merupakan jumlah individu terbanyak pada seluruh pengulangan
pengamatan, dengan rumus :
Pi = Xi terbesar
P = ƩPi
Keterangan :
Pi = ukuran populasi pada lokasi konsentrasi ke-i (individu)
P = total populasi pada seluruh areal penelitian
Xi = jumlah individu yang dijumpai pada pengamatan ke-i
Kepadatan populasi didapatkan nilai dengan membagi jumlah individu yang ditemukan
dengan luas areal pengamatan. Kepadatan populasi menunjukkan jumlah populasi pada
suatu areal dengan rumus kepadatan ialah :

∑ 𝑃𝑖
D= 𝐴
Keterangan :
D = Kepadatan (individu/ha)
Pi = Ukuran populasi pada lokasi konsentrasi ke-i (individu)
A = Luas areal pengamatan (ha)

Apabila dalam pengamatan meungkinkan didapati jenis kelamin makan dapat dilakukan
perhitungan Nisbah kelamin. Nisbah kelamin didapatkan dengan membandingkan jumlah
individu jantan dewasa dan jumlah individu betina dewasa, dengan rumus :

𝐽
S=𝐵
Keterangan :
S = Seks ratio
J = Jumlah jantan dewasa
B = Jumlah betina dewasa

Aktivitas harian
Data hasil pengamatan aktivitas harian Macaca tonkeana dibedakan menjadi lima
bagian dan dianalisis secara deskripif. Menurut O,brien & Kinnaird (1997), aktivitas harian
satwaliar dibedakan menjadi 5 kelas, yaitu mencari makan (foraging), makan (feeding),
berpindah (moving), istirahat (resting), dan sosial (social).
15
IV. PENUTUP

Demikian Rencana Pelaksanaan Kegiatan (RPK) Inventarisasi Satwa Liar ini dibuat
sebagai acuan dalam pelaksanaan kegiatan inventarisasi satwa liar (Macaca tonkeana) di
lapangan. Dengan adanya RPK ini diharapkan kegiatan inventarisasi satwa liar di Taman
Nasional Lore Lindu dapat berjalan dengan baik dan dapat menghasilkan data yang dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

16
DAFTAR PUSTAKA

Alikodra HS. 1990. Pengelolaan Satwaliar, Jild I. PAU-IPB, Institut Pertanian Bogor.

Anderson SH. 1985. Managing Our Wildlife Resources. Bell & Howell Co., London.

Altman NH. 1981. Techniques for the Study of Primate Population Ecology. Washington:
National Academy Press.

Chalmers N. 1980. Social Behaviour in Primates. Baltimore: University Park Press.

Eimerl S, De Vore I. 1978. Primata. Tira Pustaka. Jakarta.

Fooden J. 1969. Taxonomy and Evolution of the Monkeys of Celebes. Bibliotheca


Primatologica. S. Karger Basel. New York.

Napier J.R, Napier PH. 1985. The natural history of the primates. London: British Museum

O’Brien TG. and Kinnaird M F. 1997. Behavior, diet and movements of the sulawesi
crested black macaque. International Journal of Primatology. 18(3): 321-351

Pombo RAER. 2004. Daerah Jelajah, perilaku dan pakan macaca tonkeana di Taman
Nasional Lore Lindu, Sulawesi Tengah. [Tesis]. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor

Riley, E., Lee, R., Sangermano, F., Cannon, C. & Shekelle, M. 2020. Macaca tonkeana.
The IUCN Red List of Threatened Species 2020: e.T12563A17947990.
https://dx.doi.org/10.2305/IUCN.UK.2020-3.RLTS.T12563A17947990.en. Down-
loaded on 02 February 2021.

Riney, T. 1982. Study and Management of The Large Mammals. John Wiley and Sons.
Canbera.

Supriatna J. Wahyono EH. 2000. Panduan Lapangan Primata Indonesia. Jakarta:


Yayasan Obor Indonesia.

Trippensee, E.R. 1948. Wildlife Management, Upland Game, and General Principles.
McGraw Hill-Book Company. New York. 499p

Whitten AJ. Mustafa M dan Handerson GS. 1987. Ecologi Sulawesi. Gadja Mada University
Press. Yogyakarta.

17
FORMAT LAPORAN

COVER
LEMBAR PENGESAHAAN
DAFTAR ISI
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Maksud dan Tujuan

II. PELAKSANAAN KEGIATAN


2.1 Dasar Hukum Tugas dan Fungsi
2.2 Lokasi dan Waktu Pelaksanaan
2.3 Alat dan Bahan
2.4 Personil Pelaksana
2.5 Metode Kerja
III. HASIL KEGIATAN
3.1 Hasil
3.2 Pembahasan
A. Populasi
B. Kepadatan Populasi
C. Rasio Jenis Kelamin
D. Aktivitas Harian

IV. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
LAMPIRAN (Tallysheet, Pengolahan data, Peta)

18
LAMPIRAN

19
Tallysheet Inventarisasi Satwa Liar

Tanggal : Koordinat Awal :


Waktu : Akhir :
Nama Pencatat : Panjang Jalur :
Arah : (derajat) Lebar Jalur :

Jarak Sudut Kontak Keterangan


Waktu Aktivitas Substrat
No Jenis Satwa Jumlah Individu (ekor)* Kontak (m) (° derajat) Perjumpaan**
Perjumpaan
Bayi Anak Remaja Dewasa Total

Keterangan:
*) J = Jantan, B= Betina
**) Lg = Langsung, JK= Jejak Tapak, Su = Suara, Bc = Bekas Cakar, Sr = Sarang
Tallysheet Pengamatan Macaca tonkeana

Tanggal : Nama Pencatat :


Waktu : Koordinat Lokasi :
Pengamatan ke : Luas Lokasi Pengamatan :

Jumlah Individu (ekor)* Jarak


Jumlah Sudut Kontak
No Kontak Aktivitas Substrat
Populasi Bayi Anak Remaja Dewasa (° derajat)
(m)

Keterangan:
*) J = Jantan, B= Betina

Anda mungkin juga menyukai