Anda di halaman 1dari 13

PERILAKU KERBAU LIAR (Bubalus bubalis arnee) (STUDI KASUS DI

RESORT BEKOL) TAMAN NASIONAL BALURAN

PROPOSAL PRAKTEK KERJA LAPANG (PKL)

Oleh:

TYANDRA
(201610320311082)

JURUSAN KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN – PETERNAKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2018

i
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbilalamin, marilah kita panjatkan puji syukur kepada


Allah SWT atas segala rahmat, taufiq, serta hidayah yang dilimpahkan kepada
peneliti, serta kesehatan hingga saat ini, sehingga peneliti dapat menyelesaikan
Proposal PKL ini.
Proposal ini disusun sebagai syarat pelaksanaan PKL. Proposal ini berisi
tentang pengajuan PKL di Resort Bekol Taman Nasional Baluran. Peneliti
berharap kegiatan PKL ini bisa membantu peneliti maupun pembaca untuk
menambah wawasan serta dapat membentuk kerjasama yang baik antara peneliti
selaku civitas akademika dan Taman Nasional Baluran.
Peneliti mengucapkan terima kasih kepada seluruh dosen di Jurusan
Kehutanan yang sudah membimbing peneliti dalam pembuatan proposal PKL ini.
Kami mohon maaf apabila didalam proposal ini masih terdapat banyak
kekurangan, dan kami tidak keberatan apabila dari pihak Taman Nasional Baluran
memberikan kritik dan saran kepada kami.

Malang, Desember 2018

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang........................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah...................................................................................... 2
1.3. Tujuan........................................................................................................ 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Taman Nasional Baluran............................................................................ 3
2.2. Sejarah Kerbau dan Penyebaranya............................................................ 4
2.3. Klasifikasih Kerbau................................................................................... 5
2.4. Kerbau Rawa............................................................................................. 6
2.5. Pertumbuhan dan Perkembangan ............................................................. 7
2.6. Hubungan Bobot Badan dan Ukuran – Ukuran Tubuh.............................. 7
BAB III METODOLOGI KERJA
3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan................................................................. 8
3.2. Alat dan Bahan.......................................................................................... 8
3.3. Metode Kerja............................................................................................. 8
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 9

ii
HALAMAN PENGESAHAN

Judul : Perilaku Kerbau Liar (Bubalus bubalis arnee) (Studi Kasus Di


Resort Bekol) Taman Nasional Baluran
Waktu : 15 Januari 2019 – 15 Februari 2019
Tempat : Resort Bekol, Taman Nasional Baluran

Dipersiapkan dan disusun oleh:

Tyandra
201610320311082

Telah disetujui untuk diajukan


Kepada Kepala Balai Besar Taman Nasional Baluran

Malang, Desember 2018


Menyetujui:

Ketua Jurusan Kehutanan Dosen Pembimbing

Tatag Muttaqin. S.Hut.M. Sc Ir. Amir Syarifuddin, MP


NIP : 10509070473 NIP : 195804101990031001

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Praktek Kerja Lapang merupakan kegiatan akademik yang berorientasi
pada bentuk ppembelajaran mahasiswa untuk mengembangkan ilmu yang telah
didapat di kelas. Praktek Kerja Lapang (PKL) merupakan salah satu matakuliah
yang ada di Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian – Peternakan, Universitas
Muhammadiyah Malang. Dengan mengikuti Praktek Kerja Lapang diharapkan
dapat menambah pengetahuan, dan pengalaman mahasiswa dalam mempersiapkan
diri memasuki dunia kerja yang sebenarnya. PKL merupakan matakuliah
persyaratan untuk bias menempuh skripsi pada jenjang pendidikan S1 di
Perguruan Tinggi Universitas Muhammadiyah Malang. PKL merupakan kegiatan
yang dilakukan mahasiswa dalam bentuk magang terhadap instansi terkait dengan
bidang keilmuannya selama kurun waktu satu bulan.
Taman Nasional Baluran sebagai salah satu kawasan konservasi yang di
dalamnya memiliki berbagai macam flora, fauna dan ekosistem, memiliki
beragam manfaat baik manfaat bersifat tangible (dalam pemanfaatan skala
terbatas) maupun manfaat yang bersifat intangible, berupa produk jasa
lingkungan, seperti udara bersih dan pemandangan alam. Kedua manfaat tersebut
berada pada suatu ruang dan waktu yang sama, sehingga diperlukan suatu bentuk
kebijakan yang mampu mengatur pengalokasian sumberdaya dalam kaitannya
dengan pemenuhan kebutuhan masyarakat dengan tetap memperhatikan daya
dukung lingkungan dan aspek sosial ekonomi masyarakat sekitarnya
(balurannationalpark.web.id).
Salah satu fauna yang terdapat di Taman Nasioal Baluran adalah kerbau
liar. Kerbau adalah binatang memamah biak yang menjadi ternak bagi banyak
bangsa di dunia, terutama Asia. Hewan ini adalah domestikasi dari kerbau liar
(orang India menyebutnya arni) yang masih dapat ditemukan di daerah-daerah
Pakistan, India, Bangladesh, Nepal, Bhutan, Vietnam, China, Filipina, Taiwan,
Indonesia, dan Thailand. Pada kerbau, terdapat beberapa perilaku yang dapat
diamati mulai dari pagi maupun sore hari. Aktivitas-aktivitas tersebut dapat

1
diamati dan didata berupa aktivitas pola perilaku kerbau pada saat pengamatan.
Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti ingin mengamati perilaku kerbau liar
(Bubalus bubalis arnee) di Taman Nasional Baluran pada waktu pagi dan sore
hari.

1.2. Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dalam kegiatan Praktek Kerja Lapang ini yaitu
bagaimana perilaku kerbau liar (Bubalus bubalis arnee) di Resort Bekol Taman
Nasional Baluran?

1.3. Tujuan
Adapun tujuan dalam kegiatan Praktek Kerja Lapang ini yaitu untuk
mengetahui dan mempelajari perilaku kerbau liar (Bubalus bubalis arnee) saat
pagi dan sore hari di Resort Bekol Taman, Nasional Baluran.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Taman Nasional Baluran


Kawasan TNB ter1etak di Kecamatan Banyuputih, Kabupaten Situbondo,
profinsi Jawa Timur dengan batas wilayah sebelah utara Selat Madura, sebelah
timur Selat Bali, sebelah selatan Sungai Bajulmati, Desa Wonorejo dan sebelah
barat berbatasan dengan Sungai Kelokoran dan Desa Sumberanyar. Taman
Nasional Baluran (TNB) merupakan salah satu UPT dari Direktorat Jenderal
PHKA (Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam) dibawah Kementerian
Kehutanan. (Departemen Kehutanan 2006).
Taman nasional tertua di Indonesia ini memiliki luas 25.000 hektar (berada
pada 114° 18' - 114° 27' BT dan 7° 45' - 7° 57' LS), namun peraturan terbaru
menyebutkan luas total Taman Nasional Baluran menjadi 29.041,68 hektar yang
terdiri atas 26.990 hektar daratan dan 2.051,98 hektar perairan laut. Zonasi pada
Taman Nasional Baluran meliputi zona inti seluas 6.920,18 hektar (27,68 %), zona
rimba seluas 12.604,14 hektar ( 50,42%), zona perlindungan bahari seluas
1.174,96 hektar (4,70 %), zona tradisional seluas 1.340,21 hektar (5,36%), zona
pemanfaatan dengan luas 1.856,51 hektar (7,43 %), zona khusus sekitar 738,19
hektar (2,5 %) dan zona rehabilitasi seluas 365,81 hektar (1,46 %) (Departemen
Kehutanan 2006).
Menurut segi pengelolaan kawasan TNB dibagi menjadi 3 seksi
Konservasi Wilayah, yaitu: Seksi Konservasi Wilayah I Pandean, meliputi Resort
Bekol dan Perengan, Seksi Konservasi Wilayah II Bekol. Meliputi Resort Bama
dan Lempuyang. Seksi Konservasi Wilayah III Karangtekok meliputi Resort
Pondok Jaran dan Labuhan Merak (Departemen Kehutanan 2006).
Daerah perairan TNB sangat berpotensi untuk tujuan penelitian, ilmu
pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Kawasan
Baluran mempunyai ekosistem yang lengkap yaitu hutan mangrove, pantai,
payau/rawa, savana dan. Kawasan ini memiliki sekitar 155 jenis burung yang
sudah langka antara lain walet ekor jarum (Hirundapus caudacutus), mamalia
besar yang merupakan satwa langka adalah banteng (Bos javanicus) dan ajag

3
(Cuon alpinus), satwa lainnya yang terdapat di TNB adalah babi hutan (Sus sp.),
kijang (Muntiacus muntjak), rusa (Cervus timorensis), macan tutul/kumbang
(Felis pardus), kerbau liar (Bubalus bubalis), lutung (Presbytis cristata), kera abu-
abu (Macaca fascicularis), merak (Pavomuticus), ayam hutan (Gallus sp), dan
lain-lain. Selain terumbu karang dan ikan hias, daerah ini juga memiliki berbagai
jenis mollusca, crustaceae, echinodermata serta biota laut lainnya, sehingga
kawasan ini mempunyai daya tarik sendiri (BTNB, 2007).

2.2. Sejarah Kerbau dan Penyebarannya


Kerbau termasuk Family Bovinae. Hubungannya dengan Bovinae lainnya
seperti misalnya sapi dan bison. Bison Amerika terkadang disebut sebagai kerbau,
hal ini adalah penggunaan nama yang salah, yang nampaknya disebabkan karena
pengkonsepan yang salah. Bison termasuk ke dalam subgenus Bovinae. Secara
tepat kapan kerbau mulai dipelihara tidak diketahui. Berdasarkan bukti sejarah
yang ada, kerbau India mulai dipelihara 2500 tahun sebelum masehi dan 1000
tahun kemudian di Cina. Dalam Encyclopedia Britanica dikatakan bahwa kerbau
Itali diternakkan sejak 600 tahun sebelum masehi yang di beri nama bubbalus
(Bhattacharya, 1993).
Bhattacharya (1993) mengatakan terdapat perbedaan 4 spesies liar kerbau
tetapi semua tipe kerbau domestik yang ada dewasa ini, nampaknya diturunkan
dari arni (Bubalus Arnee) kerbau liar dari India yang masih bisa dijumpai pada
hutan-hutan di daerah Assam. Umumnya tipe kerbau domestik dibagi menjadi dua
kelompok yaitu Kerbau Rawa (Swamp Buffalo) dan Kerbau Sungai (River
Buffalo). Kerbau Rawa (Swamp Buffalo) berkembang di Asia Tenggara
diantaranya Vietnam, Kamboja, Thailand, Philipina, Malaysia dan Indonesia,
terutama di Jawa Barat. Kerbau Rawa diternakkan sebagai ternak kerja (Siregar
dkk., 1996), kerbau rawa juga bisa digunakan sebagai penghasil daging. Ciri-ciri
Kerbau Rawa adalah berwarna keabu-abuan, leher terkulai dan memiliki tanduk
besar yang mengarah ke belakang.
Kerbau Sungai (River Buffalo) adalah kerbau yang biasa berkubang pada
sungai yang berair jernih, populasinya menyebar dari india sampai Mesir dan
Eropa. Bulunya berwarna hitam atau abu-abu agak gelap dengan tanduk

4
melingkar atau lurus memanjang ke belakang. Kerbau ini merupakan kerbau tipe
perah (Sudono,1999). Ternak kerbau berfungsi triguna yaitu sebagai ternak perah,
penghasil daging dan ternak kerja. Kerbau Sungai adalah tipe kerbau yang
diternakkan sebagai ternak perah dan penghasil daging (Toelihere,1978). Kerbau
dapat memanfaatkan hijauan yang berkualitas rendah dan tahan terhadap musim
kering yang panjang. Kapasitasnya sebagai ternak kerja merupakan potensi bagi
peternak kerbau, disamping dagingnya yang memiliki nilai cukup tinggi (Pathak
dan Ranjhan, 1979). Penemuan-penemuan arkeologis di India menyatakan bahwa
kerbau didomestikasi selama periode kehidupan di lembah Indus, Kira-kira 4500
tahun yang lalu. Berbagai data menunjukkan bahwa telah terjadi hubungan antar
manusia dan kerbau sejak dahulu kala. Dalam cerita jawa diungkapkan bahwa
pada tahun 1612 seorang raja Hindu pertama di Padjadjaran menggunakan kerbau
untuk pertama kalinya sebagai hewan kerja, hingga kini belum ada petunjuk yang
tepat kapan kerbau di Indonesia mulai diternakkan.

2.3. Klasifikasi Kerbau


Taksonomi kerbau (Bubalus bubalis) menurut Fahimuddin (1975) adalah
sebagai berikut :
Kerajaan : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mamalia
Ordo : Arthiodactyla
Famili : Bovidae
Genus : Bos
Sub genus : Bubaline
Spesies : Bubalus bubalis

2.4. Kerbau Rawa


Kerbau rawa banyak ditemukan di Asia Tenggara mulai dari lembah
Yangtse di Cina, Burma, Laos, Republik Khamer, Vietnam, Malaysia, Philipina,
dan Indonesia. Kegemarannya berkubang dan berfungsi sebagai tenaga kerja dan
penghasil daging (Fahimuddin, 1975). Kerbau ini tampak lebih liar dibandingkan

5
dengan kerbau tipe sungai. Fahimuddin (1975) menyatakan bahwa kerbau rawa
merupakan kerbau yang pendek, gemuk dan bertanduk panjang. Kerbau rawa
memiliki konformasi tubuh yang berat dan padat. Kerbau berdasarkan habitatnya
digolongkan menjadi dua tipe yaitu Kerbau Rawa (Swamp Buffalo) dan Kerbau
Sungai (River Buffalo). Kerbau tipe sungai menyukai air yang mengalir dan
bersih, sedangkan Kerbau Rawa suka berkubang atau berlumpur
(Bhattacharya,1993). Kerbau Rawa dapat beradaptasi secara luas terhadap
lingkungan rawa yang banyak ditumbuhi semak dan rumput. Kerbau Rawa sering
dijumpai di daerah lembah-lembah sungai dan dataran rendah sampai pegunungan
dengan ketingian 230 m dpl (Toelihere,1978). Fahimuddin (1975) menyatakan
bahwa kerbau rawa jantan memilik bobot dewasa 500 kg dan kerbau betina 400
kg dengan tinggi pundak jantan dan betina adalah 135 dan 130 cm. Penelitian
Chantalakhana (1981) menyatakan kerbau rawa dewasa di Indonesia memiliki
tinggi rata-rata 127130 cm untuk kerbau jantan dan 124-125 cm pada kerbau
betina. Kerbau Sungai Kerbau sungai tersebar dari India sampai ke Eropa.
Fahimuddin (1975) menyatakan bahwa kerbau sungai merupakan ternak besar
dengan lingkar badan yang lebih kecil, dada yang dalam dan bentuk tanduk yang
bervariasi sesuai dengan bangsa dan tipenya Beberapa bangsa kerbau sungai India
yang diketahui adalah Jaffarabadi, Surati atau Surti, Murrah, Kundhi, Nili, Ravi,
Nagpuri, Parlakimedi dan Toda.

2.5. Pertumbuhan dan Perkembangan


Pertumbuhan secara umum didefinisikan sebagai perubahan ukuran tubuh
yang meliputi perubahan bobot badan, bentuk, dimensi, dan komposisi tubuh
termasuk perubahan jaringan-jaringan tubuh seperti otot, lemak tulang dan organ
serta jaringan-jaringan kimia. Perubahan organorgan dan jaringan berlangsung
secara gradual hingga tercapai ukuran dan bentuk karakteristik masing masing
organ dan jaringan tersebut (Soeparno, 1998). Pertumbuhan dan pekembangan
adalah salah satu faktor penting dalam pemuliabiakan ternak. pertumbuhan tubuh
secara keseluruhan umumnya diukur dengan bertambahnya berat badan
sedangkan ukuran tubuh dapat diketahui melalui pengukuran tinggi pundak,

6
panjang badan dan lingkar dada. Kombinasi berat badan dan ukuran tubuh
umumnya di pakai sebagai ukuran pertumbuhan (Rachma,
2006).
Kerbau merupakan ternak yang lambat dewasa. Kerbau mencapai dewasa
tubuh setelah umur 3 tahun (Fahimmudin, 1975) sedangkan Camoens (1976)
menyebutkan bahwa pertumbuhan kerbau berlangsung dengan cepat baik jantan
maupun betina sampai rata-rata umur sekitar 4 tahun, setelah itu pertumbuhan
berlangsung kurang cepat.

2.6. Hubungan Bobot Badan dan Ukuran–Ukuran Tubuh


Pertambahan bobot badan termasuk kedalam pertumbuhan dan
menggambarkan kemampuan ternak untuk tumbuh. Pertumbuhan umumnya
dinyatakan dengan pengukuran kenaikan berat badan yang dengan mudah
dilakukan dengan penimbangan berulang-ulang dan diperlihatkan dengan
pertambahan bobot badan tiap waktunya. Pengukuran bobot badan dapat
dilakukan dengan menggunakan ukuran-ukuran tubuh selain menggunakan
timbangan. Ukuran-ukuran tubuh penting diketahui karena selain dapat digunakan
untuk menduga bobot badan, ukuran tubuh digunakan untuk menilai performa
ternak itu sendiri. Penimbangan seringkali tidak dilakukan, karena timbangan
ternak belum tentu tersedia disetiap peternakan (Siregar dkk, 1984). Menurut
Santosa (1983) bahwa data lingkar dada, panjang badan, dan tinggi pundak dapat
dipergunakan untuk menaksir bobot badan kerbau, sedangkan parameter lingkar
dada mempunyai kecermatan yang lebih tinggi daripada menggunakan data tinggi
pundak atau panjang badan. Bhattacharya (1993) menyatakan bahwa pemakaian
ukuran tubuh seperti lingkar dada lingkar dada, panjang badan, dan tinggi badan
dapat memberi petunjuk bobot badan seekor hewan dengan tepat.

7
METODOLOGI KERJA

3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan


Praktek kerja lapang (PKL) ini akan dilaksanakan pada tanggal 15 Januari
sampai 15 Februari 2019. Praktek kerja lapang (PKL) dilaksanakan di Resort
Bekol, Taman Nasional Baluran.

3.2. Alat dan Bahan


Adapun alat yang digunakan dalam praktek kerja lapang ini ialah:
Pertama: alat tulis untuk mencatat data di lapang. Kedua, kamera yang berfungsi
untuk mengambil dokumentasi dan buku panduan lapang untuk memperoleh
informasi lebih dalam. Terakhir, jam/stopwatch untuk pengukur waktu saat
pengamatan.

3.3. Metode Kerja


Pada pengambilan data perilaku Kerbau Liar (Bubalus Bubalis) peneliti
menggunakan metode observasi langsung dimana pengamat langsung mengamati
perilaku Kerbau liar. Perilaku yang di amati yaitu: makan,minum,tempat
berkubang,jumlah individu jatan dan betina, serta kawin.Pengamatan di lakukan
dari pagi ampai sore di Resort Bekol, Taman Nasional Baluran. Kedua, peneliti
menggunakan metode Studi Literatur untuk melengkapi data peneliti. Ketiga,
peneliti menggunakan Metode Jelajah, dimana peneliti langsung melakukan
perjalanan atau menjelajah kawasan Resort Bekol yang apabila ditemukan satwa
seperti Kerbau Liar (Bubalus Bubalis) peneliti akan segera mengamati dan
mencatatnya. Terakhir yaitu, metode penggunaan waktu sebagai pengukur waktu.

DAFTAR PUSTAKA

1
Alikodra, H. S. 1990. Pengelolaan Satwa Liar Jilid 1. Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Pusat Antar
Universitas Ilmu Hayat. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Bhattacharya, R. 1993. Kerbau.Dalam : G. Williamson dan W.J. A


Payne.Pengantar Peternak di Daerah Tropis.Gadja Mada University.Press
Yogyakarta.

Grzimeck, B. 1972. Animal Enclyclopaedia (Volume 8: Birds). Van Nostrand


Reinhold Co. New York.

Hernowo, J. B. 2011. Ekologi Merak Hijau (Pavo muticus) Linnaeus 1758 pada
Beberapa Tipe Habitat di Ujung Timur Penyebarannya Jawa Timur,
Indonesia. Disertasi. Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan Sekolah
Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Mulyana. 1988. Studi Habitat Merak Hijau (Pavo muticus Linnaeus 1766) di
Resort Bekol, Taman Nasional Baluran, Jawa Timur. Skripsi Jurusan
Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian
Bogor. Bogor. Tidak Diterbitkan.

Palita, Y. 2002. Kajian Penyebaran Lokal, Habitat dan Perilaku Merak Hijau
(Pavo muticus Linnaeus 1758) Di Taman Nasional Meru Betiri. Jawa Timur.
Skripsi Program Diploma IV Kehutanan, Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor. Bogor. Tidak Diterbitkan.

Siregar,N, & Dahar ,R.W(1996),” Eksperimen Kelas Unuk Menentukan Peranan


Buku MIPA Terhadap Keterampilan Intelektual Mahasiswa IKIP
Bandung ,”Mimbar Penelitian, 27 ( Oktober 1996 ),54 – 79, IKIP Bandung.

Soerparno, 1998.Ilmu dan Teknologi Daging. Cetakan Ketiga.Gaja Mada


University Press yogyakarta.

Supratman, A. 1998. Kajian Pola Penyebaran dan Karakteristik Habitat Merak


Hijau (Pavo muticus Linnaeus, 1766). Pada musim Berbiak di Resort
Rowobendo, Taman Nasional Alas Purwo, Jawa Timur. Skripsi Departemen
Konservasi Sumberdaya Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian
Bogor. Bogor.

Toelihera, M. R. 978 Fisiologi Reproduksi Pada Ternak. Penerbit


Angkasa,Bandung

Winarto, R. 1993. Beberapa Aspek Ekologi Merak Hijau (Pavo muticus Linnaeus
1766) Pada Musim Berbiak Pada Taman Nasional Baluran, Jawa Timur.
Skripsi Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor. Bogor. Tidak Diterbitkan.

Anda mungkin juga menyukai