Anda di halaman 1dari 20

Laporan Praktikum Pengelolaan Kawasan Taman Nasional

Baluran Di Jawa Timur

Disusun oleh :

A. YASIN CHUMAEDI

41205425118077

UNIVERSITAS NUSA BANGSA BOGOR 2021

1
Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Mahakuasa karena telah memberikan
kesempatan pada penulis untuk menyelesaikan laporan praktikum ini. Atas rahmat dan
hidayah-Nya lah penulis dapat menyelesaikan laporan praktikum tentang pengelolaan
kawasan Taman Nasional baluran tepatwaktu.
laporan ini disusun guna memenuhi tugas Dr. Ir.Novianto dan Dwi
Sasongko ,S.Hut ,M.Si pada matakuliah Pengelolaan Kawasan Konservasi di
Universitas Nusa Bangsa. Selain itu, penulis juga berharap agar laporan praktek ini
dapat menambah wawasan bagi pembaca tentang pengelolaan kawasan konservasi yang
ada di Indonesia sehingga dapat memberikan pengalaman dan pengetahuan yang lebih
mendalam.
Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Dr. Ir.Novianto dan Dwi
Sasongko ,S.Hut selaku dosen mata kuliah PKK (Pengelolaan Kawasan Konservasi).
Tugas yang telah diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan terkait
bidang yang ditekuni penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih pada semua pihak
yang telah membantu proses penyusunan makalah ini. Penulis menyadari makalah ini
masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan
penulis terima demi kesempurnaan makalah ini.

Bogor, 5 Februari 2021


A.Yasin Chumaedi

2
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR...............................................................................            i
DAFTAR ISI...................................................................................... .......           ii
BAB I  PENDAHULUAN      
                                                                       
Latar Belakang.................................................................................           4
Tujuan..............................................................................................           4

BAB II  KONDISI UMUM


lokasi dan luas………………………..........................................................           5
sejarah taman nasional baluran....................................................................           6
kondisi iklim dan topografi..........................................................................           8
ekosistem taman nasional baluran…………………………………..……. 9
biodiversitas taman nasional baluran...........................................................          10
destinasi wisata...........................................................................................           13
akses menuju taman nasional…………………………………….……..... 15

BAB III PEMBAHASAN


Identifkasi kasus pengelolaan kawasan taman nasional baluran…………. 16
Penyelesaian kasus invasive akasia di Taman nasional Baluran………..... 17

BAB IV PENUTUP
            Kesimpulan.......................................................................................         18
            Saran.................................................................................................         19
DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I

Pendahuluan
A. Latar Belakang
Konservasi sumber daya alam hayati adalah pengelolaan sumber daya alam hayati yang
pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan
persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman
dan nilainya. Bahwa dalam melakukan konservasi sumberdaya alam hayati, pemerintah
menetapkan hutan konservasi. Undang-Undang Nomor 41 tahun 199 tentang Kehutanan
menjelaskan bahwa hutan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu,
yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta
ekosistemnya. Selanjutnya, Hutan Konservasi terbagi menjadi Kawasan Pelestarian
Alam (KPA) dan Kawasan Suaka Alam (KSA).
Hutan Konservasi merupakan benteng terakhir bagi kelestarian hutan. Kerusakan Hutan
Konservasi dapat memberi dampak sangat fatal terhadap penurunan daya dukung
lingkungan bagi kehidupan manusia. Pemahaman semua pihak terhadap pentingnya
hutan konservasi adalah mutlak. Sehingga dalam praktikum ini, mahasiswa diharapkan
mampu memahami secara mendalam menganai seluk-beluk hutan konservasi. Pada
kesempatan ini, fokus praktikum adalah Taman Nasional.
B. Tujuan Praktikum
Praktikum Pengelolaan Kawasan Konservasi bertujuan untuk memberikan kesempatan
bagi mahasiswa agar mampu :
1. Menganalisis pengelolaan Taman Nasional di Indonesia.
2. Menganalisis permasalahan kawasan dan,
3. Memberikan saran/rekomendasi kepada pengelola

4
BAB II

Gambaran Umum

1.A Lokasi dan luas


Taman Nasional Baluran merupakan kawasan pelestarian alam yang mempunyai
ekosistem asli dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan
penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi

Pengelolan Taman Nasional Baluran dilaksanakan berdasarkan prinsip konservasi


sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya yang tertuang dalam UU Nomor 5 th 1990
tentang KSDAHE dan UU No 41 th 1999 tentang Kehutanan melalui tiga P yaitu :

 Perlindungan sistem penyangga kehidupan


 Pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya
 Pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnnya.

Letak Geografis : 114° 29’ 10’’ – 114° 39’ 10’’ BT & 7° 29’ 10’’ – 7° 55’ 55’’ LS

Sebelah Utara Berbatasan dengan Selat MaduraSebelah Timur Berbatasan dengan


Selat BaliSebelah Selatan Berbatasan dengan Desa Wonorejo, Sungai Bajulmati, Desa
Bajulmati dan Desa Watukebo Sebelah Barat Berbatasan dengan Sungai Kelokoran
dan Desa Sumberwaru. Berdasarkan Buku Zonasi Balai Taman Nasional Baluran tahun
2012, taman nasional tertua di Indonesia ini mempunyai luas 25.000 hektar, yang terdiri
dari 26.990,3 hektar daratan dan 2.051,68 hektar perairan laut, dengan zonasi terdiri
dari Zona Inti seluas 6.920,18 hektar (27,68 persen), Zona Rimba sekitar 12.604,14
hektar (50,42 persen), Zona Perlindungan Bahari seluas 1.174,96 hektar (4,70 persen),
Zona Pemanfaatan sekitar 1,856,51 hektar (7,43 persen), Zona Tradisional seluas
1.340,21 hektar (5,36 hektar), Zona Rehabilitasi sebanyak 365,81 (1,46 persen) dan
Zona Khusus sekitar 738,19 hektar (2,5 persen). Peraturan terbaru menyebutkan luas

5
total TN Baluran menjadi 29.041,68  hektar dari 26.990 hektar daratan dan 2.051,98
hektar perairan laut,

1.B Sejarah Taman Nasional Baluran

 Eksistensi kawasan Baluran dalam kesejarahannya diawali pada tahun 1920 dengan
usulan pencadangan hutan Bitakol seluas ± 1.553 Ha untuk ditetapkan sebagai areal
hutan produksi tanaman jati (jatibosch) (Wind dan Amir, 1977)
 Upaya konservasi kawasan Baluran telah dilakukan sejak lama pada masa pemerintahan
Hindia Belanda. Rintisan penunjukannya menjadi suaka margasatwa telah dilakukan
oleh Kebun Raya Bogor sejak tahun 1928. Rintisan tersebut didasarkan pada usulan
A.H. Loedeboer (pemegang konsesi lahan perkebunan pada sebagian kawasan Baluran
di daerah Labuhan Merak dan Gunung Mesigit pada saat itu)
 Pada tahun 1930 KW. Dammerman yang menjabat sebagai Direktur Kebun Raya
Bogor mengusulkan perlunya Baluran ditunjuk sebagai hutan lindung.
 Pada tahun 1937 Gubernur Jenderal Hindia Belanda menetapkan Baluran sebagai Suaka
Margasatwa dengan ketetapan GB. No. 9 tanggal 25 September 1937 Stbl. 1937 No.
544. Pada penunjukan kawasan Baluran sebagai wild resevaat (game reserve) pada
tahun 1937, areal hutan produksi jati Bitakol dimasukkan juga sebagai bagian kawasan
dimaksud seluas total ±25.000 Ha. Namun demikian penebangan dan penanaman jati
terus dilakukan dalam skala kecil. Pada tahun 1949 jawatan kehutanan Banyuwangi
membuat rencana pengelolaan hutan untuk hutan Bitakol, diperluas hingga daerah lain
di sepanjang jalan provinsi meliputi total areal seluas 4.739 Ha.Areal ini tidak pernah
dikeluarkan dari kawasan suaka oleh pemerintah, dan meski disahkan oleh jawatan
kehutanan di Jawa sebagai areal pemanfaatan jangka pendek mulai tahun 1955 sampai
1964, kegiatan eksploitasi terus meningkat. Area hutan seluas sekitar 1.000 Ha ditebang
habis dan ditanami kembali dengan jati mulai tahun 1955 sampai 1965 dan selanjutnya
pada areal seluas sekitar 2.000 Ha mulai tahun 1966 sampai 1976. Kampung-kampung
masyarakat juga dibuat di areal ini (masih dalam kawasan suaka) pada periode tersebut

6
untuk menyediakan tenaga kerja dalam pengelolaan areal hutan yaitu di blok Panggang
dan Sidorejo (Wind dan Amir, 1977)
 Pada masa pasca kemerdekaan, Baluran ditetapkan kembali sebagai Suaka Margasatwa
oleh Menteri Pertanian dan Agraria Republik Indonesia dengan Surat Keputusan
Nomor. SK/II/1962 tanggal 11 Mei 1962.
 Pada tanggal 6 Maret 1980 bertepatan dengan pelaksanaan kongres Taman Nasional sedunia di
Bali, Kawasan Baluran termasuk menjadi salah satu dari 5 (lima) kawasan yang dideklarasikan
sebagai taman nasional oleh Menteri Pertanian seluas ± 25.000 Ha. Yang kemudian penunjukan
secara resmi berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 279/Kpts-VI/1997 tanggal 23
Mei 1997 seluas ± 25.000 Ha. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 279/Kpts-VI/1997 ini
secara resmi merubah status kawasan Baluran yang semula Suaka Margasatwa menjadi Taman
Nasional. Dimana pada amar pertama keputusan tersebut, ditetapkan perubahan fungsi Suaka
Margasatwa Baluran seluas 23.317 Ha dan perairan sekitarnya seluas 1.287 Ha yang terletak di
Kabupaten Dati II Situbondo, Propinsi Dati I Jawa Timur menjadi Taman Nasional Baluran
dengan luas 25.000 Ha. Dimana di dalamnya termasuk bagian hutan Bitakol seluas 5.612,3 Ha.
 Pada perkembangannya kemudian, pada tahun 1999 melalui Keputusan Menteri Kehutanan dan
Perkebunan Nomor : 417/Kpts-II/1999 tanggal 15 Juni 1999 Menteri Kehutanan dan
Perkebunan menunjuk kembali kawasan hutan di wilayah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa
Timur seluas 1.357.206,30 (satu juta tiga ratus lima puluh tujuh ribu dua ratus enam, tiga puluh
perseratus) Ha. Dan lebih lanjut dalam rangka pengelolaannya, berdasarkan Surat Keputusan
Direktorat Jenderal Perlindungan dan Konservasi Alam (PKA)Nomor : 187/Kpts./DJ-V/1999
tanggal 13 Desember 1999, penataan zona pengelolaan pada kawasan seluas ± 25.000 Ha
tersebut dibagi terdiri dari Zona Inti seluas ±12.000 Ha, Zona Rimba seluas ±5.537 Ha (perairan
= 1.063 Ha dan daratan = 4.574 Ha), Zona Pemanfaatan Intensif seluas ± 800 Ha, Zona
Pemanfaatan Khusus seluas ± 5.780 Ha, dan Zona Rehabilitasi ±783 Ha.
 Pada tanggal 21 Juli 2011, diterbitkan lagi Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia
Nomor : SK.395/Menhut-II/2011 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Kehutanan dan
Perkebunan Nomor 417/Kpts-II/1999 tentang Penunjukan Kawasan Hutan di Wilayah Propinsi
Daerah Tingkat I Jawa Timur seluas 1.357.206,30 Ha. Perubahan tersebut mencakup perubahan
luas kawasan hutan dan konservasi perairan di wilayah Provinsi Jawa Timur menjadi seluas ±
1.361.146 (satu juta tiga ratus enam puluh satu ribu seratus empat puluh enam) hektar. Dimana
kawasan Taman Nasional Baluran termasuk sebagai bagian di dalam Kawasan Suaka
Alam/Kawasan Pelestarian Alam (KSA/KPA) seluas 230.126 Ha (4,8 %) untuk wilayah daratan
daratan dan 3.506 Ha (0,07 %) wilayah perairan.

7
1.C Kondisi Iklim dan Topografi

Iklim di Taman Nasional Baluran termasuk ke dalam klasifikasi tipe iklim F dengan nilai Q
sebesar 119,6%. Kawasan ini memiliki iklim dengan bulan kering yang lebih panjang
daripada bulan basahnya, hal ini disebabkan oleh arus tenggara yang kuat selama periode
bulan April sampai dengan Oktober atau November. Periode bulan kering terjadi biasanya
selama 4 sampai dengan 9 bulan dalam setahun dan bulan basah rata-rata sekitar 3 bulan saja
dalam satu tahun dengan curah hujan rata-rata berkisar antara 900 – 1.600 mm/tahun. Suhu
rata-rata TN Baluran adalah 27° C – 30° C. Lereng selatan merupakan wilayah yang lebih
basah daripada bagian yang lain dan daerah tertinggi di TN Baluran ini. Musim kemarau
yang panjang ini menyebabkan bentang lahan memiliki ciri khas ekosistem padang rumput.
Kondisi musim kemarau yang panjang ini pun ditunjang dengan adanya jenis tanah yang
pejal sehingga menyebabkan daerah di sekitar padang rumput langka akan sumber air.

Bentuk taman nasional ini adalah menyerupai segi empat dan memiliki topografi kawasan
yang bervariasi, mulai dari wilayah yang datar sampai dengan wilayah yang bergunung-
gunung. Ketinggian kawasan taman nasional ini berada di antara 0 – 1.247 mdpl (puncak
Gunung Baluran). Sebagian besar kawasan taman nasional ini merupakan daerah berbatu-
batu, hal ini disebabkan oleh letusan Gunung Baluran pada masa lalu. Bagian timur dan
selatan dari gunung Baluran ini memiliki kemiringan lereng yang cukup curam sehingga
menyulitkan pada pendaki gunung.

Bentuk geomorfologi yang menawan di kawasan ini adalah wilayah puncak dan kaldera
gunung Baluran. Gunung Baluran ini berhubungan dengan kawasan gunung Ijen yang
berada di sebelah selatan sejauh 35 km dari puncak gunung Baluran.

Gunung Baluran merupakan gunung yang sudah tidak aktif lagi. Dinding kawah gunung ini
berada pada ketinggian 900 – 1.247 mdpl membatasi kaldera yang luas dan memiliki ke
dalaman sampai 600 m. Lereng gunung Baluran ini ditumbuhi oleh vegetasi khas hutan
musim yang apabila tidak terganggu nantinya akan membentuk hutan primer.

8
1.D Ekosistem Taman Nasional Baluran

Tipe ekosistem di TN Baluran ini di antaranya adalah:

D.1 Hutan Pantai

Hutan pantai dengan jenis tumbuhan seperti Ardisia humilis, Glochidion


rubrum, Cordia oblique, Pemphis acidula, Pandanus tectorius, dan jenis buta-buta
(Exocaria agallocha).

D.2 Hutan Mangrove

Hutan mangrove dengan jenis tumbuhan seperti bakau (Rizhopora apiculata), Brugeiera


gymnorrhiza, kelor wono/dadap biru (Erythrina eudophylla), manting (Syzygium
polyanthum), poh-pohan (Buchanannia  pubescens), api-api (Avicennia sp.), dan Excoecaria
agallocha.

D.3 Savana

Savana memiliki 40% (sekitar 10.000 ha) dari luas kawasan taman nasional ini dan umumnya
terdapat di sekitar pantai serta pada bukit dengan ketinggian hingga 50 mdpl. Taman Nasional
Baluran merupakan satu-satunya kawasan di pulau Jawa yang memiliki padang savana alami.
Jenis-jenis tumbuhan yang hidup di ekosistem ini seperti palem (Borassus sp.), Heteropogon
contorcus, Surghum nitidus, dan Acacia nilotica. Jenis lainnya adalah pilang (Acacia
leucophloea), Kemiri (Aleurites moluccana), Lantana camara dan sejenis jukut (Vernonica
cinetea).

D.4 Hutan Musim

Hutan musim merupakan salah satu jenis ekosistem di TN Baluran yang ditumbuhi oleh asam
jawa (Tamarindus indica), Helictieca isora, Schoutenia ovata/Corypha utan, kapas hutan
(Thespesia lampas) dan kepuh (Sterculia foetida).

D.5 Hutan Kering Pegunungan

9
Hutan tipe ini memiliki jenis-jenis tumbuhan walikukun (Schoutenia ovata), pancal kijang
(Cassea fistula), dan gliseng (Homalium factidum).

D.6 Hutan Riparian

Hutan yang terbentuk di sepanjang aliran sungai kering dan berbatu-batu (Stoney steambed) atau
disebut juga dengan “curah”, jenis tumbuhan di ekosistem ini di antaranya adalah tumbuhan
memanjat gadung (Dioscorea hispida).

D.7 Hutan Jati

Di kawasan taman nasional ini terdapat hutan jati yang kurang lebih memiliki luas 5.000 ha.
Hutan ini terletak di Bitakol, di bagian sisi barat Baluran.

1.E Biodiversitas Taman Nasional Baluran

Keanekaragaman Flora Baluran

Dari Laporan Review Potensi Flora Taman Nasional Baluran tahun 2013, jumlah jenis tumbuhan
makin bertambah dari 423 jenis tumbuhan (Wind dan Amir) pada tahun 1977 menjadi 475
spesies dengan 100 famili, dengan penambahan flora terbaru  yaitu 52 spesies dari 13 famili. 475
jenis tumbuhan tersebut antara lain 144 jenis pohon, 76 spesies tumbuhan perdu, 59 spesies
rumput, 135 spesies herba, 42 spesies liana, 5 spesies anggrek, 13 spesies paku, 2 spesies
parasit/epifit.Meski banyak tumbuhan endemik, ada jenis tumbuhan yang dianggap pengganggu
karena kontraproduktif terhadap pengelolaan kawasan TN Baluran, yaitu gulma sebanyak 16
jenis, invasif 21 jenis, eksotik 31 jenis, pengganggu 10 jenis dan yang belum diketahui statusnya
dalam pengelolaan kawasan Taman Nasional Baluran sebanyak 4 jenis.Tumbuhan yang
dianggap pengganggu antara lain Acacia auriculiformi,  Gamal (Gliricidia sepium), Gundo
(Sphenoclea zeylanica), Kecubung (Datura fastuosa), Kerangkongan (Ipomoea fistulosa),
Kersen (Muntingia calabura), Mindi (Melia azedarach), Pletekan (Ruellia tuberosa)

10
Keanekaragaman Satwa Baluran

 Taman Nasional Baluran juga memiliki 27 jenis mamalia (14 jenis dilindungi dan langka).
Satwa tersebut di antaranya adalah banteng (Bos javanicus), kerbau liar (Bubalus bubalis), ajag
(Cuon alpinus javanicus), kijang (Muntiacus muntjak), rusa (Cervus timorensis), macan tutul
(Panthera pardus melas), kancil (Tragulus javanicus pelandoc), dan kucing bakau (Prionailurus
viverrinus). Selain itu, terdapat sekitar 234 jenis burung di antaranya termasuk yang langka
seperti layang-layang api (Hirundo rustica), tuwuk/tuwur asia (Eudynamys scolopacea), burung
merak (Pavo muticus), ayam hutan merah (Gallus gallus), kangkareng (Anthracocerus
convecus), rangkong (Buceros rhinoceros), dan bangau tong-tong (Leptoptilos javanicus).

Jumlah Banteng Jawa Menurun

Saat ini keberadaan maskot TN Baluran itu mengalami tekanan dan jumlahnya makin
menurun.Berdasarkan hasil sensus kurun 1941 sampai 2012 dalam Laporan Review Fauna
Taman Nasional Baluran tahun 2013, secara umum kondisi Banteng Jawa memang mengalami
penurunan.Pada 1997, ditemukan 282 ekor Banteng dengan metode sensus Line Transek Sample
Count di 16 transek. Dengan metode consentration count (CC), ditemukan 115 ekor Banteng
pada 1998 dan 219 sampai 267 ekor pada tahun 2000. Dengan metode yang sama, ditemukan 81
sampai 115 ekor Banteng pada tahun 2002 dan 21 ekor pada tahun 2003.Pada sensus 2005,
ditemukan 28 sampai 47 ekor Banteng dengan metode jelajah kawasan (JK). Pada 2006,
ditemukan 15 ekor (metode CC) dan 12 ekor Banteng (metode JK). Tahun 2007, ditemukan 34
ekor Banteng (metode CC). Pada 2011 ditemukan 15 ekor (metode CC) dan 7 ekor Banteng
(metode JK).Dan sensus pada 2012 yang menemukan 26 ekor Banteng dengan metode CC dan 3
ekor dengan metode JK. Distribusi dan populasi Banteng dipengaruhi oleh sebaran dan
ketersediaan air, grazzing ground, vegetasi pakan, gangguan dan ancaman maupun perubahan
kondisi habitat.kondisi Banteng memang terpengaruh oleh banyak sekali faktor yang dimulai
sejak 2001.Selain berkurangnya air di savana bekol, peningkatan populasi Anjing Hutan, invasi
pohon akasia dan perburuan liar menjadi faktor berkurangnya Banteng.hasil sensus Banteng
terakhir pada 2013, ditemukan 38 ekor dengan metode sampling di 40 plot.Kondisi ketersediaan
air menjadi faktor pembatas utama bagi perkembangan Banteng, daripada persaingan pakan
dengan Rusa.

11
Macan Tutul di Baluran

Salah satu hewan eksotis di TN Baluran adalah Macan Tutul. Meski pihak taman nasional belum
pernah melakukan survey jumlah populasinya,prediksi ada 25 pasang hewan yang bersifat soliter
ini berdasarkan luas habitat di Baluran.Dengan home range  4,5 – 5 km, dan kawasan TN
Baluran seluas 25.000 hektar dengan area yang tidak terkena pengembalaan liar sekitar 25
persen, maka populasi populasi Macan Tutul tidak lebih dari 25 pasang. Pihak TN Baluran
sendiri merencanakan akan melakukan monitoring Macan Tutul pada tahun 2015.

Jenis Burung Meningkat

Jenis burung di TN Baluran mengalami peningkatan dari hanya 155 jenis pada 1990, menjadi
234 jenis.Dalam Laporan Review Fauna Taman Nasional Baluran tahun 2013 disebutkan ada
233 jenis burung dari 62 famili, tetapi hanya terpantau 201 jenis dan 32 jenis burung hilang. Tiga
jenis burung terakhir yang ditemukan yaitu Sempur Hujan Rimba (Eurylaimus javanicus),
Srigunting Jambul Rambut (Dicrurus hottentottus), dan Terik Asia (Glareola
maldivarum).Pendataan burung di Baluran dimulai tahun 1920 sampai dengan kurun 1970-an.
Sebenarnya angka 234 jenis burung itu mengenaskan karena kita telah kehilangan lebih dari 30
jenis burung yang tidak diketemukan lagi sampai sekarangBeberapa jenis burung yang
menghilang, seperti Cicadaun Sayap-biru (Chloropsis cochinchinensis), Takur Tohtor
(Megalaima armillaris), Anis Merah (Zoothera citrina) dan Srigunting Batu (Dicrurus
paradiseus).dari 233 jenis burung pada 2013, bertambah satu jenis burung menjadi 234 jenis.
Satu jenis burung yang diketemukan di TN Baluran yaitu burung Tiong Emas (Gracula
religiosa) yang juga dikenal sebagai burung Hill Myna.Dari 234 jenis burung tersebut, 65 jenis
dilindungi menurut PP No.7/1999 dan UU No.5/ 1990, 15 jenis terancam punah menurut daftar
IUCN (6 near threatened, 6 vulnarable, 2 endangered, 1 critically endangered), dan 17 jenis
diantaranya merupakan burung pemangsa.Ada dua jenis burung yang tidak terdapat di tempat
lain di Jawa selain di TN Baluran yaitu Elang Ular Jari-Pendek (Circaetus gallicus) dan Punai
Siam (Treron bicincta).Sedangkan 12 spesies endemik Jawa yang ditemukan di TN Baluran
yaitu Elang Jawa (Nizaetus bartelsi), Serindit Jawa (Loriculus pusillus), Bubut Jawa (Centropus
nigrorufus), Beluk watu Jawa (Glaucidium cuculoides), Cekakak Jawa (Halcyon cyanoventris),
Takur Tulung tumpuk (Megalaima javensisuculoides), Takur Tohtor (Megalaima armillaris),
Paok Pancawarna (Pitta guajana), Cinenen Jawa (Orthotomus sepium), Tepus Pipi-perak

12
(Stachyris melanothorax) , Ciung-air Jawa (Macronous flavicollis), dan Gelatik Jawa (Padda
oryzivora).Tiga jenis burung yang paling terancam menurut  IUCN yaitu Merak Hijau (Pavo
muticus) dengan populasi terbesar salah satunya di Baluran yaitu 900 – 1500 individu, Jalak
Putih (Sturnus melanopterus)  yang hanya ada 12 individu dengan status critically
endangered dan Rangkok Badak endemik Jawa (Buceros rhinoceros silvestris) dengan jumlah
kurang dari 10 ekorTetapi ada hal yang menarik , bahwa burung hibridisasi Lalage
nigra (Kapasan kemiri) dan L. sueurii (Kapasan Sayap-putih)  kemungkinan akan menghasil ras
baru alami.

1.F Destinasi Wisata

1. F.I Pantai Bama

Pantai Bama merupakan salah satu pantai yang ada di Taman Nasional Baluran. Pantai ini landai
dan memiliki pasir putih yang menawan karena berkilauan akibat adanya pasir kuarsa.

Di sini pula terdapat hutan dengan vegetasi yang cukup lebat dan banyak dijumpai Monyet
Berekor Panjang (Macaca fascicularis). Hal yang unik di pantai ini adalah adanya Monyet
Berekor Panjang yang memancing kepiting atau ranjungan dengan menggunakan ekornya.

Pantai ini memiliki pemandangan yang indah, sangat segar untuk berenang, cocok untuk
berjemur, sangat menyenangkan apabila berperahu, dan sangat eksotis ketika anda menyelami
bawah laut di pantai ini karena anda akan menemukan terumbu karang yang masih alami dan
berbagai jenis ikan hias.

1.F II Wisata Snorkeling

Terumbu karang di taman nasional ini sangat indah terutama di daerah Gatal dan Bama sehingga
di tempat ini sangat cocok untuk ber-snorkeling.

13
1.F III Burung Merak

Apabila kita melewati jalan antara Batangan – Bekol – Bama dan tempat-tempat terbuka lainnya,
kita dapat melihat tarian burung Merak pada periode/musim kawin di bulan Oktober –
November.

1.F IV Mengamati Satwa Liar

Satwa liar di Taman Nasional Baluran ini di antaranya adalah banteng, rusa, kerbau liar, dan
monyet yang dapat kita amati dengan cara berjalan-jalan di kawasan taman nasional ini.Pada saat
musim kawin antara bulan Juli – Agustus kita dapat melihat pertarungan antara para Rusa jantan
untuk memperebutkan para betina dalam jumlah yang besar.

1.F V.Gunung Baluran

Gunung Baluran yang memiliki ketinggian 1.247 mdpl memiliki panorama yang eksotik karena
memiliki kaldera yang indah.

1.F VI Bersafari

Bersafari di taman nasional ini memberikan pengalaman seperti bersafari di hutan Afrika.
Namun, anda harus berhati-hati karena memang satwa-satwa di taman nasional ini masih
memiliki perilaku liar.

14
1.G. Akses Menuju Taman Nasional baluran

Taman nasional ini dapat diakses melalui dua jalur, yaitu melalui Denpasar ataupun melalui
Surabaya.

1.G.a Jalur dari Surabaya

Jarak dari Surabaya ke kawasan sekitar 250 km dan dari Banyuwangi ke kawasan adalah 32 km.
Untuk mencapai Banyuwangi dari Surabaya anda dapat menaiki bus yang tersedia.

Banyuwangi – Bekol ditempuh dengan menggunakan kendaraan umum selama 1 jam perjalanan.

Dari Bekol menuju Batangan (desa di sebelah utara Wonorejo) ditempuh melalui jalan beraspal
sepanjang 12 km dan ditempuh selama 45 menit dengan melewati savana di sebelah kanan jalan
(timur) dari Bekol menuju Bama di tepi pantai yang jaraknya sekitar 3 km di tempuh dalam
waktu 15 menit.

1.G.b Jalur dari Denpasar

Perjalanan yang dilakukan dari Denpasar menuju Taman Nasional Baluran ini dapat dicapai
melalui Gilimanuk terlebih dahulu. Perjalanan dari Denpasar menuju Gilimanuk ini dapat
ditempuh dengan waktu 4 jam menggunakan jalur darat.

Kemudian menyebrangi selat Bali yang memakan waktu 30 menit menggunakan kapal feri
menuju Banyuwangi.

Banyuwangi menuju Bekol dapat menggunakan kendaraan umum selama 1 jam.

Bekol menuju taman nasional ini dapat menggunakan kendaraan umum melalui pintu masuk di
Batangan atau pantai Bama.

15
BAB III

PEMBAHASAN

1. Identifikasasi kasus dan pengelolaan di kawasan Taman Nasional


Baluran

Baluran merupakan taman nasional yang sangat komplek meliputi. hutan, pegunungan
pantai dan laut sehingga mengakibatkan permasalah pnegelolaan yang komplek pula
beberapa kasus yang terjadi dkawasan taman nasional antara lain :
a. sampah yang berserakan disempanjang pantai
b. berburuan liar didalam kawasan
c. invasive jenis tanaman akasia berduri
d. penggembalaan kerbau didalam kawasan
e. kebakaran hutan
itu merupakan beberapa kasus yang ditemui dalam pengelolaan kawasan Taman Nasional
Baluran. Dari sekian banyak kasus, invasive akasia berduir yang menjadi perhatian. Acacia
n,   merupakan salah satu tanaman yang telah menginvasi lebih dari 50% savana di TNB. Jenis
ini merupakan jenis asing dari Afrika yang ditanam di TNB pada tahun 1969 sebagai langkah
pencegahan atau lokalisir terjadinya kebakaran saat musim kemarau pada tipe vegetasi savana
(40% atau kurang lebih 10.000 Ha luas kawasan TNB berupa savanna. A. nilotica sebenarnya
tanaman endemik dari Afrika yang didatangkan ke Indonesia di era Hindia Belanda. Akasia
saat itu dibudidayakan di Kebun Raya Bogor untuk diambil getahnya. Karena proyek tersebut
gagal, budidaya akasia akhirnya dihentikan. Akasia kemudian dibawa ke TNB yang semula
digunakan sebagai sekat api untuk mengendalikan kebakaran di sabana pada saat kemarau.
Namun, biji akasia ternyata disukai oleh satwa di TNB, seperti banteng, rusa, dan kerbau.
Penyebaran akasia lewat kotoran binatang itu kemudian terjadi massif sejak 1960-an dan
menutupi 6 ribuan padang rumput di TNB. Padahal hamparan padang rumput, mendominasi
vegetasi yakni 40 persen dari 25 ribu ha luas wilayah TNB. Karakteristik sabana di Baluran
yang mirip dengan ekosistem di Afrika inilah yang membuat TNB dijuluki The Africa van
JavaTingkat biomassanya yang tingi dan cepat membuat sabana menjadi habitat terbaik bagi
banteng dan mamalia besar lain di TNB. Serangan jenis tumbuhan invasif merupakan ancaman
terbesar kedua terhadap biodiversitas setelah kerusakan habitat. Proses invasi merupakan bentuk
kompetisi antar jenis untuk menguasai suatu habitat secara luas. Penguasaan habitat ini dapat
dilakukan baik oleh jenis tumbuhan asing (invasive alien species/IAS) maupun lokal.

16
Invasi terjadi karena suatu kompetisi. Spesies selalu berkompetisi dengan spesies lain untuk
mendapatkan sumber daya sebanyak-banyaknya sehingga salah satu caranya adalah dengan
tumbuh dan berkembang biak secepat mungkin. Hal ini cukup mengeliminasi spesies asli dari
kompetisi memperebutkan sumber daya. Selain dengan tumbuh dan berkembang dengan cepat,
mereka juga melakukan interaksi yang kompleks dengan spesies asli.

2. Penyelesaian Kasus Invasi Akasia di Taman Nasional Baluran


Mulai tahun 1985, pengelola TN Baluran mulai melihat pertumbuhan Akasia sebagai
masalah serius, dan kemudian melakukan penelitian dan ujicoba untuk mengurangi
keberadaan pohon itu.
Hal yang memengaruhi kecepatan invasi suatu spesies diantaranya:

 Kemampuan bereproduksi secara aseksual maupun seksual


 Tumbuh dengan cepat
 Bereproduksi dengan cepat
 Kemampuan menyebar yang tinggi
 Fenotip yang elastis, mampu mengubah bentuk tergantung kondisi terbaru di sekitarnya
 Toleransi terhadap berbagai keadaan lingkungan
 Hubungan dengan manusia
 Invasi lainnya yang telah sukses dilakukan.

Berdasarkan data itu pihak taman nasional melalukan pembasmian tanaman invasive
tersebut dengan cara menebang dan mencabut akar dari pohon-pohon tersebut .Meski
belum efektif setidaknya itu sudah menhambat persebaran akasia di TNB.

Beberapa upaya ke depan yang akan dilakukan, antara lain:

1). Perbaikan populasi Banteng sejalan dengan pengendalian Acacia dan restorasi ekosistem,

2). Analisa ekonomi mengelola Acacia,

3). Kajian nilai ekonomis pemanfaatan HHBK di zona pemanfaatan,

4). Studi genetika Banteng untuk penangkaran,


17
5). Breeding Banteng dengan penambahan indukan dan teknik pengelolaan untuk peningkatan
populasi,

6). Pengendalian Acacia diikuti dengan restorasi sehingga tidak terinvasi oleh JAI lain,

7). Restorasi bekerjasama dengan perusahaan/kelompok tani hutan dengan sistem bagi hasil,

8). Perawatan terus dilaksanakan karena banyaknya biji di dalam tanah, serta

9). Studi dampak herbisida terhadap species non-target

BAB IV PENUTUP

Kesimpulan
Taman Nasional Baluran merupakan kawasan pelestarian alam yang mempunyai
ekosistem asli dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan
penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan
rekreasi.Pengelolan Taman Nasional Baluran dilaksanakan berdasarkan prinsip
konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya yang tertuang dalam UU Nomor
5 th 1990. Eksistensi kawasan Baluran dalam kesejarahannya diawali pada tahun 1920
dengan usulan tan Bitakol seluas ± 1.553 Ha untuk ditetapkan sebagai areal hutan
produksi tanaman jati (jatibosch ). Pada tanggal 6 Maret 1980 bertepatan dengan
pelaksanaan kongres Taman Nasional sedunia di Bali, Kawasan Baluran termasuk menjadi
salah satu dari 5 (lima) kawasan yang dideklarasikan sebagai taman nasional oleh Menteri
Pertanian seluas ± 25.000 Ha. Potensi Flora Taman Nasional Baluran tahun 2013, jumlah
jenis tumbuhan berjumlah 475 spesies dengan 100 famili, dengan penambahan flora
terbaru  yaitu 52 spesies dari 13 famili,sementara itu Taman Nasional Baluran juga
memiliki 27 jenis mamalia, 234 jenis burung di antaranya termasuk yang langka.
Beberapa kasus yang ditemui dalam pengelolaan kawasan Taman Nasional Baluran,
kasus invasive akasia berduir yang menjadi perhatian. Penyebaran akasia lewat kotoran
binatang itu kemudian terjadi massif sejak 1960-an dan menutu pi 6 ribuan padang

18
rumput di Taman Nasional Baluran. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan
menebang pohon dan mencabut akar dari pohon akasia n. tersbut.

Saran

Dalam penulisan makalah laporan praktikum ini penulis mengakui masih banyak
mendapati kekurangan, semoga dilain kesempatan bisa melengkapi apa yang masih
kurang dari laporan ini. Disisi lain pembuatan makalah ini semoga bisa menjadi bahan
rujukan untuk para pembaca agar mengetahui lebih mandalam bagaimana permasalahan
dalam uapya pengelolaan kawasan konservasi dan upaya untuk menyelesaikannya

19
DAFTAR PUSTAKA

Alikodra, H. S. 1983. Konservasi Alam dan Pengelolaan Margasatwa Bagi- an I. Fakultas


Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Arief, H. 1988. Pengaruh Pembakaran terhadap Kualitas dan Kuantitas Sa- vana Bekol di
Taman Nasional Ba- luran, Jawa Timur. Media Konser- vasi : 23-28. IPB. Bogor.
Barata, U.W. 2000. Biomasa, Komposisi, dan Klasifikasi Komunitas Tum- buhan Bawah Pada
Tegakan Acacia nilotica di Taman Nasional Baluran Jawa Timur. Skripsi Fakultas
Kehu- tanan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Tidak diterbitkan.
Hasanbahri, S. dan S. Purwanta. 1996. Produktivitas Rumput di Bawah Acacia nilotica di
Savana Bekol Ta- man Nasional Baluran Jawa Timur. Buletin Kehutanan 30. Fakultas
Ke- hutanan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Haygreen, J.G. dan J.L. Bowyer. 1982. Forest Product and Wood Science an Introduction.
Iowa State Univer- sity Press. USA Utomo, B. 1997. Studi Produktivitas Savana Bekol
Taman Nasional Baluran Banyuwangi Propinsi Jawa Timur (Padang Rumput yang Bebas
dari Pengaruh Acacia nilotica). Fa-kultas Kehutanan. Jurusan Konservasi Sumberdaya
Hutan. Institut Pertanian Malang. Malang

20

Anda mungkin juga menyukai