Anda di halaman 1dari 26

KARYA ILMIAH

PERAN POLISI KEHUTANAN DALAM


PERLINDUNGAN DAN PENGAMANAN KAWASAN
HUTAN PADA KESATUAN PENGELOLAAN
HUTAN TAHURA POCUT MEURAH INTAN

DI

Oleh:

MARIADI, SP
NIP. 19681016 199703 1 003

PEMERINTAH ACEH
DINAS LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN ACEH
BANDA ACEH
2021
Karya Tulis Ilmiah

PERAN POLISI KEHUTANAN DALAM PERLINDUNGAN


DAN PENGAMANAN KAWASAN HUTAN PADA
KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN TAHURA POCUT
MEURAH INTAN

DISUSUN OLEH:

MARIADI, SP
NIP. 19681016 199703 1 003

Banda Aceh, 17 Februari 2021


Lembaran Pengesahan
Kepala UPTD Kesatuan Pengelolaan Hutan
Pocut Meurah Intan

FAJRI, S.P., M.M.


Pembina TK.I
Nip. 19741127 200003 1 002

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis hadiratkan kepada Allah SWT karena dengan

rahmat dan karunia-Nya penulis sudah dapat menyelesaikan karya tulis ini

dnegan baik, dengan judul “Peran Polisi Kehutanan dalam Perlindungan dan

Pengemanan Kawasan Hutan pada Kesatuan Pengelolaan Hutan Tahura

Pocut Meurah Intan”.

Shalawat dan salam penulis sampaikan kepangkuan Nabi Besar

Muhammad SAW yang telah membawa ummatnya dari alam kebodohan kea

lam yang penuh dengan ilmu pengetahuan.

Dalam kesempatan ini izinkanlah penulis ucapkan terima kasih kepada

teman-teman yang telah memberikan sumbangan saran terhadap karya tulis ini.

Akhir kata semoga Allah SWT dapat membalas segala budi baik yang

telah diberikan kepada penulis dengan harapan semoga karya tulis ini dapat

bermanfaat bagi kita semua.

Banda Aceh, 17 Februari 2021


Penulis

(Mariadi, SP)
NIP. 19681016 199703 1 003

iii
DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan....................................................................................... ii
Kata Pengantar............................................................................................... iii
Daftar Isi........................................................................................................ iv

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang............................................................................. 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Hutan............................................................................................ 4
2.2 Dasar Hukum Pengelolaan Kehutanan........................................ 5
2.3 Tujuan Perlindungan Hutan......................................................... 7
2.4 Pelaksanaan Perlindungan Hutan................................................. 8
2.5 Penegakan Hukum Kehutanan..................................................... 10
2.6 Polisi Kehutanan.......................................................................... 11
2.7 Pengertian dan Ruang Lingkup Peran.......................................... 11
2.8 Tugas, Tanggung Jawab dan Wewenang Polisi Kehutanan........ 13
2.9 Profil Pengelolaan Hutan Tahura Pocut Meurah Intan................ 15

BAB III PEMECAHAN MASALAH


3.1 Pemecahan Masalah tentang Perlindungan dan Pengamanan
Kawasan Hutan pada Kesatuan Pengelolaan Hutan Tahura Pocut
Meurah Intan................................................................................ 21

BAB IV PENUTUP...................................................................................... 22

DOKUMENTASI......................................................................................... 23

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Hutan merupakan anugerah Tuhan yang memiliki dan fungsi yang

sangat besar di dalam suatu ekosistem. Hutan mampu menghasilkan oksigen

yang dapat menjaga kesegaran udara di sekitarnya, pohon-pohon hutan dapat

melindungi tanah dari kerusakan maupun erosi serta fungsi terhadap adanya

ketersediaan air. Beberapa manfaat dari hutan tersebut, tentunya perlu ditunjang

dengan adanya pengelolaan hutan yang lestari, sehingga manfaatnya terus dapat

dirasakan.

Hutan sebagai modal pembangunan nasional memiliki manfaat yang

nyata bagi kehidupan dan penghidupan bangsa Indonesia, baik manfaat ekologi,

social budaya maupun ekonomi, secara seimbang dan dinamis. Dari aspek

ekonomi, hutan berfungsi sebagai penghasil kayu perkakas, kayu bakar, sumber

pangan dan hasil hutan lainnya, sedangkan dari dari aspek perlindungan

lingkungan, hutan berfungsi untuk melindungi suatu wilayah dari erosi,

menjaga kesuburan tanah, menjaga flora dan fauna, menjaga iklim dan

lingkungan hidup. Untuk itu hutan harus diurus dan dikelola, dilindungi dan

dimanfaatkan secara berkesinambungan dan seimbang agar mewujudkan

kesejahteraan masyrakat dan kelestarian hutan Indonesia, baik generasi

sekarang maupun yang akan datang.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999, tentang

kehutanan menyebutkan hutan lindung adalah Kawasan hutan yang mempunyai

fungsi pokok sebagai perlindungan system penyangga kehidupan untuk

1
mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air

laut dan memelihara kesuburan tanah. Disisi lain dalam penjelasan Pasal 50

Ayat 2, Undang-undang Kehutanan Nomor 41 Tahun 1999, disebutkan bahwa

kerusakan hutan adalah terjadinya perubahan fisik hutan, sifat fisik atau

hayatinya yang menyebabakan hutan terganggu atau tidak dapat berperan sesuai

dengan fungsinya.

Pemerintah Daerah maupun Dinas Lingkungan Hidup dan kehutanan

(LHK) juga berwenang melakukan pemantauan, meminta keterangan dan

lmelkaukan pemerikasaan atas pelaksanaan pengawasan Kesatuan Pengelolaan

Hutan (KPH). KPH adalah wilayah pengelolaan hutan sesuai fungsi poko dan

peruntukannya, yang dapat dikelola secara efisien dan lestari. Seluruh Kawasan

hutan di Indonesia akan terbagi dalam wilayah-wilayah KPH serta akan menjadi

bagian dari penguatan system pengurusan hutan nasional, Provinsi, Kab/Kota.

KPH terdiri dari KPH Konservasi (KPHK), KPH Lindung (KPHL), KPH

Produksi (KPHP).

Soekanto (2002) menegaskan suatu peranan yang dijalankan Polisi

Kehutanan atau Jagawana adalah aspek dinamis dari kedudukan tertentu apabila

seseorang melaksanakan hak-hakk tertentu serta kewajiban sesuai dengan

kedudukannya maka ia menjalankan peranannya. Teknik pengawasan yang

dilakukan oleh Polisi Kehutanan dapat dilakukan dengan berbagai macam

Teknik, semuanya tergantung dengan kondisi dan situasi yang akan terjadi,

maupun yang sedang akan terjadi. Menurut Zain (1997), Polisi Hutan atau

Jagawana adalah pegawai negeri sipil di Lingkungan Kementerian LHK dan

2
instansi lain yang diberi tugas dan tanggunag jawab, wewenang dan hak untuk

melaksanakan perlindungan hasil hutan.

Atas dasar latar belakang tersebut, penulis berkeinginan melakukan

kajian peran dan endala polisi hutan dalam perlindungan dan pengamanan

Kawasan BKPH Kr. Lambesoi Kesatuan Pengelolaan Hutan Wilayah I Aceh

untuk mendapat perhatian secara luas mengingat tingginya nilai social-ekonomi

dan ekologi ekosistem pada era tersebut, sehingga bermanfaat secara teoristis

dan praktis untuk pengambilan kebijakan terhadap Polisi Kehutanan dalam

penegakan hukum dan peran, khsususnya di Provinsi Aceh agar pengelolaan

tetap lestari.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hutan

Hutan sebagai salah satu bagian lingkungan hidup yang merupakan

suatu kekayaan alam yang dianugerahkan Tuhan Yang Maha Esa. Menurut

Dangler yang diartikan dengan hutan adlah sejumlah pepohonan yang tumbuh

pada lapangan yang cukup luas, sehingga suhu, kelembaban, cahaya, angin dan

sebagainya tidak lagi menentukan lingkungannya. Akan tetapi dipengaruhi oleh

tumbuhan-tumbuhan/ pepohonan baru asalkan tumbuh pada tempat yang luas

dan tumbuhnya cukup rapat.

Definisi yang diartikan oleh Dangler senada dengan definisi yang

tercantum pada pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang

ketentuan-ketentuan pokok tentang kehutanan. Didalam pasal ini yang diartikan

dengan hutan adalah suatu lapangan bertumbuhan pohon-pohon (yang

ditumbuhi pepohonan) yang secara keseluruhan merupakan persekutuan hidup

alam hayati beserta lingkungannya dan telah ditetapkan oleh pemerintah sebagai

hutan.

Pasal 1 ayat (2) Undang-unndang Nomor 41 Tahun 1999 tentang

kehutanan menjelaskan bahwa hutan adalah suatu kesatuan ekosistem yang

berupa hamparan lahan yang berisi sumber daya alam hayati yang didominasi

pepohonan dalam persekutuan alam hayati berserta lingkungannya, dimana

yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan.

Salim mengatakan bahwa ada empat unsur yang terkandung dari definisi

hutan di atas, yaitu:

4
1. Unsur lapangan yang cukup luas

2. Unsur pohon

3. Unsur lingkungan

4. Unsur penetapan pemerintah

Unsur pertama, kedua dan ketiga membentuk kesatuan hidup yang tidak

dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Pengertian hutan disini menganut

konsepsi hukum secara vertical, karena antara lapangan (tanah), pohon, flora

dan fauna beserta lingkungannya merupakan satu kesatuan yang utuh.

Ada dua arti penting dengan adanya penetapan pemerintahan mengenai

hutan, yaitu pertama agar setiap orang tidak dapat sewenang-wenang untuk

membabat, menduduki, atau mengerjakan Kawasan hutan. Kedua yaitu

mewajibkan kepada pemerintah c/q Menteri Kehutanan untuk mengatur

perencanaan, peruntukan, penyediaan dan penggunaan hutan sesuai dengan

fungsinya serta menjaga dan melindungi hutan.

2.2 Dasar Hukum Pengelolaan Hutan

Hutan merupakan salah satu kekayaan alam yang sangat penting bagi

umat manusia. Hal ini didasarkan pada banyaknya manfaat yang dapat diambil

dari hutan, misalnya hutan sebagai penyangga paru-paru dunia. Disamping

mempunyai manfaat, hutan juga mempunyai fungsi ekologis, ekonomis dan

social.

Fungsi ekologis hutan yaitu suatu system penyangga kehidupan yakni

sebagai pengaru tata air, menjaga kesuburan tanah, mencegah erosi, menjaga

keseimbangan iklim mikro, sebagai penghasil udara bersih, menjaga siklus

makanan serta sebagai tempat pengawetan keanekaragaman hayati dan

5
ekosistemnya. Fungsi ekonomis hutan adalah sebagai sumber yang

menghasilkan barang dan jasa baik yang terukur maupun yang tidak terukur.

Fungsi social hutan adalah sebagai sumber kehidupan dan lapangan kerja, serta

kesempatan berusaha bagi Sebagian masyarakat terutama yang hidup di

teknologi lingkungan hidup.

Pentingnya arti dan fungsi hutan tersebut menempatkan peran hutan

yang cukup besar dalam ememlihara kelestarian mutu dan tatanan lingkungan

hidup serta pengembangan ekonomi masyarakat dan pendapatan negara.

Indonesia memiliki hutan seluas lebih kurang 144 juta hektar, hanya 118

juta hektar yang masih berupa hutan. Hutan seluas itu diperinci dalam hutan

produksi 49,3 juta hektar, hutan lindung seluas 39,9 juta hektar, serta hutan

konservasi dan hutan lainnya seluas 29,0 juta hektar.

Hukum kehutanan merupakan salah satu bidang hukum yang sudah

sangat tua yaitu sejak diundangkannya Reglemen Hutan pada tahun 1865.

Hukum kehutanan merupakan terjemahan dari istilah Boswezen Recht (Belanda)

atau Forest Law (Inggris). Menurut hukum inggris kuno, yang dimaksud

dengan Forest Law (Hukum Kehutanan) adalah : The System or body old law

relating to the royal forrest. Ynag diartikan yaitu suatu system atau tatanan

hukum lama yang berhubungan dan mengatur hutan-hutan kerajaan.

Dalam kaitan ini, Idris Sarong Al Mar mengatakan bahwa yang disebut

hukum kehutanan adalah serangkaian kaidah-kaidah / norma-norma (tidak

tertulis) dan peraturan-peraturan (tertulis) yang hidup dan dipertahankan dalam

hal-hal hutan dan kehutanan.

6
Definisi diatas senada dengan yang dirumuskan Kementrian Kehutanan.

Bahwa yang disebut hukum kehutanan kumpulan atau himpunan peraturan, baik

yang tertulis maupun tidak tertulis yang berkenan dengan kegiatan yang

bersangkut paut dengan hutan dan pengurusannya.

Ada tiga unsur yang tercantum dalam rumusan hukum kehutanan yang

didefinisikan oleh Salim H. S yaitu:

1. Adanya kaidah hukum kehutanan, baik yang tertulis maupun yang tidak

tertulis

2. Mengatur hubungan antara Negara dengan hutan dan kehutanan

3. Mengatur hubungan antara individu (perseorangan) dengan hutan dan

kehutanan.

2.3 Tujuan Perlindungan Hutan

Hutan mempunyai kedudukan dan peranan penting dalam pembangunan

bangsa dan negara, karena hutan dapat memberikan banyak manfaat yang

sebesar-besarnya bagi kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Disamping itu

hutan merupakan kekayaan milik bangsa dan negara yang tidak ternilai,

sehingga hak-hak negara atas hutan dan hasilnya perlu dijaga dna dipertahankan

dan dilindungi agar hutan dapat berfungsi dengan baik.

Dalam pasal 47 Undang-undang Nomor 41 Thaun 1999 ditentukan

bahwa perlindungan hutan dan Kawasan hutan merupakan usaha untuk :

1. Mencegah dan membatasi kerusakan hutan, Kawasan hutan dan hasil

hutan yang disebabkan perbuatan manusia, ternak, kebakaran, daya-daya

alam, hama, dan penyakit.

7
2. Mempertahankan dan menjaga hak-hak negara, masyarakat, perorangan

atas hutan, Kawasan hutan, hasil hutan, investasi serata perangkat yang

berhubungan dengan pengolaan hutan.

Usaha perlindungan hutan adalah suatu usaha untuk mencegah

terjadinya kerusakan hutan. Menurut Salim H.S ada lima golongan kerusakan

hutan yang perlu mendapat perlindungan hutan :

1. Kerusakan hutan akibat pengerjaan/pendudukan tanah hutan secara tidak

sah, penggunaan hutan yang menyimpang dari fungsinya dan

pengusahaan hutan yang tidak bertanggung jawab.

2. Kerusakan hutan akibat pengambilan batu, tanah, dan bahan galian

lainnya, serta penggunaan alat-alat yang tidak sesuai dengan kondisi

tanah/tegakan.

3. Kerusakan hutan akibat pencurian kayu dan penebangan tanpa izin.

4. Kerusakan hutan akibat pengembalaan ternak dan akibat kebakaran.

5. Kerusakan hutan akibat perbuatan manusia, gangguan hama, dan

penyakit serta daya ala.

Adapun lima faktor penyebab kerusakan hutan, yaitu:

1. Bertambahnya penduduk yang sangat pesat

2. Berkurangnya tanah pertanian, disertai keadaan social ekonomi

masyarakat sekitar hutan

3. Peladangan berpindah-pindah

4. Sempitnya lapangan pekerjaan

5. Kurangnya kesadaran masyarakat akan arti pentingnya fungsi hutan dan

lain-lain.

8
2.4 Pelaksanaan Perlindungan Hutan

Untuk prinsipnya yang bertanggung jawab dalam perlindungan hutan

adalah Instansi Kehutanan di daerah yang meliputi : Dinas Kehutanan, Unit

Perum Perhutani, dan Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Kementrian

Kehutanan. Tidak kemungkinan terlibat pihak lain, seperti pemegang izin Hak

Penguasaan Hutan (HPH) / Hak Penguasaan Hutan Tanaman Industri yang

bertanggung jawab atas perlindungan hutan di areal hak penguasaan hutannya

masing-masing.

Pasal 32 Undang-undang Nomor 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan

Hutan mengatur sebagai berikut :

1. Untuk menjamin terselenggaranya perlindungan hutan, maka kepada

Pejabat Kehutanan tertentu sesuai dengan sifat pekerjaannya diberikan

wewenang kepolisisan khusus bidangnya.

2. Pejabat kehutanan tertentu yang mempunyai wewenang kepolisian

khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. Pegawai Negeri Sipil yang diangkat sebagai oejabat fungsional

Polisi Kehutanan

b. Pegawai Perusahaan Umum Kehutanan Indonesia (Perum Perhutani)

yang diangkat sebagai Polisi Kehutanan

c. Pejabat structural instansi kehutanan pusat maupun daerah yang

sesuai dengan tugas dan fungsinya mempunyai wewenang dan

tanggung jawab dibidang perlindungan hutan.

Dalam pasal 36 ayat (2) Undang-undang Nomor 45 Tahun 2004 tentang

Perlindungan Hutan, berwenang untuk mengadakan :

9
a. Mengadakan patrol/prondaan di dalam Kawasan hutan atau wilayah wajib

pendukungnya

b. Memeriksa surat-surat atau dokumen yang berkaintan dengan

pengangkutan hassil hutan di dalam Kawasan hutan atau wilayah

hukumnya.

c. Menerima laporan tentang telah terjadinya tindak pidana yang menyangkut

hutan, Kawasan hutan, dan hasil hutan.

d. Mencari keterangan dan barang bukti terjadinya tindak pidana yang

menyangkut hutan, Kawasan hutan dan hasil hutan.

e. Dalam hal tertangkap tangan, wajib menangkap tersangka untuk dilaporkan

ke pihak yang berwenang.

f. Membuat laporan dan menandatangani laporan tentang terjadinya tindak

pidana yang menyangkut hutan, Kawasan hutan, dan hasil hutan.

2.5 Penegakan Hukum Kehutanan

Penegakan hukum (Law Enforcement) dalam operasionalnya bukanlah

suatu hal yang berdiri sendiri melainkan berkaitan dengan berbagai aspek/faktor

penegakan hukum itu sendiri, termasuk dengan manusianya baik sebagai

penegak hukum maupun masyarakatnya. Dalam hal pembahasan penegakan

hukum tidak dapat dipisahkan dari konsep Laurance Meir Friedman, mengenai

tiga unsur system hukum (Three Element of Legal System) yaitu sebagai

berikut:

a. Struktur Hukum

b. Substansi Hukum

c. Kultur Hukum

10
Kultu hukum adalah sikap manusia terhadap hukum dan sitem hukum

kepercayaan, penilaian serta harapan masyarakat terhadap hukum, jadi dengan

kata lain, kultur hukum adalah suasana pikiran social dan kekuatan social yang

menentukan bagaimana hukum itu digunakan, dihindari atau bahkan

disalahgunakan termasuk oleh penegak hukum itu sendiri.

Dengan demikian, penegakan hukum dibidang kehutanan Indonesia, jika

menggunakan ketiga system hukum yang diajukan Friedman tersebut,

efektifitasnya dipengaruhi oleh faktor substansi/materi yang terkandung dalam

Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan peraturan

pelaksanaannya, apparat penegak hukum/struktur (polisi, jaksa, hakim,

pengacara) serta budaya hukum yang berkembang pada masyarakat di

Indonesia.

2.6 Polisi Kehutanan

Polisi Kehutanan atau Jagawana menurut Alam Setia Zain adalah

Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Kehutanan dan instansi lain yang diberikan

tugas dan tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh oleh pusat yang

berwenang untuk melaksanakan perlindungan hasil hutan.

Dalam pasal 1 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004

tentang Perlindungan Hutan, yang dimaksud dengan Polisi Kehutanan adalah

pejabat tertentu dalam lingkungan instansi kehutanan pusat dan daerah yang

sesuai dengan sifat pekerjaannya, menyelenggarakan dan atau melaksanakan

usaha perlindungan hutan oleh kuasa Undang-undang diberikan wewenang

kepolisian khusus di bidang kehutanan dn konservasi sumber daya alam hayati

dan ekosistemnya.

11
2.7 Pengertian dan Ruang Lingkup Peran

Menurut Soekarno (2002), yaitu peran merupakan aspek dinamis

kedudukan (status), apabila sesorang melaksanakan hak dan kewajibannya

sesuai dengan kedudukannya, makai a menjalankan suatu peranan. Dari hal

diatas lebih lanjut kita lihat pendapat lain tentnag peran yang telah ditetapkan

sebelumnya disebut sebagai peran normatif. Sebagai peran normative dalam

hubingannya dengan tugas dan kewajiban dinas perhubungan dalam penegakan

hukum mempunyai arti penegakan hukum secara total enforcement yaitu

penegakan hukum secara penuh.

Sedangkan peran ideal, dapat diterjemahkan sebagai peran yang

diharapkan dilakukan oleh pemegang peranan tersebut. Misalnya dinas

perhubungan sebagai suatu organisasi formal tertentu diharapkan berfungsi

dalam penegakan hukum dapat bertindak sebagai pengayom bagi masyarakat

dalam rangka mewujudkan ketertiban, keamanan yang mempunyai tujuan akhir

kesejahteraan masyarakat, artinya peranan yang nyata. Peran merupakan aspek

dinamis dari kedudukan (status) yang dimilki oleh seseorang, sedangkan status

merupakan sekumpulan hak dan kewajiban yang dimiliki sesorang apabila

seseorang melakukan hak-hak dan kewajiban-kewajiban sesuai dengan

kedudukannya, makai a menjalankan suatu fungsi (Soekanto, 2002).

Hakikatnya peran juga dapat dirumuskan sebagai suatu rangkaian

perilaku tertentu yang ditimbulkan oleh suatu jabatan tertentu. Kepribadian

seseorang juga mempengaruhi bagaimana peran itu harus dijalankan. Peran

yang dimainkan hakikatnya tidak ada perbedaa, baik yang

dimainkan/diperankan pimpinan tingkat atas, menengah maupun bawah akan

12
mempunyai peran yang sama. Peran merupakan Tindakan atau perilaku yang

dilakukan oleh seseorang yang menempati suatu posisi di dalam suatu status

social, syarat-syarat perang mengcakup yaitu peran meliputu norma-norma yang

dihubungkan dengan posisi ayau tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan

dalam arti ini merupakan serangkaian peraturan-peraturan yang membimbing

seseorang dalam kehidupan kemasyarakatan (Soekanto, 2002; Thoha, 2004).

Peran adalah suatu konsep perilaku apa yang dapat dilaksanakan oleh

individu-individu dalam masyarakat sebagai organisasi. Peran juga dapat

dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur social

masyarakat. Peran adalah suatu rangkaian yang teratur yang ditimbulkan karena

suatu jabatan. Manusia sebagai makhluk social memiliki kecenderungan untuk

hidup berkelompok. Dalam kehidupan berkelompok tadi akan terjadi interaksi

antara anggota masyarakat yang satu dengan anggota masyarakat yang lainnya.

Tumbuhnya interaksi diantara mereka ada saling ketergantungan. Dalam

kehidupan bermasyarakat itu munculah apa yang dinamakan peran (role). Peran

merupakan aspek yang dinamis dari kedudukan seseorang, apabila seseorang

melaksanakan hak-hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya maka

orang yang bersangkutan menjalankan suatu peranan. Untuk memberikan

pemahaman yang lebih jelas ada baiknya terlebih dahulu kita pahami tentang

pengertian peran (Thoha, 2004). Peran adalah suatu sikap atau perilaku yang

diharapkan oleh banyak orang atau sekelompok orang terhadap seseorang yang

memiliki status atau kedudukan tertentu. Berdasarkan hal-hal diatas dapat

diartikan bahwa apabila dihubungkan dengan Dinas Lingkunga dan Kehutanan,

13
oeran tidak berartisebagai hak dan kewajiban individu, melainkan merupakan

tugas dan wewenang Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

2.8 Tugas, Tanggung Jawab dan Wewenang Polisi Kehutanan

Dalam ketentuan Umum Bab I pasal 1 (satu) dalam Keputusan Kepala

Badan Kepegaiwaian Negara tentang Jabatan Fungsional Polisi Kehutanan dan

angka kreditanya menyatakan bahwa Polisi Kehutanan adalah Pegawai Negeri

Sipil yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh oleh

pejabat yang berwenang untuk melakukan perlindungan dan pengamatan hutan

serta peredaran hasil hutan. Dalam keputusan diatas terdapat juga berbagai

macam pengertian sebagai berikut : (1) Kehutanan adalah system pengurusan

yang bersangkut paut dengan hutan, Kawasan hutan, dan hasil hutan yang

diselenggarakan secara terpadu, (2) Kepolisian Kehutanan adalah proses

perlindungan dan pengawasan kawasan hutan dan pengawasan peredaran hasil

hutan untuk menjamin pelestarian hutan dan lingkungannya serta peningkatan

kesejahteraan masyarakat, (3) Pejabat yang berwenang mengangkat,

membebaskan sementara dan memberhentikan dalam dan dari jabatan Polisi

Kehutanan adalah pejabat Pembina Kepegawaian masing-masing instansi yang

berlaku, dan (4) Instansi Pembina Jabatan Fungsional Polisi Kehutanan adalah

Departemen Kehutanan.

Tugas pokok Polisi Kehutanan (Pasal 4 Kepmenpan No.

55/KEP/M.PAN/7/2003) adalah menyiapkan, melaksanakan, mengembangkan,

memantau, dan mengevaluasi serta melaporkan kegiatan perlindungan dan

pengamanan hutan serta peredaran hasil hutan. Wewenang Polisi Kehutanan

diantaranya : (1) Mengadakan patroli/perondaan di dalam Kawasan htan atau

14
wilayah hukumnya, (2) Memeriksa surat-surat atau dokumen yang berkaitan

dengan pengangkutan hasil hutan di dalam Kawasan hutan atau wilayah

hukumnya, (3) Menerima laporan tentang telah terjadinya tindak pindana yang

menyangkut hutan, Kawasan hutan, dan hasil hutan, (4) Mencari keterangan dan

barang bukti terjadinya toindak pidana yanag menyangkut hutan, Kawasan

hutan, dan hasil hutan, (5) Dalam hal tertangkap tangan, wajib menangkap

tersangka untuk diserahkan kepada yang berwenang, dan (6) Membuat laporan

dan menandatangani laporan tentang terjadinya tindak pidana yang menyangkut

hutan, Kawasan hutan, dan hasil hutan (Undang-undang, 1999).

Hasil penelitian Suhaeni et al., (2015), peran Polisi Kehutanan dalam

menjaga kawasan hutan lindung, khususnya perambhaan dan kebakaran hutan

telah ditindak lanjuti oleh pihak Polisi Kehutanan dan diharapkan diberikan

sanksi kepada pelaku yang sewajarnya, serta dibutuhkan Kerjasama masyarakat

untuk meminimalisir perambahan dan kebakaran hutan, karena sebagian

masyarakat belum menganggap serius tentang pemberitahuan, dikarenakan

sosialisasi yang belum merata. Dalam melestarikan hutan berdasarkan hak dan

tanggung jawab serta kewajibannya Polisi Hutan berperan sebagai pelindung,

melibatkan dan memberdayakan masyarakat desa (Mustakim, 2013).

2.9 Profil Kesatuan Pengelolaan Hutan Tahura Pocut Meurah Intan

a. Sejarah Kawasan

Kesatuan Pengelolaan Hutan Taman Raya Pocut Meurah Intan (KPH

Tahura PMI) pada mulanya Bernama Tahura Cut Nyak Dien yang ditetapkan

melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 95/Kpts-I/2001 tanggal Maret

2001. Perubahan nama Tahura Cut Nyak Dien menjadi Tahura Pocut Meurah

15
Intan dilandasi oleh pemikiran telah banyaknya penggunaan nama Pahlawan

Cut Nyak Dien untuk jalan, Kawasan hutan, dan monument bersejarah. Di sisi

lain terdapat nama pahlawan yang dihormati oleh masyarakat Aceh, salah

satunya adalah Pocut Meurah Intan.

Sebelum ditetapkan menjadi Kawasan tersebut merupakan Kawasan

hutan lindung seluas 3.100 Ha, hutan produksi terbatas 1.020 Ha, hutan

produksi tetap 1.100 Ha dan sisanya 1000 Ha merupakan areal penggunaan lain

yang terletak di kelompok hutan seulawah Agam Kabupaten Aceh Besar.

Ide pembangunan Tahura di Provinsi Aceh ini diawali oleh rekomendasi

Gubernur Kepala Daerah Instimewa Aceh pada Tahun 1995 kepada Menteri

Kehutanan RI dan ditindak lanjuti dengan dikeluarkan SK Menteri Kehutanan

No. I/Kpts-II/1999 tanggal 05 Januari 1999 tentang perubahan fungsi hutan

lindung dan hutan produksi yang terletak di kelompok hutan Seulawah Agam

menjadi Tahura Cut Nyak Dien. Kemudian pada tahun 2001, nama Tahura

berubah menjadi Tahura Pocut Meurah Intan, dan dikukuhkan dengan Perda

Provinsi Aceh No. 46 Tahun 2001. Pengelolaan Kawasan diserahkan kepada

Pemerintah Daerah c/q Dinas Kehutanan Provinsi Aceh. Kawasan ini telah

memiliki batas Kawasan yang tetap dengan kegiatan penataan batas yang mulai

tahun 1999, sepanjang 76 Km untuk memantapkan Lembaga pengelolaan

Tahura PMI, kemudian melalui Peraturan Gubernur No. 23 Tahun 2013

dibentuk Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesatuan Pengelolaan Hutan Taman

Hutan Raya Pocut Meurah Intan.

b. Landasan Hukum

16
Landasan hukum pengelolaan KPH Taman Hutan Raya Pocut Meurah

Intan meliputi:

a. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya

Alam Hayati dan Ekosistemnya

b. Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan

c. Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh

d. Undang-undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan

Pemberantasan Perusakan Hutan

e. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 tentnag Pengusahaan

Pariwisata Alam di Zona Pemanfaatan Taman Nasioanl, Taman Hutan

Raya dan Taman Wisata Alam

f. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis

Tumbuhan dan Satwa

g. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar

h. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2004

tentang Perencanaan Kehutanan

i. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2009

tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004

tentang Perlindungan Hutan

j. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2010

tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Suaka Margasatwa, Taman

Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam

17
k. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 108 Tahun 2015

tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2011

tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian

Alam

l. Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Aceh Nomor 46 Tahun

2011 tentang Pengelolaan Taman Hutan Raya Pocut Meurah Intan

m. Qanun Aceh No. 2 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Qanun Aceh No.

2 Tahun 2014 tentang Retribusi Jasa Usaha

n. Qanun Aceh Nomor 7 Tahun 2016 tentang Kehutanan Aceh

o. Peraturan Gubernur No. 20 Tahun 2013 dibentuk Unit Pelaksana Teknis

Dinas Kehutanan Pengelolaan Hutan Taman Hutan Raya Pocut Meurah

Intan

p. Peraturan Gubernur Aceh Nomor 70 Tahun 2015 tentang Tata Cara

Pemberian dan Pencabutan Perizinan Pengusahaan Parawisata Alam

pada Taman Hutan Raya Pocut Meurah Intan.

c. Letak dan Luas

Secara geografis wilayah KPH Tahura Pocut Meurah Intan terletak pada

05°24’-05°28’ Lintang Utara (LU) dan 95°38’-95°47 Bujur Timur (BT). Secara

administrasi terletak dalam wilayah Kecamatan Lembah Seulawah, Kabupaten

Aceh Besar dan Kecamatan Padang Tiji serta Kecamatan Muara Tiga

Kabupaten Pidie. Disekitar Kawasan Tahura terdapat 6 buah desa yanitu Desa

Lamtamot, Desa Panca, Desa Lam Kubu, Desa Lhok Asan, Desa Lamteuba dan

UPT Panca. Selain itu, terdapat 3 desa yang berbataan langsung dengan Tahura

yaitu Desa Suka Mulia, Desa Suka Damai dan Desa Saree.

18
d. Topografi

Kawasan KPH Tahura PMI tersebut terletak pada ketinggian tempat

500-1.800 m dari permukaan laut dengan topografi bergelombang sampai

dengan agak berbukit. Secara umum Kawasan Tahura memiliki kelerangan 0-

8% dengan proporsi luas 8%, kelerengan 8-15% seluas 14%, kelerengan 15-

25% seluas 44%, kelerengan 25-40% seluas 19% dan kelerengan melebihi 40%

seluas 15%.

e. Iklim

Berdasarkan data klimatologi dari stasiun BMG Blang Bintang

Kabupaten Aceh Besar Tahun 1876-2006, didapatkan nilai Q rata-rata sebesar

0,3952 sehingga menurut klarifikasi iklim Schmidt dan Ferguson, wilayah Aceh

Besar termasuk tipe iklim agak basah (Klarifikasi C). Mengingat Wilayah

Tahura berada di lereng Gunung Seulawah yang memiliki iklim mikro agak

berbeda dengan daerah disekitarnya, maka wilayah Tahura secara spesifik lebih

memungkinkan masuk ke dalam tipe iklim B.

f. Visi dan Misi

Visi

KPH Tahura Pocut Meurah Intan dalam periode perencanaan jangka

panjang 10 tahun (2016-2025) telah dianalisis berdasarkan kondisi kekinian,

dari berbagai permasalahan yang ada sekarang ini kemudian tertuang dalam visi

pengelolaannya yakni KPH TAHURA Pocuet Meurah Intan sebagai Model

Pengelolaan Kolaborasi dan Pengembangan Ekowisata Berbasis Konservasi.

Kelestarian yang dicita-citakan mencakup kelestarian kawasan spasial,

kelestarian keragaman hayati, kelestarian bentang alam, dan kelestarian

19
lansekap Kawasan. Pengelolaan Kawasan dilakukan dengan memanfaatkan

sumber daya internal maupun eksternal.

Misi

Untuk mencapai visi pengelolaan jangka panjnag tersebut, maka

dirumuskan upaya-upaya yang harus ditempuh dan tertuang dalam misi

pengelolaan KPH Taman Hutan Raya Pocut Meurah Intan yakni :

a. Mengembangkan kelembagaan dan meningkatkan kualitas sumber daya

manusia, saran dan prasaran

b. Mamantapkan status dan fungsi Kawasan hutan

c. Menyelesaikan permasalahan konflik tenurial melalui pengembangaan

skema pengelolaan Kawasan secara kolaboratif

d. Meningkatkan efektivitas perlindungan dan pengemanan wilayah Kelola

e. Mengembangkan potensi eko-wisata, Pendidikan konservasi dan

penelitian

f. Mengembangkan potensi ekonomi Kawasan TAHURA Pocut Meurah

Intan.

20
BAB III
PEMECAHAN MASALAH

3.1 Pemecahan Masalah tentang Perlindungan dan Pengamanan

Kawasan Hutan pada Kesatuan Pengelolaan Hutan Tahura Pocut

Meurah Intan

Hasil hutan mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi, sehingga

banyak orang yang memetic manfaat dari hasil hutan, akan tetapi cara

memanfaatkannya dilakukan dengan cara yang melanggar hukum atau dengan

cara kejahatan.

Pemecahan masalah tentang perlindungan dan pengamanan Kawasan

hutan pada kesatuan Pengelolaan Hutan Tahura Pocut Meurah Intan adalah

sebagai berikut:

1. Meningkatkan Tindakan preventif melalui bimbingan secara insentif dan

kontinyu kepada masyarakat sekitar Kawasan hutan sehingga

masyarakat lebih mengetahui akan pentingnya menjaga hutan.

2. Harus adanya saran dan prasaran yang menandai dalam melakukan

kegiatan perlindungan dan pengaman hutan, sehingga menciptakan hasil

kerja yang baik.

3. Harus adanya komitmen yang serius terhadap semua Stakeholder dalam

menyelesaikan tindak pidana kehutanan.

4. Harus adanya dukungan dari semua pihak dalam melaksanakan kegiatan

perlindungan dan pengamanan Kawasan hutan.

21
BAB IV
PENUTUP

Hutan sebagai sumber kekayaan alam milik bangsa Indonesia

merupakan salah satu modal dasar bagi pembangunan nasional yang

dipergunakan untuk meningkatkan kemakmuran rakyat telah dijelaskan dalam

pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa “bumi,

air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan

dipergunakan untuk sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”.

Luas hutan Indonesia sebesaar 98,072,7 juta hektar atau 52,2% luas

Indonesia. Apabila hutan tersebut dikelola dan dimanfaatkan sebaik-baiknya

akan memberikan dampak positif dalam menunjang pembangunan Bangsa dan

Negara. Akan tetapi jumlah kasus kejahatan Illegal Logging di Indonesia

sampai saat ini masih menjadi salah satu kendala dalam pembangunan Bangsa

dan Negara.

Persoalan yang paling mecolok di bidang kehutanan adalah maraknya

praktel pembalakan liar atau Illegal Logging adalah tidak pidana penebangan

pohon dengan aktivitasnya dengan mengacu pada Undang-undang Nomor 41

Tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 yang meliputi

kegiatan menebang atau memanen hasil hutan di dalam Kawasan hutan tanpa

memiliki hak atau izin yang berwenang. Serta menerima titipan, menyimpan,

mengangkut, menguasai atau memiliki hasil hutan yang tidak dilengkapi dengan

surat sahnya hasil hutan.

22

Anda mungkin juga menyukai