Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN AKHIR MAGANG

MAHASISWA S1 KEDOKTERAN HEWAN


“TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS LAMPUNG TIMUR”

NAMA : ZAKI ABDUL AZIZ MUBARAQ


NIM : 1709010011

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWAN


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2019
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN MAGANG

BALAI TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS

PUSAT LATIHAN GAJAH

LAMPUNG TIMUR

8 JULI – 8 AGUSTUS 2019

DISUSUN OLEH

ZAKI ABDUL AZIZ MUBARAQ (1709010011)

Menyetujui

Dosen Pembimbing Dokter Pembimbing

drh. Julianty Almet, M.Si drh. Diah Esti Anggraini


NIP. 19820731 200912 2 006 NIP. 19690710 199703 2 044

Mengetahui, Ketua Program Studi


An. Plt Dekan
Wakil Dekan Bidang Akademik

drh. Diana A.Wuri, M.Si drh. Aji Winarso


NIP. 19771212 200501 2 002 NIP. 19850101 201012 1 009

2
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan akhir magang dalam
rangka memenuhi syarat dari Taman Nasional Way Kambas setelah menyelesaikan magang di
Pusat Latihan Gajah Taman Nasional Way Kambas.
Penulis menyadari bahwa selama dalam mempersiapkan, melaksanakan, dan
menyelesaikan laporan ini banyak menerima bantuan serta dukungan dari berbagai pihak dalam
wujud material maupun spiritual, maka pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima
kasih yang tak terhingga kepada semua pihak yang telah membantu dalam wujud material
maupun spiritual.
Akhirnya, segala upaya telah dilakukan untuk menyempurnakan laporan ini, namun
tidak mustahil apabila dalam pembuatan makalah ini masih terdapat kekurangan serta
kesalahan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat dijadikan
masukan dalam penyempurnaan laporan ini.
Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Lampung, Agustus 2019

3
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................................................... 2


KATA PENGANTAR ............................................................................................................... 3
DAFTAR ISI ............................................................................................................................. 4
BAB I
PENDAHULUAN ................................................................... Error! Bookmark not defined.
1.1 Latar Belakang ............................................................... Error! Bookmark not defined.
1.2 Tujuan............................................................................. Error! Bookmark not defined.
1.3 Materi Kegiatan ................................................................................................................ 5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................................ 6
2.1 Sejarah Taman Nasional Way Kambas ............................................................................ 6
2.2 Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) ............................................................. 6
2.3 Morfologi dan Taksonomi................................................................................................ 7
BAB III
METODE DAN PELAKSANAAN KEGIATAN ..................................................................... 8
3.1 Waktu Pelaksanaan .......................................................................................................... 8
3.2 Tempat Pelaksanaan ......................................................................................................... 8
3.3 Peserta Kegiatan ............................................................................................................... 8
3.4 Uraian Kegiatan................................................................................................................ 8
BAB IV
GAMBARAN LOKASI MAGANG
4.1 Pusat Latihan Gajah (PLG) .............................................................................................. 9
4.2 Visi dan Misi PLG TNWK .............................................................................................. 9
4.3 Tugas dan Fungsi PLG TNWK ...................................................................................... 10
4.4 Sejarah Rumah Sakit Gajah TNWK............................................................................... 10
4.5 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit Gajah TNWK .............................................................. 11
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN................................................ Error! Bookmark not defined.
4.1 Manajemen Perkandangan ............................................................................................. 12
4.2 Manajemen Pakan .......................................................................................................... 12
4.3 Manajemen Kesehatan ................................................................................................... 13
4.4 Tingkah laku gajah sumatera (behaviour) ...................................................................... 15
BAB VI .................................................................................................................................... 17
PENUTUP................................................................................................................................ 19
6.1 Simpulan......................................................................................................................... 19
6.2 Saran ............................................................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 20
LAMPIRAN ............................................................................................................................. 21

4
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan satwa dilindungi


berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999. Lembaga konservasi dunia yaitu
IUCN (International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources)
menetapkan status gajah sumatera dalam kondisi kritis (critically endangered)
(World Wide Fund For Nature, 2013). Sedangkan CITES (Convention on
International Trade of Endangered Species/ Konvensi tentang Perdagangan
International Satwa,dan Tumbuhan) telah mengkategorikan gajah asia (Elephas
maximus) dalam kelompok Appendix I yaitu daftar tentang perlindungan
seluruh spesies tumbuhan,dan satwa liar yang terancam dari segala bentuk perdagangan
(Departemen Kehutanan, 2007).Wilayah penyebaran gajah sumatera .meliputi
Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu,dan
Lampung (Departemen Kehutanan, 2007). Gajah sumatera banyak melakukan
pergerakan dalam wilayah jelajah yang luas sehingga menggunakan lebih dari satu
tipe habitat, diantaranya hutan rawa, hutan rawa gambut, hutan dataran rendah,dan
hutan hujan pegunungan rendah.

1.2 Tujuan
1. Untuk meningkatkan pengetahuan dalam bidang manajemen konservasi
satwa dilindungi di Taman Nasional Way Kambas.
2. Untuk meningkatkan pengetahuan tentang tingkah laku (behavior) satwa
yang ada di Taman Nasional Way Kambas
3. Untuk meningkatkan pengetahuan Manajemen kesehatan hewan yang
diterapkan di Taman Nasional Way Kambas

1.3 Materi Kegiatan

1. Mengetahui jenis satwa liar yang ada di Taman Nasional Way Kambas
2. Mempelajari tentang manajemen konservasi hewan di Taman NasionalWay
Kambas
3. Mempelajari tentang manajemen kesehatan satwa yang diterapkan di Taman
Nasional Way Kambas
4. Mempelajari tingkah laku (behavior) satwa yang ada di Taman Nasional Way
Kambas

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sejarah Taman Nasional Way Kambas

Sejarah Taman Nasional Way Kambas adalah satu dari dua kawasan konservasi
yang berbentuk taman nasional di Propinsi Lampung selain Taman Nasional Bukit
Barisan Selatan (TNBBS). Yang ditetapkan melalui Surat Keputusan Menteri
Kehutanan Nomor 670/Kpts-II/1999 tanggal 26 Agustus 1999, kawasan TNWK
mempunyai luas lebih kurang 125,631.31 ha.
Pada tahun 1978 Suaka Margasatwa Way Kambas diubah menjadi Kawasan
Pelestarian Alam (KPA) oleh Menteri Pertanian dengan Surat Keputusan Menteri
Pertanian Nomor 429/Kpts-7/1978 tanggal 10 Juli 1978 dan dikelola oleh Sub Balai
Kawasan Pelestarian Alam (SBKPA).
Kawasan Pelestarian Alam diubah menjadi Kawasan Konservasi Sumber Daya
Alam (KSDA) yang dikelola oleh SBKSDA dengan luas 130,000 ha. Pada tahun 1985
dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 177/Kpts-II/1985 tanggal 12
Oktober 1985. Pada tanggal 1 April 1989 bertepatan dengan Pekan Konservasi
Nasional di Kaliurang Yogyakarta, dideklarasikan sebagai Kawasan Taman Nasional
Way Kambas berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 444/Menhut-
II/1989 tanggal 1 April 1989 dengan luas 130,000 ha.
Kemudian pada tahun 1991 atas dasar Surat Keputusan Menteri Kehutanan
nomor 144/Kpts/II/1991 tanggal 13 Maret 1991 dinyatakan sebagai Taman Nasional
Way Kambas, dimana pengelolaannya oleh Sub Balai Konservasi Sumber Daya Alam
Way Kambas yang bertanggungjawab langsung kepada Balai Konsevasi Sumber Daya
Alam II Tanjung Karang. Dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor
185/Kpts-II/1997 tanggal 13 maret 1997 dimana Sub Balai Konsevasi Sumber Daya
Alam Way Kambas dinyatakan sebagai Balai Taman Nasional Way Kambas.
Dari jenis satwa tersebut, sampai dengan saat ini keberadaannya masih terjaga
dengan baik, antara lain yang dikenal dengan The Big Five mammals yaitu tapir
(Tapirus indicus), gajah Sumatera (Elephant maximus sumatranus), harimau Sumatera
(Panthera tigris), badak Sumatera (Diserohinus sumatranus) dan beruang madu
(Helarctos malayanus)

2.2 Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus)

Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan salah satu satwa


endemik Indonesia yang keberadaannya dilindungi oleh pemerintah dan termasuk
dalam status Critically Endangered dalam Red List IUCN. Di Indonesia, Gajah
Sumatera masuk dalam satwa dilindungi dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1990
tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya dan diatur dalam
Peraturan Pemerintah, yaitu PP 7/1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan
Satwa. Populasi Gajah Sumatera semakin menurun disebabkan oleh penyusutan
habitat, pembunuhan akibat konflik, dan perburuan liar.

6
2.3 Morfologi dan Taksonomi

Gajah Sumatera mempunyai ukuran tinggi badan sekitar 1,7-2,6 meter. Ukuran
Gajah Sumatera lebih kecil apabila dibandingkan dengan Gajah Afrika dan Gajah Asia
lainnya. Beratnya mencapai 4-6 ton dengan panjang badan 5,5-7,3 meter. Ciri khas dari
Gajah Sumatera yang membedakannya dengan spesies gajah lain adalah bentuk telinga
yang relatif berbentuk segitiga dan lebih kecil dibandingkan Gajah Afrika. Gading
Gajah Sumatera betina ukurannya lebih kecil dari jantan, sedangkan Gajah Afrika baik
betina maupun jantan mempunyai gading yang ukurannya sama panjang. Taksonomi
gajah sumatra menurut Temminck (1758) didalam Muryani (2008):

Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Kelas : Mamalia
Subkelas : Theria
Superordo : Subungulata
Ordo : Proboscidae
Famili : Elephantidae
Genus : Elephas
Species : Elephas maximus
Subspecies : Elephas maximus sumatranus

7
BAB III

METODE DAN PELAKSANAAN KEGIATAN

3.1 Waktu Pelaksanaan


Kegiatan magang mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Nusa
Cendana dilaksanakan pada tanggal 8 Juli – 8 Agustus 2019.

3.2 Tempat Pelaksanaan


Pusat Latihan Gajah, Taman Nasional Waykambas.

3.3 Pembimbing dan Peserta Magang


Peserta magang terdiri dari mahasiswa semester 4 Fakultas Kedokteran Hewan:
Dosen Pembimbing : drh.Julianty Almet, M.Si
Instansi : Universitas Nusa Cendana
Waktu : 8 Juli – 8 Agustus 2019
Alamat : Kabupaten Lampung Timur, Lampung
Data Mahasiswa : Zaki Abdul Aziz Mubaraq 1709010011 *lampiran

3.4 Uraian Kegiatan


a. Presentasi Awal
Kegiatan ini ditujukan untuk menjelaskan maksud dan tujuan dari pelaksaan
kegiatan magang dan juga untuk memperkenalkan diri kepada keluarga besar
TNWK. Presentasi dilakukan dua kali, yaitu di awal kedatangan dan di akhir
kegiatan magang
b. Pelaksanaan Magang
Pelaksanaan magang dilakukan di Lingkungan Pusat Latihan Gajah, yakni di Rumah
Sakit Gajah Prof. Dr. Ir. H. Rubini Atmawidjaja dan lokasi pengembalaan gajah .
Kegiatan yang dilakukan yaitu melakukan tindakan medis pada gajah, mempelajari
manajemen sanitasi kandang, manajemen pakan, perilaku gajah dan diskusi bersama
di RSG, ‘Angon Gajah’ selama 4 hari.
c. Laporan Akhir Magang

8
BAB IV

GAMBARAN LOKASI MAGANG

4.1 Pusat Latihan Gajah (PLG)

Taman Nasional Way Kambas memiliki unit kerja yaitu Pusat Latihan Gajah,
secara resmi didirikan pada tanggal 27 Agustus 1985. Latar belakang didirikannya
Pusat Latihan Gajah karna banyaknya konflik yang muncul antara gajah sumatera dan
warga transmigran yang hidup dan bermukim di sekitar habitat gajah. Gajah liar yang
berhasil ditangkap setelah konflik dengan warga di wilayah tersebut akan dipindahkan
ke PLG untuk dilatih disana agar tidak menyebabkan konflik lagi dengan masyarakat.
Pemanfaatan gajah antara kaun untuk membantu penanganan konflik antara gajah dan
manusia, penyelamtan gajah, patrol pengamanan dan pengendalian kebakaran hutan.
Pusat Latihan gajah dikategorikan sebagai pusat latihan satwa khusus, diatur
menurut Peraturan Menteri Kehutan No.P.31/Menhut-II/2012 Tentang Lembaga
Konservasi Pusat Latihan satwa khusus adalah tempat melatih satwa khusus spesies
gajah agar terampil sehingga dapat dimanfaatkan. Fasilitas yang terdapat di PLG sudah
memenuhi kriteria pusat latihan satwa khusus menurut Peraturan Menteri Kehutanan
No.P.31/Menhut-II/2012 tentang lembaga konservasi. Beberapa fasilitas di PLG
TNWK yaitu kandang gajah yang terdapat 2 kandang yang berukuran besar dan kecil,
tempat minum gajah juga terdapat beberapa ada tempat air minum utama, dan tempat
air minum kecil disetiap kandang, tempat kolam pemandian gajah, area
penggembalaan, dan Rumah Sakit Gajah (RSG) Prof. Dr. Ir. Rubini Atmawidjaja.

4.2 Visi dan Misi PLG TNWK

- VISI

“Mewujudkan Kawasan Taman Nasional Way Kambas Sebagai Habitat Ideal bagi
Satwa Liar Sumatera yang Dilindungi”. Visi tersebut diharapkan mendukung
pelestarian satwa liar khas Sumatera yang dapat dijumpai di kawasan TNWK yang
didukung oleh keberadaan dan keutuhan ekosistem unik seperti hutan tropis dataran
rendah dan rawa air tawar.

- MISI

Misi yang diemban oleh Taman Nasional Way Kambas dalam rangka mewujudkan
visinya adalah:

1. Melindungi kawasan TNWK secara keseluruhan yang berfungsi sebagai sistem


penyangga kehidupan
2. Mengawetkan keanekaragaman jenis flora dan fauna beserta ekosistemnya di
dalam kawasan TNWK
3. Menggali dan memanfaatkan secara lestari sumberdaya alam hayati dan
ekosistemnya yang ada di dalam kawasan TNWK terutama untuk pemanfaatan
wisata alam
4. Mendayagunakan secara optimal potensi ekonomi kawasan TNWK pada zona
pemanfaatan dan zona lainnya di luar zona inti untuk memberikan manfaat bagi
9
peningkatan perekonomian daerah dan kesejahteraan masyarakat terutama di
sekitar kawasan.
5. Mensinergikan manfaat ekologi, sosial, dan ekonomi kawasan TNWK dengan
kepentingan daerah dan pihak-pihak terkait di dalam dan luar negeri.

4.3 Tugas dan Fungsi PLG TNWK

Sejarah Alasan ditetapkannya kawasan tersebut sebagai kawasan pelestarian


alam, adalah untuk melindungi kawasan yang kaya akan berbagai satwa liar,
diantaranya adalah tapir (Tapirus indicus), gajah Sumatera (Elephas maximus
sumatranus), enam jenis primata, rusa sambar (Cervus unicolor), kijang (Muntiacus
muntjak), harimau Sumatera (Panthera tigris), beruang madu. Badak Sumatera pada
saat itu belum ditemukan sehingga bukan sebagai salah satu pertimbangan yang
dipergunakan sebagai dasar penetapannya. Pada awalnya, pendirian Pusat latihan gajah
Way Kambas ditujukan untuk mengurangi konflik antara gajah dengan manusia.
Harapan kedepan pusat latihan gajah harus mampu menjadi pusat konservasi gajah
sumatera dengan kualitas breeding-nya, pusat wisata unggulan di Propinsi Lampung.
Untuk itu, perlu ditunjang dengan ketrampilan gajah yang memadai, kesehatan dan
nutrisi gajah, dan pelayanan yang prima. Pusat Latihan Gajah dengan gajah-gajah yang
terlatih, terdiri dari gajah tangkap, latih, atraksi, kerja dan kebutuhan lainnya.
Pemanfaatan gajah antara lain untuk membantu penanganan konflik manusia dan
satwa, penyelamatan satwa, patroli pengamanan dan alat transportasi dalam rangka
mendukung pengendalian kebakaran hutan. Ada tiga program untuk menjinakkan
gajah. Program tata liman adalah menata gajah, dilanjutkan program bina liman dan
guna liman. Setelah ditata, gajah gajah ini dibina agar tidak kembali liar. Setelah jinak,
gajah diberi keterampilan agar bisa melakukan atraksi yang tujuannya untuk menambah
pendapatan PLG dan menghidupi gajah-gajah di sini.

4.4 Sejarah Rumah Sakit Gajah TNWK

Rumah Sakit Gajah yang berada di Taman Nasional Waykambas mulai


diresmikan sejak tanggal 5 November 2015. Rumah Sakit gajah ini sebagai sarana
pendukung konservasi, edukasi, dan penelitian yang lengkap dan terdepan untuk satwa
gajah asia, terutama gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus). Rumah sakit ini
dilengkapi dengan beberapa fasilitas, diantaranya : Laboratorium, ruang farmasi, dapur,
ruang rapat, ruang periksa, gudang pakan, kolam air minum gajah. Fasilitas telah
dimiliki RS itu, di antaranya alat pengecek darah, urine, feses, juga peralatan USG dan
sejumlah peralatan lainnya yang berguna untuk menunjang kesehatan gajah.
Pembangunan sarana konservasi satwa besar Indonesia itu merupakan kerja sama
Taman Safari Indonesia (TSI) dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan,
dan Australia Zoo. TSI dan Australia Zoo berkomitmen untuk memberikan kontribusi
dalam pembenahan infrastruktur Pusat Konservasi Gajah (PKG) Way Kambas. RSG
pertama di Indonesia dan Asia ini memiliki ukuran 42 m x 24 m, rumah mahout/pawang
gajah dengan ukuran 28 m x 13 m, sumur bor dengan kedalaman 120 – 150 m untuk
kepentingan air bersih, tempat minum gajah, dan tambat gajah.

10
4.5 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit Gajah TNWK

Rumah Sakit Gajah ini didirikan untuk menangani kesehatan gajah yang ada di
TNWK atau di sekitarnya. Kehadiran RSG juga bisa dimanfaatkan untuk satwa lainnya,
sehingga membantu dalam penguatan unit pengelolaan PLG dan upaya penyelamatan
(rescue) bagi satwa-satwa yang memerlukan penanganan/perawatan kesehatan.
Penanganan gajah di rumah sakit ini bukan hanya sebatas gajah jinak saja, tapi juga
bagi gajah liar yang ditemukan terluka dan terkena penyakit di hutan TNWK maka tim
medis dari RSG akan menuju lokasi gajah liar yang membutuhkan pertolongan tersebut.
Penanganan yang diberikan bagi gajah itu seperti perawatan, pencegahan penyakit,
pengobatan serta rehabilitasi gajah. Sejumlah kasus penyakit gajah yang sering
ditangani di RS ini, seperti kasus luka dan gangguan pencernaan, luka-luka, dehidrasi,
kekurangan nutrisi dan gajah dalam kondisi lemah, serta pemberian obat cacing setiap
3 bulan sekali untuk mencegah gajah tersebut mengalami cacingan.

11
BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Manajemen Perkandangan

Kandang gajah PLG berupa padang rumput luas dan terdapat patok-patok
yang berguna untuk mengikat gajah, dan juga ada bak-bak minum kecil yang tebuat
dari beton dan terdapat di sekitaran kandang, namun kebanyaka dari tempat minum
tersebut sudah rusak oleh karena itu hanya bak air minum besar saja yang digunakan
dan terdapat di dekat pintu masuk.

PLG memiliki 2 jenis kandang, yaitu kandang untuk gajah dewasa, didalam
kandang gajah dewasa setiap gajah diberi jarak satu sama lain untuk mencegah
terjadinya perkelahian antar gajah dan satu kandang lainnya diperuntukkan gajah induk
dan anaknya serta gajah dengan usia dibawah 10 tahun. Pembagian area kandang
tersebut dimaksudkan agar gajah anakan tidak terserang penyakit EEHV (Elephant
Endotheliotropic Herpes Virus) akibat tertular dari gajah dewasa.

Sanitasi dari kandang gajah di PLG sangat terjaga karna sisa feses dari gajah
selalu dibersihkan dan dikeluarkan dari kandang untuk mencegah timbulnya agen
penyakit dari tumpukan feses, kemudian sisa pakan gajah akan dibakar, selain itu
kandang akan ditaburi kapur, cara tersebut merupakan usaha PLG untuk menjaga
sanitasi kandang di PLG.

5.2 Manajamen Pakan

Gajah merupakan hewan herbivora yang sistem pencernaannya termasuk


kurang efektif dalam melakukan penyerapan pada makanan, sehingga dalam satu hari
gajah memerlukan pakan yang sangat banyak guna memenuhi nutrisi dari gajah
tersebut. Untuk memenhi kebutuhan nutrisinya, gajah dewasa membutuhkan pakan
sebanyak 5-10% dari bobot tubuhnya (Maharani 2012).

Gajah di PLG TNWK setiap pagi di angon ke padang pengembalaan yang


berlokasi di sekitaran hutan, padang rumput, atapun dekat rawa agar gajah dapat bebas
memilih pakannya sendiri sesuai dengan kebutuhan gajah tersebut. Tujuan dari angon
pada sore hari adalah untuk memberikan variasi pakan untuk gajah tersebut.

Saat sore hari, gajah akan dibawa kembali ke kandang kemudian diberi pakan
tambahan berupa rumput gajah. Khusus untuk gajah yang sedang bunting, sakit, dan
menyusui diberi pakan dua kali lipat dari pakan normal. Hal ini bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi tiap gajah. Gajah juga akan memakan gumpalan
tanah/lumpur saat merasa tubuhnya memerlukan pasokan mineral, seperti
kalsium,kalium, dan magnesium (Maharani 2012).

12
Dalam sebulan, diadakan kegiatan angon bersama, dimana kegiatan ini
bertujuan agar gajah mendapatkan makanan yang lebih variatif. Ada kalanya gajah
akan diberikan supplement tambahan supplement tersebut berguna untuk
meningkatkan asupan nutrisi kepada gajah.

Komposisi suplemen untuk 1 gajah adalah :

- Dedak 2 kg
- Beras 1 kg
- Kacang hijau 1 kg
- Gula merah 1 kg
- Jagung giling 1 kg
- Bubuk mineral 20 gr

Cara pembuatan suplemen adalah sebagai berikut :

1. Rebus air hingga mendidih dengan drum kaleng besar


2. Masukkan kacang hijau 1 kg kedalam drum tersebut rebus hingga lembek
3. Kemudian setelah lembek masukkan beras 1 kg dan jagung giling 1 kg
hingga lembek
4. Setelah semua bahan tersebut matang dan lembek, angkat drum dan
masukkan gula merah sebanyak 1 kg, aduk hingga rata
5. Jika sudah rata tambahkan dedak 2 kg hingga rata dan masukkan bubuk
mineral 20 gr

5.3 Manajemen Kesehatan


 Treatment Pada Gajah Suli

Diagnosa Kasus : Malnutrisi


Malnutrisi adalah masalah kesehatan yang disebabkan karena terlalu banyak
atau terlalu sedikit energi makanan atau nutrien. Tanda-tanda malnutrisi yaitu berjalan
lambat, kurus, gangguan pada penglihatan (mata sayu), malas makan, ada turgor pada
daerah tenggorokan, dan. Kasus ini terjadi pada hari Rabu, 10 Juli 2019, gajah Suli
ditemukan dengan kasus malnutrisi dengan tanda-tanda lemas, turunnya nafsu makan,
dan turunnya bobot badan, hal ini juga terjadi karna suli masih menyusui anaknya yaitu
Ratu Fitria
Treatment yang diberikan kepada Suli yaitu infus larutan Ringer laktat dan
NaCl 0,9%, Aminovel 600. Ringer laktat merupakan larutan infus untuk memelihara
keseimbangan atau mengganti elektrolit dan cairan tubuh, cairan infus Nacl 0,9%
Bermanfaat pada pasien yang mengalami hipovolemi (kekurangan cairan tubuh mampu
menstabilkan tekanan darah, meningkatkan produksi urin, dan mengurangi edema
(bengkak) dan Aminovel 600 sendiri memiliki manfaat sebagai nutrisi tambahan karna
memiliki kandungan asam amino, protein, elektrolit, dan karbohidrat.

Kemudian suli diberikan suplemen tambahan berupa Biodin, Hematodin, dan


Vitol. Vitol merupakan campuran antara vitamin A, D, dan E, yang disuntikkan melalui
intramuskular. Biodin dan Hematodin dicampurkan dengan Larutan Ringer dan NaCl
13
yang bertujuan untuk meningkatkan daya tahan tubuh dan mencegah anemia. Biodin
dan Hematodin dicampurkan dengan larutan infus sebanyak masing-masing 100 ml.
Spesifikasi kandungan Biodin yaitu adenosintrifosfat sebagai energi cadangan siap
pakai, garam aspartate sebagai penyeimbang ion-ion tubuh pada proses metabolisme,
sodium selenite sebagai pengatur reaksi enzimatis pada proses metabolisme sel dan
sebagai antioksidan, dan vitamin B12 berperan dalam metabolisme sel.

 Treatment Pada Gajah Hariyono

Diagnosa kasus : dehidrasi

Dehidrasi adalah keluarnya cairan tubuh dalam jumlah signifikan yang


menganggu fungsi normal tubuh. Dehidrasi dapat disebabkan oleh hawa yang terlalu
panas, aktivitas yang berlebihan, konsumsi cairan yang tidak mencukupi, keringat
berlebihan, atau efek samping dari obat. Penambahan cairan sangat diperlukan untuk
mengatasi dehidrasi
Treatment pada Hariyono dilakukan pada hari Jumat, 12 Juli 2019, dalam
treatment tersebut Hariyono mengalami dehidrasi. Tanda-tanda dehidrasi yang dialami.
Menurut penuturan dari sang mahout Hariyono kurang minum saat sebelum dibawa ke
RSG. Hariyono terlihat lemas,kekurangan minum dan malas untuk berjalan. Treatment
yang diberikan kepada gajah Hariyono yaitu pemberian infus berupa Ringer Laktat,
NaCl 0,9% dan Aminovel 600 pemberian cairan ini diberikan guna untuk
mengembalikan cairan tubuh yang telah hilang. Kemudian Hariyono juga diiberikN
suplemen tambahan berupa Biodin dan Hematodin yang dicampurkan melalui infus.
Biodin berfungsi sebagai suplemen untuk daya tahan tubuh dan Hematodin sebagai
obat anemia akibat kekurangan makan atau infeksi dan juga untuk memperlancar
hemodinamik.

 Pemberian obat cacing pada gajah di PLG & ERU (Elephant


Respond Unit)

Kegiatan ini dilakukan setiap tiga bulan sekali. Dengan jenis obat cacing yang
berbeda tiap 3 bulan, untuk pemberian obat cacing pada Hari Senin 17 Juli 2019 obat
cacing yang digunakan adalah Lagantor berbentuk bolus dengan kandungan
albendazol, selain itu obat cacing sering dibiasanya diberikan adalah febantel dan
ivermectin. Sebelum obat cacing diberikan kepada gajah, obat tersebut akan
dimasukkan kedalam pisang yang berguna untuk mempermudah pemberian obat
kepada gajah.
Dosis obat cacing yang digunakan tergantung berat badan, dengan cara rumus
sebagai berikut :

BB x 10 / 2500(untuk albendazole)

 Pengukuran berat badan gajah

Pengukuran berat badan pada gajah berguna sebagai tolak ukur kesehatan
dari gajah tersebut, selain itu pengukuran berat badan juga merupakan dasar sebelum

14
diberikan obat kepada gajah. Cara pengukuran berat badan gajah adalah mengukur
lingkar dada dan tinggi bahu pada untuk mengetahui berat badannya.
Dengan rumus:
2
(LD) x TB x 0,93 x konstanta (gajah jantan)
(LD)2 x TB x 0,98 x konstanta (gajah betina)
(LD)2 x TB x 1 ( gajah anakan)
Ket :
LD = Lingkar Dada
TB = Tinggi Badan
BB = Berat Badan

 Pembuatan saleb untuk gajah

Saleb Kulit
Bahan-bahan yang digunakan
Vaselin
Amoxicillin (bentuk bubuk)
Levartraan
Peru Balsem

Saleb mata
Bahan-bahan yang digunakan
Antibiotik Ketokonazole
Chloramphenicol
Water Injeksi
Pot saleb

Pembuatan saleb mata dan saleb kulit ini merupakan cara yang dilakukan agar
luka pada mata ataupun kulit pada gajah tidak terjadi infeksi.
Cara pembuatan saleb mata :
1. Tumbuk hingga halus antibiotik ketoconazole hingga halus sebanyak 25 gr
2. Kemudian setelah halus masukkan chloramphenicol sebanyak 13 tube hingga
memiliki tekstur seperti saleb
3. Setelah itu tambahkan water injeksi sebanyak 1 ampul agar saleb tidak terlalu
kental
4. Setelah sudah merata dan tidak terlalu kental, masukkan saleb ke dalam pot
saleb yang sudah disediakan

 Pembuatan peroksida h2O2 3%


Pembuatan larutan peroksida h2O2 3% memiliki fungsi untuk membersihkan
luka sebelum diberikan obat lainnya.
Bahan-bahan yang digunakan
470 ml air
30 ml h2O2 50%

15
 Pemeriksaan Feses Gajah Pasca Pemberian Obat Cacing

Pemeriksaan feses di maksudkan untuk mengetahui ada tidaknya telur cacing


ataupun larva yang infektif. Teknik diagnostik merupakan salah satu aspek yang
penting untuk mengetahui adanya infeksi penyakit cacing, yang dapat ditegakkan
dengan cara melacak dan mengenal stadium parasit yang ditemukan. Sebagian besar
infeksi dengan parasit berlangsung tanpa gejala atau menimbulkan gejala ringan. Oleh
sebab itu pemeriksaan laboratorium sangat dibutuhkan karena diagnosis yang hanya
berdasarkan pada gejala klinik kurang dapat dipastikan (Gandahusada, Pribadi dan
Herry, 2006).

Penularan penyakit parasit disebabkan oleh tiga faktor yaitu sumber infeksi,
cara penularan dan adanya hospes yang ditulari. Efek gabungan dari faktor ini
menentukan penyebaran dan menetapnya parasit pada waktu dan tempat tertentu.
Penyakit yang disebabkan oleh parasit dapat bersifat menahun disertai dengan sedikit
atau tanpa gejala.

Identifikasi parasit yang tepat memerlukan pengalaman dalam membedakan


sifat sebagai spesies, parasit, kista, telur, larva, dan juga memerlukan pengetahuan
tentang berbagai bentuk pseudoparasit dan artefak yang mungkin dikira suatu parasit.
Identifikasi parasit juga bergantung pada persiapan bahan yang baik untuk pemeriksaan
baik dalam keadaan hidup maupun sediaan yang telah di pulas. Bahan yang akan di
periksa tergantung dari jenis parasitnya, untuk cacing atau protozoa usus maka bahan
yang akan di periksa adalah tinja atau feses, sedangkan parasit darah dan jaringan
dengan cara biopsi, kerokan kulit maupun imunologis (Kadarsan,2010).

Pada kesempatan ini gajah yang diperiksa adalah Hariyono, pemeriksaan feses
dilakukan sebelum pemberian obat cacing dan sesudah pemeriksaan obat cacing.
Pemeriksaan feses dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu metode natif, metode
apung, dan metode endapan. Pada pemeriksaan feses sebelum pemberian obat cacing
dilakukan dengan metode natif, sedangkan sesudah pemberian obat cacing dilakukan
dengan 3 metode yaitu metode natif, metode apung dan metode endapan.

Prosedur Kerja
Metode natif merupakan metode yang paling sederhana dalam pemeriksaan feses
gajah. Langkah pemeriksaan feses metode natif :
1. Campurkan 2gr feses gajah dan 58ml air steril sambil disaring dengan 3 jenis
saringan yang memiliki ukuran kerapatan yang berbeda.
2. Campur dengan merata dan diamkan campuran tersebut selama 10-15 menit
hingga terlihat endapan didalam tabung.
3. Ambil 3 tetes campuran feses yang sudah dibuat sebelumnya di bagian atas,
bagian tengah dan didasar endapan kemudian diletakkan diatas objek glass,
lalu tutup dengan cover glass.
4. Amati dibawah mikroskop dengan perbesaran 4x, 10x, atau 40x.

16
Metode Apung
1. Buatlah larutan NaCl jenuh dengan melarutkan garam ke dalam aquadest
2. Campurkan 2gr feses gajah dan 58ml air steril sambil disaring dengan 3 jenis
saringan yang memiliki ukuran kerapatan yang berbeda.
3. Masukkan campuran feses tersebut hingga terbentuk miniscus
4. Letakkan cover glass diatas permukaan tabung reaksi sehingga menyentuh
permukaan larutan, hindari terbentuknya gelembung
5. Biarkan 10 menit, sampai telur cacing naik ke permukaan larutan
6. Pindahkan cover glass tersebut diatas objek glass yang bersih dan kering
7. Periksa dibawah mikroskop dengan pembesaran 4x 10x atau 40x.

Metode sedimentasi
1. Campurkan 2gr feses gajah dan 58ml air steril sambil disaring dengan 3 jenis
saringan yang memiliki ukuran kerapatan yang berbeda.
2. Masukkan campuran feses tersebut ke tabung
3. Kemudian masukkan 1 tabung campuran dan 1 tabung berisi air yang berguna
untuk penyeimbang saat dimasukkan ke alat sentrifuge, atur sentrifuge dengan
kecepatan 2500 rpm selama 10 menit
4. Kemudian larutan supernatan dibuang dan endapan atau sedimen yang tersisa
diambil dan diletakkan diatas objek glass yang bersih dan kering
5. Tutup dengan cover glass lalu periksa dibawah mikroskop dengan perbesaran
4x, 10x, atau 40x

Hasil dari pemeriksaan feses gajah Hariyono adalah sebagai berikut :


 Sebelum pemberian obat cacing
Pemeriksaan dengan metode natif Hariyono positif terinfeksi cacing
Paramphistomum spp. dan Strongyloides sp. *lampiran

 Setelah pemberian obat cacing


Pemeriksaan dengan metode natif Hariyono positif terinfeksi cacing
Paramphistomum spp. sedangkan cacing Strongyloides sp. sudah tidak lagi
ditemukan. *lampiran

Pemeriksaan dengan metode sedimentasi pun sama Hariyono positif terinfeksi


cacing Paramphistomum spp. dan ditemukan telur cacing Paramphistomum spp.
yang sudah menetas. *lampiran

Pemeriksaan dengan metode apung tidak telur cacing paramphistomum sp. ataupun
telur cacing Strongyloides sp., tetapi diduga terdapat telur cacing Paramphistomum
spp. yang baru menetas. *lampiran
Cacing nematoda adalah parasit yang umum ditemukan di gajah dan paling
banyak terdapat di saluran pencernaan sehingga sangat merugikan. Parasit tersebut
dapat menyebabkan gastroenteropati, pada kasus yang parah dapat menyebabkan
hipoalbuminemia. Adapun gejala klinisnya dapat bersifat perakut, akut, dan kronis.
Infeksi yang berat dapat menyebabkan anemia, meskipun cacing yang menginfeksi
tidak menghisap darah (Fowler dan Mikota, 2006). Faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi infeksi cacing adalah host, parasit, dan lingkungan. Faktor host meliputi
umur, tingkah laku individu, pakan dan air minum, frekuensi dan jumlah feses setiap
17
harinya, dan status reproduksi. Sementara faktor dari lingkungan itu sendiri meliputi
suhu, kelembaban, serta curah hujan (Hinget al., 2013). Cacing Strongyloides sp. ini
disebut cacing benang. Cacing dewasa dapat bersifat parasit maupun bebas. Bentuk
parasitic panjangnya 2-9 mm dan hanya cacing betina yang bersifat partenogenetik.
Bentuk bebas di temukan adanya cacing jantan dan cacing betina ,cacing ini sangat
kecil dan relative kuat, dengan esophagus rabditiform. Ekor cacing jantan pendek dan
berbentuk kerucut, sepasang spikulum pendek sama besar dan sebuah gubernakulum.
Ujung posterior cacing betina meruncing ke ujung, vulva terletak dekat pertengahan
tubuh, uterus amfidelf, dan telurnya sedikit serta telah berembrio pada waktu di
keluarkan , kadang cacing betina viviparosa ,terdapat sekitar 40 jenis cacing dalam
genis ini , kebanyakan berada pada mamalia.
Cacing Paramphistomum spp. merupakan salah satu cacing kelas Thrematoda
dari famili Paramphistomidae. Telur Paramphistomum spp. memiliki warna yang
transparan dan operkulum yang jelas. Cacing Paramphistomum spp. menghisap
makanan berupa jaringan atau cairan dari tubuh inangnya, sehingga tingginya jumlah
Paramphistomum spp. dapat sangat merugikan inangnya. Banyaknya kasus gajah yang
terjangkit Paramphistomum spp disebabkan karena sistem dan manajemen
pemeliharaan yang kurang baik. Pada infeksi yang berat pada cacing ini dapat
menimbulkan gastroentritis yang menyebabkan kematian. Kontrol cacing
gastrointestinal dapat dilakukan dengan pengecekan feces secara rutin untuk
mengedentifikasi cacing gastrointestinal tersebut. Pengendalian tersebut mencakup
kekebalan dan nutrisi, manajemen pengembalaan, dan pemberian obat anthelmintik
yang tepat (Candra et al 2016).
Berdasarkan morfologi telur cacing di feces yang diamati, memiliki bentuk
bulat, berwarna bening, dan memiliki operculum sesuai dengan Candra et al (2016).
Sehingga dapat disimpulkan bahwa telur yang didapat adalah telur dari cacing
Paramphistomum spp.
Obat cacing yang digunakan pada pemberian obat cacing kali ini adalah
Lagantor. Lagantor mengandung senyawa albendazole yang merupakan zat
anthelmintik. Albendazole termasuk dalam golongan benzimidazol yang umumnya
digunakan untuk hewan besar dalam bentuk kaplet dan diberikan secara oral.
Albendazole efektif untuk menangani kasus infeksi cacing gilik maupun cacong pita
pada saluran pencernaan. Albendazole mengatasi infeksi cacing dengan mengganggu
metabolisme energi sehingga cacing kekurangan energi yang menyebabkan kematian
cacing.
Dari hasil pemeriksaan feses dengan 3 metode terbukti bahwa gajah Hariyono
terinfeksi cacing Paramphistomum spp. Walaupun sudah diberikan obat cacing pun
tetap cacing tersebut masih ada dan bahkan bertambah banyak, hal ini dapat terjadi
karna kurangnya dosis pemberian, ataupun obat yang diberikan sudah resisten untuk
gajah tersebut, perlunya pemeriksaan lebih lanjut tentang hal tersebut.

5.4 Tingkah Laku Gajah (Behaviour)

 Perilaku Reproduksi

Gajah memasuki masa birahi pertama ketika usia 18 tahun, siklus estrus pada
betina gajah asia adalah 14-18 minggu dengan lama kebuntingan 20-22 bulan. Estrus
pada betina gajah asia tidak menunjukkan adanya perubahan pada alat genital. Tidak
18
adanya perubahan genital tersebut dikarenakan betina gajah asia memiliki saluran
urogenital, ovarium dan vestibule yang panjang, serta letak vagina yang berada pada
bagian ventral tubuh gajah. Hanya ada seikit cairan yang keluar saat masa estrus.
Terdapat juga beberapa perilaku spesifik sebagai tanda bahwa gajah tersebut
mengalami estrus seperti pengarahan klitoris dan pengibasan ekor pada bagian
bawah tubuh (Thitaram 2009). Selain itu kita dapat melihat tanda estrus dari
keluarnya minyak pada bagian tulang dahi sebelah kiri.
Gajah ketika berada pada habitat alaminya gajah jantan akan mencari gajah
betina estrus dengan cara mencium feromon yang dikeluarkan oleh betina bersama
urine pada masa estrus, dengan menggunakan belalai gajah jantan akan mengendus
bagian wajah, mata, telinga, kaki belakang dan vulva dari gajah betina, gajah jantan
pun akan menaikkan kepalanya untuk mencapai bahu atau flank betina sebelum
kopulasi. Kopulasi berlangsung selama 30-60 detik dan 10-15 detik intromissi
(Thitaram 2009).

 Perilaku Maternal

Gajah anakan akan tinggal dan di “angon” bersama dengan induknya selama
kurang lebih 3 tahun sebelum akan dipisah (disapih) dan kemudian akan dilatih di
Pusat Latihan Gajah. Selama 3 tahun pula gajah anakan akan menyusu dengan
induknya, jika gajah induk tidak dapat mengeluarkan susu maka gajah tersebut akan
diberikan susu formula sebagai nutrisi awal sebelum gajah anakan mendapat
makanan yang sesungguhnya.

 Perilaku Sosial

Gajah merupakan hewan yang berkelompok. Gajah betina biasanya akan


berkelompok dengan anaknya dan gajah betina lainnya. Sedangkan gajah jantan
memiliki usia yang sudah tua akan keluar dari kelompok dan menjelajah sendirian.
Kelompok pada gajah biasanya akan dipimpin betina yang paling tua didalam
kelompok atau disebut Matriach.
Pada beberapa kelompok gajah Matriach akan terlihat lebih dominan dari
gajah lainnya, hal itu terbukti dengan adanya penghormatan dari gajah lainnya untuk
gajah Matriach (Elephantvoices 2018)

 Perilaku Gajah Lainnya

 Gajah senang menyemburkan tanah ke tubuhnya hal ini bertujuan agar saat
siang hari gajah tidak kepanasan
 Gajah pun terkadang memakan tanah/lumpur
 Gajah dapat menghabiskan 18-20 jam waktunya untuk makan
 Gajah merupakan hewan yang berkelompok
 Gajah merupakan satwa nocturnal
 Gajah merupakan hewan penjelah
 Sebelum gajah makan rumput yang akan dimakan akan dibersihkan dengan
kaki depannya, ataupun saat di rawa gajah dapat membersihkannya di air

19
BAB VI

PENUTUP
6.1 Simpulan

Selama mengikuti serangkaian kegiatan magang di TNWK, banyak sekali


mendapatkan pengalaman dan pengetahuan dari berbagai aspek / sumber, antara lain

1 Mengetahui tentang manajemen perkandangan.


2 Mengetahui tentang manajemen pakan
3 Mengetahui tentang manajemen kesehatan, dan
4. Tingkah laku (behavior) Gajah Sumatera
6.2 Saran

1. Perlunya perhatian lebih untuk kasus kecacingan pada gajah di PLG


kemudian gajah tersebut diberikan treatment khusus untuk gajah yang sudah
terinfestasi cacing.
2. Perlunya pengecekan rutin keadaan abses gajah di PLG jika sudah
membesar mohon agar bisa di lakukan operasi untuk penanganannya.
3. Perbaikan tempat sampah disekitaran lingkungan PLG, agar tidak kembali
dirusak oleh babi ataupun monyet sebaiknya bahan baku dari tempat sampah
tersebut menggunakan semen sebagain bahan baku tempat sampah.
4. PLG harus bisalebih memaksimalkan peran mitra/LSM yang bekerja sama
dengan PLG dengan adanya kehidaran mitra bisa membantu dalam
memenuhi pasokan stock obat yang sulit di jangkau ataupun hal lain yang
diperlukan oleh PLG.
5. Pagar dan palang pintu di PLG agar lebih diawasi lagi sehingga agar
masyarakat tidak seenaknya keluar masuk lokasi yang terbatas untuk
pengunjung, misalnya kandang.

20
DAFTAR PUSTAKA

Candra D, Warganegara E, Bakri S, dan Setiawan A. 2016. Identifikasi kecacingan pada satwa
liar dan ternak domestik di Taman Nasional Way Kambas, Lampung. Acta Veterinaria
Indonesia Vol. 4(2): 57-67.
Dephut.2007.TamanNasionalWayKambashttp://www.dephut.go.id/uploads/INFORMASI/TN
%20INDO-ENGLISH/tn_waykambas.html. diakses: Agustus 03, 2019
Elephantvoices.2018. Elephans are socially complex. http://www.elephantvoices.org/elephant-
senses-a-sociality-4/elephants-are-socially-complex.html. Diakses : Agusuts 03, 2019
Fowler ME dan Mikota SK. 2006. Biology, Medicine, and Surgery of Elephants. 1st ed. State
Avenue, Ames, Lowa : Blackwell Publishing Professional
Gandahusada.2006.Parasitologi Kedokteran.Fakultas kedokteran UI:
Hing S, Othman N, Nathan SKSS, Fox M, Fisher M, Goossens B. 2013. First Parasitological
Survey of Endangered Bornean Elephants Elephas maximus borneensis. Endangered
Species Researh. 21 : 223-230
[IUCN] International Union for Conservation of Nature. 2013. IUCN Red List of Threatened
Species. Version 2013.2. Diakses: Agustus 03, 2019.
Kadarsan.2010.Binatang Parasit. Lembaga Biologi Nasional-LIPI:Bogor Jakarta
Muryani A. 2008. Kecacingan pada tinja badak sumatra (Dicerorhinus sumatrensis) dan gajah
gumatera (Elephas maximus sumatranus) di Taman Nasional Way Kambas (Semi Insitu)
[Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Maharani Al. 2012. Strategi Konservasi Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus
temmnick) di Suaka Margasatwa Padang Sugiha Provinsi Sumatera Selatan Berdasarkan
Daya dukung Habitatnya [Tesis]. Semarang (ID) : Universitas Diponegoro.
Thitaram C. 2009. Elephant reproduction : improvement of breeding efficiency and
development of a breeding strategy. [Thesis] Utrech (NL) : Utrech University.

21
Lampiran 1

Data Diri

Nama : Zaki Abdul Aziz Mubaraq

Alamat : Jalan Ikan Kombong Rt : 018 Rw : 006 Namosain Alak Kupang

TTL : Metro, 12-12-1999

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

No.HP : 081 239 248 280

Email : kingzhaq@gmail.com

Hobi : Bulutangkis

22
Lampiran 2

Foto kegiatan

Ga

Gambar 1. Kandang Besar Gajah Gambar 2. Kandang Kecil Gajah

Gambar 3. Pembersihan tempat minum gajah

Gambar 4. Pembuatan Suplemen gajah

23
Gambar 5. Pemberian Suplemen untuk gajah Gambar 6. Pakan Tambahan Gajah

Gambar 7. Gajah yang berkelompok setelah angon

Gambar 8. Treatment Gajah Suli

24
Gambar 9. Treatment Gajah Hariyono

Gambar 10. Pemberian obat cacing di PLG Gambar 11. Pemberian obat cacing di ERU

Gambar 11. Pembuatan Saleb Kulit Gambar 12. Pembuatan Saleb Mata

Gambar 12. Sebelum diberikan obat cacing Gambar 13. Sebelum diberikan obat cacing
Terdapat telur cacing Paramphistomum spp.. Terdapat telur cacing Strongyloides sp.
25
Gambar 14. Setelah Pemberian Obat Cacing
Masih terdapat telur cacing Paramphistomum spp.. (metode natif)

Gambar 15. Setelah pemberian obat cacing


Masih terdapat telur cacing Paramphistomum spp.
(Metode Sedimentasi)

Gambar 16. Telur cacing


Paramphistomum spp.yang sudah
menetas

Gambar 17. Diduga telur cacing Paramphistomum spp. yang sudah menetas
26

Anda mungkin juga menyukai