Anda di halaman 1dari 72

GANGGUAN PADA LAMBUNG

RUMINANSIA
Drh. Yohanes TRMR Simarmata, M.Sc
1. INDIGESTI AKUT
 Adl sindrom kompleks dengan berbagai manifestasi klinis,
tanpa disertai perubahan anatomi lambung ruminansia
 Istilah indigesti digunakan apabila tidak ditemukan
perubahan patologis yang tersirat spt ruminitis, retikulitis
dsb.
 Karena kompleks, indigesti akut dibedakan menjadi :
 Indigesti sederhana atau simpleks
 Indigesti asam (asidosis rumen atau impaksio rumen)
 Alkalosis rumen
 Kembung rumen (meteorismus, timpani rumen, bloat)
 Indigesti dengan toksemia
a. Indigesti sederhana (indigesti simpleks)
 Adl sindrom gangg. Pencernaan yg berasal dr rumen atau
retikulum ditandai dgn penurunan atau hilangnya gerak
rumen, lemahnya tonus lambung hingga ingesta tertimbun
di dalam dan disertai konstipasi
 Terjadi secara mendadak, berlanggsung beberapa jam
hingga kurang lebih 2 hari
 Jarang dideteksi oleh peternak
a. Indigesti sederhana (indigesti simpleks)
 Etiologi
 Perubahan pakan mendadak  serat kasar yg tinggi dan tidak
diimbangi pemberian air yg cukup
 Kekenyangan atau konsumsi pakan protein tinggi
 Pakan berjamur
 Pemberian obat antimikrobial berlebih
 Terlalu letih  habis makan langsung exercise
 Stres penganggkutan
 Sebagai gejala awal penyakit radang paru-paru, radang retikulum,
metritis dll.
a. Indigesti sederhana (indigesti simpleks)
 Patogenesis
 Atasi timbunan ingesta  hipermotilitas rumen  otot rumen
tidak kuat berkontraksi  hilangnya tonus otot rumen (atonia
ruminitis)
 Pakan tinggi protein  hasilkan amonia  pH rumen naik 
suasana rumen alkalis  bakteri rumen mati  pencernaan
biokimiawi terganggu  ingesti tidak tercerna & tertimbun 
hipermotilitas rumen  otot rumen tdk kuat berkontraksi 
atonia rumen
 Penganggkutan hewan  stress  produksi asam laktat
meningkat  kurangi kemampuan kontraksi otot rumen
a. Indigesti sederhana (indigesti simpleks)
 Gejala Klinis
 Lesu
 Malas bergerak
 Nafsu makan hilang, msh mau minum
 Produksi air susu menurun (hewan laktasi)
 Feses sedikit, berlendir, berwarna gelap dan konsistensi lunak
 Dpt sembuh sendiri dlm waktu ±24 jam, jika tdk sembuh  indigesti
bentuk lain
 Pemeriksaan : tekan agak kuat rumen di daerah fossa para-lumbal,
flank bagian kiri dengan ujung jari selama beberapa menit.
 Normal : lekukan akan segera hilang  dinding rumen bersifat kenyal &
elastis
 Atoni rumen : lekukan tdk hilang & dapat diraba setelah tekanan jari
dilepaskan
a. Indigesti sederhana (indigesti simpleks)
 Patologi Klinis
 Urinalisis  tidak ditemukan benda-benda keton (membedakan
antara indigesti dan ketosis)
 Mikroskopis cairan rumen
 pH rumen  bedakan indigesti sederhana dari indigesti lainnya
a. Indigesti sederhana (indigesti simpleks)
 Diagnosis
 Gejala klinis
 Diagnosa Banding
 Ketosis  ada badan keton dalam urin, biasanya terjadi 2bulan
pertama setelah kelahiran
 Retikulo-peritonitis traumatika  hematologi menunjukan
radang akut
 Displasia abomasum (LDA/RDA)  gejala klinis berlangsung
lebih lama
 Prognosis
 Fausta
 24-48 jam dapat sembuh secara spontan
a. Indigesti sederhana (indigesti simpleks)
 Terapi
 Hentikan pemberian pakan yg kasar, perbanyak pakan hijauan
segar
 Berikan air minum yang ditambah garam dapur
 Terapi simptomatik
 Carbamyl-choline (2-4ml, SC)  rangsang kontraksi rumen dalam
waktu singkat
 Physostigmin atau Neostigmin (5mg/100kgBB, SC)
 Magnesium sulfat atau Sodium sulfat (100-400gr, PO)  dapat
diberikan dengan dosis rendah (50-100gr) selama 2-3hari
 Campuran sodium salisilat dan sodium bikarbonat (perbandingan sama
5-10mg, PO) selama 2-3hari
b. Rumen Sarat (Impaksi rumen, Impactio
ruminitis, Asidosis rumen, rumen overload)
 Adl bentuk indigesti akut yg ditandai dengan ruminostasis
yg sarat, rumen berisi ingesta yg bersifat asam disertai
anorexia total, dehidrasi, asidosis dan toksemia
 Kadang ditemukan gejala kebutaan dan tidak mampu
berdiri
 Mortalitas tinggi
b. Rumen Sarat (Impaksi rumen, Impactio
ruminitis, Asidosis rumen, rumen overload)
 Etiologi
 Pakan tinggi konsentrat  asidosis
 Kualitas pakan jelek  serat kasar tinggi (jerami)
 Kurang minum
 Kelanjutan kasus indigesti sederhana yg tidak segera diatasi
 Infeksi  suhu tubuh meningkat  dehidrasi  impaksi rumen
b. Rumen Sarat (Impaksi rumen, Impactio
ruminitis, Asidosis rumen, rumen overload)
 Patogenesis
 Pakan tinggi konsentrat  bakteri gram positif tumbuh dgn cepat
(Lactobacillus)  hasilkan asam  pH lambung menurun (dari 6-7
menjadi 4.0)  tekanan osmosis lambung meningkat (dari 6-9osm
menjadi 20-25osm)  absorpsi air menurun  hipersalivasi  tidak
mau minum  dehidrasi
 Dehidrasi  kekurangan cairan dalam darah, anhidremia, eksikosis
(pengeringan) jaringan di luar rumen dan retikulum, oliguria dan
anuria
 pH rumen asam  kadar asam darah meningkat  asidosis
 pH rumen asam  lesi dinding rumen  bakterimia  kerusakan
pada hati, peritoneum dan ginjal
 pH rumen asam  bakteri tidak tahan asam mati  produksi
vitamin B1 menurun  rumen kekurangan cairan  rumen berisi
ingesta kering
b. Rumen Sarat (Impaksi rumen, Impactio
ruminitis, Asidosis rumen, rumen overload)
 Gejala klinis
 Rasa sakit di daerah abdomen
 Lesu, malas bergerak
 Nafsu makan dan minum hilang secara total
 Oliguria dan Anuria
 Rumen berdistensi ke arah lateral maupun medial (eksplorasi rektal)
 Penimbunan gas dalam rumen
 Palpasi rumen : isi rumen berkonsistensi padat (liat)
 Dehidrasi (cermin hidung kering, kulit dan rambut kering, bola mata cekung, feses
sedikit dgn konsistensi lunak/pasta bercampur lendir, berwarna gelap dan berbau
menususk)
 Asidosis ringan  awalnya diare hingga berlanjut menjadi konstipasi 
peningkatan frekuensi respirasi
 Asidosis berat  sempoyongan, inkoordinasi, menunjukkan gejala kebutaan
namun refleks pupil masih normal
 Tidak mampu berdiri (2-3hari)  mati (akibat shock krn dehidrasi)
Impaksi rumen

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6200578/pd
f/VetWorld-11-1307.pdf
Asidosis Rumen
Asidosis Rumen
 Feses dapat memberikan bukti
tidak langsung terjadinya
asidosis klinis dan sub-klinis
dan kurangnya serat dalam
makanan
 Biasanya, feses asidosis rumen
lebih cair, mengandung serat
dan biji-bijian yang tidak
tercerna, sering berwarna
lebih terang dan mungkin
mengandung gelembung gas.
Kadar air feses meningkat
sebagai akibat dari osmotik
yang berlebihan berbasis
laktat dari usus besar, laktat
yang berasal dari rumen
(Bolton dan Pass 1988).

https://www.dairyaustralia.com.au/-/media/dairyaustralia/documents/farm/pasture-management/nutrition/ruminal-acidosis/ruminal-
acidosis--aetiopathogenesis-prevention-and-treatment.pdf
b. Rumen Sarat (Impaksi rumen, Impactio
ruminitis, Asidosis rumen, rumen overload)
 Patologi Klinis
 Hematologi : hemokonsentrasi, PCV naik (50-60%), protein
plasma meningkat
 Urinalisis : urin lebih kuning, keruh BJ meningkat, kadar protein
ringan sampai moderat.
 Cairan rumen : pH rendah (±4.0), tidak ditemukan protozoa,
ditemukan bakteri bacillus (gram positif)
 Patologi anatomi
 Nekropsi : rumen membesar, dinding kering dan berwarna
pucat, isi rumen padat, kasar dan kering, lapisan rumen dan
retikulum mudah dilepaskan, ditemukan hemoragi ptechiae
pada dinding lambung maupun usus
b. Rumen Sarat (Impaksi rumen, Impactio
ruminitis, Asidosis rumen, rumen overload)
 Diagnosis
 Anamnesa dan gejala klinis
 Diagnosa banding
 Indigesti vagus
 Retikulo-peritonitis
 Gangguan hepar akut  bilirubinemia & ikterus
 Keracunan arsenik (As) dan timbal (Pb)  ditemukan racun As
dan Pb dalam organ hati, ginjal dan isi rumen
 Prognosis
 Hampir selalu infausta  ditemukan sudah dalam keadaan kronis
b. Rumen Sarat (Impaksi rumen, Impactio
ruminitis, Asidosis rumen, rumen overload)
 Terapi
 Kejadian 1-2 hari
 operasi ruminotomi
 Pemberian larutan magnesium sulfat atau sodium sulfat (100-400gr,
PO)1-2 kali
 Antihistamin injeksi
 Antibiotik oral  kurangi lactobacillus
 Terapi cairan  dehidrasi  kontra indikasi Ringer Laktat
 Sodium bikarbonat 2.5% 500ml injeksi IV secara perlahan  kurangi
asidosis  jika terlalu cepat dpt sebabkan alkaliemia (tetani dan
hiperpnea  Lebih aman : soda kue (sodium bikarbonat) 250gr, PO
2xsehari
c. Alkalosis Rumen
 Adl penyakit akut yang ditandai dengan indigesti, tremor
otot sampai kejang tetani, dypsnoea, kadang disertai diare
 Berlangsung beberapa jam dan berakhir kematian
 Berawal dari pH rumen meningkat secara cepat dalam
waktu singkat
c. Alkalosis Rumen
 Etiologi
 Kandungan protein pakan berlebih  intoksikasi disertai
alkalosis rumen
 Keracunan urea, biruet atau ammonium dalam tambahan pakan
pengganti protein
 Keracunan urea (dalam pupuk)
c. Alkalosis Rumen
 Patogenesis
 Protein atau urea pakan berlebih  asam amino meningkat 
kadar ureum meningkat  kadar amonia meningkat  pH
rumen meningkat (≥ 7.5-8.5)  protozoa dan mikroorganisme
yg tidak tahan suasana alkali akan mati dan lisis  proses
fermentasi menurun (24-48jam)  indigesti
c. Alkalosis Rumen
 Gejala klinis
 Indigesti akut
 Tremor otot perifer muka dan telinga
 Hipersalivasi berbusa
 Gigi gerigi gemertak
 Menunjukkan gejala kesakitan  tidak mampu berdiri
 Kekejangan tetani intermitten
 Pernafasan cepat, dangkal dan dipaksakan
 Suhu tubuh meningkat
 Feses cair, berlendir, jumlah sedikit
 Kematian dapat terjadi ±2jam setelah gejala pertama diamati
 Keracunan urea ringan  normal kembali setelah 12jam
c. Alkalosis Rumen
 Patologi klinis
 pH rumen > 7.0 (7.5-8.5)
 pH darah > 7.0
 PCV, kadar Glukosa, K, P, SGPT, SGOT dan BUN meningkat
 Kadar NH3-N darah >1.0mg/dl (normal : 0.1-0.2mg/dl) 
sebabkan kematian jika kadar 3-6mg/dl
 Diagnosis
 Berdasar anamnesis dan gejala klinis
 Pemeriksaaan pH isi rumen dan pemeriksaan mikroskopik
protozoa
 Diagnosa banding
 Keracunan insektisida fosfor organik, karbamat, chlorinat
hidrokarbon, nitrat, sianida, strichin dan asidosis rumen
c. Alkalosis Rumen
 Prognosis
 Segera ditolong  Fausta
 Keracunan akut  mati dalam beberapa jam
 Terapi
 Netralkan pH rumen  beri larutan cuka 5% sebanyak 5-6L
secara intra ruminal (dgn sonde kerongkongan)
 MgSO4 atau Ca-boroglukonat  kurangi kejang otot
 Ruminotomi  kosongkan rumen
 Pencegahan
 Jumlah urea yg diberi tidak boleh >1% dari seluruh pakan yg
diberikan atau <3% dari berat konsentrat
 Tambahan pakan urea tidak boleh dberikan saat hewan lapar
atau puasa
d. Kembung rumen (Timpani rumen,
meteorismus, Bloat)
 Adl bentuk indigesti akut yg disertai penimbunan gas
dalam rumen.
 Dapat terjadi secara primer maupun sekunder
 Gas yg tertimbun dapat terpisah dari isi lambung (free gas
bloat) atau terperangkap dalam gelembung-gelembung
kecil (frothy bloat)
 Lebih sering terjadi pada sapi perah dibanding sapi
pedaging
d. Kembung rumen (Timpani rumen,
meteorismus, Bloat)
 Etiologi
 Disebabkan oleh faktor pakan maupun faktor individu hewan
 Pakan : Leguminose (alfaalfa 108 dan ladino 100), biji-bijian yg
digiling sampai halus, imbangan antara pakan hijauan dengan
konsentrat yg berlebihan, tanaman yg dipanen dari padangan ug
dipupuk dgn pupuk urea,
 Hewan : genetik, bunting, daya tahan tubuh menurun (sakit atau
proses kesembuhan), anemia, pH air liur
d. Kembung rumen (Timpani rumen,
meteorismus, Bloat)
 Teori pembentukan busa di rumen
 Faktor : viskositas dan tegangan permukaan cairan di dalam
rumen, aliran dan susunan air liur, dan aktifitas mikroba di
dalam rumen
 Viskositas cairan rumen dipengaruhi oleh protein dan pektin
 Air liur punya fungsi sebagai buffer utk pelihara pH isi rumen
jumlah air liur juga berpengaruh terhadap pembentukan busa
(air liur sedikit, lebih mudah kembung)
 Aktifitas mikroba streptokokus dalam rumen akan meningkat
jika terdapat gula sukrosa  hasilkan gas
d. Kembung rumen (Timpani rumen,
meteorismus, Bloat)
 Patogenesis
 Primer :
 sapi yg digembalakan di padang yg ditanami legum  kembung tanpa
hilang tonus otot,
 sapi yg dipelihara intensif disebabkan gangguan eruktasi  disertai
atonia rumen (hilang tonus rumen)
 Gas tertimbun  rumen berkontraksi lebih kuat dan sering
(keluarkan gas)  gas bercampur dgn ingesta, terperangkap 
gas tidak berhasil dikeluarkan  kekuatan kontraksi rumen
menurun hingga hilang
 Semakin banyak gas terbentu  volume rumen meningkat 
rumen terdesak ke arah dada  kesulitan bernafas  frekuen
nafas dangkal dan bersifat torakal
d. Kembung rumen (Timpani rumen,
meteorismus, Bloat)
 Gejala Klinis
 Inspeksi : pembesara rumen (daerah fossa
paralumbar sebelah kiri), pernafasan
dangkal, frekuen dan bersifat torakal,
menjulurkan leher ke depan, gelisah:
sebentar-sebentar berbaring, bangun
berusaha jalan tanpa tujuan, nafsu makan
hilang, pulsus meningkat (>120x/menit)
 Rumen distensi ke arah median  palpasi
rektal
 Perkusi daerah rumen  suara timpanis
(“PING sound)
 Perakut  mati ½ atau 1 jam pasca makan
pakan penghasil gas
d. Kembung rumen (Timpani rumen,
meteorismus, Bloat)
 Patologi anatomi
 Bangkai dlm keadaan terbaring, badan sebelah kanan di bawah
dan dinding perut tampak mengembung
 Mulut terbuka, lidah terjulur
 Nekropsi : pendarahan petechiae di kelenjar limfe leher dan
kepala, epikardium, saluran pencernaan depan; paru-paru
terlihat mengalami kompresi; kongeti dan pendarahan di
kerongkongan; rumen mengembung
 Incisi rumen : selaput lendir pucat dan ditemukan petechiae,
selaput lendir rumen mengalami degenerasi (mudah dikelupas
dari lapisan bawahnya), ingesta rumen bersifat setengah padat
ditemukan cairan dan busa sudah tidak dapat ditemukan
d. Kembung rumen (Timpani rumen,
meteorismus, Bloat)
 Diagnosis
 Bedakan penyebab kembung rumen akibat stenosis
kerongkongan atau akibat sumbatan  gunakan sonde
kerongkongan
 Bedakan kembung rumen dari indigesti vagus  anamnesa
proses dan riwayat
 Ditemukan kematian di padang  bedakan penyakit menular
seperti radang limpa atau penyakit klostridial lainnnya
d. Kembung rumen (Timpani rumen,
meteorismus, Bloat)
 Terapi
 Pertolangan pertama (dilakukan oleh peternak sebelum dokter
datang) : kaki depan penderita ditempatkan pada tempat yang lebih
tinggi, pasien diusahakan utk selalu berdiri; dengan mulut terbuka
sepotong kayu diletakkan secara melintang, ujung kayu diikatkan tali
yang dililitkan ke samping kepala dan terus kebelakang tanduknya;
dapat diberikan minyak goreng 100-200ml atau lebih.
 Atympanico, Therabloat, Sicaden dan Poloxalen (100mg/kg) 
tingkatkan tegangan permukaan busa
 Preparat surfactal (polyethoxy polypropoxy ethanol 40%) dan
isopropyl alkohol 60% sebanyak 50-100ml disuntikkan intraruminal
 hilangkan busa yg terbentuk
 Larutan lugol, yodium tingtur, betadine disuntik langsung ke dalam
rumen  anti-zymotika  kurangi populasi bakteri penghasil gas dan
lendir
e. Indigesti Toxemia
 Ditandai dengan gejala lesu, hilang nafsu makan dan
kelemahan umum
 Perubahan patologis menciri di lambung tidak ditemukan
 Etiologi
 Toksin senyawa amine dan histamin harusnya dikeluarkan dari
tubuh melalui urinasi, defekasi atau detoksikasi oleh hati 
gagal dimetabolisme dan dieliminasi  berlebihan dalam tubuh
 diserap darah  toksemia
e. Indigesti Toxemia
 Patogenesis
 Kelebihan senyawa amine  toksik  sel hepar mengalami
keracunan  gangguan metabolisme  gagal metabolisme
hidrat arang  penurunan kadar glukosa darah  terjadi
peningkatan pemecahan protein  peningkatan senyawa non
protein nitrogen di dlm darah  degenerasi sel hati dan ginjal
 Penurunan kadar glukosa dlm darah & jaringan  penurunan
fungsi  kekuatan miokardium menurun  penurunan output
jantung dan tekanan darah  gangguang sirkulasi  gangguan
pernafasan  tunjukkan gejala kelemahan
 Toksemia dalam jumlah banyak dapat menyebabkan penderita
mengalami koma
e. Indigesti Toxemia
 Gejala klinis
 Nafsu makan menurun
 Tidak memamah biak
 Konstipasi  jika msh keluar feses berbentuk pasta dan berbau
busuk
 Anuria
 Pulsus lemah dan frekuensi meningkat
 Tidak sanggup berdiri, refleks menurun
 Diagnosis
 Bedakan dengan infeksi bakteri yang menghasilkan toxin
(Clostridium botulinum, Cl. Perfingens tipe D)
e. Indigesti Toxemia
 Terapi
 Terapi simtomatik
 Cairan elektrolit dan dextrose
 Pemberian asam amino, protein hidrolisat, vitamin B kompleks
 Obat ruminatoria (rangsang gerak rumen) maupun purgansia
 Antihistamin
 Obat yang merangsang kerja jantung (kardiotonika)
 Jika pasien koma dianjurkan untuk dipotong
2. INDIGESTI VAGUS
 Adl gangguan cerna yg ditandai dengan penurunan atau
hilangnya motilitas rumen, menurunnya frekuensi atau
hilangnya proses mastikasi, lambatnya pasasi tinja serta
adanya distensi rumen
 Penurunan motilitas rumen disebabkan oleh adanya lesi yg
mengenai ramus ventralis dr nervus vagus
 Indigesti yg berlangsung kronis dpt menyebabkan
kekurusan
 Etiopatogenesis
 Gangguan pada ramus ventralis nervus vagi akibat gencetan
maupun degenerasi atau kematian sel
2. INDIGESTI VAGUS
 Gejala klinis
 Feses berbentuk pasta dan berbau busuk  diakibatkan oleh
hilangnya tonus lambung
 Kekurusan
 Produksi air susu menurun
 Kelemahan umum
 Tidak mampu berdiri
 Pemeriksaan patologi klinis
 Tidak ditemukan perubahan gambaran darah
 Netrofilia dan monositosis  radang retikulum dan
peritoneum
2. INDIGESTI VAGUS
 Pemeriksaan patologi anatomi
 Adhesi serosa  retikulum, peritoneum dan diafragma
 Abses di daerah retikulum
 Diagnosis
 Bandingkan dengan gejala indigesti akut
 Radang retikulum dan abomasum juga menyebabkan stasis
rumen
 Bandingkan dengn displasia abomasum
 Displasia abomasum kiri : gejala hampir mirip, dapat dideteksi dgn
terdengarnya suara nyaring saat perkusi abomasum, ketonuria
 Displasia abomasum kanan : pembesaran dinding perut ke arah kanan
2. INDIGESTI VAGUS
 Prognosis
 Kebanyakan berakhir dgn kematian
 Terapi
 Tidak ada pertolongan efektif  dipotong utk konsumsi 
kejadian berlangsung beberapa minggu
 Stadium awal  pengobatan intensif terhadap retikulo
peritonitis secara tidak langsung dapat menyembuhkan indigesti
vagus secara tidak langsung
3. PARAKERATOSIS RUMEN
 Adl perubahan patologi yg berawal dari radang mukosa
rumen dan jaringan sekitarnya akibat pemberian pakan
berenergi tinggi dlm jumlah berlebihan , sedangkan serat
kasar tidak seimbang
 Sindrom parakeratosis dapat meluas sampai hati 
bernanah (abses) dan laminitis
 Kejadian penyakit
 Dpt terjadi pada sapi potong dan sapi perah yg menerima
konsentrat sebagai pakan utama dlm jangka panjang, sedangkan
karbohidrat dan serat kasar kurang diberikan.
 Dapat terjadi akibat asidosis rumen akut, hingga mukosa rumen
mengalami lesi rumenitis
3. PARAKERATOSIS RUMEN
 Patogenesis
 Peningkatan asam di dalam rumen  sapi diberi pakan silase
pH rumen 5.0-6.0  asam laktat meningkat  rumenitis
 Banyak kotoran dlm ingesta  perparah radang  awalnya
bersifat kataral berubah jadi ulseratif  terbentuk abses di
tempat jejas-jejas mukosa
 Konsentrat berlebih dan kurangnya pakan kasar  rumenitis
 Laminitis kronis  peningkatan asam di dalam darah, pH darah
turun dan gejala laminitis muncul 2-3 bulan pasca pemberian
pakan yg tidak berimbang
3. PARAKERATOSIS RUMEN
 Gejala klinis
 Gejala klinis muncul setelah parakeratosis rumen berlangsung
selama beberapa bulan
 Nafsu makan menurun
 Berat badan menurun
 Abdomen mengecil, kempis dan dalam beberapa minggu pasien
tampak kurus sekali
 Abses hepar dpt berlanjut dgn peritonitis dan sepsis
 Laminitis kronis : kuku memanjang, datar, kalau jalan tampak
hati-hati dan kadang pincang, penderita berdiri di atas 3 kaki
atau tiduran saja
3. PARAKERATOSIS RUMEN
 Gambaran patologi anatomi
 Hepar dan rumen  oedem, papilla tumpul, nekrosis dinding
rumen dan ditemukan kotoran serta rambut yg melekat pd lesi
 Dinding rumen bernanah
 Histologi : stratum corneum mukosa menebal, vacuola terlihat
di beberapa tempat
 Diagnosis
 Gejala klinis terlihat setelah kejadian berlangsung beberapa
bulan
 Riwayat pemberian pakan, perubahan nafsu makan dan berat
badan serta laminitis  kunci dugaan ke arah paraketosis
rumen (rumenitis)
3. PARAKERATOSIS RUMEN
 Terapi dan pencegahan
 Perhatikan pemberian serat kasar dlm menyusun ransum sapi
 Serat kasar (jerami, rumput, janggel jagung) dapat mencegah
kejadian penyakit
 Antibiotik  kurangi kejadian abses  tidak mengobati
parakeratosis
 Rumenitis sekunder sering ditemukan pada hewan sehabis
mengalami impaksio rumen
 Kurangi kejadian rumenitis sekunder  Thiabendazole
25mg/kg/hari
4. RETIKULO PERITONITIS TRAUMATIKA
(RPT)
 Adl radang retikulum dan peritoneum pada sapi,
berlangsung secara akut akibat tertusuknya retikulum oleh
benda asing yg tidak sengaja tertelan
 Etiologi
 Makan benda asing yg tajam  kawat pengikat pakan
 Kejadian penyakit
 ±60% ditemukan benda logam di retikulm  sapi di USA
 80% penderita dapat sembuh dengan atau tanpa pengobatan
 20% mati
 Benda asing menembus retikulum  perikarditis traumatika 
kematian
4. RETIKULO PERITONITIS TRAUMATIKA
(RPT)
 Patogenesis
 Benda tajam termakan  radang retikulum, retikulitis
 Benda tajam menembus dinding retikulum  radang  infeksi
 Radang peritoneum terjadi sebagai kelanjutan radang retikulum
 kontraksi & relaksasi otot-otot dinding retikulum  benda
asing setelah mengenai peritoneum tertarik kembali ke dalam
rongga retikulum  radang retikulo peritonitis
 Radang retikulum dan peritoneum  bakteri normal dpt
menyebabkan radang infeksi  bakteri F.necrophorum  rasa
sakit di perut
4. RETIKULO PERITONITIS TRAUMATIKA
(RPT)
 Gejala klinis
 Lesu, malas bergerak, nafsu makan hilang, produksi laktasi
menurun
 Hilangnya tonus rumen serta ruminatosis
 Tidak tenang, kepala menengok ke belakang, pasien lebih sering
berdiri dan jarang tiduran, mengerang, menggertak gigi
 Suhu tubuh meningkat 40°-41°C, pulsus 100-120x/menit,
pernafasan torakalis
 Punggung dibungkukkan serta posisi kaki depan abduksi
 Konstipasi  keluar berbentuk pasta
 Jika peritonitis meluas menjadi difus  gejala toksemia
menonjol, lesu, tonus otot menurun, penderita tidak mampu
berdiri  kematian
4. RETIKULO PERITONITIS TRAUMATIKA
(RPT)
 Pemeriksaan patologi-klinis
 Leukositosis (8000-12000sel/ml darah)  hari awal biasa
ditemukan
 Kronis  lekositosis lebih ringan, monosit meningkat
 Prognosis  perhatikan kemampuan tubuh hasilkan neutrofil
muda
 Pemeriksaan patologi anatomi
 Radang berfibrin yang bersifat lokal atau merata (difus)
 Pertautan antara dinding retikulum dengan diafragma
 Benda asing ditemukan di tempat pertautan, atau mungkin tidak
dapat ditemukan lagi karena tertarik masuk ke dalam retikulum
kembali
4. RETIKULO PERITONITIS TRAUMATIKA
(RPT)
 Diagnosis
 Riwayat gangguan pencernaan dihubungkan dengan gejala klinis
 Cek rasa sakit: cubit kulit daerah punggung  pasien akan
mengerang
 Diagnosa pembanding : bedakan RPT dengan ketosis, indigesti
akut, displasia abomasum
 Gunakan alat pengenal logam
 Terapi
 Ringan : pasien istirahat 10-14 hari, beri sediaan sulfa oral
(antibiotik), injeksi sulfa atau antibiotik lainnya
 Rasa sakit  beri analgesik
5. PERIKARDITIS TRAUMATIK
 Adl radang perikard yg bersifat kronis, terjadi karena
retikulum tertusuk benda tajam yg mengarah ke kranial
dan melanjut hingga diafragma dan pleura
 Ditandai dgn gangguan sirkulasi dan pernafasan yg
berlangsung secara progresif dan disertai terbentuknya
busung
 Etiologi
 Merupakan kelanjutan dr penusukan benda tajam di retikulum
 Bakteri terbanyak yg diisolasi : F.necrophorum
5. PERIKARDITIS TRAUMATIK
 Patogenesis
 Tusukan benda tajam di peritoneum, diafragma dan pleura
menembus perikard  radang jaringan pleura dan perikard
lokal atau difus  jaringan menebal hingga 1cm(fibrin) 
perikard kehilangan sifat elastis  kurangi kontraksi dan
relaksasi jantung
 Radang  terbentuk hidroperikard  bakteri berkembang
dengan baik  cairan berubah mukopurulen  hasilkan gas
dan bau busuk  perikard mengembung, jantung membesar 
menekan rongga dada  kesusahan bernafas, dispnoea
 Jantung terendam cairan perikard degenerasi miokard 
kekuatan jantung menurun  gangguan sirkulasi 
hipoproteinemia  busung (oedem) jaringan (kulit di bawah
kepala, leher, perut bagian bawah, ambing & skrotum)
5. PERIKARDITIS TRAUMATIK
 Gejala klinis
 Kaki depan abduksi
 Busung pada daerah kepala bagian bawah, leher, gelambir, perut bagian
bawah, ambing dan skrotum
 Vena jugularis membesar hingga berdiameter 3cm
 Rambut dan kulit kusam, rambut mudah dicabut
 Suhu tubuh normal hingga meningkat 40°C (tergantung lama
prosesnya)
 Auskultasi paru-paru terdengar suara abnormal, suara jantung
teredam atau tidak dapat didengar sama sekali
 Pulsus meningkat 150x/menit, kualitas melemah
 Pernafasan dangkal dan sering
 Kurus (kaheksia)
 Kematian  kegagalan sirkulasi dan kelemahan
5. PERIKARDITIS TRAUMATIK
 Patologi klinis
 Anemia, leukositosis dan monositosis
 Patologi anatomi
 Jaringan subkutis berair
 Endapan fibrin pada daerah dinding dada sebelah dalam, peura
dan perikard
 Cairan mukopurulen dan serosanguinosa di dlm rongga dada
dan perikard
 Paru-paru pucat berair, posisi paru-paru bergeser ke kranial
 Dinding luar perikard berisi fibrin dan bertaut dgn rongga dada,
perikard menebal, tidak mengkilat dan elastis, permukaan kasar
 Cairan perikard berwarna coklat, mukopurulent,
serosanguinosa atau serohemoragik, gas berbau busuk
5. PERIKARDITIS TRAUMATIK
 Diagnosis
 Bandingkan dengan retikulo peritonitis traumatika
 Perubahan paru-paru dan busung sub kutan  bandingkan
dengan pleuropneumonia
 Suara lirih saat auskultasi jantung  bandingkan dengan
hidrotorax
 Busung  bandingkan dgn penyakit darah (surra, anaplasmosis,
piroplasmosis, anemia akibat cacing hati)
 Prognosis
 Berakhir kematian
6. IMPAKSIO ABOMASUM DAN OBSTRUKSI
PILORUS
 Adl sindrom yg timbul akibat pemberian pakan dgn
kualitas yg jelek, berbentuk serat kasar dan disertai atau
tanpa disertai pemberian air minum yg cukup
 Proses penyakit berlangsung akut, ditandai dgn anoreksia
total, proses ruminasi terhenti, muntah, dehidrasi dan
kelemahan umum
 Etiologi
 Pemberian pakan serat kasar
 Lebih sering terjadi pada sapi muda (hingga umur 5 bulan) dan
hewan tua
6. IMPAKSIO ABOMASUM DAN OBSTRUKSI
PILORUS
 Patogenesis
 Kekurangan cairan  serat kasar pakan tidak dapat dicerna bakteri
dan protozoa rumen dan retikulum  menyumbat omasum
 Jika tidak menyumbat omasum, terkumpul di abomasum bagian
belakang  abomasum pH rendah (pH 4.0) : pencernaan biokimiawi
 tidak dapat dicerna  terkumpul di lumen pilorus  pilorus
hasilkan lendir serta berkontraksi untuk mengeluarkan benda asing
 cairan kurang sebabkan serabut kasar bertambah  bentuk benda
padat atau setengah padat
 Lendir yg dihasilkan tidak berfungsi sebagai pelicin namun bertindak
sebagai perekat serabut kasar
 Sumbatan pilorus  ingesta abomasum tertimbun  timbun dlm
jumlah berlebih lampaui kapasitas lambung  diregurgitasi (muntah)
dari mulut dan hidung
6. IMPAKSIO ABOMASUM DAN OBSTRUKSI
PILORUS
 Gejala klinis
 Gelisah
 Nafsu makan dan minum hilang
 Muntah
 Dehidrasi (cermin hidung kering, bulu
kusam, mata cekung), tidak kuat berdiri
 kematian 2-3 hari kemudian
 Feses tidak keluar
 Pemeriksaan patologi klinis
 Tidak ditemukan perubahan
 Peningkatan jumlah protein plasma
 Urinasi berwarna kuning tua dan BJ
tinggi
6. IMPAKSIO ABOMASUM DAN OBSTRUKSI
PILORUS
 Pemeriksaan patologi anatomi
 Pilorus mengalami radang di tempat sekitar ingesta yg menjadi
padat atau setengah padat yg menjadi penyumbat  terletak di
dekat spincter pilorus  berbentk seperti telur atau bolus 
konsistensi liat, padat atau setengah padat
 Usus dan rektum kosong
 Diagnosis
 Bandingkan dgn obstruksi omasum
 Diagnosis berdasar gejala klinis dihubungkan dgn kualitas pakan,
jenis pakan dan pengelolaan peternakan
6. IMPAKSIO ABOMASUM DAN OBSTRUKSI
PILORUS
 Terapi dan pencegahan
 Operasi (abomasostomi)  tidak selalu berakhir baik  sifat
proteolitik getah lambung menghambat proses kesembuhan
 Saran  dipotong utk konsumsi
 Pencegahan  pengelolaan pakan, kualitas dan kuantitas paka,
penyediaan air minum ad libitum

Anda mungkin juga menyukai