Anda di halaman 1dari 5

Oleh: Arnes Widya A

Lutung Jawa

Herry Wildan Fawzi

(Trachypithecus auratus)

Taksonomi
Menurut Mace and Balmford
dalam the IUCN Red List of Threarened
Species (2000) serta supriatna dan
wahyono (2000), klasifikasi dari Lutung
Jawa (Trachypithecus auratus) adalah :
Kingdom

: Animalia

Filum

: Chordata

Kelas

: Mamalia

Ordo

: Primata

Morfologi

Family

: Cercopithecidae

Genus

: Trachypithecus

Spesies

: Trachypithecus auratus

Lutung dewasa ditandai dengan


rambut berwarna hitam sampai hitam
keperakan. Bagian atas tubuh dari Lutung
berwarna kelabu kecoklat-coklatan gelap
sampai kehitam-hitaman, dengan masingmasing rambut putih di ujungnya,
memberikan warna kilap perak pada
mantel kulit. Rambut kaki bawah dan
bagian punggung paha berwarna kelabu,
perut dan bagian dalam dari paha berwarna
kelabu pucat, tangan dan kaki berwarna
hitam (Gambar 1). Daerah muka yang
tidak berambut berwarna hitam, beberapa
individu mempunyai moncong berwarna
putih dan tidak terdapat cincin yang
mengelilingi mata. Memiliki jambang
yang cukup panjang hampir menutupi
telinga dan berwarna putih, serta jambul
yang jelas pada jantan dewasa. Lutung
Jawa jantan dan betina memiliki perbedaan
yang terletak pada bagian pelvic
(selangkangan), pada betina berwarna

Supriatna dan Wahyuno (2000)


menyatakan keluarga besar lutung pada
awalnya dimasukkan ke dalam genus
Presbytis, namun sekarang beberapa jenis
dimasukan
ke
dalam
genus
Trachypithecus.
Lutung Jawa adalah salah satu jenis
binatang asli (endemik) Indonesia. Nama
lain Lutung Jawa adalah Langur, Budeng,
Petu, Hirengan. Lutung Jawa terdiri atas
dua subspesies yaitu Trachypithecus
auratus dan Trachypithecus auratus
mauritius. Subspesies Trachypithecus
auratus auratus (Spangled Langur Ebony)
dapat ditemukan di Jawa Timur, Bali,
Lombok, Pulau Sempu dan Nusa Barung.
Subspesies kedua, Trachypithecus auratus
mauritius (Jawa Barat Ebony Langur)

dijumpai terbatas di Jawa Barat dan


Banten.

putih pucat (Gambar 1), sedangkan jantan


berwarna hitam. Lutung Jawa mempunyai
perut yang besar dan menggantung ke
bawah. Ini dikarenakan jenis makanannya
yang terdiri dari daun-daunan dan pucuk
daun. Jantan dewasa pemimpin kelompok
mempunyai ukuran tubuh yang relatif
lebih besar daripada berina dewasa tapi
kadang-kadang juga tidak. Gigi taring
jantan dewasa lebih keras dan tajam, serta
gigi geraham yang besar yang sudah
terspesialisasi untuk pemakan daun
(Atik,2012).

Gambar 1
Makanan
Makanan utama dari lutung adalah
daun. Keuntungan daun sebagai makanan
pokok adalah jumlahnya yang berlimpah,
sedangkan kerugiannya yaitu daun tidak
mengandung gizi yang banyak. Cara
lutung untuk mendapatkan manfaat daun
sebanyak-banyaknya
adalah
dengan
mengembangkan
sistem
pencernaan
khusus, termasuk lambungnya yang
mampu
membesar.
Dalam
mempertahankan hidupnya, Lutung harus
makan dedaunan dalam jumlah banyak.
Berat makanan dan lambungnya yang
besar mencapai seperempat dari berat
badan keseluruhannya bahkan lebih
(Pratiwi,2008).
Lutung dapat makan setelah
bangun tidur hingga tidur kembali. Lutung

mengambil makanannya dengan cara


dipetik menggunakan tangan ataupun
langsung dengan mulut. Lutung Jawa
termasuk hewan semi-ruminansia yang
memakan makanan dengan kadar selulosa
tinggi. Daun yang dimakan ada yang
dimakan seluruhnya, dan ada yang
sebagian saja. Lutung Jawa akan
menjatuhkan sebagian makanannya ke
tanah yang berfungsi untuk tetap menjaga
kelestarian hutan (Atik,2012).
Menurut Richard (1985) terdapat
alasan mengapa Lutung Jawa senang
berganti-ganti makanannya yaitu:
1. Kandungan
nutrisi
yang
terkandung di dalamnya.
2. Kebutuhan jumlah dan jenis
kandungan gizi yang berbeda-beda
pada setiap primata dan juga
Lutung Jawa serta konsekuensinya
bila kebutuhan tersebut tidak
terpenuhi.
3. Kemampuan tiap jenis primata dan
juga Lutung Jawa yang berbedabeda dalam mengolah makanannya.
Perilaku
Lutung hidup berkelompok dengan
jumlah teman antara 6 23 ekor. Setiap
kelompok
terdapat
jantan
sebagai
pimpinan kelompok dan beberapa betina
serta anak-anak yang masih dalam asuhan
induknya. Lutung merupakan hewan yang
aktif di siang hari. Jantan dominan
mendominasi anggota kelompok dalam hal
perlindungan,
pengamanan
dalam
pergerakan, dan merawat. Jantan selalu
menjaga anggota kelompoknya dari
berbagai gangguan yang berasal dari luar
atau dari kelompok lain. Umumnya jantan
mengeluarkan suara dan melakukan
gertakan dengan suara dan perubahan
mimik yang menunjukkan marah. Lutung

ketika
sedang
marah,
akan
memperingatkan
lawannya
dengan
menggerakkan kepala naik turun dan
matanya menjadi sangat bulat. Lutung
mengalami masa kanak-kanak yang lebih
lama dari pada manusia. Saling
membersihkan badan merupakan sarana
bersosialisasi dan mengakrabkan diri bagi
lutung. Lutng betina lebih sering
membersihkan badan daripada lutung
jantan (Atik, 2012).

Habitat
Lutung hidup di hutan dengan
berbagai macam variasi mulai dari hutan
bakau di besisir, hutan dataran rendah
hingga hutan dataran tinggi. Terkadang
lutung juga mendiami daerah perkebunan.
Sebagian besar waktunya dihabiskan di
atas pohon (Gambar 2). Terkadang lutung
juga turun ke tanah untuk mencari
serangga tetapi hal ini sangat jarang
terjadi. Daerah jelajah Lutung minimal 15
hektare. Area bermain dan mencari makan
Lutung dapat mencapai 1.300 meter (Atik,
2012).

Gambar 2
Status
Akibat pengurangan habitat untuk
berbagai keperluan manusia, maka
semenjak tanggal 22 September 1999,
Lutung Jawa (Trachypithecus auratus)

telah
dilindungi
undang-undang,
berdasarkan Surat Keputusan Menteri
Kehutanan dan Perkebunan No. 773/KptsII/1999. Menurut CITES (Convention on
International Trade in Endangered
Species) Lutung Jawa (Trachypithecus
auratus)
termasuk
dalam
kategori
Appendix II (Satwa yang tidak boleh
diperdagangkan karena keberadaannya
terancam punah) dan pada tahun 1966 oleh
IUCN (International Union for the
Conservation of Nature and Natural
Resources) dikategorikan sebagai primata
yang rentan
(vulnerable) terhadap
gangguan habitat karena terus terdesak
oleh kepentingan manusia (Supriyatna,
2000).
Lutung merupakan primata yang
paling
banyak
diperdagangkan
di
Indonesia yaitu sekitar 5000 ekor setiap
tahunnya. Beberapa lembaga yang
bergerak di bidang perlindungan satwa
mulai melakukan kampanye untuk
mengembalikan Lutung ke habitatnya.
Proses rehabilitasi untuk dilepasliarkan ke
alam memerlukan waktu lama, sekitar tiga
hingga enam bulan latihan perilaku, jika
lutung dalam keadaan sehat. Tetapi jika
lutung mengidap suatu penyakit akan
dilakukan pengobatan terlebih dahulu. Saat
Lutung tiba di penangkaran, petugas
langsung melakukan general medical
check up pada primata tersebut. Hal itu
untuk mengecek kesehatan Lutung dan
mencegah terjadinya penularan penyakit
seperti Hepatitis A, Hepatitis B, Hepatitis
C, TBC dan Herpes. Setelah menjalani
pemeriksaan selama tujuh sampai sepuluh
hari di laboratorium, Lutung yang terkena
penyakit diberikan perawatan khusus
terlebih dahulu di kandang isolasi.
Sementara yang dinyatakan sehat mulai
menjalani masa sosialisasi dengan Lutung

lainnya. Lutung yang baru masuk masa


sosialisasi tidak bisa sekaligus disatukan
dengan calon keluarga barunya di kandang
utama. Hal itu dikarenakan Lutung baru
tersebut masih dianggap asing sehingga
bisa dianggap musuh oleh kelompoknya.
Oleh karena itu, Lutung yang baru
digabungkan
dengan
kelompoknya
ditempatkan terlebih dahulu di kandang
kecil yang berdempetan dengan kandang
utama. Upaya tersebut bertujuan untuk
melakukan proses pengenalan terlebih
dahulu pada kelompok barunya. Setelah
timbul ciri-ciri keakraban antara kelompok
lama dengan lutung yang baru barulah
petugas mulai memasukkannya ke dalam
sangkar utama (Iwan,2012).

Penyakit

Manusia termasuk dalam kelompok


primata sehingga mempunyai kemiripan
dengan non human primate (satwa
primata). Pada lutung terdapat penyakitpenyakit yang berasal dari virus, bakteri,
maupun parasit. Penyakit-penyakit ini
dapat menular antar sesama hewan,
termasuk dengan manusia. Terdapat
beberapa ciri kemiripan antara manusia
(human primate) dengan satwa primata
(non human primate). Ciri tersebut antara
lain adalah siklus reproduksi. Berdasarkan
daftar penyakit yang ditularkan dari hewan
ke manusia, jumlah penyakit yang
ditularkan oleh lutung ke manusia lebih
banyak dibandingkan dengan hewan
lainnya, karena kedekatan antara manusia
dan lutung. Manusia dan lutung
mempunyai kesamaan reseptor yang sama
pada sel di organ-organ tubuhnya sehingga
penularan penyakit dapat dengan mudah
terjadi (Iwan,2012).

Penyakit yang terdapat pada lutung


jawa antara lain (Iwan,2012):
1. Cercopithecinae
(CHV-1).

Herpes

Virus

Penyakit ini berasal dari luar Asia,


80-90% menginfeksi lutung dewasa.
Lutung yang masih kecil tetapi sudah
terdapat virus ini dalam tubuhnya maka
virus ini bersifat laten(diam). Namun jika
telah dewasa dan mengalami stress,
penyakit ini dapat aktif bekerja, dan dapat
ditularkan ke lutung lainnya melalui air
liur (gigitan) dan cakaran. Gejala awal
yang umum terjadi adalah seperti sariawan
pada mulut dan adanya mukosa pada alat
kelamin. Jika menular pada manusia dapat
mengakibatkan
encephalitis
(radang
selaput otak).

2. Simian
(SIV)

Immunodeficiency

Virus

Penyakit ini berasal dari Afrika,


mempunyai kemiripan dengan HIV yang
terdapat pada manusia. Lutung yang
tertular pada awalnya tidak menunjukkan
gejala klinis. Penyakit ini menyerang
sistem kekebalan tubuh,sehingga jika
lutung terserang penyakit ini akan mudah
terserang oleh penyakit.

3. Virus hepatitis
Hepatitis yang terjadi pada manusia
dan lutung tidak menunjukkan gejala yang
sama

4. Tuberculosis (TBC)
Merupakan penyakit yang mudah
ditularkan
namun
sangat
sulit
penyembuhannya. TBC yang terjadi pada
manusia dan lutung menunjukkan gejala
yang sama.

Meru Betiri
Taman Nasional Meru Betiri
merupakan satu dari sembilan taman
nasional yang terletak di pulau jawa
menurut Departemen Kehutanan Republik
Indonesia. Taman nasional dengan luas
58.000 ha ini secara administrasi
pemerintahan terletak di Kabupaten
Jember dan Kabupaten Banyuwangi.
Sedangkan koordinat geografisnya berada
pada 8o21 - 8o34 LS, 113o37 - 113o58
BT, dengan ketinggian 900 1223 mdpl
dan curah hujan rata-rata 2.300mm/tahun.
Memiliki lima vegetasi yaitu hutan pantai,
hutan mangrove, hutan rawa, hutan
rheophyte, dan hutan hujan dataran rendah.

Akses perjalanan yang cukup sulit


dan melelahkan membuat TNMB ini
masih jarang dikunjungi, dan terjaga
kealamiannya. Membuat taman nasional
ini menjadi rumah bagi beberapa satwa
dilindungi
dan
tumbuhan-tumbuhan
langka. Beberapa satwa yang terdapat di
sana adalah penyu hijau (Chelonia mydas),
banteng (Bos javanicus), monyet ekor
panjang (macaca fascicularis), bajing
terbang ekor merah (Iomys horsfieldii),
rusa (cervus timorensis russa), (cervus
unicolor), dan masih banyak lagi.
Sedangkan tumbuhan yang ada sekitar 293
jenis
diantaranya
adalah
Rafflesia
zollingeriana, avicennia sp., callophyllum
inophyllum, dan masih banyak lagi.

Anda mungkin juga menyukai