Anda di halaman 1dari 6

Tanggal Praktikum : 4 September 2019

Dosen Pembimbing : drh. Aulia Andi M,


M.Si.
Kelompok : 4 / Sore RP. Isotop
Praktikum

LAPORAN PRAKTIKUM TOKSIKOLOGI VETERINER


Detoksikasi

Kelompok 4 :

Desi Puspita Sari (B04160049)


Muhammad Ihsan (B04160056)
Vivi Sulastri (B04160061)
Ilham Maulidandi (B04160065)
Intan Pradika Putri (B04160069)

BAGIAN FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI


DEPARTEMEN ANATOMI FISIOLOGI DAN FARMAKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2019
PENDAHULUAN
Latar belakang

Detoksikasi merupakan proses biotransformasi yaitu proses kimia yang


terjadi didalam tubuh yang menghasilkan metabolit dari senyawa asal dan
selanjutnya membentuk konjugat. Hasil metabolit umumnya kurang toksik karna
proses detoksikasi. Proses biotansformasi melalui dua tahap yaitu tahap satu
berlangsung dengan cara oksidasi, reduksi, atau hidrolisa dan tahap dua
berlangsung dengan cara konjugasi (reaksi senyawa metaboit dengan zat endogen).
Hasil reaksi kimia pada fase 1 akan mengalami fase 2. Biotransformasi ini pada
umumnya dapat merubah senyawa yang bersifat lipofilik menjadi hidrofilik
sehingga dapat dieksresikan melalui ginjal, jika tidak, akan mengalami absorbs
kembli oleh tubulus ginjal.

Laju dan jenis biotransformasi suatu senyawa kimia berbeda antar spesies,
bahkn berbeda dari satu strain ke strain lainnya. Hal ini mnunjukan adanya
perbedaan toksisitas pada setiap hewan. Umur dan jenis kelamin akan mengubah
biotransformasi dari senyawa kimia. Tempat yang paling umum untuk
biotransformasi senyawa kimia yang masuk ke dalam tubuh adalah hati dan hanya
dalam jumlah yang sangat rendah terjadi di dalam organ/jaringan lain seperti usus,
ginjal, paru-paru, limpa, otak, kulit, dan darah.

Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah mempelajari hati sebagai organ
mendetoksikasi enobiotika. Selain itu, praktikum ini juga untuk mengetahui efek
smping pemberian xenobiotika pada hati yang normal dan hati yang telah dirusak.

Tinjauan Pustaka
Detoksikasi merupakan suatu proses yang dilakukan oleh tubuh untuk
mengurangi atau menghilangkan xenobiotika. Proses ini terjadi sebagian besar di
organ hati. Proses detoksikasi terbagi atas dua fase, fase pertama adalah fase
hidroksilasi yang dikatalisis oleh enzim mono-oksigenase atau lebih dikenal dengan
sitokrom 450. Fase hidroksilasi akan menghentikan kerja obat dan xenobiotik. Pada
fase kedua, senyawa yang telah diproses akan diubah menjadi bentuk lain dengan
bantuan berbagai enzim spesifik menjadi bentuk yang lebih polar, proses ini disebut
konjugasi, atau dengan menambah gugus metil, sehingga prosesnya disebut
metilasi. Adapun tujuan dari dibentuknya senyawa yang lebih polar adalah sebagai
suatu usaha untuk meningkatkan ekskresi dari xenobiotik, dengan kepolaran yang
tinggi berarti akan mudah larut dalam air sehingga mudah dikeluarkan lewat ginjal
(Murray 2006). Karbon tetraklorida (CCl4) adalah senyawa kimia yang banyak
digunakan sebagai campuran bahan pemadam kebakaran maupun sebagai bahan
pendingin. Karbon tetraklorida juga dikenal sebagai cleaning agent (Doherti 2000).
Karbon tetraklorida (CCl4) merupakan produk hasil karbon disulfida atau
reaksi dari disulfida dengan sulfur monoklorida. Zat ini merupakan zat volatil yang
tidak berwarna, terasa panas, berbau seperti kloroform, serta tidak dapat larut dalam
air, namun dapat larut dalam alkohol, kloroform, ether dan minyak volatil. CCl4
digunakan secara luas sebagai anthelmentik dan fascioliasis. CCl4 dapat digunakan
untuk membasmi cacing nematoda pada ayam, anjing, kambing, domba dan kuda.
Dampak racun CCl4 pada sel hati terjadi akibat meningkatnya kadar peroksidasi
lipid disebabkan oleh adanya reaksi antara radikal bebas hasil aktivasi CCl4 dengan
asam lemak tak jenuh yang banyak terdapat pada membran sel. Onset obat yang
cepat serta durasi yang cukup lama menunjukkan bahwa sel-sel hati tidak mampu
melakukan metabolisme terhadap obat yang diberikan sehingga kemampuan untuk
mendetoksikasi berkurang akibat sel-sel hati yang sudah rusak (Panjaitan et al
(2007).

METODE

Alat dan Bahan


Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum adalah syringe, 2 ekor
mencit, larutan penthothal/phenobarbital 2 % dan CCl4 dalam mineral oil.

Waktu dan Tempat


Praktikum ini dilaksanakan pada tanggal 4 September 2019 di Ruang
Praktikum Isotop Fakultas Kedokteran Hewan IPB Bogor pada pukul 14.30-17.00
WIB.

Prosedur Praktikum
Mencit 1 tidak diberi perlakuan (hatinya normal) sedangkan Mencit 2
hatinya telah dirusak dengan memberikan CCl4 peroral 0,01-0,05 mL/g BB selama
24 dan 48 jam sebelum praktikum. Sebelum praktikum, keadaan mencit diamati
terlebih dahulu. Masing masing mencit diinjeksi phenobarbital 2% secara subkutan
(SC) (dosis 100 mg/kg BB). Onset dan anastesi diamati serta dibandingkan pada
kedua ekor mencit.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 1. Mencit diinjeksi phenobarbital

Status Bobot Dosis Onset Durasi


mencit badan
Mencit 0,022 kg 0,044 ml 21 menit 42 menit
Normal
Mencit CCl4 0,024 kg 0,048 ml 20 menit 45 menit

Phenobarbital injeksi : 5%
: 5 g/100 ml
Konsentrasi : 50 mg/ml
Dosis : 100 mg/kg
Berat badan mencit normal : 22 gr
: 22 / 1000 = 0,022 kg
Berat badan mencit (hati telah dirusak) : 24 gr
: 24 / 1000 = 0,024 kg

V mencit normal = BB mencit x dosis penthotal = 0,022 kg x 100 mg/kg


Konsentrasi penthotal 50 mg/ml
= 0,044 ml

V mencit (hati telah dirusak) = BB mencit x dosis penthotal


Konsentrasi penthotal
= 0,024 kg x 100 mg/kg
50 mg/ml
= 0,048 ml
Pada percobaan detoksikasi yang telah dilakukan didapatkan hasil yaitu
mencit normal memiliki onset yang lebih lama dari pada mencit yang telah dirusak
hatinya dengan CCl4, dan mencit normal memiliki durasi lebih cepat dibanding
mencit CCl4. Onset obat pada mencit normal tersebut terjadi karena sel-sel hati pada
mencit pertama masih berfungsi dengan baik. Hati adalah salah satu organ yang
memiliki fungsi detoksikasi. Hati yang masih sehat dapat merespon zat-zat asing
yang masuk dalam tubuh dan melakukan metabolisme untuk menetralisir efek zat-
zat asing tersebut sehingga meminimalisasi efek terhadap fisiologis tubuh atau
disebut detoksikasi (Murray 2006).
Karbon Tetraklorida (CCl4) merupakan senyawa kimia yang banyak
digunakan sebagai campuran bahan pemadam kebakaran maupun sebagai bahan
pendingin. Karbon tetraklorida juga dikenal sebagai cleaning agent (Doherti 2000).
Karbon tetraklorida banyak digunakan dalam keperluan medis sebagai bahan
perusak hati dalam penelitian senyawa hepatoprotektor, senyawa ini apabila
dipaparkan dalam jumlah besar menyebabkan degenerasi hati dan ginjal serta
menginduksi terjadinya neoplasma. Pemberian karbon tetraklorida pada tikus akan
membuat kerusakan hati yang ditandai dengan naiknya kandungan protein total,
bilirubin, ALT, AST, dan ALP dalam darah, secara histopatologis ditemukan
adanya degenerasi lemak pada sel-sel hati, dan kerusakan yang ditimbulkan oleh
pemberian karbon tetraklorida pada organ akan berbanding lurus dengan dosis yang
diberikan. Hal tersebut sesuai dengan hasil percobaan terhadap mencit CCl4. Onset
obat yang cepat serta durasi yang cukup lama menunjukkan bahwa sel-sel hati tidak
mampu melakukan metabolisme terhadap obat yang diberikan sehingga
kemampuan untuk mendetoksikasi berkurang akibat sel-sel hati yang sudah rusak
(Panjaitan et al 2007).
SIMPULAN
Hati merupakan organ yang salah satu fungsinya adalah detoksikasi.
Detoksikasi larutan penthotal terlihat melalui perbedaan kecepatan onset dan durasi
obat pada dua ekor mencit. Mencit dengan hati yang sehat memiliki onset yang
lebih lama dan durasi yang lebih cepat daripada mencit yang hatinya rusak.

DAFTAR PUSTAKA

Doherti RE. 2000. A history of the Production and Use of Carbon Tetrachloride,
Tetrachloroethylene, Trichloroetylene and 1,1,1-Thrichloroethane in
United States of America. Enviromental Forensic J. 1 (1).
Murray RK, Granner DK, dan Rodwell VW. 2006. Biokimia Harper. Jakarta :
Penerbit EGC.
Panjaitan RGP, Manalu W, Zakiah Z, Masriani, Chairul, Handharyani E. 2007.
Pengaruh pemberian karbon tetraklorida terhadap fungsi hati dan ginjal
tikus. Jurnal Kesehatan Universitas Indonesia Vol 11 No.1 Juni 2007.

Anda mungkin juga menyukai