Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH

MODEL SISTEM PETERNAKAN LAHAN KERING DI NTT

OLEH

FEBRYANIS CHRISTIAN JALLA


(1905030203)

PROGRAM STUDI ILMU PETERNAKAN


FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS NUSA
CENDANA KUPANG 2021
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberika rahmat serta hidayahnya
sehingga saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ model sistem peternakan lahan
kerng di NTT” dengan baik.
Saya menyadari bahwa masih banyk kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Oleh karena
itu, saya akan sangat menghargai kritikan dan saran untuk memangun makalah ini lebih baik
lagi. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Kupang, 29 April 2021


Penulis
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Lahan kering didefinisikan sebagai hamparan lahan yang tidak pernah tergenang atau
digenangi air pada sebagian besar waktu dalam setahun atau sepanjang waktu. Kebanyakan lahan
kering terletak pada dataran rendah, yaitu lahan kering yang letaknya < 700 m dpl dan lahan
kering dataran tinggi yang terletak antara 700 dan 2500 m dpl. Lahan kering di Indonesia,
khususnya NTT telah banyak dimanfaatkan oleh petani untuk penanaman tanaman pangan.

Upaya pemanfaatan lahan kering secara optimal merupakan peluang yang masih cukup
besar, karena lahan kering mempunyai luasan relatif lebih besar dibandingkan dengan lahan
basah. Namun pengembangan pertanian lahan kering dihadapkan pada masalah ketersediaan air
yang tergantung pada curah hujan,serta pada rendahnya kesuburan tanah dan topografi yang
relatif miring.

Nusa Tenggara Timur memiliki potensi yang sangat besar untuk dikembangkan sebagai
senta peternakan nasional berbasis lahan kering. Pengembangan peternakan berbasis lahan
kering di daerah beriklim kering seperti NTT juga bisa dijadikan model pembangunan
peternakan di masa mendatang. Model ini akan efektif menekan angka kemiskinan dan
pengangguran serta mengurangi ketergantungan terhadap ternak impor dan mendorong
kemandirian pangan nasional.

Salah satu sub-sektor yang memegang pera penting dalam pembangunan pertanian adalah
peternakan. Peternakan di NTT sebgaian besar masih bertahan pada skala usaha raykat. Pola
manajemen usaha yang tradisional cenderung menjadi tidak efekttif dan juga tidak efisien. Petani
kurang menargetkan produktivitas ternaknya yang mampu dicapai dan kurag memperhitungkan
input dan output usaa ternaknya.

1.2 Tujuan

1. Untuk mengetahui model sistem peternakan lahan kering di NTT


BAB II PEMBAHASAAN

2.1 Lahan Kering


Lahan kering adalah lahan yang dapat digunakan untuk usaha pertanian dengan menggun akan
air secara terbatas dan biasanya hanya mengharapkan dari curah hujan. Lahan ini memiliki
kondisi agro- ekosistem yang beragam, umumnya berlereng dengan kondisi lahan yang bererosi.
Untuk usaha pertanian lahan kering dapat dibagi dalam 3 jenis penggunaan lahan :
1. Lahan kering berbasis palawija
2. Lahan kering berbasis sayuran
3. Dan pekarangan
Lahan kering ini terjadi sebagai akibat dari curah hujan yang sangat rendah, Sehingga keb
eradaan air sangat terbatas, suhu udara tinggi dan kelembabannya rendah. Lahan kering sering di
jumpai pada daerah dengan kondisi antisiklon yang permanenan. Salah satu manfaat dari pengola
han lahan kering yaitu dengan menanam sumber pakan dilahan kering karena hasilnya dapat men
cukupi dengan beragam dan bervariasi pakan, selain yang bersumber dari lahan penggembalaan
atau lahan umum yang selama iniberfungsi sebagai penyuplai HMT.
2.2 Model Sistem Peternakan Lahan Kering
Nusa Tenggara Timur merupakan provinsi yang pendapatan utama masyarakatnya bersumber
dari sub sektor peternakan di samping tanaman pangan. Sub sektor peternakan tersebut selama
ini memang telah menjadi andalan sektor pertanian daerah ini dalam memberikan kontribusi
yang cukup besar terhadap pertumbuhan perekonomian daerah.

Ketersediaan bahan pakan hijauan baik kuantitas maupun kualitasnya secara


berkesenambungan sepanjang tahun merupakan salah satu faktor penting untuk meningkatkan
produktifitas ternak terutama ternak ruminansia. Kenyataannya di NTT ketersediaan dan mutu
bahan pakan hijauan sangat berfluktuasi mengikuti kondisi iklim yang terjadi dimana pada
musim hujan ketersediaan pakan cukup dan sebaliknya pada musim kemarau terjadi kekurangan
pakan. Oleh karena itu diperlukan model sistem peternakan untuk mengelola.

Berkaitan dengan usaha untuk memenuhi dan konservasi lahan dalam pertaniaan,
pemerintah merekomendasikan usaha tani pada lahan kering sebagai usaha tani percontohan
(Model Fram). Model fram adalah bentuk usaha tani yang direkomendasikan pada petani lahan
kering dengan layanan paket teknologi teras bangku, pola tanam, pupuk. Ternak yang
diintroduksi adala terna domba atau kambing hinggasekarang pada usaha tani tersebut telh
berkembang usaha tani dan usahaternak domba atau kambimg. Model farmpada hakekatnya
adala suatu pola usaha tani terpadu. Keterpaduan diusahakan : (a). Lewat paket teknologi yag
terdiri dari empat komponen teknologi : penterasan dan bangunan pengendalan erosi (b). pola
tanam-tanaman panga (c) pola tanam-tanaman campuran dan ternak.

2.2.1 Zero Waste

Model pertanian zero waste merupakan model pertanian yang tidak membiarkan hasil ikutann
menjadi limbah/tidak bermanfaat. Beberapa usaha yang telah dilakukan untuk mengatasi
kesulitan penyediaan pakan dengan pendekatan pola pemeliharaan sapi yang terintegrasi dengan
tanaman pangan dan agroindustrinya dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak, dengan demikian
pola zero waste. Salah satu andalan sumber hijauan pakan tenak di daerah dengan pakan kurang
dan lahan kering di NTT adalah limbah pertanian, baik dalam keadaan segar maupun dalam
keadaan kering, seperti: jerami padi, jerami jagung, jerami kacang-kacangan. Limbah pertanian
seperti jerami umumnya dapat digunakan sebagaipakan sumber serat dengan nilai nutrisi relatif
rendah.tanaman gamal (Gliricidia sepium) selama musim hujan di NTT mempunyai produksi
yang sangat tinggi sebesar 30 ton/ha merupakan potensi yang cukup besar untuk digunakan
sebagai pakan. Potensi lain yang tersedia di lokasi petani dan belum dimanfaatkan secara optimal
adalah jerami padi, tongkol jagung, brankasan jagung, dan limbah pertanian lainnya seperti
jerami kacang hijau.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Lahan kering adalah lahan yang dapat digunakan untuk usaha pertanian dengan menggun akan
air secara terbatas dan biasanya hanya mengharapkan dari curah hujan. Lahan ini memiliki
kondisi agro- ekosistem yang beragam, umumnya berlereng dengan kondisi lahan yang bererosi.
2. Model pertanian zero waste merupakan model pertanian yang tidak membiarkan hasil ikutann
menjadi limbah/tidak bermanfaat.
DAFTAR PUSTAKA

Karda, I.W dan Spudiati. 2012. Meningkatkan Produktivitas Lahan Marginal Melalui Integrasi
Tanaman Pakan dan Ternak Ruminansia. Fakultas Oeternakn Universitas Mataram.
Ma’ shum, M., Lolita, E.S., Sukartono, dan Soemeinaboedhy, I.N. 2000. Teknik Pemanenan Alir
an Permukaan Lahan Kering. Journal Agroteksos
Syamsu, J.A., L.A. Sofyan, K. Mudikdjo, dan E. Gumbira Said. 2003. Daya Dukung Limbah Per
tanian sebagai Sumber Pakan Ternak Ruminasia di Indonesia. Wartazoa,13.
Muslim, C. 2006. Pengembangan Sistem Integrasi Pada Ternak Dalam Upaya Pencapaian Swas
embada Daging d Indonesia : Suatu Tinjauan Ealuasi. Analisis Kebijakan Pertanian.

Anda mungkin juga menyukai