Anda di halaman 1dari 14

CRITICAL JOURNAL REPORT

KONSERVASI SUMBERDAYA ALAM


DOSEN PENGAMPU :

ENI YUNIASTUTI, S.Pd, M.Sc

DISUSUN OLEH :

NURUL TIA SHAKILLA NASUTION

( 3171131020 )

KELAS B 2017

PENDIDIKAN GEOGRAFI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2019

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA sehingga saya dapat
menyelesaikan tugas Critical Jurnal Review dari 2 Jurnal yang saya ambil di internet yang
berjudul “Potensi Hutan Rawa Air Tawar Sebagai Alternatif Ekowisata Berbasis
Konservasi Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) (Jurnal II) dan Analisis
Habitat Gajah Sumatera (Elephas Maximus Sumatranus) Berdasarkan Software Smart Di
Kecamatan Peunaron Kabupaten Aceh Timur (Jurnal II)“. Tidak lupa saya juga
mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari berbagai pihak yang telah berkesempatan
dengan memberikan keluangan waktu maupun materi dan pikirannya.
Dan harapan saya semoga Critical Jurnal Review pada matakuliah Konservasi
Sumberdaya Alam ini dapat menambah pengetahuan, wawasan dan pengalaman bagi para
pembaca khususnya saya sebagai pengkritik Jurnal ini. Untuk kedepannya dapat memberikan
saran atau masukan Critical Jurnal Review ini agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman, saya yakin masih banyak


kekurangan dalam Critical Jurnal Review ini, Oleh karena itu saya sangat mengharapkan saran
dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan tugas ini.

Medan, 30 September 2019

Penulis

2
DAFTAR PUSTAKA

KATA PENGANTAR.................................................................................................................................2

BAB I RINGKASAN JURNAL..................................................................................................................4

A. Identitas Jurnal.................................................................................................................................4

B. Pendahuluan Jurnal..........................................................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................................................6

A. Pembahasan Topik Jurnal dengan Mata Kuliah...............................................................................6

B. Pemilihan dan Cakupan Kajian Teori..............................................................................................7

C. Metode Penelitian yang Digunakan dan Relevansinya....................................................................8

D. Pembahasan Tentang Hasil Penelitian.............................................................................................9

E. Kesimpulan dan Saran yang Diajukan Penulis Jurnal....................................................................11

BAB III PENUTUP...................................................................................................................................12

A. Kesimpulan dan Saran...................................................................................................................12

B. Saran..............................................................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA JURNAL................................................................................................................14

3
BAB I
RINGKASAN JURNAL

A. Identitas Jurnal
Jurnal I

Judul : Potensi Hutan Rawa Air Tawar Sebagai Alternatif Ekowisata Berbasis
Konservasi Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus).
Penulis : Rusita, Indra Gumay Febryano, Irwan Sukri Banuwa, Slamet Budi
Yuwono
Penerbit : Journal of Natural Resources and Environmental Management
Edisi : 03-09-2018
E-ISSN : 2460-5824

Jurnal II

Judul : Analisis Habitat Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus)


Berdasarkan software Smart di Kecamatan Peunaron Kabupaten Aceh
Timur
Penulis : Taufan Mustafa, Abdullah dan Khairil
Penerbit : Jurnal Biotik
Edisi : April 2018
Volume : Vol. 6, No. 1
ISSN : 2337-9812

4
B. Pendahuluan Jurnal
Jurnal I
Burton dan Tiner (2009); Bannister et al. (2017) menyatakan, hutan rawa sebagai
ekosistem yang memiliki nilai ekologis tinggi, permukaan tanah yang kaya akan kandungan
mineral, didominasi oleh pepohonan atau semak dengan adaptasi khusus untuk kehidupan di
lahan basah, serta memberikan banyak manfaat ekosistem yang penting bagi masyarakat dan
lingkungan di sekitarnya. Hutan rawa menutupi 30% luas keseluruhan lahan basah di dunia
(Burton 2009), sedangkan di Indonesia luasnya diperkirakan sekitar 33.43 juta hektar yang
tersebar di Pulau Sumatera, Kalimantan, hingga Papua (Tuheteru dan Mahfudz 2012).
Namun, ekosistem ini menghadapi beberapa ancaman serius berupa penebangan, konversi
lahan menjadi areal pertanian (Adila et al. 2017) dan anggapan masyarakat bahwa ekosistem
ini sebagai kawasan yang tidak banyak memiliki manfaat sehingga dibiarkan menjadi tidak
produktif.

Jurnal II
Perubahan di bumi terjadi dengan begitu cepat dan tak akan pernah berhenti, mulai
dari teknologi, pemikiran, budaya bahkan bentang alam di dalam kehidupan sehari-hari,
menggambarkan juga adanya penurunan kualitas hutan. Gajah adalah hewan kebanggaan
bagi setiap negara yang memilikinya, Gajah Sumatera menjadi symbol kemegahan daerah
Aceh pada masanya, masyarakat dunia saat ini sedang memberikan perhatian pada jenis
satwa liar yang terancam punah, gajah sedang diambang kepunahan akibat dari perebutan
lahan dengan manusia, banyak sekali berita kematian gajah terjadi di daerahdaerah yang
berdekatan dengan kawasan perkebunan hingga pemukiman penduduk. Meningkatnya
aktifitas antropogenik di kawasan hutan, pembukaan lahan pertanian, pembangunan jalan
lintas Kabupaten, penebangan liar dan penggunaan lain yang berakibat terhadap perubahan
kawasan hutan, sehingga terputusnya daya jelajah (homerange) dan rantai makanan satwa
liar yang mendiami seluruh sisa hutan sumatera, serta turut menambah percepatan perubahan
habitat. Adanya perubahan ekologis di alam ini, memicu perubahan perilaku alami satwa liar
dan menjadi resiko ekologis yang dialami oleh manusia bahkan satwa liar.

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pembahasan Topik Jurnal dengan Mata Kuliah


Berdasarkan pembahasan dua jurnal yang bersumber dari internet berkaitan dengan
matakuliah Konservasi Sumberdaya Alam. Pada jurnal pertama yang berjudul “Potensi
Hutan Rawa Air Tawar Sebagai Alternatif Ekowisata Berbasis Konservasi Gajah Sumatera
(Elephas maximus sumatranus)”, meneliti tentang memannfaatkan potensi hutan rawa air
tawar sebagai tempat alternatif untuk dijadikan kawasan wisata dengan gajah yang dapat
dikunjungi. Gajah Sumatera adalah subspesies dari gajah asia yang hanya berhabitat di Pulau
Sumatera. Ancaman terbesar kelestarian gajah liar adalah hilangnya habitat akibat konversi
hutab menjadi lahan lain seperti perkebunan sawit dan pembalakan liar.Keberadaannya
terancam di alam mendorong untuk melakukan pelestarian secara ex-situ baik di pusat latihan
gajah maupun lembaga konservasi yang harus memenuhi prinsip kesejahteraan satwa.

Kawasan PLG adalah sebuah kawasan yang terletak pada zona pemanfaatan di
TNWK. Kawasan ini diperuntukkan sebagai pusat penjinakan, pelatihan, perkembangbiakan
dan konservasi gajah sumatera. PLG telah melatih sekitar 300 ekor gajah sumatera yang
sudah disebar ke seluruh penjuru tanah air. Ada sebanyak 66 ekor gajah saat ini tetapi hanya
44 ekor gajah yang dimanfaatkan untuk wisata, sedangkan 22 ekor gajah masih dalam
kondisi yang tidak memungkinkan untuk kegiatan wisata.

Pada pembahasan jurnal II yang berjudul “Analisis Habitat Gajah Sumatera (Elephas
maximus sumatranus) Berdasarkan software Smart di Kecamatan Peunaron Kabupaten Aceh
Timor”, juga masih berkaitan dengan matakuliah konservasi sumberdaya alam dan satu topik
dengan pembahasan jurnal I. Dimana pada penelitian jurnal ini bertujuan untuk mengetahui
keberadaan gajah sumatera dan kondisi habitatnya. Metode yang digunakan adalah survei
eksploratif deskriptif dengan mengamati secara langsung pada setiap area lintasan. Data yang
telah dikumpulkan dianalisis dengan menggunakan teknik SMART untuk mengetahui
keberadaan gajah liar dan kondisi habitat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kawasan
habitat yang digunakan oleh gajah memiliki frekwensi habitat yang berbeda-beda, terlihat
dari jejak gajah yang ditemukan pada jalur lintasan. Jejak gajah lebih banyak ditemukan
6
dibandingkan dengan jejak satwa liar lainnya. Jejak gajah yang ditemukan didominasi oleh
jejak kotoran sebanyak 56%, karena jejak kotoran lebih bertahan lama dari pada jejak tapak.
Di kawasan ini, gajah lebih suka bermain di hutan sekunder daripada jenis hutan lainnya,
dengan persentase temuan pada jenis hutan tersebut sebanyak 53%, karena hutan sekunder
seperti di kawasan areal perkebunan banyak menyediakan tempat bernaung dari sinar
matahari dan menyediakan pakan muda.

B. Pemilihan dan Cakupan Kajian Teori


Pada jurnal I pemilihan dan cakupan kajian teori yang digunakan dalam penelitian
meliputi : Burton dan Tiner (2009); Bannister et al. (2017) menyatakan, hutan rawa sebagai
ekosistem yang memiliki nilai ekologis tinggi, permukaan tanah yang kaya akan kandungan
mineral, didominasi oleh pepohonan atau semak dengan adaptasi khusus untuk kehidupan di
lahan basah, serta memberikan banyak manfaat ekosistem yang penting bagi masyarakat dan
lingkungan di sekitarnya. Hutan rawa menutupi 30% luas keseluruhan lahan basah di dunia
(Burton 2009), sedangkan di Indonesia luasnya diperkirakan sekitar 33.43 juta hektar yang
tersebar di Pulau Sumatera, Kalimantan, hingga Papua (Tuheteru dan Mahfudz 2012).

Namun, ekosistem ini menghadapi beberapa ancaman serius berupa penebangan,


konversi lahan menjadi areal pertanian (Adila et al. 2017). Gajah merupakan satwa
dilindungi dan ditetapkan sebagai satwa yang berstatus terancam punah oleh badan
konservasi dunia IUCN (International United of Conservation Natural) (Abdullah dan Japisa
2013). Gajah membutuhkan makanan sekitar 250 kg/hari untuk gajah dewasa dengan berat 3
000 kg – 4 000kg (Abdullah et al. 2013) dalam memenuhi kebutuhan mineral terutama
kalsium untuk memperkuat tulang, gigi dan gading (Fadilah et al. 2014).

Meningkatnya ilmu pengetahuan dan tingkat pendidikan di masyarakat menyebabkan


perubahan minat wisata yang mengarah pada proses pembelajaran selama perjalanan wisata
(Fandeli dan Nurdin 2005) sehingga, ekowisata berbasis konservasi gajah menjadi potensial
untuk dikembangkan selain keunikannya juga memberikan pengetahuan dan pengkayaan
pemahaman tentang kehidupan gajah baik dari perilaku keseharian maupun habitat sebagai
naungan hidup mereka.

7
Sedangkan pada pembahasan jurnal II, pemilihan dan cakupan kajian teori meliputi :
Menurut Abdullah, dkk (2005), habitat gajah meliputi seluruh hutan di pulau sumatera, dari
Provinsi Lampung sampai ke Provinsi Aceh, dimulai dari hutan basah berlembah dan hutan
payau, dari dekat pantai sampai hutan pegunungan pada ketinggian lebih dari 2000 mdpl [5].
Undang-Undang Republik Indonesia No. 5 tahun 1999 tentang konservasi sumberdaya alam
hayati dan ekosistemnya perlu dilindungi dan dilestarikan. Gajah Sumatera secara resmi telah
dilindungi sejak 1931 dalam Ordonansi Perlindungan Binatang Liar Nomor 134 dan 226 dan
diperkuat SK Menteri Pertanian RI Nomor 234/Kpts/Um/1972 dan PP Republik Indonesia
No.7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.

Data Dirjen PHKA Departemen Kehutanan RI (2007), menerbitkan bahwa perkiraan


populasi gajah Sumatera berkisar antara 2400-2800 individu, di Aceh diperkirakan tersisa
500-530 ekor gajah sebanding dengan 25 % gajah Sumatera mendiami kawasan hutan Aceh,
dan tersebar di 20 Kabupaten dari 23 Kabupaten/Kota [4]. Menurut Sanijar (2013)
penebangan 1 (satu) batang pohon dapat menyebabkan kerusakan tegakan tinggal tingkat
semai sebesar 9,75 batang/ha, pancang sebesar 8,27 batang/ha, tiang sebesar 5,54 batang/ha
dan pohon sebesar2,18 batang/ha [9]. Nasution (2009) dalam Sanijar (2013) menuliskan
bahwa besarnya kerusakan tegakan tinggal tingkat pohon yang disebabkan oleh penebangan
1 (satu) pohon sebesar 6, 46 batang [9].

C. Metode Penelitian yang Digunakan dan Relevansinya


Metode penelitian merupakan cara ilmiah dalam mencari dan mendapatkan data.
Serta memiliki kaitan dengan prosedur dalam melakukan penelitian dan teknis penelitian.
Pada jurnal penelitian I, Data dikumpulkan menggunakan metode jalur berpetak, dengan
intensitas sampling (IS) 10% diperoleh 34 plot pengamatan; sedangkan perilaku gajah
diambil pada pukul 07.00 – 17.00 WIB selama 3 hari. Pengamatan perilaku menggunakan
metode scan sampling yang dilakukan selama 60 menit dengan mencatat kejadian tingkah
laku dalam kurun waktu 60 detik. Selanjutnya, data sekunder diperoleh dari hasil wawancara
dengan mahot (pawang gajah), staf Balai TNWK, masyarakat, jurnal ilmiah dan studi
pustaka lainnya.

8
Analisis data dilakukan secara kuantitatif dan deskriptif. Analisis vegetasi pada plot
penelitian dihitung untuk mengetahui Indeks Nilai Penting (INP) dengan menggunakan
persamaan rumus menurut Soerianegara dan Indrawan (2005); sedangkan Indeks
Keanekaragaman Jenis (H’) mengggunakan rumus Indeks Keanekaragaman Shannon.

Pada jurnal penelitian II, menggunakan penelitian kuantitatif deskriptif. Penelitian ini
merupakan penelitian kuantitatif deskriptif, yaitu dengan melakukan pengamatan langsung di
lapangan yaitu pada kawasan hutan primer, hutan skunder dan kawasan pemukiman di
Kecamatan Peunaron Kabupaten Aceh Timur. Penelitian dilaksanakan di Kecamatan
Peunaron Kabupaten Aceh Timur. Penelitian dilaksanakan pada bulan September sampai
dengan bulan Oktober 2016. Adapun teknik pengumpulan data berdasarkan data primer dan
data sekunder.

D. Pembahasan Tentang Hasil Penelitian


Berdasarkan hasil dan pembahasan yang dilakukan pada jurnal I Kawasan PLG
memiliki 3 formasi hutan, yaitu: hutan hujan dataran rendah, hutan rawa dan padang rumput.
Hasil penelitian pada keseluruhan jumlah tumbuhan yang ditemukan di hutan rawa,
ditemukan sebanyak 25 spesies dengan jumlah individu 3 655 tumbuhan. Dari 25 spesies
yang ditemukan, sebanyak 24 spesies pada tingkat pertumbuhan semai, sedangkan pada
tingkat pertumbuhan pohon hanya ditemukan satu spesies. Hasil perhitungan kerapatan,
kerapatan relatif, frekuensi, frekuensi relatif, INP, serta indeks keanekaragaman.

Nilai kerapatan pada setiap jenis menunjukkan bahwa terdapat nilai kerapatan yang
mencolok dari jumlah kerapatan 25 spesies yang ditemukan. Nilai kerapatan tertinggi sebesar
108.78 individu/hektar atau 27.6% untuk spesies Eleocharis dulcis atau Mendong bulat.
Perbedaan nilai kerapatan masing-masing jenis disebabkan karena adanya perbedaan
kemampuan reproduksi, penyebaran dan daya adaptasi terhadap lingkungan.

Gambaran mengenai distribusi individu pada suatu jenis tertentu dapat dilihat dari
nilai frekwensinya. Hasil pengamatan terhadap perilaku gajah saat makan, menjelajah,
berkelompok, bab (buang air besar), menggaram, dan istirahat saat di hutan rawa. Interaksi
antara gajah dan hutan rawa dapat berupa tempat naungan, berkubang, menggaram, minum,

9
pakan alami, dan lainnya; dimana interaksi ini bisa menjadi salah satu atraksi/bagian yang
menarik untuk diamati/ditampilkan kepada wisatawan yang berkunjung. Aktivitas lainnya
yang dilakukan gajah saat di hutan rawa adalah menjelajah, sebanyak 6% aktivitas gajah di
hutan rawa digunakan untuk menjelajah.

Pada jurnal penelitian II, berdasarkan hasil dan pembahasan didapatkan bahwa
Analisa sistem information geografis (SIG) yang dilakukan, menemukan tentang kondisi
habitat di Kecamatan Peunaron tentang perubahan luas areal terbuka, di dalam polygon batas
kawasan Kecamatan Peunaron, dari hasil digitasi peta citra satelit diketahui perubahan yang
dialami selama jangka waktu 10 tahun, selama satu dekade terjadi penyusutan hutan sebesar
12.726,02 hektar. Berdasarkan analisis data citra sateli, pada tahun 2006 luas lahan terbuka di
Kecamatan Peunaron sebesar 5.386,10 hektar.

Pada waktu itu, kondisi habitat di kawasan tersebut masih tergolong komplek, karena
belum banyak aktifitas manusia yang memanfaatkan hutan sebagai sumber pendapatan,
masyarakat saat itu belum leluasa beraktifitas di dalam hutan, di sebabkan karena Provinsi
Aceh sebagai daerah konflik bersenjata, yang mempengaruhi aktifitas keseharian masyarakat
oleh situasi konflik, sehingga banyak kawasan hutan terjaga dari perambahan, dan menjadi
habitat bagi satwa liar untuk bertahan hidup.

Berdasarkan temuan dilapangan, penulis mendapatkan beberapa penyebab terjadinya


degradasi hutan yang di lakukan oleh masyarakat maupun perusahaan yang memanfaatkan
hasil alam tanpa terkendali, banyak pelaku pengambil manfaat dari hasil hutan tersebut, saat
melakukan aktifitas di hutan, pelaku tidak memikirkan akibat yang akan terjadi dikemudian
hari, beberapa temuan aktifitas manusia yang di input kedalam catatan penulis, memberi
gambaran bahwa bentuk aktifitas manusia di dalam kawasan hutan Peunaron menjadi faktor
penyebab terusiknya gajah liar di habitatnya, data lapangan yang di analisis menggunakan
software SMART.

Berdasarkan temuan di lokasi sering terjadi konflik antara manusia dengan satwa liar
termasuk yang paling intens terjadi adalah dengan Gajah Sumatera dan babi hutan. Konflik
antara mausia dan Gajah Sumatera adalah masalah yang sangat berbahaya di beberapa
Negara asia dan afrika karena konflik secara langsung mengancam kehidupan manusia,

10
kerusakan perumahan dan kebun juga menjadi akibat dari konflik tersebut, kerugian tidak
hanya terjadi pada manusia namun juga terjadi pada Gajah Sumatera.

E. Kesimpulan dan Saran yang Diajukan Penulis Jurnal


Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian pada jurnal I, dapat ditarik kesimpulan
bahwa Hutan Rawa Air Tawar memiliki banyak potensi yang dapat dikembangkan sebagai
tujuan wisata pendidikan berbasis konservasi gajah sumatera karena memiliki sumberdaya
yang sangat bermanfaat bagi gajah untuk memenuhi kebutuhan akan nutrisi dan
perkembangannya. Agar hutan rawa mampu secara optimal mendukung wisata maka perlu
dilakukan reboisasi atau penanaman jenis-jenis yang sesuai dengan karakteristik lahannya
dan bermanfaat bagi kehidupan gajah. Di samping itu, pengem-bangan hutan rawa air tawar
sebagai alternatif tujuan ekowisata berbasis konservasi gajah harus mem-pertimbangkan
pola-pola perilaku seperti waktu-waktu saat gajah makan dan istirahat, di waktu-waktu
tersebut agar tidak ada interaksi antara wisatan dan gajah dengan tujuan menjaga agar pola
makan gajah yang dan waktu istirahtnya agar kesehatan gajah tetap terjaga.

Sedangkan hasil dan pembahasan penelitian pada jurnal II, menyimpulkan bahwa
Keberadaan gajah sumatera di Kawasan Hutan Kabupaten Peunaron tidak terpusat pada satu
titik lokasi, namun tersebar ke berbagai titik berdasarkan ketersediaan pakan dan berbagai
faktor fisik lainnya yang dibutuhkan oleh gajah sumatera dalam satu habitat. Jejak gajah yang
ditemukan saat penelitian berupa kotoran, jejak tapak, bekas sisa makanan, gesekan pada
batang pohon serta patahan ranting pohon. Kondisi habitat gajah sumatera di kawasan hutan
Kecamatan Peunaron Kabupaten Aceh Timur bedasarkan software SMART menunjukkan
penurunan ketersediaan pakan yang dibutuhkan oleh gajah sumatera dalam satu habitat.
Penyebab kerusakan hutan di Kecamatan Peunaron disebabkan oleh aktifitas manusia seperti
penebangan pohon di dalam hutan, adanya pembukaan lahan oleh masyarakat, pengalihan
fungsi hutan menjadi perkebunan sawit oleh perusahaan-perusahaan.

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan dan Saran


Berdasarkan hasil critical jurnal report yang dilakukan penulis dapat disimpulkan
bahwa kedua jurnal tersebut bagus dan layak dijadikan sebagai sumber referensi dalam
penelitian atau acuan pembelajaran yang tentunya berkaitan dengan matakuliah konservasi
sumberdaya alam. Pada jurnal I, konservasi sumberdaya alam berupa fauna yaitu satwa
gajah. Satwa liar tersebut yang keberadannya terancam punah justru menjadi salah satu
tujuan wisata yang paling digemari wisatawan di seluruh dunia terutama di Indonesia.
Berbagai perilaku gajah saat di hutan rawa air tawar bisa menjadi bagian atraksi wisata, akan
tetapi wisata yang tepat diterapkan adalah wisata yang mengandung unsur pelestarian
kawasan dan mambantu meningkatkan perekonomian masyarakat di sekitarnya. Wisata ini
memberikan dampak langsung terhadap konservasi kawasan, berperan dalam usaha-usaha
pemberdayaan ekonomi masyarakat lokal, dan mendorong konservasi dan pembangunan
berkelanjutan.

Pada Jurnal II, dari hasil penelitian menunjukkan bahwa kawasan habitat yang
digunakan oleh gajah memiliki frekwensi habitat yang berbeda-beda, terlihat dari jejak gajah
yang ditemukan pada jalur lintasan. Jejak gajah lebih banyak ditemukan dibandingkan
dengan jejak satwa liar lainnya. Jejak gajah yang ditemukan didominasi oleh jejak kotoran
sebanyak 56%, karena jejak kotoran lebih bertahan lama dari pada jejak tapak. Analisis peta
citra satelit dalam kurun waktu 10 tahun menggambarkan kondisi habitat kawasan hutan di
Kecamatan Peunaron terus menyusut sebanyak 12.726,02 hektar dari total luas Kecamatan
Peunaron sebesar 75.187,45 hektar. Ancaman penyusutan hutan didominasi oleh penebangan
kayu olahan sebesar 35%, temuan kayu olahan di lapangan mencapai 346,236 m3. Aktifitas
manusia dalam kawasan habitat gajah menjadi faktor pemicu terjadinya konflik satwa
tersebut dengan manusia.

12
B. Saran
Saran yang dapat saya sampaikan bahwa semoga penelitian yang akan melakukan
selanjutnya dapata mencari referensi lain dan temuan baru yang lebih banyak lagi sehingga
hasil penelitian selanjutnya akan semakin baik dan berkembang sesuai dengan perkembangan
ilmu.

13
DAFTAR PUSTAKA JURNAL

Jurnal I
[BTNWK] Balai Taman Nasional Way Kambas. 2016. Rencana Pengelolaan Jangka Panjang
Taman Nasional Way Kambas Provinsi Lampung Periode 2017-2026. Labuhan Ratu:
Balai Taman Nasional Way Kambas.
[WWF] World Wildlife Fund. 2005. Mengenal gajah sumatera. [terhubung berkala].
https://www.wwf.or.id [26 Mei 2018].
Abdullah, Dahlian, Mukhlisin. 2013. Preferensi makan gajah sumatra (Elephas maximus
sumatranus Temminck) di kawasan hutan Cagar Alam Jantho. Jurnal Biologi Edukasi.
1(1), 65-71.
Abdullah, Japisa T. 2013. Karakteristik habitat gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus
Temminck) pada habitat terganggu di ekosistem hutan Seulawah. Jurnal EduBio
Tropika. 1(1), 57-60.
Adila N, Sasidhran S, Kamarudin N, Puan CL, Azhar B, Lindenmayer DB. 2016. Effects of peat
swamp logging and agricultural expansion on species richness of native mammals in
Peninsular Malaysia. Basic and Applied Ecology. 12, 1-10

Jurnal II
[1] Hedges, S. 2005 Distribution, status, and conservation needs of Asian elephants (Elephas
maximus) Biological Conservation in Lampung Province, Sumatra, Indonesia.
[2] Kinnaird, dkk, 2003. Deforestation Trends in a Tropical Landsacpe and Implications for
Endangered Large Mammals. Concervation Biology.
[3] MacKenzie, D. I., and M.S. Boyce. 2001. Esimation closed population size using negative
binomial models, Western Black Bear Workshop. Vol 7:21-23.
[4] BKSDA. 2007. Pengendalian Lalu Lintas Tumbuhan dan Satwa Liar. Balai Konservasi
Sumber Daya Alam Aceh. http://www.ksda-Aceh.go.id, Departemen Kehutanan RI.
2007 Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Gajah Sumatra dan Gajah Kalimantan
2007-2017. Jakarta: Ditjen PHKA Departemen Kehutanan RI.

14

Anda mungkin juga menyukai