DISUSUN OLEH :
( 3171131020 )
KELAS B 2017
PENDIDIKAN GEOGRAFI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2019
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA sehingga saya dapat
menyelesaikan tugas Critical Jurnal Review dari 2 Jurnal yang saya ambil di internet yang
berjudul “Potensi Hutan Rawa Air Tawar Sebagai Alternatif Ekowisata Berbasis
Konservasi Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) (Jurnal II) dan Analisis
Habitat Gajah Sumatera (Elephas Maximus Sumatranus) Berdasarkan Software Smart Di
Kecamatan Peunaron Kabupaten Aceh Timur (Jurnal II)“. Tidak lupa saya juga
mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari berbagai pihak yang telah berkesempatan
dengan memberikan keluangan waktu maupun materi dan pikirannya.
Dan harapan saya semoga Critical Jurnal Review pada matakuliah Konservasi
Sumberdaya Alam ini dapat menambah pengetahuan, wawasan dan pengalaman bagi para
pembaca khususnya saya sebagai pengkritik Jurnal ini. Untuk kedepannya dapat memberikan
saran atau masukan Critical Jurnal Review ini agar menjadi lebih baik lagi.
Penulis
2
DAFTAR PUSTAKA
KATA PENGANTAR.................................................................................................................................2
A. Identitas Jurnal.................................................................................................................................4
B. Pendahuluan Jurnal..........................................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................................................6
B. Saran..............................................................................................................................................13
3
BAB I
RINGKASAN JURNAL
A. Identitas Jurnal
Jurnal I
Judul : Potensi Hutan Rawa Air Tawar Sebagai Alternatif Ekowisata Berbasis
Konservasi Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus).
Penulis : Rusita, Indra Gumay Febryano, Irwan Sukri Banuwa, Slamet Budi
Yuwono
Penerbit : Journal of Natural Resources and Environmental Management
Edisi : 03-09-2018
E-ISSN : 2460-5824
Jurnal II
4
B. Pendahuluan Jurnal
Jurnal I
Burton dan Tiner (2009); Bannister et al. (2017) menyatakan, hutan rawa sebagai
ekosistem yang memiliki nilai ekologis tinggi, permukaan tanah yang kaya akan kandungan
mineral, didominasi oleh pepohonan atau semak dengan adaptasi khusus untuk kehidupan di
lahan basah, serta memberikan banyak manfaat ekosistem yang penting bagi masyarakat dan
lingkungan di sekitarnya. Hutan rawa menutupi 30% luas keseluruhan lahan basah di dunia
(Burton 2009), sedangkan di Indonesia luasnya diperkirakan sekitar 33.43 juta hektar yang
tersebar di Pulau Sumatera, Kalimantan, hingga Papua (Tuheteru dan Mahfudz 2012).
Namun, ekosistem ini menghadapi beberapa ancaman serius berupa penebangan, konversi
lahan menjadi areal pertanian (Adila et al. 2017) dan anggapan masyarakat bahwa ekosistem
ini sebagai kawasan yang tidak banyak memiliki manfaat sehingga dibiarkan menjadi tidak
produktif.
Jurnal II
Perubahan di bumi terjadi dengan begitu cepat dan tak akan pernah berhenti, mulai
dari teknologi, pemikiran, budaya bahkan bentang alam di dalam kehidupan sehari-hari,
menggambarkan juga adanya penurunan kualitas hutan. Gajah adalah hewan kebanggaan
bagi setiap negara yang memilikinya, Gajah Sumatera menjadi symbol kemegahan daerah
Aceh pada masanya, masyarakat dunia saat ini sedang memberikan perhatian pada jenis
satwa liar yang terancam punah, gajah sedang diambang kepunahan akibat dari perebutan
lahan dengan manusia, banyak sekali berita kematian gajah terjadi di daerahdaerah yang
berdekatan dengan kawasan perkebunan hingga pemukiman penduduk. Meningkatnya
aktifitas antropogenik di kawasan hutan, pembukaan lahan pertanian, pembangunan jalan
lintas Kabupaten, penebangan liar dan penggunaan lain yang berakibat terhadap perubahan
kawasan hutan, sehingga terputusnya daya jelajah (homerange) dan rantai makanan satwa
liar yang mendiami seluruh sisa hutan sumatera, serta turut menambah percepatan perubahan
habitat. Adanya perubahan ekologis di alam ini, memicu perubahan perilaku alami satwa liar
dan menjadi resiko ekologis yang dialami oleh manusia bahkan satwa liar.
5
BAB II
PEMBAHASAN
Kawasan PLG adalah sebuah kawasan yang terletak pada zona pemanfaatan di
TNWK. Kawasan ini diperuntukkan sebagai pusat penjinakan, pelatihan, perkembangbiakan
dan konservasi gajah sumatera. PLG telah melatih sekitar 300 ekor gajah sumatera yang
sudah disebar ke seluruh penjuru tanah air. Ada sebanyak 66 ekor gajah saat ini tetapi hanya
44 ekor gajah yang dimanfaatkan untuk wisata, sedangkan 22 ekor gajah masih dalam
kondisi yang tidak memungkinkan untuk kegiatan wisata.
Pada pembahasan jurnal II yang berjudul “Analisis Habitat Gajah Sumatera (Elephas
maximus sumatranus) Berdasarkan software Smart di Kecamatan Peunaron Kabupaten Aceh
Timor”, juga masih berkaitan dengan matakuliah konservasi sumberdaya alam dan satu topik
dengan pembahasan jurnal I. Dimana pada penelitian jurnal ini bertujuan untuk mengetahui
keberadaan gajah sumatera dan kondisi habitatnya. Metode yang digunakan adalah survei
eksploratif deskriptif dengan mengamati secara langsung pada setiap area lintasan. Data yang
telah dikumpulkan dianalisis dengan menggunakan teknik SMART untuk mengetahui
keberadaan gajah liar dan kondisi habitat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kawasan
habitat yang digunakan oleh gajah memiliki frekwensi habitat yang berbeda-beda, terlihat
dari jejak gajah yang ditemukan pada jalur lintasan. Jejak gajah lebih banyak ditemukan
6
dibandingkan dengan jejak satwa liar lainnya. Jejak gajah yang ditemukan didominasi oleh
jejak kotoran sebanyak 56%, karena jejak kotoran lebih bertahan lama dari pada jejak tapak.
Di kawasan ini, gajah lebih suka bermain di hutan sekunder daripada jenis hutan lainnya,
dengan persentase temuan pada jenis hutan tersebut sebanyak 53%, karena hutan sekunder
seperti di kawasan areal perkebunan banyak menyediakan tempat bernaung dari sinar
matahari dan menyediakan pakan muda.
7
Sedangkan pada pembahasan jurnal II, pemilihan dan cakupan kajian teori meliputi :
Menurut Abdullah, dkk (2005), habitat gajah meliputi seluruh hutan di pulau sumatera, dari
Provinsi Lampung sampai ke Provinsi Aceh, dimulai dari hutan basah berlembah dan hutan
payau, dari dekat pantai sampai hutan pegunungan pada ketinggian lebih dari 2000 mdpl [5].
Undang-Undang Republik Indonesia No. 5 tahun 1999 tentang konservasi sumberdaya alam
hayati dan ekosistemnya perlu dilindungi dan dilestarikan. Gajah Sumatera secara resmi telah
dilindungi sejak 1931 dalam Ordonansi Perlindungan Binatang Liar Nomor 134 dan 226 dan
diperkuat SK Menteri Pertanian RI Nomor 234/Kpts/Um/1972 dan PP Republik Indonesia
No.7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.
8
Analisis data dilakukan secara kuantitatif dan deskriptif. Analisis vegetasi pada plot
penelitian dihitung untuk mengetahui Indeks Nilai Penting (INP) dengan menggunakan
persamaan rumus menurut Soerianegara dan Indrawan (2005); sedangkan Indeks
Keanekaragaman Jenis (H’) mengggunakan rumus Indeks Keanekaragaman Shannon.
Pada jurnal penelitian II, menggunakan penelitian kuantitatif deskriptif. Penelitian ini
merupakan penelitian kuantitatif deskriptif, yaitu dengan melakukan pengamatan langsung di
lapangan yaitu pada kawasan hutan primer, hutan skunder dan kawasan pemukiman di
Kecamatan Peunaron Kabupaten Aceh Timur. Penelitian dilaksanakan di Kecamatan
Peunaron Kabupaten Aceh Timur. Penelitian dilaksanakan pada bulan September sampai
dengan bulan Oktober 2016. Adapun teknik pengumpulan data berdasarkan data primer dan
data sekunder.
Nilai kerapatan pada setiap jenis menunjukkan bahwa terdapat nilai kerapatan yang
mencolok dari jumlah kerapatan 25 spesies yang ditemukan. Nilai kerapatan tertinggi sebesar
108.78 individu/hektar atau 27.6% untuk spesies Eleocharis dulcis atau Mendong bulat.
Perbedaan nilai kerapatan masing-masing jenis disebabkan karena adanya perbedaan
kemampuan reproduksi, penyebaran dan daya adaptasi terhadap lingkungan.
Gambaran mengenai distribusi individu pada suatu jenis tertentu dapat dilihat dari
nilai frekwensinya. Hasil pengamatan terhadap perilaku gajah saat makan, menjelajah,
berkelompok, bab (buang air besar), menggaram, dan istirahat saat di hutan rawa. Interaksi
antara gajah dan hutan rawa dapat berupa tempat naungan, berkubang, menggaram, minum,
9
pakan alami, dan lainnya; dimana interaksi ini bisa menjadi salah satu atraksi/bagian yang
menarik untuk diamati/ditampilkan kepada wisatawan yang berkunjung. Aktivitas lainnya
yang dilakukan gajah saat di hutan rawa adalah menjelajah, sebanyak 6% aktivitas gajah di
hutan rawa digunakan untuk menjelajah.
Pada jurnal penelitian II, berdasarkan hasil dan pembahasan didapatkan bahwa
Analisa sistem information geografis (SIG) yang dilakukan, menemukan tentang kondisi
habitat di Kecamatan Peunaron tentang perubahan luas areal terbuka, di dalam polygon batas
kawasan Kecamatan Peunaron, dari hasil digitasi peta citra satelit diketahui perubahan yang
dialami selama jangka waktu 10 tahun, selama satu dekade terjadi penyusutan hutan sebesar
12.726,02 hektar. Berdasarkan analisis data citra sateli, pada tahun 2006 luas lahan terbuka di
Kecamatan Peunaron sebesar 5.386,10 hektar.
Pada waktu itu, kondisi habitat di kawasan tersebut masih tergolong komplek, karena
belum banyak aktifitas manusia yang memanfaatkan hutan sebagai sumber pendapatan,
masyarakat saat itu belum leluasa beraktifitas di dalam hutan, di sebabkan karena Provinsi
Aceh sebagai daerah konflik bersenjata, yang mempengaruhi aktifitas keseharian masyarakat
oleh situasi konflik, sehingga banyak kawasan hutan terjaga dari perambahan, dan menjadi
habitat bagi satwa liar untuk bertahan hidup.
Berdasarkan temuan di lokasi sering terjadi konflik antara manusia dengan satwa liar
termasuk yang paling intens terjadi adalah dengan Gajah Sumatera dan babi hutan. Konflik
antara mausia dan Gajah Sumatera adalah masalah yang sangat berbahaya di beberapa
Negara asia dan afrika karena konflik secara langsung mengancam kehidupan manusia,
10
kerusakan perumahan dan kebun juga menjadi akibat dari konflik tersebut, kerugian tidak
hanya terjadi pada manusia namun juga terjadi pada Gajah Sumatera.
Sedangkan hasil dan pembahasan penelitian pada jurnal II, menyimpulkan bahwa
Keberadaan gajah sumatera di Kawasan Hutan Kabupaten Peunaron tidak terpusat pada satu
titik lokasi, namun tersebar ke berbagai titik berdasarkan ketersediaan pakan dan berbagai
faktor fisik lainnya yang dibutuhkan oleh gajah sumatera dalam satu habitat. Jejak gajah yang
ditemukan saat penelitian berupa kotoran, jejak tapak, bekas sisa makanan, gesekan pada
batang pohon serta patahan ranting pohon. Kondisi habitat gajah sumatera di kawasan hutan
Kecamatan Peunaron Kabupaten Aceh Timur bedasarkan software SMART menunjukkan
penurunan ketersediaan pakan yang dibutuhkan oleh gajah sumatera dalam satu habitat.
Penyebab kerusakan hutan di Kecamatan Peunaron disebabkan oleh aktifitas manusia seperti
penebangan pohon di dalam hutan, adanya pembukaan lahan oleh masyarakat, pengalihan
fungsi hutan menjadi perkebunan sawit oleh perusahaan-perusahaan.
11
BAB III
PENUTUP
Pada Jurnal II, dari hasil penelitian menunjukkan bahwa kawasan habitat yang
digunakan oleh gajah memiliki frekwensi habitat yang berbeda-beda, terlihat dari jejak gajah
yang ditemukan pada jalur lintasan. Jejak gajah lebih banyak ditemukan dibandingkan
dengan jejak satwa liar lainnya. Jejak gajah yang ditemukan didominasi oleh jejak kotoran
sebanyak 56%, karena jejak kotoran lebih bertahan lama dari pada jejak tapak. Analisis peta
citra satelit dalam kurun waktu 10 tahun menggambarkan kondisi habitat kawasan hutan di
Kecamatan Peunaron terus menyusut sebanyak 12.726,02 hektar dari total luas Kecamatan
Peunaron sebesar 75.187,45 hektar. Ancaman penyusutan hutan didominasi oleh penebangan
kayu olahan sebesar 35%, temuan kayu olahan di lapangan mencapai 346,236 m3. Aktifitas
manusia dalam kawasan habitat gajah menjadi faktor pemicu terjadinya konflik satwa
tersebut dengan manusia.
12
B. Saran
Saran yang dapat saya sampaikan bahwa semoga penelitian yang akan melakukan
selanjutnya dapata mencari referensi lain dan temuan baru yang lebih banyak lagi sehingga
hasil penelitian selanjutnya akan semakin baik dan berkembang sesuai dengan perkembangan
ilmu.
13
DAFTAR PUSTAKA JURNAL
Jurnal I
[BTNWK] Balai Taman Nasional Way Kambas. 2016. Rencana Pengelolaan Jangka Panjang
Taman Nasional Way Kambas Provinsi Lampung Periode 2017-2026. Labuhan Ratu:
Balai Taman Nasional Way Kambas.
[WWF] World Wildlife Fund. 2005. Mengenal gajah sumatera. [terhubung berkala].
https://www.wwf.or.id [26 Mei 2018].
Abdullah, Dahlian, Mukhlisin. 2013. Preferensi makan gajah sumatra (Elephas maximus
sumatranus Temminck) di kawasan hutan Cagar Alam Jantho. Jurnal Biologi Edukasi.
1(1), 65-71.
Abdullah, Japisa T. 2013. Karakteristik habitat gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus
Temminck) pada habitat terganggu di ekosistem hutan Seulawah. Jurnal EduBio
Tropika. 1(1), 57-60.
Adila N, Sasidhran S, Kamarudin N, Puan CL, Azhar B, Lindenmayer DB. 2016. Effects of peat
swamp logging and agricultural expansion on species richness of native mammals in
Peninsular Malaysia. Basic and Applied Ecology. 12, 1-10
Jurnal II
[1] Hedges, S. 2005 Distribution, status, and conservation needs of Asian elephants (Elephas
maximus) Biological Conservation in Lampung Province, Sumatra, Indonesia.
[2] Kinnaird, dkk, 2003. Deforestation Trends in a Tropical Landsacpe and Implications for
Endangered Large Mammals. Concervation Biology.
[3] MacKenzie, D. I., and M.S. Boyce. 2001. Esimation closed population size using negative
binomial models, Western Black Bear Workshop. Vol 7:21-23.
[4] BKSDA. 2007. Pengendalian Lalu Lintas Tumbuhan dan Satwa Liar. Balai Konservasi
Sumber Daya Alam Aceh. http://www.ksda-Aceh.go.id, Departemen Kehutanan RI.
2007 Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Gajah Sumatra dan Gajah Kalimantan
2007-2017. Jakarta: Ditjen PHKA Departemen Kehutanan RI.
14