Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PRAKTIKUM

EKOLOGI PERILAKU SATWA LIAR


ACARA 1
EKOLOGI DAN KARAKTERISTIK HABITAT BURUNG KAKATUA
KECIL JAMBUL KUNING (Cacatua Sulphurea) BURUNG GOSONG
(Megapodius Bernsteini) DAN KELELAWAR (Chiroptera) DI KAWASAN
TANJUNG PASIR TAMAN BURU PULAU MOYO

Nama : Atika Mawaddah

NIM : C1L020019

Kelompok : 4

JURUSAN KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MATARAM
2022
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan praktikum ini, yang dibuat oleh :

Nama : Atika Mawaddah

Nim : C1L020019

Program Studi : Kehutanan

Fakultas : Pertanian

Judul Laporan : Ekologi dan Karakteristik Habitat Burung Kakaktua Kecil Jambul
Kuning (Cacatua sulphurea) Burung Gosong ( Megapodius Bernsteini) dan Kelelawar
(Hipposideros sp) di Kawasan Tanjung Pasir Taman Buru Pulau Moyo.

Laporan praktikum ini disusun dan disahkan sebagai syarat untuk memenuhi nilai
dan syarat lulus pada mata kuliah Ekologi dan Perilaku Satwa Liar.

Mataram, 23 Mei 2022

Menyetujui,

CO. Asistens, Asistens Praktikum,

Muhamad Ayub Aminullah Reza Maulana

C1L017065 C1L018057
KATA PENGANTAR

puji syukur kehadirat Allah SWT. berkat rahmat dan hidayah-Nya kami dapat
menyelesaikan laporan praktikum ini. tak lupa shalawat dan salam kami curahkan kepada
nabi Muhammad SAW. beserta keluarganya, sahabatnya, dan kita ummatnya hingga
akhir zaman.
laporan ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ekologi Perilaku Satwa
Liar. Dengan kajian, mengenai karateristik burung gosong, burung jambul kuning, dan
kelelawar.
Saya menyadari bahwa dalam laporan praktikum ini masih terdapat kekurangan.
Untuk itu, saya menerima atas kritik dan saran pembaca. semoga laporan praktikum ini
dapat bermanfaat khususnya bagi bagi pembaca.

Mataram, 23 Mei 2022

Penyusun
DAFTAR ISI

Halaman

COVER 1
HALAMAN PENGESAHAN 2
KATA PENGANTAR 3
DAFTAR TABEL 4
DAFTAR GAMBAR 5
I. PENDAHULUAN 4
1.1 Latar Belakang 5
1.2 Tujuan 6
1.3 Manfaat 6
II. TINJAUAN PUSTAKA 4
2.1 Habitat 5
2.2 Satwa Liar 6
2.3 Ekologi Burung Gosong (Megapodius Reinwartditi) 6

2.4 Ekologi Kakaktua Jambul Kuning (Cacatua Suiphurea) 6


2.5 Ekologi Kelelawar (Chiroptera) 6

III. KONDISI UMUM LOKASI PRAKTIKUM 4


3.1 Sejarah Kawasan 5
3.2 Letak dan Luas Kawasan 6
3.3 Kelembagaan 6

3.4 Peta kawasan/Zonasi Kawasan 6


IV. METODOLOGI PRAKTIKUM 4
4.1 Waktu dan Tempat 5
4.2 Alat dan Bahan 6
4.3 Metode Pengambilan Data 6

4.4 Analisis Data 6

V. HASIL DAN PEMBAHASAAN 4


5.1 Karateristik Sarang Burung Gosong (Megapodius Reinwartditi)6

5.2 Karateristik Habitat Jambul Kuning (Cacatua Suiphurea) 6


5.3 Karateristik Habitat dan Morfologi Kelelawar (Chiroptera) 6

VI. PENUTUP 4
6.1 Kesimpulan 5
6.2 Saran 6

DAFTAR PUSTAKA 6

LAMPIRAN 6
DAFTAR TABEL

Halaman

COVER 1
HALAMAN PENGESAHAN 2
KATA PENGANTAR 3
DAFTAR TABEL 4
DAFTAR GAMBAR 5
I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kawasan Konservasi atau kawasan yang dilindungi ditetapkan oleh pemerintah


berdasarkan berbagai macam kriteria sesuai dengan kepentingannya. Pulau Moyo
meskipun kecil, pulau yang sepi namun memiliki kekayaan alam yang luar biasa ini,
berhasil memikat beberapa orang "besar" sekaliber Lady Diana dan Mick Jagger untuk
berlibur. Pulau Moyo, sebuah pulau kecil yang terletak di sebelah utara Pulau Sumbawa,
Propinsi Nusa Tenggara Barat. Melihat keindahan pantai, laut dan alamnya, memang
menawarkan ketenangan bagi penikmat keindahan alam bebas dan bawah laut.

Pulau Moyo memiliki variasi ketinggian dari 0-648 m di atas permukaan laut.
Sebagai penanda masih lestarinya pulau seluas kurang lebih 30.000 hektar ini, ratusan
kupu-kupu akan terlihat dari balik semak belukar, pepohonan atau ditengah padang
savana. Pulau ini juga dihuni 21 jenis kelelawar, burung, macaque, babi liar, rusa dan
ular. Dengan kondisi alam yang masih sangat alami.

Pulau Moyo juga merupakan surga bagi pencinta burung. Dari 124 spesies burung
yang terdapat di Sumbawa, 86 jenis di antaranya berada di pulau ini.. Spesies burung
langka juga bisa Anda temukan di sini. Diantaranya adalah Kakatua berkepala kuning
serta burung Gosong. Burung yang terakhir, memang unik karena mengandalkan
tanaman dan ranting untuk menghasilkan panas selama masa inkubasi telurnya. Namun,
keberadaannya mulai terancam dari tahun 2012 hingga kini dkarenakan kurang edukasi
untuk masyarakat sekitar, selain itu kurangnya jumlah pengawasan sehingga kawasan ini
menjadi kawasan konservasi.

Pengamatan ini penting dilakukan untuk mengetahui wilayah jelajah, perilaku,


habitat, dan morfologi burung kakatua, burung gosong dan kelelawar.

1.2. Tujuan praktikum

Adapun tujuan praktikum ini adalah :

1. Mengetahui karateristik habitat kakatua.


2. Mengetahui karateristik gundukan sarang gosong.
3. Mengetahui karateristik habitat dan morfologi kelelawar
II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Habitat

Habitat adalah suatu lingkungan dengan kondisi tertentu yang dapat mendukung
kehidupan suatu spesies secara normal. Menurut Odum (1993), habitat merupakan suatu
kawasan berhutan maupun tidak berhutan yang menjadi tempat ditemukannya organisme
tertentu. Sehingga, setiap habitat satwaliar akan didukung oleh komponen biotik dan
abiotik yang disesuaikan dengan kebutuhan satwaliar tersebut, seperti air, udara, iklim,
vegetasi, mikro dan makrofauna juga manusia (Alikodra 2002). makhluk hidup tidak
dapat lepas dari lingkungannya baik itu makhluk hidup lainnya (biotik) maupun makhluk
tak hidup (abiotik). Dengan interaksi antara kedua komponen tersebut, ekosistem akan
selalu tumbuh berkembang sehingga menimbulkan perubahan ekosistem (Latifah 2005).

Di dalam lingkungan terjadi interaksi kisaran yang luas dan kompleks. Ekologi
merupakan cabang ilmu biologi yang menggabungkan pendekatan hipotesis deduktif,
yang menggunakan pengamatan dan eksperimen untuk menguji penjelasan hipotesis dari
fenomena-fenomena ekologis (Supriatno 2001).

Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik
antara makhluk hidup dengan lingkungannya dan antara komponen komponen tersebut
terjadi pengambilan dan perpindahan energi, daur materi dan produktivitas (Supriatno
2001).

Ekologi mempunyai tingkatan pengkajian yaitu unsure biotik dan abiotik.


Lingkungan meliputi komponen abiotik seperti suhu, udara, cahaya dan nutrient. Yang
juga penting pengaruhnya kepada organisme adalah komponen biotik yakni semua
organisme lain yang merupakan bagian dari lingkungan suatu individu (Rahardjanto
2001).

2.2. Satwa Liar

Keanekaragaman satwa liar Indonesia sangat beragam sehubungan dengan variasi


keadaan tanah, letak geografi, dan keadaan iklim. Hal ini ditambah pula dengan
keanekaragaman tumbuhan sebagai habitat satwa, Indonesia sebagai salah satu negara
yang memiliki hutan tropika yang sangat luas dan merupakan gudang keanekaragaman
biologis yang penting di dunia, karena didalamnya terdapat sumber daya alam hayati
lebih dari 25 ribu. jenis tumbuhan berbunga dan 400 ribu jenis satwa duratan serta
berbagai perairan yang belum banyak diketahui (Departemen Kehutanan, 1991).

Primata merupakan salah satu jenis satwa liar yang sangat menarik untuk diamati
dan diteliti. Dari 250 jenis primata tersebar di seluruh dunia, 35 jenis primata tersebut
tidak ditemukan dimanapun di dunia. Satwa-satwa saat ini terancam punah karena
habitatnya. menyempit sebagai akibat aktivitas manusia antara lain, perburuan liar, dan
penebangan hutan. secara besar-besaran tanpa memperhatikan azas kelestarian. Untuk
mempertahankan hidupnya, satwa liar membutuhkan keseimbangan ekosistem
(Djuwantoko, 2000).

Wilayah jelajah merupakan total area yang digunakan oleh sekelompok binatang
didalam melaksankan aktivitasnya selama periode tertentu. Menurut Kappeler (1981)
indikasi untuk membatasi wilayah jelajah adalah dengan melihat jalur yang dipilih setiap
kelompok selama penjelajahan. Berdasarkan hasil pengamatan, monyet ekor panjang
memiliki daerah wilayah jelajah di sekitar arboretum hutan bambu rektorat. Luas wilayah
jelajah kelompok Macaca fascicularis adalah 200 m². Wilayah jelajah relatif tidak luas
disebabkan oleh keragaman jenis makanan yang rendah, populasi yang rendah serta
habitat yang tidak terlalu besar (Kartono, A. P. dan Y. Santosa, 1995). Menurut Alikodra
(1990) perilaku adalah kebiasaan-kebiasaan satwaliar dalam aktivitas hariannya seperti
sifat kelompok, waktu aktif, wilayah pergerakan, cara mencari makan, cara membuat
sarang, hubungan sosial, tingkah laku bersuara, interaksi dengan spesies lainnya.

2.3. Ekologi Burung Gosong (Megapodius Reinwartditil)

Burung Gosong kaki-merah (M. reinwardt) merupakan salah satu jenis burung
yang dilindungi undang-undang Indonesia yang tertera dalam lampiran Peraturan
Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa
dimana terdapat 93 jenis burung yang dilindungi. Dalam daftar merah IUCN burung
Gosong kaki-merah (M. reinwardt) termasuk dalam ketegori resiko rendah (Least
Concern). Keberadaan burung Gosong kaki-merah (M. reinwardt) di alam, tidak lepas
dari ancaman perburuan manusia yang memanfaatkan daging serta telurnya untuk
dikonsumsi ataupun dijual. Selain itu keberadaan predator seperti Biawak (Varanus
salvator) serta kerusakan habitat akibat ulah manusia ataupun kerusakan yang terjadi
secara alami, juga mengancam kelestarian dan mempengaruhi populasi burung Gosong
kaki-merah (M. reinwardt) (Aminy, et al. 2013).

Burung Gosong kaki-merah (M. reinwardt) membangun sarang dari sampah


daun dan ranting busuk yang dibuat menjadi gundukan. Gundukan tersebut digunakan
untuk bertelur dan mentaskan telur-telurnya. Kondisi gundukan sarang akan
mempengaruhi keberhasilan penetasan burung Gosong kaki-merah (M. reinwardt),
sehingga karakteristik gundukan sarang penting untuk diketahui. Informasi mengenai
karakteristik gundukan sarang dan populasi dari burung Gosong kaki-merah (M.
reinwardt) di Taman Buru Pulau Moyo masih terbatas. Sehingga penetlitian tentang
karakteristik gundukan sarang dan populasi burung Gosong kaki-merah (M. reinwardt)
khususnya di kawasan Tanjung Pasir Taman Buru Pulau Moyo diharapkan dapat
memperkaya dan menambah informasi yang ada. (Yuningsih dkk., 2018).
2.4. Ekologi Burung Kakatua Jambul Kuning (Cacatua Suiphurea)

Burung merupakan anggota kelompok hewan bertulang belakang. Burung ini


merupakan salah satu satwa yang memiliki mobilitas yang tinggi. Secara ekologi
memiliki peran penting diantaranya sebagai komponen penyusun rantai makanan,
membantu proses penyerbukan dan penyebaran biji yang berguna untuk
meregenerasi hutan secara alami (McKinnon, 2010). Keberadaan burung dapat
dijumpai pada berbagai tipe habitat dan menjadi indikator kualitas lingkungan.
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman
spesies burung yang sangat tinggi di dunia. Menurut Burung Indonesia (2017)
Indonesia memiliki 1769 jenis burung yang terdiri dari 435 spesies dilindungi, 512
spesies endemik dan 448 spesies dengan sebaran terbatas. Tingginya angka
keragaman spesies burung di Indonesia, memerlukan suatu upaya pelestarian dalam
rangka menjaga kelestarian dan menghindarkannya dari kepunahan. Salah satu
upaya tersebut adalah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah
menetapkan salah satu program dalam rencana strategis 2015– 2019 yaitu program
Konservasi Keanekaragaman Hayati dan Perlindungan Hutan. Saat ini pemerintah
telah menetapkan 25 spesies satwa prioritas yang harus meningkat populasinya di
alam. Salah satu spesies tersebut adalah Burung Kakatua Kecil Jambul Kuning
(Cacatua sulphurea occidentalis). (Huzairi dkk., 2018).
Keberadaan populasi Kakatua Kecil Jambul Kuning di habitat alami dengan
kondisi habitat yang sempit dilaporkan mengalami penurunan pada setiap periodenya.
Kondisi tersebut menjadikannya prioritas dalam upaya pengawetan jenis
keanekaragaman hayati. Di tingkat nasional, spesies ini telah dilindungi oleh
Pemerintah Indonesia sejak tahun 1997 melalui Keputusan Menteri Kehutanan nomor
350/Kpts-II/1997 dan mencantumkannya sebagai satwa dilindungi berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999. Menurut Bird Life International (2000),
spesies ini oleh IUCN dikategorikan sebagai spesies yang berstatus “genting”
(critically endangered) dan termasuk ke dalam kategori Appendiks I CITES. Menurut
Widada (2015) jumlah populasi Kakatua Kecil Jambul Kuning (C. sulphurea
occidentalis) di NTB yang tersisa di alam diduga hanya tersisa 132 ekor dan populasi
beresiko mengalami penurunan jumlah populasi. Kondisi populasi tersebut tidak
terlepas dari kondisi habitat yang terus mengalami tekanan kerusakan.. Salah satu
kawasan yang menjadi habitatnya adalah Kawasan Taman Buru Pulau Moyo yang
terletak di Kabupaten Sumbawa Provinsi Nusa Tenggara Barat. (Huzairi dkk., 2018).
2.5. Ekologi Kelelawar (Chiroptera)
Kelelawar merupakan satu-satunya mamalia yang dapat terbang. Kelelawar
merupakan jenis mamalia kecil yang berkembang biak dengan cara melahirkan anak.
Ciri umum pada kelelawar yaiu mencari makan pada malam hari dan beristirahat
pada siang hari, sehingga secara umum kelelawar dikatakan sebagai satwa nocturnal.
Kelelawar memiliki kemampuan mendeteksi keadaan lingkungan sekitar
menggunakan sistem sonar (frekuensi ultrasonik) dikenal dengan nama ekolokasi.
Fungsi ekologi kelelawar adalah menjaga keanekaragaman hutan dengan
aktivitasnya sebagai pemencar biji dan penyerbuk bunga bagi vegetasi hutan.
Beberapa jenis kelelawar memilih gua sebagai habitanya tempat berlindung dan
berkembang biak. Salah satu lokasi yang teridentifikasi sebagai habitat kelelawar
adalah gua Tanjung Pasir Taman Buru Pulau Moyo. (Arjunari dkk., 2018).
III KONDISI UMUM LOKASI PRAKTIKUM

3.1. Sejarah Kawasan

Pulau Moyo adalah salah satu destinasi wisata yang secara administratif berada di
Desa Labuhan Haji Desa Sebotok Kecamatan Labuhan Badas, Kabupaten Sumbawa
Provinsi Nusa Tenggara Barat. Pulau moyo merupakan sebuah pulau yang terdapat 2,5
km di sebelah utara Pulau Sumbawa. Pulau ini awalnya adalah kawasan suaka
margasatwa kemudian oleh pemerintah di tetepkan sebagai Taman wisata laut dan Taman
buru. Taman Buru dan Taman Wisata Alam Laut ditetapkan melalui Surat Keputusan
Menteri Kehutanan Nomor 308/Kpts-II/1986 tanggal 29 September 1986 dengan luas
22.460 Ha Taman Buru dan 6.000 Ha Taman Wisata Alam Laut.

Taman buru pulau moyo mempunyai keaneka ragaman hayati cukup tinggi baik flora
maupun faunanya. Di kawasan tersebut satwa yang ditetapkan sebagai satwa buru adalah
rusa Timor, sapi liar, dan babi hutan. Sementara berbagai jenis burung yang tergolong
langka dan dilindungi Undang – undang, tidak boleh diburu, diantaranya Kakatua jambul
kuning, Burung Gosong, Koakiau, Beo Sumbawa, dan lain-lain.

3.2. Letak dan Luas Kawasan

Moyo (ejaan lama Mojo ) adalah sebuah pulau di provinsi Nusa Tenggara Barat ,
Indonesia. Terletak di lepas pantai utara Pulau Sumbawa , dan memiliki luas 349 km 2 .
Pulau Moyo terletak di Kabupaten Sumbawa di provinsi Nusa Tenggara, tepat di utara
Sumbawa. Pulau ini memiliki luas 32.044 hektar, sekitar 8° selatan khatulistiwa. Pulau
ini diusulkan sebagai bagian dari Taman Nasional Moyo Satonda bersama dengan Pulau
Satonda.

Pulau ini sebagian besar tidak berpenghuni dan tidak diketahui oleh sebagian besar
wisatawan; penduduknya sekitar 1000 jiwa yang tersebar di 6 desa, semuanya hidup dari
nelayan dan bertani. Pada tahun 1986 Taman Nasional didirikan untuk melestarikan dan
melindungi vegetasi yang luar biasa, keunikannya dan banyak spesies hewan (burung,
kelelawar, monyet, babi hutan, rusa) dan Cagar Alam Laut dengan tujuan melestarikan
terumbu karang yang masih alami di sekitar pulau.

3.3. Kelembagaan

Pemerintah daerah Kabupaten Sumbawa Barat telah berkerja sama dengan PT Nop
dan PT Esl mampu menjadikan sebuah kawasan wisata yang dahulu minim akan sebuah
fasilitas dijadikan sebuah kawasan wisata yang bertaraf nasional, perubahan
pengembangan kawasan wisata ini menjadikan masyarakat disekitar daerah tersebut
mampu ikut bekerja sama dalam menjaga, maupun membangun kawasan itu. kerjasama
yang baik akan menjadikan masyarakat, pemerintah daerah dan swasta akan
mendapatkan hasil yang maksimal. Pembangunan-pembangunan infrastruktur yang
selama ini kurang mendapatkan perhatian dari pemerintah daerah mampu ditutupi oleh
pihak swasta, hal seperti ini diharapkan bisa menjadikan sebuah kerjasama yang sinergi
dan kooperatif. Pelaksanaan pengelolaan dan pengembangan tersebut dapat dilakukan
melaui pola kerjasama berdasarkan peraturan perundangan yang sesuai dengan aspek
pembangunan, pengusahaan dan pembinaan serta pengawasan seperti yang di atur dalam
UU No. 9 tahun 1990 tentang pariwisata. Dari penjelasan tentang pentingnya kemitraan
atau kerjasama antara masyarakat, pemerintah daerah dan swasta untuk meningkatkan
sebuah pengembangan kawasan wisata diharapkan mampu mewujudkan kepemerintahan
yang baik (good governance), efektifitas dan efisiensi yang seharusnya dicapai dalam
pembangunan diharapkan mampu dijalankan pemerintah daerah untuk mencapai visi dan
misi daerah. pariwisata diharapkan mampu menjadikan devisa daerah ketika otonomi
daerah dijalankan, kepala daerah dan perangkat-perangkatnya harus bekerja lebih keras
untuk memenuhi pelayan dan, keuangan dan sebagainya yang bersangkutan dengan tata
jalannya pemerintahan daerah. Di Pulau Moyo ternyata terdapat pondok wisata milik
Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA). Tapi kondisinya kurang terawat dan
kosong melompong. Letaknya tidak jauh dari Dermaga Labuan Aji, ditepi pantai
menghadap matahari terbenam.

3.4. Peta Kawasan / Zonasi kawasan


Gambar 3.4.1. zona kawasan pulau moyo
IV METODOLOGI PRAKTIKUM

4.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 14 dan 15 bertempat di Tanjung Pasir


Taman Buru Pulau Moyo, Kabupaten Sumbawa, Provinsi Nusa Tenggara Barat.

4.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah jaring kabut (mist net), kaca
pembesar, hygrometer, thermometer, luxmeter, caliper, penggaris, GPS, timbangan,
sarung tangan, senter kepala, meteran, parang, kamera, jam, tally sheet, karung dan alat
tulis. Sedangkan objek penelitian ini adalah kelelawar dan habitatnya yaitu Gua Tanjung
Pasir Taman Buru Pulau Moyo.
4.3 Metode Pengambilan Data

4.3.1 Metode Pengambilan Data Burung Gosong

Pengambilan data populasi burung Gosong kaki-merah (M. reinwardt)


menggunakan metode kombinasi antara transek jalur (strip transect) dengan metode
titik hitung. Pengamatan dilakukan selama 2 hari (Panggur, 2008) pada pagi hari dari
pukul 10:00–12:00 WITA (Aminy, et al. 2013). Pelaksanaan pengamatan dilakukan
dengan berjalan sepanjang transek dengan kecepatan konstan, memeriksa setiap sisi
dari garis yang dijalani, kemudian berhenti dan mencatat ketika ada perjumpaan
langsung dengan satwa liar yang berada dalam lebar jalur pengamatan. Menurut
Fachrul (2012), jumlah individu terbesar yang ditemui dari seluruh rangkaian
pengamatan diasumsikan sebagai jumlah individu yang mewakili satu kelompok,
sedangkan apabila jumlah individu terkecil yang ditemui diasumsikan bahwa individu
yang lain tidak terlihat saat pengamatan.

Pengambilan data karakteristik sarang menggunakan metode pengukuran, yang


terdiri dari beberapa parameter. Penentuan parameter karakteristik gundukan sarang
burung Gosong kaki-merah (M. reinwardt) mengacu pada penelitian Panggur (2008)
yaitu, parameter fisik dan kimia sarang. Parameter fisik gundukan sarang terdiri dari
dimensi sarang, suhu, kelembaban dan intensitas cahaya. Variabel-variabel yang
diukur untuk mengetahui dimensi gundukan sarang yaitu diameter, kedalaman, tinggi
total sarang dan jumlah lubang sarang. Sedangkan parameter kimia sarang yaitu tekstur
penyusun gundukan sarang, pH tanah, kadar air substrat dan kandungan bahan organik
penyusun sarang. Pengukuran dilakukan langsung dengan mengambil sampel tanah
pada kedalaman 150 cm pada tiap sarang (Purnama, 2017), menggunakan sendok
semen dan disimpan dalam kontong plastik, kemudian dianalisis di Laboratorium
Tanah, Pupuk dan Air, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nusa Tenggara
Barat.

Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk deskriptif dan kuantitatif. Dalam
penelitian ini aspek yang dianalisis secara kuantitatif yaitu rata-rata suhu dan
kelembaban harian, nilai kadar air substrat dan kepadatan populasi.
4.3.2 Metode Pengambilan Data Burung Jambul Kuning

Pengambilan data karakteristik habitat Kakatua Kecil Jambul Kuning (Cacatua


sulphurea occidentalis) meliputi:

 Parameter pohon bertengger


Dilakukan beberapa pengukuran pohon antara lain jenis pohon, diameter
setinggi dada (DBH), luas tajuk dan diukur ketinggian bertengger.

 Parameter fisik lingkungan


Pengukuran parameter fisik lingkungan dilakukan pada pohon yang dijadikan
tempat makan, istirahat/bertengger. adapun yang diukur dan diamati dalam penelitian
ini meliputi pengukuran suhu, kelembaban dan intensitas cahaya matahari.
Pengukuran dilakukan sebanyak 1 kali sehari yakni pada sore hari dan dilakukan
selama setengah hari.

 Parameter vegetasi sekitar

Pengambilan data vegetasi menggunakan metode petak tunggal. Petak tunggal dibuat pada
lokasi vegetasi yang digunakan oleh kakatua, dengan petak berukuran 20x20 meter untuk tingkat
pohon dan ukuran 10x10 meter pada tingkat tiang Data yang diambil adalah data jenis, tinggi,
diameter dan jumlah pada tingkat pohon dan tiang (Akbar, 2016).
4.3.3 Metode Pengambilan Data Kelelawar

Metode pengumpulan data dilakukan dengan metode trapping, penangkapan


kelelawar menggunakan jaring kabut atau mist net yang diletakkan di mulut gua.
Pemasangan dilakukan pada pagi menjelang hari yakni pada pukul 11.00 (30 menit
sebelum kelelawar keluar dari gua) dan diangkat setelah kelelawar keluar dari dalam
gua. Jika kelelawar yang sudah terperangkap lebih dari 1 - 5 individu, perangkap
dapat ditutup (Prasetyo dkk. 2011).
Pengambilan jumlah sampel kelelawar untuk identifikasi jenis yaitu 3 individu
per jenis. Jumlah sampel yang diambil tersebut cukup mewakili untuk
mengidentifikasi jenis kelelawar di habitat gua. Pertimbangan lainnya dalam
pengambilan jumlah sampel yaitu tetap terjaganya kelestariannya kelelawar (Devis
dkk. 2002).
Untuk melakukan identifikasi jenis, dalam penelitian ini juga dilakukan
pengukuran morfometri meliputi berat badan, panjang badan, lebar sayap, panjang
telinga, panjang ekor dan panjang kaki. Karekteristik morfologi tersebut kemudian
dicocokkan menggunakan kunci determinasi oleh Suyanto (2001).
Untuk data karakteristik habitat parameter yang di amati antara lain : suhu
dan kelembaban, kondisi dalam gua, lebar, tinggi dan kedalaman goa, intensitas
cahaya matahari, tumbuhan serta satwa lain didalam gua (Suyanto,2001).
Pengukuran karakteristik habitat seperti pengukuran suhu, kelembaban dan
intensitas cahaya dilakukan tiga kali dalam sehari selama 5 hari (Fatem dkk. 2006).
4.4 Analisis Data
4.4.1 Analisis Data Burung Gosong

a. Untuk menghitung rata – rata tinggi gundukan sarang burung gosong adalah:
t 1+t 1
t=
2
b. Untuk menghitung rata – rata diameter gundukan sarang burung gosong
adalah:
Rumus mencari diameter yaitu :
D 1+ D2
Ds=
2
Rumus rata – rata diameter yaitu :

Ds 1+ Ds2
Ds=
2
c. Untuk menghitung rata – rata diameter lubang masuk (Dm) adalah :

Dm 1+ Dm 2
Dm=
2
4.4.2 Analisis Data Burug kakatua jambul kuning

a. Untuk menghitung rata – rata diameter pohon tengger burung kakatua


jambul kuning adalah:
D 1+ D2
D=
2
b. Untuk menghitung rata – rata tinggi pohon tengger burung kakatua jambul
kuning adalah:
Rumus tinggi keseluruhan pohon yaitu :
t 1+ t 2
Tt =
2
Rumus tinggi dari tanah tempat burung bertengger yaitu :
t 1+t 2
Tb=
2
c. Untuk menghitung rata – rata lebar tajuk pohon tengger burung kakatua
jambul kuning adalah :
¿ 1+¿ 2
¿=
2
4.4.3 Analisis Data Burug kelelawar

a. Untuk menghitung rata – rata berat badan (BB) kelelawar adalah:


BB 1+BB 2+ BB3
BB=
3
b. Untuk menghitung rata – rata panjang badan (PB) adalah:
PB1+ PB 2+ PB3
PB=
3
c. Untuk menghitung rata – rata lebar sayap (LB) adalah :
LB 1+ LB2+ LB 3
LB=
3
d. Untuk menghitung rata – rata panjang telinga (PT) adalah :
PT 1+ PT 2+ PT 3
PT =
3
e. Untuk menghitung rata – rata panjang ekor (PE) adalah :
PE1+ PE 2+ PE3
PE=
3
f. Untuk menghitung rata – rata panjang kaki (PK) adalah :
PK 1+ PK 2+ PK 3
PK =
3
V HASIL DAN PEMBAHASAAN

5.1. Karateristik Sarang Burung Gosong (Megapodius reinwartditi)

Karakteristik fisik gundukan sarang merupakan salah satu parameter penting


yang perlu diketahui. Data karakteristik fisik gundukan sarang burung Gosong kaki-
merah (M. reinwardt) di kawasan Tanjung Pasir, Taman Buru Pulau Moyo disajikan
pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1 Karateristik Fisik gundukan sarang burung Gosong kaki-merah


(M.reinwardt)
Karakteristik Fisik Nilai Nilai Rat
o Gundukan Sarang Minimum Maksimum a-Rata
Diameter sarang 10 cm 7,4 cm 13,7
cm
Diameter lubang masuk 1,5 cm 4,2 cm 3,6
cm
Tinggi gundukan 88 cm 90 cm 133
cm
Kedalaman 42 cm - 42
cm
Jumlah lubang 15 - 15
Suhu di luar Sarang 32,8 0C - 32,8
0
C
Suhu di dalam Sarang 31,0 0C - 31,0
0
C
Intensitas 38,56 lux - 38,56 lux
cahaya

Berdasarkan hasil observasi langsung di lapangan, dapat diketahui bahwa rata -


rata jumlah gundukan sarang burung Gosong kaki-merah (M. reinwardt) di kawasan
Tanjung Pasir yaitu 13,7 sarang, rata – rata diameter sarang adalah 13,7 m, diameter
lubang masuk adalah 3,6 m, rata – rata tinggi gundukan adalah 133 m, rata – rata
kedalaman adalah 42 cm, rata – rata jumlah lubang adalah 15, rata – rata suhu diluar
sarang adalah 32,8 0C, rata – rata jumlah lubang adalah 15, rata – rata suhu didalam
sarang adalah 32,8 0C, dan rata – rata intesintas cahaya adalah 38,56 lux. Gundukan
burung Gosong kaki-merah (M. reinwardt) yang berada kawasan Tanjung Pasir
Taman Buru Pulau Moyo dapat dilihat pada Gambar 5.1.

Gambar 5.1 Gundukan Sarang Burung Kaki-Merah (Megapodius reinwardt)

5.2. Karateristik Burung Jambul Kuning (Cacatua sulphurea occidentalis)

Berdasarkan hasil pengamatan dilapangan didapatkan 2 jenis pohon yang


digunakan sebagai tempat bertengger oleh Kakatua Kecil ini yaitu Asam (Tamarindus
indica) dan Ketimus (Binomculstonia spekribili). Jumlah pohon yang ditenggeri oleh
Kakatua Kecil Jambul Kuning berjumlah 2 pohon dengan persebaran 2 pohon di jalur
satu dan 1 pohon di jalur dua. Jenis- jenis pohon ini disukai Kakatua karena memiliki
ukuran tajuk yang tinggi dan tutupan tajuk yang teduh. Sehingga sangat cocok bagi
Kakatua untuk bertengger dan beristirahat pada pohon tersebut.

Tabel 5.2. Karateristik habitat burung kakatua jambul kuning


Karakteristik vegetasi Asam Ketimus Rata-
o tempat Rata
Diameter 63,69 cm 53 cm 57,98
dan 57,32 cm cm
Tinggi 15 m 20 m 25 cm
Lebar Tajuk 40 cm 7 cm 43,5
cm
Ketinggian dari tanah 10 m 12 m 16 m

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata – rata diameter pohon adalah 57,98
cm, rata – rata tinggi pohon 25 cm, rata - rata lebar tajuk adalah 43,5 cm, dan rata –
rata ketinggian pohon yang bertengger dari tanah adalah 16 m.

5.3. Karakteristik Habitat dan Morfometri Kalelawar (Chiroptera)


R. amplexicaudatus merupakan jenis kelelawar yang termasuk dalam
kelompok anak bangsa Megachiroptera yaitu golongan kelelawar berukuran tubuh
besar dan pemakan tumubuhan (buah). R. amplexicaudatus masuk dalam family
Pteropididae yaitu kelompok kelelawar yang memiliki cakar pada jari kedua.
Menurut Suyanto, (2001), di Indonesia anggota suku Pteropidae terdiri dari 21
marga dan 72 jenis. Spesies kelelawar R. amplexicaudatus dapat dilihat pada
Gambar 5.2.1.

Gambar 5.2.1 jenis kelelawar R. amplexicaudatus


R. amplexicaudatus memiliki ciri-ciri mata relatif besar yaitu berukuran
0,475 mm dan bola mata berwarna hitam, R. amplexicaudatus memiliki cakar pada
jari kedua, cakar pada jari kedua tajam dan relatif pendek, cakar pada jari kedua ini
digunakan untuk bertengger di langit-langit gua. Ujung telinga berbentuk tumpul,
pada telinga R. amplexicaudatus tidak memiliki tragus atau antitragus. Tragus
adalah bagian yang menonjol dari dalam daun telinga, berbentuk seperti tongkat.
Sedangkan antitragus adalah suatu bagian yang menonjol dari luar daun telinga
(Suyanto, 2001). Pada memberan sayap memiliki warna hitam keabu-abuan.
Memberan sayap membentang keseluruh samping badan sampai ke ujung tangan
dan kaki. Memberan pada ekor berbentuk huruf U, ekor berada diluar tidak
terbenam dalam selaput memberan. Pada selaput kulit antar paha tidak berkembang
sehingga ekor pada R. amplexicaudatus ini relatif pendek. Pada kaki memiliki cakar
yang tajam disetiap jari-jarinya. Bentuk muka dan kepala R. amplexicaudatus
hampir mirip dengan muka dan kepala anjing, bentuk moncong yang relatif panjang.
Memiliki gigi geraham yang tumpul dan gigi taring berjumlah dua masing-masing
atas dan bawah, gigi taring berbentuk runcing dan tajam. Hal ini sesuai dengan
Suyanto (2001), yang menyatakan bahwa R. amplexicaudatus memiliki bentuk
muka seperti anjing, moncong yang panjang, mata besar tidak memiliki tragus atau
antitragus dan gigi seri pada ujungnya terbelah dua.
P. atrox merupakan jenis kelelawar yang termasuk dalam kelompok anak
bangsa Microchiroptera yaitu golongan kelelawar berukuran tubuh kecil dan
pemakan serangga. P. atrox masuk dalam family Vespertilionidae. Menurut
Suyanto, (2001) di Indonesia anggota suku Vespertilionidae terdiri dari 14 marga
dan 63 jenis. Spesies kelelawar P. atrox dapat dilihat pada Gambar 5.2.2

Gambar 5.2.2 kelelawar Phoniscus atrox

P. atrox memiliki ciri-ciri yaitu memiliki mata relatif kecil berukuran 0,16
mm dan bola mata berwarna hitam. Pada telinga kiri dan kanan umumnya terpisah
memiliki tragus dan tidak memiliki antitragus, ujung telinga berbentuk runcing,
Sedangkan bentuk tragus yang menonjol yaitu lancip dengan ujung yang berntuk
runcing. Tidak memiliki cakar pada jari kedua. Bentuk gigi taring yang tajam
berukuran relaif kecil, gigi taring masing-masing berjumlah dua pada bagian atas
dan bagian bawah. P. atrox memiliki ciri umum lainnya yaitu memiliki ekor
terbenam semua dalam selaput kulit antar paha. Ekor memiliki bentuk seperti huruf
V. Lipatan kulit sekitar hidung tidak ada. Pada memberan sayap memiliki warna
hitam keabu-abuan. Memberan sayap membentang keseluruh samping badan
sampai ke ujung tangan dan kaki. Pada kaki memiliki cakar yang tajam disetiap jari-
jarinya. Sedangkan pada sayap tidak memiliki cakar pada jari kedua. Warna bulu
pada P. atrox yaitu hitam keabu-abuan kecoklatan dan kuning keemasan pada
ujung bulu sehingga kelihatan lurik bulu yang tumbuh disekitar tubuh lebat dan
tebal. Menurut Suyanto (2001) P. atrox memiliki warna bulu lurik dimulai dari
pangkal berturut-turut kelabu, coklat, coklat kehitaman/hitam dan kuning
keemaasan pada ujungnnya serta sayap dan telinga berwarna kehitaman kontras.

R. philippinensis merupakan jenis kelelawar yang termasuk dalam kelompok


anak bangsa Microchiroptera yaitu golongan tubuh kelelawar berukuran tubuh kecil
dan pemakan serangga. R. philippinensis masuk dalam famili Rhinolphidae.
Menurut Suyanto (2001), di Indonesia anggota suku Rhinolphidae hanya terdiri dari
1 genus dan 19 jenis. Spesies kelelawar R. philippinensis dapat dilhat pada Gambar
5.2.3.

Gambar 5.2.3 kelelawar jenis R. philippinensis


R. philippinensis memiliki ciri-ciri mata realtif kecil berukuran 0,25 mm dan
bola mata berwarna hitam. R. philippinensis memiliki daun hidung sangat kompleks
dan memiliki sella. Sella adalah bagian taju penghubung daun hidung tengah
(Suyanto, 2001). Daun hidung belakang yang berbentuk segitiga, daun hidung
tengah dan daun hidung depan yang berbentuk tapal kuda. Daun hidung belakang
berbentuk segitiga pipih dengan ujung yang meruncing dan berdiri tegak disebut
lanset. Lanset adalah suatu bentuk menyerupai daun oleander, pangkal dan tengah
hampir sama lebar kemudian baru meruncing diujungnya (Suyanto, 2001). R.
philippinensis memiliki gigi seri atas kecil runcing dan tajam. Telinga relatif besar,
ujung telinga berbentuk lancip memiliki tragus dan antitragus. Ekor terbenam dalam
selaput antar paha dan ujung ekor berbentuk seperti huruf T. Pada membran sayap
memiliki warna hitam keabu-abuan. Memberan sayap membentang keseluruh
samping badan sampai ke ujung tangan dan kaki. R. philippinensis memiliki buluh
yang tebal dan lebat, warna buluh abu-abu kecoklatan. R. philippinensis tidak
memiliki cakar pada jari kedua. Pada jari kaki memiliki cakar yang tajam, cakar
yang tajam ini digunakan untuk bertengger dan hinggap di langit-langit gua.
Menurut Suyanto (2001), R. philippinensis memiliki ciri hidung kompleks yang
berwarna kuning, telinga relatif sangat besar memiliki tragus dan antitragus serta
memiliki gigi seri atas kecil.
Tabel 5.2. Morfometri kelelawar

Jenis B P L P P P T A C
B B S T E K R TR A2
R. 5 9, 1 2 2 6   
philippinensis 00 gr 5 cm 1 cm cm ,5 cm
cm
Phonisc 1 5 4 0 3 3 x x 
us atrox 00 gr cm cm ,3 cm cm cm
Rousettu 2 7 8 1 1 4 x  
s 50 gr cm cm cm cm cm
amplexicaudat
us
rata-rata 6 1 1 2 5 1 - - -
83,4 gr 6,83 cm 7,7 ,64 ,84 0,4
cm cm cm cm
Dari tabel di atas bahwa rata – rata berat badan kelelawar adalah 683,4 gr, rata- rata
panjang badan adalah 16,83 cm, rata – rata lebar sayap adalah 17,7 cm, rata – rata panjang
telinga adalah 2,64 cm, rata – rata panjang ekor adalah 5,84 cm, rata – rata panjang kaki
adalah 10,4 cm, dominan anti tragus daripada traguss dan ketiga spesies tersebut memiliki
cakar pada jari sayap kedua.
VI PENUTUP

6.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum tersebut dapat disimpulkan bahwa :
1. bahwa rata - rata jumlah gundukan sarang burung Gosong kaki-merah (M.
reinwardt) di kawasan Tanjung Pasir yaitu 13,7 sarang, rata – rata diameter
sarang adalah 13,7 m, diameter lubang masuk adalah 3,6 m, rata – rata tinggi
gundukan adalah 133 m, rata – rata kedalaman adalah 42 cm, rata – rata jumlah
lubang adalah 15, rata – rata suhu diluar sarang adalah 32,8 0C, rata – rata jumlah
lubang adalah 15, rata – rata suhu didalam sarang adalah 32,8 0C, dan rata – rata
intesintas cahaya adalah 38,56 lux.

2. Hasil pengamatan dilapangan didapatkan 2 jenis pohon yang digunakan


sebagai tempat bertengger oleh Kakatua Kecil ini yaitu Asam (Tamarindus
indica) dan Ketimus (Binomculstonia spekribili) dan hasil penelitian
menunjukkan bahwa rata – rata diameter pohon adalah 57,98 cm, rata – rata
tinggi pohon 25 cm, rata - rata lebar tajuk adalah 43,5 cm, dan rata – rata
ketinggian pohon yang bertengger dari tanah adalah 16 m.
3. Kelelawar yang terdapat di Gua Tanjung Pasir Taman Buru Pulau Moyo
terdiri dari tiga jenis yaitu Rousettus amplexicaudatus, Phoniscus atrox dan
Rhinolophus philippinenis yang tergolong dalam tiga familI yaitu
Pteropididae, Vespertilionidae dan Rhinolophidae dan dua sub ordo
Megachiroptera dan Microchiroptera. Gua Tanjung Pasir memiliki suhu
harian berkisar 26,41 ◦C, kelembaban 86.41%, intensitas cahaya 36,95 Lx dan
dimensi gua berukuran lebar 18,53 meter, tinggi 16,2 meter dan kedalaman 32
meter.

6.2 Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai populasi, jelajah, maupun
perilaku satwa yang berada di Gua Tanjung Pasir Taman Buru Pulau Moyo.

Anda mungkin juga menyukai