KELELAWAR
A. Latar Belakang
Ekosistem yang secara fisik mantap memungkinkan tercapainya
komunitas klimaks dalam suksesi sehingga terjadi penimbunan keragaman
biologi yang tinggi, sedangkan ekosistem yang berubah karena suatu
gangguan akan mengalami suksesi kembali (suksesi sekunder), sehingga
komunitasnya jauh dari kondisi klimaks (Saputra et al., 2016).
Indonesia memiliki keanekaragaman hayati tinggi yang mencakup
keanekaragaman flora, fauna dan mikroba (Primack et al., 1998). Tingginya
keanekaragaman hayati ini dikarenakan wilayah Indonesia yang terletak di
daerah tropik, memiliki berbagai macam tipe habitat, serta berbagai isolasi
sebaran berupa laut atau pegunungan (Noerdjito dan Maryanto, 2005). Salah
satu keanekaragaman hayati yang mencakup fauna adalah kelas mamalia, yaitu
khususnya kelelawar.
Indonesia merupakan negara yang secara biogeografis menjadi pertemuan
antara dua daerah pembagian hewan di dunia, yaitu daerah oriental dan
Australia. Kondisi tersebut menyebabkan jumlah dan keanekaragaman spesies
satwa liar di Indonesia sangat beragam dan terdistribusi pada berbagai tipe
habitat dan ekosistem. Indonesia memiliki sekitar 205 jenis kelelawar atau
sebanyak 21% dari total jenis kelelawar di dunia. Sembilan family dari jenis-
jenis ini termasuk dalam 52 marga. Kesembilan family ini adalah Pteropodidae,
Megadermatidae, Nycteridae, Vespertilionidae, Rhinolophidae, Hipposideridae,
Emballonuridae, Rhinopomatidae, dan Molossidae (Suryanto, 2001)
B. Rumusan Masalah
Kelelawar hidup pada beberapa tipe habitat seperti goa, hutan alami,
hutan buatan, dan perkebunan. Kelelawar mempunyai banyak alternatif dalam
memilih tempat bertengger. Kebanyakan jenis kelelawar dari pemakan buah
umumnya memilih tempat bertengger untuk tidur pada pohon-pohon yang
tergolong besar, sebaliknya beberapa jenis kelelawar yang umumnya pemakan
serangga lebih banyak memilih tempat berlindung pada lubang-lubang
batang pohon, celah bambu, maupun goa (Cobert dan Hill, 1992).
Menurut Suyanto (2001), keberadaan kelelawar ini sangat penting bagi
kehidupan masyarakat di Indonesia karena peranannya sebagai pemencar biji
buah-buahan (jambu air, jambu biji, kenari, keluwih, sawo, duwet, keruing,
cendana, dan lain-lain), sebagai penyerbuk bunga tumbuhan yang bernilai
ekonomi (petai, durian, bakau, kapuk, randu, dan lain-lain), sebagai
pengendali hama serangga, sebagai penghasil pupuk dan tambang fosfat di goa-
goa, dan sebagai objek wisata.
Namun sangat disayangkan bahwa akhir-akhir ini banyak jenis
kelelawar yang populasinya menurun, dan bahkan ada jenis-jenis tertentu
yang terancam punah. Ancaman paling besar terhadap kelelawar adalah
kehilangan habitat. Masyarakat awam bahkan cenderung menganggap kelelawar
sebagai hama. Asumsi ini tak lepas dari aktivitas kelelawar yang sering
memakan buah-buahan dari tanaman budidaya, sehingga kelelawar banyak
ditangkap dan dibunuh. Hal ini menyebabkan populasi kelelawar di alam
semakin berkurang (Saputra et al., 2016).
C. Tujuan
Untuk mengetahui beberapa faktor biotik maupun abiotik yang
berpengaruh terhadap sebaran kelelawar.
II. PEMBAHASAN
Altringham, J. D. 1996. Bats Biology and Behavior. Oxford University Press. New
York.
Asriadi, Amin. 2010. Kelimpahan, sebaran, dan keaekaragaman jeis kelelawar
(Chiroptera) pada beberapa goa dengan pola pengelolaan berbeda di kawasan
karst Gombng, Jawa Tengah. [skripsi].
Baudinette, RV, Wlls, RT, Sanderson, KJ dan Clark, B, 1994, Microclimate
conditions in maternity caves of the bent-wing bat Miniopterus schreibersii:
an attempt restoration of a former maternity site, Wildl, Res, vol. 21, hal.
607-619
Elangovan, V. and Marimuthu, G. (2001), Effect of moonlight on the foraging
behavior of a megachiropteran bat cynopterus sphinx. Journal of Zoology,
253: 347-350.
Maharadatunkamsi, M. (2017). Pengaruh Habitat dan Ketinggian Tempat Terhadap
Sebaran Kelelawar di Taman Nasional Gunung Ciremai, Jawa Barat. Jurnal
Biologi Indonesia, 8(2).
Muller, B. Steven, M. Goodman & Peichl, L. (2007) Cone Photoreceptor
diversity in the retnas of fruit bats (Megachiroptera). Brain, Behaviour
and Evolution 70: 90-105. Munich-German.
Noerdjito dan Maryanto, I (Eds). 2005. Kriteria Jenis Hayati Yang Harus
dilindungi oleh dan untuk Masyarakat Indonesia. LIPI dan Icraf. Bogor.
Nurwidayati, A., & Nurjana, M. A. (2018). Pengaruh Perbedaan Ekosistem dan
Faktor Lingkungan terhadap Keragaman Jenis Kelelawar di Kabupaten Tojo
Una-Una dan Tolitoli Provinsi Sulawesi Tengah. Jurnal Vektor
Penyakit, 12(2), 57-66.
Primack, R . B., J. Supriatma., M. Indrawan, dan P. Kramadibrata.1998. Biologi
Konservasi. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.
Saputra, Y., Sukandar, P., & Suryanda, A. (2016). Studi Keanekaragaman Jenis
Kelelawar (Chiroptera) Pada Beberapa Tipe Ekosistem Di Camp Leakey
Kawasan Taman Nasional Tanjung Puting (Tntp), Kalimantan
Tenga. Bioma, 12(1), 53-58.
Suyanto A. Seri Panduan Lapangan : Kelelawar Di Indonesia.; 2001.