Anda di halaman 1dari 15

PENGENDALIAN PENYAKIT TUMBUHAN

Oleh:
Nama : Muthia Dara Alifvira
NIM : B1A016013
Kelompok :2
Rombongan : III
Asisten : Isnaini Maulida

LAPORAN PRAKTIKUM FITOPATOLOGI

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2019
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Mikroorganisme merupakan salah satu makluk hidup yang dapat hidup pada
ekosistem maupun dalam tubuh makluk hidup lainnya.Mikroorganisme terdapat
beberapa yang menguntungkan bagi makluk hidup lainnya tetapi ada juga yang dapat
merugikan bagi makluk hidup lainnya.Menurut habitatnya mikrooganisme ada yang
hidup di udara, tanah, tubuh makluk hidup, dan ada juga yang hidup di air.Sedangkan
menurut kebutuhan oksigennya mikroorganisme ada yang aerob (membutuhkan
oksigen) maupun ada juga yang anaerob (tidak membutuhkan oksigen) (Hindersah,
2007).
Cara pengendalian umumnya bertujuan untuk menyelamatkan populasi
dibandingkan menyelamatkan secikit individu tanaman. Umumnya, kerusakan atau
kehilangan hasil dari satu atau beberapa tanaman saja dari sekian populasi tanaman
di suatu lahan dianggap bukan masalah, dengan demikian pengendalian umumnya
dilakukan pada populasi tanaman pada suatu areal, walaupun pada kasus tertentu
pengendalian dapat juga dilakukan hanya pada satu atau beberapa individu tanaman
(terutama pohon, tanaman hias, dan kadang-kadang tanaman yang terinfeksi virus).
Penyakit yang sangat serius pada tanaman tertentu biasanya dimulai dari adanya
bagian kecil dari tanaman yang terinfeksi dan menjadi sakit, kemudian menyebar
dengan cepat, dan sukar untuk disembuhkan setelah penyakit mulai
berkembang.Untuk itu, hampir semua metode pengendalian ditujukan untuk
melindungi tanaman agar tidak menjadi sakit dari pada menyembuhkannya setelah
mereka menjadi sakit. Hanya sedikit penyakit infeksi pada tanaman yang dapat di
kendalikan dengan baik di lapang dengan cara terapi (Aryantha, 2001).
Cara-cara pengendalian yang dapat dilakukan untuk mengendalikan penyakit
tumbuhan cukup banyak, dan cara-cara tersebut kemudian dikelompokkan menjadi
cara undang-undang, biologis, fisik, dan kimia. Cara pengendalian dengan Undang-
undang bertujuan untuk menghilangkan patogen dari inang atau dari area geografis
tertentu.Kebanyakan metode pengendalian melalui bercocok tanam bertujuan
membantu tanaman untuk menghindari kontak dengan suatu patogen, membuat
kondisi lingkungan tidak sesuai untuk patogen atau menghindarkannya untuk
mendukung patogen, dan memusnahkan atau mengurangi jumlah patogen dalam
tanaman, lahan, atau area.Metode biologi dan beberapa metode pengendalian
bercocok tanam bertujuan untuk memperbaiki resistensi tanaman atau memberikan
kondisi yang baik untuk mikroorganisme antagonis terhadap patogen. Akhirnya,
metode pengendalian kimia dan fisik bertujuan untuk melindungi tanaman dari
inokulum patogen yang telah datang disitu, atau yang akan datang brikutnya, atau
menyembuhkan infeksi yang telah ada pada tanaman agar tidak berkembang lebih
jauh. Beberapa yang lebih baru (sejak tahun 1995), senyawa kimia yang masih diuji
beroperasi dengan cara mengaktifkan pertahanan tanaman (systemic acquired
resistance) melawan patogen (Soenartiningsih, 2010).

B. Tujuan

Tujuan praktikum pengendalian penyakit tumbuhan adalah untuk mengetahui


efektifitas biofungisida uji dalam mengendalikan penyakit tanaman.
II. TELAAH PUSTAKA

Agen pengendali hayati yang sering digunakan dalam penggunanan


biofungisida salah satunya adalah Trichoderma harzianum. Menurut Sivparsad et al.,
(2014), Trichoderma harzianum menunjukkan potensi yang baik dalam mengntrol
kondisi tanah tanpa memberikan efek berbahaya bagi lingkungan. Trichoderma
harzianum terdapat hampir di semua tanah pertanian dan sangat efisien dalam
mengontrol patogen tanaman. Beberapa mekanisme antagonisnya dapat berupa
antibiosis. Trichoderma harzianum memiliki sifat antagonis terhadap beberapa
patogen penyebab penyakit tanaman seperti Rhizoctonia, Sclerotium, Fusarium, dan
Pythium.
Ilmu penyakit tumbuhan, selain dikembangkan untuk memperkaya khasanah
ilmu pengetahuan dan menyingkap berbagai fenomena alam yang berkaitan dengan
itu, juga mempunyai tujuan yang sangat praktis yaitu untuk mengembangkan metode
pengendalian penyakit tumbuhan yang pada akhirnya akan berdampak pada
peningkatan kuantitas dan kualitas produk tanaman. Pengendalian penyakit
tumbuhan dilakukan bertujuan untuk melindungi tanaman atau mengurangi tingkat
kerusakan tanaman. Pengendalian penyakit dapat dilakukan dengan berbagai cara
yang pada dasarnya adalah pengelolaan segitiga penyakit, yaitu menekan populasi
patogen serendah-rendahnya, membuat tanaman tahan terhadap serangan patogen,
serta mengusahakan lingkungan agar menguntungkan tanaman tetapi tidak
menguntungkan kehidupan pathogen (Soenartiningsih, 2010).
Pengendalian hayati dengan menggunakan mikroorganisme merupakan
pendekatan alternatif yang perlu dikaji dan dikembangkan, sebab relatif aman serta
bersifat ramah lingkungan.Telah banyak dilaporkan beberapa mikroorganisme
antagonis memiliki daya antagonisme yang tinggi terhadap patogen tanaman dan
dapat menekan perkembangan patogen tular tanah (soil borne pathogen).Salah satu
mikroorganisme antagonis yang banyak digunakan yaitu Trichoderma harzianum
(Soenartiningsih, 2010).
Trichoderma harzianum sebagai jasad antagonis mudah dibiakkan secara
massal, mudah disimpan dalam waktu lama dan dapat diaplikasikan sebagai seed
furrow dalam bentuk tepung atau granular atau butiran. Beberapa keuntungan dan
keunggulan Trichoderma sp. adalah mudah dimonitor dan dapat berkembang biak,
sehingga keberadaannya di lingkungan dapat bertahan lama serta aman bagi
lingkungan, hewan dan manusia lantaran tidak menimbulkan residu kimia berbahaya
yang persisten di dalam tanah (Purwatisari & Rini, 2009). Klasifikasi Trichoderma
harzianum menurut Alexopoulus (1979), adalah :
Regnum : Fungi
Divisio : Amastigomycota
Classis : Deutromycetes
Ordo : Moniliales
Familia : Moniliaceae
Genus : Trichoderma
Species : Trichoderma harzianum
III. MATERI DAN METODE

A. Materi

Alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah cawan petri, LAF, jarum
ose, timbangan, sekop, plastik, sendok, polybag, dan sprayer.
Bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah tanah steril, isolat
Trichoderma harzianum, media PDA, aquades steril, hara, benih cabai (Capsicum
annum) dan benih terong (Solanum melongena).

B. Metode

1. Pembuatan bubur inokulum

Dihomogenkan
Isolat patogen
Di campurkan ke tanah
steril 1 kg dan tambah
aquades steril

2. Aplikasi agen antagonis dan patogen setiap perlakuan


P1 :

Bubur
Inkubasi Tanah
inokulum
3x24 jam mengandung T.
T.
Tanah steril harzianum
harzianum,
1 sendok
Dirawat 2 Diinokulasi dengan
minggu dan fusarium sp. dan
disiram setiap penyemaian benih
hari

Semai
terinfeksi
diamati
P2 :

Bubur inokulum Inkubasi Tanah


Fusarium sp., 1 7x24 jam mengandung
sendok Fusarium sp.
Tanah steril

Dirawat 2
minggu dan Diinokulasi dengan
disiram setiap T.harzianum dan
hari penyemaian benih
Semai
terinfeksi
diamati

P3 :

Bubur inokulum T. Bubur inokulum


harzianum, 1 Fusarium sp., 1
sendok sendok
Tanah steril Penyemaian

Diamati semai
Disiram dan
yang terinfeksi
dirawat 2 minggu
3. Pengamatan intensitas penyakit
4.

Diamati, difoto,
dan dicatat
hasilnya
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Tabel 4.1. Hasil Pengamatan Intensitas penyakit T.harzianum Rombongan IV


Kelompok/Perlakuan Jumlah daun Jumlah daun Intensitas
sakit (a) sehat (b) penyakit (%)
P1 5 3 62,5%
P2 6 3 66%
P3 3 3 50%

a
Rumus perhitungan intensitas penyakit : IP= × 100 %
a+b
5
P1: IP= ×100 %=62,5 %
5+3
6
P2: IP= ×100 %=66 %
6 +3
3
P3: IP= ×100 %=50 %
3+ 3

Gambar 4.1. Pengamatan Gambar 4.2. Pengamatan


minggu ke 1 minggu ke 2
B. Pembahasan

Pengendalian hayati merupakan suatu cara untuk mengendalikan penyakit


tanaman dengan menggunakan agen pengendali secara biologi (biokontrol).
Pengendalian hayati memiliki kelebihan dibandingkan dengan pengendalian
menggunakan fungisida yaitu tidak menyebabkan pencemaran alam dan tidak
menghasilkan zat toksik. Agen hayati yang sering digunakan adalah dari golongan
jamur. Menurut Javandira et al., (2013), selain jamur terdapat beberapa golongan
bakteri yang dapat digunakan sebagai agen pengendali penyakit adalah Bacillus
subtilis dan Pseudomonas fluorescen, kemampuan B. subtilis dan P. fluorescens
sebagai agensia pengendalian hayati berkaitan dengan kemampuannya bersaing
untuk mendapatkan zat makanan atau karena menghasilkan senyawa-senyawa
metabolit seperti siderofor, antibiotik atau enzim ekstraseluler.
Inokulasi jamur memainkan peran penting dalam meningkatkan pertumbuhan
dan produktivitas tanaman dan meningkatkan kesuburan tanah. Spesies jamur dari
genus Trichoderma yang cosmopolitan di tanah yang telah banyak digunakan karena
mereka memiliki kemampuan biokontrol.Temuan baru-baru ini telah menunjukkan
bahwa beberapa Trichoderma memiliki efek langsung pada tanaman, meningkatkan
potensi pertumbuhan dan serapan hara, serta pertahanan tanaman terhadap kerusakan
biotik dan abiotik. Misalnya, T. asperellum meningkatkan berat kering mentimun dan
merica yang ditanam di gambut / perlite dan memperbaiki sejumlah parameter yang
terkait dengan pertumbuhan tanaman dan serapan hara tanaman (Fe,S, Cu, Si dan B)
dari tanaman tomat yang ditanam di lahan gambut (Purwatisari & Rini, 2009).
Pengendalian hayati penyakit tanaman sebagai upaya pengurangan kepadatan
inokulum patogen penyebab penyakit atau aktifitas patogen yang dapat menyebabkan
penyakit tanaman, dengan menggunakan satu atau beberapa mikroorganisme lainnya,
manipulasi lingkungan dan tanaman inang atau penggunaan mikroorganisme
antagonis (Muthahanas & Listiana, 2017). Pengendalian hayati merupakan alternatif
pengendalian yang potensial untuk dikembangkan karena aman bagi lingkungan.
Trichoderma merupakan agens hayati yang sudah dibuktikan mampu melindungi
tanaman dari serangan berbagai penyakit-penyakit busuk pascapanen pada buah
pisang, layu fusarium pada tanaman tomat yang disebabkan oleh Fusarium
oxysporum f. sp. lycopersici, layu fusarium pada tanaman hutan Dalbergia sissoo
yang disebabkan oleh Fusarium solani sp. dalbergiae, penyakit rebah kecambah
pada tanaman mentimun yang disebabkan oleh Rhizoctonia, penyakit busuk batang
tanaman kentang yang disebabkan oleh Sclerotinia sclerotiorum (Muslim et al.,
2014). Jamur antagonis yang digunakan yaitu Trichoderma harzianum.
Karakteristik  jamur ini adalah koloninya berwarna hijau muda sampai hijau tua
yang memproduksi konidia aseksual berbentuk globus dengankonidia tersusun
seperti buah anggur dan pertumbuhannya cepat ( fast grower ). Jamur tersebut
merupakan salah satu jenis jamur mikroparasitik, artinya bersifat parasit terhadap
jenis jamur lain dan sifat itulah yang dimanfaatkan sebagai agen biokontrol terhadap
jenis-jenis jamur fitopatogen (Purwatisari & Rini, 2009).
Trichoderma spp. adalah salah satu agen biokontrol terpenting
yang digunakan untuk mengendalikan penyakit yang menyerang tanaman.
Mikroorganisme ini merupakan jamur yang hidup bebas umumnya di tanah dan
ekosistem akar. Isolat Trichoderma spp. sedang berhasil
digunakan dan dikomersilkan untuk memerangi berbagai macam jamur
phytopathogenic tanah seperti Fusarium oxysporum, Rhizoctonia solani, Sclerotium
rolfsii, S. cepivorum dan V. dahliae (Potoohiyan et al., 2017).
Menurut Bhale et al., (2013), potensi jamur antagonistic dari Trichoderma
terdapat lima spesies yaitu Trichoderma viride, Trichoderma harzianum,
Trichoderma koningii, Trichoderma pseudokoningii dan Trichoderma virens, Agen
pengendali hayati yang sering digunakan adalah Trichoderma harzianum.
Trichoderma harzianum memiliki karakteristik  koloninya berwarna hijau muda
sampai hijau tua yang memproduksi konidia aseksual berbentuk globus dengan
konidia tersusun seperti buah anggur dan pertumbuhannya cepat ( fast grower ).
Jamur tersebut merupakan salah satu jenis jamur mikroparasitik, artinya bersifat
parasit terhadap jenis jamur lain. Trichoderma harzianum mengandung bahan aktif
dari makhluk hidup berupa konidia jamur. Selain itu keunggulannya sebagai
pengendali hayati (biokontrol) penyakit jamur patogen (fitopatogen) yang menyerang
tanaman palawija, sayuran, buah-buahan, dan dapat digunakan pula sebagai
bioprotektan bagi perkebunan. Beberapa keuntungan dan keunggulannya adalah
mudah dimonitor dan dapat berkembangbiak, sehingga keberadaannya di lingkungan
dapat bertahan lama serta aman bagi lingkungan, hewan dan manusia lantaran tidak
menimbulkan residu kimia berbahaya yang persisten di dalam tanah. Kelebihan lain
yaitu Trichoderma harzianum mampu mengoloni rhizosfer (daerah perakaran
tanaman) dengan cepat dan melindungi akar dari serangan jamur penyakit,
mempercepat pertumbuhan tanaman, dan meningkatkan hasil produksi tanaman.
Menurut Tindaon (2008), Trichoderma harzianum bersifat antagonis bagi
jamur patogen. Mekanisme antagonis Tricodherma harzianum adalah sebagai
berikut:
a.Kompetisi
Terjadinya kompetisi bahan makanan antara jamur pathogen dengan
T.harzianum. Adanya pertumbuhan yang berjalan begitu cepat dari T. harzianum
akan mendesak pertumbuhan jamur patogen. 
b.Mikoparasitisme
T. harzianum merupakan jamur yang mempunyai sifat mikoparasitik,
artinya jamur T.harzianum tergolong dalam kelompok jamur yang
menghambat pertumbuhan jamur lain melalui mekanisme parasitisme. Mekanisme
yang terjadi adalah bahwa selama pertumbuhan jamur ini di tanah yang
berjalan begitu cepat, jamur ini akan melilit hifa jamur patogen. Bersama
dengan pelilitan hifa tersebut, dia mengeluarkan enzim yang mampu
merombak dinding sel hifa jamur patogen, sehingga jamur pathogen mati. Beberapa
jenis enzim pelisis yang telah diketahui dihasilkan adalah enzim kitinase dan b-1,3
glucanase.
c. Antibiosis
T. harzianum selain menghasilkan enzim pelisis dinding sel jamur juga
menghasilkan senyawa antibiotik yang termasuk kelompok furanon
dapatmenghambat pertumbuhan spora dan hifa jamur patogen, diidentifikasi
kandungan rumus kimia 3-(2-hydroxypropyl-4-2-hexadienyl ) -2-(5H)-furanon.
Berdasarkan hasil praktikum kali ini yang didapatkanoleh kelompok 2
penyakit P1 Sebanyak 62,5%, P2 sebanyak 66% dan 3 adalah 50%. Hal ini
menunjukan keefektifan dari Trichoderma sp. dalam mengendalikan penyakit
tanaman, ditandai dengan tidak ada atau sedikitnya tanaman yang terserang penyakit.
Menurut Nugroho et al. (2008), bahwa potensi jamur Trichoderma sp. sebagai jamur
antagonis yang bersifat preventif terhadap serangan penyakit tanaman telah
menjadikan jamur tersebut semakin luas digunakan oleh petani dalam usaha
pengendalian organisme pengganggu tumbuhan. Trichoderma sp. merupakan jamur
saprofit yang hidup di dalam tanah, serasah dan kayu mati. Menurut Yulianti et al.
(2006), gejala penyakit yang timbul akibat infeksi dari Sclerotium rolfsii adalah
proses penguningan dan kelayuan pada daun. Gejala berikutnya terlihat jamur lapisan
putih atau benang miselium pada jaringan yang terinfeksi dalam tanah. Selanjutnya
pangkal batang membusuk, sehingga penyakit ini sering juga disebut sebagai busuk
pangkal batang atau busuk Sclerotium.
V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa Trichoderma


harzianum efektif dalam mengendalikan penyakit pada tumbuhan karena perhitungan
Intensitas Penyakit didapatkan hasil P1 Sebanyak 62,5%, P2 sebanyak 66% dan 3
adalah 50%. Hal ini menunjukan keefektifan dari Trichoderma sp.

B. Saran

Sebaiknya praktikum kali ini adalah sebaiknya lebih teliti lagi dalam
pemberian penyakit tumbuhan agar didapatkan hasil yang signifikan.
DAFTAR REFERENSI

Alexopoulus, C. J. 1979. Introductory of Mycology.4th Ed. New York: Jhon Willey


and Sons.

Aryantha, I.N.P. 2001. Membangun Sistem Pertanian Berkelanjutan. Bandung: ITB,


Ganesha.

Bhale, UN.,Wagh PM., &Rajkonda, J. N. 2013. Antagonistic Confrontation of


Trichoderma spp. Against Fruit Rot Pathogens on Sapodilla (Manilkara
zapota L.).Journal of Yeast and Fungal Research.4(1), pp: 5-11.

Hindersah. 2007. Isolasi dan Identifikasi Bakteri Aerob dan Fungi dari Lumpur
Kolam Anaerob di Instalasi Pengolahan Air Limbah Bandung. Jurnal Teknik
Lingkungan. 13(2), pp: 1-4.

Javandira C, Aini AQ, & Abadi L. 2013. Pengendalian Penyakit Busuk Lunak Umbi
Kentang (Erwinia carotovora) dengan Memanfaatkan Agen Hayati Bacillus
subtilis dan Pseudomonas fluorescens.Jurnal HPT. 1(1), pp: 90-97.

Muthahanas, I., & Listiana, E. 2017. Skrining Streptomyces sp. Isolat Lombok
Sebagai Pengendali Hayati Beberapa Jamur Patogen Tanaman. CROP
AGRO, Scientific Journal of Agronomy, 1(2), 130-136.

Muslim, A., Palimanan, K., Hamidson, H., Salim, A., & Anwar, N. 2014. Evaluasi
Trichoderma dalam Mengendalikan Penyakit Rebah Kecambah Tanaman
Cabai.Jurnal Fitopatologi Indonesia, 10(3), pp: 73-80.

Nugroho, T., Ali, M., Ginting, C., Wahyuningsih, Dahliaty, A., Devi, S., &
Sukmarisa, Y.  2008.  Isolasi dan karakterisasi sebagian kitinase Trichoderma
viride TNJ63.  Jurnal Natur Indonesia, Vol 5, pp : 101-106.

Potoohiyan, Zeinab., Saeed Rezae., Gholam Hosein. 2017. Biocontrol potential of


Trichoderma harzianum in controlling wilt disease of pistachio caused by
Verticillium dahlia. Journal of Plant Research. 57(2), pp. 185-193.

Purwatisari, S.& Rini B.H. 2009. Uji Antagonisme Jamur Patogen Phytophthora
infestans Penyebab Penyakit Busuk Daun dan Umbi Tanaman Kentang
Dengan Menggunakan Trichoderma spp. Isolat Lokal.Bioma. 11(1), pp: 24-
32.

Sivparsad, B.J., Chiuraise, N., Laing, M.D., & Morris, M.J. 2014. Negative Effect of
Three Commonly Used Seed Treatment Chemichals on Biocontrol Fungus
Trichoderma harzianum. African Journal of Agricultural. 9(33), pp: 2588-
2592.

Soenartiningsih. 2010. Efektivitas Beberapa Cendawan Antagonis dalam


Menghambat Perkembangan Cendawan Rhizoctonia solani pada Jagung
Secara In Vitro. Prosiding Pekan Serealia Nasional, pp.346- 352.
Tindaon, H. 2008. Pengaruh Jamur Antagonis Trichoderma harzianum dan Pupuk 
Organik untuk Mengendalikan Pathogen Tular Tanah Sclerotium rolfsii Sacc.
Pada Tanaman Kedelai (Glycine max L.) di Rumah Kaca. Skripsi. Fakultas
Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Yulianti, T., N. Ibrahim & S. Rahayuningsih.1998. Ekobiologi Mikroorganisme


AntagonisSclerotium rolfsiipada Kapas. Jurnal Littri. IV(1). pp, 1-5.

Anda mungkin juga menyukai