Anda di halaman 1dari 8

PERKEMBANGAN DAN FUNGSI MEMBRAN EKSTRA EMBRIONAL PADA

REPTIL OVOVIVIPAR

Disusun Oleh :

Putri Damayanti B1A016010


Muthia Dara Alifvira B1A016013
Hanindya Sahida Ridhati B1A016014
Nafisaturrokhmah B1A016038

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDRAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2019
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Membran ekstra embrional (MEE) merupakan membran yang berperan penting


dalam perkembangan embrio. MEE terbentuk bersamaan dengan perkembangan embrio.
Struktur MEE terbentuk dari jaringan embrional, tetapi tidak menjadi bagian tubuh
organisme pada embrio setelah kelahiran. Membran ekstra embrional (MEE) berfungsi
untuk memenuhi kebutuhan nutrisi, sebagai sarana untuk mengeluarkan sisa-sisa
metabolisme, sebagai perlindungan baik dari faktor fisik, kimiawi maupun biologis di
lingkungan mikro serta makro agar embrio dapat berkembang dan tumbuh dengan baik
(Soeminto, 2000).
Reptil merupakan salah satu jenis hewan vertebrata yang dibedakan menjadi dua
berdasarkan cara reproduksinya yaitu reptil ovipar dan ovovivipar. Baik reptil ovivar
maupun ovovipar embrionya berkembang didalam telur. Telur pada reptil ovovivipar
menetas didalam tubuh induknya, sedangkan telur pada reptil ovivar menetas diluar tubuh
induknya. Reptil ovovivipar melakukan perkembangan embrionya di dalam tubuh induk
betinanya. Setelah cukup umur anak hewan menetas dan keluar dari tubuh induknya,
sehingga tampak seperti melahirkan. Saat yolk sac telah habis, cangkang akan mengelupas
dan embrio mengalami proses kelahiran. Beberapa reptil yang termasuk kedalam ovipar
yaitu buaya, kura-kura, cicak dan sebagainya. Sedangkan reptil yang termasuk kedalam
ovovivipar adalah kadal, bunglon, hiu, dan ular.
Membran ekstra embrional (MEE) yang terdapat pada embrio hewan vertebrata
adalah yolk sac (kantung yolk), amnion, chorion, dan allantois. Tidak semua hewan
vertebrata memiliki keempat membran ekstra embrional tersebut karena ada tidaknya
macam membran ekstra embrional (MEE) pada vertebrata tergantung pada classisnya.
Salah satu hewan ovovivipar yang akan dibahas mengenai membrane ektra embrionalnya
yaitu kadal. Penjelasan mengenai membran ekstra embrional pada hewan ovovivipar
meliputi jenis, fungsi, proses pembentukan serta komparasi membrane ekstra embrional
dari berbagai classis akan dijelaskan dalam pembahasan.

B. Rumusan Masalah

1. Definisi membran ekstra embrional (MEE).


2. Macam membran ekstra embrional (MEE) pada reptile ovovivipar.
3. Cara pembentukan membran ekstra embrional pada reptile ovovivipar.
4. Fungsi dari membran ekstra embrional pada reptile ovovivipar.
5. Komparasi membran ekstra embrional reptile dengan classis yang lainnya.

C. Tujuan
Memahami perkembangan dan fungsi membran ekstra embrional pada reptil
ovovivipar.
II. PEMBAHASAN

Membran ekstra embrional reptil ovovivipar meliputi yolk sac, amnion, chorion,
dan alantois. Menurut Champbell (2004) masing-masing dari empat membran utama yang
menyokong embrio kadal merupakan lembaran sel-sel yang berkembang dari lembaran
epithelium yang berada disisi luar proper embrio. Keempat selaput ini sebenarnya
terbentuk dari dua lapis, yaitu dari lapisan ektoderm dengan mesoderm somatis
(somatopleura) untuk amnion dan chorion, serta dari lapisan endoderm dengan mesoderm
splanknis (splanknopleura) untuk kantong kuning telur dan allantois.
Yolk sac atau kantong kuning telur (saccus vitelinus) adalah selaput yang terletak di
antara plasenta dan amnion. Kantung kuning telur merupakan pelebaran endodermis yang
berisi persediaan makanan bagi hewan ovivar dan ovovivipar. Saccus vitelinus (kantung
yolk) terbentuk dari splanknopleura yaitu lapisan rangkap mesoderma dan endoderma
yang melipat ke arah ventral embrio. Splanknopleura merupakan jaringan rangkap yang
terbentuk dari mesoderma lateral dengan endoderma. Fungsi yolk sac adalah sebagai
sumber nutrisi selama perkembangan embrio, dan tempat asalnya sel kelamin. Kantong
yolk memiliki enzim yang dapat mencerna cadangan nutrisi dan dilengkapi dengan
pembuluh darah untuk memfasilitasi transport nutrisi ke tubuh embrio. Kantung yolk
mengecil dan tertarik ke dalam rongga perut seiring dengan perkembangan embrio (Yatim,
1984).
Amnion merupakan selaput yang berhubungan langsung dengan embrio dan
menghasilkan cairan amnion. Cairan amnion berfungsi untuk melindungi embrio dari
dehidrasi, mencegah perlekatan organ-organ tubuh yang sedang terbentuk, memberi ruang
untuk pergerakan embrio dan memberi perlindungan terhadap goncangan mekanik, serta
memungkinkan pergerakan dari tubuh dan tungkai embrio. Amnion terbentuk akibat
pelipatan somatopleura pada daerah kepala ke arah dorsokaudal, daerah ekor ke arah
dorsokranial, dan daerah dinding lateral ke arah dorsomedial. Lapisan penyusun amnion
adalah somatopleura dengan ectoderm dibagian dalam dan mesoderm somatik diluar.
Selanjutnya somatopleura sebelah dalam disebut amnion dan sebelah luar disebut korion.
Amnion dan chorion dipisahkan oleh ruang ekstra embrionik (extraembryonic coelom).
Pembentukan amnion terjadi akibat peronggaan dari inner cell mass (ICM) pada saat
proses gastrulasi (Sumantadinata, 1981).
Chorion adalah selaput yang terbentuk oleh lipatan kearah luar amnion (selaput
embrio yang terluar). Chorion dibentuk dari somatopleura bersamaan dengan pembentukan
amnion. Susunan lapisan ektoderm (di luar) dan mesoderm somatik (di dalam) chorion
berlawanan dengan amnion, oleh karena itu chorion kadang-kadang disebut amnion palsu
(false amnion). Chorion akan membungkus selaput-selaput embrio lainnya. Chorion
berfungsi untuk menyerap ion kalsium (Ca) dari cangkang telur dan mendistribusikannya
untuk pembentukan rangka (tulang) embrio melalui pembuluh darah allantois serta untuk
pertukaran gas dan air antara udara dan embrio luar (Sumantadinata, 1981).
Allantois merupakan kantung yang memanjang kedalam selom ekstra embrionik.
Allantois berasal dari pelipatan (evaginasi) dari bagian ventral usus belakang pada tahap
awal. Allantois berfungsi sebagai tempat penampung dan penyimpanan urin serta sebagai
organ pertukaran gas antar embrio dan lingkungan luarnya. Allantois pada reptil
merupakan suatu sistem tertutup, maka allantois harus memisahkan sisa-sisa metabolisme
nitrogen agar tidak menimbulkan efek toksik terhadap embrio. Allantois berfungsi untuk
menampung dan membebaskan sisa-sisa metabolisme yang berupa urea ataupun asam urat.
Urin akan dinetralisir oleh air yang terkandung dalam albumen telur, sedangkan urin
ditampung dalam selaput cangkang (Soeminto, 2000). Berikut ini perbandingan membran
ekstra embrional pada hewan vertebrata.
Tabel. 1 Perbandingan Membran Ekstra Embrional Hewan Vertebrata

Membran ekstra
Ikan Amphibi Reptil Aves Mammalia
embrional

Yolk sac Ada Ada Ada Ada Ada

Chorion - - Ada Ada Ada

Allantois - - Ada Ada Ada

Amnion - - Ada Ada Ada

Plasenta - - - - Ada

Classis reptilia dan aves memilki keempat dari selaput ekstra embrio (yolk sac,
amnion, chorion, dan allantois), sedangkan pada classis pisces dan amfibi hanya memiliki
kantung yolk (saccus vitelinus), dan pada clasiss mamalia chorion berdiferensiasi menjadi
bagian embrional yang menyusun plasenta. Jumlah dan jenis membran ekstra embrional
pada hewan vertebrata bervariasi, hal ini karena didasarkan pada ketersediaan amnion serta
darimana hewan tersebut berkembang. Amnion hanya ditemukan pada aves, reptil dan
mamalia, sehingga ketiga golongan hewan tersebut disebut amniota karena ketiganya
sama-sama mempunyai amnion (Djuhanda, 1981).
Amnion pada reptil dan aves berfungsi untuk mencegah terjadinya dehidrasi pada
embrio saat berada didalam kantung amnion. Sedangkan pada mamalia, amnion berfungsi
sebagai alat pelindung terhadap tekanan di sekitarnya dan menjaga supaya janin tidak
melekat pada jaringan induk. Telur amphibi tidak dilengkapi amnion karena fungsi anti-
dehidrasi dari amnion digantikan oleh perairan tempat dimana embrio berkembang.
Chorion pada reptil dan aves memiliki fungsi yang sama yaitu sebagai tempat
pertukaran gas. Pada mamalia chorion berasal dari trophoblast yang dibentuk bersamaan
dengan zona pellucida dan bersama-sama dengan allantois berperan dalam pembentukan
plasenta dengan endometrium induk. Pada amphibi tidak terdapat chorion, hal ini
disebabkan karena telur amphibi berada di lingkungan akuatik yang berarti bahwa telur
amphibi kontak langsung dengan air, sehingga telur amphibi memperoleh oksigen dengan
cara difusi secara langsung. Plasenta pada mamalia berfungsi sebagai pertukaran gas dan
zat makanan dari atau ke induk. Amphibi tidak mempunyai plasenta, karena fungsinya
telah digantikan oleh kantung yolk (Yatim, 1984).
Ikan dan amphibia hanya mempunyai satu jenis membran ekstra embrional yaitu
yolk sac atau saccus vitelinus. Hal tersebut karena perkembangan embrionya terjadi secara
eksternal dan fertilisasi eksternal. Mamalia hanya memiliki sedikit yolk, namun pada reptil
dan aves terdapat banyak yolk yang dibungkus oleh kantung yolk (Elliot, et al., 2009).
Allantois pada reptil, aves, dan mamalia memiliki fungsi yang sama sebagai
penampungan sisa-sisa metabolisme berupa urea (mamalia) dan asam urat (aves dan reptil).
Amphibi dan aves tidak memiliki allantois karena telur dilengkapi dengan suatu lapisan
tipis, sehingga secara langsung dapat melakukan difusi untuk melakukan ekskresi dan
respirasi. Hasil sisa metabolisme pada pisces berupa amonia yang bersifat toksik bagi
dirinya sendiri.

III. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian pembahasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
perkembangan membran ekstra embrional pada reptil ovovivipar menghasilkan empat
membrane yaitu yolk sac (kantong kuning telur), amnion, chorion, dan allantois yang
memiliki peran dan fungsi masing-masing dalam perkembangan embrio.

DAFTAR REFERENSI
Djuhanda, Tatang. 1981. Embriologi Perbandingan. Armico. Bandung

Elliot. M. G, Crespi. B. J. 2009. Phylogenetic Evidence for Early Hemochorial,


Placentation in Eutheria. Canada.Department of Biological Sciences.

Nishikawa, T., Kazuya M., Masahiko M., Yasuhiro T., Kenji K., Akio T. 2006.
Calcification at The Interface Between Titanium Implants and Bone: Observation
With Confocal Laser Scanning Microscopy. Journal of Oral Implantology. Vol. 32
(213), pp. 211-217.

Sumantadinata, K. 1981. Pengembangbiakan Ikan-Ikan Pemeliharaan di Indonesia. Sastra


Budaya. Bogor.

Soeminto, 2000. Embriologi Vetebrata. Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman,


Purwokerto.

Wijayanti, Gratiana E., Soeminto. 2012. Buku Penuntun Praktikum Struktur dan
Perkembangan Hewan. Unsoed. Purwokerto.

Yatim, Wildan. 1984. Embriologi. Tarsito. Bandung.

Anda mungkin juga menyukai