Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PRAKTIKUM BIOSISTEMATIK HEWAN

INSECTA
Ditujukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Praktikum Biosistematk Hewan

Disusun :
Nama

: Iqbal Safei

NIM

: 1157020041

Kelas

: Biologi III B

Kelompok

: II (Dua)

Tanggal Praktikum

: Selasa/04-Oktober-2016. M/ 03-Muharram-1438. H

Tanggal Pengumpulan : Selasa/25-Oktober-2016. M/ 24-Muharram-1438. H


Dosen Pengampu

: Epa paujiah, M.Si

Asisiten Dosen

: Seni Restu Triana

JURUSAN BILOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2016.M/1438.H

I. Pendahuluan
1.1 Latarbelakang
Indonesia merupakan sebuah negara yang memiliki kekayaan jenis flora dan
fauna yang sangat tinggi. Hal inidup di indonesia disebabkan karena negra indonesia
adalah negara yang bertepatan dengan garis katulistiwa, hal ini menyebabkan negara
indonesia hanya memiliki dua buah jenis iklim saja, yaitu musim panas dan musim
dingin dimana kedua musim ini dibagi masing masing enam bulan.
Karena suhu yang seibang akan kebutuhan semua mahluk hidup maka banyak
keragaman fauna yang berkembang di hutan hutan indonesia, salah satu keragaman
fauna yang banyak berkembang di indonesia salah satunya adalah serangga, dimana
serangga ini banyak di jumpai di hutan-hutan indonesia hususnya pada datarandataran tinggi.
Hutan merupakan sumberdaya alam yang sangat potensial didalam
mendukung keanekaragaman flora maupun fauna karena dari hutan tersebut baik
keragaman spesies dari flora ataupun fauna mendapatkan makanan dari hasil
simbiosimutualisme dimana hubungan tersebut menghasilkan keuntungan yang saling
menguntungkan sehingga baik species dari flora maupun fauna akan mengalami
perkembangan yang pesat.
Serangga merupakan keberagaman fauna yang sangat beragam di indonesia
ini, serangga disebut pula insecta dimana pada umumnya serangga ini memiliki
bagian tubuh kepala, thorax, abdomen, kaki yang pangkalnya menyatu, mata
majemuk, dan sepasang antena. Serangga termasuk kedalam salah satu hewan yang
memiliki keberagaman yang tinggi, mencakup lebih dari satu juta species dan
menggambarkan lebbih dari setengah organisme hidup yang telah diketahui. Jumlah
spesies yang masih ada diperkirakan antara enam hingga sepuluh juta dan berfotensi
mewakili lebih dari 90% bentuk kehidupan hewan yang berbeda-beda di bumi.
Serangga dapat ditemukan hampir disemua lingkungan, meskipun hanya sejumlah
kecil yang hidup di lautan, suatu habitat yang didominasi oleh kelompok aethopoda
lain.
Szujeki (1987) dan Rahmawaty (2000) mengatakan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi keberadaan serangga tanah di hutan adalah struktur tanah yang
berpengaruh pada gerakan dan penetrasi, kelembapan tanah dan kandungan unsur
hara yang ada di dalam tanah berpengaruh terhadap perkembangan dalam daur hidup
serangga, suhu tanah mempengaruhi peletakan telur para serangga, cahaya dan tata
udara juga dappat mempengaruhi kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh serangga.

Mengingat perannanya yang kompleks dan vital ekosistem yang berpengaruh


secara langsung terhadap kehidupan manusia membuat kita ingin mengetahui apa saja
keragaman jenis dan species serangga ini, selain itu morfologi dari serangga ini jugas
sangat menarik untuk diamati, oleh sebab itu pada praktikum kali ini kami akan
mengamati searngga.

1.2 Dasar Teori


Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati
yang

melimpah

(megabiodiversity).

Menurut

Hasan

dan Ariyanti

(2004),

keanekaragaman hayati adalah istilah yang digunakan untuk menerangkan keragaman


ekosistem dan berbagai bentuk serta variabilitas hewan, tanaman, serta jasad renik di
dunia, oleh karena itu untuk mengetahui ciriciri fisik seperti bentuk tubuh, warna,
kebiasaan hidup dan ukuran tubuh perlu dilakukan identifikasi melalui pengamatan.
Indonesia dengan luas wilayah 1,3 % dari seluruh permukaan bumi, memiliki 10 %
flora berbunga, 12 % mamalia, 17 % jenis burung, 25 % jenis ikan dan 15 % adalah
serangga (Endarwati, 2005).
Serangga merupakan salah satu kelompok binatang yang merupakan hama
utama bagi banyak jenis tanaman yang dibudidayakan manusia. Selain sebagai hama
tanaman beberapa kelompok dan jenis serangga dapat menjadi pembawa atau vektor
penyakit tanaman yang berupa virus atau jamur (Untung dan Sudomo, 1997). Tidak
semua serangga bersifat merugikan karena juga ada serangga yang memiliki dampak
positif. Sebagian serangga bersifat sebagai predator, parasitoid, atau musuh alami
(Christian & Gotisberger, 2000).
Melalui peran sebagai musuh alami, serangga sangat membantu manusia
dalam usaha pengendalian hama. Selain itu serangga juga membantu dalam menjaga
kestabilan jaring-jaring makanan dalam suatu ekosistem pertanian. Tingkat
keragaman jenis serangga memiliki dampak yang sangat penting bagi kestabilan di
dalam ekosistem padi sawah. Keanekaragaman hayati serangga berpengaruh terhadap
kuantitas dan kualitas produk yang dihasilkan. Pada ekosistem alami, umumnya telah
terjadi kestabilan populasi antara hama dan musuh alami sehingga keberadaan
serangga hama tidak lagi merugikan (Widiarta, Kusdiaman, dan Suprihanto, 2006)

Serangga ditemukan hampir di semua ekosistem. Semakin banyak tempat


dengan berbagai ekosistem maka terdapat jenis serangga yang beragam. Serangga
yang berperan sebagai pemakan tanaman disebut hama, tetapi tidak semua serangga
berbahaya bagi tanaman. Ada juga serangga berguna seperti serangga penyerbuk,
pemakan bangkai, predator dan parasitoid. setiap serangga mempunyai sebaran khas
yang dipengaruhi oleh biologi serangga, habitat dan kepadatan populasi (Putra, 1994).
Kupu-kupu merupakan serangga terbang, yang mengalami metamorfosa
sempurna karena dimulai dari telur, larva, pupa dan dewasa. Daur hidup kupu-kupu
hanya memerlukan makan pada fase larva (ulat) dan dewasa. Makanan larva berupa
bagian-bagian dari tumbuhan termasuk buah, biji dan daun. Mulut larva kupu-kupu
memiliki bentuk sedemikian rupa, sehingga dapat dipakai untuk menggigit dan
mengunyah. Perubahan morfologi tersebut diiringi pula dalam perubahan fisiologi
pencernaan makanan kupukupu (Patton, 1963).
Kupu-kupu adalah serangga yang termasuk dalam ordo Lepidoptera, yakni
serangga yang hampir seluruh permukaan tubuh, sayap dan anggota tubuhnya
biasanya tertutupi dengan sisik-sisik berpigmen yang memberikan karakter pola
warna yang khas untuk tiap jenisnya Kupu-kupu (fase dewasa) hidup dengan
memakan nektar bunga dengan menggunakan mulut yang berbentuk selang penghisap
yang disebut probosis (David dan Ananthakrishnan, 2004).
Berdasarkan waktu aktifnya Lepidoptera dibedakan menjadi dua subordo,
yakni kupu-kupu (Rhopalocera) yang aktif pada siang hari, dan ngengat (Heterocera)
yang aktif pada malam hari (Gillot, 2005).
Keanekaragaman kupu-kupu di suatu tempat berbeda dengan tempat yang lain,
karena keberadaan kupu-kupu di suatu habitat sangat erat kaitannya dengan faktor
lingkungan yang ada baik abiotik seperti intensitas cahaya matahari, temperatur,
kelembaban udara dan air; maupun faktor biotik seperti vegetasi dan satwa lain.
Indonesia adalah negara yang terdiri dari banyak pulau dengan kondisi lingkungan
yang berbeda. Lima puluh persen kupu-kupu Indonesia merupakan jenis endemik
(jenis yang hanya hidup di suatu tempat dan tidak terdapat di tempat lain) (Suhara,
2009).

Kupu-kupu merupakan jenis serangga yang paling banyak dikenal dan sering
dijumpai karena bentuk dan warnanya yang indah dan beragam, dan pada umumnya
aktif di siang hari (diurnal). Kupu-kupu digolongkan ke dalam subordo Rhopalocera
karena sifatnya yang diurnal. Kupu-kupu merupakan bagian dari kekayaan hayati
yang harus dijaga kelestariannya (Achmad, 2002).
kupu-kupu memiliki nilai penting bagi manusia maupun lingkungan antara
lain: nilai ekonomi, ekologi, estetika, pendidikan, endemis, konservasi dan budaya.
Secara ekologis kupu-kupu turut andil dalam mempertahankan keseimbangan
ekosistem dan memperkaya keanekaragaman hayati di alam, kupu-kupu berperan
sebagai polinator pada proses penyerbukan bunga, sehingga membantu perbanyakan
tumbuhan secara alami dalam suatu ekosistem (Rizal, 2007).
Keanekaragaman kupu-kupu di suatu tempat berbeda dengan tempat yang lain,
karena keberadaan kupu-kupu di suatu habitat sangat erat kaitannya dengan faktor
lingkungan yang ada baik abiotik seperti intensitas cahaya matahari, temperatur,
kelembaban udara dan air; maupun faktor biotik seperti vegetasi dan satwa lain.
Indonesia adalah negara yang terdiri dari banyak pulau dengan kondisi lingkungan
yang berbeda. Lima puluh persen kupu-kupu Indonesia merupakan jenis endemik
(jenis yang hanya hidup di suatu tempat dan tidak terdapat di tempat lain) (Suhara,
2009).
Area hutan yang semakin berkurang karena konversi 2 hutan menyebabkan
gangguan terhadap hutan dan kehidupan di dalamnya, termasuk semakin
bertambahnya jenis kupu-kupu yang terancam punah di alam. Sekitar 19 jenis kupukupu Indonesia terancam punah (Ibnudir, 2006).
Penelitian tentang keanekaragaman kupu-kupu di beberapa pulau di Indonesia
telah banyak dilakukan. Namun kupu-kupu di pulau Jawa, khususnya provinsi Jawa
Tengah, masih jarang diteliti. Penelitian awal tentang Rhopalocera di pulau Jawa oleh
Roepke (1932) mencatat sekitar 239 jenis kupu-kupu terdapat di pulau Jawa. Rhee et
al. (2004) melaporkan terdapat lebih dari 600 jenis kupukupu di Jawa dan Bali, dan
hampir 40% nya merupakan jenis endemik (Ibundir,2006).

III.

Metode Kerja
3.1 Alat dan Bahan

No
1
2
3
4

Alat
Kaca pembesar
Baki plastik
Stereomikroskop
Sarung tangan

Jumlah
Bahan
1 buah
Kupu-kupu
1 buah
Alkohol 70%
1 set
Kapas
1 pasang
Kloropom
Tabel 1. Alat dan bahan

Jumlah
3 jenis
Secukupnya
Secukupnya
Secukupnya

3.2 Cara Kerja


1. Teknik Pengumpulan data
Pada praktikum kali ini tentang arthropoda menggunakan teknik
pengumpulan data secara langsung dari objek praktikum seperti mengamati
morfologi dari spesimen tanpa adanya perantara. Teknik pengumpulan data
seperti itu disebut data primer. Seperti yang telah diungkapkan Hartanto (2003),
Data primer merupakan sumber data yang diperoleh langsung dari sumber asli
(tidak melalui media perantara). Data primer dapat berupa opini subjek (orang)
secara individual atau kelompok, hasil observasi terhadap suatu benda (fisik),
kejadian atau kegiatan, dan hasil pengujian.
2. Alat dan Bahan
Pada praktikum kali ini tentang arthropoda dibutuhkan beberapa alat
yang akan membantu dalam praktikum kali ini. Adapun alatnya kaca pembesar 1
buah, stereomikroskop 1 set, baki plastik 1 buah, dan sarung tangan 1 pasang.
Bahan yang diperlukan yaitu alkohol 70%, kapas, dan kloroform secukupnya.
Adapun spesimen yang akan diamati belalang (Dissosteira carolina), laba-laba
(Araneus drademanus), kaki seribu (Julus virganus), udang (Penaeus
lansulcatus), capung (Anax imperator), kepiting (Scylla serrata), semut
(Dolichadorus lhoracicus), kumbang (Coccihellida transveralis), dan jangkrik
(Grillus asimilis).
3. Prosedur Kerja
Cara kerja yang dilakukan pada praktikum kali ini yang pertama adalah
menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan. Spesimen yang akan diamati

VI Hasil dan Pembahasan


4.1 Hasil Pengamatan
No
1

Literatur
Pailio polytes

Gambar

Keterangan

(Anwar,2003)

Eurema alithac

(Agill,2003)
Appias libythea olferna

(Boby,2003)
Tabel 2. Hasil pengamatan

4.2 Pembahasan
Pada praktikum yang telah dilakukan dimana pada praktikum ini kami
mengamati tiga jenis kupu-kupu, kupu kupu yang kami amati ini kami gambar dan
catat morfologinya.
Pada kupu kupu yang pertama yaitu Pailio polytes dimana morfologi dari
Pailio polytes adalah sebagai berikut, dari bagian sayap, diaman sayap pada kupu
kupu ini terlihat sayap depan yang berwarna hitam, kemudian pada bagian tepinya
terdapat beberapa warna putih. Pada bagian bawah sayapnya mirip dengan bagian atas
sayapnya, sayap belakang berwarna hitam dan memiliki ekor,dengan tepi yang
bergerigi. Pada bagian tengah sayap terdapat bintik-bintik putih yang seperti rantai.
Bagian bawah sayap belakang hampir sama dengan bagian atasnya hanya yang
membedakan terdapat sepasang rantai dari bintik yang ada. Pada bagian tubuhnya
berwarna hitam, pada kupu kupu betina di bagian sayap depan terdapat area berwarna
putih yang luas dengan urat hitam yang benyak atau juga garis-garis hitam. Dan
ditepinya terdapat bintik bintik merah. Dan pada sayap bagian blaakang terdapat
bercak merah. Kupu kupu ini aktif pada siang hari atau disebut diurnal. Pada bgaian
kepala terdapat dua buah antena, dan tubuhnya terlapisi oleh bulu bulu halus.
Kemudian pada kupu-kupu yang kedua Eurema alithac dimana pada bgaian
sayap diamana pada bagian sayapnya terdapat bercak bercak coklat yang ada di
sayapnya, sayap atasnya berwarna kuning, pada bagian sayap bawahnya sama seperti
sayap bagian atasnya. Pada bagian tubuhnya berwarna kuning keputihan, dan terdapat
bulu bulu halus, pada bagian atas kepala terdapat dua antena, kemudian pada bagian
bawah kepala dekat mulut ada antena yang mengulung rapih yang berfungdi sebagai
pengambil makanan. kupu-kupu ini keluar pada siang hari.
Kemudian pada kupu-kupu yang ketiga adalah Appias libythea olferna kupu
kupu ini termasuk kedalam sub ordo Rhopaloceria dan famili Pieridae karena pada
bagian mulut mempunyai proboscis siphon. Antena pada kepala membesar pada
ujung. Tidak mempunyai ocelli. Pembuluh darah tidak sama antara sayapmuka
dengan sayap belakang.sayapnya berbentuk vertikal saat keadaan tertutup/
beristirahat. Pada bagian ekor kupu kupu ini memiliki ekor yang terletak diantara
kedua sayapnya dimana ekornya ini berbentuk menjulur kebelakang, warna pada kupu
kupu ini biasanya sangat mencolok, sayap pada kupu kupu ini memiliki ukuran yang

besar, bersisik dan membentuk pola warna. Pada bagian kepala terdapat antena yang
panjang pada bagian kepala, kemudian ada juga antena yang tergulung rapih pada
bagian kepala bawah dekat mulut, dimana antena itu digunakan untuk mencari makan.
Biasanya tidak terdapat mandibula, maksila bersatu membentuk proboscis. Kaki sama
biasanya tarsi dan beruas lima. Kupu kupu ini mengalami metamorfosis yang
sempurna larvanya berupa ulat dengan mulut sebagai alat penggigit. Dengan dua
kelenjar setara untuk membuat kokon.

Kesimpulan
Dari hasil praktikum yang telah dilakukan dapat ditarik kesumpulan bahwa
morfologi dari masing masing jenis kupu kupu akan berbeda karena dari ketiga kupu
kupu itu berasal dari species yang berbeda.

Daftar Pustaka
Achmad, 2002. Megenal kupu-kupu. Jakarta. Pandu aksara.
Christian & Gotisberger, 2000. Keragaman kupu-kupu di Resort Selabintana Taman
Nasional Gunung Gede Pangrango Jawa Barat. Jurnal penelitian hutan dan
konservasi hutan, Vol VI No 1.
David dan Ananthakrishnan, 2004. Survey kupu-kupu di Hutan Ireng-Ireng Taman
Nasional Bromo Tengger Semeru. Jurnal ilmu dasar, Vol 6 No 1-5
Endarwati, 2005. Kelimpahan dan keanekaragaman spesies kupu-kupu pada tipe
habitat di Hutan Kota Muhammad Sabki Kota Jambi. Jurnal Biospecies,
Vol 5 No 2.
Gillot, 2005. Keanekaragaman jenis kupu-kupu superfamili papilionoidae di Dukuh
Banyuwindu desa Limbangan Kecamatan Limbangan Kabupaten Kendal.
Jurnal Biospecies, Vol 4 No 1.
Ibnudir, 2006. 2002. Keanekaragaman Serangga pada Lahan Persawahan-tepaian
Hutan Indikator untuk Kesehatan Lingkungan. Jurnal Penelitian, Vol 9 No
2.
Patton, 1963. Pengendalian Hama Terpadu dan Implementasinya di Indonesia. UGM
Press, Yogyakarta.

Putra, N. S. 1994. Serangga Di Sekitar Kita. Kanisius. Yogyakarta.


Suhara, 2009. Faktor-faktor yang mempengaruhi kehidupan serangga. Jurnal
Penelitian Biosistem, Vol 3 No 1.
Widiarta, Kusdiaman, dan Suprihanto, 2006. Distribusi keanekaragaman kupu-kupu di
Gunung Manado Tua. Jurnal bumi lestari, Vol 12 No 2.

Anda mungkin juga menyukai