PENDAHULUAN
1
sekitar 0,25 mm dan 8 mm. Serangga Collembola berperan secara tidak langsung
dalam perombakan bahan organik dan sebagai indikator perubahan keadaan tanah
(Suhardjono dkk., 2012). Keberadaan Collembola dalam tanah sangat bergantung
pada ketersediaan energi dan sumber makanan untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya, seperti bahan organik dan biomassa yang semuaya berkaitan dengan
aliran siklus karbon dalam tanah (Filser, 2002). Komunitas ini sangat dipengaruhi
oleh perubahan lingkungan tanah yang disebabkan oleh alam antara lain suhu,
kelembaban, curah hujan serta faktor lingkungan lainnya (Dindal, 1999).
Dusun Taeno merupakan anak Dusun Negri Rumah Tiga, Kecamatan Teluk
Ambon, Kota Ambon yang terletak di dataran tinggi. Umumnya pekerjaan
masyarakat Dusun Taeno sebagai petani yang menggunakan lahan untuk bercocok
tanam atau bertani demi memenuhi kebutuhan sehari-hari. Penggunaaan lahan
untuk bercocok tanam dikhawatirkan seringkali menggunakan bahan kimia
berbahaya yang dapat merusak tanah dan berdampak bagi serangga khususnya
Collembola. Meskipun demikian masih banyak faktor lain yang dapat
menyebabkan perubahan kondisi tanah dan Collembola yang ada didalamnya.
Mengetahui diversitas Collembola dapat menjadi acuan dalam menjelaskan
kondisi dari suatu microhabitat. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui serangga tanah ordo Collembola pada hutan dan ladang berpindah di
dusun Teaeno, Kecamatan Teluk Ambon, Kota Ambon.
2
2. Untuk mengetahui nilai Keanekaragaman, Dominansi dan
Keseragaman dari serangga tanah ordo Collembola di dusun Teaeno,
Kecamatan teluk Ambon, kota Ambon.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
diantaranya sebagai serangga tanah, berdasarkan pada struktur sayap, bagian
mulut, metamorfosis dan bentuk tubuh keseluruhan (Bavelloni dkk., 2015).
Klasifikasi Ilmiah :
Kerajaan : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Subkelas : Pterygota dan Apterygota
Ordo : Collembola
Family : Hypogastruridae
Genus : Hypogastrura
Spesies : Hypogastrura sonapani
5
2.4 Keanekaragaman Serangga Collembola
Collembola merupakan salah satu organisme yang pada umumnya hidup di
dalam tanah dan dikelompokan sebagai mesofaunayang memiliki ukuran tubuh
antara 0,25 mm dan 8 mm (Suhardjono dkk., 1992). Terdapat sekitar 6.000
spesies dari 500 genus yang telah dideskripsikan (Greenslade dkk., 1991), khusus
dalam kawasan Indonesia yang baru diidentifikasi sekitar 250 spesies dari 124
genus dari 17 famili (Suhardjono dkk., 2012).
Kehadiran Collembola di dalam tanah sangat bergantung pada ada atau
tidaknya energi dan sumber makanan untuk melangsungkan hidupnya, contohnya
seperti bahan organik dan biomassa yang semuanya berhubungan dengan aliran
siklus karbon dalam tanah (Filser, 2002). Faktor-faktor lingkungan juga dapat
mempengaruhi ada atau tidaknya Collembola seperti cuaca, tanah, dan vegetasi
yang hidup di atasnya (Suhardjono dkk., 2012).
Collembola dapat dijumpai pada berbagai macam habitat dari tepi laut atau
pantai sampai pegunungan. Setiap habitat memiliki komposisi keanekaragaman
Collembola yang berbeda. Sebagian besar Collembola hidup pada habitat yang
berkaitan dengan tanah, seperti di dalam tanah, permukaan tanah, serasah yang
membusuk, kotoran binatang, sarang binatang dan lubang. Oleh karena itu
Collembola dianggap sebagai hewan yang memiliki peran penting untuk menjaga
keberadaan tanah agar dapat mendukung ketersediaan bahan organik sebagai
penunjang kesuburan tanah (Bavelloni dkk., 2015).
6
merangsang pertumbuhan dan kegiatan metabolik dari populasi mikroba (Amir,
2008).
Collembola umumnya dikenal sebagai organisme yang hidup di tanah dan
memiliki peran penting sebagai perombak bahan organik tanah (lndriyati dan
Wibowo, 2008). Selain mendekomposisi bahan organik, fauna tanah tersebut
berperan dalam mendistribusikan bahan organik di dalam tanah, meningkatkan
kesuburan, dan memperbaiki sifat fisik (lndriyati dan Wibowo, 2008;
Simanungkalit dkk., 2006). Pada penelitian lndriyati dan Wibowo (2008),
kemelimpahan Collembola lebih tinggi dijumpai pada lingkungan sawah organik
daripada lingkungan konvensional. Jenis familia yang dominan yaitu
Entomobryidae. Penelitian tentang kemelimpahan Collembola juga dilakukan oleh
Nurcahya dkk., (2007) yang menyatakan bahwa kemelimpahan Collembola lebih
banyak dijumpai pada revegetasi tambang timah yang lebih lama dibandingkan
dengan vegetasi yang baru. Familia-familia Collembola yang diketemukan pada
seresah pohon akasia pada tambang timah tersebut yaitu Entomobryidae,
Isotomidae, dan Sminthuridae. Penelitian Leory dkk., (2007) yang dimuat pada
European Journal of Soil Biology, menunjukkan bahwa pada proses pembuatan
kompos ditemukan Collembola dari familia Onychiuridae dan Sminthuridae.
7
Collembola merupakan organisme yang tidak tahan kekeringan.
Kelembaban yang rendah akan merangsang serangga ini untuk bergerak ke
tempat yang memiliki kelembaban optimum, sehingga memungkinkan
terbentuknya kelompok-kelompok. Agregasi ini dapat meningkatkan daya
tahan kelompok dan mempertinggi kesempatan terjadinya fertilisasi, tetapi
juga meningkatkan kompetisi antar individu. Hewan ini tidak mampu
membuat liang pergerakannya (nonburrowed animal).
Menurut Christiansen, (1990) bahwa kelembaban maksimum yang
diperlukan Collembola untuk kelangsungan hidupnya adalah 100%,
sedangkan kelembaban minimum adalah 50%. Disaat kelembaban atauu
kandungan air didalam tanah rendah, maka Collembola akan berpindah ke
lapisan tanah yang paling dalam atau ke tempat yang memiliki kelembaban
yang tinggi.
2.6.2 Suhu
Perbedaan struktur populasi terjadi karena adanya perpindahan
Collembola ke dalam lapisan tanah yang lebih dalam atau lebih luas.
Perpindahan ini disebabkan oleh 1) tingkat kekeringan atau kebasahan tanah
yang berlebihan, 2) suhu lapisan permukaan tanah yang ekstrem rendah atau
tinggi, dan 3) tanggapan Collembola terhadap perubahan kandungan CO2
tanah. Semakin dalam lapisan tanah maka tingkat porositas dan pertukaran
udara tanah semakin berkurang. Dengan demikian jenis-jenis yang hidup di
lapisan tanah yang lebih dalam harus bertoleransi terhadap kadar CO 2 yang
lebih tinggi dan kadar O2 yang lebih rendah dibandingkan jenis-jenis yang
hidup dipermukaan. Suhu optimal yang dibutuhkan oleh Collembola
termasuk rendah dan terletak antara 5–15ºC, tetapi ada juga yang aktif pada
suhu –20ºC atau 280ºC. Ketahanan terhadap tinggi rendahnya suhu
bervariasi, tergantung jenis dan umurnya (Amir, 2008).
8
tanah itu sendiri. Tingkat curah hujan dan dan kelebaban sangat
mempengaruhi komposisi kelimpahan Collembola di dalam tanah
(Ananthakrisnan, 1978), (Warino, 2017).
Menurut Suhadjono dkk., (2012) mengatakan curah hujan dapat
berpengaruh tidak langsung terhadap sintasan Collembola. tingkat kematian
akan lebih tinggi pada msim kering karena Collembola tidak akan tahan
pada kekeringan. Hal ini dikarenakan Collembola peka terhadap perubahan
kelembaban tanah, baik yang terjadi diatas permukaan tanah maupun
didalam tanah.
2.7 Hutan
Hutan adalah sebuah kawasan yang ditumbuhi dengan dengan lebat oleh
pepohonan dan tumbuhan lainnya. Kawasan-kawasan semacam ini terdapat di
wilayah-wilayah yang luas di dunia dan berfungsi sebagai penampung karbon
dioksida, habitat hewan, modulator arus hidrologika, serta pelestari tanah dan
merupakan salah satu aspek biosfer bumi yang paling penting. Hutan adalah
bentuk kehidupan yang tersebar di seluruh dunia. Kita dapat menemukan hutan
baik di daerah tropis maupun daerah beriklim dingin, di dataran rendah maupun di
pegunungan, di pulau kecil maupun di benua besar (Indriyati dan Wibowo,
2011).
Hutan merupakan sumber daya alam yang sangat potensial dalam
mendukung diversitas flora dan fauna. Hutan termasuk sumberdaya alam yang
harus dijaga kelestarianya karena memiliki peran penting untuk kehidupan
manusia dan makhluk hidup di dalamnya, hutan tidak hanya bermanfaat secara
ekonomi, tetapi juga bermanfaat secara ekologi (Undang-undang nomor 41 1999).
Keadaan flora hutan yang beragam dapat memberi pengaruh yang beragam
terhadap ekosistem hutan itu sendiri (Fahmi dkk., 2015).
Seperti telah kita ketahui bersama, bahwa hutan merupakan paru-paru bumi
tempat berbagai satwa hidup, pohon-pohon, hasil tambang dan berbagai
sumberdaya lainnya yang bisa kita dapatkan dari hutan yang tak ternilai harganya
bagi manusia. Hutan juga merupakan sumberdaya alam yang memberikan
manfaat besar bagi kesejahteraan manusia, baik manfaat tangible yang dirasakan
9
secara langsung, maupun intangible yang dirasakan secara tidak langsung.
Manfaat langsung seperti penyediaan kayu, satwa, dan hasil tambang. Sedangkan
manfaat tidak langsung seperti manfaat rekreasi, perlindungan dan pengaturan tata
air, pencegahan erosi. Keberadaan hutan, dalam hal ini daya dukung hutan
terhadap segala aspek kehidupan manusia, satwa dan tumbuhan sangat ditentukan
pada tinggi rendahnya kesadaran manusia akan arti penting hutan di dalam
pemanfaatan dan pengelolaan hutan. Hutan menjadi media hubungan timbal balik
antara manusia dan makhluk hidup lainnya dengan faktor-faktor alam yang terdiri
dari proses ekologi dan merupakan suatu kesatuan siklus yang dapat mendukung
kehidupan (Reksohadiprojo, 2000).
10
teknik bercocok tanam, sekitar 10.000 tahun SM. Teknik ladang berpindah
dilakukan oleh masyarakat adat tradisional, dan masih dilakukan di beberapa
daerah pedalaman Indonesia hingga saat ini. Teknik perladangan berpindah
dilakukan dengan membuka lahan hutan yang subur kemudian membakarnya
hingga menjadi abu pada beberpa luas tertentu. Abu sisa pembakaran akan
membantu secara signifikan dalam proses penyuburan tanah dan dapat menaikan
pH tanah, sehingga teknik ini sangat cocok dilakukan di daerah yang memiliki
kandungan tanah asam (Indriyati dan Wibowo, 2011).
.
11
BAB III
METODE PENELITIAN
Gambar 3.1. Peta lokasi penelitian dusun Taeno. (A) Hutan, (B) Ladang
berpindah (Sumber: Google Maps, 2022)
12
3.4 Cara Kerja
3.4.1 Penentuan Daerah Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada dua lokasi yaitu pada hutan yang
tertutup (ternaung) dan ladang berpindah yang terbuka (tidak ternaung) di
dusun Taeno, Kecamatan teluk Ambon, kota Ambon. Pemilihan kedua
lokasi ini sebagai representasi dari ekosistem yang alami dan yang sudah
ada aktivitas manusia.
20 m
2m
20 m 10 m
13 m
5m
3,5 m
Gambar 3.2. Peta Penempatan Plot Pengamatan pada Dua Lokasi
13
Metode Pitfall Trap dilakukan dengan cara pembuatan lubang dengan
menggali tanah seukuran gelas aqua. Kemudian gelas aqua diletakan
kedalam lubang sejajar dengan permukaan. Selanjutnya gelas diisi dengan
air deterjen (1/3 dari tingginya gelas) agar serangga yang masuk tidak bisa
keluar dan dibiarkan selama 24 jam. Penutup alat dipasang sekitar 2-3 cm
diatas permukaan perangkap sumuran. (Erawati dan Kahono. 2010).
Dalam proses penelitian akan dilakukan pengukuran komponen
abiotik diantaranya: suhu, kelembaban, pH, dan intensitas cahaya saat
dilakukan pengamatan tersebut.
Naungan
14
Keterangan:
Pi = Perbandingan jumlah individu suatu jenis dengan keseluruhan
jenis (ni/N)
ni = Jumlah individu jenis ke-i
N = Jumlah total individu semua jenis
H′ = Indeks keanekaragaman Shannon-Wienner
Ln = Logaritme nature
Jika nilai H' <1 maka keragaman spesies rendah, jika nilai H' berkisar
antara 1–3 maka keragaman spesies sedang dan jika nilai H' >3 maka
keragaman spesies tinggi.
D=
Keterangan:
D = Indeks dominansi Simpson
Pi = Proporsi individu pada spesies ke-i
E=
Keterangan:
15
E = Indeks keseragaman
H′ = Indeks keanekaragaman Shannon-Wienner
S = Jumlah spesies
16
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
18
4.1.3 Indeks Ekologi
Indeks ekologi di Dusun Taeno pada daerah hutan memiliki nilai
Indeks keanekaragaman 0.532 dan pada area ladang berpindah dengan nilai
indeks keanekaragaman 0.619. Nilai indeks dominansi pada area hutan
adalah 0.7219 dan di area ladang berpindah dengan nilai indeks dominansi
0.667. Sedangkan nilai indeks keseragaman pada area hutan adalah 0.484
dan pada area ladang berpindah dengan nilai indeks keseragaman adalah
0.563 (Gambar 2.3).
19
Tabel 4.2. Jenis Tumbuhan yang Ditemukan pada Lokasi Penelitian
1 Tanaman Paku-Pakuan
Terong dan Timun
2 -
4 Kacang panjang -
6 Tanaman Pisang -
7 Singkong dan Keladi -
9 Nenas -
10 Pohon Bambu dan Pohon sukun -
11 Pohon Durian -
12 Pohon Papaya -
13 Pohon Beringin -
Ket:
= Ada
– = Tidak ada
H LB
Parameter
Hasil Pengukuran Hasil Pengukuran
Awal Akhir Awal Akhir
Suhu Udara (°C) 30,6°C 28,9°C 35,0°C 32,0°C
4.2 Pembahasan
Ekosistem hutan adalah salah satu wilayah yang produktivitasnya tinggi
karena adanya dekomposisi serasah, sehingga memberikan kontribusi besar bagi
detritus organik yang sangat penting sebagai sumber energi terhadap berbagai
macam fauna yang hidup di kawasan sekitarnya, salah satu diantaranya yakni
Collembola (Iksan dkk., 2012). Hasil penelitian yang dilakukan pada kedua lokasi
menunjukan tingkat populasi ordo Collembola pada area hutan lebih banyak yaitu
211 individu dibandingkan area ladang berpindah yaitu 199 individu. Pada habitat
hutan, adanya hambatan sinar matahari dikarenakan terdapat vegetasi pohon
dengan kanopi yang berhimpitan dan juga semak yang menghalangi sehingga
cahaya tidak langsung mengenai permukaan tanah. Sedangkan pada habitat ladang
berpindah merupakan area tidak ternaung karena hanya beberapa perdu sehingga
sehingga sinar matahari secara langsung mengenai permukaan tanah karena tidak
ada pohon atau perdu yang menghalangi.
21
Nilai Shannon’s diversity index atau indeks keanekaragaman
digunakan untuk membandingkan komposisi jenis dari ekosistem atau
komunitas yang berbeda (Indahwati dkk, 2012). Dari hasil gambar 4.3
menunjukan nilai H′ pada kedua area penelitian rendah. Area hutan
(ternaung) menunjukan angka 0,532 sedangkan ladang berpindah (tidak
ternaung) 0,619. Kedua area memiliki kesamaan berdasarkan rumus indeks
keanekaragaman Shannon-Wienner adalah jika nilai H′<1 maka
keanekaragaman spesies rendah, jika nilai H′ 1-3 maka keanekaragaman
spesies sedang, sedangkan jika nilai H′>3 maka keanekaragaman tinggi
sehingga dapat dikatakan indeks keanekaragaman rendah pada kedua lokasi.
Berdasarkan hasil analisa nilai keanekaragaman Collembola di hutan,
sedikit lebih rendah dari pada ladang. Hal ini dapat diakibatkan karena
adanya jumlah individu dari spesies tertentu yang lebih banyak dari spesies
yang lain. Menurut Selvany dkk (2018) kehilangan bahan organik dalam
tanah, dapat mengakibatkan sumber makanan sedikit dan kondisi
mikrohabitat menjadi tidak sesuai bagi fauna tanah termasuk Collembola.
Karena ada monopoli dari spesies tertentu yang dominan di habitat hutan
mengakibatkan spesies yang lain makin sulit berkompetisi untuk
mendapatkan makanan sehingga nilai keanekaragaman sedikit lebih rendah
dari ladang berpindah.
24
Rahmadi dkk., (2004) bahwa faktor biotik seperti tumbuhan berpengaruh
terhadap keberadaan Collembola.
Antara genus yang ditemukan, jumlah family Entomobrydae yang
paling banyak dikarenakan Collembola dari famili Entomobrydae umumnya
ditemukan pada lapisan teratas serasah daun. Jenis Collembola yang hidup
pada serasah atau dekat dengan permukaan tanah umumnya memiliki tubuh
dengan warna yang lebih mencolok, indera yang berkembang dengan baik,
serta memiliki antena dan furcula (Wallwork, 1976) dalam (Widyawati,
2008). Menurut (Bellini dan Zeppelini, 2008) yang menyatakan bahwa
Entomobryidae merupakan suku dominan dan terbesar dari Collembola
dengan lebih dari 1625 jenis telah teridentifikasi. Entomobryidae mampu
berdaptasi dan bertahan hidup, ditemukan pada lapisan serasah atau dekat
permukaan (Elisa dkk., 2013). Jenis makanan Entomobryidae bervariasi
(Indriyati dan Wibowo, 2008).
Bromacanthus sp merupakan Collembola yang termasuk kedalam
famili Paronellidae tergolong kedalam ordo Entomobryomorpha. Memliki
warna kecokelatan dan bercak-bercak biru. Memiliki tubuh bersisik dan
oselus berjumlah 8+8. Memiliki antenna yang tidak terlalu panjang. Tabung
ventral bersisik. Mukro pendek lebar dengan 2 gigi dan sering menyatu
dengan dens.
Genus Callyntura merupakan salah satu genus dari famili
Paronellidae. Termasuk Collembola berukuran besar dengan panjang tubuh
sekitar 3,5 mm. warna tubuh kuning kecokelatan. Tubuh dilengkapi dengan
banyak mikroseta dan sisik yang kasar. Memiliki mata 8+8. Oselus tersusun
dalam dua deret. Antrena belang-belang hitam. Antena IV tidak amulet,
antean I-III tanpa seta jambul lebat. Tabung ventral tanpa sisik. Furkula
panjang dan mukro terpisah dari dens.
26
Trap dan 80980-112900 Lux setelah pengambilan sampel. Hal ini
dikarenakan pada area hutan ditutupi oleh kanopi yang rapat dan pepohonan
sehingga menghambat cahaya matahari langsung ke permukaan tanah.
Sedangkan pada ladang berpindah tidak ditutupi oleh kanopi sehingga
cahaya matahari secara langsung tembus ke permukaan tanah. Namun ada
perbedaan angka Lux meter pada ladang berpindah yang terlihat sangat
tinggi atau terang yang diakibatkan oleh cuaca pada saat pengkuran setelah
hujan kemudian disusul oleh panas yang terik.
28
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil yang didapat dari penelaitian maka dapat disimpulkan:
5.1.1. Ditemukan 3 spesies Collembola dari 2 famili dengan indeks
keanekaragaman pada area hutan adalah 0,532 (kategori rendah)
sedangkan pada ladang berpindah adalah 0,619 (kategori rendah).
5.1.2. Indeks dominansi pada area hutan adalah 0,721 dan area ladang
berpindah adalah 0,667 artinya ada spesies lain yang mendominasi
kedua area tersebut.
5.1.3. Indeks keseragaman pada area hutan adalah 0,484 dan area ladang
berpindah 0,563.
5.2 Saran
5.2.1. Hasil penelitian ini disarankan dapat digunakan sebagai referensi, baik
dalam proses belajar maupun penelitian lainnya yang berhubungan
dengan keanekaragaman serangga tanah ordo Collembola.
5.2.2. Disarankan adanya peneltian lanjutan di Dusun Taeno Kecamatan
Teluk Ambon terkait serangga tanah lainnya.
29
DAFTAR PUSTAKA
Ansari, A., Akhyar, A. I., Nurmi, N., dan Arhas, F. R. (2018). Jenis-Jenis
Collembola di Kawasan Rinon Pulo Aceh. Prosiding Seminar
Nasional Biotik, 4(1).
Bavelloni, A., Piazzi, M., Raffini, M., Faenza, I., and Blalock, W. L. (2015).
Prohibitin 2: At a communications crossroads. Journal IUBMB Life,
67(4):239–254.
Coleman, DC., Crossley Jr DA, and Hendrix PF. (2004). Fundamentals of Soil
Ecology. London: Academic Pr.
30
Detsis, V. (2000). Vertical Distribution of Collembola Indecidous Forest Under
Mediterranean Climatic Conditions. Belgian Journal of Zoologi.
130:55–59.
Dindal, D. L. (1999). Soil Biology John Wiley and Sons, Inc, 97-136p.
Elisa, F., Jasmi dan Abizar. (2013). Komposisi Serangga Tanah pada Kebun
Karet di Nagari Padang XI Punggasan Kecamatan Linggo Saribaganti
Kabupaten Pesisir Selatan. Laporan Penelitian. Padang: STKIP PGRI.
Greenslade PJ. (1991). Collembola Dalam Naumann I.D (Ed). The Insect of
Australia. Melbourne University Press. Carlton : 252-264.
31
The Genera from Southern Regions and Notes on Pronura.
Invertebrate Systematics. 5(4):837-854.
Gusliana, H. B., Ikhsan, I., dan Ferawati, F. (2020). The Status of Indigenous
Forest in Riau Province. In Riau Annual Meeting on Law and Social
Sciences (RAMLAS 2019). Atlantis Press : 52-56.
Irawati, Z., Natalia, L., Nurcahya, C. M., dan Anas, F. (2007). The role of
Medium Radiation Dose on Microbiological Safety and Shelf-Life of
Some Traditional Soups. Journal Radiation Physics and Chemistry,
76(11-12): 1847-1854.
32
Latumahina, F. (2020). Penyebaran Semut dalam Kawasan Hutan di Pulau
Saparua, Provinsi Maluku. Jurnal Ilmu Kehutanan. 14(2): 154-166.
Leroy, B. L., Bommele, L., Reheul, D., Moens, M., and De Neve, S. (2007).
The application of vegetable, fruit and garden waste (VFG) compost
in addition to cattle slurry in a silage maize monoculture: Effects on
soil fauna and yield. European Journal of Soil Biology. 43(2): 91-100.
Maguran, A. E., and Winfield, I. J. (1982). Fish in Larger Shoals Find Food
Faster. Behavioral Ecology and Sociobiology. Book Ethology Press.
10(2): 149-151.
33
Prihantoro D. E. (2013). Komposisi Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Bawah
Pasca Erupsi Merapi di Petak 58 RPH Kaliurang, Pakem, Sleman,
Yogyakarta. Tugas Akhir. Universitas Gadja Mada.
Putri, K., Santi, R., dan Aini, S. N. (2019). Keanekaragaman Collembola dan
Serangga Permukaan Tanah di Berbagai Umur Perkebunan Kelapa
Sawit (Elaeis Guineensis Jacq.). Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan.
21(1): 36–41.
34
Santeshwari, M. R., and Singh, J. (2015). Collembola (Insecta: Collembola)
Community from Varanasi and Nearby Regions of Uttar Pradesh,
India. Journal of Experimental Zoology India. 18(2): 571-577.
35
Warino, J., Widyastuti, R., Suhardjono. R. Y., dan Nugroho, B. (2016).
Keanekaragaman dan Kelimpahan Collembola pada Perkebunan
Kelapa Sawit di Kecamatan Bajubang Jambi. Journal Entomologi
Indonesia 14(2): 51-57.
36
Lampiran I
Analisa Data
A. Indeks keanekaragaman Shannon-Wienner
Rumus:
Rumus: D=
Rumus: E=
37
Lampiran II
Dokumentasi Penelitian
No Keterangan Gambar
38
4 Perangkap sumuran setelah dipasang
kemudian diberi naungan menggunakan
piring plastik
39
8 Sampel diamati menggunakan mikroskop
dan selanjutnya dapat di identifikasi
40
Lampiran III
Spesies Lain Yang Ditemukan pada Lokasi Penelitian
No Gambar Hutan Ladang berpindah
1
–
Tachyporus sp
2
Aphaenogaster sp
3
Velarifictorus micado
4
Diplopoda sp
41
5
Parcellio scaber
6
Pardosa sp.
7
Cicindela aurulenta
8 –
Emoia arnoensis
9
Plutella sp
42