Anda di halaman 1dari 19

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara dengan tingkat keragaman tertinggi kedua di


dunia setelah Brazil. Sebagian dari kekayaan flora yang tersebar di Indonesia
memiliki potensi sebagai tanaman hias maupun obat-obatan. Famili
Zingiberaceae adalah salah satu dari sekian banyak flora yang tersebar di
Indonesia termasuk di Maluku.
Zingiberaceae adalah famili kelompok herba menahun yang digolongkan
sebagai salah satu plasma nutfah yang bermanfaat sebagai rempah alami, tanaman
obat dan penghasil minyak essensial (Syamsuardi et al., 2010). Zingiberaceae
yang paling banyak dimanfaatkan terdapat pada genera Alpinia, Amomum,
Curcuma, Zingiber, Boesenbergia, Kaempferia, Elettaria, Elettaropsis, Etlingera,
dan Hedychium (Sepito et al, 2019). Beberapa anggota famili Zingiberaceae
sering ditemukan pada daerah hutan tropis dan tercatat 1400 spesies telah
ditemukan di dunia (Nurainas, 2007).
Famili Zingiberaceae merupakan terna berumur panjang, memilik ciri khas
pada rizomanya yang membengkak seperti umbi dengan akar-akar yang tebal dan
sering kali mempunyai ruang-ruang yang terisi dengan minyak menguap. Daun
tersusun sebagai rozet akar atau berseling pada batang, bangun lanset atau jorong,
bertulang menyirip atau sejajar. Tangkai daun beralih menjadi pelepah yang
membelah kadang mempunyai lidah-lidah. Pelepah daun saling membalut dengan
eratnya, sehingga kadang-kadang merupakan batang semu (Tjitrosoepomo, 1994).
Secara umum, optimalisasi peranan tumbuhan bagi keberlangsungan hidup
manusia bergantung pada faktor internal dan eksternal, salah satunya adalah
cahaya matahari. Daun akan menyerap energi dari cahaya matahari dan
mengubahnya menjadi energi kimia yang tersimpan dalam bentuk gula melalui
proses fotosintesis. Hal tersebut dibutuhkan tumbuhan untuk dapat tumbuh dan
berkembang, serta melakukan aktivitas kehidupan lainnya yang memerlukan
energi.
Daun memiliki struktur stomata (mulut daun) yang berfungsi untuk
pertukaran gas O₂, CO₂ dan uap air dari daun ke alam sekitar dan sebaliknya
(Sumardi et al., 2010). Menurut Mulyani (2006), fungsi stomata tersebut sangat
penting dalam proses fotosintesis, respirasi dan transpirasi. Stomata terdapat pada
sisi atas dan bawah daun, atau hanya pada permukaan bawah saja. Jumlah stomata
per mm² berbeda pada setiap tumbuhan. Stomata merupakan kombinasi dari dua
sel penutup yang disebut dengan porus stomata (Lakna, 2017). Karakteristik
stomata pada daun meliputi jumlah stomata total, jumlah stomata yang terbuka
dan tertutup, kerapatan stomata dan jenis atau tipe stomata (Izza dan Laily, 2015).
Jumlah stomata mempengaruhi tingkat kerapatan stomata yaitu bila
jumlahnya banyak maka tingkat kerapatan stomata juga tinggi. Tingkat kerapatan
stomata berbeda pada setiap jenis tumbuhan yang dipengaruhi oleh lingkungan
seperti intensitas cahaya, ketersediaan air, suhu, dan konsentrasi CO². Misalnya,
jika semakin tinggi intensitas cahaya, kerapatan stomata pada permukaan daun
juga semakin meningkat (Meriko dan Abizar, 2017). Posisi stomata antara daun
yang satu dengan daun yang lainnya tidak sama. Hal ini disebabkan karena
perbedaan luas permukaan daun pada tanaman, penutupan stomata, jumlah dan
ukuran stomata, perbedaan bentuk stomata, jumlah daun, kerapatan stomata dan
perilaku stomata.
Tumbuhan dari famili Zingiberaceae ini sangat banyak jenisnya di alam,
sehingga kemungkinan besar memiliki tipe stomata yang bervariasi. Menurut
Sitompul dan Guritno (1995), variasi morfologi tumbuhan disebabkan oleh faktor
lingkungan dan faktor genetiknya. Faktor lingkungan yang mempengaruhi
perubahan morfologi tanaman, yaitu intensities cahaya, garis lintang, ketinggian
tempat, iklim, suhu, kelembaban udara, jenis tanah, kondisi tanah dan kesuburan
tanah (Barbour dan Pitts, 1987). Perubahan ini bila turun temurun sampai
teradaptasi dan merubah gen, maka akan diwariskan (Jones dan Luchsinger,
1986). Menurut Rosmaina dan Zulfahmi (2011), karakterisasi pada tanaman
dilakukan untuk mencari karakter khusus dari setiap tanaman.
Kota Ambon mempunyai wilayah yang sebagian besar terdiri dari daerah
berbukit yang berlereng terjal dengan kemiringan di atas 20 m seluas kurang lebih
186,9 Km² atau 73°, dan daerah datar dengan kemiringan sekitar 10 m seluas kira
- kira 55 Km² atau 17° dari luas seluruh wilayah daratannya. Kondisi topografi
Kota Ambon dikelompokkan dalam 7 lokasi satu diantaranya, yaitu pusat kota dan
sekitarnya sebagian petuanan Desa Amahusu sampai Desa Latta dengan areal
ketinggian 0 – 500 m dan kemiringan 3,36° seluas 13,5 Km² atau 5,44° (Putuhena,
2019). Dengan kondisi ini tidak menutup kemungkinan adanya persebaran
Zingiberaceae di daerah Halong. Menurut Holttum (1950), Zingiberaceae
umumnya hidup pada daerah yang lembab dan sering kali ditemukan pada dataran
rendah atau pada bagian sisi bukit dan sedikit sekali ditemukan pada dataran
tinggi.
Di daerah Halong tumbuhan Zingiberaceae banyak ditemukan di sekitar
pekarangan rumah warga dengan adanya pandemi yang terjadi beberapa tahun
belakangan mereka sering menggunakannya sebagai bumbu masakan dan juga
bahan obat-obatan. Melihat dari kelimpahan tumbuhan Zingiberaceae di daerah
Halong maka dipilih sebagai sampel dalam penelitian ini.
Selain itu, jika dibandingkan dengan tumbuhan dari famili yang lain
tumbuhan Zingiberaceae memiliki lebih banyak manfaat. Oleh sebab itu, peneliti
melakukan penelitian terkait “Studi Karakteristik Morfologi Daun dan Anatomi
Stomata Beberapa jenis tumbuhan Zingiberaceae di Daerah Halong”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka yang menjadi permasalahan dalam
penelitian ini adalah:
1. bagaimana karakteristik morfologi daun beberapa jenis tumbuhan
Zingiberaceae?
2. bagaimana karakteristik anatomi stomata daun beberapa jenis tumbuhan
Zingiberaceae?

C. Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik
morfologi daun dan anatomi stomata beberapa jenis tumbuhan Zingiberaceae.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah:
1. untuk mendapatkan data informasi mengenai karakteristik morfologi daun
beberapa jenis tumbuhan Zingiberaceae.
2. untuk mendapatkan data informasi mengenai karakteristik anatomi stomata
beberapa jenis tumbuhan Zingiberaceae.
3. sebagai bahan referensi yang dapat dijadikan dasar bagi penelitian selanjutnya
Daun
Daun merupakan organ tumbuhan yang sangat penting dan pada umumnya merupakan
bagian yang terbanyak pada tumbuhan. Daun hanya terdapat pada batang dan tidak pernah
terdapat pada bagian lain pada tumbuhan. Bagian batang sebagai tempat melekatnya daun
disebut dengan buku-buku (Nodus) batang, dan tempat di atas daun merupakan sudut antara
batang dan daun dinamakan ketiak daun (axila) (Tjitrosoepomo, 2016). Secara umum daun
merupakan organ yang berperan sebagai penyerap, pengangkut, pengolahan dan penimbunan
zat-zat makanan. Berikut ini merupakan fungsi daun secara umum (Silalahi, 2015):
1) Pengambilan atau penyerapan zat-zat makanan (resorbsi)
2) Pengolahan zat-zat makanan (fotosintesis)
3) Penguapan (transpirasi)
4) Pernapasan (respirasi)
Setiap jenis tumbuhan memiliki bentuk daun yang berbeda. Bentuk daun sangat
bervariasi namun biasanya terdiri atas sebuah helaian pipih dengan satu tangkai daun, yang
menyambungkan daun kebatang pada nodus (Rahayu, 2019).
a. Bagian-bagian Daun
Menurut Tjitrosoepomo, (2016), Daun yang lengkap mempunyai bagian-bagian yang
terdiri dari:
1) upih daun atau pelepah daun (vagina),
2) tangkai daun (petioles),
3) helaian daun (lamina).
Daun lengkap umumnya banyak ditemukan pada tumbuhan monokotil (Liliopsida)
seperti pada pisang (Musa paradisiaca), Pinang (Areca catechu), dan bambu (Bambusa sp.).
Walaupun demikian bila dilihat dari jumlah spesies tumbuhan yang memiliki daun lengkap
jumlahnya jauh lebih kecil dibadingkan dengan jenis lainnya. Sebagain besar tumbuhan
kehilangan salah satu bagian daunnya seperti upih atau tangkai, namun paling banyak yang
mengelami kehilangan upih. Daun tersebut disebut dengan daun tidak lengkap (Silalahi,
2015).
Mengenai susunan daun yang tidak lengkap ada beberapa kemungkinan
(Tjitrosoepomo, 2016):
a) Daun bertangkai, yaitu daun yang hanya terdiri atas tangkai dan helaian saja.
Sebagian besar tumbuhan mempunyai daun yang demikian misalnya: nangka
(Artocarpus integra Merr.), manga (Mangifera indica L.).
b) Daun berupih atau daun berpelepah, yaitu daun yang hanya terdiri atas upih dan
helaian daun. Dapat kita temukan pada tumbuhan yang tergolong suku rumput,
misalnya: padi (Oryza sativa L.), jagung (Zea mays L.).
c) Daun duduk (sessilis), yaitu daun hanya terdiri atas helaian saja tanpa upih dan
tangkai sehingga helaian langsung melekat atau duduk pada batang, misalnya: biduri
(Calotropis gigantae R.Br.). Daun yang hanya terdiri atas helaian daun saja dapat
mempunyai pangkal yang demikian lebarnya, hingga pangkal daun tadi seakan-akan
melingkari batang atau memeluk batang oleh sebab itu juga dinamakan: daun
memeluk batang (amplexicaulis) seperti terdapat pada tempuyung (Sonchus
oleraceus L.).
d) Filodia, yaitu daun hanya terdiri atas tangkai saja dan dalam hal ini tangkai tadi
biasanya menjadi pipih sehingga menyerupai helaian daun, jadi merupakan suatu
helaian daun semuatau palsu. Seperti terdapat pada jenis Acacia yang berasal dari
Australia, misalnya: Acacia auriculiformis A. Cunn.

1) Upih Daun atau Pelepah Daun (Vagina)


Pelepah daun adalah bagian pangkal daun yang melebar. Pelepah daun disebut juga
upih daun, dan biasanya membungkus bagian batang. Pelepah daun umumnya dijumpai pada
tumbuhan monokotil, misalnya pada anggota dari runca Musaceae, Graminae, Cyperaceae
(Hadisunarso, 2013). Upih daun atau pelepah daun berfungsi sebagai (Tjitrosoepomo, 2016):
a) Sebagai pelindung pelindung kuncup yang masih muda, seperti dapat dilihat pada
tanaman tebu (Saccharum officinarum L.),
b) Memberi kekuatan pada batang tanaman. Dalam hal ini upih daun membungkus
batang, sehingga batang tidak tampak sebagai batang dari luar. Hal ini tentu saja
mungkin terjadi apabila upih daun amat besar seperti misalnya pada batang pisang
(Musa paradisiaca L.).
Pelepah daun tidak dijumpai pada tumbuhan dikotil dan Gymnospermae. Oleh karena
itu, tangkai daun pada tanaman tersebut langsung menempel pada bagian buku-buku batang
(Hadisunarso, 2013).
2) Tangkai Daun (Petiolus)
Menurut Tjitrosoepomo (2016), tangkai daun merupakan bagian daun yang mendukung
helaiannya dan bertugas menempatkan helaian daun pada posisi sedemikian rupa, hingga
dapat memperoleh cahay matahari sebanyak-banyaknya. Pada daun tunggal, tangkai daun
mendukung satu helai daun, sedangkan pada daun majemuk, tangkai daunnya dapat
bercabang-cabang membentuk anak tangkai daun yang mendukung anak-anak daun. Tangkai
daun biasanya berbentuk bulat panjang dan masif, misalnya pada daun mangga, melinjo, dan
singkong. Pada tanaman pepaya, tangkai daunnya bulat panjang tidak masif, tetapi bagian
dalamnya berongga sehingga seperti pipa. Pada tanaman pisang bagian tangkai daunnya tidak
bulat, melainkan membentuk lekukan setengah lingkaran di bagian sisi bawah dengan bagian
tepi di sisi atasnya menipis. Pada kelompok pisang yang termasuk jenis Musa acuminata,
misalnya pisang mas bagian sisi atas tangkai daunnya terbuka, sedangkan pada pisang yang
termasuk Musa balbisiana, misalnya pisang klutuk, bagian sisi atas tangkai daunnya
melengkung sehingga tertutup (Hadisunarso, 2013).

3) Helaian Daun (Lamina)


Menurut Hadisunarso (2013), Helai daun berfungsi sebagai tempat berlangsungnya
fotosintesis. Pada paku-pakuan helai daun dapat berfungsi sebagai pembawa spora. Helai
daun sangat bervariasi, baik ukuran, bentuk maupun warnanya. Adanya variasi tersebut
banyak digunakan untuk membantu mengidentifikasi tumbuhan.

b. Bentuk Daun
Menurut Tjitrosoepomo (2016), berdasarkan letak bagian daun yang terlebar maka
dapat kita bedakan ke dalam empat golongan sebagai berikut:
1) Bagian yang terlebar terdapat kira-kira di tengah-tengah helaian daun.
2) Bagian yang terlebar di bawah tengah-tengah helaian daun.
3) Bagian yangter lebar terdapat di atas tengah-tengah helaian daun.
4) Tidak ada bagian yang terlebar, artinya helaian daun dari pangkal ke ujung dapat
dikatakan sama lebarnya.

1) Bagian yang terlebar terdapat kira-kira di tengah-tengah helaian daun


Jika demikian keadaannya, maka akan kita jumpai kemungkinan bangun daun sebagai
berikut:
a. bulat atau bundar (orbicularis), jika panjang: lebar = 1:1. Bangun daun yang
demikian ini antara lain dapat kita jumpai pada Victoria regia, teratai besar
(Nelumbium nelumbo Druce).
b. bangun perisai (pelatus). Jika helai daunnya bulat dan mempunyai tangkai daun
yang tidak tertanam pada pangkal daun melainkan pada bagian tengah helaian daun,
misalnya pada teratai besar (Nelumbium nelumbo Druce), dan daun jarak (Ricinus
communis L.).
c. jorong (ovalis atau elipticus), yaitu jika perbandingan panjang: lebar = 1½-2:1,
seperti dapat dilihat pada daun nangka (Artocarpus integra Merr.) dan nyamplung
(Colophyllum inophyllum L.).
d. memanjang (oblongus), yaitu jika panjang: lebar = 2½-3: 1, misalnya daun srikaya
(Annona squamosal L.) dan sirsat (Annona muricata L.).
e. bangun lanset (lanceolatus), jika panjang: lebar = 3-5: 1, misalnya daun kamboja
(Plumiera acuminate Ait), oleander (Nerium oleander L.).

2) Bagian yang terlebar terdapat di bawah tengah-tengah helaian daun.


Daun-daun yang mempunyai bagian yang terlebar dibawah tengah-tengah helaian daun
dibedakan dalam dua golongan:
a. Pangkal daunnya tidak bertoreh. Dalam golongan ini kita dapat bentuk-bentuk
berikut:
a) Bangun bulat telur (ovatus), misalnya daun kembang sepatu (Hibiscus rosa-
sinensis L.), daun lobak rawit (Capsicum frutescens L.).
b) Bangun segi tiga (triangularis), yaitu bangun seperti segi tiga sama kaki,
misalnya daun bunga pukul empat (Mirabilis jalapa L.).
c) Bangun delta (deltoideus), yaitu bangun segi tiga yang sama ketiga sisinya,
misalnya daun air mata pengantin (Antigonon leptopus Hook, et Arn.).
d) Bangun belah ketupat (rhomboideus), yaitu bangun segi empat yang sisinya tidak
sama panjang, misalnya anak daun yang di ujung pada daun bangkuwang
(Pachyrrhizus erosus Urb.).
b. Pangkal daun bertoreh atau berlekuk. Dalam golongan ini termasuk bentuk-bentuk
daun berikut:
a) Bangun jantung (cordatus), yaitu bangun seperti bulat telur, tetapi pangkal daun
memperlihatkan suatu lekukan misalnya daun waru (Hibiscus tiliaceus L.).
b) Bangun ginjal (reniformis), yaitu daun yang pendek lebar dengan ujung yang
tumpul atau membulat dan pangkal yang berlekuk dangkal, misalnya daun
pagagan atau daun kaki kuda (Centella asiatica Urb.).
c) Bangun anak panah (sagittatus). Daun tak seberapa lebar, ujung tajam, pangkal
dengan lekukan yang lancip pula. Demikian juga bagian pangkal daun di kanan
kiri lekukannya. Dapat kita lihat pada daun enceng (Sagittaria sagittifolia L.).
d) Bangun tobak (hastatus), seperti bangun anak panah, tetapi bagian pangkal daun
di kanan kiri tangkai mendatar, misalnya daun wewehan (Monochoria hastate L.
Solms).
e) Bertelinga (auriculatus), seperti bangun tombak, tetapi pangkal daun di kanan kiri
tangkai membulat, misalnya daun tempuyung (Sonchus asper Vill.).

3) Bagian yang terlebar terdapat diatas tengah-tengah helaian daun.


Dalam hal yang demikian kemungkinan bangun daun yang dapat kita jumpai ialah:
a. Bangun bulat telur sungsang (obovatus), yaitu seperti bulat telur tetapi bangian yang
lebar dekat ujung daun, misalnya daun sawo kecik (Manilkara kauki Dub.).
b. Bangun jantung sungsang (obcordatus), misalnya daun sidaguri (Sida retusa L.),
calincing atau semanggi gunung (Oxalis corniculata L.).
c. Bangun segi tiga terbalik (cuneatus), misalnya anak daun semanggi (Marsilea
crenda Presl.).
d. Bangun sudip atau bangun spatel atau solet (spathulatus), seperti bangun bulat telur
terbalik, tetapi bagian bawahnya memanjang, misalnya daun tapak lima
(Elephantopus scaber L.), daun lobak (Raphanus sativus L.).

4) Tidak ada bagian yang terlebar atau dari pangkal sampai ujung hamper sama lebar.
Dalam golongan ini termasuk daun-daun tumbuhan yang biasanya sempit, atau
lebarnya jauh berbeda jika dibandingkan dengan panjang daunnya.
a. Bangun garis (linearis), pada penampang melintangnya pipih dan daun amat
panjang, misalnya daun bermacam-macam rumput (Graminae).
b. Bangun pita (ligulatus). Serupa daun bangun garis, tetapi lebih panjang lagi. Juga
didapati pada jenis-jenis rumput, misalnya daun jagung (Zea mays L.)
c. Bangun pedang (ensiformis), seperti bangun garis, tetapi daun tebal di bagian tengah
dan tipis di kedua tepinya, misalnya daun nenas sebrang (Agave sisalana Perr.
Agave catala Roxb.).
d. Bangun paku atau dabus (subulatus), bentuk daun hamper seperti silinder ujung
runcing, seluruh bagian kaku, misalnya daun Araucaria cunninghamii Ait).
e. Bangun jarum (acerosus), serupa bangun paku, lebih kecil dan meruncing panjang,
misalnya daun Pinus merkusii Jungh. & De Vr.

c. Ujung Daun (Apex)


Ujung daun dapat pula memperlihatkan bentuk yang beraneka rupa (Tjitrosoepomo,
2016).
1) Runcing (acutus), jika kedua tepi daun di kanan kiri ibu tulang sedikit demi sedikit
menuju ke atas dan pertemuannya pada puncak daun membentuk suatu sudut lancip
(<90°). Sebagai contoh daun oleander (Nerium oleander L.).
2) Meruncing (acuminatus), seperti ujung yang runcing tetapi titik pertemuan
pertemuan kedua tepi daunnya jauh lebih tinggi dari dugaan hingga ujung daun
nampak sempit, panjang dan runcing misalnya ujung daun sirsat (Annona muricata
L.).
3) Tumpul (obtusus), apabila kedua tepi daunnya membentuk sudut tumpul (>90°),
misalnya ujung daun sawo kecik (Manilkara kauki Dub.).
4) Membulat (rotundatus), seperti pada ujung yang tumpul, tetapi tidak membentuk
sudut sama sekali hingga ujung daunnya merupakan semacam suatu busur, misalnya
ujung daun kaki kuda (Centella asiatica Urb.), ujungdaun teratai besar (Nelumbium
nelumbo Druce).
5) Romping (runcates), ujung daun tampak sebagai garis yang rata, misalnya ujung
anak daun semanggi (Marsilea crenata Presl.), daun jambu monyet (Anacardium
occidentale L.).
6) Terbelah (retusus), ujung daun justru memperlihatkan suatu lekukan, kadang-kadang
amat jelas, misalnya ujungdaun sidaguri (Sida retusa L.).
7) Berduri (mucronatus), yaitu jika ujung daun ditutup dengan suatu bagian yang
runcing keras, merupakan suatu duri, misalnya ujung daun nenas sebrang (Agave
sp.).
d. Pangkal Daun (Basis)
Pangkal daun berdasarkan pertemuan tepi helaian daun dibedakan antara (Ningsih,
2015):
1) Helaian daun tidak bertemu, yaitu tepi daun di bagian pangkal tidak pernah bertemu,
tetapi terpisah oleh pangkal ibu tulang daun. Dalam keadaan demikian pangkal daun
dapat (Tjitrosoepomo, 2016):
a. Runcing (acutus)
b. Meruncing (acuminatus)
c. Tumpul (obtusus)
d. Membulat (rotundatus)
e. Rompang (truncates)
f. Berlekuk (emarginatus)
2) Helaian daun bertemu, yaitu tepi daunnya bertemu dan berlekatan satu sama lain:
a. Pertemuan tepi daun pada pangkal terjadi pada sisi yang sama terhadap batang
sesuai dengan letak daun pada batang.
b. Pertemuan tepi daun terjadi pada sisi seberang batang yang berlawanan atau
berhadapan dengan letak daunnya. Dalam hal ini tampaknya pangkal daun
tertembus oleh batang (perfoliatus).
e. Tepi Daun (Margofolii)
Secara umum tepi daun ada yang rata dan ada yang bertoreh. Torehan tersebut ada yang
kecil dan dangkal sehingga tidak banyak berpengaruh terhadap bentuk daun dan ada yang
besar dan dalam sehingga berpengaruh terhadap bentuk daun (Hadisunarso, 2013).
Tepi daun apabila torehan tidak mempengaruhi bentuk helaian atau yang di sebut tepi
daun merdeka, maka berdasarkan pada besarnya sudut tonjolan (angulus) dan sudut torehan
(sinus) dapat dibedakan menjadi bentuk-bentuk (Ningsih, 2015):
1) Bergeri (seratte), apabila sinus dan angulus bersudut runcing.
2) Beringgit (crenate), apabila sinus bersudut runcing dan abgulus bersudut tumpul.
3) Bergigi (dentate), apabila sinus bersudut tumpul dan angulus bersudut runcing.
4) Berombak (rephandate), apabila sinus dan angulus bersudut tumpul.
5) Rata (integer), bila tidak dijumpai sinus dan angulus.
Tepi daun apabila torehannya mempengaruhi bentuk, maka bentuk tepi ditentukan
berdasarkan pada dalamnya toreh dan tipe pertulangan daunnya (Ningsih, 2015). Berdasarkan
dalamnya torehan-torehan itu, tepi daun dapat dibedakan dalam tiga bentuk (Tjitrosoepomo,
2016):
1) Berlekuk (lobatus), yaitu jika dalamnya torehan kurang dari setengah panjangnya
tulang-tulang daun yang terdapat di kanan kirinya. Apabila tipe pertulangan menjari
disebut berlekuk menjari (palmatilobus), dan apabila tipe pertulangannya menyirip
di sebut berlekuk menyirip (pinnatilobus) (Ningsih, 2015).
2) Bercangkap (fissus), yaitu jika dalamnya toreh kurang lebih sampai tengah-tengah
panjang tulang-tulang daun di kanan kirinya. Apabila tipe pertulangan menjari
disebut pertulangan menjari (palmatifidus), dan apabila tipe pertulangannya
menyirip disebut bercangkap menyirip (pinnatifidus) (Ningsih, 2015).
3) Berbagi (Partitus), yaitu jika dalamnya toreh melebihi setengah panjangnya tulang-
tulang daun di kanan kirinya. Apabila tipe pertulangannya menjari disebut berbagi
menjari (palmapartitus), dan apabila tipe pertulangannya menyirip disebut berbagi
menyirip (pinnapartitus) (Ningsih, 2015).
f. Pertulangan daun (Nervatio)
Tulang-tulang daun adalah bagian daun yang berguna untuk memberikan kekuatan
pada daun. Seluruh tulang pada daun dinamakan rangka daun (sceleton). Disamping sebagai
pengangkut, tulang-tulang daun itu sesungguhnya adalah berkas-berkas pembuluh yang
berfungsi sebagai jalan untuk pengangkutan zat-zat yang diambil tumbuhan dari tanah serta
sebagai jalan pengangkut hasil-hasil asimilasi dari tempat pembuatannya (Tjitrosoepomo,
2016). Pertulangan daun utama disebut ibu tulang daun (costa), pada umumnya membagi
daun menjadi dua sisi lateral.
Ibu tulang daun memiliki percabangan tulang cabang atau cabang lateral (nervus
lateralis), dan dari cabang lateral tumbuh pertulangan daun yang terhalus yang disebut urat
daun (vena) (Ningsih, 2015). Berdasarkan pada susunan tulang cabang dibedakan empat tipe
pertulangan daun, yaitu (Tjitrosoepomo, 2016):
1) Menyirip (penninervis), tulang cabang tersusun seperti sirip pada ikan, misalnya
daun manga (Mangifera indica L.).
2) Menjari (palminervis), yaitu jika dari ujung tangkai daun keluar beberapa tulang
yang memencar memperlihatkan sejumlah tulang cabang lurus tersusun seperti
susunan jari-jari tangan. Dapat kita jumpai pada daun jarak (Ricinus communis L.),
daun kapas (Gossypium sp.).
3) Melengkung (cervinervis), mempunyai beberapa tulang yang besar, satu ditengah
yaitu yang paling besar, sedangkan yang lainnya mengikuti jalannya tepi daun,
semula memencar kemudian kembali menuju ke satu arah yaitu ke ujung daun,
hingga selain tulang di tengah semua tulang-tulang yang lain kelihatan melengkung.
Contohnya daun genjer (Limnocharis flara Buch.), gadung (Dioscorea hispida
Dennst.)
4) Sejajar (rectinervis), sejumlah tulang cabang tersusun sejajar dari pangkal sampai
ujung helaian daun, misalnya semua jenis rumput (Gramineae), teki-tekian
(Cyperaceae).

g. Daging Daun (Intervenium)


Menurut Tjitrosoepomo (2016), daging daun merupakan bagian daun yang terdapat
diantara tulang-tulang daun dan urat-urat daun. Tebal atau tipisnya helaian daun, pada
hakekatnya juga bergantung pada tebal tipisnya daging daun. Berdasarkan tebal atau tipisnya
daging daun dapat dibedakan menjadi:
1) Tipis seperti selaput (membranaceus), misalnya daun paku selaput (Hymenophyllum
australe Willd.).
2) Seperti kertas (papyraceus atau cartaceus), tipis tetapi cukup tegar, misalnya daun
pisang (Musa paradisiaca L.).
3) Tipis lunak (herbaceous), misalnya daun selada air (Nasturtium officinale R.Br.).
4) Seperti perkamen (perkamenteus), tipis tetapi cukup kaku, misalnya daun kelapa
(Cocus nucifera L.).
5) Seperti kulit (coriaceus), yaitu jika helaian daun tebal dan kaku, misalnya daun
nyamplung (Calophyllum inophyllum L.).
6) Berdaging (carnosus), yaitu jika tebal dan berair, misalnya daun lidah buaya (Aloe
sp.).

h. Permukaan Daun
Pada umumnya warna daun pada sisi atas dan bawah daun berbeda. Sisi atas tampak
lebih hijau, licin atau mengkilat jika dibandingkan dengan sisi bawah daun. Kadang-kadang
pada permukaan daun terdapat alat-alat tambahan yang berupa sisik-sisik, rambut-rambut,
duri, dan lain-lain. Melihat keadaan permukaan daun itu, maka permukaan daun dapat
dibedakan menjadi (Tjitrosoepomo, 2016):
1) Licin (laevis), dalam hal ini permukaan daun kelihatan:
a. Mengkilat (nitidus), misalnya sisi atas daun kopi (Coffea robusta Lindl.), beringin
(Ficus benjamina L.).
b. Suram (opacus), misalnya daun ketela rambat (Ipomoea batatas Poir.).
c. Berselaput lilin (pruinosus), misalnya sisi bawah daun pisang (Musa paradisiaca
L.), daun tasbih (Canna hybrid Hort.).
2) Gundul (glaber), misalnya daun jambu air (Eugenia aquea Burm.).
3) Kasap (scaber), misalnya daun jati (Tectona grandis L.).
4) Berkerut (rugosus), misalnya daun jarong (Stachytarpheta jamaicensis Vahl.),
jambu biji (Psidium guajava L.)
5) Berbingkul-bingkul (bullatus), seperti berkerut tetapi kerutannya, lebih besar,
misalnya daun air mata pengantin (Antigono leptopus Hook et Arn.).
6) Berbulu (pilosus), jika bulu halus dan jarang-jarang, misalnya daun tembakau
(Nicotiana tabacum G. Don.).
7) Berbulu halus dan rapat (villosus), berbulu sedemikian rupa sehingga jika diraba
terasa seperti laken atau beludru.
8) Berbulu kasar (hispidus), jika rambut kaku dan jika diraba terasa kasar, seperti daun
gadung (Discorea hispida Dennst.).
9) Bersisik (lepidus), seperti misalnya sisi bawah daun durian (Durio zibethinus Murr.).

B. Stomata
1. Pengertian Stomata
Stomata adalah celah diantara epidermis yang diapit oleh 2 sel epidermis khusus yang
disebut sel penutup. Sel penutup dapat menutup dan membuka sesuai dengan kebutuhan
tanaman akan transpirasinya. Didekat sel penutup terdapat sel-sel yang mengelilinginya di
sebut sel tetangga. Sel tetangga turut serta dalam perubahan osmotik yang berhubungan
dengan pergerakan sel-sel penutup (Haryanti, 2010). Stomata terdapat pada kedua permukaan
daun (atas dan bawah) yang di sebut amphistomatis atau hanya pada bagian bawah daun,
yaitu disebut hypostomatisdan hanya pada bagian atas daun yang disebut epistomatis
(Weyers and Meldner, 1990 dalam Merdekawati, 2015).
2. Fungsi Stomata
Stomata merupakan organ fotosintesis yang berfungsi secara fisiologis terutama untuk
respirasi dan transpirasi selama proses fotosintesis. Fotosintesis merupakan suatu proses
biokimia pembentukan zat makanan seperti karbohidrat yang dilakukan oleh tumbuhan,
terutama tumbuhan yang mengandung zat hijau daun atau klorofil. Tumbuhan menggunakan
CO² dan air untuk menghasilkan gula (glukosa) dan O² yang diperlukan sebagai makanannya.
Glukosa dapat digunakan untuk membentuk senyawa organik lain seperti selulosa dan dapat
pula digunakan sebagai bahan bakar. Proses ini berlangsung melalui respirasi seluler
(Wiraatmaja, 2017). Respirasi seluler adalah satu proses biologis, dimana terjadi penyerapan
oksigen untuk digunakan pada proses pembakaran (oksidatif) yang menhasilkan energi dan
diikuti oleh pengeluaran sisa pembakaran berupa CO² dan air (Novitasari, 2017).
Menurut Desborough, (1997) dalam (Prijono dan Laksmana, 2016), transpirasi
merupakan proses pergerakan air dalam tubuh tumbuhanyang hilang menjadi uap air ke
atmosfer. Proses transpirasi dimulai dari absorbs air tanah oleh akar tanaman dan kemudian
ditranspor melalui batang menuju daun dan dilepaskan sebagai uap air ke atmosfir.
Transpirasi merupakan proses fisiologis penting yang sangat dinamis berperan sebagai
mekanisme regulasi dan adaptasi terhadap kondisi internal dan eksternal tubuhnya terutama
terkait dengan kontrol cairan tubuh (turgiditas sel atau jaringan), penyerapan dan transportasi
air, garam-garam mineral serta mengendalikan suhu jaringan (Salisbury dan Ross, 1995
dalam Asriyani, 2017).
Proses transpirasi dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik faktor internal maupun
eksternal. Faktor-faktor internal antara lain adalah ukuran daun, ketebalan daun, ada tidaknya
lapisan lilin pada permukaan daun, banyak sedikitnya bulu pada permukaan daun, jumlah
stomata, bentuk dan lokasi stomata. Faktor-faktor eksternal antara lain adalah intensitas
cahaya, kelembaban udara, suhu, tekenan udara, kecepatan angin, kandungan air tanah, dan
adanya zat-zat toksik di lingkungannya (Tambaru, 2012).
3. Bagian-bagian Stomata
Menurut Asriyani (2017), bagian-bagian stomata meliputi :
a. Sel penutup (Guard cells), terdiri dari sepasang sel yang kelihatannya simetris,
umumnya berbentuk ginjal, pada dinding sel atas dan sel bawah kelihatan pula adanya
alat yang berbentuk sebagai birai. Kadang birai tersebut hanya terdapat pada dinding sel
bagian atas. Sel-sel penutup merupakan sel-sel aktif (hidup). Pada sel-sel penutup
terdapat kloroplas.
b. Celah (Porus), merupakan lubang kecil yang terletak diantara kedua sel penutup. Sel
penutup dapat mengatur menutup dan membukanya porus berdasarkan perubahan
osmosisnya.
c. Sel tetangga (Subsidiary cells), merupakan sel-sel berdampingan atau berada disekitar
sel-sel- penutup. Sel-sel tetangga dapat terdiri dari dua buah atau lebih sel yang secara
khusus melangsungkan fungsinya dengan cara berasosiasi dengan sel-sel penutup.
d. Ruang udara dalam sel (substomata chamber), merupakan suatu ruang antar sel yang
besar yang berfungsi ganda yaitu bagi fotosintesis, transpirasi dan juga respirasi.

4. Tipe-tipe Stomata
Berdasarkan letak stomata pada permukaan daun maka terdapat beberapa tipe stomata,
yaitu (Wahidah, 2011 dalam Merdekawati, 2015):
1. Amphistomatik yaitu jika stoma berada pada kedua permukaan daun.
2. Epistomatik yaitu jika stoma hanya terdapat pada permukaan atas daun.
3. Hipostomatik yaitu jika stoma hanya terdapat di permukaan bawah daun.
Menurut Haryanti (2010), tipe stomata pada tumbuhan dikotil berdasarkan susunan sel
epidermis yang berdekatan dengan sel tetangga ada 5, yaitu:
1. Anomositik (Ranunculaceous), yaitu sel penutup yang dikelilingi oleh sejumlah sel tertentu
yang tidak berbeda dengan sel epidermis yang lain dalam bentuk maupun ukurannya. Tipe ini
biasanya terdapat pada Ranunculaceae, Capparidaceae, Cucurbitaceae, Geraniaceae, dan
Papaveraceae.
2. Anisositik (Cruciferous), yaitu setiap sel penutup dikelilingi oleh 3 sel tetangga yang
ukurannya sudah tidak sama. Tipe ini terdapat pada Cruciferae dan Solanaceae.
3. Parasitik (Rubiaceous), yaitu tiap sel penjaga bergabung dengan satu atau lebih sel
tetangga. Sumbu membujurnya sejajar dengan sumbu sel tetangga dan aperture. Tipe ini
terdapat pada Rubiaceae dan Magnoliaceae.
4. Diasitik (Caryophillaceous), yaitu setiap sel penutup dikelilingi oleh dua sel tetangga
dengan dinding sel yang membentuk sudut siku-siku terhadap sumbu membujur stomata.
Tipe ini terdapat pada Cariophyllaceae dan Acanthaceae.
5. Aktinositik, yaitu setiap sel penutup dikelilingi oleh sel tetangga yang
menyebar dalam radius. Tipe ini antara lain terdapat pada teh (Camellia sinensis).

Pada tumbuhan monokotil, menurut Stebbins dan Kush (1961) dalam Mulyani (2006),
ada empat tipe stomata yaitu sebagai berikut:
1. Sel penutup dikelilingi oleh 4 sampai 6 sel tetangga. Tipe ini biasa terdapat pada Araceae,
Commelinaceae, Musaceae, Stralitziaceae, Cannaceae, dan Zingiberaceae.
2. Sel penutup dikelilingi oleh 4 sampai 6 sel tetangga, 2 diantaranya berbentuk bulat dan
lebih kecil dari yang lain, terletak pada ujung sel penutup. Tipe ini terdapat pada spesies
dari Palmae, Pandanaceae, dan Cyclanthaceae.
3. Sel penutup didampingi oleh 2 sel tetangga. Tipe ini terdapat pada Pontederiaceae,
Flagellariaceae, Butomales, Alismatales, Potamogetonales, Cyperales, Xyridales, dan
Juncales.
4. Sel penutup tidak mempunyai sel tetangga. Tipe ini terdapat psada Liliales kecuali
Pontederiaceae, Dioscorales, Amaryllidales, Iridales, dan Orchidales.
5. Letak dan Jumlah Stomata
Stomata terdapat pada batang, daun, bunga, dan buah-buahan, tetapi tidak pada akar.
Pada umumnya stomata tumbuhan darat lebih banyak terdapat pada epidermis daun bagian
bawah. Pada banyak jenis tumbuhan bahkan tidak ada stomata sama sekali pada epidermis
daun bagian atas. Suatu stomata terdiri atas lubang (porus) yang dikelilingi oleh 4 - 2 sel
penutup, umumnya berbentuk ginjal dan mengandung kloroplas. Secara umum, stomata
membuka pada waktu siang hari dan menutup pada malam hari. Stomata akan membuka
apabila turgor sel penutup tinggi dan apabila turgor sel penutup rendah maka stomata akan
menutup (Sutrian, 2004).
Daun yang tumbuh pada lingkungan kering dan dibawah cahaya dengan intensitas
tinggi cenderung mempunyai stomata banyak dan dengan ukuran yang kecil dibandingkan
dengan yang hidup pada lingkungan basah dan terlindung (Paluvi dkk, 2015). Menurut
Salisbury dan Ross (1995) setiap melimeter persegi permukaan daun mempunyai kira-kira
100 stomata, tapi jumlahnya ini dapat mencapai 10 kali lipat. Jumlah stomata dapat
diklasifikasikan dalam kategori: sedikit (1 - 50), cukup banyak (51 - 100), banyak (101 -
200), sangat banyak (201 - > 300) dan tak terhingga (301 - >700) (Haryati, 2010).
Distribusi stomata sangat berhubungan dengan kecepatan dan intensitas transpirasi pada
daun, yaitu misalnya letak satu sama lain dengan jarak tertentu. Dalam batas tertentu, makin
banyak porinya maka makin cepat penguapan. Jika lubang-lubang itu telalu berdekatan, maka
penguapan dari lubang yang satu akan menghambat penguapan lubang dekatnya. Hal ini
karena jalan yang ditempuh molekul-molekul air tidak lurus melainkan membelok akibat
sudut-sudut sel penutup. Dwidjoseputro (1978) dalam Haryanti (2010) mengungkapkan
Bentuk stomata yang oval lebih memudahkan mengeluarkan air daripada berbentuk bundar.
Distribusi stomata tumbuhan yang umumnya terdapat pada bagian bawah dengan rata-rata
stomata berbentuk oval dengan diameter 6-18 mikron dan luas 90 mikron persegi.
Kerapatan stomata bervariasi antar jenis tumbuhan dan juga antar daun dari jenis
tumbuhan yang sama. Hal ini ditimbulkan oleh perbedaan lingkungan tempat tumbuh dan
faktor genetik yang sangat mempengaruhi morfogenesis stomata (Agustini, 1994 dalam
Rachmawati, 2006). Tingkat kerapatan stomata juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan
seperti intensitas cahaya, ketersediaan air, temperatur, dan konsentrasi CO2. Semakin tinggi
intensitas cahaya maka kerapatan stomata kedua permukaan juga semakin meningkat (Meriko
dan Abizar, 2011). Menurut Rofiah (2010), kerapatan stomata diklasifikasikan menjadi
kerapatan rendah (<300/mm2), Kerapatan sedang (300-500/mm2) dan kerapatan
tinggi(>500/mm2).

C. Zingiberaceae
Famili Zingiberaceae merupakan terna menahun, berbatang basah, dengan daun saling
membalut dengan erat membentuk batang semu. Daun tersusun sebagai roset akar, atau
berseling pada batang, bangun lanset atau menonjol, bertulang menyirip atau sejajar.
Tumbuhan ini mempunyai rizoma yang membengkak seperti umbi dengan akar-akar yang
tebal, dan banyak mengandung minyak atsiri. Bunga banci, asimetris, terpisah atau
merupakan bunga majemuk. Benang sari 3-5 buah, hanya 1 yang fertil dan menyerupai
benang sari sungguhan. Bakal buapph tenggelam, beruang 3 dengan tembuni yang basal atau
parietal yang mendukung banyak bakal biji. Bijinya sedikit atau tidak mempunyai endosperm
yang besar dengan endosperm menyerupai tepung (Evizal, 2013).
Tumbuhan suku Zingiberaceae memiliki klasifikasi sebagai berikut (Khusna, 2019):
Kerajaan : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Monocotyledonae
Bangsa : Zingiberales
Suku : Zingiberaceae
Suku ini memiliki jumlah anggota spesies yang cukup banyak. Zingiberaceae terdiri
dari sekitar 47 genera dengan 1.400 spesies di seluruh dunia. Zingiberaceae tumbuh dengan
baik di daerah tropis dan sub tropis. Zingiberaceae hidup dan tumbuh di dataran rendah dan
dataran tinggi mencapai lebih dari 2000meter dari permukaan laut dan curah hujannya tinggi.
Daerah yang banyak ditumbuhi Zingiberaceae adalah Malesiana, Singapura, Brunei,
Indonesia, Philipina dan Papua (Kuswanto, 2020).
Jenis spesies dari suku Zingiberaceae merupakan salah satu kelompok tumbuhan yang
memiliki keanekaragaman spesies tumbuhan obat yang cukup beragam di Indonesia, dan
merupakan salah satu kelompok tumbuhan yang paling banyak digunakan sebagai tumbuhan
obat. Menurut Lawrence (1964) dalam Washika (2016), tumbuhan ini banyak dimanfaatkan
antara lain sebagai bumbu masak, obat, bahan rempah-rempah, tanaman hias, bahan
kosmetik, bahan minuman, bahan tonik rambut, dan sebagainya.
Tumbuhan dari suku Zingiberaceae ini seolah telah menyatu dan menjadi bagian dari
kehidupan masyrakat Indonesia. Khasiatnya yang telah dikenal dan digunakan sebagai
ramuan untuk pengobatan, makanan, minuman, serta kecantikan sejak zaman kerajaan
membuat eksistensinya di masyarakat Indonesia tidak pudar. Selain karena harganya yang
terjangkau dan mudah didapat, khasiat dari tumbuhan Zingiberaceae juga tidak diragukan
lagi oleh masyarakat, bahkan didunia kedokteran tumbuhan Zingiberaceae juga sudah banyak
diekstrak untuk kemudian dimanfaatkan sebagai bahan obat-obatan dalam bentuk serbuk, pil,
kapsul, atau yang lainnya (Khusna, 2019).
Zingiberaceae yang paling banyak dimanfaatkan terdapat pada genera Alpinia,
Amomum, Curcuma, Zingiber, Boesenbergia, Kaempheria, Elettaria, Elettariopsis,
Erlingera, dan Hedycium. Beberapa jenis Curcuma dapat digunakan untuk mengobati gigitan
ular dan anti tumor. Kandungan minyak atsiri dalam Zingiber dapat dimanfaatkan sebagai
obat dan memiliki aroma yang khas (Larsen et al., 1999 dalam Andini et al., 2020).
Secara geografis kepulauan Maluku terletak diantara Asia Malesia Barat dan Australia-
Pasifik. Kepulauan Maluku merupakan bagian dari kawasan Malesia yang dikenal memiliki
keanekaragaman flora dan tipe vegetasi yang tertinggi di dunia. Masyarakat Maluku sering
memanfaatkan tumbuhan Zingiberaceae sebagai bahan obat-obatan. Terdapat 3 genera yang
umum dipakai oleh masyarakat Maluku adalah Alpinia, Curcuma, dan Zingiber, diantaranya
Alpinia galanga, Curcuma longa, Zingiber aromaticum, dan Zingiber officinale (Susiarti,
2015).
Ardiyani (2010) mengungkapkan terdapat 5 genera yang ditemukan, yaitu Alpinia,
Boesenbergia, Etlingera, Globba dan Hornstedtia. Hasil ini mirip dengan koleksi Beguin dari
daerah yang sama kecuali Boesenbergia steril. Zingiberaceae dapat ditemukan dari dataran
rendah hingga tinggi. Alpinia regia dan Alpinia gigantea tercatat dari ketinggian 700 sampai
1500 m, sedangkan sisanya hanya ditemukan dari ketinggian yang lebih rendah termasuk
Alpinia novapommeraniae, Alpinia nutans, Etlingera rosea, Etlingera elatior,
Globbamarantina, dan Hornstedtia scottiana.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian akan dilaksanakan di Laboratorium Bioinformatika Jurusan Biologi Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pattimura. Penelitian ini akan di
lakukan setelah proposal ini diseminarkan.
Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksploratif untuk mengetahui karakteristik
morfologi daun dan anatomi stomata pada beberapa tanaman Zingiberaceae.
Alat dan Bahan
a. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu; mikroskop binokuler (Olympus
BX51) yang dilengkapi dengan kamera optilab (Olympus E-330), kaca objek, kaca
penutup, cawan petri, kamera digital, kertas label, gunting, pinset, jarum pentul,
silet, cool box, dan plastic
b. Bahan
Bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu: 5 spesies daun tumbuhan
Zingiberaceae, yaitu Galoba durian (Amomum sp.), Galoba jantung (Hornstetia
alliace), Lengkuas (Alpinia galanga), Kunyit (Curcuma longa), dan Jahe (Zingiber
officinale); Bayclin, safranin 1%, gliserin, aquades.
Prosedur Kerja
a. Pengambilan Sampel Daun
Sampel daun tumbuhan Zingiberaceae yang akan dipakai dalam penelitian ini, yaitu
lima sampel daun yang terdiri dari sampel daun galoba durian, daun galoba jantung, daun
lengkuas, daun jahe, dan daun kunyit. Pengambilan sampel masing-masing daun dilakukan
pada lima lokasi berbeda di daerah Halong Kota Ambon untuk sampel daun galoba durian
diambil di daerah Halong Latta, sampel daun galoba jantung diambil di daerah Halong atas,
sampel daun lengkuas, jahe, dan kunyit diambil di daerah Halong batu-batu. Pengambilan
setiap sampel daun dilakukan pada waktu pagi hari antara pukul 09:00 - 10:00 WIT (Fatonah
dkk, 2013). Sebelum pengambilan sampel dilakukan di lingkungan tempat tumbuh masing-
masing sampel diambil fotonya terlebih dahulu menggunakan kamera digital. Menurut
Fatonah, dkk (2013), daun yang diambil adalah daun yang sehat dan merupakan daun yang
telah berkembang sempurna yaitu daun ketiga dan keempat dari pucuk. Daun yang diambil
kemudian dimasukan kedalam cool box yang berisi es.
b. Data Lingkungan Pengambilan Sampel
Sampel daun masing-masing tumbuhan Zingiberaceae yang diambil berada pada
lingkungan yang berbeda, yaitu sampel daun galoba durian yang diambil berada pada
lingkungan tanah pekarangan rumah warga. Tumbuhan tersebut berada pada ketinggian ±14
mdpl. Sampel daun galoba jantung yang diambil berada pada lingkungan hutan. Tumbuhan
tersebut berada pada ketinggian ±44 mdpl. Sampel daun jahe yang diambil berada pada
lingkungan tanah pekarangan rumah warga, sampel daun lengkuas dan kunyit diambil pada
lingkungan tanah perkebunan. Ketiga tumbuhan tersebut berada pada ketinggian ±35 mdpl.
Jahe dan lengkuas tumbuh pada tempat yang tidak ternaungi. Sementara itu, galoba durian,
galoba jantung dan kunyit tumbuh pada tempat ternaungi.
c. Pengamatan di Laboratorium
1. Pengamatan karakter morfologi daun
Karakter morfologi daun yang diamati meliputi; warna daun, bentuk daun, bentuk
ujung daun, bentuk pangkal daun, tepi daun, tekstur permukaan daun, panjang dan lebar
daun, dan pertulangan daun.
2. Pengamatan karakter anatomi stomata
Karakter anatomi stomata yang diamati meliputi; bentuk sel epidermis, tipe stomata,
indeks dan kerapatan stomata. Pengamatan anatomi stomata dilakukan dengan membuat
sayatan paradermal dengan cara kerjanya sebagai berikut (Fatonah dkk, 2013):
1) Daun yang telah diperoleh kemudian dibersihkan permukaan atas dan bawah dari
debu dan kotoran meggunakan tisu. Bahan-bahan seperti Bayclin, aquades, safranin
dan gliserin, masing-masing dimasukan ke dalam cawan petri.
2) Daun kemudian disayat menggunakan silet (sayatan yang diperoeh harus sangat
tipis). Sayatan daun bagian permukaan atas dan permukaan bawah daun meliputi
sayatan bagian ujung daun, bagian tengah daun, dan bagian pangkal daun.
3) Kemudian hasil sayatan direndam ke dalam Bayclin selama 5 menit agar hasil
sayatan menjadi terlihat putih setelah itu sayatan diangkat dengan menggunakan
jarum pentul untuk dicuci dalam aquades.
4) Selanjutnya hasil sayatan direndam dengan safranin 1% selama 3-4 menit untuk
memberi warna pada sayatan agar muda melihat perbedaan antara stomata dan
epidermis. Sayatan kemudian diangkat dan dicuci dengan aquades.
5) Hasil sayatan kemudian diletakkan di atas kaca objek dan ditetesi gliserin dengan
bantuan pipet. Kemudian ditutupi dengan kaca penutup.
6) Preparat lalu diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 100x dan 400X.
7) Hasil sayatan kemudian diambil fotonya menggunakan kamera Olympus E-330 yang
terdapat di mikroskop binokuler (Olympus BX51).
Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data morfologi daun dilakukan secara deskriptif kualitatif dengan
mendiskripsikan kelima spesies daun tumbuhan Zingiberaceae kemudian mengukur panjang
dan lebar daun.
Pengumpulan data anatomi dilakukan secara kuantitatif dengan menghitung jumlah
stomata daun dan jumlah epidermis daun pada masing-masing spesies tumbuhan
Zingiberaceae per luas bidang pandang stomata. Kemudian dihitung kerapatan dan indeks
stomata. Menurut Lestari, (2006) Kerapatan dan indeks stomata dihitung dengan rumus:

Jumlah Stomata
Kerapatan stomata¿
Luas Bidang Pandang Stomata

Jumlah stomata
Indeks stomata=
Jumlah sel epidermis+Jumlah stomata
Untuk mengukur kerapatan stomata, bidang pandang yang digunakan pada perbesaran
40x dengan luas bidang pandang diukur menggunakan rumus:
Luas bidang pandang = Panjang x Lebar
Hal ini dikarenakan bidang pandang yang digunakan berbentuk persegi panjang dan
merupakan hasil foto dari kamera optilab yang tersambung pada mikroskop dan telah
dikalibrasi menggunakan aplikasi Image raster pada komputer. Tingkat kerapatan stomata
dilihat berdasarkan kategori menurut Rofiah (2010) yaitu kerapatan rendah (<300/mm²),
kerapatan sedang (300-500/mm²), kerapatan tinggi (>500/mm²). Selain kerapatan dan indeks
stomata, data pengamatan yang diperoleh juga meliputi tipe stomata.
Teknik Analisa Data
Data morfologi daun dan anatomi stomata yang diperoleh di analisis secara kualitatif
kuantitatif dan disajikan dalam bentuk gambar dan tabulasi data, sedangkan kerapatan dan
indeks stomata dihitung berdasarkan rumus yang merujuk pada Lestari (2006).
1. Hasil karakteristik morfologi daun pada lima spesies tumbuhan Zingiberaceae
Perbedaan karakteristik morfologi daun dari ke-5 spesies tumbuhan Zingiberaceae
dapat dilihat pada Gambar 12 dan Tabel 1. berikut:
Gambar 4.1 dan Tabel 1 menunjukan bahwa morfologi daun kelima spesies tumbuhan
Zingiberceae memiliki persamaan pada warna daun, bentuk daun, tepi daun, permukaan
daun, pertulangan daun, dan tipe daun. Namun juga memiliki perbedaan pada ukuran daun
(panjang dan lebar) serta ujung dan pangkal daun.
2. Hasil Karakteristik Anatomi Stomata Lima Spesies Tumbuhan Zingiberaceae
a. Struktur sel epidermis dan stomata
Hasil pengamatan menunjukan bahwa terdapat stomata pada permukaan atas (adaxial)
dan bawah (abaxial) daun dari lima spesies Zingiberaceae di daerah Halong, kota Ambon
(Gambar 4.2).
Gambar 4.2 menunjukan bahwa, ke-5 spesies tumbuhan Zingiberaceae memiliki bentuk
sel epidermis yang sama yaitu segi empat, segi lima, segi enam dan memanjang beraturan.
Sel epidermis dari daun galoba durian, daun galoba jantung, dan daun kunyit yang diamati
tersusun rapi berderet sejajar, sementara itu sel epidermis dari daun lengkuas dan daun jahe
yang diamati tersusun tidak beraturan dengan susunan yang tidak rapi. Stomata ke-5 spesies
tumbuhan Zingiberaceae yang diamati dikelilingi oleh 4 – 6 sel epidermis (tipe I).
b. Hasil rata-rata variabel karakteristik anatomi stomata lima spesies tumbuhan
Zingiberaceae
Hasil penelitian rata-rata jumlah epidermis, jumlah stomata, panjang stomata, lebar
stomata, luas stomata, kerapatan stomata, dan indeks stomata dari lima spesies Zingiberaceae
di daerah Halong, kota Ambon dapat dilihat pada Tabel 2.

Berdasarkan Tabel 2 dan Gambar 4.3 dapat dijelaskan bahwa rata-rata jumlah stomata
ke-5 spesies Zingiberaceae pada permukaan adaxial (atas daun) lebih sedikit dibandingkan
dengan jumlah stomata pada permukaan abaxial (bawah daun). Rata-rata jumlah stomata
terbanyak terdapat pada permukaan abaxial (bawah daun) spesies galoba durian, yaitu 23,6
sel dari pada ke-4 spesies lainnya. Pada hasil penelitian rata-rata panjang dan lebar stomata
(Gambar 4.3) menunjukan bahwa nilai rata-rata panjang dan lebar stomata tertinggi terdapat
pada daun kunyit (adaxial) dan daun galoba jantung (abaxial).
Pada Gambar 4.4, menunjukan bahwa rata-rata jumlah epidermis pada permukaan
adaxial dan permukaan abaxial pada ke-5 spesies Zingiberaceae berbanding terbalik dengan
rata-rata jumlah stomata. Nilai rata-rata jumlah stomata dari ke-5 spesies Zingiberaceae lebih
sedikit daripada nilai rata-rata jumlah epidermis. Nilai rata-rata jumlah epidermis terbanyak
terdapat pada galoba durian yaitu 208,16 sel pada sisi abaxial dan nilai rata-rata jumlah
epidermis yang paling sedikit terdapat pada kunyit yaitu 27 sel pada sisi adaxial.
Sementara itu, berdasarkan Gambar 4.5 rata-rata kerapatan stomata ke-5 spesies
Zingiberaceae pada permukaan abaxial tertinggi dibandingkan dengan permukaan adaxial.
Kerapatan stomata abaxial tertinggi (215,15 sel/mm²) terdapat pada galoba durian. Hasil
penelitian indeks stomata ke-5 spesies Zingiberaceae (Gambar 4.5) pada kedua permukaan
daun memiliki rata-rata berbanding terbalik dengan kerapatan stomata. Rata-rata indeks
stomata tertinggi terdapat pada kunyit (10,38%) permukaan abaxial dan rata-rata indeks
stomata terendah terdapat pada galoba durian (1,64%) permukaan adaxial.
Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa morfologi daun pada kelima spesies
tumbuhan Zingiberaceae sama terutama pada bentuk daun, warna daun, tepi daun,
permukaan daun, pertulangan daun, dan tipe daun. Namun, ada beberapa variabel yang
membedakan, yaitu pada ukuran daun (panjang dan lebar) serta bentuk ujung dan pangkal
daun (Tabel 1). Menurut Rahayu (2019), bentuk daun sangat bervariasi. Daun memiliki sifat
plastid, yaitu sifat yang mudah berubah karena pengaruh lingkungan yang bertujuan untuk
memaksimalkan kerja fungsi fisiologis daun seperti fotosintesis dan respirasi (Stuessy, 1991
dalam Chaidir dkk, 2016). Bentuk ujung dan pangkal daun dapat dipengaruhi oleh faktor
eksternal dan faktor internal. Secara umum, faktor eksternal yang dapat mempengaruhi daun
antara lain intensitas cahaya, kualitas cahaya, kelembaban, temperatur, ketersediaan nutrisi
dan ketersediaan air. Dalam Faktor internal yang mempengaruhi pada fenotip adalah gen
(genotip) yang dimiliki tanaman. Interaksi yang kompleks antara gen dan lingkungan akan
mempengaruhi bentuk fenotip pada tingkat sel dan seluruh bagian tanaman. Keadaan
lingkungan dapat sangat mempengaruhi penampakan gen. dalam kenyataan penampakan
fenotip adalah akibat interaksi antara genotip dan lingkungan (Menurut Briggs dan Walter,
1984 dalam Chaidar dkk, 2016).
Berdasarkan ukuran daun, menunjukan bahwa galoba jantung (Hornstetia alliace)
memiliki ukuran panjang dan lebar daun yang lebih besar jika dibandingkan dengan ke empat
spesies lainnya. Selain itu, besarnya ukuran daun dipengaruhi oleh rendahnya cahaya
matahari yang didapat. Evans dan Poorter (2001) menyatakan jika tanaman mengalami
cekaman cahaya rendah, maka tanaman akan melakukan respons menghindar (shade
avoidance response) berupa memaksimalkan penangkapan cahaya dengan mengubah anatomi
dan morfologi daun untuk fotosintesis yang efisien. Hal ini juga sesuai dengan yang
dikemukakan oleh Asadi, dkk (1997) menjelaskan bahwa adaptasi tanaman terhadap naungan
dicirikan oleh peningkatan luas daun dan penurunan penggunaan metabolit, penurunan
jumlah transmisi dan refleksi cahaya. Menurut Lukitasari (2012), tanaman yang mendapatkan
cahaya matahari dengan intensitas yang tinggi menyebabkan lilit batang tumbuh lebih cepat,
susunan pembuluh kayu lebih sempurna, internodia menjadi lebih pendek, daun lebih tebal
tetapi ukurannya lebih kecil dibanding dengan tanaman yang terlindung. Menurut Salisbury
dan Ross (1992) cahaya matahari mempunyai peranan besar dalam proses fisiologi tanaman
seperti fotosintesis, respirasi, pertumbuhan dan perkembangan, menutup dan membukanya
stomata, dan perkecambahan tanaman, metabolisme tanaman hijau, sehingga ketersediaan
cahaya matahari menentukan tingkat produksi tanaman.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukan kelima spesies Zingiberaceae memiliki letak
stomata pada sisi adaxial dan abaxial. Hal ini menunjukan bahwa tipe penyebaran stomata
kelima spesies tumbuhan Zingiberaceae berdasarkan lokasi permukaan daun adalah tipe
amphistomatik yaitu stomata berada pada kedua permukaan daun (Usman, 2015). Galoba
durian (Amomum spp), galoba jantung (Hornstetia alliace), lengkuas (Alpinia galanga),
kunyit (Curcuma longa), dan jahe (Zingiber officinale) termasuk tumbuhan monokotil
dengan tipe stomatanya adalah stomata tipe I yang sel penutupnya dikelilingi oleh 4 sampai 6
sel tetangga (Mulyani, 2006).
Berdasarkan hasil penelitian (Gambar 4.3), diperoleh stomata lebih banyak terdapat
pada permukaan bawah daun baik pada galoba durian, galoba jantung, lengkuas, kunyit, dan
jahe. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Campbell et al, (2010), bahwa stomata
pada sebagian besar tumbuhan lebih terkonsentrasi pada permukaan bagian bawah daun, yang
mengurangi transpirasi karena permukaan bagian bawah daun memiliki lebih sedikit cahaya
matahari dibandingkan dengan permukaan atas. Menurut Haryanti (2010), kegiatan
transpirasi terpengaruh oleh faktor luar dan dalam. Faktor luar misalnya kecepatan angin,
cahaya, air, kelembaban udara, suhu, tekanan udara. Faktor dalam misalnya ketebalan daun,
jumlah stomata/mm², adanya kutikula, banyak sedikitnya trikoma, dan bentuk serta lokasi
stomata dipermukaannya. Jumlah stomata dikelompokan dalam kategori: sedikit (1-50 sel),
cukup banyak (51-100 sel), banyak (101-200 sel), sangat banyak (201-300 sel), dan tak
terhingga (301- >700 sel) (Haryanti, 2010), maka galoba durian, galoba jantung, lengkuas,
kunyit, dan jahe termasuk dalam kategori jumlah stomata sedikit karena nilai rata-ratanya
berada pada (1-50 sel).
Berdasarkan hasil pengamatan (Gambar 4.3), juga diperoleh ukuran stomata (panjang
dan lebar) terbesar terdapat pada kunyit, tetapi memiliki jumlah stomata yang sedikit baik
pada sisi adaxial maupun pada sisi abaxial. Menurut Tambaru (2013), ukuran stomata sangat
mempengaruhi jumlah stomata, jika ukuran stomata besar maka jumlah stomata sedikit
begitupun sebaliknya. Menurut Juairiah (2014), ukuran panjang stomata dikelompokan
menjadi ukuran kurang Panjang (<20µm), ukuran Panjang (20-25µm), dan ukuran sangat
panjang (>25µm). Menurut Mustika et al. (2018), ukuran lebar stomata dikelompokan
menjadi tiga kategori, yaitu ukuran kurang lebar (<19,42µm), ukuran lebar (19,42-38,84µm),
dan ukuran sangat lebar (>38,84µm). Maka galoba durian, galoba jantung, lengkuas, kunyit,
dan jahe sama-sama memiliki ukuran Panjang stomata yang termasuk kategori sangat
panjang, karena nilai rata-rata panjang stomatanya (>25µm) dan ukuran lebar stomata, galoba
durian, galoba jantung, lengkuas, kunyit, dan jahe juga sama-sama termasuk kategori ukuran
lebar, karena nilai rata-rata lebar stomatanya berada pada (19,42-38,84µm). Ukuran stomata
mempengaruhi buka tutupnya porus stomata sehingga sangat erat hubungannya dengan
proses transpirasi tumbuhan. Menurut Haryanti (2010), Adanya pelebaran porus stomata ini
sangat erat hubungannya dengan transpirasi tumbuhan tersebut dalam beradaptasi terhadap
lingkungannya. Pada daerah panas stomata harus mengurangi lebarnya guna mengurangi
penguapan air, sebaliknya pada daerah teduh stomata lebih membuka. Bertambahnya ukuran
sel atau keadaan sel membesar sangat berhubungan dengan pertumbuhan daun memanjang
atau melebar (Rompas 2011).
Indeks stomata menunjukan rasio antara jumlah stomata dibagi dengan jumlah stomata
dan jumlah epidermis. Menurut Widianti et al. (2017), jumlah stomata yang rendah pada
suatu tanaman bila dibandingkan dengan jumlah sel epidermis yang tinggi, akan
menghasilkan indeks stomata yang rendah, begitu pula sebaliknya, bila jumlah stomata yang
tinggi dibandingkan dengan jumlah sel epidermis yang rendah maka akan menghasilkan
indeks stomata yang tinggi. Berdasarkan hasil (Tabel 2), dapat dilihat bahwa galoba durian
dan kunyit memiliki jumlah stomata pada sisi adaxial sedikit masing-masing 1,83 sel dan
1,16 sel, namun kedua spesies tersebut memiliki indeks stomata yang berbeda dimana galoba
durian memiliki indeks stomata yang rendah (1,64%) dan kunyit memiliki indeks stomata
yang lebih tinggi (4,15%). Perlu di jelaskan bahwa kedua spesies Zingiberaceae diatas sama-
sama tumbuh di tanah dan di tempat yang ternaungi namun berada pada ketinggian yang
berbeda sehingga hal inilah yang mungkin mempengaruhi perbedaan indeks stomata antara
galoba durian dan kunyit. Secara keseluruhan Jika dilihat pada Gambar 4.4 dan Gambar 4.5,
maka rata-rata jumlah sel epidermis semua spesies Zingiberaceae tergolong tinggi
dibandingkan dengan jumlah stomatanya, sehingga indeks stomata semua spesies
Zingiberaceae memiliki rata-rata indeks stomata yang rendah. Menurut Sulistiana dan
Setijorini (2016), indeks stomata mempunyai beberapa kategori, yaitu indeks stomata rendah
(<20), indeks stomata sedang (20-30), dan indeks stomata tinggi (>50). Hasil menunjukan
bahwa nilai rata-rata pada semua spesies Zingiberaceae tergolong rendah (<20).
Berdasarkan hasil pengamatan (Gambar 4.5), diperoleh rata-rata kerapatan stomata
semua spesies Zingiberaceae sisi abaxial lebih tinggi dibandingkan rata-rata kerapatan
stomata semua spesies Zingiberaceae sisi adaxial. Kelima spesies Zingiberaceae memiliki
kerapatan stomata yang berbeda-beda. Menurut Juairiah (2014), perbedaan kerapatan stomata
tersebut merupakan indikasi respons tanaman terhadap kondisi lingkungan untuk
mempertahankan fungsi fisiologisnya, misalnya untuk fotosintesis, respirasi, dan transpirasi
pada daun. Hal ini menunjukkan bahwa meski kerapatan stomata merupakan faktor genetik,
fenotipnya sangat dipengaruhi oleh lingkungan. Pada hasil yang diperoleh (Gambar 4.5)
menunjukan kerapatan tertinggi terdapat pada galoba durian sisi abaxial. Miskin dkk, (1972)
dalam Juairiah (2014), mengatakan bahwa tanaman yang mempunyai kerapatan stomata yang
besar akan memiliki laju transpirasi yang lebih tinggi daripada tanaman dengan kerapatan
stomata yang rendah.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, terdapat 2 hal yang dapat disimpukan, yaitu:
1. Morfologi daun lima spesies tumbuhan Zingiberaceae memiliki persamaan pada bentuk
daun, warna daun, tepi daun, permukaan daun, pertulangan daun, tipe daun dan berbeda,
pada ukuran daun (panjang dan lebar), bentuk ujung dan pangkal daun.
2. Anatomi stomata lima spesies tumbuhan Zingiberacea memiliki persamaan pada tipe
penyebaran yaitu amphistomatik dan memiliki tipe stomata 1 dengan sel penutup
dikelilingi oleh 4 - 6 sel tetangga. Perbedaan anatomi stomata terletak pada rata-rata
jumlah epidermis, jumlah stomata, panjang stomata, lebar stomata, luas stomata, indeks
stomata dan kerapatan stomata.
Saran
Karakterisasi morfologi dan anatomi tumbuhan Zingiberaceae dapat dieksplorasi pada
spesies lainnya untuk mendapatkan data base bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Anda mungkin juga menyukai