Anda di halaman 1dari 26

RESUME VI

KEANEKARAGAMAN, KLASIFIKASI SERANGGA, KOLEKSI DAN DAN


PENGAWETAN SERANGGA

OLEH KELOMPOK 6 :

EKA SEPTIANI MULYADI ( 0310171031 )


HASTINA RUSDA ( 0310173125 )
IRFAN RITONGA ( 0310173123 )
WINDA ANNISA SAFITRI ( 0310172055 )
WINDA SYAHPUTRI ( 0310173115 )

A. Identitas Resume
Judul : Keanekaragaman Dan Klasifikasi Serangga
Tujuan : Diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Entomologi yang
dibina oleh Ummi Nur Afinni D.J, M.Pd
Tanggal : Senin, 27 April 2020
B. Resume
Serangga merupakan hewan beruas dengan tingkat adaptasi yang sangat
tinggi.Ukuran serangga relatif kecil dan pertama kali sukses berkolonisasi di bumi.
Serangga merupakan hewan yang beraneka ragam. Serangga kelompok hewan yang dominan
di muka bumi dengan jumlah spesies hampir 80 persen dari jumlah total hewan di bumi. Dari
751.000 spesies golongan serangga, sekitar 250.000 spesies terdapat di Indonesia. Serangga
banyak dikenal sebagai hama (Kalshoven 1981). Serangga lebih banyak menyerang tumbuhan
meskipun ada juga serangga yang tidak menyerang tanaman maka dari itu serangga termasuk
katagori hama bagi manusia. Beberapa serangga juga memiliki manfaat meskipun banyak
serangga yang merugikan manusia seperti walang sangit, wereng, ulat, dan lainnya. Tetapi
kebanyakan serangga juga sangat berguna bagi kehidupan manusia.

Serangga dibagi pada beberapa ordo seperti Orthoptera, Isoptera, Thysanoptera,


Hemiptera,Homoptera, Lepidoptera, Celeoptera, Diptera, dan Hymenoptera. Serangga juga
memiliki beberapa ciri yang khas yaitu diantaranya tubuhnya dibagi menjadi 3 bagian,
serangga juga termasuk kelas insekta, tubuhnya beruas-ruas. Serangga memiliki 2 tipe
metamorphosis yaitu paurometabola dan holometabola. Serangga memiliki antenna yang
fungsinya cukup beragam, yaitu sebagai peraba, pembau dan perasa. Bentuk antena serangga
bermacam-macam, dan dapat digunakan sebagai “pedoman” untuk mengidentifikasi famili
serangga. Banyak serangga yang bermanfaat bagi kehidupan manusia, diantaranya yaitu
sebagai organisme pembusuk dan pengurai termasuk limbah, sebagai objek estetika dan
wisata, bermanfaan pada proses penyerbukan maupun sebagai musuh alami hama tanaman,
pakan hewan (burung) yang bernilai ekonomi tinggi, dan penghasil madu.

1. Asal Mula Serangga


Dalam pengelompokan makhluk hidup , serangga membentuk suatu
subfilum , yaitu inseta dari filum Arthropoda . Fosil serangga tentu berasal dari
Jaman Devonian (410 hingga 360 juta tahun yang lalu). Pada Jaman
Pennsylvanian yang mengikutnya (325 smpai 286 juta tahun yang lalu), terjadi
kemunculan besar-besaran sejumlah spesies serangga.Sebagai contoh, kecoak
muncul secara tiba-tiba dengan struktur yang sama seperti yang ada saat ini.
Betty Faber pada American Museum of Natural History , melaporkan bahwa
fosil kecoa dari 350 juta tahun yang lalu adalah sama persis dengan kecoa
yang hidup saat ini.
Binatang seperti laba-laba , kutu dan kaki seribu bukanlah serangga
tetapi termasuk sub filum lain dari Arthropoda . Penemuan penting fosil dari
binatang-binatang ini dilaporkan pada penemuan tahunan American
Association for the Advancement of Science tahun 1983. Hal yang menarik
dari fosil laba-laba , kutu dan kelabang berumur 380 juta tahun ini , adalah
kenyataan bahwa mereka tidak berbeda dengan spesimen hidup saat ini . salah
satu ilmuan yang menguji fosik tersebut menyebutkan “mereka terlihat seperti
baru mati kemarin”.
Serangga bersayap juga muncul secara tiba-tiba dalam rekaman fosil
dan semua ciri khas mereka . Sebagai contoh , sejumlah besar fosil capng dan
Jaman Pennsylvaniantelah ditemukan. Dan capung-capung ini memiliki
struktur sama persis dengan capung yang ada saat ini.
Satu hal menarik disini adalah kenyataan bahwa capung dan lalat muncul
secara tiba-tiba , bersama-sama dengan serangga tak bersayap . Ini
menyangkal teori bahwa serangga tak bersayap mengembangkan sayap dan
berevolusi secara bertahap menjadi serangga yang bisa terbang . Dalam salah
satu artikel mereka dalam buku Biomecchanics in Evolution , Robin Wootton
dan Charles P.Ellington mengatakan hal sebagai berikut:
Ketika fosil serangga pertama muncul , pada Jaman Carboniferous
Tengah dan Atas , mereka telah beragam dan sebagian besar memiliki sayap
yang sempurna. Ada sebagian kecil bentuk primitif tak bersayap , tetapi tidak
ditemukan adanya bentuk peralihan yang meyakinkan.
Salah satu ciri umum dari lalat , yang muncu secara tiba-tiba dalam
rekaman fosil adalah teknik terbang mereka yang mengagumkan. Sementara
manusia tidak mampu membuka dan menutup lengan mereka 10 kali sedetik ,
rata-rata lalat mampu mengepakkan sayap 500 kali dalam rentang aktu
tersebut. Lebih jauh lagi lalat menggerakkan kedua sayapnya secara
bersamaan . Sedikit saja ketidaksesuaian pada getaran sayapnya akan
menyebabkan lalat kehilangan keseimbangan. Tetapi hal ini tak pernah terjadi.
Dalam sebuah artikel berjudul “The Mechanical Design of Fly Wings”
Wootton lebih jauh menerangkan : Semakin kita mengerti fungsi dari sayap
serangga , semakin terlihat lembut dan indah desain pada mereka , struktur
biasanya dirancang untuk berubah bentuk sekecil mungkin , mekanisme
biasanya dirancang untuk menggerakkan bagian-bagian penyusunnya dalam
gerakan yang dapat diperkirakan. Sayap serangga menyatukan keduanya ,
menggunakan komponen dengan bermacam-macam sifat kelenturan , yang
terkait dengan sempurna untuk memungkinkan perubahan bentuk yang tepat
sebagai respon atas gaya yang tepat untuk memanfaatkan udara sebaik
mungkin. Mereka memiliki sedikit , jika ada teknologi yang menyamainya.
Tentunya kemunculan tiba-tiba dari makhluk hidup dengan desain sesempurna
ini tidak bisa dijelaskan dengan penjelasan evolusionis manapun itulah
sebabnya mengapa Pierre – Paul Grasse mengatakan “ Kita berada di dalam
kegelapan mengenai asal –usul serangga “. Asal usul serangga dengan jelas
membuktikan fakta penciptaan.

2. Komposisi dan Keanekaragaman Serangga Pada Area Tertentu


Keanekaragaman merupakan salah satu indikator kestabilan suatu komunitas.
Salah satu sumber daya yang berperan dalam komunitas adalah serangga. Serangga
sebagai salah satu komponen keanekaragaman hayati memiliki peranan penting dalam
jaring makanan yaitu, sebagai herbivor, karnivor, dan detrivor. Serangga merupakan
kelompok hewan yang paling dominan di muka bumi, yaitu dengan jumlah spesies
hampir 80% dari jumlah total hewan di bumi. Total dari 751.000 spesies golongan
serangga, sekitar 250.000 spesies terdapat di Indonesia (Kalshoven 1981), dan
sebanyak 1.413.000 spesies telah dikenal serta hampir setiap tahunnya terjadi
penambahan spesies baru yang ditemukan (Borror,1998). Keberadaan serangga
sebagai bagian ekosistem, dan perannya dalam kehidupan manusia sangat besar.
Pemanfaatan yang bijak dapat memberikan manfaat dalam kehidupan manusia, baik
yang dibuat ataupun yang alami, seperti pemanfaatan serangga di bidang kedokteran,
pertanian, pangan dan lain sebagainya. Begitupun sebaliknya,populasi serangga yang
tidak terkontrol dapat menyebabkan wabah penyakit, bersifat sebagai hama, dan
bahkan merugikan pertanian.
Serangga permukaan tanah merupakan salah satu sumberdaya yang ada di
alam Indonesia. Serangga tanah, yang termasuk ke dalam makrofauna, merupakan
fauna yang paling menyolok dibandingkan dengan organisme tanah lainnya serta
paling sering diteliti tentang biologi dan dampak serangga tersebut terhadap
kesuburan tanah. Habitat yang didekomposisi terdiri dari kayu yang telah lapuk,
seresah, sampah kotoran dan kotoran dari hewan merupakan pelengkap dari sistem
tanah. Proses dekomposisi dari vegetasi dan hewan serta pengembalian nutrisi ke
dalam tanah melibatkan banyak organisme, antara lain cacing tanah, dan serangga
serta heksapoda lainnya, dimana proses dekomposisi ini nantinya akan dilanjutkan
oleh mikroorganisme. Di dalam tanah, serangga membentuk komunitas yang
beranekaragam baik secara struktural maupun fungsional. Komunitas ini sangat
dipengaruhi oleh perubahan lingkungan tanah yang disebabkan oleh alam antara lain
suhu, kelembaban, curah hujan serta faktor lingkungan lainnya. 1 Adanya aktivitas
manusia dalam mengolah tanah juga akan mempengaruhi komunitas biota tanah.
Adanya faktor-faktor tersebut, maka fauna tanah dapat dijadikan sebagai indikator
lingkungan akibat perubahan ataupun gangguan-gangguan yang terjadi sebelumnya.
Banyak serangga permukaan tanah dari sebagian atau seluruh hidup mereka
di atas permukaan tanah. Kelimpahan, distribusi dan keanekaragaman jenis serangga
permukaan tanah semakin banyak jenis dan individu dalam luas areal tanah
mencerminkan semakin stabil suatu ekosistem hutan. Serangga dalam suatu ekosistem
merupakan suatu kelompok biota yang memiliki peranan penting untuk memelihara
keseimbangan atau kestabilan ekosistem karena memiliki sebaran yang merata dalam
tingkatan trofik.
Kelembaban tanah berpengaruh secara langsung terhadap kehidupan
serangga permukaan tanah.2 Dimana kelembaban tanah akan mempengaruhi
1
D. L. Dindal, “Soil Biology”, John Wiley & Sons, Inc, 1999, pp 97-136
2
Rahmawaty, “Keanekaragaman Serangga Tanah dan Perannya pada Komunitas Rhizopora sp. dan Komunitas
Ceriops tagal di Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai, Sulawesi Tenggara”, Tesis, Program Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor, Bogor, 2000
ketersediaan bahanbahan organik tanah yang merupakan sumber nutrisi bagi serangga
permukaan tanah. Ketebalan seresah cukup mempengaruhi keanekaragaman serangga
permukaan tanah. Ketebalan serasah akan mempengaruhi keanekaragaman serangga
permukaan tanah dimana semakin tinggi nilai ketebalan seresah maka semakin tinggi
pula keanekaragaman serangga permukaan tanah.
Seresah tanah merupakan sumber nutrisi bagi organisme tanah. Perubahan
komposisi spesies organisme akan mempengaruhi senyawa-senyawa kimia dari
seresah baru dan dekomposisi dari bahanbahan organik. Seresah juga menentukan
kualitas bahan organik yang akan berpengaruh terhadap proses dekomposisi dan
peningkatan akumulasi dari bahan organik pada permukaan tanah. Kualitas dari bahan
organik ditentukan oleh spesies vegetasi pada daerah tersebut.
Misalnya saja serangga dari famili Scarabeidae, Carabidae, Staphylinidae,
Carcinophoridae cenderung dipengaruhi oleh ketebalan serasah. Gryllidae
dipengaruhi oleh kelembaban tanah. Sedangkan pH tanah mempengaruhi Miridae,
Formicidae, Blattelidae. Tettigonidae, Calliphoridae, Tenebrionididae nampaknya
cenderung tidak dipengaruhi dengan kondisi ketiga faktor lingkungan tersebut.Famili
Calliphoridae juga jarang ditemukan di kedua zona tersebut. Calliphoridae
merupakan kelompok serangga yang memiliki habitat di sisa-sia bahan organik
seperti bangkai dan feses.
Famili Carcinophoridae cukup banyak ditemukan pada kedua zona.
Carcinophoridae (earwigs) memiliki karakteristik seperti penjepit pada abdomen
bagian belakang. Habitatnya umumnya di daerah kering, pemakan berbagai tumbuhan
dan zat organik pembusuk. 3 Hal ini sesuai dengan kondisi tempat penelitian, dimana
tanahnya kering yang ditunjukkan dengan nilai kelembaban tanahnya rendah.
Umumnya Carcinophoridae berada di dalam tanah, dan betinanya meletakkan telur di
dalam tanah.
Famili Formicidae ditemukan paling banyak ditemukan diantara famili
lainnya, baik di zona 1 dan 2. Hal ini dapat disebabkan karena serangga tersebut
merupakan serangga yang umum dan banyak jumlah suku yang beraktivitas di
permukaan tanah.
Famili Formicidae (semut) memiliki cara hidup yang sama dengan jenis
Termitidae (rayap), yaitu hidup berkoloni dan tersusun atas kasta-kasta. Famili
Formicidae dapat mencapai 70 % dari populasi serangga permukaan tanah, sehingga
famili ini dapat dijumpai dalam jumlah yang banyak. 4 Formicidae akan mencari
3
Tambunan, Gevit, R., Mena, Uly, Tarigan., Lisnawita, “Indeks Keanekaragaman Jenis Serangga pada
Pertanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Kebun Helvetia Pt. Perkebunan Nusantara II”, Jurnal
Online Agroekoteknologi, Vol (1) (4). Hal: 1081-1091, 2013.
4
N. M. Suin, “Ekologi Hewan Tanah”, PT Bumi Aksara, Jakarta, 2006
makanan utamanya yang terdapat di bawah semak-semak dan tumbuhan perdu
lainnya, serta predominan pada tumbuhan yang umurnya sudah tua seperti tumbuhan
berumur 24 dan 36 tahun.
Tenebrionidae memiliki peran yang penting dalam siklus hara pada
ekosistem. Tenebrionidae merupakan famili yang umum terdapat di tanah (ground-
dwelling insect), yang ditemukan di sela-sela batu atau batang kayu, kayu-kayu yang
sudah lapuk. Sedangkan untuk Blattidae membutuhkan serasah yang cukup banyak
untuk tempat tinggalnya. Blattidae merupakan serangga yang suka hidup dan
bersembunyi pada serasah.
Tephritidae merupakan salah satu famili dari lalat buah, yang beberapa
genusnya berperan sebagai hama tanaman pangan. Siklus hidup dari serangga ini
salah satunya bertempat di dalam tanah dimana pupa akan tinggal di permukaan tanah
atau pada kedalaman sekitar 10 cm di dalam tanah hingga dewasa. Dewasa dari lalat
ini akan muncul ke permukaan tanah.

3. Prinsip Klasifikasi Serangga

Prinsip dan cara mengelompokkan makhluk hidup


menurut ilmu taksonomi adalah dengan membentuk takson.
Takson adalah kelompok makhluk hidup yang anggotanya
memiliki banyak persamaan ciri. Takson dibentuk dengan
jalan mencandra objek atau makhluk hidup yang diteliti
dengan mencari persamaan ciri maupun perbedaan yang
dapat diamati.

Klasifikasi merupakan kata serapan dari bahasa


Belanda, classificatie, yang sendirinya berasal dari bahasa
Prancis classification. Istilah ini menunjuk kepada sebuah
metode untuk menyusun data secara sistematis atau menurut
beberapa aturan atau kaidah yang telah
ditetapkan.Secara harafiah bisa pula dikatakan bahwa
klasifikasi adalah pembagian sesuatu menurut kelas-
kelas.Menurut Ilmu Pengetahuan, Klasifikasi adalah Proses
pengelompokkan benda berdasarkan ciri-ciri persamaan dan
perbedaan.
a. Klasifikasi Serangga

Berdasarkan tipe makanannya serangga dikelompokkan


sebagai

1. Fitofagus memakan tumbuhan misalnya jaringan daun, batang


dan akar.
2. zoofagus memakan hewan lain termasuk vertebrata atau
infertebrata
3. serangga saprofagus memakan materi-materi organik yang
telah mati termasuk colembola

Berdasarkan ada tidaknya sayap, insekta dikelompokkan


menjadi dua sub kelas yaitu :

1. Insekta tidak bersayap, Insekta ini dikelompokkan dalam sub


kelas Apterygota.
2. Insekta bersayap dikelompokkan dalam sub kelas Pterygota.
1. Sub Kelas Apterygota

Jenis-jenis dalam ordo ini adalah makhluk-makhluk yang


tidak bersayap, berukuran kecil sampai metamorfosis
sederhana (Ametabola). Microcoryphia (Archeognatha) dan
Thysanura (Zygentoma) adalah kerabat dekat dari serangga
bersayap tetapi berbeda dalam banyak hal. Pada
Microcoryphia dan Thysanura tidak terdapat sutura pleura,
furka-furka dan fragmata. Microcoryphia dan Thysanura
adalah ektognatus, yaitu bagian-bagian mulut agak terbuka
dan tidak tertutup oleh lipatan-lipatan kranium. Ruas-ruas
flagelum antena tanpa urat daging, tarsi tiga sampai lima
ruas, biasanya terdapat mata majemuk dan tentorium cukup
bagus berkembang.

Strategi reproduksi pada serangga ini dengan


pembuahan secara tidak langsung, yaitu dengan spermatofor,
seperti pada ordo Diplura dan Collembola (Hexapoda
entognatha).  Kedua jenis serangga ini mempunyai sifat
primitive dibanding ordo lainnya yaitu vestigial (degeneratif),
mempunyai sepasang embelan (styli), mempunyai caudal
cerci, dan tidak bersayap secara primitif. Mereka juga punya
sifat 'maju' (advanced) dengan memiliki alat mulut ectognatha
dan antena musculate (scape dan pedicel dengan otot dalam).
Terdiri atas beberapa ordo diantaranya :

1. Ordo Thysanura
2. Ordo Archeognatha
3. Ordo Diplura
4. Ordo Protura
5. Ordo Collembola

a. Ordo Thysanura (Kutu Buku, Renget)

Serangga ini disebut dengan serangga perak memiliki


ukuran sedang sampai kecil, biasanya bentuknya memanjang
dan agak gepeng, mempunyai embelan-embelan seperti ekor
pada ujung posterior abdomen. Tubuh hampir selalu ditutupi
oleh sisik-sisik, tipe mulut adalah mandibulata yang berfungsi
untuk mengigit, mata majemuk kecil dan sangat lebar
terpisah, mata tunggal ada atau tidak ada, tarsi 3-5 ruas,
embelan seperti ekor terdiri dari sersi dan sebuah filamen
ekor median.  Abdomen beruas 11, pada ujung abdomen
terdapat dua atau tiga embelan yang menyerupai ekor dan
pada beberapa ruas abdomennya terdapat
stili. Cercus terdapat satu pasang yang beruas banyak.
Pernapasan pada Thysanura dengan sistem trakea. Serangga
ada yang mengalami metamorfosis sederhana atau tidak
mengalami metamorfosis.
Habitat dari serangga ini terdapat pada kulit kayu, gua-
gua, di bawah tanah, lubang-lubang mamalia dan beberapa
jenis yang jinak menghuni gedung-gedung, tapi umumnya
hidup bebas ditempat yang lembab dan beberapa hidup
berasosiasi dengan semut. Mereka makan segala macam
substansi yang bertepung dan seringkali sebagai hama. Pada
perpustakaan mereka memakan kertas-kertas di toko-toko
mereka makan sayuran dan makanan yang mengandung
tepung.  Di pemukiman mereka makan pakaian yang
bertepung, gorden, sutra dan kertas dinding, ordo ini bersifat
omnivora (kapang dan bahan-bahan yang mengandung pati). 
Serangga ini sangat aktif dan bergerak dengan cepat, dengan
tipe tungkai cursorial. Beberapa famili yang sering dijumpai
adalah Lepismatidae, Lepidoctrichidae dan Nicoletilidae. Ordo
Tysanura dibagi menjadi 4 famili:

1. Famili Lepidotrichidae

            Mempunyai mata facet kecil, letak keduanya terpisah


lebar. Mempunyai ocelli. Coxa kaki tengah dan belakang tidak
mempunyai styli. Tarsus beruas 5. Letak styli abdomen
bervariasi. Tubuhnya ada yang tertutup sisik ada yang tidak.
Serangga pelari.

2. Famili Nicoletiidae

            Tidak mempunyai mata facet dan ocelli. Coxa kaki


tengah dan belakang tidak mempunyai styli, tarsi beruas 3
atau 4. Letak styli abdomen bervariasi. Tubuhnya ada yang
tertutup sisik ada yang tidak.

3. Famili Lepismatidae

            Mempunyai mata facet yang kecil dan letak keduanya


terpisah, tidak mempunyai ocelli. Coxa kaki tengah dan
belakang tidak mempunyai styli, tarsi beruang 3 atau 4. Letak
styli abdomen bervariasi. Tubuh selalu tertutup sisik.

4. Famili Machilidae
            Mempunyai mata facet yang besar dan letak keduanya
berdekatan. Coxa kaki tengah dan belakang mempunyai styli,
tarsi beruas 3. Abdomen mempunyai styli yang terletak pada
ruas kedua sampai ke sembilan. Serangga pelompat.

b. Ordo Archeognatha
Archaeognatha adalah suatu urutan apterygotes , yang dikenal dengan
berbagai nama umum seperti jumping bristletails. Di antara taksa serangga
yang masih ada, mereka adalah beberapa primitif yang paling
evolusioner; mereka muncul pada periode Devonian Tengah pada waktu
yang hampir bersamaan dengan arakhnida. Spesimen yang sangat mirip
dengan spesies yang ada telah ditemukan sebagai fosil tubuh
dan jejak (yang terakhir termasuk jejak tubuh dan jejak) di strata dari
sisa Era Paleozoikum dan periode yang lebih baru. Untuk alasan historis,
nama alternatif untuk pesanan adalah Microcoryphia. Hingga akhir abad
ke-20 subordo Zygentoma dan Archaeognatha terdiri dari
ordo Thysanura ; kedua ordo memiliki ekor tiga-cabang yang terdiri dari
dua cerci lateral dan epiproct medial atau apendiks dorsalis . Dari tiga
organ, lampiran dorsalis jauh lebih panjang dari dua cerci; dalam hal ini
Archaeognatha berbeda dari Zygentoma, di mana ketiga organ tersebut
memiliki panjang yang tidak sama. Pada akhir abad ke-20, diakui bahwa
ordo Thysanura bersifat paraphyletic, sehingga masing-masing subordo
dinaikkan ke status ordo monofiletik independen, dengan saudara
perempuan Archaeognatha takson ke Dicondylia , termasuk Zygentoma.
Urutan Archaeognatha adalah kosmopolitan ; itu mencakup sekitar 500
spesies dalam dua keluarga. Tidak ada spesies yang saat ini dinilai berisiko
konservasi. 

c. Ordo Diplura
Diplura mirip Thysanura, tetapi diplura tidak memiliki filamen ekor
bagian median dan hanya mempunyai dua filamen atau embelan pada
ekornya. Tubuh Diplura biasanya tidak tertutup dengan sisik, tidak
terdapat mata majemuk dan mata tunggal. Tarsi memiliki satu ruas, dan
bagian-bagian mulut terdiri dari mandibula dan tertarik ke dalam kepala.
Terdapat stili pada ruas-ruas abdomen 1-7 atau 2-7. Memiliki panjang
tubuh kurang dari 7 mm, dan biasanya berwarna pucat. Terdapat di
tempat-tempat lembab di dalam tanah, di bawah kulit kayu, di bawah batu-
batuan, pada kayu yang sedang membusuk, dan di tempat-tempat lembab
lainnya.

d. Ordo Protura
Protura meliputi serangga-serangga kecil dengan panjang tubuh tidak
lebih dari 1,5 mm berwarna keputih-putihan. Abdomen 12 ruas pada yang
dewasa. Kepala berbentuk kerucut, tidak memiliki mata dan antena. Alat
mulut tipe menghisap dan alat mulut tersebut dapat ditarik masuk ke dalam
kepala. Sepasang kaki depan dari kepala posisinya seperti antena dan
berfungsi sebagai alat peraba.

e. Ordo Collembola
Collembola berupa serangga kecil, panjang tubuh kurang dari 6 mm,
alat mulut disesuaikan untuki menggigit, antena 4 ruas, tidak memiliki
mata majemuk. Abdomen berjumlah 6 ruas, pada ruas abdomen keempat
terdapat furcula yaitu alat untuk meloncat. Pada waktu istirahat, furcula
dilipat di bawah abdomen dan dijepit oleh tenaculum yang terdapat pada
ruas abdomen ketiga. Pada ruas abdomen abdomen kesatu terdapat
terdapat kolofor kolofor (collophore collophore), suatu struktur yang
berperan dalam pengambilan air. Tidak mempunyai sistem trakea dan
tidak mengalami metamorfosis. Banyak Collembola memiliki ommatidia
sampai 8 pada kepala, sedangkan yang lainnya berkurang atau sama sekali
tidak mempunyai (buta). Serangga ini ditemukan di tanah, pada daun
tanaman yang telah membusuk (serasah), di antara herba, di bawah kulit
kayu dan sebagainya
4. Keuntungan yang ditimbulkan serangga
Serangga merupakan golongan hewan yang dominan di muka bumi.
Dalam jumlah, mereka melebihi semua hewan melata daratan lainnya dan
praktis mereka terdapat dimana-mana.
Banyak sekali serangga yang bermanfaat bagi manusia , tanpa mereka
manusia tidak akan berada dalam bentuk sekarang ini. Bermanfaat mulai dari
proses penyerbukan, sebagai makanan, hingga sebagai bahan dalam bidang
penelitian dan kedokteran. Dan yang sangat pentingnya adalah serangga
sebagai pemakan bahan organik yang membusuk, sehingga membantu
merubah tumbuhan dan hewan yang mati menjadi zat-zat yang lebih sederhana
dan dikembalikan ke tanah.
Sebaliknya, banyak serangga adalah berbahaya atau sebagai perusak.
Mereka menyerang berbagai tumbuh-tumbuhan yang sedang tumbuh,
termasuk tanaman yang bernilai bagi manusia dan makan tumbuh-tumbuhan
tersebut. Serangga menyerang harta benda manusia, termasuk rumah-rumah,
pakaian, persediaan makanan, menghancurkan, merusak dan mencemarinya.
Mereka menyerang manusia dan hewan, banyak serangga adalah agen-agen
dalam penularan berbagai penyakit.
Kebanyakan spesies serangga bermanfaat bagi manusia. Sebanyak
1.413.000 spesies telah berhasil diidentifikasi dan dikenal, lebih dari 7.000
spesies baru di temukan hampir setiap tahun. Karena alasan ini membuat
serangga berhasil dalam mempertahankan keberlangsungan hidupnya pada
habitat yang bervariasi, kapasitas reproduksi yang tinggi, kemempuan
memakan jenis makanan yang berbeda, dan kemampuan menyelamatkan diri
dari musuhnya (Borror 1998).
Serangga memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Bila
mendengar nama serangga, maka selalu diidentikkan dengan hama di bidang
pertanian, disebabkan banyak serangga yang bersifat merugikan,  seperti
walang sangit, wereng, ulat grayak, dan lainnya. Serangga dapat merusak
tanaman sebagai hama dan sumber vektor penyakit pada manusia. Namun,
tidak semua serangga bersifat sebagai hama atau vector penyakit. Kebanyakan
serangga juga sangat diperlukan dan berguna bagi manusia. Serangga dari
kelompok lebah, belalang, jangkrik, ulat sutera, kumbang, semut membantu
manusia dalam proses penyerbukan tanaman dan menghasilkan produk
makanan kesehatan (Metcalfe & William 1975).
Serangga juga sangat berperan dalam menjaga daur hidup rantai dan
jaring-jaring makanan di suatu ekosistem. Sebagai contoh apabila benthos
(larva serangga yang hidup di perairan) jumlahnya sedikit, secara langsung
akan mempengaruhi kehidupan ikan dan komunitas hidup organisme lainnya
di suatu ekosistem Sungai atau Danau. Di bidang pertanian, apabila serangga
penyerbuk tidak ditemukan maka keberhasilan proses penyerbukan akan
terhambat.

5. Kerugian yang ditimbulkan serangga


Serangga merupakan kelompok hewan yang paling dominan di muka
bumi , yaitu dengan jumlah spesies hampir 80 % dari jumlah total hewan di
bumi. Total dari 751.000 spesies golongan serangga , sekitar 250.000 spesies
terdapat di Indonesia. Dan sebanyak 1.413.000 spesies telah dikenal serta
hampir setiap tahunnya terjadi penambahan spesies baru yang ditemukan .
Alasan ini yang menyebabkan serangga berhasil dalam mempertahankan
kelangsungan hidupnya pada habitat yang bervariasi , kapasitas dalam
bereproduksi tinggi , serta kemampuan memakan jenis makanan yang berbeda
dan dlam menghindari predator .
Berdasarkan kondisi tersebut , keberadaan serangga sebagai bagian
ekosistem , dan perannya dalam kehidupan manusia sangat besar. Pemanfaatan
yang bijak dapat memberikan manfaat dalam kehidupan manusia , baik yang
dibuat ataupun yang alami , seperti pemanfaatan serangga di bidang
kedokteran , pertanian , pangan dan lain sebagainya. Begitu sebaliknya ,
populasi serangga yang tidak terkontrol dapat menyebabkan wabah penyakit ,
bersifat sebagai hama dan bahkan merugikan pertanian. Praktek pemanfaatan
serangga dlam kehidupn manusia semakin kompleks dari masa ke masa ,
mulai dari pemanfaatan sebagai polinator pertanian sampai penelitian tingkay
molekuler di bidang kedokteran.
Dalam kehidupan manusia , serangga memiliki dampak yang negatif
diantaranya:
1. Sebagai hama pertanian
Serangga juga dapat sebagai perusak tanaman seperti wereng cokelat
yang dapat merusak tanaman padi. Serangga tersebut juga memiliki kekebalan
terhadap pestisida karena memiliki kemmpuan berubah pada genetikanya.
Serangga hama ada yang menimbulkan kerusakan secara langsung atau
memakan langsung tanaman , ada juga yang sifatnya sebagai vektor virus.
2. Sebagai penyebab penyakit
Para peneliti di Amerika Serikat telah mengidentifikasi kecoa sebagai
salah satu faktor penyebab meningkatnya kasus asma di kalangan anak-anak.
Di sejumlah kawasan pemukiman di New York City , dimana kasus asma
banyak ditemukan , anak-anak sering terpapar alergen dari kecoa sehingga
mereka menjadi sangat rentan terhadap serangga tersebut.
Lalat rumah dianggap mengganggu karena kesukaannya hinggap di
tempat-tempat yang lembab dan kotor. Selain hinggap , lalat juga menghisap
bahan-bahan kotor dan memuntahkan kembali dari mulutnya ketika hingga di
tempat berbeda. Pakan yang dihinggapi lalat akan tercemar oleh
mikroorganisme baik bakteri , protozoa , telur/larva cacing atau bahkan virus
yang dibawa dan dikeluarkan dari mulut lalat-lalat tersebut. Oleh karena itu ,
lalat dianggap sebagai penyebar berbagai penyakit kepada manusia maupun
hewan.
3. Sebagai perusak bangunan
Serangga jenis rayap selain ini dikenal sebagai perusak bangunan
maupun bagian bangunan atau peralatan yang berbahan dasar kayu. Hal itu
erat terkait dengan kemampuan makannya yang sangat cepat. Rayap
menyerang bangunan disebabkan adanya sumber makanan , baik yang
terdekomposit pada kayu-kayu , struktur dan non struktural maupun bahan
berselulosa lainnya. Di samping itu , kondisi dan konstruksi bangunan juga
merupakan faktor pendorong tingginya ancaman serangan rayap.

6. Alat Koleksi

Serangga merupakan organisme yang sangat melimpah keberadaannya


dan mampu hidup dimana saja, baik di darat maupun di air. Habitat serangga
sangat bervariasi, masing-masing spesies mempunyai kekhasan tempat hidup
oleh karena itu perlu dipikirkan metode penangkapan dan koleksi yang tepat
untuk mendapatkan spesies serangga yang diinginkan. Masing-masing metode
dikembangkan untuk menangkap serangga yang khas yang didasarkan pada
perilaku dan habitatnya.

Koleksi serangga memerlukan peralatan tertentu. Umumnya alat-alat


yang disiapkan adalah aspirator, jaring serangga, pinset, botol pembunuh, vial
yang berisi alkohol 80%, kertas HVS dibentuk segitiga, kantong plastic,
kantong kertas, kuas kecil, pisau kecil/pisau lipat, buku catatan, pensil, kertas
label.

Untuk mengoleksi serangga kita memperlukan alat-alat bantu untuk


menangkap serangga tersebut karena serangga memiliki gerakan yang sangat
cepat. Alat-alat bantu untuk menangkap serangga dapat berupa jaring,
aspirator ataupun berupa perangkap serangga.

a. ASPIRATOR. Aspiartor atau alat pengisap merupakan alat untuk


mengumpulkan serangga-serangga kecil dan tidak begitu aktif
bergerak (seperti wereng) dengan cara mengisapnya. Alat ini dipakai
untuk mengumpulkan serangga yang diperlukan dalam keadaan hidup.
Bagian-bagian dari alat ini adalah pipa besi pengisap, gabus penutup
botol dan pipa plastik yang diarahkan untuk pada serangga yang akan
ditangkap serta sebuah botol. Botol yang dipakai sebagai penampung
serangga yang akan diisap hendaknya terbuat dari gelas yang
transparan, agar kita dapat dengan mudah melihat serangga yang
tertangkap dari luar.
b. JARING AYUN. Jaring ayun merupakan alat bantu untuk menangkap
serangga yang aktif terbang dan alat ini dugunakan dengan bantuan
tangan untuk mengkap serangga yang aktif terbang, seperti kupu-
kupu, capung, lebah dll. Jaring serangga terbuat dari bahan yang
ringan dan kuat, yaitu kain kasa dan blacu. Panjang tangkai jaring
sekitar 75-100 cm. Mulut jaring terbuka dengan garis tengah sekitar 30
cm. Bingkai lingkaran mulut jaring terbuat dari kaawat yang keras dan
kuat. Panjang kantong kain kasa sekitar dua kali panjang garis tengah
lingkaran mulut jaring. Jaring serangga dapat digunakan dengan dua
cara, yaitu: a. Mengayunkan pada tanaman, dalam keadaan ini
diperlukan kecepatan dan ketrampilan khususnya bagi serangga yang
terbang cepat. b. Menyapukan disekitar pertanaman, di sini akan
diperoleh jumlah dan jenis serangga yang relatif sedikit.
c. SURBER. Surber merupakan jaring yang digunakan untuk dengan
bantuan tangan untuk menangkap serangga-serangga yang hidup
didalam air biasanya larva Lepidooptera dan Trichoptera. Jaring
serangga air tidak jauh berbeda dengan jaring serangga biasa, akan
tetapi biasanya lebih kuat. Garis tengah lingkaran mulut jaring
sebaiknya 10-15 cm saja. Panjang kantong biasanya tidak lebih dari
garis tengahnya. Panjang tangkai kayu sekitar 1,5-2 meter. Bentuk
mulut jaring ada yang bulat, segitiga atau seperti huruf D. Bentuk
segitiga biasanya lebih mudah digunakan untuk menyisir permukaan
bawah air. Kain kantong pada jaring serangga air bianya terdapat
perbedaan yaitu bercampur dengan nilon sehingga kainnya lebih rapat
dan lebih ringan serta tidak menyerap air.

7. Jenis Perangkap dan Alat Preservasi

Selain dengan alat diatas untuk mengangkap serangga diperlukan trap


ataupun pernagkap serangga untuk menangkap serangga yang nocturnal,
habitat hidupnya ditempat yang terlalu tinggi dan serangga yang sulit
ditangkap dengan alat-alat diatas. Biasanya pperangkap dipasang sesuai
dengan ketertarikan serangga tersebut terhadap suatu hal dan perangka
dipasang didaerah dimana serangga-serangga sering berkumpul.

a. PITFALL TRAP. Perangkap jenis in digunakan untuk memperangkap


serangga-serangga yang berjalan diatas permukaan tanah. Pitfall trap
dibuat dengan cara membenamkan kaleng ataupu gelas kedalam tanah.
Didalam bagian dalam kaleng kita diberi larutan pengawet yang terdiri
atas campuran 5 bagian propylene phhenoxytol, 45 bagian propylne
glycol, 50 bagian formalin dan 900 bagian air namun biasanya dalam
keseharian hanya menggunakan cairan detergen atau air sabunn. Untuk
menarik kedatangan serangga, maka ditempatkan umpan didalam
perangkaap tersebut. Umpan ditempatkan di tempat umpan yang dibuat
sedemikian rupa sehingga masih menarik serangga tersebut, contohnya
semut, kumbang carabidae, tenebrionidae.
b. AERIAL BAIT TRAP. Perangkap jenis ini berukuran relatif kecil dan
biasanya terbuat dari dua buah stoples palstik yang berdiameter 15 cm
bagian tutup berulir. Kedua stoples tersebut diletakan berhadapan pada
bagian mulutnya, satu diatas yang lain. Tutup stoples tersebut diberi bulat
atau besar. Pada bagian dalam tutup stoples yang diatas ditempelkan
corong yang terbuat dari kawat kasa. Pada bagian dasar dari stoples yang
atas diberi lubang-lubang kecil sebagai ventilasi untuk mencegah
kondensasi dan untuk membiarkan serangga yang terperangkap tetap
hidup. Umpan sebagai penarik kedatangan serangga diletakan dalam
stoples bagian bawah. Beberapa jenis bahan dapat digunakan untuk
umpan antara lain: buah-buahan yang mengalami fermentasi, jeroan
binatang, darah binatang. Selain itu khusus untuk menarik kedatangan
lalat buah kita dapat menggunakan “metil eugenol” (dipasaran dijual
dengan nama petrogenol). Bagian samping bawah stoples diberi lubang
sebagai tempat serangga masuk, contoh serangganya Bactrocera spp dan
Dacus spp. 
c. LIGHT TRAP. Pada dasarnya perangkap ini terdiri atas lampu penarik
atau pemikat, corong dan botol atau alat penampung. Serangga yang datang
tertarik karena cahaya lampu, cahaya lampu akan jatuh melalui corong
kedalam botol atau tempat penampungan yang berisi larutan pembunuh.
Perangkap ini dilindungi dari hujan dengan dibuatkan atap atau tudung
yang berbentuk kerucut. Perangkap ini digunakan untuk menarik serangga
nocturnal atau yang aktif pada malam hari kemudian pada pagi harinya
kolektor tinggal mengumpulkan serangga yang kena, contohnya Noctuidae,
Saturniidae dan Sphingidae.

Pengawetan serangga yang benar membutuhkan suatu pengetahuan


dan keterampilan yang cukup. Serangga awetan (Spesimen) sangat penting
untuk keperluan penelitian terutama yang berkaitan dengan biodiversitas
serangga. Pengawetan serangga yang salah dapat berakibat fatal bagi spesimen
yang disimpan. Pengawetan serangga diperlukan peralatan-peralatan khusus
seperti: relaxing dish, pinset, span block, pinning block, jarum serangga, jarum
penthol, lem PVAC, kertas karding, botol koleksi, alkohol 80%, kertas label,
pensil atau tinta tahan luntur.

a. KILLNG BOTLE. Botol pembunuh atau killing bottle dapat digunakan


untuk membunuh dan megawetkan serangga untuk tujuan koleksi. Botol
pembunuh bisa bervariasi dalam bentuk dan ukuranya. Botol dengan
mulut yang lebar lebih baik daripada botol dengan mulut yang sempit
karenan nantinya akan susah untuk memasukka serangga yang ukurannya
relatif besar. Botol ini terbuat dari kaca atau plastik yang transparan.
Didalam botol pembunuh dimasukan bahan pembunuh. Bahan pembunuh
yang baik adalah ethyl asetat dan sianida. Ethyl asetat lebih aman
digunakan daripada sianida, tetapi tidak dapat membunuh dengan cepat.
Serangga yang terbunuh dengan ethyl asetat biasanya lebih santai dan
warnanya sedikit berubah. Untuk mengurangi kelembaban didalam botol
maka diletakan beberapa lembar tempat kertas tisu didasar botol.
Serangga yang telah mati didalam botol sebaiknya langsung dipindahkan
pada tempat yang telah disediakan karena bila terlalu lama didalam botol
waarna dari serangga akan berubah adan itu akan berdamapak pada
identifikasi.
b. SPAN BLOCK. Span Block merupakan papan perentang yang digunakan
untuk serangga-serangga bertubuh besar, seperti kupu-kupu dan serangga
yang bersayap. Papan perentang atau span block terbuat dari kayu alba
atau sengon yang ralif strukturnya lunak ataupun bisa terbuat dari
steroform. Lebar papan perentang 10-20 cm dengan pada bagian tengah
dilubangi dengan ukuran yang terdiri dari 3 ukuran yang berbeda yang
berfungsi untuk meletakan bagian thoraks dan abdomen serangga.
Kemudian untuk panjang biasanya disesuaikan tapi biasanya 25-30 cm
dan diatas papan perentang di beri lapisan kertas ataupun yang antara lain
untuk menjaga pada saat perentangan sayap dari serangga tidak rusak.
c. INSECT PIN. Untuk awetan kering biasanya digunakan dua metode yaitu
pinninng dan karding. Untuk pinning digunakan sebuah jarum khusus
serangga yang ukurannya telah disesuaikan dengan serangga tersebut
yaitu dari 00 sampai 9. Jarum yang dipergunakan harus anti karat.
d. KERTAS KARDING. Seperti halnya dengan pinning, karding
merupakan salah satu metode untuk mengawetkan serangga kering.
Karding digunakan apabila ukuran dari serangga tersebut sangat kecil dan
tidak dimungkinkan untuk melakukan pinning karena dikhawatirkan
merusak serangga tersebut. Kertas karding merupakaan kertas biasa yang
dipergunakan untuk menempelkan serangga dengan ukuran yang sangat
kecil. Biasanya warna kertas karding putih karena biar jelas dan kertas
yang digunakan biasanya karton. Ukuran kertas karding telah ditentukan
yaitu untuk bentuk kertas yang segitiga (2,5-5 mm x 7-10 mm) dan untuk
bentuk persegi panjang (2,5-5 mm x 7-10 mm).
e. KERTAS LABEL. Kertas label berbeda dengan kertas karding, kertas
label merupakan kertas yang dipergunakan baik itu dengan metode
karding maupun pinning karena fungsi dari kerta label ini adalah sebagai
penanda dimana serangga ini ditemukan yang berisi tanggal bulan tahun
kemudian tempat ditemukan serta kolektor (bagian atas) dan pada bagian
bawah berisi identifikasi dari serangga tersebut. Jarak antara kertas label
atas dengan bawah 5 mm.
f. PINNING BLOCK. Alat untuk mengatur ketinggian spesimen serangga
awetan hasil koleksi dengan metode pinning selain itu pinning block juga
digunakan untuk mengatur ketinggian kertas label dan karding. Bentuk
Pinning block bertingkat seperti tangga dengan setiap bagiannya
tangganya memiliki ketinggian yang berbeda serta terdapat lubang yang
berfungsi untuk pinning. Pinning block biasanya terbuat dari kayu.
8. Metode Pengawetan Dan Cara Pengawetan

Pengawetan serangga dan artropoda lain dilakukan dengan cara yang


berbeda-beda pada setiap spesies dan fase tumbuhnya. Ada dua cara
pengawetan yang umum dilakukan, yaitu pengawetan kering dan pengawetan
basah. 

a. PENGAWETAN KERING. Pengawetan kering dilakukan untuk


serangga-serangga yang bertubuh keras (umumya fase imago) dengan cara
di pin (ditusuk dengan jarum preparat atau di karding). Jarum yang
digunakan untuk menusuk spesimen serangga harus jarum anti karat atau
stainless steel (bukan dari baja hitam atau dari kuningan) sebab jarum non-
stainless akan cepat berkarat apabila terkena cairan tubuh serangga. Ukuran
diameter dan panjang jarum bervariasi mulai dari nomor 00 sampai 9.
Apabila jarum ditusukkan secara tidak langsung ke tubuh serangga, seperti
halnya karding, jarum stainless steel tidak perlu dipergunakan, cukup
dengan jarum dari baja. Beberapa serangga besar akan berubah warna atau
kotor apabila diawetkan kering, oleh sebab itu perlu dilakukan proses
pengeluaran isi perut atau ‘gutting’ sebelum serangga di pin. Buat belahan
sedikit di salah satu sisi pleural membrane diantara sternal dan tergal plates.
Pergunakan pinset untuk mengeluarkan alimentary canal, alat pencernaan
makanan perlu hati-hati jangan sampai sambungan anterior dan posterior
patah. Bagian perut kemudian dibersihkan dengan cermat dengan kapas dan
tissue. Perutnya kemudian dibentuk kembali dengan diisi kapas agar bentuk
abdomen kembali seperti sebelumnya. Belahan pada ujung pleural
membrane kemudian dirapatkan kembali dan harus tertutup kembali
sebelum serangga kering.
b. PENGAWETAN BASAH. Pengawetan basah dilakukan untuk serangga-
serangga yang bertubuh lunak [umumnya fase larva] dilakukan dengan cara
menyimpan serangga didalam botol yang telah diisi dengan alkohol 80%,
dengan ketentuan bahwa spesimen yang diawetkan dalam alkohol harus
disimpan dalam botol gelas dengan tutup yang rapat. Menggunakan botol
plastik tidak baik untuk tempat spesimen karena mudah retak apabila diisi
dengan alkohol. Pilih botol yang cukup besarnya agar spesimen tidak
tertekuk dan hancur, selain itu juga akan memudahkan pengambilan pada
saat akan diteliti/diamati.

Setiap spesies serangga dan artropoda lain mempunyai kekhasan cara


pengawetan, secara umum dapat dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:

1. LABA-LABA. Matikan dan awetkan dalam 80% ethanol. Sedikit


ditambah glycerol pada ethanol akan membuat spesimen lemas
(fleksibel).
2. COLLEMBOLA. Matikan dalam 80% ethanol. Jernihkan dalam KOH
dan slide mount di euparal dengan spesimen diletakkan pada sisi kanan.
Peletakan gelas obyektif dan de glass dengan menggunakan kutek tak
berwarna.
3. PROTURA. Matikan dalam 80% ethanol. Jernihkan dalam KOH dan
slide mount di euparal dengan spesimen diletakkan pada sisi ventral.
Peletakan gelas obyektif dan de glass dengan menggunakan kutek tak
berwarna.
4. DIPLURA. Matikan dalam 80% ethanol, jernihkan dalam KOH dan
slide mount dalam euparal. Peletakan gelas obyektif dan de glass
dengan menggunakan kutek tak berwarna.
5. THYSANURA. Matikan dan awetkan dalam 80% ethanol.
6. ODONATA. Matikan dalam botol pembunuh, sebaiknya capung
dewasa dibiarkan hidup selama satu atau dua hari di dalam kertas
amplop agar isi perutnya terserap tubuh. Serangga yang mati akan
mengalami pembusukan isi perutnya sehingga akan mempengaruhi
warna kulit perutnya atau bahkan putus karena busuk. Setelah capung
dewasa mati, tusuklah dengan jarum serangga pada bagian tengah
mesothorax (jarum harus keluar dari bagian bawah tubuh diantara
pasangan kaki pertama dan kaki kedua). Kembangkan kedua pasang
sayapnya dengan ketentuan letak anterior pinggir sayap belakang tegak
lurus dengan tubuh dan letak sayap depan simetris.
7. ORTHOPTERA. Matikan belalang dewasa dalam botol pembunuh.
Tusuklah dengan jarum serangga pada bagian kanan mesothorax
(biasanya pada dasar sayap depan bagian kanan) belalang dewasa;
bentangkan sayap bagian kiri dengan pinggir anterior sayap belakang
membentuk garis tegak lurus dengan tubuh; atur kaki dengan sempurna
dan antena yang panjang diatur menjulur ke belakang di atas tubuh.
8. MANTODEA. Matikan dalam botol pembunuh, untuk nimfa awetkan
dalam 80% ethanol. Belalang sembah dewasa diawetkan dengan cara
ditusuk dengan jarum serangga pada garis tengah mesothorax bagian
kanan dan kembangkan sayap depan dan belakang sebelah kiri dengan
pinggir anterior sayap belakang membentuk garis tegak lurus dengan
tubuh. Isi perut belalang sembah betina yang besar harus dibersihkan
dan diisi dengan kapas.
9. HEMIPTERA. Matikan dalam botol pembunuh. Tusuklah dengan
menggunakan jarum pada bagian skutelum bagian kanan. Serangga
yang kecil harus dikarding dengan cara menempelkan bagian tengah
thorax (antara sepasang kaki depan dengan sepasang kaki tengah) pada
ujung kertas segitiga; posisi kepala berada disebelah kiri.
10. THYSANOPTERA. Matikan dalam 80% ethanol. Awetkan dalam
lembaran kertas persegi panjang dengan bagian ventral menghadap ke
atas, bentangkan sayap-sayapnya, kaki-kaki dan luruskan antenanya.
11. NEUROPTERA. Matikan dalam botol pembunuh. Awetkan dalam
lembaran kertas karding dengan cara menempelkan bagian tengah
thorax (antara sepasang kaki depan dengan sepasang kaki tengah) pada
ujung kertas segitiga; posisi kepala berada disebelah kiri. Larvanya
awetkan dalam 80% ethanol.
12. COLEOPTERA. Tusuklah serangga dewasa tepat pada anterior
elytron sebelah kanan sehingga jarum keluar diantara coxa tengah dan
belakang; atur kaki-kakinya sehingga ruas-ruas tarsi dapat terlihat
dengan jelas. Spesies dengan ukuran sangat kecil dikarding dengan
cara menempelkan bagian tengah thorax (antara sepasang kaki depan
dengan sepasang kaki tengah) pada ujung kertas segitiga; posisi kepala
berada disebelah kiri. Larva diawetkan dalam 80% ethanol.
13. DIPTERA. Tusuklah serangga dewasa pada bagian tengah mesothorax
sebelah kanan. Atur sayap-sayapnya untuk spesies yang besar sehingga
sayap mengembang pada sisi anterior membentuk posisi tegak lurus.
Serangga yang ukuran tubuhnya kecil dikarding dengan cara
menempelkan bagian tengah thorax (antara sepasang kaki depan
dengan sepasang kaki tengah) pada ujung kertas segitiga; posisi kepala
berada disebelah kiri, sayapnya dinaikkan ke atas dan kaki-kakinya
diatur ke arah bawah. Serangga dewasa famili Tipulidae diawetkan
dalam 80% ethanol atau dilem dibagian thorax pada kartu segiempat
sehingga kaki-kakinya menempel pada kartu dengan setetes lem pada
setiap tibia. Larva diawetkan dalam 80% ethanol.
14. LEPIDOPTERA. Tusuklah dengan jarum pada bagian garis tengah
mosthorax untuk serangga dewasa; atur kedua sayapnya dengan
ketentuan sayap depan bagian posterior tegak lurus dengan badan,
sayap kedua menyesuaikan. Pengaturan posisi sayap dilakukan pada
span block. Larvanya diawetkan dalam 80% ethanol.
15. HYMENOPTERA. Tusuklah serangga dewasa pada bagian kanan
garis tengah mesothorax; atur sayapnya agar terlihat jelas venasinya.
Spesies yang kecil dan atau semua jenis semut perlu dikarding dengan
cara menempelkan bagian tengah thorax (antara sepasang kaki depan
dengan sepasang kaki tengah) pada ujung kertas segitiga; posisi kepala
berada disebelah kiri. Larvanya diawetkan dalam 80% ethanol.

9. Ayat al-qur’an tentang keanekaragaman dan Koleksi serangga

Allah adalah pencipta semua makhluk dari ketiadaannya. Dia menentukan


kadar sesuatu berdasarkan ilmu dan hikmahnya. Seperti firman Allah :
Artinya: Di antara (ayat-ayat) tanda-tanda-Nya ialah menciptakan langit dan
bumi dan makhluk-makhluk yang melata yang Dia sebarkan pada keduanya.
dan Dia Maha Kuasa mengumpulkan semuanya apabila dikehendaki-Nya (QS.
Asy-Syuura/42: 29).

Beberapa jenis serangga yang disebutkan dalam Al-Quran, diantaranya


adalah semut (An-Naml), belalang (Al-Jarad), kutu (Al-Qummala), lebah (An-
Nahl), lalat (Dzuhab), rayap (Dabbah), dan nyamuk (Ba’udloh). sebagaimana
yang difirmankan Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 26 :
Artinya: Sesungguhnya Allah tiada segan membuat perumpamaan berupa
nyamuk atau lebih rendah dari itu. Asapun orang-orang beriman , Maka
mereka yakin bahwa perumpamaan itu benar dari Tuhan mereka , tetapi
mereka yang kafir mengatakan : “Apakah maksud Allah menjadikan ini untuk
perumpamaan ?” . Dengan perumpamaan itu banyak orang yang disesatkan
Allah dan dengan perumpaan itu (pula) banyak orang yang diberi-Nya
petunjuk . Dan tidak ada yang disesatkan Allah kecuali orang-orang yang fasik
(QS.Al-Baqarah /2 :26).

Berdasarkan ayat-ayat Al-Quran tersebut diatas, dapat dijelaskan bahwa


nyamuk dalam ilmu entomologi termasuk dalam kelompok serangga dan
nyamuk ini mudah di temukan disekitar kita. Al-Quran juga menyebutkan
beberapa serangga yang berpotensi menyebabkan kerusakan. Serangga
tersebut antara lain yaitu rayap yang disebut dalam surat Saba’ ayat: 14,
belalang dan kutu dalam surat Al-A’raaf ayat :133. Rayap berpotensi
menyebabkan kerusakan di perumahan, sedangkan belalang dan kutu
berpotensi menyebabkan kerusakan tanaman yang dibudidayakan oleh
manusia.
Artinya : “Maka kami kirimkan kepada merek taufan , belalang , kutu ,
katak dan darah sebagai bukti yang jelas , tetapi meraka tetap
menyombongkan diri dan mereka adalah kaum yang berdosa “ (QS. Al-
A’raaf / 7 : 133).

Berdasarkan ayat tersebut di atas Al-Qur’an telah menjelaskan bahwa


Allh telah menurunkan serangga yang dapat merusak di muka bumi ini , agar
manusia mengetahui dan tidak menyombongkan diri dari kekusaan-Nya.
Orang-orang mukmin hakiki sekiranya akan selalu membuka pandangannya
untuk menerima ayat-ayat Allah pada alam semesa . Termasuk dalam
penciptaan serangga , meskipun hewan tersebut , kita pandang sangat lemah
akan tetapi banyak kandungan hikmah di dalamnya.

DAFTAR PUSTAKA

Borror , D.J.,C.A. Triplehorn dan N.F.Johnson . 1998 . Pengenalan Jenis


Serangga . Edisi Keenam Soetiono Porto Soejono . Yogyakarta
Gadjah Mada University Press .
Borror, D.J., C.A, Triplehorn, N. F. Johnson. 1996. Pengenalan Serangga. Edisi ke 6.

Gadjah Mada University Press: Yogyakarta.

L. Dindal, “Soil Biology”, John Wiley & Sons, Inc, 1999. Frouz, J, “Use of soil dwelling
Diptera (Insecta) as bioindicators a review of ecological requirements and
response to disturbance”, 1999, Agric. Ecosys. Environ.

Hadi, M., Tarwotjo, U., Rahardian, R. 2009. Biologi Insekta Entomologi.


Yogyakarta: Graha Ilmu.
Kalshoven, L. G. E. 1981. The Pets of Crops in Indonesia. Rev. & trans by Van Der

Laan & G. H. L. Rothschild. PT Ichtiar Baru-Van Hoeve: Jakarta.

N. M. Suin. 2006. Ekologi Hewan Tanah. PT Bumi Aksara: Jakarta.

Rahmawaty. 2000. Keanekaragaman Serangga Tanah dan Perannya pada Komunitas

Rhizopora sp. dan Komunitas Ceriops tagal di Taman Nasional Rawa Aopa

Watumohai, Sulawesi Tenggara. Tesis, Program Pascasarjana Institut

Pertanian Bogor: Bogor.

Supriyadi, S. 2010. Pengendalian Serangga Hama Penyakit dan Gulma Padi.


Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Tambunan, Gevit, R., Mena, Uly, Tarigan., Lisnawita. 2013. “Indeks Keanekaragaman

Jenis Serangga pada Pertanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di

Kebun Helvetia Pt. Perkebunan Nusantara II”, Jurnal Online

Agroekoteknologi, Vol (1) (4).

Anda mungkin juga menyukai