Anda di halaman 1dari 9

I.

TUJUAN
 Mengetahui apa itu fauna tanah
 Mengetahui jenis jenis fauna tanah berdasarkan ukuran
tubuhnya
 Mengetahui apa itu metode pengapungan
 Mengetahui apa itu metode Berlese Tulgren
 Mengetahui fungsi bola lampu pada percobaan

II. TINJAUAN TEORITIS

Tanah merupakan suatu sistem terbuka, artinya sewaktu-waktu tanah


itu dapat menerima tambahan bahan dari luar atau kehilangan bahan-
bahan yang telah dimiliki tanah. Sebagai sistem terbuka, tanah merupakan
bagian dari ekosistem dimana komponen-komponen ekosistem tanah,
vegetasi dan hewan saling memberi dan menerima bahan-bahan yang
diperlukan. Lingkungan tanah merupakan lingkungan yang terdiri dari
gabungan antara lingkungan abiotik dan lingkungan biotik. Gabungan dari
kedua lingkungan ini menghasilkan suatu wilayah yang dapat dijadikan
sebagai tempat tinggal bagi beberapa jenis makhluk hidup, salah satunya
adalah makrofauna tanah. Bagi ekosistem darat, tanah merupakan titik
pemasukan sebagian besar bahan ke dalam tumbuhan melalui akar-
akarnya. Tumbuhan menyerap air, nitrat, fosfat, sulfat, kalium, seng dan
mineral esensi lainnya melalui akar-akar tumbuhan. Dengan semua itu,
tumbuhan mengubah karbon dioksida (masuk melalui stomata daun)
menjadi protein, karbohidrat, lemak, asam nukleat dan vitamin yang dari
semuanya itu tumbuhan dan semua heterotrof bergantung pada suhu dan
air dimana tanah merupakan penentu utama dalam produktivitas bumi.
Cacing tanah merupakan fauna tanah yang bermanfaat karena dapat
merubah bahan organik kasar menjadi humus. Cacing tanah memakan
bahan organik segar dipermukaan tanah, masuk sambil menyeret sisa-sisa
tanaman ke liangnya, kemudian mengeluarkan kotorannya di permukaan
tanah. Adanya fauna tanah bahan organik kasar yang ada di dalam tanah
dapat menjadi humus. Fauna tanah dapat memperbaiki tata udara tanah
dan mengubah kesuburan tanah serta struktur tanah (Hardjiwigeno
,2007).
Fauna tanah merupakan hewan yang hidup di tanah, baik hidup pada
permukaan tanah maupun yang terdapat di dalam tanah. Beberapa fauna
tanah seperti herbivora, ia memakan tumbuh-tumbuhan yang hidup di atas
akarnya, tetapi juga hidup dari tumbuh-tumbuhan yang sudah mati. Jika
telah mengalami kematian, hewan-hewan tersebut memberi masukkan bagi
tumbuhan yang masih hidup, meskipun ada pula sebagai kehidupan fauna
lain (Irwan, 1992).

1
Kelompok hewan tanah sangat banyak dan beraneka ragam mulai dari
Protozoa, Rotifera, Nematoda, Annelida, Mollusca, Arthropoda, hingga
vertebrata. Hewan tanah dapat pula dikelompokkan atas dasar ukuran
tubuhnya, kehadirannya di tanah, habitat yang dipilihnya, dan kegiatan
makannya Berdasarkan ukuran tubuhnya hewan-hewan tersebut
dikelompokkan atas mikrofauna, mesofauna, dan makrofauna. Ukuran
mikrofauna berkisar antara 20 sampai dengan 200 mikron, mesofauna
antara 200 mikron sampai dengan 1 sentimeter, dan makrofauna lebih dari
1 sentimeter ukurannya. Berdasarkan kehadirannya, hewan tanah terbagi
atas kelompok transien, temporer, periodic, dan permanen. Berdasarkan
habitanya, hewan tanah ada yang digolongkan sebagai epigeon,
hemiedafon, dan eudafon. Hewan epigeon hidup pada lapisan tumbuha-
tumbuhan di permukaan tanah, hemiedafon pada lapisan organic tanah, dan
yang eudafon hidup pada tanah lapisan mineral. Berdasarkan kegiatan
makannya hewan tanah ada yang bersifat herbivore, saprova, fungifora, dan
predator (Suin, 1989).

Temperatur sangat mempengaruhi aktivitas mikrobial tanah. Aktivitas


ini sangat terbatas pada temperatur di bawah 10ºC, laju optimum aktifitas
biota tanah yang menguntungkan terjadi pada suhu 18-30ºC. Nitrifikasi
berlangsung optimum pada temperatur sekitar 30ºC. Pada suhu diatas 30ºC
lebih banyak unsur K-tertukar dibebaskan pada temperatur rendah
(Hanafiah, 2007).

2
III. ALAT DAN BAHAN
ALAT
NO Nama Alat Jumlah
1 Gunting 1 buah
2 Hekter 1 buah
3 Selotip 1 buah

BAHAN
NO Nama Bahan JUMLAH
1 Lampu Kuning 1 buah
2 Stoples Astor 2 buah
3 Kawat Secukupnya
4 Plastik asoy 2 buah
5 Plastik gula ½ kg 1 buah
6 Karton hitam 1 buah
7 Larutan MgSO4 Secukupnya

IV. PROSEDUR KERJA


No Prosedur Kerja
1 Menyiapkan alat dan bahan

3
V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL
Pada praktikum kali ini kelompok kami tidak mendapatkan hasil di
akhir percobaan, sehingga data hasil praktikum pada laporan ini
tidak dicantumkan

B. PEMBAHASAN
 Fauna Tanah

Tanah merupakan suatu bagian dari ekosistem terestrial yang


didalamnya dihuni oleh banyak organisme yang disebut sebagai
biodiversitas tanah. Biodiversitas tanah merupakan diversitas alpha
yang sangat berperan dalam mempertahankan sekaligus
meningkatkan fungsi tanah untuk menopang kehidupan di dalam
dan di atasnya.
Hewan tanah berfungsi sebagai konsumen dan terkonsentrasi
pada lapisan tanah permukaan yang diperkaya dengan bahan
organik. Secara ekologis tanah tersusun oleh tiga kelompok material,
yaitu material hidup (faktor biotik) yang berupa biota (jasad-jasad
hayati), faktor abiotik berupa bahan organik, dan faktor abiotik
berupa pasir (sand), debu (salt), dan liat (clay). Umunya sekitar 5
persen penyusun tanah merupakan biomassa (biotik dan abiotik)
atau bahan organik. Ruangan yang tersedia hanya memungkinkan
pembahasan beberapa jenis yang paling melimpah dan penting.
Kebanyakan berupa antropoda dan filum antropoda. Antropoda
tanah yang paling penting yang akan dibahas meliputi tungau,
kelabang, kaki seribu, ekor pegas, serangga (semut, rayap, kumbang)
dan larva serangga. Hewan tanah non antropoda penting yang akan
dibahas adalah nematoda dan cacing.
Makro fauna tanah merupakan salah satu komponen tanah,
kehidupan makrofauna tanah sangat tergantung habitatnya, karena
keberadaan dan kepadatan populasi suatu jenis fauna tanah disuatu
daerah sangat ditentukan oleh keadaan daerah tersebut atau dengan
kata lain keberadaan dan kepadatan populasi suatu jenis makro
fauna tanah yang sangat tergantung dari faktor lingkungan, yaitu
lingkungan biotik dan lingkongan abiotik. Makro fauna tanah
merupakan bagian dari ekosistem tanah oleh karena itu dalam
mempelajari ekologi makro fauna tanah kita harus mengetahui
faktor fisik dan kimia tanah sebelumnya selalu diukur.
Fauna tanah dikelompokkan mulai dari Protozoa, Rotifera,
Nematoda, Annelida, Mollusca, Arthropoda, hingga Vertebrata.
Fauna tanah dapat dikelompokkan atas dasar ukuran tubuhnya,
kehadirannya di tanah, habitat yang dipilihnya dan kegiatan
makannya.
Berdasarkan kehadirannya, fauna tanah dibagi atas kelompok
transien, temporer, periodik dan permanen. Berdasarkan habitatnya
fauna tanah digolongkan menjadi golongan epigeon, hemiedafon dan

4
eudafon. Fauna epigeon hidup pada lapisan tumbuh-tumbuhan di
permukaan tanah, hemiedafon pada lapisan organik tanah, dan yang
eudafon hidup pada tanah lapisan mineral.

Berdasarkan kegiatan makannya fauna tanah ada yang


bersifat herbivora, saprovora, fungifora dan predator (Suin, 1997).

Sedangkan fauna tanah berdasarkan ukuran tubuhnya


menurut Wallwork (1970), dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu;
mikrofauna (20 µ - 200 µ), mesofauna (200 µ - 1 cm) dan
makrofauna (lebih dari 1 cm). Menurut Suhardjono dan Adisoemarto
(1997), berdasarkan ukuran tubuh fauna tanah dikelompokkan
menjadi: (1). mikrofauna adalah kelompok binatang yang berukuran
tubuh < 0.15 mm, seperti: Protozoa dan stadium pradewasa
beberapa kelompok lain misalnya Nematoda, (2). Mesofauna adalah
kelompok yang berukuran tubuh 0.16 – 10.4 mm dan merupakan
kelompok terbesar dibanding kedua kelompok lainnya, seperti:
Insekta, Arachnida, Diplopoda, Chilopoda, Nematoda, Mollusca, dan
bentuk pradewasa dari beberapa binatang lainnya seperti kaki
seribu dan kalajengking, (3). Makrofauna adalah kelompok binatang
yang berukuran panjang tubuh > 10.5 mm, sperti: Insekta,
Crustaceae, Chilopoda, Diplopoda, Mollusca, dan termasuk juga
vertebrata kecil.

 Metode Pengapungan

Metode penyaringan biasanya digunakan ketika ukuran


hewan yang diteliti sangat berbeda dengan partikel tanah,
contohnya, pemisahan cacing tanah dari mineral tanah yang rapuh.
Kemampuan menyaring pada metode penyaringan ‘kering’ ini
didasarkan pada ukuran jaring yang digunakan, dan seringkali
memungkinkan untuk memisahkan beberapa kelompok ukuran
hewan yang berbeda dengan menggunakan sejumlah saringan
dengan ukuran jaring berbeda yang dipasang secara seri. Metode
penyaringan basah seringkali lebih efisien daripada metode kering,
terutama untuk hewan berukuran kecil dan sedang yang tinggal di
sampah dibandingkan dengan arthropoda, dan peralatan sederhana
yang berguna untuk mengunpulkan enchytraeidea dan moluska kecil
(Wallwork, 1970).

Mikroarthropoda tidak dapat diekstraksi dengan baik


menggunakan metode penyaringan, karena fraksi yang terakumulasi
sering mengandung sejumlah besar potongan tumbuhan dan
partikel mineral tanah. Pemisahan dengan tiga komponen ini bisa
tercapai dengan teknik ‘pengapungan’ yang pada dasarnya terdiri
dari dua cara kerja. Pertama, mineral tanah dipisahkan dari bahan
organik (potongan hewan dan tumbuhan) dengan memanfaatkan

5
perbedaan grafitasi yang spesifik dari kedua fraksi. Kedua,
mikroarthropoda dipisahkan dari potongan tumbuhan dengan
pembasahan yang berbeda, potongan tumbuhan akan basah oleh air,
sedangkan kutikula arthropoda yang lunak tidak basah (Wallwork,
1970).

Metode pengapungan mungkin merupakan teknik mekanik


yang paling banyak digunakan, karena dapat mengekstrak berbagai
macam kelompok hewan secara bersamaan. Metode lain yang lebih
spesifik yang digunakan mencakup prosedur sentrifugasi untuk
protozoa dan mikroarthropoda, sedimentasi, dan teknik elutriasi
berdasarkan pada perbedaan tingkat pengendapan hewan dan
partikel tanah. Elutriasi merupakan tipe sedimentasi yang telah
dimodifikasi, dimana pengendapan terjadi pada arus air yang
berlawanan. Metode yang telah ditemukan ini sangat berguna untuk
mengoleksi nematoda, namun jauh kurang efisien untuk
mikroarthropoda, yang kebanyakan mengendap pada tingkat yang
sama dengan partikel tanah (Wallwork, 1970).

 Metode Berlese Tulgren

Jenis ekstraktor perilaku kering yang paling umum adalah


corong Berlese-Tullgren, yang telah dimodifikasi dengan berbagai
cara untuk meningkatkan efisiensinya. Sampel tanah atau sampah
ditempatkan pada kawat kasa di mulut corong yang bersisi dalaman
dipanasi dari atas oleh bohlam lampu biasa, bohlam infrared, atau
gulungan pemanas.

Karena permukaan sampel menjadi panas dan kering, hewan


akan turun dan akhirnya keluar dari bagian bawah sampel, dan jatuh
melalui corong ke dalam botol koleksi kecil yang ditempatkan di
bawah alat tersebut.

Agar cara kerja tersebut berhasil, metode ini membutuhkan


pengaturan gradien temperatur yang tinggi dan kelembaban relatif,
dan dipertahankan, antara sampel tanah dan atmosfer dalam corong
langsung dibawahnya. Dengan demikian, botol koleksi kecil harus
mengandung air atau beberapa larutan pengawet, seperti asam
pikrat, yang akan meningkatkan kelembaban relatif pada corong
karena penguapannya. Gradien temperatur juga dapat ditingkatkan
dengan mengelilingkan bagian bawah corong dengan sistem
sirkulasi air dingin.

Hal ini juga penting untuk memastikan pemanasan sampel


tanah secara bertahap, selain itu kebanyakan hewan, khususnya
yang belum dewasa, akan mati sebelum mereka dapat melarikan
diri. Sampel tanah harus terusik sesedikit mungkin ketika
ditempatkan dalam ekstraktor.

6
Jika sampel berada dalam kondisi tersumbat, sampel harus
dipasang terbalik dalam ekstraktor., sehingga hewan dapat keluar
dari sampel dengan cepat dan mudah melalui permukaan saluran
yang lebar. Salah satu ciri yang mengganggu pada corong kering,
yang terjadi terutama ketika menggunakan tanah basah, kondensasi
air pada dinding sebelah dalam corong dapat menahan hewan kecil
dan mencegah hewan tersebut jatuh ke dalam botol koleksi kecil.

Kebanyakan dari kondensasi ini dapat dihindari dengan


menggunakan corong panjang dengan sisi miring yang tajam. Dalam
hal ini juga jelas bahwa permukaan dalam corong harus sehalus
mungkin untuk mencegah kotoran dan organisme berkumpul di
tempat tersebut; laba-laba sering menimbulkan masalah tertentu
dalam hal ini, sehingga corong harus diperiksa secara teratur karena
jaring laba-laba merupakan bentuk penghalang yang efektif antara
sampel tanah dengan botol koleksi kecil (Wallwork, 1970).

Gambar Corong Berlese- Tullgren

7
VI. KESIMPULAN
 Fauna tanah merupakan hewan yang hidup di tanah, baik hidup
pada permukaan tanah maupun yang terdapat di dalam tanah.
 Fauna tanah berdasarkan ukuran tubuhnya dikelompokkan
menjadi 4 yaitu mikro fauna, meso fauna, makro fauna, dan mega
fauna.
 Metode pengapungan merupakan teknik mekanik yang paling
banyak digunakan untuk pengambilan fauna tanah, karena dapat
mengekstrak berbagai macam kelompok hewan secara
bersamaan.
 Metode Berlese-Tullgren merupakan jenis ekstraktor perilaku
kering yang paling umum dengan menggunakan corong yang
telah dimodifikasi dengan berbagai cara untuk meningkatkan
efisiensinya. Sampel tanah atau sampah ditempatkan pada kawat
kasa di mulut corong yang bersisi dalaman dipanasi dari atas
oleh bohlam lampu biasa, bohlam infrared, atau gulungan
pemanas.
 Fungsi dari bola lampu adalah untuk membuat sampel menjadi
panas dan kering, lalu hewan akan turun dan akhirnya keluar
dari bagian bawah sampel, dan jatuh melalui corong ke dalam
botol koleksi kecil yang ditempatkan di bawah alat tersebut.

VII. DAFTAR PUSTAKA

Hanafiah, Kemas.2005.Dasar-dasar Ilmu Tanah.Jakarta : PT Raja


Grafindo Persada.

Hardjowigeno, Sarwono.2007. Ilmu Tanah. Jakarta : Akademika


Pressindo.

Irwan, Z.D.1992. Prinsip-prinsip Ekologi dan Organisasi: Ekosistem,


Komunitas dan Lingkungan. Jakarta : Bumi Aksara.

Suin, N.M.2006.Ekologi Hewan Tanah.Jakarta : Bumi Aksara.

Wallwork, John. A. 1970. Ecology of Soil Animal. England : McGraw-Hill


Publishing Company Limited.

Medan, 21 November 2016


Asisten Laboratorium Praktikan

8
TIM ASISTEN Dina Rahmi Solihad NST

4153220006

Anda mungkin juga menyukai