Anda di halaman 1dari 11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanah
Tanah merupakan bahan organik dan mineral yang berlangsung dibawah pengaruh
faktor-faktor lingkungan yang bekerja selama waktu yang panjang dan terwujud sebagai
suatu tubuh dengan morfologi dan organisasi teraktifkan. Tanah merupakan suatu
sistem bumi yang bersamaan dengan sistem yang lain, seperti air alami atmosfer,
menjadi inti fungsi, perubahan dan kemantapan ekosistem. Tanah memiliki kedudukan
yang khas dalam masalah lingkungan hidup yang merupakan kimia lingkungan dan
membentuk landasan hakiki bagi kehidupan. Fungsi-fungsi penting dan vital yang
dikerjakan tanah dalam ekosistem mencakup mengatur dan membagi aliran air dan
larutan, memberlanjutkan kegiatan, keanekaan dan produktifitas hayati, menyangga,
menyaring, mendegradasi bahan-bahan organik dan anorganik, termasuk hasil endapan
atmosfer dan hasil samping industri, memberikan topangan bagi bangunan
sosioekonomi, menyimpan dan mendaurkan hara dan unsur-unsur lain pada biosfer
bumi (Notohadiprawiro, 2006).
Tanah tersusun dari empat komponen, yakni bahan padat organik, bahan padat
mineral, udara dan air. Bahan padat organik terdiri dari rombakan dan sisa jaringan
jasad, terutama zat humik, tumbuhan dan jasad hidup penghuni tanah, termasuk akar
tumbuhan hidup. Bahan padat mineral terdiri dari mineral primer, mineral sekunder,
sibir batuan dan lapukan batuan. Udara tanah berasal dari udara atmosfer, namun
mengalami perubahan susunan. Air mengandung berbagai zat terlarut, maka disebut
juga larutan tanah. Bahan padat organik merupakan komponen terbesar, bahan padat
membentuk kerangka tanah serta air dan udara tanah mengisi pori-pori diantara
kerangka tanah. Oleh karena itu air dan udara tanah selalu bersaing dalam menempati
pori. Dalam tanah kering kebanyakan pori ditempati udara dan dapat menyebabkan
terjadinya kahat air (Notohadiprawiro, 2006). Sifat fisik tanah merupakan faktor yang
sangat penting dalam prtumbuhan tanaman, diantara sifat tanah yaitu struktur, tekstur,
permeabilitas, konsistensi, kedalaman permukaan air tanah dan ketebalan tanah.

7
8

2.2 Makrofauna Tanah


Makrofauna tanah adalah salah satu kelompok organisme heterotrof (Arief,
2010). Artinya organisme tersebut tergantung dari maklhuk hidup yang lain seperti
konsumen dan produsen lainnya yang habitat utamanya di tanah. Ada beberapa definisi
terkait ukuran makrofauna tanah menurut para ahli fauna tanah, dianaranya yaitu,
memiliki panjang tubuh lebih dari 1cm, memiliki lebar tubuh 2-20 mm dan memiliki
ketebalan tubuh 2-20 mm (Arief, 2010).
Makrofauna tanah terdiri dari kelompok karnivora pemangsa hewan-hewan kecil
dan herbivora pemakan tanaman. Karnivora meliputi Arachnida seperti kutu,
kalajengking, laba-laba, dan Chilopoda seperti kelabang. Insecta meliputi belalang,
rayap, kumbang, semut, jangkrik, lebah dan lalat. Serta fauna kecil yang bersarang
dalam tanah seperti tikus, kadal, dan fauna kecil lainnya. Herbivora meliputi Annelida
seperti cacing, Mollusca seperti keong dan bekicot. Arthropoda meliputi Diplopoda
seperti kaki seribu dan Crustacea seperti kepiting (Utomo, 2016). Hardjowigeno (2010)
menyatakan makrofauna tanah sebagai fauna-fauna besar penghuni tanah yang dapat
dibedakan menjadi, fauna besar pelubang tanah, cacing tanah, Artrhopoda dan Mollusca
(Gastrhopoda). Menurut Suin (2012), fauna tanah yang paling sering ditemukan hidup
di tanah adalah dari kelompok Arthropoda0seperti Arachnida, Insecta, Chilopoda,
Annelida serta dari kelompok Diplopoda.
Makrofauna tanah yang ditemukan pada waktu dan areal tertentu bisa sangat
tinggi hingga mencapai lebih dari 100 spesies dalam satu hektar pengguna lahan. Dari
jumlah tersebut, Coleoptera atau kumbang mayoritas menjadi yang paling beragam
(Brown & Dewhurst, 1975). Pengambilan makrofauna tanah dapat dilakukan dengan
menggunakan metode / pemasangan jebakan pit fall trap. Pitfall trap digunakan untuk
menangkap serangga yang hidup di atas permukaan tanah, serangga yang aktif pada
siang hari dan malam hari. Prinsip dari metode ini yaitu hewan tanah yang berkeliaran
di atas permukaan tanah atau secara kebetulan menuju ke perangkap itu akan jatuh
terjebak ke dalam perangkap (Suin, 2012).
2.3 Keanekaragaman dan Fungsi Makrofauna Tanah
Keanekaragaman hayati merupakan variabilitas dari maklhuk hidup dari semua
sumber, termasuk interaksi ekosistem lautan, pesisir, terestrial dan ekosistem akuatik
9

lain serta kompleks ekologik tempat hidup maklhuk hidup. Hal ini meliputi
keanekaragaman jenis, antar jenis serta ekosistem. Pengertian yang lain,
keanekaragaman merupakan ketersediaan sumber daya hayati berupa plasma nutfah
ataupun jenis, serta keanekaragaman ekosistem dan keanekaragaman antar jenis
(Sudarsono, 2005). Secara spesifik keanekaragaman makrofauna tanah merupakan
hewan-hewan yang hidup dibawah tanah maupun diatas tanah (Bruyn & Alexandra,
1997).
Keberadaan fauna tanah sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan tanah, salah
satunya yaitu keberadaan bahan organik dalam tanah (Putra, 2012). Keberadaan dari
fauna tanah dapat dijadikan sebagai parameter dari kualitas tanah, fauna tanah yang
digunakan sebagai bioindikator kesuburan tanah tentunya mempunyai jumlah yang
relative melimpah (Ibrahim, 2014). Salah satu fauna tanah yang dijadikan sebagai
bioindikator kesuburan tanah ialah makrofauna tanah. Hal ini dijelaskan bahwa masing-
masing biota tanah memiliki fungsi ekologis yang khusus. Keanekaragaman
makrofauna dalam tanah dapat digunakan sebagai indikator biologis kualitas tanah.
Setiap komponen fauna tanah dapat dijadikan sebagai bioindikator karena keberadaan
fauna tanah sangat bergantung kepada faktor abiotik dan biotik tanah (Sugiyarto et al.,
2007). Makrofauna tanah memiliki peranan penting dan besar untuk memperbaiki sifat-
sifat fungsional tanah (Nusroh, 2007).
Keanekaragaman makrofauna tanah masuk kedalam keanekaragaman hayati,
diantaranya yaitu keanekaragaman gen karena variasi genetik makrofauna tanah
bertambah ketika keturunan mendapatkan kombinasi unik kromosom dan gen dari
induknya melalui rekombinasi gen yang terjadi melalui repoduksi seksual,
keanekaragaman jenis karena makrofauna tanah memiliki banyak jenis yang beragam,
serta keanekaragaman ekosistem karena keanekaragaman makrofauna tanah juga
dipengaruhi oleh lingkungan fisiknya, seperti ph, suhu maupun kelembaban.
2.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keanekaragaman Makrofauna Tanah
Faktor lingkungan memiliki peran besar dalam menentukan berbagai pola
penyebaran fauna tanah. Faktor lingkungan tanah terdiri dari faktor abiotik dan faktor
biotik yang bekerja secara bersama-sama dalam suatu ekosistem yang menentukan
penampilan, kehadiran dan kelimpahan organisme. Odum (1998) menjelaskan bahwa
10

ada beberapa parameter yang dapat diukur untuk mengetahui keadaan suatu ekosistem,
misalnya dengan melihat nilai keanekaragaman. Menghitung keanekaragaman
makrofauna tanah dapat digunakan rumus indeks Diversitas Shanon-Wiener yaitu H’ = -
Σ (pi ln pi). Kategori keanekaragaman makrofauna tanah pada suatu tempat menurut
Shannon Winner terbagi menjadi 5 kategori yaitu <1 Sangat Rendah, >1 - <2 Rendah,
>2 - <3 Sedang, >3 - <4 Tinggi, dan >4 Tinggi. Terdapat dua faktor penting yang
mempengaruhi tingkat keanekaragaman makrofauna tanah yaitu kemerataan spesies dan
kekayaan spesies. Komunitas yang stabil memiliki indeks kemerataan dan indeks
kekayaan jenis tinggi sedangkan pada komunitas yang terganggu karena adanya campur
tangan manusia memungkinkan indeks kemerataan dan indeks kekayaan jenis rendah.
Ekosistem yang memiliki nilai diversitas tinggi umumnya memiliki rantai makanan
yang lebih kompleks, sehingga berpeluang besar untuk terjadinya interkasi pada suatu
ekosistem (Odum, 1998).
2.4.1 Pengaruh Faktor Abiotik Terhadap Keanekaragaman Makrofauna Tanah
a. Kelemban tanah
Dalam lingkungan daratan, tanah merupakan faktor pembatas penting. Daerah
tropika kelembaban dan kedudukan air sama pentingnya seperti cahaya, fluktuasi suhu
dan fotoperiodisme bagi daerah dingin dan daerah temperatur. Kelembaban penting
peranannya dalam mengubah efek suhu, pada kondisi lingkungan daratan terjadi
interkasi antara kelembaban dan suhu yang sangat erat sehingga dianggap sebagai
bagian yang sangat penting dari kondisi iklim dan cuaca (Kramadibrata, 1995).
Odum (1998) menyatakan temperatur memberikan efek membatasi pertumbuhan
organisme apabila keadaan kelembaban ekstrim rendah atau tinggi, namun kelembaban
memberikan efek lebih kritis terhadap organisme pada suhu yang ekstrim rendah atau
pada suhu yang ekstrim tinggi. Kelembaban tanah juga sangat mempengaruhi proses
nitrifikasi, kelembaban tinggi lebih baik bagi makrofauna tanah dibandingkan dengan
kelembaban yang rendah. Dalam praktek kelembaban yang optimum pada tanaman juga
bakteri nitrifikasi. Pada amphibi, avertebrata dan serangga, pengaruh kelembaban itu
bersifat secara langsung. Banyak jenis serangga memiliki batas toleransi sempit
terhadap kelembaban, jika kondisi kelembaban lingkungan sangat tinggi hewan bisa
imigran ketampat lain bahkan sampai mati, serta kondisi yang kering terkadang juga
11

mengurangi adanya jenis tertentu karena kurangnya populasi. Kelembaban juga


mengontrol berbagai macam aktivitas hewan antara lain, aktivitas makan dan aktivitas
bergerak (Yulipriyanto, 2010).
b. Suhu tanah
Suhu tanah adalah salah satu faktor fisika tanah yang sangat menentukan kepadatan
dan kehadiran orgonisme tanah, dengan demikian suhu tanah akan menentukan tingkat
dekomposisi material organik tanah. Fluktuasi suhu tanah lebih rendah daripada suhu
udara, sehingga suhu tanah sangat bergantung pada suhu udara. Fluktuasi tergantung
pada keadaan topografi, cuaca dan keadaan tanah (Suin, 2012). Tinggi besarnya
perubahan gelombang suhu dilpisan yang jauh dari tanah berhubungan dengan jumlah
radiasi sinar matahari yang jatuh pada permukaan tanah, tergantung pada jumlah
vegetasi yang ada di permukaannya. Secara tidak langsung pengaruh suhu ialah
mempercepat kehilangan lalu lintas air yang bisa menyebabkan organisme mati.
Fluktuasi suhu antara 10 sampai 20o C dengan rata-rata 15oC tidak sama pengaruhnya
terhadap hewan apabila dibandingkan dengan lingkungan yang bersuhu tetap 15oC
(Kramadibrata, 1995).
c. pH tanah
Derajat keasaman tanah merupakan faktor pembatas bagi kehidupan organisme
tanah. pH tanah bisa menjadikan organisme tanah mengalami kehidupan yang tidak
sempurna bahkan bisa membuat organisme mari pada kondisi pH yang terlalu basa atau
asam. Agar organisme tanah bisa hidup dengan harus berada pada pH dengan kisaran
yang netral yaitu antara 6-8. Khusus pada makrofauna tanah, pH tanah memiliki
pengaruh secara langsung mengenai organ-organ tubuhnya sehingga pada pada suatu
lingkungan tertentu yang memiliki pH terlalu basa atau0terlalu asam sangat jarang
sekali terdapat organisme tanah (Kramadibrata, 1995).
Menurut Suin (2012) terdapat hewan-hewan tanah yang bisa hidup pada tanah
dengan kondisi pH nya asam atau basa, yaitu Collembola. Collembola yang memilih
hidup pada kondisi basa disebut dengan Collembola kalsinofil, sedangkan Collembola
yang memilih hidup pada kondisi asam disebut Collembola golongan asidofil dan
sedangkan yang dapat hidup pada kondisi tanah yang asam maupun basa disebut
Collembola golongan inddifferen.
12

2.4.2 Pengaruh Faktor Biotik Terhadap Keanekaragaman Makrofauna Tanah


Keberadaan organisme pada suatu ekosistem bisa mempengaruhi tingkat
keanekaragaman. Menurunnya jumlah jenis populasi dalam suatu ekosistem bisa
mengurangi indeks keanekaragamnnya. Faktor biotik ini akan mempengaruhi jenis
hewan yang bisa hidup pada habitat tersebut karena ada hewan-hewan tertentu yang
hidupnya memerlukan perlindungan yang didapatkan dari kanopi tumbuhan di habitat
tersebut (Krebs, 1999). Penanaman jenis-jenis pohon yang diteliti pada umumnya bisa
meningkatkan jumlah organisme dan jumlah fungsi pada tanh serta bisa meningkatkan
aktivitas organisme, sehingga memiliki pengaruh positif dalam peningkatan kesuburan
tanah (Mindawati, Kosasih, & Heryati, 2006).
2.5 Jambu Biji
2.5.1 Klasifikasi Jambu Biji
Berdasarkan penggolongan dan tata nama tumbuhan, tanaman jambu biji
menurut Parimin (2005) termasuk ke dalam klasifikasi sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
divisi : Spermaophyta
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Myrtales
Famili : Myrtaceae
Genus : Psidium
Spesies : Psidium guajava
2.5.2 Morfologi Jambu Biji
Jambu biji termasuk kedalam jenis tanaman perdu atau pohon kecil dimana
jambu biji memiliki tinggi sekitar 2 sampai 10 meter. Jambu biji termasuk golongan
tanaman dikotil karena mempunyai batang yang berkayu dan berkambium. Jambu biji
mempunyai daun yang termasuk kedalam daun tunggal, dan juga termasuk dalam jenis
daun tidak lengkap karena hanya memiliki tangkai dan helai daun saja biasa disebut
dengan daun bertangkai. Jambu biji memiliki bentuk tulang daun yang menyirip karena
mempunyai tulang punggung yang membentang dari pangkal sampai ujung daun.
Bagian ujung daun, jambu biji berbentuk tumpul dan pada bagian atas daun jambu biji
mempunyai warna yang jauh lebih terang dibandingkan dengan bagian bawahnya.
13

Jambu biji memiliki buah yang berukuran seperti bola tenis dan berbentuk bulat, namun
dalam beberapa spesies jambu biji ada yang mempunyai buah yang kecil seperti bola
pingpong dan sangat besar melebihi bola tenis. Daging buah jambu sendiri dapat
dikatakan tebal dimana daging buah tersebut bertekstur lunak apabila sudah matang.
Jambu biji memiliki biji yang sangat banyak dan berkumpul dibagian tengan dan
ditutupi oleh daging buah. Ukuran biji jambu biji lumayan kecil seperti butiran pernak-
pernik gelang dan mempunyai warna yang kuning kecoklatan. Jambu biji mempunyai
akar tunggang yang bercabang yang bentuknya kerucut panjang, tumbuh lurus kebawah,
bercabang banyak dan cabang-cabangnya bercabang lagi, sehingga memberikan
kekuatan ysng lebih besar pada batang pohon, dan juga daerah perakaran menjadi lebih
luas.
2.6 Perkebunan Jambu Biji
Perkebunan merupakan segala kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu
pada tanah atau media tumbuh lainnya dalam ekosistem yang sesuai, mengolah dan
memasarkan barang dan jasa hasil tanaman tersebut, dengan bantuan ilmu pengetahuan
dan teknologi, permodalan serta manajemen untuk mewujudkan kesejahteraan bagi
pelaku usaha perkebunan dan masyarakat. Permasalahan yang dihadapi dari tahun
sebelumnya yaitu menurunya hasil panen akibat pengolahan tanah yang kurang
maksimal sehingga menjadikan hasil panen turun drastis. Penaikan hasil panen agar
kembali stabil yakni perlunya penanganan terhadap kualitas tanah diperkebunan.
Kualitas tanah di perkebunan bisa dikaitkan dengan kondisi keanekaragaman
makrofauna tanahnya, sesuai dengan pendapat Wulandari (2007). Peran aktif
makrofauna tanah dalam menguraikan bahan organik tanah dapat mempertahankan dan
mengembalikan produktivitas tanah dengan didukung faktor lingkungan di sekitarnya.
Penelitian yang dilakukan oleh Nurrohman (2018) tentang analisis keanekaragamn
makrofauna tanah menunjukkan bahwa makrofauna tanah dijadikan sebagai indikator
kesuburan tanah. Hal ini menunjukkan bahwa ada hubunganya antara tingkat
keanekaragaman dengan kondisi lingkungan tanah di daerah perkebunan, khususnya
perkebunan jambu biji di Dusun Pandansari tersebut. Perkebunan di Pandansari
kabupaten Mojokerto mengelola khusus untuk tanaman jambu biji (Psidium guajava)
dengan lahan yang sangat luas. Lahan perkebunan adalah lahan usaha pertanian yang
14

luas, biasanya terletak di daerah tropis atau subtropis, yang digunakan untuk
menghasilkan komoditas perdagangan (pertanian) dalam skala besar dan dipasarkan ke
tempat yang jauh, bukan untuk konsumsi lokal. Luas perkebunan jambu biji di
pandansari ini 126 m X 76 m dengan kisaran 9.576 m2, dengan perkebunan seluas itu
perkebunan jambu biji ini merupakan perkebunan terluas di kabupaten mojokerto
dengan ketinggian 206 mdpl dan titik koordinat -7,6294384, 112,4794456.
2.7 Sumber Belajar
2.7.1 Pengertian Sumber Belajar
Sumber belajar merupakan segala suatu hal yang bisa memberikan kemudahan
bagi peserta didik dalam mendapatkan informasi, pengalaman, pengetahuan, dan
keterampilan dalam proses belajar mengajar (Baharudin & Nur, 2012). Sumber belajar
bisa berupa penggunaan bahan ajar dan buku ajar serta dapat menggunakan
laboratorium, studi lapangan, computer, internet, perpustakaan dan lain-lain (Supriadi,
2017).
2.7.2 Kriteria Memilih Sumber Belajar
Menurut Rosa (2015) terdapat beberapa kriteria untuk memilih sumber belajar
yang ingin di implementasikan, kriteria tersebut secara umum mencakup ekonomis,
praktis atau sederhana, mudah diperoleh, fleksibel, dan sesuai dengan tujuan. Ekonomis
artinya dalam memilih sumber belajar harus mempertimbangkan nilai ekonomisnya
dalam artian murah, yaitu biaya yang dikeluarkan hanya sedikit. Praktis atau sederhana
artinya tidak memerlukan pelayanan dan keterampilan yang kompleks dan rumit.
Mudah diperoleh artinya dalam membuar sumber belajar harus dekat dan tersedia
dimana-mana dan juga tidak perlu diadakan ataupun dibeli. Fleksibel artinya bisa
dimanfaatkan untuk berbagai tujuan pembelajaran dan tidak dipengaruhi oleh faktor
luar, contohnya kemajuan teknologi, budaya dan nilai. Sesuai dengan tujuan yang
memiliki arti komponen-komponen dalam membuat sumber belajar harus menyesuaikan
dengan tujuan pembelajaran tidak malah menghambat pembelajaran.
2.7.3 Jenis-Jenis Sumber Belajar
Menurut Association of Education Communication Technologi (ACT) dalam Rosa
(2015) menjelaskan bahwa terdapat beberapa jenis sumber belajar sebagai berikut:
15

1) Pesan merupakan informasi yang ditransmisikan oleh komponen lain dalam bentuk
fakta, makna, nilai, data dan ide. Contohnya yaitu bahan pelajaran, dongeng, cerita
rakyat dan sebagainya.
2) Manusia merupakan maklhuk yang berperan sebagai pencari, pengolah, penyimpan,
dan penyaji informasi atau pesan. Tidak termasuk mereka yang menjalankan fungsi
pengolahan dan pengembangan sumber belajar, contohnya yaitu dosen, guru,
pembina, pembimbing tutor dan lain-lain.
3) Bahan merupakan sesuatu program, software atau media yang mengandung pesan
untuk diimplementasikan melalui penggunaan alat dirinya sendiri, seperti buku,
modul, poster, majalah, transparasi, film, video, kaset audio, film-strip dan
sebagainya.
4) Alat merupakan sesuatu hardware atau perangkat keras yang digunakan untuk
menyampaikan informasi yang ada pada bahan, seperti proyektor, monitor dan
sebagainya.
5) Teknik atau metode merupakan prosedur yang runtut atau acuan yang disiapkan
dalam memanfaatkan peralatan, bahan, orang dan lingkungan dalam menyampaikan
informasi, seperti diskusi, simulasi, ceramah, tanya jawab, pemecahan masalah dan
sebagainya.
2.7.4 Fungsi Sumber Belajar
Sumber belajar mempunyai fungsi agar bisa dimanfaatkan dalam sebaik-baiknya
menurut Nurhidayat (2016) sumber belajar bisa difungsikan sebagai berikut:
1. Memberikan kemungkinan pembelajaran yang mempunyai sifat lebih individual.
2. Meningkatkan produktivitas dengan mempercepat laju belajar pembelajaran.
3. Memungkinkan penyajian pembelajaran lebih luas.
4. Memungkinkan belajar seketika dengan memberikan pengetahuan yang bersifat
langsung.
2.7.5 Pemanfaatan Hasil Penelitian Sebagai Sumber Belajar
Menurut Susilo & Munajah (2015) menjelaskan bahwa penelitian bisa dijadikan
sebagai sumber belajar harus memlalui identifikasi hasil penelitian dan kajian proses.
Agar bisa digunakan sebagai sumber belajar, maka penelitian tersebut harus bisa
16

ditinjau dari hasil penelitian dan kajian proses. Proses kajian penelitin berkaitan dengan
pengembangan keterampilan sedangkan hasil penelitiannya berupa fakta dan konsep.
Menurut Djohar & Istiningsih (2017) pemanfaatan hasil penelitian sebagai
sumber belajar yang ideal harus memenuhi beberapa kriteria sebagai berikut:
1. Kejelasan potensi ketersediaan objek pembelajaran dan permasalahan yang dapat
diungkap untuk menghasilkan fakta-fakta dan konsep-konsep dari hasil peneliti yang
dilaksankan.
2. Kesesuaian dengan tujuan belajar memiliki kesesuaian dengan kompetensi dasar
pembelajaran.
3. Kejelasan sasaran terdiri dari objek dan subjek penelitian.
4. Kejelasan informasi yaitu terdapat 2 aspek proses maupun produk penelitian yang
telah disesuaika dengan kurikulum.
5. Kejelasan pedoman eksplorasi yaitu perlu adanya prosedur kerja dalam melakukan
penelitian.
6. Kejelasan perolehan yang diharapkan berupa proses dan produk penelitian yang
berdasarkan pada aspek-aspek dalam tujuan belajar.
Pemilihan suatu sumber belajar yang baik perlu memperhatikan sebuah kriteria,
yaitu ekonomis, fleksibel, sederhana, praktis, dan mudah diperoleh dengan tujuan
pemebelajaran yang ingin tercapai (Siregar, 2012). Dengan demikian sumber belajar
yang digunakan dan dipilih dalam proses pemebelajaran ini adalah berupa poster yang
sesuai serta menunjang tercapainya tujuan belajar.
17

2.8 Kerangka Konseptual


1
Ekosistem Perkebunan
Organik jambu Biji

Disusun oleh komponen

Fauna Biotik Keanekaragaman Makrofauna Abiottik


Tanah

Udara terdiri dari


Makrofauna dalam tanah
dan permukaan tanah

Kimia Fisika
habitatnya yaitu pH tanah Terdiri dari suhu
identifikasi dan kelembaban

Penyediaan unsur hara

Proses dekomposisi
Udara unsur hara
membantu

Menjaga Kesuburan Tingkat


Aquatik keanekaragaman
Tanah mempengaruhi
(Sesuai Kategori
Terestrial Shanon wiener)

menyusun
Keanekaragaman dan jenis-
Keterangan : jenis makrofauna tanah yang
terdapat pada perkebunan
Diteliti organik jambu biji, Dsn.
Tidak diteliti Pandansari, Kab. Mojokerto

digunakan sebagai

Kajian Analisis
Sumber Belajar
Biologi

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Penelitian

Anda mungkin juga menyukai