Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN EKOLOGI HEWAN

KOMUNITAS HEWAN DALAM TANAH (INFAUNA) METODE


PERANGKAP CORONG BERLESE FUNNEL

KELOMPOK 8
1714041005 AHMAD JABBAR ISMAIL
1814041022 AZIZAH FAJRIATI RAHMATIRA
1814042030 NURCAHAYA
1814042042 RIZA RISKY YULIANTI
1814041031 SELVI

KELAS PENDIDIKAN BIOLOGI B

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
TAHUN 2021
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Lengkap Praktikum Biologi Ekologi Hewan dengan Judul


“Komunita Hewan Dalam Tanah (Infauna) Metode Perangkap Corong Berlese
Funnel” yang disusun oleh:
kelompok : 6 (Enam)
kelas : Pendidikan Biologi B
telah diperiksa dan dikonsultasikan oleh asisten dan koordinator asisten, maka
laporan ini dinyatakan diterima.

Makassar, Mei 2021


Koordinator Asisten Asisten

Akhmad Faqih Dzulkarnaim, S.Pd, M.Pd Nur Faziatul Fajrah S.Pd, M.Pd

Mengetahui,
Dosen Penanggung Jawab Praktikum

Nani Kurnia, S.Si, M.Si


NIP. 19760811 2008122 001
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ekologi merupakan cabang ilmu yang membahas tentang hubungan makhluk
hidup dengan lingkunga sekitarnya. Dimuka bumi terdapat banyak sekali jenis-jenis
makhluk hidup, dari tumbuhan dan binatang yang sangat kompleks hingga organisme
sederhana seperti jamur, amoeba, bekteri hingga virus. Meskipun demikian, setiap
makhluk hidup idak dapat hidup sendiri. Setiap makhluk hidup membutuhkan
makhluk hidup lainnya untuk bertahan hidup.
Pada ekosistem daratan, organisme yang ada di tanah merupakan pengurai
yang berfungsi untuk mengubah bahan organik menjadi senyawa lainnya yang
memiliki manfaat bagi tanah. Fauna tanah merupakan salah satu komponen ekosistem
tanah yang berperan untuk memperbaiki struktur tanah dengan cara penurunan berat
jenis, peningkatan ruang pori, airase, drainase, kapasitas penyimpanan air,
dekomposisi bahan organik, pencampuran partikel tanah, penyebaran mikroba dan
perbaikan struktur agregat tanah.
Kehidupan hewan di tanah sangat bergantung pada habitatnya, keberadaan
suatu populasi pada daerah tertentu sangat dipengaruhi oleh keadaan daerah itu
sendiri baik lingkungan biotik maupun abiotik. Faktor lingkungan abiotik secara
umum dibagi menjadi dua yaitu faktor fisika dan faktor kimia. Faktor fisika yang
dimaksud anatar lain suhu, kadar air, pororsitas dan tekstur tanah. Sedangkan yang
termasuk faktor kimia yaitu pH, salinitas, kadar organik tanah serta unsur-unsur
mineral dalam tanah.
Faktor lingkungan baiotik sangat menetukan komunitas hewan yang terdapat
dalam suatu habitat. Berdasarkan uraian diatas maka dilakukan praktikum hewan
dalam tanah dengan judul "Komunitas Hewan Dalam Tanah (Infauna) Metode
Perangkap Corong Berlese Funnel".
B. Tujuan Praktikum
Mengetahui beberapa organisme yang hidup di dalam tanah dengan metode
ekstraksi menggunakan Corong Berlese Tullgren (Berlese Funnel).
C. Manfaat Praktikum
Praktikum ini bermanfaat agar mahasiswa mengetahui beberapa organisme
yang hidup di dalam tanah menggunakan metode ekstraksi dengan Corong Berlese
Tullgren (Berlese Funnel).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Setiap organisme menempati tempat tertentu, disebut habitat. Habitat adalah


tempat suatu spesies atau jenis tinggal dan berkembang. Pada dasarnya, habitat adalah
lingkungan-paling tidak lingkungan fisiknya-di sekeliling populasi suatu jenis yang
mempengaruhi dan dimanfaatkan oleh jenis tersebut. Habitat suatu populasi hewan
pada dasarnya menunjukkan totalitas dari corak lingkungan yang ditempati populasi
itu, termasuk faktor-faktor abiotik berupa ruang, tipe substrat atau medium yang
ditempati, cuaca, iklim, dan vegetasi. Istilah habitat juga menunjukkan tempat
tumbuh kelompok organisme yang membentuk komunitas. Habitat terdiri atas
organisme lain (biotik) dan beragam makhluk tak hidup (abiotik). Umunya dikenal
empat tipe habitat utama yakni: daratan, perairan tawar, perairan payau, perairan laut,
dan estuaria. Tipe habitat itu dapat dibagi lagi berdasarkan aspek yang dikaji.
Berdasarkan kepentingan populasi hewan yang menempatinya, pembagian tipe
habitat merujuk pada aspek variasinya ruang serta waktu (Husamah, 2017).
Fauna tanah merupakan salah satu organisme penghuni tanah yang berperan
penting dalam ekosistem tanah. Fauna tanah mempunyai peran yang sangat beragam
dalam habitatnya, antara lain sebagai dekomposer, herbivor, detrivor, maupun
predator. Kelompok fauna tanah dapat dibedakan berdasarkan ukuran tubuh, yaitu
mikrofauna, mesofauna dan makrofauna. Kelompok mesofauna memiliki ukuran
tubuh 0,2-2 mm contohnya mikroartropoda. Jumlah mikroartropoda ditemukan
melimpah di dalam tanah dan beberapa jenis sensitif terhadap perubahan kondisi
lingkungan tanah, sehingga mikroartropoda dapat dijadikan bioindikator. Indeks
biologis kualitas tanah dapat diketahui berdasarkan mikroartropoda ditemukan dalam
tanah (Larasati, 2016).
Kelimpahan dan keragaman hewan tanah bersifat dinamis, selalu berubah.
Faktor-faktor abiotik seperti kelembapan, aerasi, dan suhu sangat berpengaruh
terhadap kelimpahan dan keragaman hewan tanah. Demikian pula faktor biotik
seperti jenis tanaman yang diusahakan, pola tanam, dan kadar bahan organik tanah
berpengaruh terhadap hewan tanah. Hal ini berkaitan dengan ekosistem penggunaan
dan pengelolaan lahan. Peran hewan tanah pada ekosistem tanah cukup besar dalam
menentukan kualitas dan struktur tanah. Peran hewan tanah dalam proses
perombakan bisa terlaksana secara langsung ataupun tidak langsung. Secara langsung
karena memakan dan menghancurkan bahan organik, dan secara tidak langsung
berupa keikutsertaannya dalam meningkatkan jumlah mikroflora tanah yang juga
berperan dalam proses perombakan bahan organik (Husamah, 2017).
Proses dekomposisi dari vegetasi dan hewan serta pengembalian nutrisi ke
dalam tanah melibatkan banyak organisme, antara lain cacing tanah, dan serangga
serta heksapoda lainnya, dimana proses dekomposisi ini nantinya akan dilanjutkan
oleh mikroorganisme. Di dalam tanah, serangga membentuk komunitas yang
beranekaragam baik secara struktural maupun fungsional. Komunitas ini sangat
dipengaruhi oleh perubahan lingkungan tanah yang disebabkan oleh alam antara lain
suhu, kelembaban, curah hujan serta faktor lingkungan lainnya. Adanya aktivitas
manusia dalam mengolah tanah juga akan mempengaruhi komunitas biota tanah.
Adanya faktor tersebut, maka fauna tanah dapat menjadi indikator lingkungan akibat
perubahan ataupun gangguan yang terjadi sebelumnya (Kinasih, 2017).
Keanekaragaman hayati tanah memegang peranan penting dalam
memelihara keutuhan dan fungsi suatu ekosistem. Ada tiga alasan utama untuk
melindungi keanekaragaman hayati tanah, yaitu (a) secara ekologi; dekomposisi dan
pembentukan tanah merupakan proses kunci di alam yang dilakukan oleh organisme
tanah dan berperan sebagai ‘pelayan ekologi’ bagi eksistensi suatu ekosistem, (b)
secara aplikatif; berbagai jenis organisme tanah telah dimanfaatkan dalam berbagai
bidang misalnya pertanian, kedokteran dan sebagainya, dan (c) secara etika; semua
bentuk kehidupan , termasuk biota tanah memiliki nilai keunikan yang tidak dapat
digantikan (Sugiyarto, 2002).
Makrofauna dan mesofauna tanah dapat berfungsi meningkatkan aerasi,
infiltrasi air, agregasi tanah, serta mendistribusikan bahan organik tanah. Makrofauna
ini berperan dalam dekomposisi bahan organik tanah. Makrofauna tanah memiliki
ukuran kurang lebih 2 – 20 mm, contohnya cacing, semut, dan rayap. Mesofauna
memiliki ukuran yang lebih kecil yakni kurang lebih 0.2 – 2 mm, contohnya
Nemathoda, Collembola, dan Acarina (Prasetyo, 2016).
Struktur dan komposisi organisme tanah, terutama makroinvertebrata,
sangat tergantung pada kondisi lingkungannya. Terdapat dua faktor lingkungan yang
sangat berpengaruh terhadap komunitas makroinvertebrata tanah, yaitu: (a) struktur
vegetasi yang menentukan keragaman mikrohabitat dan kondisi/tingkah laku
makroinvertebrata dan (b) produksi dan kualitas seresah yang tergantung pada
karakter vegetasinya serta populasi organisme herbivora (Sugiyarto, 2002).
Pengambilan contoh tanah dan serasah bertujuan untuk mempelajari fauna
yang hidupnya di dalam tanah. Contoh tanah dan diambil dengan sendok tanah
sebanyak 1-2 liter kemudian dimasukkan ke dalam kantung blacu. Kedalaman
pengambilan contoh tanah bervariasi tergantung penelitian namun umumnya dengan
kedalaman 5-10 cm. Tanah yang sudah diambil sesegera mungkin diproses di dalam
Corong Berlese. Selama pengangkutan harus dihindarkan dari panas terik matahari
dan panas mesin mobil secara langsung, bahan kimia (seperti alkohol), kehujanan
atau tertumpuk dengan barang-barang berat lainnya. Arthropoda dipisahkan dari
contoh tanah dengan menggunakan modifikasi corong Berlese. Modifikasi corong ini
dilakukan berdasarkan kebutuhan dan lokasi. Pada prinsipnya ada dua macam yaitu
yang menggunakan pemanas berupa lampu listrik dan tanpa pemanas. Corong Berlese
yang menggunakan pemanas terbuat dari logam dilengkapi dengan tutup yang diberi
cahaya lampu, sedangkan yang tanpa pemanas corongnya terbuat dari plastik.
Pemanas hanya membantu mempercepat proses turunnya binatang dari saringan ke
dalam botol penampung. Corong Berlese dibuat didasarkan pada perilaku fauna tanah
yang akan masuk ke bagian yang lebih dalam apabila terjadi peningkatan suhu di
permukaan tanah. Arthropoda tanah masuk ke bagian dalam dan lolos dari saringan
yang akhirnya jatuh dan masuk ke dalam botol penampung yang terpasang di bagian
ujung corong. Botol penampung berisi alkohol 70-95%. Selama corong berisi contoh
tanah hindarkan adanya goyangan atau goncangan pada corong untuk menghindari
rontoknya tanah ke dalam botol penampung. Akan sangat baik apabila di atas corong
diberi kain penutup agar tidak terkontaminasi serangga terbang (Sumarto, 2016).
Keanekaragaman jenis merupakan ciri tingkatan komunitas berdasarkan
organisasi biologinya. Keanekaragaman jenis juga dapat digunakanuntuk mengukur
stabilitas komunitas, yaitu kemampuan suatu komunitas untuk menjaga dirinya tetap
stabil meskipun ada gangguan terhadap komponen-komponennya. Keanekaragaman
jenis bisa dipakai dalam menetapkan struktur komunitas. Jumlah jenis yang tinggi
dengan jumlah individu relatif sama memberikan informasi tingginya heterogenitas.
Namun bila jumlahjenis sedikit dan ada beda yang besar terkait jumlah individu
antarjenis menggambarkan heterogenitas yang rendah. Keanekaragaman jenis bersifat
unik dalam tingkat organisasi biologi. Komunitas disebut memiliki keanekaragaman
jenis tinggi manakala tersusun atau banyak spesies dengan jumlah individu relatif
merata. Ada beberapa indeks keanekaragaman yang digunakan untuk memperkirakan
keanekaragaman jenis. Indeks keanekaragaman yang umum digunakan adalah Indeks
Keanekaragaman Shannon-Wiener. Tujuan utama teori ini adalah untuk mengukur
tingkat keteraturan dan ketidakteraturan dalam suatu sistem, yang didasarkan pada
ketidakpastian (Husamah, 2017).
BAB III
METODE PRAKTIKUM

A. Waktu dan Tempat


Hari/tanggal : Rabu/ 19 Mei 2021
Waktu : 10.00-16.00 WITA
Tempat : BTN Mangga Tiga
B. Alat dan Bahan
1. Alat
a. Bor tanah/ Cangkul/ Sekop
b. Kantong plastik
c. Ayakan / saringan bertingkat
d. Corong Berlese modifikasi
e. Pinset
f. Tali rafia
g. Cawan petri
h. Loop
i. Lampu (5 watt)
j. Kabel dan listrik
k. Karton
l. Gelas kaca yang dilakban hitam
2. Bahan
a. Alkohol 70%
b. Air detergen
c. Contoh tanah
C. Prosedur kerja
1. Pengambilan sampel tanah menggunakan bor tanah atau cangkul atau sekop.
2. Selanjutnya sampel tanah dimasukkan kedalam kantung yang terbuat dari kain
katun.
3. Sampel tanah dalam kantung dimasukkan ke dalam kardus tertutup untuk
menghindari penguapan yang berlebihan selama dalam perjalanan.
4. Sampel tanah yang diambil dibawa dalam perjalanan tidak boleh lebih dari 4
jam agar hewan tidak mati dalam perjalanan.
5. Penyortiran hewan dilakukan dengan menggunakan metode Corong Berlese
Tullgren yang dimodifikasi.
6. Sampel tanah dimasukkan ke corong selanjutnya lampu pemanasan 25 watt
dinyalakan selama 6 jam. Padabagian bawah corong ditempatkan perangkap
yang berisi alkohol 70% sebagai fiksasi untuk menangkap hewan yang jatuh.
Setelah 6 jam gelas di bawah corong diambil dan sampel yang tersortir
diamati.
7. Sampel yang tersaring dipindahkan di dalam cawan petri lalu diamati.
8. Menentukan jenis dan jumlah masing-masing .
9. Menghitung indeks keanekaragaman.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan
Tabel 1.1 Hasil Pengamatan Estimasi Populasi Hewan Dalam Tanah (Infauna)
Jumlah Individu Indeks Keanekaragaman
Nama ordo/
Lokasi Lokasi Lokasi Lokasi 1 Lokasi 2 Lokasi
famili/ genus
1 2 3 3
Solenopsis sp. 1 0 6 -0.34657 0 -0.27031
Dolichoderus 1 1 2 -0.34657 -0.3662 -0.33424
thoracicus
Carabidae 0 0 1 0 0 -0.24414
Lycosidae 0 1 0 0 -0.3662 0
Trichorina 0 1 0 0 0.3662 0
tomentosa
Total 2 6 9 H’= H’= H’=
0.69315 1.09861 0.84869

B. Analisis Data
a. Indeks keanekaragaman lokasi 1

∑ ( )

[ ( ) ( )]
[ -0,34657 + (-0,34657)]

b. Indeks keanekaragaman lokasi 2

∑ ( )
[ ( ) ( )
( )]
[-0.3662 + (- 0.3662) + (-0.3662)]

c. Indek keanekaragaman lokasi 3

∑ ( )

[ ( ) ( )
( )]
[ -0.27031 + (-0.33424) + (-0.24414)]
84869
C. Pembahasan
Komunitas merupakan sekumpulan populasi yang saling berinteraksi baik
secara langsung maupun secara tidak langsung. Komunitas terdiri atas sejumlah
hewan berbeda, yang secara bersamaan tinggal pada habitat atau area yang serta
terjadi interaksi melalui hubungan trofik dan spasial. Konsep komunitas sangat
penting dalam mempelajari ekologi, karena pada tingkat komunitas inilah dikaji
keberadaan keanekaragaman jenis organisme yang hidup bersama dengan cara
beraturan, tidak tersebar begitu saja tanpa adanya interaksi. Struktur komunitas
merupakan suatu konsep yang mempelajari susunan atau komposisi jenis dan
kelimpahannya dalam suatu komunitas (Husamah, 2017).
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dapat dilihat dari tabel hasil
pengamatan dan analisis data bahwa lokasi ke-2 memiliki keanekaragaman yang
lebih tinggi dibandingkan dari lokasi lainnya. Hal ini dapat diakibatkan oleh sifat dan
karakteristik tanah yang berbeda pada setiap lokasi. Terdapat beberapa faktor yang
berpengaruh terhadap komunitas hewan tanah yaitu suhu tanah, keasaman (pH) tanah,
bahan organik, kelembaban dan kadar air tanah,
Secara umum untuk menghitung indeks keanekaragaman digunakan rumus
indeks keanakaragaman Shannon-Wiener, sebagai berikut
∑ ( ) atau ∑ ( )
Keterangan :
H’ = indeks keanekaragaman Shannon-Wiener,
s = jumlah spesies dalam komunitas,
pi = proporsi spesies ke-I terhadap jumlah total atau ni/N
ni = jumlah individu suatu spesies dalam komunitas, dan
N = jumlah individu keseluruhan spesies dalam komunitas.
Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener dibagi dalam 5 kategori yaitu: <1
sangat rendah, 1<2 rendah, 2<3 sedang, 3<4 tinggi dan >4 sangat tinggi. Nilai indeks
Shannon-Wiener umunya berkisar 1,5 - 3,5 dan jarang mencapai 4,5. Semakin besar
nilai H’ suatu komunitas maka semakin mantap pula komunitas tersebut atau semakin
tinggi kelimpahan relatifnya. Nilai H’= 0 dapat terjadi apabila hanya terdapat satu
jenis dalam satu contoh tanah (sampel) dan H’ maksimal bila semua jenis mempunyai
jumlah individu yang sama dan hal ini menunjukkan kelimpahan yang terdistribusi
secara sempurna. Sehubungan dengan kesuburan tanah, semakin tinggi indeks
keanekaragaman maka dinamika biologis dan tingkat dekomposisi atau proses daur
hara tanah semakin baik sehingga kesuburan tanah semakin baik (Husamah, 2017).
Berdasarkan perhitungan indeks keanekaragamn yang telah dilakukan pada
ketiga lokasi, diketahui bahwa kedua lokasi tersebut termasuk dalam kategori yang
memiliki keanekaragaman yang rendah. Adapun dari ketiga lokasi tersebut diketahui
bahwa lokasi kedua memiliki indeks keanekaragaman yang paling tinggi yaitu
1.09861.
Adapun beberapa organisme tanah yang ditemukan menggunakan metode
ekstraksi menggunakan Corong Berlese Tullgren (Berlese Funnel) yaitu Solenopsis
sp. (semut merah), Dolichoderus thoracicus (semut hitam), Carabidae (kumbang
tanah), Lycosidae (laba-laba serigala) dan Trichorina tomentosa (kutu kayu).
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Hewan tanah (Infauna) yang ditemukan dari ketiga sampel tanah yang berbeda
lokasi dengan menggunakan metode ekstraksi dengan Corong Berlese Tulgren yaitu
Solenopsis sp, Dolichoderus thoracicus (semut hitam), Carabidae (kumbang tanah),
Lycosidae (laba-laba serigala) dan Trichorina tomentosa (kutu kayu).. Adapun dari
ketiga lokasi sampel tanah tersebut dikatahui bahwa sampel tanah dari lokasi ke-2
memiliki indeks keanekaragaman yang paling tinggi dari kedua lokasi lainnya. Serta
ketiga lokasi tersebut diketahui memiliki indeks keanekaragaman yang rendah.
B. Saran
Saran untuk praktikum selanjutnya agar dilakukan secara offline agar dapat
dilakukan pengamatan organisme tanah yang berukuran mikro dengan menggunakan
mikroskop.
DAFTAR PUSTAKA

Husamah., Abdulkadir Rahardjanto., Atok Miftachul Hudha. 2017. Ekologi Hewan


Tanah (Teori dan Praktik). Malang: Penerbit Universitas Muhammadiyah
Malang.
Kinasih, Ida., Tri Cahyanto., Zhia Rizki Ardian. 2017. Perbedaan Keanekaragaman
Dan Komposisi Dari Serangga Permukaan Tanah Pada Beberapa Zonasi Di
Hutan Gunung Geulis Sumedang. Jurnak ISTEK. 10(2): 19-32
Larasati, Wiatri., Rully Rahadian., Mochamad Hadi. 2016. Struktur Komunitas
Mikroartropoda Tanah Di Lahan Penambangan Galian C Rowosari,
Kecamatan Tembalang, Semarang. Jurnal Biologi. 5(1): 15-23
Prasetyo, Andri., Ulfa Yulia Rohmah., Rini Winarti., Esa Chorik Darwati., Safina
Audiati Afiar. 2016. Struktur Komunitas Mesofauna dan Makrofauna Tanah
Di Gua Groda, Gunung Kidul. Jurnal Sains Dasar. 5(2): 133-139
Sugiyarto., Dhini Wijaya., Suci Yulianti Rahayu. 2002. Biodiversitas Hewan
Permukaan Tanah Pada Berbagai Tegakan Hutan di Sekitar Goa Jepang,
BKPH Nglerak, Lawu Utara, Kabupaten Karanganyar. Biodiversitas. 3(1):
196-200
Sumarto, Saroyo., Roni Koneri. 2016. Ekologi Hewan. Bandung: CV. Patra Media
Grafindo Bandung

Anda mungkin juga menyukai