Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH EKOLOGI HEWAN

“Penyebaran hewan”

Disusun oleh :

Iis Ariska (2030

Rindiani (2030801077)

Dwi Valadiza (2030801080)

Umar Apriani (2030801097)

Imaniar Febiantika (2030801075)

Dosen Pengampu:

Dr,Irham Falahudin,M.Si

PRODI BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG TAHUN
2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kehidupan organisme tanah sangat tergantung pada habitatnya, karena


keberdaan dan kepadatan suatu jenis hewan tanah di suatu daeraerah sangat
ditentukan keadaan daerah itu. Dengan perkataan lain keberadaaan dan kepadatan
populasi suatu jenis organisme tanah disuatu daerah sangant bergantung dari
faktor lingkungan, yaitu lingkungan biotik dan lingkungan abiotik.

Faktor lingkungan abiotik secara garis besarnya dapat dibagi atas faktor
fisika dan faktor kimia. Faktor fisika anntara lain ialah suhu, kadar air, porositas,
dan tekstur tanah. Faktor kimia antara lain adalah salinitas, pH, kadar organik
tanah, dan unsur-unsur mineral tanah. Faktor lingkungan abiotik sangat
menentukan struktur komunitas hewan-hewan yang terdapat di suatu habitat.
Pengukuran faktor fisika-kimia tanah dapat dilakukan langsung di lapangan dan
ada pula yang hanya dapat diukur di laboratorium. Untuk pengukuran faktor fisika
kimia tanah dilaboratorium maka dilakukan pengambilan contoh tanah dan
dibawa ke laboratorium.

Faktor lingkungan biotik bagi organisme tanah adalah organisme lain yang
juga terdapat dihabitatnya seperti mikroflora, tumbuh-tumbuhan, dan golongan
hewan lainnya. Pada komunitas itu enis-jenis organisme itu saling berinteraksi
satu dengan yang lainnya. Interaksi itu bisa berupa predasi, parasitisme,
kompetisi, dan penyakit. Dalam studi ekologi organisme tanah, pengukuran faktor
lingkugan abiotik penting dilakukan karena besarnya pengaruh faktor abiotik itu
terhadap keberadaan dan kepadatan populasi kelompok organisme ini.

Dengan dilakukannya pengukuran faktor lingkungan abiotik, maka akan


dapat diketahui faktor yang besar pengaruhnya terhadap keberadaan dan
kepadatan populasi organisme yang teliti. Pada studi tentang cacing tanah
misalnya, pengukuran pH tanah akan dapat memberikan gambaran penyebaran
suatu jenis cacing tanah. Cacing tanah yang tidak toleran terhadap asam misalnya,
tidak akan ditemui atau sangat rendah kepadatan populasinya pada tanah yang
asam. Selain itu pengukuran faktor lingkuingan abiotik pada tempat dimana jenis
hewan tanah tinggi kepadatannya akan sangat menolong dalam perencanaan
pembudidayaannya.

Tidak pula dapat dipungkiri, bahwa dalam mempelajari ekologi hewan


tanah perlu diketahui metoda-metoda pengambilan contoh di lapanagan karena
hewan itu relatif kecil dan tercampur dengan tanah. Analisis statistik pun perlu
diketahui agar didapat kesimpulan yang sahih dari penelitian yang dilakukan.
Salah satu yang cukup sulit dalam mempelajari ekologi organisme tanah atau
ekologi hewan tanah adalah masalah pengenalan jenis. Pada tanah hidup hampir
semua golongan hewan mulai dari protozoa sampai mamalia. Seseorang yang
mempelajari studi organisme tanah minimal dapat mengenal kelompok (genera
atau famili, minimal ordo) dari organisme tanah yang dipelajarinya. Untuk studi
terrtentu haruslah dapat diidentifikasi sampai tingkat jenis (species) dari hewan
tanah yang diteliti. Semua organisme beserta lingkungan nya bersifat dinamis,
artinya bahwa diantara mereka selalu terjadi interaksi sehingga menghasilkan
perubahan.

Setiap organisme, dimana saja berada akan berusaha menyesuaikan diri


dengan kondisi lingkungan melalui perubahan pada tubuh atau fungsinya,
sedangkan lingkungan juga mengalami perubahan melalui proses fisik atau
biogeokimia untuk mempertahankan kualitas penunjang kehidupan dan
keseimbangan sistem dalam komunitas. Organisme atau makhluk hidup apapun
dan dimanapun mereka berada tidak akan dapat hidup sendiri.

Kelangsungan hidup suatu organisme akan bergantung kepada organisme


lain dan semua komponen lingkungan yang dapat dipandang sebagai sumber daya
alam untuk keperluan pangan, papan, atau tempat berlindung, sandang, serta
kegunaan lain sesuai dengan kebutuhan hidupnya dengan demikian, antar
organisme yang satu dengan yang lainnya, serta dengan semua komponen
lingkungannya itu mempunyai hubungan baik secara langsung maupun tidak
langsung.
Hubungan antar organisme yang satu dengan yang lainnya dan dengan
semua komponen lingkungannya sangat kompleks (rumit), dan bersifat timbal
balik (Resosoedarmo dkk, 1986). Hubungan yang demikian itu alamiah artinya
hubungan yang terjadi secara otomatis pada sistem alam atau sistem ekologi yang
dikenal dengan ekosistem. Menurut Soemarwoto (1983), ekosistem merupakan
konsep sentral dalam ekologi karena ekosistem (sistem ekologi) itu terbentuk
olehj hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya
ekosistem juga merupakan satuan fungsional dasar dalam ekologi, mengingat
didalamnya tercangkup organisme tanah dan komponen abiotik yang masing-
masing saling mempengaruhi (Resosoedarmo dkk, 1986). Lebih lanjut
Resosoedarmo dkk (1986), mengemukakan bahwa ekosistem mempunyai ukuran
yang beraneka ragam besarnya bergantung kepad tingkat organisasinya. Oleh
karena itu, untuk mengetahui gambaran tentang bentuk, cara dan sifat hubungan
antara organisme dengan lingkungan biotik, dan antara organisme dengan
lingkungan abiotik, maka diperlukan pengetahuan dan pemahaman tentang konsep
ekosistem. Berdasarkan konsep dasar pengetahuan ekologi, komponen li
ngkungan yang dimaksud tersebut juga dimanfaatkan komponen ekologi karena
setiap komponen.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Hewan Tanah?
2. Apa pengertian Tanah dan pembagiannya?
3. Bagaimana Peranan Fauna Tanah ?
4. Bagaimana Keanekaragaman Hewan Tanah?

C. TUJUAN
1. Mengetahui  pengertian Hewan Tanah.
2. untuk mengetahui struktur dan komunitas hewan tanah
3. Mengetahui Peranan Fauna Tanah 
4. Mengetahui Keanekaragaman Hewan Tanah
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hewan Tanah

Hewan tanah adalah hewan yang hidup di tanah, baik yang hidup di permukaan
tanah maupun di dalam tanah. Tanah itu sendiri adalah suatu bentang alam yang
tersusun dari bahan-bahan mineral yang merupakan hasil proses pelapukan
batuan-batuan, dan bahan organik yang terdiri dari organisme tanah dan hasil
pelapukan sisa tumbuh-tumbuhan dan hewan lainnya. Jelaslah bahwa hewan tanah
merupakan bagian dari ekosistem tanah. Dengan demikinan kehidupan hewan
tanah sangat ditentukan oleh faktor fisika-kimia tanah, karena itu dalam
mempelajari ekologi hewan tanah faktor fisika-kimia tanah selalu diukur (Suin,
1989).

Manusia diciptakan dari tanah, hidup diatas tanah dan makan dari tanah,
kemudian setelah mati masuk dan kembali menjadi tanah. Tidak mengherankan
jika semua biota (jasad hidup) lain pun, baik berupa sel-sel mikroskopis,
tetumbuhan, hingga kehewanan penghuni liang tanah, secra langsung maupun
tidak langsung hidupnya tergantung pada tanah. Ilmu yang membahas hubungan
biota tanah dengan lingkungannya (ekosistem tanah) disebutr ekologi tanah
(Kemas dkk, 2003).

Seluruh kehidupan di alam raya bersama lingkungan secara keseluruhan


menyusun eksosfir. Eksosfir yang di huni oleh berbagai komunitas biota yang
mandiri serta lingkungan abiotik (anorganik) dan sumber-sumbernya disebut
ekosistem. Setiap ekosistem dicirikan oleh adanya kombinasi yang unik antara
biota (organisme) dan sumber-sumber abiotik yang berfungsi memelihara
kesinambungan aliran energi dan nutrisi (hara) bagi biota tersebut. Semua
ekosistem berdasarkan sumber karbonya mempunyai dua tipe biota, yaitu jasad
ototrofik yang menggunakan C-organik terutama CO2 sebagai sumber karbonnya,
bertindak selaku produsen C-organik dan jasad heterotrofik yang memanfaatkan
C-organik sebagai karbonnya, sehingga bertindak selaku konsumen dan
dekomposer (perombak).

Kemudian, berdasarkan sumber energinya, biota ini dikelompokkan menjadi


fototipe yang memperoleh energi dari matahari dan khemotipe yang memperoleh
energi melalui mekanisme oksidasi senyawa anorganik atau campurannya (Kemas
dkk, 2003). Biologi (makrobiologi dan mikrobiologi) tanah merupakan studi
tentang biota (organisme) yanng hidup dan beraktivitas di dalam tanah,  yang
melalui aktivitas metaboliknya, perannya dalam aliran energi dan siklus hara
berkaitan erat dengan produksi bahan organik primer (tetanaman).  

Apabila dikaitkan dengan dampak lingkungan baik yang menguntungkan maupun


merugikan, keduanya dimediasi oleh proses-proses yang dilakukan mikrobia
tanah. Dalam perluasan cakrawalanya, terutama dari aspek mekanistis,
mikrobiologi tanah disuplai oleh biokimia tanah. Kedua disiplin ilmu ini pada
awalnya lebih menitik beratkan pada jasad mikroskopis (perlu bantuan mikroskop
untuk melihatnya) dalam tanah, namun kemudan berkembang mencakup pula
jasad makroskopis (kasat mata) yang hidup dan beraktivitas disekitar tanah serta
berpartisipasi dalam menentukan dinamika tanah (Kemas dkk, 2003).

Sekarang biota tanah selain mencakup fauna uniseluler, juga meliputi hewan
invertebrata kecil yang hidup dalam liang-liang tanah, disebut mesofauna tanah,
yang dapat berukuran mikroskopis atau makroskopisup dalam liang-liang tanah,
disebut mesofauna tanah, yang dapat berukuran mikroskopis atau makroskopis.
Beberapa protozoa termasuk makroskopis dan banyak algae serta fungi me.
Beberapa protozoa termasuk makroskopis dan banyak algae serta fungi
membentuk strmbentuk struktur komunal atau filameuktur komunal atau
filamentous yang berukuran centimeter hingga desimeter sehingga tidak tepat jika
dianggap mikroskopis (Paul daan Clark, 1989). Mikro dan mesofauna (termasuk
invertebrata kecil) lebih berperan penting dalam transformasi bahan organik, dan
agak kurang penting dalam kenmampuan enzimatisnya daripada mikroflora
(kecuali mikorhiza).  
Meskipun fenomena fermentasi spontaneous terhadap jus-jus buah yang
menghasilkan minuman anggur dan terhadap susu cair yang menghasilkan asam
susu yang telah diselidiki oleh manusia sejak lama, mikrobiologi tanah sebagai
suatu ilmu, baru dikenal bersamaan dengan munculnya bakteriologi dan
protozoologi. Pada tahun 1676 seorang ahli lensa grinder belanda antonious van
Leeuwenhoek melaporkan adanya hewan-hewan kecil didalam air alamiah dan
didalam air cabai. Selama pengamatannya, mikrobia ini timbul dari bahan-bahan
tanaman yang sedang membusuk. Atas penemuannya ini, beliau dapat dianggap
sebagai bapak mikrobiologi tanah. Namun, gelar ini dapat dibenarkan jika
diberikan kepada Serghei Winogradsky (1856-1953) sehubungan  dengan
banyaknya kontribusi beliau dalam menaikkan pamor ilmu baru yang hampir
tenggelam ini.

Pada separuh akhir abad ke-19 dihasilkan beberapa penemuan tentang proses-
proses mikrobial yang memicu pesatnya perkembanghan mikrobiologi tanah,
antara lain meliputi fiksasi N-asimbiotik. Penemuan Louis Pasteur (1830-1900)
tentang fermentasi mikrobia bermakna spesial karena telah mendorong penelitian
intensif tentang metabolisme anaerobik sehingga diketahui bahwa semua bentuk
multi seluler dari tanaman dan hewan bergantung pada metabolisme anaerobik ini.
Beberapa bakteri tanah dapat hidup hanya dari metabolisme anaerobik, sedangkan
yang lain hanya dari metabolik aerobik, serta ada pula yang dapat melaksanakan
kedua-keduanya tergantung kondisi. Beberapa murid Pasteur mengemukakan
bahwa ragi (yeast) terlibat dalm fermentasi. Pasteur mendemonstrasikan bahwa
produksi alkohol dan asam-asam organik oleh mikroorganisme terkait dengan
suatu metabolisme basal yang memungkinkan terjadinya kehidupan pada kondisi
tanpa udara. Buchner (1897) menunjukkan bahwa sel-sel ragi dapat dipecah-
pecah  untuk menghasilkan suatu sel-bebas cairan yang mampu memicu
terjadinya fermentasi alkoholik, yang merupakan suatu temuan yang mendorong
enzimologi mikrobial.

Linnaeus (1707-1778) menyusun Binomial taxonomy untuk memperkenalkan


keberadaan bentuk-bentuk kehidupan mikroskopis, tetapi mengelompopkkan
semua mikrobia dalam kelompok takson yang
disebutnya chaos(membingungkan). Meskipun demikian, hal ini merupakan dasar
bagi perkembangan taksonomi mikrobial secara lebih sistematis seperti sekarang
ini. Pada awal abad ke-20, beberapa penemuan baru telah lebih mempertegas
eksistensi Mikrobiologi Tanah dengan penekanan pada tiga bidang kajian, yaitu
fiksasi N-simbiotik, dekomposisi bahan organik, dan transformasi N mineral.
Pada periode ini juga telah terjadi peningkatan fiksasi N asimbiotik melalui
praktik inokulasi biota penghasil enzim nitrogenase kedalam tanah. Ruang
lingkup mikrobiologi tanah tercerminkan oleh publikasi dalam Soil Science
Society of American Journal divisi III selama tahun  1946-1985 yang terbagi
enam kategori, yaitu Miscellaneous (meliputi fauna, rhizofir, enzim, sensus
kuantitas biota, antibiotik mikoriza dll), struktur tanah, mikrobiologi pestisida,
bahan organik dan residunya, transformasi N dan fiksasi dinitrogen.

B. Struktur Dan Komunitas Hewan Tanah

Kelompok-kelompok organisme yang hidup di tanah membentuk suatu sistem


terintegrasi yang dapat disebut juga sebagai komunitas tanah (Suin, 2012).
Komunitas adalah sekumpulan populasi yang saling berinteraksi secara langsung
maupun tidak langsung (Smith & Smith, 2006). Komunitas adalah kelompok
organisme yang terdiri atas sejumlah jenis yang berbeda, yang secara bersama-
sama menempati habitat atau area yang sama dan waktu secara bersamaan serta
terjadi interaksi melalui hubungan trofik dan spasial (Dharmawan et al, 2005;
Purnomo, 2005).

Menurut Odum (1998) konsep komunitas biotik, yaitu sekumpulan populasi-


populasi apa saja yang hidup di suatu daerah. Komunitas tidak hanya mempunyai
kesatuan fungsional tertentu dengan struktur trofik dan pola arus energi yang
khas, tetapi juga mempunyai kesatuan komposisional di mana terdapat peluang
jenis tertentu tetap ada atau hidup berdampingan.

Ada lima karakteristik komunitas yang umumnya diukur dan dikaji yaitu bentuk
dan struktur pertumbuhan, dominansi, kelimpahan relatif, struktur trofik dan
keanekaragaman atau diversitas jenis (Wijayanti, 2011). Leksono (2007)
membatasi bahwa parameter komunitas bersifat kuantitatif seperti kekayaan jenis,
keanekaragaman dan kelimpahan relatif. Pengamatan struktur komunitas perlu
dilakukan sebelum mempelajari berbagai hubungan komunitas dengan
lingkungan. Hal- Struktur Komunitas Hewan Tanah 73 hal yang dapat dipahami
ketika mengkaji struktur komunitas, yaitu 1) jenis makhluk hidup yang menyusun,
2) densitas (kepadatan), misalnya berapa jumlah tumbuhan jenis A per meter
persegi, dan 3) keanekaragaman jenis (Satino, 2011).

Langkah pertama untuk mengetahui distribusi hewan tanah di suatu lokasi adalah
mengambil contohnya. Contoh yang terkumpul dihitung dan diidentifikasi.
Keadaan hewan tanah di lokasi dapat dilaporkan berupa komposisi dengan
membuat daftar. Daftar saja tidak cukup banyak memberikan gambaran keadaan
struktur komunitas hewan tanah yang ada di lokasi tersebut, untuk dapat lebih
banyak memberikan gambaran maka dapat disajikan dalam bentuk kepadatan
populasi dan kepadatan relatif atau dapat pula menghitung indeks asosiasi antar
jenis. Perbandingan struktur suatu komunitas dengan komunitas lainnya dapat
dilakukan dengan membandingkan indeks diversitas dan ekuitabilitas (Suin,
2012).

Berikut diuraikan secara lebih rinci parameter struktur komunitas.

a. Keanekaragaman Jenis (Spesies)


Keanekaragaman atau diversitas adalah suatu keragaman atau perbedaan
di antara anggota-anggota suatu kelompok, yang umumnya mengarah pada
keanekaragaman jenis (McNaughton & Wolf, 1998). Keanekaragaman jenis
merupakan ciri tingkatan komunitas berdasarkan organisasi biologinya.
Keanekaragaman jenis juga dapat digunakan untuk mengukur stabilitas
komunitas, yaitu kemampuan suatu komunitas untuk menjaga dirinya tetap
stabil meskipun ada gangguan terhadap komponen-komponennya (Ardhana,
2012). Keanekaragaman jenis bisa dipakai dalam menetapkan struktur
komunitas. Jumlah jenis yang tinggi dengan jumlah individu relatif sama
memberikan informasi tingginya heterogenitas. Namun bila jumlah jenis
sedikit dan ada beda yang besar terkait jumlah individu antar jenis
menggambarkan heterogenitas yang rendah. Rendahnya keanekaragaman
menggambarkan adanya dominasi jenis (Leksono, 2011). Tingginyan
keanekaragaman jenis yang tinggi mencerminkan komunitas sangat kompleks
sebab interaksi jenis terjadi sangat tinggi.
b. Kemerataan (Evenness/Equitability)
Kemerataan didefinisikan sebagai tingkat sebaran individu antara jenis-
jenis (Leksono, 2011). Meskipun Shannon-Wiener telah menyertakan
evenness dalam perhitungannya, namun evenness dapat dihitung secara
terpisah menggunakan nilai H max (maximum diversity).
c. Kelimpahan Relatif (RelativeAbundance)
Diversitas jenis ditentukan tidak hanya oleh jumlah jenis di dalam
komunitas biologi, misalnya kekayaan jenis (species richness), tetapi juga oleh
kelimpahan relatif individu (relative abundance) dalam komunitas.
Kelimpahan jenis merupakan jumlah individu per jenis dan kelimpahan relatif
mengacu pada kemerataan distribusi individu di antara jenis dalam suatu
komunitas. Dua komunitas mungkin sama-sama kaya dalam jenis, tetapi
berbeda dalam kelimpahan relatif.
d. Kesamaan Komunitas
Apabila struktur komunitas suatu daerah berubah, maka spesies yang
ditemukan di tempat yang satu dengan tempat lain cenderung berbeda. Upaya
membandingkan suatu komunitas atas dasar komposisi jenisnya amat penting
untuk sebagai upaya mengetahui berbagai proses pengendali struktur
komunitas dan sebagai upaya menjaga komunitas alami tetap lestari (Smith &
Smith, 2006; Suheriyanto, 2008).
e. Dominansi Komunitas
dalam kondisi alamiah diatur oleh faktor abiotik, yaitu kelembaban, suhu,
dan faktor biologi. Terkendalinya suatu komunitas secara biologi ditentukan
oleh adanya jenis tunggal atau kelompok jenis dominan. Tinginya dominansi
menggambarkan rendahnya keanekaragaman (Odum, 1998). Menurut
Suheriyanto (2008) di dalam kondisi yang beragam, satu jenis tidak dapat
menjadi lebih dominan daripada yang lain, sedangkan di dalam komunitas
yang kurang beragam, maka satu atau dua jenis dapat mencapai kepadatan
yang lebih besar daripada yang lain. Dominansi merupakan perbandingan
antara jumlah individu dalam suatu jenis dengan jumlah total individu dalam
seluruh jenis.
f. Pola Distribusi (Pola Spasial)
Pola distribusi bergantung pada sifat fisikokimia lingkungan maupun
keistimewaan biologis organisme itu sendiri (Michael, 1994). Teknik
pengukuran untuk penentuan pola distribusi dilakukan sebelum melakukan
pendugaan kepadatan atau kelimpahan suatu oragnisme. Pada dasarnya untuk
menentukan pola distribusi dapat dilakukan dengan berbagai metode, yaitu
metode plot (kwadrat), transek sabuk (belt transect: contiguous transect's) dan
plotless atau distance methods. Pola distribusi dihitung dengan menggunakan
rumus Indeks Morisita. Dalam suatu penelitian simulasi, didapatkan bahwa
Indeks Morisita merupakan suatu metode yang terbaik pada pengukuran
dispersi, karena indeks ini tidak bergantung kepada kepadatan populasi dan
ukuran sampel ataupun luas stasiun pengambilan sampel (Rani, 2003).

C. Peranan Fauna Tanah

Salah satu organisme penghuni tanah yang berperan sangat besar dalam perbaikan
kesuburan tanah adalah fauna tanah. Proses dekomposisi dalam tanah tidak akan
mampu berjalan dengan cepat bila tidak ditunjang oleh kegiatan makrofauna
tanah. Makrofauna tanah mempunyai peranan penting dalam dekomposisi bahan
organik tanah dalam penyediaan unsur hara. Makrofauna akan meremah-remah
substansi nabati yang mati, kemudian bahan tersebut akan dikeluarkan dalam
bentuk kotoran. Secara umum, keberadaan aneka macam fauna tanah pada tanah
yang tidak terganggu seperti padang rumput, karena siklus hara berlangsung
secara kontinyu. Arief (2001), menyebutkan, terdapat suatu peningkatan nyata
pada siklus hara, terutama nitrogen pada lahan-lahan yang ditambahkan
mesofauna tanah sebesar 20%-50%. 

Fauna tanah memainkan peranan yang sangat penting dalam pembusukan zat atau
bahan-bahan organik dengan cara :

a. Menghancurkan jaringan secara fisik dan meningkatkan ketersediaan daerah


bagi aktifitas bakteri dan jamur
b. Melakukan pembusukan pada bahan pilihan seperti gula, sellulosa dan sejenis
lignin
c. Merubah sisa-sisa tumbuhan menjadi humus,
d. Menggabungkan bahan yang membusuk pada lapisan tanah bagian atas,
e. Membentuk kemantapan agregat antara bahan organik dan bahan mineral
tanah. 
Meskipun fauna tanah khususnya mesofauna tanah sebagai penghasil senyawa-
senyawa organik tanah dalam ekosistem tanah, namun bukan berarti berfungsi
sebagai subsistem produsen. Tetapi, peranan ini merupakan nilai tambah dari
mesofauna sebagai subsistem konsumen dan subsistem dekomposisi. Sebagai
subsistem dekomposisi, mesofauna sebagai organisme perombak awal bahan
makanan, serasah, dan bahan organik lainnya (seperti kayu dan akar)
mengkonsumsi bahan-bahan tersebut dengan cara melumatkan dan mengunyah
bahan-bahan tersebut. Mesofauna tanah akan melumat bahan dan mencampurkan
dengan sisa-sisa bahan organik lainnya, sehingga menjadi fragmen berukuran
kecil yang siap untuk didekomposisi oleh mikrobio tanah (Arief, 2001).
Tarumingkeng (2000), menyebutkan bahwa dalam suatu habitat hutan hujan
tropika diperkirakan, dengan hanya memperhitungkan serangga sosial (jenis-jenis
semut, lebah dan rayap), peranannya dalam siklus energi adalah 4 kali peranan
jenis-jenis vertebrata. 
Organisme-organisme yang berkedudukan di dalam tanah sanggup mengadakan
perubahan-perubahan besar di dalam tanah, terutama dalam lapisan atas (top soil),
di mana terdapat akar-akar tanaman dan perolehan bahan makanan yang mudah.
Akar-akar tanaman yang mati dengan cepat dapat dibusukkan oleh fungi, bakteria
dan golongan-golongan organisme lainnya (Sutedjo dkk., 1996).
Serangga pemakan bahan organik yang mambusuk, membantu merubah zat-
zat yang membusuk menjadi zat-zat yang lebih sederhana. Banyak jenis serangga
yang meluangkan sebagian atau seluruh hidup mereka di dalam tanah. Tanah
tersebut memberikan serangga suatu pemukiman atau sarang, pertahanan dan
seringkali makanan. Tanah tersebut diterobos sedemikian rupa sehingga tanah
menjadi lebih mengandung udara, tanah juga dapat diperkaya oleh hasil ekskresi
dan tubuh-tubuh serangga yang mati.
Serangga tanah memperbaiki sifat fisik tanah dan menambah kandungan
bahan organiknya (Borror dkk., 1992). Wallwork (1976), menegaskan bahwa
serangga tanah juga berfungsi sebagai perombak material tanaman dan
penghancur kayu. Szujecki (1987) dalam Rahmawaty (2000), mengatakan bahwa
faktor-faktor yang mempengaruhi keberadaan serangga tanah di hutan, adalah:
a. Struktur tanah berpengaruh pada gerakan dan penetrasi
b. kelembaban tanah dan kandungan hara berpengaruh terhadap
perkembangan dalam daur hidup
c. suhu tanah mempengaruhi peletakan telur;
d. cahaya dan tata udara mempengaruhi kegiatannya.

Suhardjono (2000), menyebutkan pada sebagian besar populasi


Collembola tertentu, merupakan pemakan mikoriza akar yang dapat merangsang
pertumbuhan simbion dan meningkatkan pertumbuhan tanaman. Di samping itu,
Collembola juga dapat berfungsi menurunkan kemungkinan timbulnya penyakit
yang disebabkan oleh jamur. Collembola juga dapat dijadikan sebagai indikator
terhadap dampak penggunaan herbisida. Pada tanah yang tercemar oleh herbisida
jumlah Collembola yang ada jauh lebih sedikit dibandingkan pada lahan yang
tidak tercemar. 
Keanekaragaman fauna tanah pada musim atau tipe permukaan tanah yang
berbeda memiliki perbedaan. Hal ini dapat diketahui dari hasil penelitian
Suhardjono dkk. (1997), yang menyebutkan bahwa terdapat perbedaan
keanekaragaman suku yang tertangkap pada musim dan lokasi yang berbeda.
Selain itu pada penelitian yang dilakukan oleh Mercianto dkk. (1997), diketahui
bahwa pada keanekaragaman tegakan yang berbeda terdapat perbedaan mengenai
keanekaragaman jumlah suku dari serangga tanah (tegakan Dipterocarpaceae dan
Palmae, tegakan Dipterocarpaceae, serta tegakan Dipterocarpaceae dan
Rosaceae).

D. Keanekaragaman Fauna Tanah


Pengelompokan terhadap fauna tanah sangat beragam, mulai dari
Protozoa, Rotifera, Nematoda, Annelida, Mollusca, Arthropoda, hingga
Vertebrata. Fauna tanah dapat dikelompokkan atas dasar ukuran tubuhnya,
kehadirannya di tanah, habitat yang dipilihnya dan kegiatan makannya.
Berdasarkan kehadirannya, fauna tanah dibagi atas kelompok transien, temporer,
periodik dan permanen. Berdasarkan habitatnya fauna tanah digolongkan menjadi
golongan epigeon, hemiedafon dan eudafon. Fauna epigeon hidup pada lapisan
tumbuh-tumbuhan di permukaan tanah, hemiedafon pada lapisan organik tanah,
dan yang eudafon hidup pada tanah lapisan mineral. Berdasarkan kegiatan
makannya fauna tanah ada yang bersifat herbivora, saprovora, fungifora dan
predator (Suin, 1997). Sedangkan fauna tanah berdasarkan ukuran tubuhnya
menurut Wallwork μ - 1 cm) dan makrofauna (lebih dari 1 cm). Menurut
Suhardjono dan Adisoemarto (1997), berdasarkan ukuran tubuh fauna tanah
dikelompokkan menjadi:
Mikrofauna adalah kelompok binatang yang berukuran tubuhü < 0.15 mm,
seperti: Protozoa dan stadium pradewasa beberapa kelompok lain misalnya
Nematoda, Mesofauna adalah kelompok yang berukuran tubuh 0.16 – 10.4 mm
dan merupakan kelompok terbesar dibanding kedua kelompok lainnya, seperti:
Insekta, Arachnida, Diplopoda, Chilopoda, Nematoda, Mollusca, dan bentuk
pradewasa dari beberapa binatang lainnya seperti kaki seribu dan kalajengking.
Makrofauna adalah kelompok binatang yang berukuran panjang tubuhü >
10.5 mm, sperti: Insekta, Crustaceae, Chilopoda, Diplopoda, Mollusca, dan
termasuk juga vertebrata kecil. Odum (1998), menyebutkan bahwa mesofauna
tanah meliputi nematoda, cacing-cacing oligochaeta kecil enchytracid, larva
serangga yang lebih kecil dan terutama apa yang secara bebas disebut
mikroarthropoda; dari yang akhir, tungau-tungau tanah (Acarina) dan springtail
(Collembola) seringkali merupakan bentuk-bentuk yang paling banyak tetap
tinggal dalam tanah.
Beberapa contoh organisme yang khas yang diambil dari tanah dengan
menggunakan alat yang dikenal dengan corong Barlese atau corong Tullgren yang
serupa, diantaranya : dua kutu oribatida (Elulomannia, Pelops); proturan
(Mikroentoman); japygida (Japyx); thysanoptera; simpilan (Scolopendrella);
pauropoda (Pauropus); kumbang pembajak (Staphylinidae); springtail atau
collembola (Entomobrya); kalajengking semu (cheloneathid); miliped
(diplopoda); centipede (chilopoda); larva kumbang scarabarida atau “grub”.
Menurut Hole (1981) dalam Rahmawaty (2000), fauna tanah dibagi
menjadi dua golongan berdasarkan caranya mempengaruhi sistem tanah, yaitu:
Binatang eksopedonik (mempengaruhi dari luar tanah), golongan ini mencakup
binatang-binatang berukuran besar, sebagian besar tidak menghuni sistem tanah,
meliputi Kelas Mammalia, Aves, Reptilia, dan Amphibia.
Binatang endopedonik (mempengaruhi dari dalam tanah), golongan ini
mencakup binatang-binatang berukuran kecil sampai sedang (diameter < 1 cm),
umumnya tinggal di dalam sistem tanah dan mempengaruhi penampilannya dari
sisi dalam, meliputi Kelas Hexapoda, Myriopoda, Arachnida, Crustacea,
Tardigrada, Onychopora, Oligochaeta, Hirudinea, dan Gastropoda. Mesofauna
tanah merupakan penghuni lingkungan tanah yang memberikan sumbangan energi
dari suatu ekosistem. Hal ini disebabkan karena kelompok fauna tanah dapat
melakukan penghancuran terhadap materi tumbuhan dan fauna yang telah mati.
Dalam Wallwork (1976), menyebutkan serangga tanah berfungsi sebagai
perombak material tanaman dan penghancur kayu.
BAB III
METODELOGI KERJA

A. Alat dan Bahan

 Alat : teropong; meteran, perangkap jebak, termometer, pH meter,


Yellow pan trap
 Bahan : alkohol 95% 1 liter, formalin 4% 250ml, aquades 1 liter,
umpan ikan/gula/madu 1 botol kecil, kapas, asam asetat 4%
B. Cara Kerja
 Distribusi Hewan
- Tentukan 3 daerah yaitu kebun sawit, kebun karet dan hutan biasa
dengan luas daerah masing 50 x 50 m. Setiap 5 meter di pasang 1
perangkap.
- Peragkap dipasang selama 1x24jam, kemudian serangga di koleksi
dan dihitung
Kemudian di laboratorium dilaksanakan kegiatan sortir, identifikasi,
mounting dan labeling.
 Analisis Faktor Fisik
a. Menghitung kadar air tanah dan kadar organik tanah
b. tanah diambil cuplikan dengan ukuran 12x15x10 cm, sebanyak 10
sampel dan dimasukkan kedalam box sampel. Kemudian di
laboratorium dilakukan analisis kadar air tanah dan kadar organik
tanah
c. tekstur tanah: tanah di pegang dan dirasakan teksturnya
d. warna tanah: tanah di lihat warna dan jenisnya berdasarkan
karakteristik morfologi tanah.
e. pH tanah: buat lubang sedalam 10cm dan beri aquades sedikti,
kemudian masukkan pH meter. Lihat perubahan pHnya.
f. Suhu tanah: sama dengan pH, ukur juga suhu tanah
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 2. Data Pengamatan Penyebaran Hewan tanah pada tiga lokasi

Jumlah Hewan Tanah


No Spesies Ket
Sawit Karet Alami
1
2
3
... ...

Faktor Fisik

Jumlah Hewan Tanah


No Indikator Ket
Sawit Karet Alami
1 Kadar Air Tanah
2 Kadar organik tanah
3 Pori Tanah
4 Suhu Tanah
5 Ph tanah
6 Tekstur dan warna tanah
7 Suhu udara
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Hewan tanah adalah hewan yang hidup di tanah, baik yang hidup di
permukaan tanah maupun di dalam tanah. Tanah itu sendiri adalah suatu bentang
alam yang tersusun dari bahan-bahan mineral yang merupakan hasil proses pelapukan
batuan-batuan, dan bahan organik yang terdiri dari organisme tanah dan hasil
pelapukan sisa tumbuh-tumbuhan dan hewan lainnya.

Fauna tanah memainkan peranan yang sangat penting dalam pembusukan zat
atau bahan-bahan organik dengan cara :

1. Menghancurkan jaringan secara fisik dan meningkatkan ketersediaan daerah bagi


aktifitas bakteri dan jamur
2. Melakukan pembusukan pada bahan pilihan seperti gula, sellulosa dan sejenis
lignin,
3. Merubah sisa-sisa tumbuhan menjadi humus
4. Menggabungkan bahan yang membusuk pada lapisan tanah bagian atas
5. Membentuk kemantapan agregat antara bahan organik dan bahan mineral Tanah.

Fauna tanah dikelompokkan menjadi:


1. Mikrofauna adalah kelompok binatang yang berukuran tubuh < 0.15 mm,
seperti: Protozoa dan stadium pradewasa beberapa kelompok lain misalnya
Nematoda,
2. Mesofauna adala kelompok yang berukuran tubuh 0.16 – 10.4 mm dan
merupakan kelompok terbesar dibanding kedua kelompok lainnya, seperti:
Insekta, Arachnida, Diplopoda, Chilopoda, Nematoda, Mollusca, dan bentuk
pradewasa dari beberapa binatang lainnya seperti kaki seribu dan
kalajengking,
3. Makrofauna adalah kelompok binatang yang berukuran panjang tubuh > 10.5
mm, sperti: Insekta, Crustaceae, Chilopoda, Diplopoda, Mollusca, dan
termasuk juga vertebrata kecil.

B. Saran

Makalah yang kami buat belum sempurna sesuai yang diharapkan. Masih
terdapat banyak kekurangan maupun kesalahan.Karena, kami hanya manusia
biasa yang tidak luput dari khilaf / kesalahan, kelebihan itu hanya milik Allah
SWT semata. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak
atau pembaca demi perbaikan di masa mendatang
DAFTAR PUSTAKA

Lingkungan Hidup dan Kelestariannya. Alumni. Bandung

Ludwig J. A. and J. F. Reynolds. 1988. Statistical Ecology : Primer Methods and


Computing. John Wiley and Sons Inc. new York.
Odum, E. P. 1998. Dasar-Dasar Ekologi. Edisi ketiga. Terjemahan Tjahjono
Samingan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Suhardjono, Y. R. 2000. Collembola Tanah : Peran dan Pengelolaannya. Lokakarya


Sehari Peran Taksonomi dalam Pemanfaatan dan Pelestarian Keanekaragaman Hayati
di Indonesia. Depok. 
Suin, N. M. 1997. Ekologi Fauna tanah. Bumi Aksara. Jakarta.  Supardi, I. 1994.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai