Anda di halaman 1dari 20

PROYEK EKOLOGI

STUDI KEANEKARAGAMAN MAKROFAUNA TANAH DI HUTAN JATI


KECAMATAN KESAMBEN KABUPATEN BLITAR PROVINSI JAWA
TIMUR

Di susun oleh :

1. Sofia fitri meiverawati (201610070311010)


2. Handri oktapiani (201610070311028)
3. Liana nur aidah (201610070311047)
4. Burhan dian nugraha (201610070311010)

PROGAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2018
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Diversitas makrofauna tanah merupakan salah satu sumber daya alam


hayati yang sangat bermanfaat bagi lingkungan. Keberadaannya dipengaruhi
oleh faktor biotik maupun abiotik di sekitarnya. Faktor abiotik seperti iklim
(curah hujan, suhu, kelembaban, kecepatan angin, dan radiasi matahari), sifat
fisika tanah dan kimia tanah serta faktor biotik (vegetasi/ tanaman dan
organisme) mempengaruhi keberadaan diversitas makrofauna tanah tersebut.
Tanah merupakan medium atau substrat tempat hidup bagi kebanyakan jenis
makhluk hidup, yang meliputi mikroorganisme, tumbuhan, dan hewan.

Diversitas makrofauna tanah yang berada di lahan kering di bawah


tanaman pohon jati tentu akan berbeda dengan yang berada di bawah
vegetasi hutan alami. Banyaknya vegetasi yang ada di hutan merupakan
penyumbang seresah yang mendukung kehidupan makrofauna tanah di situ.
Namun, bukan berarti dengan minimnya seresah yang ada di lahan kering
akan meniadakan sama sekali kehidupan makrofauna tanah di habitat tersebut.

Pohon jati sangat banyak ditemui dinegara kita ini, sangat melimpah luas
karena Indonesia termasuk kedalam bagian tropis yaitu banyaknya kelimpahan
tumbuhan yang ada pada di Indonesia. Di bawah pohon jati tersebut banyak
hewan – hewan makaro fauna yang tumbuh dan berkembang, maka dengan itu
untuk mengetahui keanekaragaman makrofauna tanah tersebut dilakukan
penelitian berupa jebakan atau yang sering disebut Pit Falltrap.

Hutan homogen dan hutan heterogen sebagai ekosistem sumber daya


alam yang sangat potensial dalam mendukung keanekaragaman flora dan
fauna dari komunitas serangga (terestial). Salah satu sumberdaya hutan
adalah serangga tanah. Ekosistem hutan homogen dan heterogen secara
langsung atau tidak langsung berpengaruh terhadap kelangsungan hidup
manusia, baik segi ekonomi, sosial dan lingkungan.
1.2. Rumusan Masalah
Bagimana keanekaragaman makrofauna yang ada di hutan jati yang
dipengaruhi faktor biotic dan abiotik ?
1.3. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui keanekaragaman makro fauna tanah yang pada hutan jati
tersebut.
1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Secara Teoritis


Hasil penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat memberikan
sumbangan pemikiran dalam memperkaya wawasan konsep dan teori –
teori tentang keanekaragaman makrofauna tanah
1.4.2. Secara praktis
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi tentang
keberadaan diversitas makrofauna tanah di lahan bawah tanaman
pohon jati sebagai informasi yang dapat dimanfaatkan untuk pelestarian
dan pengelolaan makrofauna tanah yang menguntungkan di lahan tersebut.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Hutan Jati Desa Kesamben, Kecamatan
Kesamben, Kabupaten Blitar, dimana yang menjadi objek penelitian ini
adalah kenekaragaman makrofauna tanah pada hutan jati tersebut.
1.6. Definisi Istilah

Pohon jati merupakan jenis penghasil kayu yang bermutu tinggi. Pohon besar
dengan batang yang bulat dan lurus ini memiliki tinggi mencapai 40 meter.
Batang besas cabang bisa menyapai 18 hingga 20 meter.

Keragaman jenis adalah sifat komunitas yang memperlihatkan tingkat


keanekaragaman jenis organisme yang ada didalamnya. Untuk memperoleh
keragaman jenis cukup diperlukan kemampuan membedakan jenis meskipun
tidak dapat mengidentifikasi jenis hama.
Makrofauna adalah hewan yang berukuran >10mm. makrofauna tanah lebih
resisten terhadap kondisi fisik dan kimia dibandingkan hewan tanah lain yang
lebih kecil.

Ada dua faktor yaitu biotik dan abiotik. Faktor biotiknya tumbuhan pohon jati
dan tumbuhan disekitarnya, sedangkan faktor abiotiknya adalah suhu,
kelembapan, pH , dan intensitas cahaya.
BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESISI

2.1. Kajian Pustaka

A. Keanekaragaman

Keanekaragaman merupakan salah satu konsekuensi dari zonasi


(pewilayahan). Mungkin ada sebuah gradasi perubahan, seperti habitat yang
menjadi lebih kering dengan elevasi atau jarak yang jauh dari sumber air.
Perbedaan area atau zona di antara gradasi itu memiliki hewan-hewan dan
tumbuh-tumbuhan yang berbeda menurut kondisinya masing-masing yang
berkisar dari basah sampai dengan kering atau variabel lain seperti pancaran sinar
matahari. Pengukuran keanekaragaman dalam suatu area dapat dihitung secara
matematis dengan menggunakan indeks biodiversitas. Indeks Shannon dikenal
sebagai pengukur biodiversitas yang melibatkan tingkat probabilitas sampel
yang akan diambil berikutnya mungkin akan sama atau mungkin berbeda
dari sampel sebelumnya yang diambil. Jika probabilitas sampel yang diambil
berbeda, mungkin di situ ada indikasi biodiversitas yang lebih tinggi.(Sari,2014)

B. Hewan Tanah

Hewan tanah adalah semua hewan organism yang hidup dibalik tanah mauun
didalam tanah. Sebagian atau seluruh siklus hidup hewan tanah berlangsung di
dalam tanah serta dapat beradaptasi dan berasosiasi dengan lingkungan tanah.
Kelompok hewan tanah ini sangat beragam, mulai dari protozoa, Rotifera,
Nematoda, Annelida, Mollusca, Arthoropoda, hingga vertebrata kecil. Hewan
tanah bertanggung jawab terhadap penghancur tanah dan sintesis organik.
(Husamah, 2017)

C. Makrofauna Tanah

Fauna tanah adalah hewan-hewan yang hidup di atas maupun di bawah


permukaan tanah. Fauna tanah dapat dikelompokkan berdasarkan ukuran
tubuh, habitat, serta keberadaan dan aktivitas ekologinya. Berdasarkan ukuran
tubuhnya, fauna tanah dibedakan menjadi empat kelompok yaitu : Mikrofauna
dengan diameter tubuh 0,02-0,2 mm contoh cilliata Mesofauna dengan diameter
tubuh 0,2-2 mm contoh nematoda, collembola dan acarina Makrofauna dengan
diameter tubuh 2-20 mm contoh cacing, semut, dan rayap Megafauna dengan
diameter tubuh lebih besar dari 2 cm contoh bekicot Beberapa ahli
menggabungkan mega fauna dan makrofauna menjadi satu kelompok sehingga
hanya terdapat tiga kelompok fauna berdasarkan ukuran tubuhnya (Ilhamdi,
2015).

D. Pohon Jati

Menurut ( Sumarana , 2011) Adapun klasifikasi pohon jati, sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Devisi : Spermatophyte

Kelas : Mangnoliopsida

Ordo : Verbenales

Family : Verbenaceae

Genus : Tectona

Spesies : Tectona grandis L

Pohon jati merupakan jenis penghasil kayu yang bermutu tinggi. Pohon besar
dengan batang yang bulat dan lurus ini memiliki tinggi mencapai 40 meter.
Batang besas cabang bisa menyapai 18 hingga 20 meter.

E. Semut

Semut merupakan kelompok hewan terestrialpaling dominan di daerah


tropik. Semutberperan penting dalam ekosistem terestrialsebagai predator,
scavenger, herbivor,detritivor, dan granivor, serta memiliki perananunik
dalam interaksinya dengan tumbuhan atauserangga lain. Sejak kemunculannya,
semut

telah berkembang menjadi makhluk yang palingdominan di ekosistem


teresterial. Dari 750.000 spesies serangga di dunia, 9.500 atau 1,27% diantaranya
adalah semut . Kehadiran manusia di sekitar manusia umumnya bersifat
omnivora danhanya membutuhkan areal yang sempit untukmembangun
sarang, biasanya ditemukan disekitar bangunan, taman, rumah sakit,
dankebun.(Sari,2014)

F. Serangga Tanah

Serangga – serangga tanah ini biasa ditemukan di tempat teduh, tanah yang
lembab, sampah, padang rumput, di bawah kayu lapuk, dan tempat lembab
yang serupa. Keberadaan serangga tanah di suatu lingkungan menurut
dipengaruhi oleh faktor – faktor lingkungan, baik itu faktor biotik maupun
faktor abiotik. Faktor abiotik meliputi tanah, air, suhu, cahaya, dan atmosfir.
Sedangkan faktor biotik meliputi tumbuhan dan hewan yang ada di lingkungan.
( Sari,2014)

Keanekaragaman serangga tanah di setiap tempat berbeda – beda,


sebagaimana disebutkan oleh, keanekaragaman rendah terdapat pada
komunitas dengan lingkungan yang ekstrim, misalnya daerah kering, tanah
miskin, dan pegunungan tinggi. Sedangkan keanekaragaman tinggi terdapat di
daerah dengan komunitas lingkungan optimum, misalnya daerah subur, tanah
kaya, dan daerah pegunungan. keanekaragaman jenis cenderung akan rendah
dalam ekosistem yang secara fisik terkendali yaitu yang memiliki faktor
pembatas fisika kimia yang kuat dan akan tinggi dalam ekosistem yang
diatur secara alami.(Sari,2014)

G. Faktor Abiotik

faktor-faktoryang mempengaruhi keberadaan seranggatanah di hutan, adalah,


struktur tanahberpengaruh pada gerakan dan penetrasi,kelembaban tanah dan
kandungan haraberpengaruh terhadap perkembangandalam daur hidup, suhu
tanahmempengaruhi peletakan telur,cahaya dantata udara mempengaruhi
kegiatannya.(Ruslan,2009).

2.2. Kerangka Konseptual

1.4.1. Mengapa penetilitian keanekaragaman makrofauna tanah dihutan jati


dilakukan?
Penelitian ini dikakukan untuk memperoleh keanekaragaman
makrofauna pada Hutan Jati Kesamben Blitar
1.4.2. Apa yang akan diperoleh dari penelitian tersebut ?
Penelitian ini memperoleh jenis spesies makrofauna tanah yang
tertangkap pada jebkan Pit Falltrap
1.4.3. Bagaimana proses penelitian dilakukan ?
Penelitian ini menggunakan teknik sampling acak sederhana dengan
memasang jebakan Pit Falltrap pada 2 tempat, agar bisa mengetahui
keanekaragaman makrofauna di hutan jati tersebut
1.4.4. Apa manfaat yang didapat dari penelitian ?
Manfaat yang dapat diambil yaitu mengetahui keanekaragaman
makrofauna tanah dari sampel yang digunakan sebagai informasi
yang dapat dimanfaatkan untuk pelestarian dan pengelolaan
makrofauna tanah yang menguntungkan di lahan tersebut.
2.3. Hipotesis

Keanekaragaman makrofauna tanah yang signifikan, yang dipengaruhi


oleh faktor – faktor abiotik.
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian


1. Pendekatan : pendekatan kuantitatif
2. Jenis penelitian : Penelitian deskriptif kuantitatif
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Lokasi : Hutan Jati Kesamben Blitar
2. Waktu penelitian : 23/24 juni 2018, Jam 17:00 – 06:00 WIB
3.3 Populasi, Teknik Sampling, dan Sampel (menyesuaikan dengan jenis
penelitian kuantitatif)
3.3.1 Populasi
Semua jenis spesies makrofauna tanah yang ada pada Hutan Jati
Kesamben Blitar
3.3.2 Teknik Sampling
Tenik sampling acak sederhana
3.3.3 Sampel
Jenis makrofauna yang tertangkap pada jebakan Pit Falltrap
3.4 Variabel Penelitian
3.4.1 Jenis Variabel
Variabel terikat (dependent variabel)
Yaitu variabel yang tergantung atas variabel.

1. Variabel terikat utama yaitu keanekaragaman makrofauna tanah

2. Variabel terikat pendukung meliputi : pH tanah, Suhu tanah, Kelembaban


tanah, Intensitas cahaya, Suhu udara dan Kecepatan angin
3.4.2. Definisi Operasional Variabel

Variabel Definisi operasional variabel


Makrofauna Makrouna adalah hewan tanah yang berukuran
>10mm
Faktor abiotik Faktor abiotik adalah faktor lingkungan sekitar
diman bila faktor ini memadai akan terjadi
kelimpahan pada makrofauna tanah

3.5. Persiapan Penelitian

3.5.1. Persiapan Penelitian

Alat :

1. Sekop
2. Paku
3. Tripek
4. Kayu
5. Aqua gelas

Bahan :

1. Air
2. Detergen

3.5.2. Rancangan percobaan

Penelitian yang dilaksanakan merupakan penelitian deskriptif eksploratif


yaitu penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan fenomena-fenomena yang
ada serta menjawab pertanyaan-pertanyaan yang telah dirumuskan terlebih
dahulu/ memperkembangkan hipotesis untuk penelitian lanjutan. Penelitian ini
bersifat kualitatif (data yang dinyatakan dalam bentuk kalimat/ uraian) dan
kuantitatif (data yang bersifat angka) dengan pendekatan survey di lapangan.

3.5.3. Pelaksanaan dan alur penelitian


Penelitian dilaksanakan pada 23/24 juni 2018, Jam 17:00 – 06:00 WIB.

Alur penelitian

No. Foto Kegiatan Keterangan


1. Menyiapkan alat dan bahan.

2. Menggali tanah dengan menggunakan


sekop.

3. Menggunting aqua yang sesuai dengan


ukurannya.

4. Meletakkan aqua yang sudah potong


bagian atasnya kedalam tanah.

5. Memastikan aqua tersebut sejajar dengan


permukaan tanah dan jika masih ada
celah antara tepi botol dengan tanah,
maka meratakan kembali dengan tanah.
6. Membuat penutup pada lubang jebakan
yang sudah dibuat untuk menghindari air
lain yang masuk kedalam jebakan.
7. Memasang penutup pada lubang jebakan
yang sudah dibuat untuk menghindari air
lain yang masuk kedalam jebakan.

8. Menuangkan air kedalam aqua yang


sudah disiapkan dan

9. Menunggu sampai ± 1 jam.

9. Mengambil hasil perlakuan yang telah


dilakukan.

10. Mengamati dan mengidentifikasi hasil


yang diperoleh.

11. Mencatat dan menghitung hasil yang


diperoleh.

3.6. Metode Pengumpulan Data

3.6.1. Teknik Pengumpulan data

Metode yang pertama dilakukan adalah penjebakan atau melakukan Pit


Falltrap, dan selanjutnya menggunkan metode pengamatan langsung serta
mengitung hasil makrofauna yang telah ditemukaan.
3.6.2. Teknik Analisis Data

Tabel 1. Pengamatan Pit Fall Trap

Stasiun
No Nama F FR K KR IN H’
Spesies A B P
1. Eriophyid 4 1 2,5 20,8 0,20 20,5 H’ = 1,36
mite 3% 1% Keseimbng
2. Spesies A 1 - 0,5 4,16 0,04 4,10 an sedang
% % 200 melimpah
3. Laba-laba 1 - 0,5 4,16 0,04 4,10
% %
4. Semut besar 3 2 2,5 20,8 0,20 20,5
hitam (SBH) 3% 1%
5. Semut kecil 3 5 4 33,3 0,33 33,8
hitam (SKH) 3% 4%
6. Semut merah 3 5 1,5 4,16 0,12 12,8
% 5 2%
7. Jangkrik 1 - 0,5 12,5 0,04 4,10
% %

Perhitungan

Frekuensi

Jumlah Individu A
Frekuensi =
Jumlah Stasiun

5
Eriophyid mite = = 2,5
2

1
Spesies A = = 0,5
2

1
Laba-laba = = 0,5
2

5
Semut besar hitam = = 2,5
2

8
Semut kecil hitam = =4
2

3
Semut merah = = 1,5
2
1
Jangkrik = = 0,5
2

∑ K = 2,5 + 0,5 + 0,5 + 2,5 + 4 + 1,5 + 0,5 = 12

K Jenis A
Frekuensi relative = x 100 %
Jumlah K Semua Jenis

2 ,5
Eriophyid mite = x 100 % = 20,83 %
12

0 ,5
Spesies A = x 100 %=¿ 4,16 %
12

0 ,5
Laba-laba = x 100 %=¿ 4,16 %
12

2 ,5
Semutbesarhitam = x 100 % = 20,83 %
12

4
Semutkecilhitam = x 100 %=33 , 33 %
12

0 ,5
Jangkrik = x 100 %=¿ 4,16 %
12

0 ,5
Semutmerah = x 100 %=12 , 5 %
12

Kepadatan

Jumlah Individu A
Kepadatan =
Jumlah Semua Jenis

5
Eriophyid mite = =0 , 20
24

1
Spesies A = =0 , 04
24

1
Laba-laba = =0 , 04
24

5
Semut besar hitam = = 0,20
24

8
Semut kecil hitam = =0 , 33
24
3
Semut merah = = 0,125
24

1
Jangkrik = =0 , 04
24

∑ K = 0,20 + 0,04 + 0,04 + 0,20 + 0,33 + 0,125 + 0,04 = 0,975

KR =
∑ Frekuensi Suatu Jenis x 100 %
∑ Nilai Seluruh Frekuensi
0 , 20
Eriophyid mite = x 100 %=20 ,51
0,975

0 , 04
Spesies A = x 100 %=4 ,10
0,975

0 , 04
Laba-laba = x 100 %=4 ,10
0,975

0 , 20
Semutbesarhitam = x 100 %=20 ,51
0,975

0 , 33
Semutkecilhitam = x 100 %=33 ,84
0,975

0,125
Semutmerah = x 100 %=12, 82
0,975

0 , 04
Jangkrik = x 100 %=4 ,10
0,975

INP = KR + FR

Eriophyid mite = 20,83 + 20,51 = 41,32

Spesies A = 4,16 + 4,10 = 8,26

Laba-laba = 4,16 + 4,10 = 8,26

Semut besar hitam = 20,83 + 20,51 = 41,32

Semut kecil hitam = 33,33 + 33,84 = 67,17

Semut merah = 4,16 + 12,82 = 16,98


Jangkrik = 12,5 + 4,10 = 16,6

= 199,91

= 200

H′ = -∑ (Pi In Pi)

Eriophyid mite = -∑ (- 0,20 In 0,20)

= - (- 0,32)

= 0,32

Spesies A = -∑ (- 0,04 In 0,04)

= - (- 0,12)

= 0,12

Laba-laba = -∑ (- 0,04 In 0,04)

= - (- 0,12)

= 0,12

Semut besar hitam = -∑ (- 0,20 In 0,20)

= - (- 0,32)

= 0,32

Semut kecil hitam = -∑ (- 0,33 In 0,33)

= - (- 0,36)

= 0,36

Jangkrik = -∑ (- 0,04 In 0,04)

= - (- 0,12)

= 0,12

H′ = 1,36

Keragaman Sangat Rendah


BAB IV

PEMBAHASAN

Pada penelitian hewan yang banyak ditemukan adalah pada kelas


Arthropoda. Kelimpahan pada Hutan Jati Kesamben sangat rendah karena hanya
masuk kisaran 1-<2 saja dan hasil yang diperoleh 1,36 menujukan
keanekaragaman tersebut sangat rendah. Menurut Fachrul, 2012 menyatakan
bahwa dalam Indeks keragaman Shanon – Wiener didefinisikan sebagai berikut :

a. Nilai H' > menunjukan bahwa keanekaragaman spesies pada suatu transek
adalah melimpah tinggi.
b. Nilai H' 1≤ H'≤ 3 menunjukkan bahwa keanekaragaman spesies pada suatu
transek adalah sedang melimpah
c. Nilai H'<1 menunjukkan bahwa keanekaragaman spesies bahwah
keanekaragaman spesies pada suatu transek adalah sedikit atau rendah.

Pada penelitian kelimpahan populasi pada suatu habitat ditentukan oleh


keanekaragaman dan kelimpahan pakan maupun sumber daya lain yang tersedia
pada habitat tersebut dari semut tersebut, sehingga pada saat penjebakan serangga,
banyak ditemukan spesies semut. Menurut . Menurut Latumahina (2012) semut
merupakan kelompok hewan terrestrial paling dominan di daerah tropik. Sejak
kemunculannya, semut telah berkembang menjadi makhluk yang paling dominan
di ekosistem teresterial. Karena daerah alas purwo termasuk daerah tropis, jadi
sesuai dengan habitat semut. Sehingga semut lebih dominan daripada hewan lain
yang terkena jebakan.

Adanya Eriphyid mite dalam peleitian ini adanya faktor abiotik yang
mendukung adanya hewan tersebut. Menurut Husamah, 2017 menyatakan bahwa
yang mempunyai pH tanah yang bersifat masam, diperkirakan populasi hewan
tanah yang paling menonjol adalah Acarina dan Collembola. Eriophyid mite
merupakan kelompok dari Acarina dengan demikian hewan terebut ada dalam
jebakan Pit Fall trap tersebut.

Menurut (Aryoudi, 2015) faktor fisik dapat di pengaruhi oleh suhu,


kelembaban, cahaya, angin dan curah hujan. Kelembaban udara mempengaruhi
kehidupan serangga secara langsung dan tidak langsung, sedangkan hujan secara
langsung dapat mempengaruhi populasi serangga hama. Curah hujan dapat
berpengaruh pada serangga, apabila hujan besar serangga hama banyak yang mati
sehingga dapat berpengaruh terutama pada pertumbuhan dan keaktifan serangga.
Angin mempengaruhi metabolisme serangga mobilitas serangga kecil dipengaruhi
oleh angin. Sedangkan pada faktor makanan sangat penting bagi kehidupan
serangga hama. Keberadaan faktor makanan akan dipengaruhi oleh suhu,
kelembaban, curah hujan dan tindakan manusia. Faktor makanan dapat
digunakan untuk menekan banyaknya populasi serangga hama pada suatu
tanaman yang merupakan makanan serangga hama.

Menurut Siregar dkk (2014) menyatakan bahwa Serangga ditemukan


hampir di semua ekosistem. Semakin banyak tempat dengan berbagai ekosistem
maka terdapat jenis serangga yang beragam. Berdasarkan praktikum yang telah
dilakukan, ditemukan 7 spesies serangga yang berbeda. Jumlah serangga yang
paling tinggi terdapat pada serangga semut kecil merah. Hal tersebut dapat
disebabkan karena faktor abiotik lingkungan atau keadaan tanah tersebut yang
sesuai dengan habitat serangga tersebut. Menurur Siregar (2014) menyatakan
bahwa di dalam ekosistem alami populasi suatu jenis serangga
atau hewan pemakan tumbuhan tidak pernah eksplosif (meledak) karena banyak
faktor pengendaliannya baik yang bersifat abiotik maupun biotik.
Perangkap jatuh (Fit Fall Trap) Serangga yang aktif pada siang hari dan
malam hari digunakan untuk menangkap serangga yang hidup diatas permukaan
tanah. Pada penelitian ini kelimpahan yang rendah adalah laba – laba, spesies A
dan jangkrik. Sebab hewan tersebut kelimpahannya rendah dikarenakan unsure –
unsure abitoknya tidak mendukung dan karena kelimpahan makanan yang hewan
tersebut cari sedit atu tidak melimpah.

Jadi, berdasakan hasil perhitungan seluruh hewan yang didapatkan


termasuk dalam kategori keanekaragaman komunitas sedang karena berada pada
nilai H’ : 1,82 yang masih dalam rentang H’ : 1-3, yang artinya dalam suatu
transek sedang melimpah.

DAFTAR PUSTAKA

Aryoudi, Antji, dkk. 2015. Interaksi Tropik Jenis Serangga di atas Permukaan
Tanah (Yellow Trap) dan pada Permukaan Tanah (Pitfall Trap) pada
Tanaman Terung Belanda (Solanum betaceum Cav.) di Lapangan. Jurnal
Online Agroekoteknologi. 3(4) : 1250-1258.
Fachrul, M. F. 2012. Metode sampling bioekologi.Edisi 1 Cetakan III.Jakarta :
Bumi Aksara.

Husamah.,Rahardjanto Abdulkadir.,dan Hudha Miftachul Atok.2017.Ekologi


Hewan Tanah(teori dan praktik). Malang :UMM PRESS.

Kautsar Alvin.2015. Keanekaragaman Serangga Dalam Tanah Di Pantai Endok


Lombok Barat.Jurnal Pijar MIPA.vol 6(2): hal 55 – 59.

Latumahina Sarah,dkk.2014. Kelimpahan dan Keragaman Semut dalam Hutan


Lindung Sirimau Ambon Abudance and diversity of ants at Sirimau Forest
In Ambon. Junal Biospecies.Vol.7 (2):hal.53-58.
Ruslan Hasni.2009. Komposisi Dan Keanekaragaman Serangga Permukaantanah
Pada Habitat Hutan Homogen Dan Heterogendi Pusat Pendidikan
Konservasi Alam (Ppka) Bodogol,Sukabumi, Jawa Barat.Jurnal Vis
Vitalis.vol 2(1): hal 43-53.

Sari Martala.2014. Identifikasi serangga dekomposer di permukaan tanah Hutan


tropis dataran rendah (studi kasus di arboretum dan Komplek kampus
unilak dengan luas 9,2 ha). Jurnal Pendidikan Biologi.Vol 2(2): hal 140 -
149.

Siregar, Anna Sari, dkk. 2014. Keanekaragaman Jenis Serangga Di Berbagai Tipe
Lahan Sawah. Jurnal Online Agroekoteknologi. 2(4) : 1640-1647.

Sumarna Yana.2011.Kayu Jati. Budi Daya & Prospek Bisnis.Jakarta:Pustaka


Surya

Anda mungkin juga menyukai