Disusun oleh :
Kelompok 4
Muhammad Syaeful Ramdan 1182060074
Nurul Hafifah Pulungan 1182060086
Panji Hakim Gymnastiar 1182060089
Rizschy Nurfauzie Al-Mashum 1182060097
Tasya Aulia Komarullah 1182060102
Yustin Amalia Nur Islami 1182060109
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara menangkap serangga dengan teknik pitfall trap?
2. Apa saja jenis serangga permukaan tanah yang mendominasi?
3. Bagaimana cara untuk mengetahui nilai kelimpahan (diversitas) jenis
serangga?
4. Bagaimana cara untuk mengetahui nilai kemerataan jenis serangga?
C. Tujuan
1. Mahasiswa dapat mengetahui cara menangkap serangga dengan teknik pitfall
trap
2. Mahasiswa dapat mengetahui kekayaan jenis serangga di suatu tempat
3. Mahasiswa dapat mengetahui kelimpahan jenis serangga di suatu tempat
4. Mahasiswa dapat mengetahui kemerataan jenis serangga di suatu tempat
II. KAJIAN TEORI
Tanah merupakan medium atau substrat tempat hidup bagi kebanyakan jenis
makhluk hidup, yang meliputi mikroorganisme, tumbuhan, dan hewan. Begitupun
hewan yang bisa hidup di tanah yaitu Serangga tanah. Serangga tanah ada yang hidup
di dalam tanah maupun yang hidup di permukaan tanah. Serangga tanah pada suatu
komunitas berperan sebagai perombak bahan-bahan organik, yang mana hasil
perombakan ini berupa humus yang nantinya humus tersebut bermanfaat sebagai
nutrisi bagi tanaman. Selain itu serangga tanah juga dapat dijadikan sebagai indikator
terhadap kesuburan tanah. Keanekaragaman serangga tanah di setiap tempat
berbedabeda. Keanekaragaman akan tinggi apabila berada pada lingkungan optimum,
misalnya tanah subur. Keanekaragaman cenderung akan rendah bila berada pada
liingkungan yang ekstrim, misalnya tanah miskin. Keanekaragaman serangga
(serangga tanah) yang terdapat di Indonesia ± 200.000 jenis atau kurang lebih 17%
serangga di dunia (Suin, 1997).
Menurut Tracy (2008) Secara umum tanah bagi serangga tanah berfungsi
sebagai tempat hidup, tempat pertahanan, dan seringkali makanan, kebanyakan dari
serangga tanah meluangkan sebagian atau seluruh hidup mereka di dalam tanah. Bagi
serangga tanah, tanah berfungsi sebagai tempat hidup, tempat pertahanan, dan
seringkali sebagai sumber makanan. Keanekaragaman serangga tanah di setiap tempat
berbeda–beda, setiap serangga memiliki cara hidup tersendiri yang tergantung pada
jenis lingkungan yang ditempatinya. Daur hidup pada spesies sangat disesuaikan
dengan kondisi iklim lingkungan. Pada suatu ekosistem tanah berbagai organisme
bertahan hidup dan berkompetisi dalam memperoleh ruang, oksigen, air, hara dan
kebutuhan hidup lainnya baik secara simbiotik maupun non simbiotik serta
menimbulkan berbagai bentuk interaksi antar individu.
Kehidupan serangga tanah tergantung pada habitatnya karena keberadaan dan
kepadatan populasi suatu jenis hewan tanah ditentukan oleh keadaan habitatnya
tersebut. Keberadaan populasi, jenis dan aktivitas organisme dalam tanah tergantung
dari faktor lingkungan (abiotik dan biotik). Faktor lingkungan abiotik yang
mempengaruhi seperti suhu, kadar pH, kadar organik. Sedangkan faktor biotiknya
seperti mikroflora, tumbuh-tumbuhan dan golongan hewan lainnya, sehingga dari
kedua faktor tersebut sangat mempengaruhi keberadaan suatu serangga tanah. (Suin,
1989).
Hal di atas sesuai dengan teori dari Purwowidodo (2003) bahwa dari kehidupan
serangga tanah dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan antara lain faktor
mikro dan makro lingkungan permukaan tanah. Faktor mikro yang mempengaruhi
kehidupan serangga tanah adalah ketebalan serasah, kandungan bahan organik, pH,
kesuburan, jenis tanah, kepadatan tanah, dan kelembaban tanah, sedangkan faktor
makro adalah geologi, iklim, ketinggian tempat, jenis tumbuhan, dan penggunaan
lahan.
Hewan tanah adalah hewan yang hidup di tanah, baik yang hidup di permukaan
tanah maupun yang hidup di dalam tanah. Tanah itu sendiri adalah suatu bentangan
alam yang tersusun dari bahan-bahan mineral yang merupakan hasil proses pelapukan
batu-batuan dan bahan organik yang terdiri dari organisme tanah dan hasil pelapukan
bisa tumbuhan dan hewan lainnya, salah satu contoh dari hewan tanah adalah serangga
(Muhamad, 1989).
Serangga (disebut juga insekta) adalah kelompok utama dari hewan beruas
(Arthropoda) yang bertunkai 6 (3 pasang), karena itulah mereka disebut pula
Hexapoda. Serangga merupakan hewan beruas dengan tingkat adaptasi yang sangat
tinggi. Ukuran serangga relatif kecil dan pertama kali sukses berkolonisasi di bumi
(Campbell, 2003). Serangga merupakan kelompok hewan yang dominan di muka
bumi dengan jumlah spesies hampir 80 persen dari jumlah total hewan di bumi. Dari
751.000 spesies golongan serangga, sekitar 250.000 spesies terdapat di Indonesia
(Kalshoven, 1981).
Teknik pengumpulan data untuk menghitung populasi serangga permukaan tanah
antara lain:
1. Sistem banjir
Teknik ini digunakan untuk serangga permukaan tanah. Teknik ini relative lebih
mudah dan cepat yaitu dengan membasahi suatu area yang ditentukan dengan air.
Beberapa saat kemudian, serangga-serangga yang berada di dalam tanah keluar,
kemudian dapat di hitung jumlahnya.
2. Pitfall trap
Teknik ini di gunakan untuk serangga tanah pada daerah vegetasi rendah atau
dilahan kosong, dimana serangga-serangga tersebut merupakan serangga aktif.
3. Capture re-capture
Teknik ini digunakan untuk serangga permukaan tanah yang terbang diatas 1-2
meter. Serangga di tangkap dengan menggunakan insect net.serangga yang
tertangkap kemudian ditandai dan dilepaskan kembali, dilakukan dengan
pengulangan penangkapan serangga.
4. Light trap
Teknik ini digunakan untuk serangga malam, dengan menggunakan suatu layar
atau suatu wadah yang telah berisi air, sabun dan formalin lalu diamkan dibawah
cahaya lampu. Serangga tertarik terhadap cahaya lampu yang kemudian akan
terjatuh kedalam wadah tersebut (Said, 2006).
Pada praktikum ini metode yang digunakan adalah pitfall trap. Metode pitfall
trap merupakan metode penangkapan hewan engan sistem perangkap, khusunya untuk
hewan yang hidup di permukaan tanah. Tujuan dari metode pitfall trap adalah untuk
menjebak binatang-binatang permukaan tanah agar jatuh kedalamnya sehingga bisa
dilakukan identifikasi atau untuk mengoleksi jenis binatang permukaan tanah yang
berada pada lingkungan perangkap. Metode pitfall trap tidak digunakan untuk
mengukur besarnya populasi namun dari data yang diperoleh bisa didapatkan cerminan
komunitas binatang tanah dan indeks diversitasnya (Michael, 2005).
Diantara banyak organisme yang membentuk suatu komunitas, hanya spesies
atau grup yang memperlihatkan pengendalian yang nyata dalam memfungsikan
keseluruhan komunitas. Kepentingan relatif dari organisme dalam suatu komunitas
tidak ditentukan oleh posisitaksonominya tetapi jumlah, ukuran, produksi dan
hubungan lainnya. Tingkat kepentingan suatu spesies biasanya dinyatakan oleh indeks
keunggulannya (dominansi). Komunitas diberi nama dan digolongkan menurut spesies
atau bentuk hidup yang dominan, habitat fisik, atau kekhasan fungsional. Analisis
komunitas dapat dilakukan dalam setiap lokasi tertentu berdasarkan pada pembedaan
zone atau gradient yang terdapat dalam daerah tersebut.
Umumnya semakin curam gradien lingkungan, makin beragam komunitas
karena batas yang tajam terbentuk oleh perbahan yang mendadak dalam sifat fisika
lingkungan. Angka banding antara jumlah spesies dan jumlah total individu dalam
suatu komunitas dinyatakan sebagai keanekaragaman spesies. Ini berkaitan dengan
kestabilan lingkungan dan beragam komunitas berbeda (Wolf, 1992)
III. METODE
A. Lokasi dan Waktu Penelitian
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Rabu, 20 Oktober 2021, yang dilaksanakan
pada 6 lokasi kebun atau taman yang berbeda yaitu di Bogor, Tasik, Jampang,
Bandung dan Medan.
4 GPS
5 Buku Identifikasi Serangga
C. Langkah Kerja
Langkah Kerja pembuatan metode Pitfall Trap
Nyamuk
2.
(Culicidae)
Jangkrik
3.
(Gryllidae)
Semut Merah
4.
(Formica ruva)
Semut Merah
2.
(Formica ruva)
Tungau Tanaman
3.
(Tetranychus sp)
2.
Semut Merah
(Formica ruva)
Tabel 4. Perangkap Area VI
No Jenis Serangga Dokumentasi
1. Semut Hitam
(Compunotus caryoe)
2. Semut Merah
(Formica ruva)
2) Perangkap 2
No Parameter Nilai
1. Frekuensi Mutlak Semut Hitam (Compunotus caryoe) 0,8
Frekuensi Mutlak Semut Merah (Formica ruva) 1
Frekuensi Mutlak Tungau Tanaman (Tetranychus sp) 0,4
2. Frekuensi Relatif (FR) Semut Hitam (Compunotus caryoe) 36,3
Frekuensi Relatif (FR) Semut Merah (Formica ruva) 45,4
Frekuensi Relatif (FR) Tungau Tanaman (Tetranychus sp) 18,8
3. Indeks Kekayaan Jenis (species richness indeces) Margalef 0,010
4. Indeks Kelimpahan Jenis (species abundance indeces) Shannon- 3,101
Wiener (Sedang)
5. Indeks Kemerataan (species evenness indeces) 0,203
3) Perangkap 3
Tabel 1. Hasil Pengamatan Identifikasi Serangga di Area 3
No Nama Spesies Famili Jumlah
4) Perangkap 4
Tabel 1. Hasil Pengamatan Identifikasi Serangga di Area 4
No Nama Spesies Famili Jumlah
1. Semut Hitam Besar (Compunotus caryoe) Formicidae 5 ekor
2. Serangga 8 ekor
Jumlah Total Individu 13 ekor
5) Perangkap 5
Tabel 1. Hasil Pengamatan Identifikasi Serangga di Area 5
No Nama Spesies Famili Jumlah
6) Perangkap 6
Tabel 1. Hasil Pengamatan Identifikasi Serangga di Area 6
B. Pembahasan
Praktikum ekologi kali ini yaitu mengidentifikasi serangga dengan
menggunakan metode pitfall trap yang dilaksanakan disekitar kebun/taman
dengan lokasi yang berbeda-beda yaitu di Bandung, Bogor, Tasik, dan Medan.
Yang bertujuan untuk menjebak hewan-hewan permukaan tanah (serangga) agar
jatuh kedalam jebakan sehingga dapat diidentifikasi jenis hewan permukaan tanah
yang berada pada suatu lingkungan.
Metode pitfall trap ini merupakan suatu metode yang digunakan untuk
mengetahui kerapatan atau kelimpahan makrofauna tanah. Pitfall trap merupakan
metode yang paling baik untuk menjebak serangga aktif di atas permukaan tanah
(Jaya, 2018 : 73).
Berdasarkan hasil percobaan yang dilakukan selama 1x24 jam dari ke enam lokasi
yang berbeda ditemukan berbagai jenis serangga yang terperangkap yaitu dari
ordo Hymenoptera (Semut hitam besar dan kecil, semut merah) Diptera
(nyamuk), Orthoptera (jangkrik), Araneae (tungau tanaman) dengan total
keseluruhan 130 individu.
Spesies yang paling banyak ditemui dari setiap jebakan adalah semut merah
yang berjumlah 60 individu dan yang paling sedikit ditemukan yaitu jangkrik
hanya 1 individu
Kemudian setelah itu dianalisis secara kuantitatif serangga berupa, jumlah jenis,
jumlah famili, kelimpahan individu, indeks keanekaragaman jenis, indeks
kemerataan jenis, indeks kekayaan jenis dan indeks dominansi jenis.
Tabel 1. Hasil analisis kuantitatif parameter komunitas serangga
No Lokasi H’ E Dmg
Area I 2,186 0,088 0,018
1
(Bogor)
Area II 3,101 0,203 0,010
2
(Jampang)
Area III 4,045 0,409 0,020
3
(Tasik)
Area IV 2,008 0,203 0,031
4
(Bandung)
Area V 2,022 0,262 0,108
5
(Medan)
Area VI 5,107 0,101 0,012
6
(Bandung)
Ket : H’: indeks kelimpahan jenis, E: indeks kemerataan jenis, DMg: indeks kekayaan jenis.
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan diatas dapat disimpulkan bahwa :
1. Terdapat perbedaan jenis serangga disetiap daerah hal ini dikarenakan
kehidupan serangga dipengaruhi oleh faktor lingkungan pada habitat maupun
ekosistemnya.
2. Indeks kelimpahan jenis tertinggi terdapat di daerah VI yaitu di Bandung
sebesar 5,107 namun memiliki jumlah spesies sedikit yaitu hanya 2 spesies.
Faktor yang menyebabkan keanekaragaman jenisnya tinggi yaitu serangga
yang berada pada area masih toleran terhadap kondisi lingkungan dengan
gangguan lingkungan yang tinggi serta dapat memanfaatkan sumberdaya
pakan yang tersedia.
3. Dari hasil perhitungan indeks kemerataan dari ke enam lokasi hasilnya <1
sehingga tidak terdapat serangga yang mendomisasi.
B. Saran
Sebaiknya dalam percobaan ini agar memerlukan waktu yang lebih lama tidak
hanya 24 jam supaya lebih banyak serangga yang teridentikasi jenis-jenis
spesiesnya. Selain itu, harus berhati-hati dalam percobaan yang dilakukan di
hutan, sungai, pantai atau tempat yang dianggap sangat berbahaya karena
keselamatan pun harus di perhatikan.
DAFTAR PUSTAKA
Hasriyanti, Rizali A, Buchori D. 2015. Keanekaragaman semut dan pola keberadaannya pada
daerah urban di Palu, Sulawesi Tengah. Jurnal Entomologi Indonesia. 12(1):39-47.
Hidayat, P. 2008. Mata Kuliah Entomologi Umum Departemen Proteksi Tanaman. Institut
Pertanian Bogor: Bogor.
Jaya, Adi Surya dan Widayat. 2018. Pengaruh Umpan Terhadap Keefektifan Pitfall Trap
untuk Mendukung Praktikum Ekologi Hewan di Laboratorium Ekologi FMIPA
Unsyiah. Jurnal Bioleuser. Vol 2 No 3.
Kalshoven, L.G.E. 1981. The Pest of Crops in Indonesia. PT. Ichtiar Baru Van Hoeve: Jakarta.
Michael, P. 2005. Ekologi Hewan. Jakarta: Ganesha.
Muhamad, N .1989. Ekologi Hewan Tanah. Bumi aksara. Jakarta
Said, Nurdin Muhammad. 2006. Ekologi. Padang: Universitas Andalas Press.
Subekti N. 2012. Keanekaragaman jenis serangga di Hutan Tinjomoyo Kota Semarang Jawa
Tengah. Jurnal Tengkawang. 2(1):19-26
Suin, Muhammad Nurdin. 1989. Ekologi Hewan Tanah. Jakarta: Bumi Aksara.
Tracy I, Storer dan Robert L. Usinger. 2008. Dasar-dasar Zoologi. Tangerang : Binarupa
Aksara.
Wallwork, J.A. 1970. Ecology of Soil Animal. London Mc : Graw Hill Book Company pp.