Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI

IDENTIFIKASI SERANGGA TANAH (METODE PITFALL TRAP)


Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas praktikum Ekologi
Dosen Pengampu : Astri Yuliawati, M.Si
Mar’atus Solikha, M.Sc

Disusun oleh :
Kelompok 4
Muhammad Syaeful Ramdan 1182060074
Nurul Hafifah Pulungan 1182060086
Panji Hakim Gymnastiar 1182060089
Rizschy Nurfauzie Al-Mashum 1182060097
Tasya Aulia Komarullah 1182060102
Yustin Amalia Nur Islami 1182060109

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


JURUSAN PENDIDIKAN MIPA
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2021
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hewan tanah adalah hewan yang hidup di tanah, baik yang hidup di
permukaan tanah maupun yang hidup di dalam tanah. Tanah itu sendiri adalah
suatu bentangan alam yang tersusun dari bahan-bahan mineral yang merupakan
hasil proses pelapukan batu-batuan dan bahan organik yang terdiri dari
organisme tanah dan hasil pelapukan bisa tumbuhan dan hewan lainnya, salah
satu contoh dari hewan tanah adalah serangga.
Serangga ( disebut juga insekta ) adalah kelompok utama dari hewan
beruas (Arthropoda) yang bertunkai 6 ( 3 pasang ), karena itulah mereka disebut
pula Hexapoda. Serangga merupakan hewan beruas dengan tingkat adaptasi
yang sangat tinggi. Ukuran serangga relatif kecil dan pertama kali sukses
berkolonisasi di bumi (Campbell, 2003).
Serangga merupakan hewan beruas dengan tingkat adaptasi yang sangat
tinggi. Fosilfosilnya dapat dirunut hingga ke masa fosil raksasa primitif telah
ditemukan. Sejumlah anggota Diptera seperti lalat dan nyamuk yang
terperangkap pada getah juga ditemukan. Serangga mampu hidup dimanapun,
bahkan ada serangga yang mampu hidup tanpa oksigen sekalipun. Hal ini
dikarenakan serangga mampu beradaptasi dengan segala kondisi yang membuat
variasi morfologi sesuai dengan cara adaptasi mereka dengan lingungannya.
Ada serangga yang mampu terbang, serangga yang hidup di air dan banyak yang
hidup di terestrial atau diatas permukaan tanah.
Teknik pengumpulan data untuk menghitung populasi serangga
permukaan tanah antara lain:
1. Sistem banjir
Teknik ini digunakan untuk serangga permukaan tanah. Teknik
ini relatif lebih mudah dan cepat yaitu dengan membasahi suatu area
yang ditentukan dengan air. Beberapa saat kemudian, serangga-
serangga yang berada di dalam tanah keluar, kemudian dapat di
hitung jumlahnya.
2. Pitfall trap
Teknik ini di gunakan untuk serangga tanah pada daerah
vegetasi rendah atau dilahan kosong, dimana serangga-serangga
tersebut merupakan serangga aktif.
3. Capture re-capture
Teknik ini digunakan untuk serangga permukaan tanah yang
terbang diatas 1-2 meter. Serangga di tangkap dengan menggunakan
insect net.serangga yang tertangkap kemudian ditandai dan
dilepaskan kembali, dilakukan dengan pengulangan penangkapan
serangga.
4. Light trap
Teknik ini digunakan untuk serangga malam, dengan
menggunakan suatu layar atau suatu wadah yang telah berisi air,
sabun dan formalin lalu diamkan dibawah cahaya lampu. Serangga
tertarik terhadap cahaya lampu yang kemudian akan terjatuh
kedalam wadah tersebut (Said, 2006).
Pada praktikum ini metode yang digunakan adalah pitfall trap. Metode
pitfall trap merupakan metode penangkapan hewan engan sistem perangkap,
khusunya untuk hewan yang hidup di permukaan tanah.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara menangkap serangga dengan teknik pitfall trap?
2. Apa saja jenis serangga permukaan tanah yang mendominasi?
3. Bagaimana cara untuk mengetahui nilai kelimpahan (diversitas) jenis
serangga?
4. Bagaimana cara untuk mengetahui nilai kemerataan jenis serangga?

C. Tujuan
1. Mahasiswa dapat mengetahui cara menangkap serangga dengan teknik pitfall
trap
2. Mahasiswa dapat mengetahui kekayaan jenis serangga di suatu tempat
3. Mahasiswa dapat mengetahui kelimpahan jenis serangga di suatu tempat
4. Mahasiswa dapat mengetahui kemerataan jenis serangga di suatu tempat
II. KAJIAN TEORI
Tanah merupakan medium atau substrat tempat hidup bagi kebanyakan jenis
makhluk hidup, yang meliputi mikroorganisme, tumbuhan, dan hewan. Begitupun
hewan yang bisa hidup di tanah yaitu Serangga tanah. Serangga tanah ada yang hidup
di dalam tanah maupun yang hidup di permukaan tanah. Serangga tanah pada suatu
komunitas berperan sebagai perombak bahan-bahan organik, yang mana hasil
perombakan ini berupa humus yang nantinya humus tersebut bermanfaat sebagai
nutrisi bagi tanaman. Selain itu serangga tanah juga dapat dijadikan sebagai indikator
terhadap kesuburan tanah. Keanekaragaman serangga tanah di setiap tempat
berbedabeda. Keanekaragaman akan tinggi apabila berada pada lingkungan optimum,
misalnya tanah subur. Keanekaragaman cenderung akan rendah bila berada pada
liingkungan yang ekstrim, misalnya tanah miskin. Keanekaragaman serangga
(serangga tanah) yang terdapat di Indonesia ± 200.000 jenis atau kurang lebih 17%
serangga di dunia (Suin, 1997).
Menurut Tracy (2008) Secara umum tanah bagi serangga tanah berfungsi
sebagai tempat hidup, tempat pertahanan, dan seringkali makanan, kebanyakan dari
serangga tanah meluangkan sebagian atau seluruh hidup mereka di dalam tanah. Bagi
serangga tanah, tanah berfungsi sebagai tempat hidup, tempat pertahanan, dan
seringkali sebagai sumber makanan. Keanekaragaman serangga tanah di setiap tempat
berbeda–beda, setiap serangga memiliki cara hidup tersendiri yang tergantung pada
jenis lingkungan yang ditempatinya. Daur hidup pada spesies sangat disesuaikan
dengan kondisi iklim lingkungan. Pada suatu ekosistem tanah berbagai organisme
bertahan hidup dan berkompetisi dalam memperoleh ruang, oksigen, air, hara dan
kebutuhan hidup lainnya baik secara simbiotik maupun non simbiotik serta
menimbulkan berbagai bentuk interaksi antar individu.
Kehidupan serangga tanah tergantung pada habitatnya karena keberadaan dan
kepadatan populasi suatu jenis hewan tanah ditentukan oleh keadaan habitatnya
tersebut. Keberadaan populasi, jenis dan aktivitas organisme dalam tanah tergantung
dari faktor lingkungan (abiotik dan biotik). Faktor lingkungan abiotik yang
mempengaruhi seperti suhu, kadar pH, kadar organik. Sedangkan faktor biotiknya
seperti mikroflora, tumbuh-tumbuhan dan golongan hewan lainnya, sehingga dari
kedua faktor tersebut sangat mempengaruhi keberadaan suatu serangga tanah. (Suin,
1989).
Hal di atas sesuai dengan teori dari Purwowidodo (2003) bahwa dari kehidupan
serangga tanah dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan antara lain faktor
mikro dan makro lingkungan permukaan tanah. Faktor mikro yang mempengaruhi
kehidupan serangga tanah adalah ketebalan serasah, kandungan bahan organik, pH,
kesuburan, jenis tanah, kepadatan tanah, dan kelembaban tanah, sedangkan faktor
makro adalah geologi, iklim, ketinggian tempat, jenis tumbuhan, dan penggunaan
lahan.
Hewan tanah adalah hewan yang hidup di tanah, baik yang hidup di permukaan
tanah maupun yang hidup di dalam tanah. Tanah itu sendiri adalah suatu bentangan
alam yang tersusun dari bahan-bahan mineral yang merupakan hasil proses pelapukan
batu-batuan dan bahan organik yang terdiri dari organisme tanah dan hasil pelapukan
bisa tumbuhan dan hewan lainnya, salah satu contoh dari hewan tanah adalah serangga
(Muhamad, 1989).
Serangga (disebut juga insekta) adalah kelompok utama dari hewan beruas
(Arthropoda) yang bertunkai 6 (3 pasang), karena itulah mereka disebut pula
Hexapoda. Serangga merupakan hewan beruas dengan tingkat adaptasi yang sangat
tinggi. Ukuran serangga relatif kecil dan pertama kali sukses berkolonisasi di bumi
(Campbell, 2003). Serangga merupakan kelompok hewan yang dominan di muka
bumi dengan jumlah spesies hampir 80 persen dari jumlah total hewan di bumi. Dari
751.000 spesies golongan serangga, sekitar 250.000 spesies terdapat di Indonesia
(Kalshoven, 1981).
Teknik pengumpulan data untuk menghitung populasi serangga permukaan tanah
antara lain:

1. Sistem banjir
Teknik ini digunakan untuk serangga permukaan tanah. Teknik ini relative lebih
mudah dan cepat yaitu dengan membasahi suatu area yang ditentukan dengan air.
Beberapa saat kemudian, serangga-serangga yang berada di dalam tanah keluar,
kemudian dapat di hitung jumlahnya.
2. Pitfall trap
Teknik ini di gunakan untuk serangga tanah pada daerah vegetasi rendah atau
dilahan kosong, dimana serangga-serangga tersebut merupakan serangga aktif.
3. Capture re-capture
Teknik ini digunakan untuk serangga permukaan tanah yang terbang diatas 1-2
meter. Serangga di tangkap dengan menggunakan insect net.serangga yang
tertangkap kemudian ditandai dan dilepaskan kembali, dilakukan dengan
pengulangan penangkapan serangga.
4. Light trap
Teknik ini digunakan untuk serangga malam, dengan menggunakan suatu layar
atau suatu wadah yang telah berisi air, sabun dan formalin lalu diamkan dibawah
cahaya lampu. Serangga tertarik terhadap cahaya lampu yang kemudian akan
terjatuh kedalam wadah tersebut (Said, 2006).
Pada praktikum ini metode yang digunakan adalah pitfall trap. Metode pitfall
trap merupakan metode penangkapan hewan engan sistem perangkap, khusunya untuk
hewan yang hidup di permukaan tanah. Tujuan dari metode pitfall trap adalah untuk
menjebak binatang-binatang permukaan tanah agar jatuh kedalamnya sehingga bisa
dilakukan identifikasi atau untuk mengoleksi jenis binatang permukaan tanah yang
berada pada lingkungan perangkap. Metode pitfall trap tidak digunakan untuk
mengukur besarnya populasi namun dari data yang diperoleh bisa didapatkan cerminan
komunitas binatang tanah dan indeks diversitasnya (Michael, 2005).
Diantara banyak organisme yang membentuk suatu komunitas, hanya spesies
atau grup yang memperlihatkan pengendalian yang nyata dalam memfungsikan
keseluruhan komunitas. Kepentingan relatif dari organisme dalam suatu komunitas
tidak ditentukan oleh posisitaksonominya tetapi jumlah, ukuran, produksi dan
hubungan lainnya. Tingkat kepentingan suatu spesies biasanya dinyatakan oleh indeks
keunggulannya (dominansi). Komunitas diberi nama dan digolongkan menurut spesies
atau bentuk hidup yang dominan, habitat fisik, atau kekhasan fungsional. Analisis
komunitas dapat dilakukan dalam setiap lokasi tertentu berdasarkan pada pembedaan
zone atau gradient yang terdapat dalam daerah tersebut.
Umumnya semakin curam gradien lingkungan, makin beragam komunitas
karena batas yang tajam terbentuk oleh perbahan yang mendadak dalam sifat fisika
lingkungan. Angka banding antara jumlah spesies dan jumlah total individu dalam
suatu komunitas dinyatakan sebagai keanekaragaman spesies. Ini berkaitan dengan
kestabilan lingkungan dan beragam komunitas berbeda (Wolf, 1992)
III. METODE
A. Lokasi dan Waktu Penelitian
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Rabu, 20 Oktober 2021, yang dilaksanakan
pada 6 lokasi kebun atau taman yang berbeda yaitu di Bogor, Tasik, Jampang,
Bandung dan Medan.

B. Alat dan Bahan


No Alat Jumlah Bahan Jumlah

1 Gelas Jus dan tutup 5 buah/orang Detergen Secukupnya

2 Tusuk Sate 4 tusuk/orang Gula Secukupnya

3 Kamera Handphone 1 buah Air Secukupnya

4 GPS
5 Buku Identifikasi Serangga

C. Langkah Kerja
Langkah Kerja pembuatan metode Pitfall Trap

Tentukan sebuah Ukur faktor lingkungan Buatlah peta sederhana


lokasi di lokasi pengamatan dilokasi pengamatan

Masukakn larutan gula Buatlah luabng pada Buatlah air gula


dan detergen kedalam tanah sebesar gelas jus dan detergen
gelas jus kira – kira ¼
bagian

Masuan gelas jus Pasang tutupnya Biarkan selama


kedalam lubang yang dengan cara disangga satu hari
telah disiapkan oleh tusuk sate

Identifikasi serangga yang


terperangkap dalam gelas jus
tersebut
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
1. Jenis Serangga dan Dokumentasi
Tabel 1. Area Perangkap 1
No Jenis Serangga Dokumentasi

Semut Hitam Besar


1.
(Compunotus caryoe)

Nyamuk
2.
(Culicidae)

Jangkrik
3.
(Gryllidae)

Semut Merah
4.
(Formica ruva)

Semut Hitam Kecil


5.
(Compunotus caryoe)
Tabel 2. Perangkap Area II
No Jenis Serangga Dokumentasi

Semut Hitam Besar


1.
(Compunotus caryoe)

Semut Merah
2.
(Formica ruva)

Tungau Tanaman
3.
(Tetranychus sp)

Tabel 3. Perangkap Area III


No Jenis Serangga Dokumentasi
1.

Semut Hitam Besar


(Compunotus caryoe)

2.

Semut Merah
(Formica ruva)
Tabel 4. Perangkap Area VI
No Jenis Serangga Dokumentasi
1. Semut Hitam
(Compunotus caryoe)

2. Semut Merah
(Formica ruva)

A. Hasil Analisis Data


1) Perangkap 1
Tabel 1. Hasil Pengamatan Identifikasi Serangga di Area 1
No Nama Spesies Famili Jumlah
1. Semut Hitam Besar (Compunotus caryoe) Formicidae 9 ekor
2. Nyamuk (Culicidae) Culicidae 3 ekor
3. Jangkrik (Gryllidae) Grylluade 1 ekor
4. Semut Merah (Formica ruva) Formicidae 7 ekor
5. Semut Hitam Kecil (Compunotus caryoe) Formicidae 23 ekor
Jumlah Total Individu 43 ekor

Tabel 2. Hasil Analisis Data Identifikasi Serangga di Area 1


No Parameter Nilai
1. Frekuensi Mutlak Semut Hitam Besar (Compunotus caryoe) 0,4
Frekuensi Mutlak Nyamuk (Culicidae) 0,6
Frekuensi Mutlak Jangkrik (Gryllidae) 0,2
Frekuensi Mutlak Semut Merah (Formica ruva) 0,8
Frekuensi Mutlak Semut Hitam Kecil (Compunotus caryoe) 0,4
2. Frekuensi Relatif (FR) Semut Hitam Besar (Compunotus caryoe) 13,3
Frekuensi Relatif (FR) Nyamuk (Culicidae) 20
Frekuensi Relatif (FR) Jangkrik (Gryllidae) 6,6
Frekuensi Relatif (FR) Semut Merah (Formica ruva) 26,6
Frekuensi Relatif (FR) Semut Hitam Kecil (Compunotus caryoe) 33,3
3. Indeks Kekayaan Jenis (species richness indeces) Margalef 0,018
4. Indeks Kelimpahan Jenis (species abundance indeces) Shannon- 2,186
Wiener (Sedang)
5. Indeks Kemerataan (species evenness indeces) 0,088

2) Perangkap 2

Tabel 1. Hasil Pengamatan Identifikasi Serangga di Area 2

No Nama Spesies Famili Jumlah


1. Semut Hitam (Compunotus caryoe) Formicidae 5 ekor
2. Semut Merah (Formica ruva) Formicidae 30 ekor
3. Tungau Tanaman (Tetranychus sp) Tetranychidae 3 ekor
Jumlah Total Individu 38 ekor

Tabel 2. Hasil Analisis Data Identifikasi Serangga di Area 2

No Parameter Nilai
1. Frekuensi Mutlak Semut Hitam (Compunotus caryoe) 0,8
Frekuensi Mutlak Semut Merah (Formica ruva) 1
Frekuensi Mutlak Tungau Tanaman (Tetranychus sp) 0,4
2. Frekuensi Relatif (FR) Semut Hitam (Compunotus caryoe) 36,3
Frekuensi Relatif (FR) Semut Merah (Formica ruva) 45,4
Frekuensi Relatif (FR) Tungau Tanaman (Tetranychus sp) 18,8
3. Indeks Kekayaan Jenis (species richness indeces) Margalef 0,010
4. Indeks Kelimpahan Jenis (species abundance indeces) Shannon- 3,101
Wiener (Sedang)
5. Indeks Kemerataan (species evenness indeces) 0,203
3) Perangkap 3
Tabel 1. Hasil Pengamatan Identifikasi Serangga di Area 3
No Nama Spesies Famili Jumlah

1. Semut Hitam Besar (Compunotus caryoe) Formicidae 2 ekor

2. Semut Merah (Formica ruva) Formicidae 18 ekor

Jumlah Total Individu 20 ekor

Tabel 2. Hasil Analisis Data Identifikasi Serangga di Area 3


No Parameter Nilai
1. Frekuensi Mutlak Semut Hitam Besar (Compunotus caryoe) 0,4
Frekuensi Mutlak Semut Merah (Formica ruva) 0,8
2. Frekuensi Relatif (FR) Semut Hitam Besar (Compunotus caryoe) 33,3
Frekuensi Relatif (FR) Semut Merah (Formica ruva) 66,6
3. Indeks Kekayaan Jenis (species richness indeces) Margalef 0,020
4. Indeks Kelimpahan Jenis (species abundance indeces) Shannon- 4,045
Wiener (Tinggi)
5. Indeks Kemerataan (species evenness indeces) 0,409

4) Perangkap 4
Tabel 1. Hasil Pengamatan Identifikasi Serangga di Area 4
No Nama Spesies Famili Jumlah
1. Semut Hitam Besar (Compunotus caryoe) Formicidae 5 ekor
2. Serangga 8 ekor
Jumlah Total Individu 13 ekor

Tabel 2. Hasil Analisis Data Identifikasi Serangga di Area 4


No Parameter Nilai
1. Frekuensi Mutlak Semut Hitam Besar (Compunotus caryoe) 0,6
Frekuensi Mutlak Serangga 0,4
2. Frekuensi Relatif (FR) Semut Hitam Besar (Compunotus caryoe) 60
Frekuensi Relatif (FR) Serangga 40
3. Indeks Kekayaan Jenis (species richness indeces) Margalef 0,031
4. Indeks Kelimpahan Jenis (species abundance indeces) Shannon- 2,008
Wiener (Sedang)
5. Indeks Kemerataan (species evenness indeces) 0,203

5) Perangkap 5
Tabel 1. Hasil Pengamatan Identifikasi Serangga di Area 5
No Nama Spesies Famili Jumlah

1. Semut Hitam Besar (Compunotus caryoe) Formicidae 7 ekor

2. Semut Merah (Formica ruva) Formicidae 5 ekor

Jumlah Total Individu 12 ekor

Tabel 2. Hasil Analisis Data Identifikasi Serangga di Area 5


No Parameter Nilai

1. Frekuensi Mutlak Semut Hitam Besar (Compunotus caryoe) 0,6


Frekuensi Mutlak Semut Merah (Formica ruva) 0,4

2. Frekuensi Relatif (FR) Semut Hitam Besar (Compunotus caryoe) 58,8


Frekuensi Relatif (FR) Semut Merah (Formica ruva) 47,0

3. Indeks Kekayaan Jenis (species richness indeces) Margalef 0,108


4. Indeks Kelimpahan Jenis (species abundance indeces) Shannon- 2,022
Wiener (Sedang)

5. Indeks Kemerataan (species evenness indeces) 0,262

6) Perangkap 6
Tabel 1. Hasil Pengamatan Identifikasi Serangga di Area 6

No Nama Spesies Famili Jumlah

1. Semut Hitam (Compunotus caryoe) Formicidae 13 ekor

2. Semut Merah (Formica ruva) Formicidae 3 ekor

Jumlah Total Individu 16 ekor


Tabel 2. Hasil Analisis Data Identifikasi Serangga di Area 6
No Parameter Nilai
1. Frekuensi Mutlak Semut Hitam (Compunotus caryoe) 0,6
Frekuensi Mutlak Semut Merah (Formica ruva) 0,6
2. Frekuensi Relatif (FR) Semut Hitam Besar (Compunotus caryoe) 5,8
Frekuensi Relatif (FR) Serangga 5,8
3. Indeks Kekayaan Jenis (species richness indeces) Margalef 0,012
4. Indeks Kelimpahan Jenis (species abundance indeces) Shannon- 5,107
Wiener (Tinggi)
5. Indeks Kemerataan (species evenness indeces) 0,101

B. Pembahasan
Praktikum ekologi kali ini yaitu mengidentifikasi serangga dengan
menggunakan metode pitfall trap yang dilaksanakan disekitar kebun/taman
dengan lokasi yang berbeda-beda yaitu di Bandung, Bogor, Tasik, dan Medan.
Yang bertujuan untuk menjebak hewan-hewan permukaan tanah (serangga) agar
jatuh kedalam jebakan sehingga dapat diidentifikasi jenis hewan permukaan tanah
yang berada pada suatu lingkungan.
Metode pitfall trap ini merupakan suatu metode yang digunakan untuk
mengetahui kerapatan atau kelimpahan makrofauna tanah. Pitfall trap merupakan
metode yang paling baik untuk menjebak serangga aktif di atas permukaan tanah
(Jaya, 2018 : 73).
Berdasarkan hasil percobaan yang dilakukan selama 1x24 jam dari ke enam lokasi
yang berbeda ditemukan berbagai jenis serangga yang terperangkap yaitu dari
ordo Hymenoptera (Semut hitam besar dan kecil, semut merah) Diptera
(nyamuk), Orthoptera (jangkrik), Araneae (tungau tanaman) dengan total
keseluruhan 130 individu.
Spesies yang paling banyak ditemui dari setiap jebakan adalah semut merah
yang berjumlah 60 individu dan yang paling sedikit ditemukan yaitu jangkrik
hanya 1 individu
Kemudian setelah itu dianalisis secara kuantitatif serangga berupa, jumlah jenis,
jumlah famili, kelimpahan individu, indeks keanekaragaman jenis, indeks
kemerataan jenis, indeks kekayaan jenis dan indeks dominansi jenis.
Tabel 1. Hasil analisis kuantitatif parameter komunitas serangga
No Lokasi H’ E Dmg
Area I 2,186 0,088 0,018
1
(Bogor)
Area II 3,101 0,203 0,010
2
(Jampang)
Area III 4,045 0,409 0,020
3
(Tasik)
Area IV 2,008 0,203 0,031
4
(Bandung)
Area V 2,022 0,262 0,108
5
(Medan)
Area VI 5,107 0,101 0,012
6
(Bandung)
Ket : H’: indeks kelimpahan jenis, E: indeks kemerataan jenis, DMg: indeks kekayaan jenis.

Hasil perhitungan indeks kelimpahan jenis menunjukan bahwa pada area VI di


Bandung memiliki nilai indeks kelimpahan jenis yang tertinggi dibandingkan
lokasi lainnya yaitu sebesar 5,107 namun memiliki jumlah spesies sedikit yaitu
hanya 2 spesies. Kemudian ari hasil perhitungan indeks kemerataan dari ke enam
lokasi yang berbeda tersebut hasilnya <1 sehingga tidak terdapat serangga yang
mendomisasi. Faktor yang menyebabkan keanekaragaman jenisnya tinggi yaitu
serangga yang berada pada area masih toleran terhadap kondisi lingkungan
dengan gangguan lingkungan yang tinggi serta dapat memanfaatkan sumberdaya
pakan yang tersedia (Hasriyanti et al. 2015).
Kehidupan serangga dipengaruhi oleh faktor lingkungan pada habitat maupun
ekosistemnya. Hal ini ditunjukkan pada variasi hasil analisis data yang dilakukan.
Respon serangga terhadap karakteristik lingkungan dan ekosistemnya sangat
mempengaruhi keberadaanya pada suatu habitat. Pernyataan ini sama dengan
Subekti (2012) yang menyatakan bahwa keberadaan suatu jenis serangga dalam
suatu habitat dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan antara lain kondisi suhu
udara, kelembapan udara, cahaya, vegetasi, dan ketersediaan pakan.
Beragam serangga mencoba untuk memanfaatkan sumberdaya yang ada di
dalamnya, sehingga keanekaragaman jenis pada area sekitar pabrik tinggi namun
kondisi ini belum stabil. Kondisi stabil yaitu pada saat hanya beberapa jenis
serangga saja yang dapat bertahan dengan gangguan lingkungan yang tinggi dan
dapat memanfaatkan sumber daya yang ada. Daya adaptasi merupakan kunci bagi
serangga untuk bertahan hidup pada suatu habitat. Tidak semua serangga dapat
hidup dengan tingkat gangguan lingkungan yang tinggi habitat dengan gangguan
yang tinggi dapat memfasilitasi spesies tertentu yang berisifat adaptif sehingga
dapat mendominansi pada habitat. Semakin tinggi tingkat gangguan habitat
mengakibatkan adanya kompetisi memanfaatkan sumberdaya, membentuk habitat
baru, hilangnya spesies asli, perbedaan komposisi serangga dan spesies yang lebih
adaptif akan lebih bisa bertahan hidup (Hasriyanti et al. 2015).

V. PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan diatas dapat disimpulkan bahwa :
1. Terdapat perbedaan jenis serangga disetiap daerah hal ini dikarenakan
kehidupan serangga dipengaruhi oleh faktor lingkungan pada habitat maupun
ekosistemnya.
2. Indeks kelimpahan jenis tertinggi terdapat di daerah VI yaitu di Bandung
sebesar 5,107 namun memiliki jumlah spesies sedikit yaitu hanya 2 spesies.
Faktor yang menyebabkan keanekaragaman jenisnya tinggi yaitu serangga
yang berada pada area masih toleran terhadap kondisi lingkungan dengan
gangguan lingkungan yang tinggi serta dapat memanfaatkan sumberdaya
pakan yang tersedia.
3. Dari hasil perhitungan indeks kemerataan dari ke enam lokasi hasilnya <1
sehingga tidak terdapat serangga yang mendomisasi.

B. Saran
Sebaiknya dalam percobaan ini agar memerlukan waktu yang lebih lama tidak
hanya 24 jam supaya lebih banyak serangga yang teridentikasi jenis-jenis
spesiesnya. Selain itu, harus berhati-hati dalam percobaan yang dilakukan di
hutan, sungai, pantai atau tempat yang dianggap sangat berbahaya karena
keselamatan pun harus di perhatikan.
DAFTAR PUSTAKA

Hasriyanti, Rizali A, Buchori D. 2015. Keanekaragaman semut dan pola keberadaannya pada
daerah urban di Palu, Sulawesi Tengah. Jurnal Entomologi Indonesia. 12(1):39-47.

Hidayat, P. 2008. Mata Kuliah Entomologi Umum Departemen Proteksi Tanaman. Institut
Pertanian Bogor: Bogor.
Jaya, Adi Surya dan Widayat. 2018. Pengaruh Umpan Terhadap Keefektifan Pitfall Trap
untuk Mendukung Praktikum Ekologi Hewan di Laboratorium Ekologi FMIPA
Unsyiah. Jurnal Bioleuser. Vol 2 No 3.

Kalshoven, L.G.E. 1981. The Pest of Crops in Indonesia. PT. Ichtiar Baru Van Hoeve: Jakarta.
Michael, P. 2005. Ekologi Hewan. Jakarta: Ganesha.
Muhamad, N .1989. Ekologi Hewan Tanah. Bumi aksara. Jakarta
Said, Nurdin Muhammad. 2006. Ekologi. Padang: Universitas Andalas Press.
Subekti N. 2012. Keanekaragaman jenis serangga di Hutan Tinjomoyo Kota Semarang Jawa
Tengah. Jurnal Tengkawang. 2(1):19-26

Suin, Muhammad Nurdin. 1989. Ekologi Hewan Tanah. Jakarta: Bumi Aksara.

Suin, N.M. 1997. Metode Ekologi. Padang : Universitas Andalas.

Tracy I, Storer dan Robert L. Usinger. 2008. Dasar-dasar Zoologi. Tangerang : Binarupa
Aksara.

Wallwork, J.A. 1970. Ecology of Soil Animal. London Mc : Graw Hill Book Company pp.

Wolf, L. 1992. Ekologi Umum. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai