Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PRAKTIKUM

TAKSONOMI HEWAN VERTEBRATA


IDENTIFIKASI MORFOLOGI DAN KUNCI DETERMINASI
KELAS REPTIL

OLEH:
KELOMPOK III/ A
1. DEWI NURHASANAH : 2110421005
2. ARIQ RIZTO : 2110422031
3. SALSABILA AMARA DIKA : 2110422039
4. ZARIFAH FARHAH : 2110423005
5. LAURA AMELIA FEBRINA : 2110423027

ASISTEN PJ KELOMPOK : 1. LINTANG YODHY


2. AHMAD FAKHRI

LABORATORIUM PENDIDIKAN IV
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG, 2022
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Reptil merupakan hewan vertebrata berdarah dingin (poikilothermic) yang
dapat menyesuaikan suhu tubuhnya dengan lingkungan sekitarnya. Reptil tidak
dapat mengatur suhu internal layaknya hewan mamalia yang berdarah panas
(homoiothermic) sehingga mereka bergantung pada lingkungan sekitar untuk
dapat mengatur suhu tubuh mereka. Berjemur di bawah sinar matahari merupakan
upaya reptil dalam menghangatkan diri dan meningkatkan metabolisme tubuh,
sedangkan untuk mendinginkan suhu tubuh, reptil biasanya berpindah ke tempat
yang teduh atau berpindah ke kawasan perairan (Hidayat, 2020). Reptil memiliki
kulit bersisik tanpa kelenjar, bulu, rambut atau kelenjar susu seperti pada
mamalia. Tidak seperti ikan, sisik reptil tidak saling terpisah. Warna kulit
beragam, dari warna yang menyerupai lingkungannya sampai warna yang
membuat reptil mudah terlihat. Semua reptil tidak memiliki telinga eksternal.
Pada sebagian besar reptil terdapat perbedaan antara jantan dan betina yaitu pada
ukuran dan bentuk, maupun warna tubuh dewasa (Anggarani & Baharudin, 2015).
Reptil tersebar luas di Asia tenggara, meliputi padang rumput, air tawar,
payau gambut, hutan primer, sekunder, pantai, laut, batu karang dan lainnya.
Reptil hidupnya ada yang bersifat fosorial, arboreal, terestrial dan akuatik (Das,
2010). Indonesia menempati peringkat ketiga sebagai negara yang memiliki
kekayaan jenis reptil paling tinggi di dunia, terdapat 723 jenis reptil di Indonesia
(Badan Pembangunan Nasional, 2016). Indonesia memiliki tiga dari keempat ordo
reptilian yaitu Ordo Testudinata, Crocodylia dan Squamata (Srinivasan &
Bragadeeswaran, 2008). Ukuran reptil sangat beragam mulai kurang dari 3 cm
dan beberapa jenis dapat mencapai 10 meter atau lebih. Reptil mempunyai
berbagai macam strategi untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Seperti
kura-kura dengan cangkang di tubuhnya, ular dengan tubuh yang panjang, kadal
dengan tubuh kecil dan lincah, buaya dengan tubuh besar dan rahang yang kuat.
Sedangkan organ-organ dalam reptil tidak jauh berbeda dengan vertebrata lainnya
(Hidayat, 2020).
Hewan reptil ini banyak ditemukan di berbagai wilayah di seluruh dunia
tentunya di Negara kita yaitu Indonesia karena biasanya hewan reptil dapat
menyesuaikan diri dengan lingkungannya, sehingga hewan reptil ini sangat mudah
berkembang biak dimanapun berada. Contoh hewan reptil itu diantaranya seperti
kadal, cicak, tokek, dan hewan reptil yang berukuran kecil dan sedang, namun ada
pula hewan reptil yang berukuran raksasa seperti kadal raksasa atau biawak,
komodo, buaya, penyu dan lain-lain. Habitat asli hewan reptil yaitu kebanyakan di
perairan, darat, dan ada golongan hewan reptil yang hidup di dua alam yaitu air
dan darat (Wulandari, 2018).
Reptil merupakan salah satu fauna penyusun ekosistem dan merupakan
bagian keanekaragaman hayati yang menghuni habitat perairan, daratan hingga
arboreal (Yani dkk., 2015). Reptil adalah salah satu keanekaragaman hayati yang
cukup penting dalam suatu ekosistem. Dua badan konservasi dunia, yaitu IUCN
(International Union for Conservation of Nature) dan CITES (Convention on
International Trade in Endangered Species) yang membahas status perlindungan
satwa belum tersosialisasi dengan baik, bahkan kebanyakan informasi mengenai
reptil Indonesia cukup sedikit diperoleh di dalam negeri (Juniarmi dkk., 2014).
Reptil adalah salah satu satwa yang memiliki daya tari yang cukup menarik atau
atraktif (Subeno, 2018). Belum banyaknya penelitian yang dilakukan mengenai
reptil dikarenakan kelompok hewan ini memiliki beberapa jenis yang sulit
ditemukan dan membutuhkan penanganan tersendiri (Eplirurahman, 2015). Reptil
juga dapat menjadi bioindikator dan dapat mendeteksi kerusakan habitatnya,
semakin banyak jenis reptil dalam suatu habitat maka semakin baik kualitas suatu
ekosistem (Berry & Hanifa, 2016). Awheda et al., (2015) menyatakan bahwa
bioindikator merupakan suatu organisme atau komunitas yang menginformasikan
tentang kualitas suatu lingkungan terhadap perubahan-perubahan yang terjadi dari
waktu ke waktu.
Jenis-jenis reptil yang ditemui pada suatu daerah sangat dipengaruhi oleh
kondisi habitat. Cox et al.,(1998) menjelaskan bahwa penyebaran reptil
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti tipe vegetasi, ketinggian, iklim, batas
alam seperti laut, dan habitat mikro. Ketergantungan hidup reptil terhadap faktor
di atas menyebabkan penyebaran reptil terbatas dan spesifik sesuai daya dukung
habitat dan penyesuaian hidup dari jenis itu sendiri. Reptil mempunyai daerah
penyebaran yang sangat luas di 2 Indonesia, dapat ditemukan di laut, sungai,
darat, tepi hutan. Selain itu, reptil juga ditemukan di hutan pegunungan bawah
(Mistar, 2008). Menurut International Union of Conservation of Nature (IUCN)
jumlah Red List of Threatened Species meningkat setiap tahunnya. Setiap mahluk
hidup merupakan bagian dari lingkungan memiki peranan untuk menjaga
keseimbangan lingkungan secara alami. Reptil merupakan organisme yang
memiliki posisi yang sangat penting bagi ekosistem. Reptil memiliki kedudukan
pada rantai makanan sebagai mangsa dan pemangsa yang perlu untuk dilestarikan
dalam rangka menjaga keseimbangan ekosistem (Howell, 2002).
Pengumpulan data reptil dilakukan dengan metode Visual Ecounter Survey
(VES) yaitu pengambilan jenis satwa berdasarkan perjumpaan langsung pada jalur
baik di daerah terestrial maupun akuatik. Metode lain yang juga digunakan dalam
pengambilan sampel yaitu menangkap menggunakan snake hook. Setiap individu
reptil yang terlihat akan ditangkap lalu dimasukan ke dalam kantong plastik,
kemudian di bawa ke laboratorium untuk diidentifikasi dan diklasifikasikan
(Heyer dkk., 1994). Penangkapan dan pengumpulan sampel dilakukan pada
malam hari dan siang hari. Pengamatan malam hari dilakukan untuk mengambil
reptil yang aktif pada waktu malam seperti ular. Pengamatan pagi bertujuan untuk
melihat reptil yang sedang berjemur (basking) dan mencari makan. (Riyanto &
Mumpuni, 2003).
Dulu reptil dianggap menakutkan, harus dihindari bahkan dimusnahkan.
Hal tersebut disebabkan sebagian besar reptil dianggap sebagai hewan liar yang
berbahaya dan berbisa. Namun, sekarang ini pandangan itu telah berubah dan
banyak orang yang senang memelihara hewan melata ini karena keunikan atau
variasi warnanya. Variasi dan keunikankeunikan tersebut yang menarik perhatian
para pecinta satwa untuk menangkarkan dan mengembangbiakkan reptil (Putranto
dkk., 2016).

1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui morfologi dari hewan kelas Reptil
2. Untuk mengetahui ukuran serta bagian-bagian tubuh dari kelas Reptil
3. Untuk mengetahui cara mengidentifikasi dan pengklasifikasian kelas
Reptil
4. Untuk membuat kunci determinasi dari objek praktikum yang dibawa
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Reptil merupakan sekelompok vertebrata yang merupakan hewan


ectothermic dengan kata lain suhu tubuh hewan ini memiliki ketergantungan
terhadap lingkungan yang ada disekitarnya (Ario, 2010). Reptil juga memiliki
kemampuan untuk menyesuaikan diri di tempat yang kering di tanah. Ciri lain
dari reptil adalah adanya penandukan atau cornificatio kulit dan squama atau
carpace untuk menjaga banyak hilangannya cairan dari tubuh pada tempat yang
kasar (Findua dkk, 2016). Reptil terdiri dari ular, kadal cacing, kadal buaya,
caiman, kura-kura, penyu, dan tuatara.Terdapat kurang lebih 7.900 spesies reptil
yang ada sampai saat ini dan mendiami berbagai tipe habitat, seperti habitat yang
memiliki iklim sedang maupun tropis termasuk, hutan, lahan basah, dan air tawar,
hutan bakau dan laut terbuka (Campbell dan Reece, 2010).
Reptil merupakan salah satu fauna yang terdapat di wilayah Indonesia.
Indonesia menempati peringkat ketiga sebagai negara yang memiliki kekayaan
jenis reptil paling tinggi di dunia , lebih dari 600 jenis reptil terdapat di Indonesia
(Badan Perencanaan Nasional, 1993), Pulau Sumatera memiliki 300 jenis reptil
dan amfibi dan 23% diantaranya merupakan jenis endemik. Reptil merupakan
sekelompok vertebrata yang menyesuaikan diri di tempat yang kering di tanah.
Penandukan atau cornificatio kulit dan squama atau carpace untuk menjaga
banyak hilangnya cairan dari tubuh pada tempat yang kasar (Jasin, 1984).
Reptil terdiri dari empat ordo yaitu; Testudines, Rhinchocephalia,
Crocodylia, Squamata. Ordo Testudines merupakan kelompok hewan yang dapat
dengan mudah dikenali di antara hewan-hewan yang lain, yaitu dengan adanya
cangkang yang menutupi tubuhnya. Cangkang ini tersusun dari sisik dermal yang
mengalami osifikasi yang merupakan gabungan tulang rusuk, vertebra dan
beberapa bagian dari gelang bahu (Pough et al., 1998). Perisain yang dimiliki
Ordo Testudines pada tubuhnya merupakan ciri khas yang dimiliki Bangsa ini.
Perisai tersebut terdiri dari dua bagian yakni, pada bagian atas yang menutupi
punggung adalah karapas dan bagian bawah yang menutupi perut adalah plastron
(Iskandar, 2000).
Ordo Testudines dibagi menjadi sub bangsa yaitu cryptodyra dan
pleurodira. Cryptodyra yaitu kura-kura yang dapat memasukkan secara penuh
kepala dan lehernya ke dalam cangkang, sedangkan pleurodima yaitu kura-kura
yang tidak dapat memasukkan secara penuh kepala dan lehernya ke dalam
cangkang. Leher dan kepala ditekuk kesamping tubuhnya (Cogger Zweifel 2003).
Ordo Testudines terdiri dari sekitar 13 famili, 75 gemus dan sekitar 260 spesies.
Testudinata dapat dijumpai dibeherapa tipe habitat yakni, di perariran air tawar,
laut dan daratan Ordo ini mewakili 4% dari keseluruhan spesies reptil yang
ditemukan didunia (Halliday dan Adler, 2000).
Ordo Rhynchocephalia mempunyai morfologi yang hampir mirip dengan
kadal. Perbedaannya yaitu Bangsa Rhynchocephalia tidak mempunyai telinga
eksternal, giginya bergabung rahang, tidak mempunyai hemi-penis. Bangsa
tuatara sering dianggap sebagai kadal zaman purba yang masih ada. Bangsa ini
hanya terdiri dari 2 jenis yaitu Sphenodon punctatus dan Sphenodon guntheri.
Bangsa ini dapa ditemukan di Selandia Baru (Cogger 1999), Bangsa ini
mempunyai ukuran tubuh mencapai 50 cm untuk betina dan 60 cm untuk jantan
(Cogger & Zweifel 2003).
Ordo Crocodylia termasuk dalam Archosauria (ruling Reptile/Reptilia
penguasa). Secara morfologi, anggota dari ordo ini terlihat mirip satu sama
lainnya. Keberagaman dalam ordo ini bisa dilihat terutama dari ukuran tubuh,
pola sisik, warna dan morfologi tengorak. Spesies terkecil dari kelompok ini
adalah Paleosuchus palpebrosus (Cuvier’s Dwarf Caiman), jantannya jarang yang
melebihi ukuran 1,6 m sedangkan betinanya berukuran 1,2 m (Grzimek,
2003).Ordo ini terdiri dari 3 familia dengan 23 spesies yang tersebar di seluruh
dunia (Iskandar, 2000).
Ordo Squamata merupakan kelompok Reptil terbesar dengan jumlah
spesies terbanyak. Anggotanya memiliki habitat yang bermacam-macam, antara
laian di bawah tanah, pepohonan, gurun, lautan, serta wilayah ekuator dan artik.
Subordo Serpentes/Ophidia dan sedikit anggota dari Lacertilia tungkainya
mereduksi(Pough et al., 1998). Sama halnya dengan jenis reptil lain, kadal
memiliki beragam bentuk, ukuran dan warna. Kadal terbesar yaitu Varanus
komodoensis dengan panjang dapat mencapai lebih dari 3 meter dan terkecil yaitu
Sphaerodactylus parthenopion dengan panjang total 37 mm (Cogger & Zweifel
2003). Ular merupakan reptil yang tidak mempunyai kaki, kelopak mata, atau
telinga eksternal. Ukuran tubuh ular berkisar dari 10 mm sampai 10 m. Famili
pythonidae merupakan ular terpanjang (Cogger & Zweifel 2003).
Ordo Squamata dibedakan menjadi 3 sub ordo, yaitu, Sub Ordo Lacertilia
atau Sauria, Sub Ordo Serpentes atau Ophidia dan Sub Ordo Amphisbaenia. Sub-
ordo terbesar adalah kelompok Lacertilia yang mencakup kadal. Lacertilia terdiri
dari 3.751 dalam 383 genus dan 16 famili. Amphisbaenia terdiri dari 140 spesies
dalam 21 genus dan 4 famili. Serphentes (ular) terdiri dari 2.398 spesies dalam
471 genus dan 11 famili (Halliday dan Adler, 2000).
Metode yang digunakan untuk penangkapan reptil adalah Visual
Encounter Survey (VES). Metode VES digunakan untuk membedakan kekayaan
suatu jenis di suatu area, membuat daftar jenis (mengumpulkan komposisi jenis),
dan memperkirakan kepadatan relatif jenis (Mistar, 2003).
BAB III

METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum Taksonomi Hewan Vertebrata ini dilaksanakan pada hari jumat, 20
Mei 2022 di Laboratorium Pendidikan IV, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Andalas.

3.2 Alat dan Bahan


Adapan alat yang digunakan dalam praktikum kelas Reptil ini adalah steorofoam
hitam, penggaris, sarung tangan kulit, snack hook, alat tulis, tisu, dan kaliper.
Adapun bahan yang digunakan yaitu Ahaetulla sp., Dendrelaphis pictus,
Takydromus sexlineatus, Hemidactyllus frenatus, Gonocephalus grandhis, Python
regius, Cyclemis dentata, Varanus salvator, Dogonia sublana, Tropidolaemus
wagleri.

3.3 Cara Kerja


Adapun cara kerja dalam praktikum ini yaitu diletakkan ular dan kadal pada
Sterofoam hitam yang sudah dilengkapi penggaris sebagai pembanding dengan
posisi kepala di sebelah kiri, difoto, diamati, dan dilakukan pengukuran serta
perhitungan terhadap setiap karakter dari reptil tersebut. Kemudian ditentukan
bentuk pupil, brntuk jari, tipe taring bisa, permukaan tempurung. Buat karakternya
(nama spesies, ciri khas, habitat, dan lain-lain). Dibuat lengkap klasifikasi dari
masing-masing jenis reptil, ditambahkan kunci determinasi dan hasil dari
pengamatan dicatat di dalam data sheet.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi
Dari hasil praktikum yang telah dilakukan maka didapatkan hasil sebagai berikut :

4.1.1 Ahaetulla sp. (Ular Pucuk)

Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Reptilia
Ordo : Squamata
Famili : Colubridae
Genus : Ahaetulla
Spesies : Ahaetulla sp. Gambar 1. Ahaetula sp.
Sumber : Animal Diversity Web Sumber : Foto Hasil Praktikum
(Myers et al., 2022) (Kelompok 3A)

Berdasarkan praktikum yang dilakukan, didapatkan hsil pengukuran morfometrik


dan meristik dari Ahaetulla sp. yaitu memiliki TL : 128 cm; SVL : 80 cm;
Supralabial : 9; Infralabial : 10; Post-ocular : 2; tidak memiliki kelopak mata;
tidak ada lubang telinga; Sisik atas kepala : besar simetris; Permukaan sisik : tidak
mengkilat; Bentuk pupil : Horizontal; Tipe taring bisa : Ophistoglypha.
Hasil yang didapatkan dari pengukuran tersebut diperkuat dengan literatur
yang menyatakan Ahaetulla sp. yang dikenal dengan ular pucuk Malaya.
Ahaetulla sp. memiliki sisik temporal yang menyatu (tidak terbelah 2). Saat
ditemukan, ular tersebut sedang berada di pepohonan. Ciri lain dari ular pucuk
Malaya adalah sisik tubuh dominan hijau, moncong panjang, dan mata besar
dengan pupil horizontal (Kolbe et al., 2007). Ahaetulla sp. atau ular pucuk yang
ditemukan di area pemukiman memiliki panjang total tubuh 990 mm, memiliki
panjang ekor 330 mm, dengan panjang kepala 25.96 mm. Sisik ventral memiliki
231 baris, sisik dorsal berjumlah 15 baris. Kepala bagian supra labial dan
infralabial ular masingmasing berjumlah 9 baris, pre-ocular 1, post-ocular 2, sisik
loreal ada 2, sisik keping anal berpola divided (Mattison, 1999).
Warna sisik Ahaetulla sp. pada umumnya didominasi oleh warna hijau
dari kepala hingga ujung ekornya. Hanya beberapa bagian yang memiliki warna
tambahan seperti warna putih, dan warna kuning. Warna sisik kepala bagian
dorsal hijau tua, ventral putih kehijauan, bagian labial berwarna hijau keputihan,
dengan warna mata kuning dan pupil hitam horizontal. Badan ular bagian dorsal
berwarna hijau daun sampai ke ujung ekor, ventralnya hijau kekuningan, ada garis
kuning di bagian lateral, bagian ekor dorsal dan ventral berwarna hijau (Mattison,
1999). Gunawan & Prasetyo (2013), menyebutkan bahwa ular Ahaetulla sp.
merupakan ular yang memiliki tipe gigi ophistoglypha dan berbisa menengah
namun tidak berbahaya bagi manusia. Kepala segitiga lancip, pupil bagian mata
melintang dan bagian tubuh ular berwarna hijau. Ahaetulla sp. hidupnya di pohon
atau arboreal, namun tidak jarang juga ditemukan di atas tanah. Ular ini sering
dijumpai di area pemukiman manusia, terutama di rumah warga yang memiliki
banyak pohonpohonan yang memiliki daun-daun lebat berwarna hijau. Ular ini
aktif pada siang hari atau diurnal untuk mencari makan. Ular Ahaetulla sp. biasa
memangsa serangga, burung-burung kecil dan katak (Marlon, 2014).

4.1.2 Cyclemys dentata (Kura-kura Bergerigi)

Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Reptilia
Ordo : Testudines
Famili : Geoemydidae
Genus : Cyclemys
Spesies : Cyclemys dentata Gambar 2. Cyclemis dentata
Sumber : Foto Hasil Praktikum
Sumber : Animal Diversity Web
(Data Kelas)
(Myers et al., 2022)

Berdasarkan praktikum yang dilakukan, didapatkan hsil pengukuran morfometrik


dan meristik dari Cyclemys dentata yaitu memiliki TL; SVL; UFL; LFL; UHL;
LHL : tidak dapat diukur; Kelopak mata : ada; Lubang telinga : tidak ada; Sisik
atas kepala : tidak bersisik; Permukaan sisik : tidak mengkilat; Bentuk pupil :
bulat; Bentuk jari : melebar; Permukaan tempurung : keras dan tertutup sisik.
Hasil yang didapatkan dari pengukuran tersebut diperkuat dengan literatur
yang menyatakan karapas (tempurung bagian atas) Cyclemys dentata berwarna
kuning coklat, berbentuk bundar dan cenderung rata. Keping marginal karapas
bergerigi dan berwarna lebih gelap. Plastron (tempurung bagian bawah yang
membalutnya) dapat digerakkan, keping gular berbentuk segitiga tidak menonjol,
keping femoral lebih panjang dari keping anal, tepi depan pasangan keping anal
berbentuk busur. Pola plastron berupa garis-garis hitam yang tersusun radial dan
agak menebal. Kepala memiliki bercak-bercak atau garis berwarna merah yang
tipis dan hampir tidak terlihat. Tungkai berwarna hitam, memiliki selaput dan
cakar (Setiadi, 2015).

4.1.3 Python regius (Piton Batu)

Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Reptilia
Ordo : Squamata
Family : Boidae
Genus : Python
Spesies : Python regius
Sumber : Animal Diversity Web Gambar 3. Python regius
(Graf, 2011) Sumber : Foto Hasil Praktikum
(Data Kelas)
Berdasarkan praktikum yang dilakukan, didapatkan hsil pengukuran morfometrik
dan meristik dari Python regius memiliki TL : 68 cm; SVL 61 cm; Supralabial
pit : ada; Sisik atas kepala : besar simetris; Permukaan sisik ; mengkilat; Bentuk
pupil : vertikal; Tipe taring bisa : aglypha; memiliki 10 Supralabial ; memliki 15
Infralabial; memiliki 6 Post-ocular.
Hasil yang didapatkan dari pengukuran tersebut diperkuat dengan literatur
yang menyatakan sanca bola (Python regius), biasa dikenal dengan nama ball
python, adalah spesies ular sanca yang berada di bawah genus Python dalam suku
Pythonidae. Ular ini memiliki ciri antara lain kepala kecil dan tubuh yang tebal
dan kekar. Di alam liar, ular-ular ini biasanya memiliki dasar berwarna coklat
gelap, dengan warna emas atau bercak coklat muda di punggung, atau bagian atas,
sisi tubuh mereka. Merupakan salah satu spesies ular sanca terkecil di dunia
dengan ukuran maksimal sekitar 90-120 cm. Berbeda dari sanca pada umumnya,
sanca bola menggulungkan dirinya saat merasa terancam. Ular jantan memiliki
tanduk/kuku yang lebih panjang dari ular betina, jantan juga cenderung memiliki
kepala lebih kecil dibanding betina. Memangsa tikus, kadal, unggas dan vertebrata
kecil lainnya. Sanca bola berhabitat di padang rumput, sabana dan hutan kayu
(Purwosanto dkk., 2016).
4.1.4 Takydromus Sexlineatus (Kadal Rumput)

Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Reptilia
Ordo : Squamata
Family : Lacertidae
Gambar 4. Takydromus Sexlineatus
Genus : Takydromus
Sumber : Foto Hasil Praktikum
Spesies : Takydromus sexlineatus
(Kelompok 3A)
Sumber :Integrated Taxonomic Information
System (Daudin, 1802)

Berdasarkan dari praktikum yang telah dilakukan didapatkan hasil pengukuran


spesies Takydromus sexlineatus yaitu TL (Total Lenght): 20 cm; SVL (Snout-to-
Vent Lenght): 4,8 cm; UFL (Upper Fore Limb): 0,6 cm; LFL (Lower Fore Limb):
0,6 cm; UHL (Upper Hind Limb) 0,7 cm; LHL (Lower Hond Limb): 0,9 cm;
memiliki kelopak mata, memiliki kulit yang tidak mengkilap, bentuk pupil
membulat, memiliki sisik diatas kepala besar simetris, bentuk jari ramping,
Supralabial: 6; Infralabial: 5; Post-Ocular teralalu kecil sehingga tidak dapat
diamati.
Hasil yang didapatkan dari praktikum tersebut diperkuat dengan literatur
yang menyatakan. Kadal jantan dewasa memiliki Panjang total rataan 305,11 mm
dengan kisaran 221,6 - 356,1 mm, sedangkan betina dewasa dengan rataan 262,63
mm dengan kisaran antara 190,6 - 343,3 mm. Antara kadal jantan dan betina
dewasa menunjukkan perbedaan pada berat badan dan panjang kepala-badan.
Pada kadal jantan tampak memiliki berat badan rataan lebih tinggi dari pada
betinanya, yaitu masing-masing 2,768±0,47 gram dan 2,582± 0,476 gram
sedangkan panjang kepala dan badan rataan pada betina tampak lebih besar dari
pada jantannya, yaitu masing-masing 55,063 ±2,847 mm dan 54,561±3,218 mm.
Kadal jantan memiliki kepala yang lebih besar baik panjang maupun lebarnya bila
dibandingkan dengan betinanya, masing-masing dengan rataan 13,292± 0,652 mm
dan 6,473± 0,324 mm pada yang jantan dan 12,251± 0,45 mm dan 5,963± 0,254
mm pada kadal betina. Selain itu panjang ekornya tampak lebih panjang pada
kadal jantan dibandingkan dengan kadal betina, masing- masing 250,555± 38,502
mm dan 207,571 ± 43,46 mm (Mumpuni, 2017).
4.1.5 Dasia olivacea (Kadal Pohon Hijau)

Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Reptilia
Ordo : Squamata
Family : Scincidae
Genus : Dasia
Gambar 5. Dasia olivacea
Spesies : Dasia olivacea
Sumber : Foto Hasil Praktikum
Sumber : IUCN Redlist
(Data Kelas)

Berdasarkan dari praktikum yang telah dilakukan didapatkan hasil pengukuran


spesies Dasia olivacea yaitu TL (Total Lenght): 14 cm; SVL (Snout-to-Vent
Lenght): 7,5 cm; UFL (Upper Fore Limb): 0,8 cm; LFL (Lower Fore Limb): 0,7
cm; UHL (Upper Hind Limb) 0,9 cm; LHL (Lower Hond Limb): 1 cm; memiliki
kelopak mata, memiliki kulit yang licin mengkilap, bentuk pupil membulat,
bentuk jari ramping, Supralabial: 7; Infralabial: 8; Post-Ocular teralalu kecil
sehingga tidak dapat diamati.
Hasil yang didapatkan dari praktikum tersebut diperkuat dengan literatur
yang menyatakan bahwa Kadal pohon hijau (Dasia olivacea selama penelitian
ditemukan sering kali berada dibalik seresah, batang pohon yang sudah mati,
bebatuan, batang pohon. Reptil ini ditemukan setiap hari di semua plot dengan
jumlah 42 ekor.Menurut Das (2010), ciri-cirinya adalah kadal yang bertubuh
gempal, panjang tubuh dari moncong hingga anus maksimal 115 mm, panjang
total hingga ujung ekor mencapai 292 m.

4.1.6 Tropidolaemus wagleri (Ular Cinta Manis)


Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Reptilia
Ordo : Squamata
Famili : Viperidae
Genus : Tropidolaemus
Spesies : Tropidolaemus wagleri
Sumber : IUCN RedList Gambar. 6 Tropidolaemus wagleri
Sumber : Foto Hasil Praktikum
(Data Kelas)
Berdasarkan hasil pengukuran dari spesies Tropidolaemus wagleri didapatkan
yaitu untuk pengukuran TL (Total Lenght) dan SVL (Snout-to-Vent Lenght) tidak
dilakukan karena terlalu beresiko terkena gigitan; memiliki Supralabial Pit; sisik
atas kepala kecil dan asimetris; permukaan sisik tidak mengkilat; bentuk pupil
vertikal; tipe taring bisa : solenoglypha; supralabial : 7; infralabial : 9; post-
ocular : terlalu kecil tidak dapat dihitung.
Hasil yang didapatkan dari praktikum tersebut diperkuat dengan literatur
yang menyatakan Tropidolaemus wagleri adalah salah satu spesies dari famili
Viperidae tersebar luas di wilayah tropis Asia Tenggara dan merupakan ular
berbisa yang sangat mudah dan umum ditemukan. Walaupun memiliki
penyebaran luas namun spesies ini merupakan spesies kompleks yang memiliki
banyak variasi (Vogel et al., 2007). Ciri-ciri spesies ini yaitu bibir atasnya terdiri
dari 8-10 sisik, yang pertama tidak bersatu dengan sisik nasal, yang kedua
letaknya rendah sehingga terpisah dari lubang loreal oleh 2 sisik kecil, dan yang
ketiga biasa ukurannya lebih besar. Sisik supraocular ukurannya kecil atau
menonjol ke atas. Sisik subocular besar terpisah dari sisik bibir atas oleh 2-3 baris
sisik. Sisik dorsal pada bagian tengah badannya terdiri dari 21-27 (jarang yang 19)
baris, seluruhnya berlunas. Sisik-sisik ventral berjumlah 127-154. Sisik anal
tunggal atau ganda. Sisik-sisik subcaudal berjumlah 45-56 dan terdiri dari 2 baris
sisik. . Bagian ventral berwarna putih kehijau-hijauan dengan corak kuning tak
beraturan yang pinggirnya hitam dan kadangkala bertotol-totol hitam. Pada bagian
ekornya berwarna hitam dan dengan bercak-bercak hijau (Irwanto dkk., 2019).

4.1.7 Hymidactillus frenatus (Cicak)

Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Reptilia
Ordo : Squamata
Famili : Gekkonidae
Genus : Hemidactylus
Spesies : Hemidactylus frenatus Gambar7. Hemidactylus frenatus
Sumber : The Reptilia web (Pazmino, 2020) Sumber : Foto Hasil Praktikum
(Kelompok 3A)

Berdasarkan dari praktikum yang telah dilakukan didapatkan hasil pengukuran


spesies Hemidactylus frenatus yaitu TL (Total Lenght) : 9 cm; SVL (Snout-to-
Vent Lenght) : 4,5 cm; UFL (Upper Fore Limb) : 0,6 cm; LFL (Lower Fore Limb)
: 0,5 cm; UHL (Upper Hind Limb) : 0,7 cm; LHL ( Lower Hind Limb) : 0,6 cm;
memiliki kelopak mata; bentuk pupil vertikal; bentuk jari pipih dan lebar;
Supralabial : 11; Infralabial : 9; Post-Ocular terlalu kecil dan sulit untuk dihitung.
Hasil yang didapatkan dari praktikum tersebut diperkuat dengan literatur
yang menyatakan menurut Khatimah (2018) spesies ini memiliki bobot 1-4 gram
dengan ukuran TL antara 6-12 cm, ukuran SVL antara 3-5 cm. Tubuh tertutupi
bercak putih, berwarna coklat kusam, pada daerah ekor bercak lebih tersusun rapi.
Spesies ini memiliki caput yang besar, cauda yang panjang dan meruncing sisik
pada punggung halus, dan jari tidak berselaput. Ekor memiliki bintil, tidak
terdapat lipatan pada daerah kaki. Kulit berwarna abu-abu atau coklat kehitaman.
Spesies ini banyak ditemukan di dinding rumah atau pemukiman (Das, 2015).

4.1.8 Varanus salvator (Biawak)


Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Reptilia
Ordo : Squamata
Famili : Varanidae
Genus : Varanus
Spesies : Varanus salvator
Gambar 8. Varanus salvator
Sumber : ITIS on-line database
Sumber : Foto Hasil Praktikum
(Data Kelas)

Berdasarkan dari praktikum yang telah dilakukan didapatkan hasil pengukuran


spesies Hemidactylus frenatus yaitu TL (Total Lenght) : 40 cm; SVL (Snout-to-
Vent Lenght) : 17,5 cm; UFL (Upper Fore Limb) : 2 cm; LFL (Lower Fore Limb)
: 2 cm; UHL (Upper Hind Limb) : 2 cm; LHL ( Lower Hind Limb) : 2 cm;
memiliki kelopak mata; memiliki lubang telinga; sisik atas kepala kecil dan
asimetris; bentuk pupil bulat; bentuk jari ramping; supralabial, infralabial, dan
post-ocular sangat kecil dan sulit untuk dihitung.
Hasil yang didapatkan dari praktikum tersebut diperkuat dengan literatur
yang menyatakan Varanus salvator merupakan spesies yang penyebarannya luas
dari Asia Selatan sampai Asia Tenggara termasuk Indonesia. Di Indonesia
penyebaran biawak ini juga hampir menyebar di seluruh wilayah kepulauan
Indonesia, mulai dari Sumatera, Jawa, Sulawesi, Maluku (del Canto, 2007).
Warna dasar bagian dorsal tubuhnya seragam, yaitu coklat-kehijauan dengan
bulatan-bulatan kecil yang tersebar secara merata di antara leher dan
punggungnya. Bulatan-bulatan tersebut berwarna hitam dengan 4-5 sisik di bagian
tengahnya berwarna kuning. Keempat kaki dan ekornya juga mempunyai warna
yang sama tetapi bagian dorsal kepalanya hanya berwana dasar (tanpa pola).
Ukuran tubuh total spesimen yang dideskripsi saat itu adalah 59 cm dengan
panjang ekor 34 cm dan merupakan spesimen hewan yang telah dewasa (Arida,
2018).
4.1.9 Dogania subplana (Labi-labi)

Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Reptillia
Ordo : Testudinata
Family : Geoemydidae
Genus : Dogonia Gambar 9. Dogania subplana
Spesies : Dogania subplana Sumber : Foto Hasil Praktikum
Sumber : Reptilia-database, 2015 (Data Kelas)

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, Pengamatan morfometrik pada


Dogania subplana yaitu memiliki leher kontraktil sehingga untuk pengukuran
Total length (TL), Snout to Vent Length (SVL) tidak dapat dihitung. Untuk
pengukuran Upper Fore Limb (UFL), Lower Fore Limb (LFL), Upper Hind Limb
(UHL), Lower Hind Limb (LHL) tidak jelas. Pengamatan meristik pada Dogania
subplana yaitu kelopak mata ada, lubang telinga tidak ada, bentuk pupil
membulat, bentuk jari melebar, permukaan tempurung lunak dan tertutup kulit.
Dan deskripsi tubuh pada Dogania subplana bewarna coklat dengan carapax yang
lunak, dengan kepala yang hampir sama panjang dengan panjang tubuh.
Menurut Djarubito (2000), Dogania subplana mempunyai skeleton yang
sebagian bermodifikasi menjadi karapks (perisai dorsal) dan plastrom (persai
vetral). Rahang-rahang tidak bergigi, tetapi berzat tanduk. Hidup dilaut, di air
tawar, atau di darat. Tubuh lebar, karapaks keras dan bersatu di sisi tubuh dengan
plastron. Perisai tertutup dengan skutum polygonal. Tulang kuadrat tidak dapat
digerakkan. Rusuk-rusuk bersatu dengan perisai dorsal. Anus berupa celah
mellintang.
Perisai berbentuk jorong atau memanjang, pipih datar. Warna
punggungnya abu-abu kehitaman, kecoklatan atau kemerahan; dengan pola atau
bintik-bintik halus. Sebuah garis lebar coklat tua terdapat di wilayah vertebral,
memanjang dari depan ke belakang. Kadang-kadang terdapat empat bercak yang
tersusun berpasangan di tengah punggung (Iskandar, 2000).
4.1.10 Gonocephalus grandis

Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Reptillia
Ordo : Squamata
Family : Agamidae
Gambar 10. Gonocephalus grandis
Genus : Gonocephalus
Sumber : Foto Hasil Praktikum
Spesies : Gonocephalus grandis
(Data Kelas)
Sumber : IUCN Redlist, 2015

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, Pengamatan morfometrik pada


Gonocephalus grandis yaitu untuk pengukuran Total length (TL) 44 cm, Snout to
Vent Length (SVL) 14 cm, Upper Fore Limb (UFL) 2,5 cm, Lower Fore Limb
(LFL) 2,5 cm, Upper Hind Limb (UHL) 3,3 cm, Lower Hind Limb (LHL) 3,6 cm.
Pengamatan meristik pada Gonocephalus grandis yaitu gular sac ada,
nuchal/dorsal crest ada, gliding membrane tidak ada, kelopak mata ada, lubang
telinga ada, sisik atas kepala kecil asimetris, permukaan sisik tidak mengkilat,
bentuk pupil membulat, bentuk jari pipih ramping, supralabial ada 10, infralabial
ada 11, post-ocular terlalu kecil. Dan deskripsi tubuh untuk Gonocephalus grandis
yaitu berbadan panjang dan ramping, dengan panjang ekor hampir sama dengan
panjang tubuhnya, berwarna coklat dengan bintik hitam, dorsal bersisik kasar.

Hal ini sesuai dengan data yang di dapatkan Azwar dkk., (2007), yaitu
berwarna coklat dan badannya ramping. Gonocephalus grandisdicirikan oleh
badan ramping, sisik ventral lebih besar dari sisik dorsal, sisik dorsal biasanya
terdapat sisik kasar tersebar dipermukaan tubuh, menempati habitat dari hutan
primer sampai hutan sekunder. Ukuran panjang dari moncong sampai ventral 55
mm, ekor 405 mm, moncong lebih panjang dari pada lingkar mata, bibir atas dan
bawah 10 atau 13, surai bagian atasnya terpisah.Warna, coklat atau hijau pudar
bagian atas, seragam atau bergais-garis melintang, bagian sisi bergaris coklat atau
berbintik-bintik kuning, betina mempunyai garis gelap dari belakang mata sampai
timpanum bertemu dengan warna terang, bagian bawah kecoklatan atau
kekuningan, tenggorokan kadang-kadang dengan garis gelap.

4.1.11 Dendrelaphis sp.

Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Reptillia
Ordo : Squamata
Family : Colubridae
Genus :Dendrelaphis Gambar 9. Dendrelaphis sp
Spesies : Dendrelaphis sp. Sumber : Foto Hasil Praktikum
Sumber : IUCN Redlist, 2015 (Data Kelas)

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, pengamatan morfometrik pada


Dendrelaphis sp yaitu untuk pengukuran Total length (TL) 85 cm, Snout to Vent
Length (SVL) 53 cm, Upper Fore Limb (UFL), Lower Fore Limb (LFL), Upper
Hind Limb (UHL), Lower Hind Limb (LHL) tidak ada . Pengamatan meristik
pada Dendrelaphis sp yaitu kelopak mata tidak ada, lubang telinga tidak ada, sisik
atas kepala besar asimetris, permukaan sisik mengkilat, bentuk pupil membulat,
tipe taring bisa Ophystoglypha, supralabial ada berjumlah 9, infralabial ada
berjumlah 10, post-ocular ada berjumlah 2. Dan deskripsi tubuh untuk
Dendrelaphis sp yaitu tubuh kurus ramping, ekornya Panjang mencapai sepertiga
dari panjang tubuh keseluruhan, berwarna coklat zaitun seperti logam perunggu di
bagian punggung.
Hasil pengamatan sesuai dengan pendapat Stuebing dan Inger (2001),
yang menyatakan bahwa ular ini pada masing-masing sisi tubuh bagian bawah
terdapat pita tipis kuning terang keputihan, dipisahkan dari sisik ventral (perut)
yang sewarna oleh sebuah garis hitam tipis memanjang hingga ke ekor. Kepala
kecoklatan perunggu di sebelah atas, dan kuning terang di bibir dan dagu,
diantarai oleh coret hitam mulai dari pipi yang melintasi mata dan melebar di
pelipis belakang, kemudian terpecah menjadi noktah-noktah besar dan mengabur
di leher bagian belakang. Terdapat warna-warna peringatan berupa bintik-bintik
hijau terang kebiruan di bagian leher hingga tubuh bagian muka.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Dari praktikum yang telah dilakukan, didapatkan hasil sebagai berikut :

1. Ahaetulla sp memiliki mata besar dan sisi-sisi garis kuning tipis pada
bagian bawah tubuhnya, sisik analnya tidak terbagi atau single.
2. Dendrelaphis sp memiliki warna tubuh coklat zaitun seperti logam
perunggu di bagian punggung, kepala berwarna kecoklatan perunggu di
sebelah atas, dan kuning terang di bibir dan dagu
3. Hemidactylus frenatus memiliki tubuh berwarna hitam pada coklat muda
dengan bercak hitam, memiliki scansor dan cakar.
4. Gonocephalus grandis memiliki warna tubuh coklat, bagian atas terdapat
garis melintang berwarna coklat, memiliki moncong yang Panjang
5. Python regius memiliki tubuh gempal, moncong tumpul, warna coklat
muda dengan corak hitam atau kemerahan, bagian ekor meruncing
berwarna hitam.
6. Dogonia subplana merupakan memiliki karapaks yang lunak berwarna
hitam kecoklatan, moncong menyerupai belalai.
7. Cyclemys dentata memiliki karapak berwarna olive coklat terhias tanda
berbentuk garis ataupun bintik berwarna kuning pada pinggirannya.
8. Takydromus sexlineatus memiliki tubuh ramping dan langsing, dari ujung
moncong mulut dan bagian punggung hingga sisi tubuh berwarna coklat
keemasan dengan garis hijau zaitun tipis pada kedua sisi tubuh yang
berawal dari belakang mata hingga ke ekor.
9. Varanus salvator Panjang total tubuhnya (ujung moncong hingga ujung
ekor) dapat tumbuh hingga 3m. Kepala berbentuk lonjong memanjang dan
pipi. Panjang ekor 2kali panjang tubuh. Warna tubuh gelap dengan
terdapat pola seperti bintik kuning pada sisik tubuh.
10. Dasia olivacea bertubuh gempal, panjang total hingga ujung ekor
mencapai 29 cm. Punggung kadal ini berwarna zaitun dengan belang-
belang samar terbentuk dari bintik-bintik hitam yang kadang-kadang
dengan warna cerah atau yang berderet.
11. Tropidolaemus wagleri tidak memiliki gular sac, nuchal, gliding
membrane, Supralabial pit. Spesies ini memiliki loreal pit, kelopka mata,
lubang telinga, permukaan sisik yang tidak mengkilat, bentuk pupil yang
vertikal, supralabial. Infralabial, post ocular, dan memiliki taring bisa tipe
solenoglypha
5.2. Saran
Dalam melaksanakan praktikum ini sebaiknya praktikan memperhatikan hal-hal
seperti melakukan pengamatan dan pengukuran dengan teliti sehingga data yang
didapatkan akurat, melakukan pembagian tugas untuk lebih mengefisiensikan
waktu. Hal-hal yang tidak dipahami dapat ditanyakan kepada asisten pendamping.
Setelah selesai melakukan praktikum, seluruh perlengkapan praktikum dicuci dan
dibersihkan.

DAFTAR PUSTAKA
Anggarani, A., & Baharudin, E. 2015. Manajemen Media Informasi Hewan Reptil
(Ular) Melalui Pembangunan Album Elektronik.
Arida, Evy. 2018. KEDUDUKAN TAKSONOMI BIAWAK TIMOR, Varanus
timorensis (Gray, 1831) DAN STATUS KONSERVASINYA DI
INDONESIA. Jurnal Fauna Indonesia 17 (1) : 9-12.
Ario, A. 2010. Panduan Lapangan Mengenal Satwa Taman Nasional Gunung
Gede Pangrango. Conservation International Indonesia. Perpustakaan
Nasional. Jakarta. 101.
Awheda, I. A. Y. Ahmed and M. A. S. Fahej. 2015. Fish as Bioindicator of Heavy
Metal Pollution in Marine Environment : A review. Indian Journal of
Applied Research. 5(8) : 379-384.
Azwar, Ahmat, Gondanisam, Mistar, Giyanto, M. N. Yasin, H. Kasim,
Ambrianyah. 2007. Keanekaragaman Hayati (Mammalia, Burung,
Amphibia, Reptilia, Ikan Dan Vegetasi) Pada Hutan Rawa Gambut di
Area Mawas, Propinsi Kalimantan Tengah.
Badan Pembangunan Nasional. 2016. Biodiversity Action Plan for Indonesia
2015-2020. Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional, Jakarta.
Badan Perencanaan Nasional. 1993. Biodiversity Action Plan for Indonesia.
Ministry of Development Planning /National Development Planning
Agency. Jakarta.
Berry, F. & Hanifa. 2016. Kajian Keanekaragaman dan Kemelimpahan. Ordo
Anura Sebagai Indikator Lingkungan Pada Tempat Wisata di Karesidenan
Kediri. Prosiding. Universtas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta.
Campbell, N. A., dan Reece, J, B., 2010. Biologi. Jilid 2.Edisi 8. (Terjemanahan
D.T. Wulandari) Erlangga. Jakarta. 569.
Cogger HG & Zweifel R. 2003. Encyclopedia of Reptiles & amphibians: A
comprehensive illustrated guide by international experts (third edition).
San Francisco. USA: Fog City Press.
Cogger HG. 1999. The Little Guide Reptiles & Amphibians. San Francisco. USA:
Fog City Press.
Cox. M. J., D. P. van., J. Nabhitabhata dan K. Thirakhupt. 1998. A Photographic
Guide to Snakes and Other Reptiles of Peninsular Malaysia, Singapore
and Thailand. London, Sidney, Singapore. New Holland Publishers.
Das, I. 2010. A Field Guide to The Reptiles of South-East Asia. New Holland
Publishers. UK: London.
Das, I. 2010. Reptiles of South-East Asia. Buku. New Holland Publishers. UK.
123.
Das, Indraneil. 2015. A Field Guide to the Reptiles of South-East Asia.
Bloomsbury publication : London.
Djarubito, T. 2000. Analisa Struktur Vertebrata. Armico : Bandung.
Findua, A.W., Harianto S.P., dan Nurchayani, N. 2016. Keanekaragaman Reptil
di Repong Damar Pekon Pahmungan Pesisir Barat (Studi Kasus Plot
Permanen Universitas Lampung). Sylva Lestari, 4(1): 57-60.
Graf, A. 2011. "Python regius" (Online), Animal Diversity Web. Diakses 23 Mei
2022.
Grzimek, Bernhard. 2003. Grzimek’s Animal Life Encyclopedia, 2nd edition. New
York: Gale Group, Inc.
Gunawan, H. dan L.B. Prasetyo. 2013. Fragmentasi Hutan :Teori yang mendasari
penataan ruang hutan menuju pembangunanberkelanjutan. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi. Bogor.
Halliday TR, Adler K. 2000. The Encyclopedia of Reptiles and Amphibians. New
York: Facts on File.
Heyer, W. R., Donnely, M. A., McDiarmid, R. W., Hayek, L. C., & Foster, M. S.
1994. Measuring and monitoring biological diversity: Standard
methods for amphibians (M. S. Foster, Ed.). Smithsonian Institution
Press : Washington.
Hidayat, A. F. 2020. Keanekaragaman Reptil Untuk Pengembangan Ekowisata
Pada Hutan Pegunungan Bawah Di Kompleks Gunung Bulusaraung
Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. Skripsi Program Studi
Kehutanan. Universitas Hasanudin. Makassar.
Howell,K. 2002. Amphibians and Reptiles: the reptiles .In Davies, G. And
Hoffman,M (Eds) African forest biodiversity: A field survey manual for
vertebrates. Earthwatch Institute, Cambridge.
Inger, R. F., and Stuebing, R. B. 2001. A Field Guide to the reptillian of Borneo.
Natural History Publications (Borneo) Limited, Kota Kinabalu.
Irwanto, R., Lingga, R., Pratama, R., & Ifafah, S. A. 2019. Identifikasi Jenis-jenis
Herpetofauna di Taman Wisata Alam Gunung Permisan, Bangka Selatan,
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. PENDIPA Journal of Science
Education, 3(2), 106-113.
Iskandar DT. 2000. Kura-kura & Buaya Indonesia & Papua Nugini. Palmedia
Citra: Bandung.
Iskandar, D.T. 2000. Conservation of Amphibiaans and Reptiliaes in Indonesia:
Issues and Problems. Amphibiaan and Reptiliae Conservation 4 (1) : 60-
87.
ITIS. 2022. Integrated Taxonomic Information System (ITIS) on-line database.
Diakses pada Minggu, 22 Mei 2022.
IUCN. 2022. The IUCN Red List of Threatened Species. Version 2021-3. Diakses
pada Minggu, 22 Mei 2022.
IUCN SSC Reptillian Specialist Group. 2015. The IUCN Red List Of Treatened
Species. Version 20143. Diakses 22 Mei 2022.
Juniarmi, R., Nurdin J., & Junaidi, I. 2014. Kepadatan populasi dan distribusi
kadal (mabuya multifasciata. kuhl) di pulau-pulau kecil kota padang.
Jurnal Biologi Universitas Andalas (J. Bio. UA.). 3(1) : 51-56.
Khatimah, A. 2018. Keanekaragaman herpetofauna di kawasan Wisata River
Tubing Ledok Amprong Desa Wringinanom Kecamatan Poncokusumo
Kabupaten Malang (Doctoral dissertation, Universitas Islam Negeri
Maulana Malik Ibrahim).
Kolbe JJ, Larson A, Losos JB. 2007. Differential admixture shapes morphological
variation among invasive populations of the lizard Anolis sagrei.
Molecular Ecology. 16: 1579–1591.
Marlon, R. 2014. Panduan Visual dan Identifikasi Lapangan. 107+ Ular Indonesia
Printer.
Mistar, 2008. Panduan Lapangan Amfibi dan Reptil di Area Mawas Provinsi 49
Kalimantan Tengah. Mawas: Kalimantan Tengah.
Mattison C. 1999. Snake. DK publishing, Inc: New York.
Mistar, 2003. Panduan Lapangan Amfibi Kawasan Ekosistem Leuser. Cetakan
Pertama. The Gibbon Foundation dan PILI-NGO Movement: Bogor.
Mumpuni, M. (2017). Dimorfisme Seksual, Reproduksi dan Mangsa Kadal Ekor
Panjang Takydromus sexlineatus Daudin, 1802
(Lacertilia:Lacertidae). Jurnal Biologi Indonesia, 7(1).
Myers, P., R. Espinosa, C. S. Parr, T. Jones, G. S. Hammond, and T. A. Dewey.
2022. The Animal Diversity Web (online). Diakses 23 Mei 2022.
Pazmino ,Otamendi, G. 2020. Hemidactylus frenatus In: Torres-Carvajal, O.,
Pazmino, Otamendi, G., Ayala-Varela, F. and Salazar-Valenzuela, D. 2021.
Reptiles of Ecuador. Version 2021. Zoology Museum, Pontifical Catholic
University of Ecuador. Diakses pada Minggu, 22 Mei 2022.
Pough, F. H, et. al. 1998. Herpetology. New Jersey: Prentice-Hall,Inc.
Purwosanto, M. F., Yazid, K., Alina, D. N., & Abdillah, G. N. 2016. Status
Konservasi Reptilia Anggota Ordo Squamata yang Diperdagangkan di
Surabaya. Sains & Matematika, 5(1).
Putranto, D. I., Yuda, I., & Zahida, F. 2016. Keanekaragaman Reptil Impor di
Yogyakarta Diversity of Imported Reptiles in
Yogyakarta. Jurnal Biota. 1(3): 117-125.
Riyanto, A. & Mumpuni. 2003. Metode Survei Pemantauan Populasi Satwa. Seri
Ketiga Kura-kura. Zoologi Pusat Penelitian Biologi LIPI. Bogor.
Setiadi, A. E. 2015. Identifikasi dan deskripsi karakter morfologi kura-kura air
tawar dari kalimantan barat. Jurnal Buletin Al-Ribaath, 12(1).
Subeno. 2018. Distribusi dan Keanekaragaman Herpetofauna di Hulu Sungai
Gunung Sindoro, Jawa Tengah. Jurnal ilmu kehutanan. 12(1) : 40-51.
Srinivasan, M dan Bragadeeswaran, S. 2008. Centre of Advance Study in Marine
Biology. Annamalai University.
The Reptiliae Database. 2015. Species Number. Diakses 22 Mei 2022.
Vogel, G., P. David, M. Lutz., J. V .Rooijen, and N. Vidal. 2007. Revision of the
Tropidolaemus wagleri-complex (Serpentes: Viperidae: Crotalinae). I.
Definition of included taxa and redescription of Tropidolaemus wagleri
(Boie, 1827). Zootaxa 1644: 1–40.
Wulandari, D. 2018. Objektivasi Hewan Reptil Sebagai Hewan Peliharaan: (Studi
Upaya Brc Mengkonstruksi Sosial Hewan Reptil Di Banyuwangi). Skripsi
Program Studi Sosiologi. Universitas Jember. Jawa Timur.
Yani, A., Said S. & Erianto. 2015. Keanekaragaman Jenis Amfibi Ordo Anura di
Kawasan Hutan Lindung Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila
Kabupaten Landak Kalimantan Barat. Jurnal Hutan Lestari. 3(1) : 15-20.

LAMPIRAN
Kunci Determinasi
1. a. Kelompok serpentes..................................................................................2
b. Bukan kelompok non serpentes................................................................6
2. a. Permukaan sisik mengkilat.............................................................Phyton regius
b. Permukaan sisik tidak mengkilat..............................................................3
3. a. Bentuk pupil vertikal ..............................................................Tropidolaemus wagleri
b. Bentuk pupil bukan vertikal......................................................................4
4. a. Tidak punya loreal pit....................................................................Dacia olivacea
b. Tidak punya supralabial pit......................................................................5
5. a. Warna sisik cokelat .....................................................................Dendrelaphis sp.
b. Warna sisik hijau terang .................................................................Ahaetulla sp.
6. a. Memiliki tempurung.................................................................................7a
b. Tidak memiliki tempurung.......................................................................8
7. a. Bentuk tempurung keras dan ditutupi sisik..................................Cyclemis dentata
b. Bentuk tempurung lunak dan ditutupi kulit................................Dogonia subplana
8. a. Bentuk jari melebar..................................................................Hemydactilus frenatus
b. Bentuk jari ramping..................................................................................9
9. a. Memiliki gular sac...................................................................Gonocephalus grandis
b. Tidak memiliki gular sac.........................................................................10
10. a. Habitus di tepian sumber air........................................................Varanus salvator
b. Habitus di lapangan berumput ...............................................Takydromus sexlineatus

Anda mungkin juga menyukai