Anda di halaman 1dari 12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.2.2 Persebaran Fauna di Indonesia

Jauh sebelum Indonesia ikut menandatangani Konvensi mengenai

Keanekaragaman Hayati, para biologiwan dunia telah mengetahui kekayaan

hayati Indonesia. Biologiwan dunia tersebut bernama Alfred Russel Wallace yang

lebih dikenal dengan sebutan Wallacea. Wallacea diberi nama sesuai dengan nama

seorang naturalis dari Inggris abad ke-19 M (Setijati D. Sastrapradja., 2010).

Alfred Russel Wallace yang menemukan bahwa Kepulauan Indonesia

(yang selanjutnya disebut sebagai Kepulauan Malay) dihuni oleh dua kelompok

fauna yang berbeda: satu terdapat di wilayah Timur dan satunya lagi di wilayah

Barat. Garis yang memisahkan fauna di Barat (Kawasan Sunda mulai

dari Semenanjung Malaysia, Sumatera, Jawa, Bali, dan Kalimantan) yang

diwakili oleh burung merak, barbell, kucing besar, badak, kijang, kera, dan bajing

pohon. Sementara fauna kawasan Australia di Timur yang diwakili oleh kakatua,

friarbird, cendrawasih, dan hewan berkantung (Jatna Supriatna., 2008).

Data biologi untuk daerah Wallacea tidak tersebar merata. Untuk keanekaragan

fauna khususnya Vertebrata, Wallacea memiliki 223 jenis mamalia asli: 126 di

antaranya merupakan jenis endemik. Sulawesi merupakan pulau yang memiliki

jumlah jenis mamalia tertinggi, yakni 126, dengan 82 jenis atau sekitar

seperempat dari genera adalah endemik. Daftar jenis untuk mamalia endemik

Sulawesi termasuk flagship spesies, sepertia anoa/kerbau kerdil (Bubalus

depressicornis, genting), babirusa (Babyrousa babyrussa, rentan), dan babi


enigmatic yang memiliki taring yang panjang dan melengkung yang tumbuh di

bibir bagian atas (Jatna Supriatna, 2008).

II.2.2.1 Zoologi

Zoologi merupakan bagian dari Biologi, (bahasa Yunani, Zoon = Hewan,

Logos = Ilmu). Biologi merupakan bagian dari IPA, sehingga Zoologi dalam

pengembangan dan pemecahan masalah menggunakan metode ilmiah

mengobservasi, mempersoalkan, membuat hipotesis, melakukan eksperimen, dan

menyusun teori (Purwanto, 2018).

Umumnya spesies yang memiliki pola penyebaran secara mengelompok

disebabkan karena adanya faktor pembatas terhadap keberadaan populasi tersebut,

seperti kecepatan arus perairan karena ada beberapa spesies yang hanya dapat

hidup pada arus yang lambat dan tenang serta adapula yang hidup di perairan yang

memiliki arus cepat. Pola penyebaran mengelompok berarti bahwa populasi

sebaran individu capung dalam populasi itu mengelompok. Sifat penyebaran

mengelompok umumnya dimiliki oleh serangga karena kecenderungan untuk

mengelompok, berkumpul dari berbagai derajat mewakili sifat yang paling umum.

Berbeda halnya dengan spesies yang memiliki pola penyebaran teratur (Liwa,

2018).

II.2.2.2 Invertebrata

Invertebrata merupakan kelompok binatang yang tidak mempunyai tulang

belakang (vertebrae). Invertebrata, mencakup 95% dari semua jenis hewan yang

telah diidentifikasi, merupakan hewan yang persebarannya paling luas dengan

keunikan setiap ekosistem. Invertebrata digunakan sebagai bioindikator karena

mempunyai sifat hidup yang relatif menetap dalam jangka waktu yang lama, sifat
invertebrata tersebut yang memungkinkan untuk merekam kualitas suatu perairan.

Invertebrata terbagi kedalam beberapa filum yaitu: Arthropoda; Mollusca;

Echinodermata; Annelida; Polifera; Coelenterata; Nemathelminthes; dan

Platyhelminthes. Di Indonesia, kurang lebih terdapat 1.800 spesies yang termasuk

ke dalam filum Invertebrata. Karakteristik biota indikator pencemaran adalah:

mudah diidentifikasi; mudah diambil untuk dijadikan sampel; pola distribusi biota

kosmopolitan; mudah menyerap atau penyimpan bahan pencemar; dan peka

terhadap perubahan lingkungan (Muzaky, 2018).

Salah satu hewan yang di amati yaitu kupu-kupu. Kupu-kupu merupakan

bagian dalam rantai makanan, yaitu berperan sebagai konsumen pertama, mangsa

bagi predator, predator kupu-kupu yaitu burung, katak, monyet, ular, tikus,

kelelawar, laba-laba, dan kumbang dan berperan dalam penyerbukan tumbuhan.

Kupu-kupu dewasa mengunjungi bunga untuk mengisap nektar sebagai salah satu

sumber pakannya dengan menggunakan probosis. Nektar mengandung gula

dengan konsentrasi 20-25 %. Selain sukrosa, nektar juga mengandung asam

amino, protein, asam organik, fosfat, vitamin, dan enzim (Bahar, 2016).

II.2.2.3 Awetan Serangga

Insektarium adalah awetan serangga dengan bahan pengawet alkohol 96%

dan formalin 4% yang dikemas dalam bentuk koleksi media pembelajaran.

Memotret gambar juga menjadi media pembelajaran yang dapat membawa

seseorang ke tempat media tersebut berasal tanpa harus berkunjung kesana. Foto

bertujuan untuk memberikan gambaran habitat asli tumbuhan dan serangga

sehingga seseorang dapat mengkaitkan awetan dengan kondisi di lingkungannya

(Ni’matul, dkk., 2014).


Penggunaan herbarium dan insektarium diambil beberapa jenis tumbuhan,

dan serangga yang ditemukan di lingkungan sehingga memudahkan merangsang

minat untuk dapat melihat secara langsung dan memperjelas penyampaian pesan

agar tidak bersifat verbalisti (Ni’matul, dkk., 2014).

Herbarium dan insektarium merupakan contoh dari spesimen benda sudah

mati yang digunakan sebagai media pembelajaran secara kontekstual, karena

siswa dapat mengerti dan memahami ciri-ciri morfologi tumbuhan dan serangga,

sehingga lebih mudah dalam melakukan identifikasi (Ni’matul, dkk., 2014).

Proses pembuatan herbarium dan insektarium dengan menggunakan

alkohol 70% untuk menghambat pertumbuhan bakteri agar tidak mudah busuk.

Agar memudahkan saat dibawa, disimpan dan dipindahkan maka media

herbarium dan insektarium didesain praktis, pada media insektarium didesain

berbentuk figura sehingga dapat menarik perhatian orang (Ni’matul, dkk., 2014).
DAFTAR PUSTAKA

Jatna, S., 2008. Melestarikan Alam Indonesia. Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.

Setijati, D.S., 2010. Memupuk Kehidupan di Nusantara: Memanfaatkan


Keanekaragaman Indonesia. Yayasan Pustaka Obor Indonesia, Jakarta.

Purwanto, N., 2018. Zoologi: Suatu Pengantar Memahami Stuktur dan


Sistematika Hewan Invertebrata dan Vertebrata. IAIN Tulungagung,
tulungagung.

Liwa, I. M., 2018. Pola Penyebaran Capung (Odonata) Di Kawasan Taman


Wisata Alam Suranadi Lombok Barat. FKIP Universitas Mataram.
Mataram.

Bahar, I, Atmowidi, T, Peggie, D, 2016. Keanekaragaman Kupu-Kupu Super


Famili Papilionoidea (Lepidoptera) Di Kawasan Hutan Pendidikan
Gunung Walat Sukabumi Jawa Barat. IPB Dermaga. Bogor.

Muzaky, O.L., Satrya, C.U, Dwi, R.S, Syarif, D.A, Bagus, D.D, Yulianto, F.,
2018, Kelimpahan Invertebrata di Pulau Sempu sebagai Indeks
Bioindikator, Ekonomis Penting Konsumsi, dan Komoditas Koleksi
Akuarium, Jurnal of Fisheries and Marine Research, 3(2): 137-148,
Malang.

Afifah, N., Sudarmin., Widianti, T., 2014, Efektivitas Penggunaan Herbarium dan
Insektarium pada Tema Klasifikasi Makhluk Hidup sebagai Suplemen
Media Pembelajaran IPA Terpadu, Unnes Science Education Journal,
3(2): 494-501, Semarang.

Anda mungkin juga menyukai