Anda di halaman 1dari 13

NAMA : MUSTIARA SARI

NIM : H041191023
EKOLOGI DASAR A

1. Jelaskan perbedaan analisis kualitatif dan analisis kuantitatif yang dilakukan pada komunitas
hutan hujan tropis.
Jawab:
Hutan hujan tropis adalah hutan yang selalu basah atau lembab yang ditemui di wilayah
sekitar khatulistiwa, kurang lebih pada lintang 0°– 10° ke utara dan selatan khatulistiwa. Hutan hujan
tropis adalah vegetasi hutan tertua yang telah menutupi banyak lahan yang terletak pada 10° LU dan
10° LS dan terbentuk oleh vegetasi klimaks pada daerah curah hujan 2.000-4.000 mm pertahun, rata-
rata temperatur 25°C dengan perbedaan temperatur yang kecil sepanjang tahun dan rata-rata
kelembaban udara 80%. Posisi geografis hutan tropis meliputi wilayah Asia Selatan, Asia Tenggara,
Australia bagian utara, Amerika Tengah dan sebagian besar di Amerika Selatan. Hutan tropis
merupakan hutan yang berada di daerah tropis (Hairunnisa, dkk., 2018).
Menurut Denzin & Lincoln menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang
menggunakan latar alamiah dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan
dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada. Erickson (1968) menyatakan bahwa penelitian
kualitatif berusaha untuk menemukan dan menggambarkan secara naratif kegiatan yang dilakukan
dan dampak dari tindakan yang dilakukan terhadap kehidupan mereka (Anggito, dkk., 2018).
Dari beberapa pendapat ahli maka dapat disimpulkan bahwa penelitian kualitatif adalah
pengumpulan data pada suatu latar alamiah dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi
dimana peneliti adalah sebagai instrument kunci. Penelitian kualitatif tidak menggunakan statistik,
tetapi melalui pengumpulan data, analisis, kemudian diinterpretasikan. Metode kualitatif berusaha
memahami dan menafsirkan makna suatu peristiwa interaksi tingkah laku manusia dalam situasi
tertentu menurut perspektif peneliti sendiri. Penelitian yang menggunakan penelitian kualitatif
bertujuan untuk memahami obyek yang diteliti secara mendalam (Anggito, dkk., 2018).

Gambar 1. Metode Analisis Kualitatif


Metode penelitian kuantitatif merupakan suatu cara yang digunakan untuk menjawab
masalah penelitian yang berkaitan dengan data berupa angka dan program statistik. Tujuannya
adalah untuk menggali dan mencari makna yang terkandung dalam antar variabel penelitian yang
diharapkan dapat menjawab masalah yang telah dirumuskan. Analisis vegetasi merupakan cara
mempelajari susunan atau komposisi jenis dan bentuk atau struktur vegetas. Studi kuantitatif
vegetas memberikan deskripsi tentang vegetasi, prediksi, dan klasifikasi serta mengetahui kegunaan
dan nilai dari spesies. Analisis ini mengindikasikan diversitas spesies yang menggambarkan distribusi
individu-individu spesies dari dalam suatu habitat. INP adalah parameter kuantitatif yang dapat
digunakan untuk menyatakan tingkat dominansi (tingkat penguasaan) spesies-spesies dalam suatu
komunitas tumbuhan. Menurut Hamdi dan Bahruddin, rancangan penelitian kuantitatif meliputi
pemilihan subjek, teknik pengumpulan data (kuesioner, observasi, atau test), prosedur untuk
mendapatkan data, dan prosedur untuk melakukan pengelolaan (Hairunnisa, dkk., 2018).
Perbedaan mendasar dari metode penelitian kuantitatif dengan metode penelitian kualitatif
yaitu terletak pada strategi dasar penelitiannya. Penelitian kuantitatif dipandang sebagai sesuatu
yang bersifat konfirmasi dan deduktif. Sedangkan penelitian kualitatif bersifat eksploratoris dan
induktif (Anggito, dkk., 2018).

Gambar 2. Metode Analisis Kuantitatif


2. Jelaskan 5 lapisan stratifikasi hutan tropis beserta kondisi lingkungannya. Beri contoh jenis flora,
fauna serta adaptasi hewan dan tumbuhan yang hidup pada masing-masing lapisan tersebut.
Jawab:
Pengertian hutan tropis dalam istilah umum sering kali disamakan dengan hutan hujan
tropis. Hutan hujan tropis adalah hutan alam yang berada pada iklim tropis yaitu terletak antara 230
27’ LU dan 230 27’ LS. Hutan tropis terdiri dari 2 musim, yaitu musim hujan dan kemarau. Berbeda
dengan hutan subtropis atau temperate yang memiliki 4 musim yaitu dingin, semi, panas, dan gugur.
Contoh wilayah yang terdapat hutan tropis misalnya di daerah Asia Selatan dan Tenggara, Australia
Bagian Utara, Afrika, Kepulauan Pasifik, Amerika Serikat, dan Tengah. Hutan hujan tropis adalah
salah satu bentuk hutan tropis dalam sistem penggolongan hutan menurut variabel iklim. Dalam
konteks pembahasan tentang hutan tropis pengertian curahan (presipitasi) hanya mengacu pada
curah hujan, bukan bentuk curahan lain seperti salju, hujan es, dan sebagainya. Dengan demikian,
kata hutan hujan menyatakan hutan yang dipengaruhi oleh curah hujan, baik jumlahnya maupun
distribusinya. Padanan istilah hutan hujan adalah rain forest (Bahasa Inggris) atau regenwald (Bahasa
Jerman) (Nursal, dkk., 2013).

Gambar 3. Hutan Hujan Tropis

Dalam komunitas vegetasi, tumbuhan yang mempunyai hubungan di antara mereka,


mungkin pohon, semak, rumput, lumut kerak dan Thallophyta. Tumbuh-tumbuhan ini lebih kurang
menempati strata atau lapisan dari atas ke bawah secara horizontal yang disebut stratifikasi. Individu
yang menempati lapisan yang berlainan menunjukkan perbedaan-perbedaan bentuk pertumbuhan,
setiap lapisan komunitas kadang-kadang meliputi kelas-kelas morfologi individu yang berbeda
(Nursal, dkk., 2013).
Stratifikasi atau pelapisan tajuk merupakan susunan tetumbuhan secara vertikal di dalam
suatu komunitas tumbuhan atau ekosistem hutan. Pada tipe ekosistem hutan hujan tropis,
stratifikasi itu terkenal dan lengkap. Tiap lapisan dalam stratifikasi itu disebut stratum atau strata.
Stratifikasi terjadi karena dua hal penting yang dimiliki atau dialami oleh tetumbuhan dalam
persekutuan hidupnya dengan tetumbuhan lainnya. Studi Sinekologi terutama studi komposisi dan
struktur hutan yang mempelajari profil (stratifikasi) sangat penting untuk mengetahui dimensi
(bentuk) atau struktur vertikal dan horizontal suatu vegetasi dari hutan yang dipelajari, dengan
melihat bentuk profilnya akan dapat diketahui model arsitektur dari pohon tersebut dan
kemungkinan peranannya dalam suatu komunitas (Hidayat, dkk., 2018).
Gambar 4. stratifikasi hutan hujan tropis

Struktur tegakan digambarkan dalam jumlah individu jenis-jenis tertentu pada ukuran kelas-
kelas yang berbeda dalam suatu tegakan hutan. Hutan hujan tropis terkenal karena adanya
pelapisan atau stratifikasi. Ini berarti bahwa populasi campuran didalamnya disusun pada arah
vertikal dengan jarak teratur secara tidak berkesinambungan. Stratifikasi tajuk dalam hutan hujan
misalnya sebagai berikut (Hidayat, dkk., 2018) :
1. Stratum A : Lapisan teratas, terdiri dari pohon-pohon yang tinggi totalnya 30-45 m
keatas. Biasanya mempunyai tajuk diskontinu, batang pohon tinggi dan
lurus, batang bebas cabang tinggi. Selain itu, rumah bagi banyak jenis
burung dan serangga.
2. Stratum B : Terdiri dari pohon-pohon yang tingginya 20-30 m, tajuknya kontinu, batang
pohon bisanya banyak bercabang, batang bebas cabang tidak terlalu tinggi.
Selain itu, rumah bagi banyak kehidupan, yaitu serangga, burung, reptil,
mamalia, dll.
3. Stratum C : Terdiri dari pohon-pohon yang tingginya 4-20 m, tajuknya kontinu. Pohon-
pohon dalam stratum ini rendah, kecil, banyak bercabang.
4. Stratum D : Terdiri dari lapisan perdu dan semak. Tingginya 1-4 m.
5. Stratum E : lapisan tumbuhan penutup tanah (ground cover), tingginya 0-1 m.

3. Jelaskan pengertian sumber daya alam dan pembagian sumber daya alam berdasarkan
pemanfaatannya, ketersediannya dan jenisnya. Beri contoh masing-masing sumber daya alam
tersebut.
Jawab:
Sumber daya alam ialah segala sesuatu yang berada di bawah maupun di atas bumi
termasuk tanah itu sendiri. Artinya adalah sesuatu yang masih terdapat di dalam maupun di luar
bumi yang sifatnya masih potensial dan belum dilibatkan dalam proses produksi untuk
meningkatkan tersedianya barang dan jasa dalam perekonomian. Sumber daya alam (SDA) berarti
sesuatu yang ada di alam yang berguna dan mempunyai nilai dalam kondisi dimana kita
menemukannya. Tidak dapat dikatakan SDA apabila sesuatu yang ditemukan tidak diketahui
kegunaannya sehingga tidak mempunyai nilai, atau sesuatu yang berguna tetapi tidak tersedia dalam
jumlah besar dibanding permintaannya sehingga ia dianggap tidak bernilai. Secara ringkasnya,
sesuatu dikatakan SDA apabila memenuhi 3 syarat yaitu : 1) sesuatu itu ada, 2) dapat diambil, dan 3)
bermanfaat. Dengan demikian, pengertian SDA mempunyai sifat dinamis, dalam arti peluang sesuatu
benda menjadi sumberdaya selalu terbuka (Solihin, dkk., 2007).

Sumber daya alam berdasarkan ketersediannya (Solihin, dkk., 2007):


1. Sumber daya alam yang dapat diperbaharui dan dipelihara (renewable resources )
Sumber daya alam yang dapat diperbaharui adalah sumber daya alam yang tidak dapat habis
atau punah jika digunakan, karena sumber daya alam ini dapat diperbaharui, dapat di daur
ulang, tumbuh atau dapat dibuat kembali. Proses pembauran SDA jenis ini melalui dua cara yaitu
melalui siklus dan reproduksi. Contoh : matahari, angin, hewan, tumbuhan, udara, air, kualitas
tanah, dan hutan.

Gambar 5. SDA yang dapat diperbaharui

2. Sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui (Exhaustible resources)


Sumber daya alam yang tidak dapat pulih keberadaannya atau tidak dapat dikembalikan
persediaannya. Sumber daya alam jenis ini mempunyai jumlah yang terbatas. Hal ini dikarenakan
proses pembentukannya membutuhkan waktu yang sangat lama. Contohnya yaitu minyak bumi
yang digunakan sebagai pembangkit listrik, batu bara yang juga sebagai pembangkit listrik
tenaga listrik, emas yang digunakan sebagai perhiasan atau untuk investasi karena memiliki nilai
jual yang tinggi, dan lainnya yang jika terus menerus digunakan maka akan habis.

Gambar 6. SDA yang tidak dapat diperbaharui


Sumber daya alam berdasarkan Jenisnya (Solihin, dkk., 2007):
1. Sumber daya alam hayati (Biotik)
Sumber daya alam hayati (biotik) adalah sumber daya alam yang berupa mahkluk hidup.
Misalnya : hewan, tumbuhan, mikroba, dan manusia.
2. Sumber daya alam non-hayati (Abiotik)
Sumber daya alam non-hayati adalah semua benda mati di bumi yang bermanfaat dan
berpengaruh bagi kelangsungan hidup manusia. Sumber daya alam non-hayati berasal dari
benda-benda mati. Misalnya : tanah, air, udara, dan hasil tambang.

Gambar 7. SDA abiotik dan biotik

Pemanfaatan Sumber Daya Alam (Pongtuluran, 2015):


1. Pertanian
Pertanian merupakan proses dalam menghasilkan bahan pangan dan ternak dengan
memanfaatkan sumber daya alam tumbuhan. Adapun berbagai macam tanaman seperti
padi, jagung, ubi kayu, dan ubi jalar.
2. Peternakan
Sumber daya alam hewan yang mempunyai banyak manfaat, seperti sebagai sumber pangan
yaitu sapi, ayam, dan bebek. Selain itu, dapat membantu pekerjaan berat manusia seperti
kerbau yang digunakan untuk membajak, kuda sebagai alat bantu transportasi, dan gajah
sebagai alat bantu angkut dibeberapa daerah.
3. Obat herbal
Banyak sumber daya alam yang sudah diketahui yang dapat dimanfaatkan oleh manusia,
baik yang berasal dari sumber daya alam hayati maupun nabati. Misalnya sumber daya alam
untuk sumber obat – obatan antara lain jahe, lempuyang, pasak bumi, laos, dan sebagainya.
4. Jelaskan bagaimana cara pencemaran mikroplastik dapat mengganggu jaring-jaring makanan dan
ekosistem secara keseluruhan baik di laut maupun di darat.
Jawab:
Sebagian besar jaring makanan terutama di darat merupakan gambaran proses makan dan
dimakan yang terjadi pada waktu tertentu dalam setahun. Perubahan musiman dapat mengubah
jaring makanan, terutama dimusim dingin ketika tumbuh-tumbuhan mati dan beberapa jenis hewan
berhibernasi atau bermigrasi. Dalam sebuah jaring makanan yang umum, beberapa jenis hewan
dihubungkan oleh sedikit garis saja, sementara yang lain merupakan titik persilangan utama. Hal itu
mungkin disebabkan karena hewan-hewan di persilangan itu memiliki kisaran makanan yang luas,
atau karena mereka menjadi santapan predator (Burnie, 1999).
Plastik merupakan salah satu material yang paling banyak digunakan oleh manusia.
Aplikasinya sangat luas, baik dalam kegiatan sehari-hari maupun dalam hal komersial. Produksi
plastik meningkat secara signifikan sejak tahun 1950an. Dalam sepuluh tahun terakhir, jumlah terus
bertambah, dari angka 204 Mton di tahun 2002 menjadi 299 Mton di tahun 2013. Manusia sangat
menikmati penggunaan plastik dalam berbagai aplikasi tanpa menyadari dampak jangka panjang
yang ditimbulkannya. Sampah plastik yang dihasilkan oleh manusia pada akhirnya akan kembali
dibuang ke lingkungan. Semakin banyak plastik yang digunakan manusia, semakin banyak pula
sampah yang dibuang ke lingkungan (Victoria, 2017).
Sampah plastik yang dibuang ke lingkungan pada akhirnya akan masuk ke wilayah perairan,
terutama laut. Plastik merupakan komponen utama dari sampah yang terdapat di laut. Jumlahnya
hampir mencapai 95% dari total sampah yang terakumulasi di sepanjang garis pantai, permukaan
dan dasar laut. Sampah plastik telah menyebar secara luas di seluruh wilayah laut dunia. Sampah
plastik dalam berbagai ukuran, mulai dari mikroskopik hingga makroskopik ditemukan di hampir
seluruh habitat bentik dan pelagik di seluruh lautan. Bahkan lokasi-lokasi terpencil seperti Arktik,
Laut Selatan, dan laut yang sangat dalam pun tidak terbebas dari kontaminasi sampah plastik
(Victoria, 2017).
Mikroplastik merupakan partikel plastik yang diameternya berukuran kurang dari 5 mm.
Batas bawah ukuran partikel yang termasuk dalam kelompok mikroplastik belum didefinisikan secara
pasti namun kebanyakan penelitian mengambil objek partikel dengan ukuran minimal 300 µm3 .
Mikroplastik terbagi lagi menjadi kategori ukuran, yaitu besar (1-5 mm) dan kecil (<1 mm).
Mikroplastik hadir dalam bermacam-macam kelompok yang sangat bervariasi dalam hal ukuran,
bentuk, warna, komposisi, massa jenis, dan sifat-sifat lainnya (Victoria, 2017).
Sejumlah faktor telah diperkirakan sebagai penyebab banyaknya mikroplastik yang ada di
lingkungan perairan tawar. Beberapa di antaranya adalah perbandingan populasi manusia
dibandingkan dengan jumlah sumber air, letak pusat perkotaan, waktu tinggal air, ukuran sumber
air, jenis pengolahan limbah, dan jumlah saluran pembuangan. Para peneliti mengatakan bahwa
jumlah partikel pelagis tinggi ditemukan dalam danau-danau dengan populasi manusia yang rendah
akibat waktu tinggal air yang tinggi dan ukuran danau yang besar. Mereka juga mengatakan bahwa
pola tersebut juga menjelaskan alasan danau-danau yang lebih besar mengandung lebih sedikit
mikroplastik pelagis bila dibandingkan dengan danau yang ukurannya lebih kecil namun densitas
partikelnya lebih tinggi (Victoria, 2017).
Hewan laut yang menelan mikoplastik termasuk organisme bentik dan pelagis, yang memiliki
variasi strategi makan dan menempati tingkat trofik yang berbeda. Invertebrata laut bentik yang
menelan mikroplastik, termasuk teripang, kerang, lobster, amphipods, lugworms, dan teritip. Dalam
habitat pelagis laut, mikroplastik tertelan oleh berbagai taksa zooplankton dan oleh ikan dewasa
serta larva ikan. Penyelidikan air tawar pertama mengenai penelanan plastik oleh invertebrata
menunjukkan bahwa hewan-hewan dari beragam habitat, rantai makanan, dan level tropik yang
berbeda, menelan mikroplastik. Bahkan pada tingkat orgnisme paling dasar, beragam komunitas
mikroba yang termasuk heterotrof, autotrof, predator, dan simbion, berasosiasi dengan mikroplastik
(Victoria, 2017).
Pada tingkat trofik yang lebih tinggi, burung laut juga menelan mikroplastik secara langsung
serta tidak langsung, melalui ikan yang telah menelan mikroplastik. Penelanan mikroplastik oleh
anjing laut dan singa laut di pulau-pulau sub Antartika menjadi bukti bahwa mikroplastik telah
mencapai tingkat trofik tertinggi dari jaring-jaring makanan di laut bahkan di lokasi terpencil.
Mamalia laut besar sangat mungkin memperoleh mikroplastik secara langsung maupun tidak
langsung. Dapat kita liat jaring-jaring makanan pada ekosistem laut, dapat kita bayangkan jika
organisme terkecil atau fitoplankton memakan plastik atau mikroplastik lalu hewan-hewan lainnya
memakan fitoplankton maka semuanya pun akan teracuni. Dan jika manusia membeli ikan atau
seafood makan manusia pun pasti akan teracuni (Victoria, 2017).

Gambar 8. Jaring makanan di laut

Begitu pun juga dengan jaring makanan di darat, jika hewan memakan sampah kemudian
daging hewan tersebut dijual dipasaran lalu manusia mengonsumsinya, maka sudah pasti juga
manusia akan memakan mikroplastik yang ada di dalam tubuh hewan tersebut dan berdampak
buruk untuk kesehatan manusia.
Gambar 9. Jaring makanan
5. Jelaskan 5 faktor yang menyebabkan Indonesia menjadi salah satu negara megabiodiversity yang
memiliki keragaman hayati flora dan fauna yang tinggi.
Jawab:
Keanekaragaman hayati ialah suatu istilah yang mencakup semua bentuk kehidupan yang
mencakup gen, spesies, tumbuhan, hewan, dan mikroorganisme serta ekosistem dan proses-proses
ekologi. Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki mega diversitas spesies hayati
dan merupakan mega center biodiversitas dunia. Kekayaan biodiversitas Indonesia sebanding
dengan Negara Brasil yang memiliki luasan daratan lebih dari 5 kali besarnya. Pada saat ini, telah
tercatat keanekaragaman jenis flora sebagai berikut: 1.500 jenis alga, 80.000 jenis tumbuhan
berspora berupa jamur, 595 jenis lumut kerak, 2.197 jenis paku-pakuan, dan 30.000-40.000 jenis
tumbuhan berbiji. Sementara itu, data diversitas faunanya terdapat 8.157 spesies vertebrata
(mamalia, burung, herpetofauna, dan ikan) dan 1.900 spesies kupu-kupu. Di samping itu, karena
keunikan geologi Indonesia menyebabkan tingginya endemisitas flora, fauna, dan mikroba. Indonesia
memiliki endemisitas tertinggi di dunia untuk beberapa kelompok fauna, di antaranya 270 jenis
mamalia, 386 jenis burung, 328 jenis reptil, 204 jenis amphibian, dan 280 jenis ikan (Kusmana,
dkk., 2015).

Gambar 10. Keanekaragaman hayati

Adapun faktor Indonesia menjadi negara megabiodiversity:


1. Indonesia sebagai salah satu negara yang memiliki potensi alam yang kaya. Sumber daya
alam yang melimpah tersebut salah satunya keanekaragaman hayati yakni hutan hujan
tropis. Menurut UU RI No 41 Tahun 1999 hutan merupakan sumber daya alam berupa suatu
ekosistem. Sebagian besar hutan yang ada di Indonesia ialah hutan hujan tropis, yang
memiliki kekayaan hayati flora yang beranekaragam dan mempunyai ekosistem terkaya di
dunia.

2. Hasil penelitian biogeografi hewan oleh Wallace menunjukkan bahwa jenis- jenis hewan
yang hidup di wilayah bagian barat Indonesia berbeda dengan jenis-jenis hewan di
wilayah bagian timur Indonesia, batasnya kira-kira dari Selat Lombok ke Selat Makassar.
Garis batas ini dikenal dengan Garis Wallace. Selain Wallace, peneliti berkebangsaan
Jerman, Weber, mengadakan penelitian tentang biogeografi fauna di Indonesia, yang
hasilnya mencetuskan Garis Weber yang menetapkan batas penyebaran hewan dari
benua Australia ke wilayah bagian timur Indonesia.

Gambar 11. Garis Weber

3. Berdasarkan hasil proses pembentukan daratan wilayah Indonesia serta hasil


penelitian Wallace dan Weber, maka secara geologis, persebaran flora (begitu pula fauna)
di Indonesia dibagi ke dalam 3 wilayah, yaitu:
a. Flora Dataran Sunda yang meliputi Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Bali. Flora di
pulau-pulau tersebut berada di bawah pengaruh flora Asia karena ciri-cirinya mirip
dengan ciri-ciri flora benua Asia, disebut juga flora Asiatis yang didominasi oleh
jenis tumbuhan berhabitus pohon dari suku Dipterocarpaceae.
b. Flora Dataran Sahul yang meliputi Papua dan pulau-pulau kecil di sekitarnya. Flora
di pulau-pulau tersebut berada di bawah pengaruh benua Australia, biasa disebut flora
Australis yang didominasi oleh jenis-jenis tumbuhan berhabitus pohon dari suku
Araucariaceae dan Myrtaceae.
c. Flora Daerah Peralihan (Daerah Wallace) yang meliputi Sulawesi, Maluku, dan Nusa
Tenggara yang berada di bawah pengaruh benua Asia dan Australia, yang mana
jenis tumbuhan berhabitus pohonnya didominasi oleh jenis dari suku Araucariaceae,
Myrtaceae, dan Verbenaceae.
4. Dalam dunia tumbuhan, flora di wilayah Indonesia merupakan bagian dari flora
Malesiana. Ditinjau dari wilayah biogeografi, setidaknya terdapat tujuh wilayah biogeografi
utama Indonesia yang menjadi wilayah penyebaran berbagai spesies tumbuhan, yaitu
Sumatra, Jawa dan Bali, Kalimantan, Sunda Kecil, Sulawesi, Maluku dan Irian Jaya.
Berdasarkan tingkat kekayaan relatif dan keendemikan spesies tumbuhan, maka
Irian Jaya (Papua) menempati posisi paling tinggi dibandingkan dengan wilayah
biogeografi lainnya, diikuti Kalimantan dan Sumatera.

Gambar 12. Keanekaragaman flora

5. Pola persebaran flora di Indonesia sama dengan pola persebaran faunanya yang
berpangkal pada sejarah pembentukan daratan kepulauan Indonesia pada masa zaman
es. Pada awal masa zaman es, wilayah bagian barat Indonesia (Dataran Sunda: Jawa,
Bali, Sumatera, dan Kalimantan) menyatu dengan benua Asia, sedangkan wilayah
bagian timur Indonesia (Dataran Sahul) menyatu dengan benua Australia. Dengan
demikian, wilayah Indonesia merupakan daerah migrasi fauna dan flora antar kedua
benua tersebut. Selanjutnya, pada akhir zaman es, dimana suhu permukaan bumi
meningkat, permukaan air lautpun naik kembali, sehingga Pulau Jawa terpisah dari
benua Asia, Kalimantan, dan Sumatera. Begitu pula pulau-pulau lainnya saling terpisah
satu sama lain.
Gambar 13. Peta Indonesia

DAFTAR PUSTAKA

Anggito, A., dan Jonathan S. 2018. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jawa Barat. CV Jejak.

Burnie, D. 1999. Ekologi. Jakarta. Erlangga.

Hairunissa, Noor, M. Sabiruddin. Broer, K. M. 2018. Edukasi Kesadaran Masyarakat Menjaga dan
Melestarikan Huta Hujan Tropis Pada Masyarakat Kota Bontang.
Metacommunication: Journal of Communication Studies, 3(2)109-131.

Hidayat, M., Olyfia, P., Riza, S., Veroza, S. 2018. Stratifikasi dan Model Arsitektur Pohon di Kawasan
Hutan Sekunder Pegunungan Deudap Pulo Aceh Kabupaten Aceh Besar. Jurnal Biotik. 1(2):
174-190.

Kusmana, C., & Hikmat, A. 2015. Keanekaragaman hayati flora di Indonesia. Jurnal
Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (Journal of Natural Resources an
Environmental Management), 5(2), 187.

Nursal., Suwondo., Irma, N.S. 2013. Karakteristik Komposisi dan Stratifikasi Vegetasi Strata Pohon
Komunitas Riparian di Kawasan Hutan Wisata Rimbo Tujuh Danau Kabupaten Kampar
Provinsi Riau. Jurnal Biogenesis. 9(2): 40-46.

Pongtuluran, Y. 2015. Manajemen Sumber Daya Alam dan Lingkungan. Yogyakarta. Penerbit Andi.
Solihin, M., dan Rija S. 2007. Pengelolaan Sumberdaya Alam Secara Terpadu untuk Memperkuat
Perekonomian Lokal. Jurnal SoilREns. 15(8): 782-793.

Victoria, A. 2017. Kontaminasi Mikroplastik di Perairan Tawar. Jurnal Ekologi. 2(1): 1-10.

Anda mungkin juga menyukai