Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PRAKTIKUM

SISTEMATIKA HEWAN VERTEBRATA


IDENTIFIKASI MORFOLOGI DAN KUNCI DETERMINASI
KELAS AMPHIBIA DAN KELAS REPTILIA

OLEH

NAMA

: NANDA AKBARIL

NO. BP

: 1410421025

KELOMPOK

: 5A

ANGGOTA KELOMPOK : 1. RAHMAH AULIA

(14104220010)

2. NADYATUL KHAIRA H.

(1410422015)

3. ANI ARIANI

(14104220

4. MERINI APRILIANI

(1410421043)

ASISTEN PENDAMPING : 1. MUHAMMAD AZHARI AKBAR


2. INTAN RIEZA SATIOVA

MUSEUM ZOOLOGI JURUSAN BIOLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG 2015

I.

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Indonesia adalah salah satu negara kepulauan yang terdiri dari sekitar 17.000 pulau yang
tersebar dari ujung Sabang hingga Merauke dan terletak antara dua samudera dan dua
benua. Kondisi yang strategis tersebut menghasilkan kekayaan hayati baik flora maupun
faunanya menjadi tinggi. Hal ini dapat dibuktikan dengan banyaknya ditemukan spesies
hewan pada berbagai wilayah Indonesia dengan masing-masing memiliki karakter yang
khas. Salah satu kekayaan hayati di Indonesia adalah dari kelompok amphibia dan
reptilia. Jumlah amphibia di Indonesia sekitar 489 spesies dan di Sumatera sekitar 90
spesies (Mistar, 2003).
Herpetofauna Sumatera kurang diteliti dibandingkan Pulau Jawa. Hal ini terlihat
dari perkiraan amphibia dari ordo Anura yang hanya berjumlah 90 spesies, ini jauh lebih
kecil jika dibandingkan Anura yang telah diketahui di Kalimantan yaitu 148 spesies
dengan luas daerah yang lebih besar dan Semananjung Malaysia dengan seratus satu
spesies dengan luas area yang lebih kecil (Inger and Voris, 2001). dengan tingginya
proporsi dari hewan endemik di Sumatera yaitu sebesar 20,3% menjadikan pulau
Sumatera menempati peringkat pertama dalam hal kekayaan spesies dari hewan-hewan
herpetofauna untuk kawasan Asia (David and Vogel, 1996).
Perbedaan posisi geografis dan kondisi ekologis pada wilayah Indonesia
merupakan salah satu faktor penting yang ternyata dapat memicu munculnya variasi dan
diferensiasi karakter spesies hewan antar populasi. Kondisi ini dapat terjadi melalui
mekanisme isolasi antar populasi, keterbatasan terjadinya migrasi dan adanya perbedaan
faktor lingkungan terhadap masing-masing spesies sehingga dapat mengakibatkan
populasi terpisah atau memiliki ekotifik yang berbeda yang akan memperlihatkan variasi
dan karakter yang berbeda. Variasi dan perbedaan ini pada dasarnya merupakan cikal
bakal dari rangkaian mekanisme perubahan yang lebih besar dan spesifik menuju ke
arah spesiasi (Hill dan Wiens, 2000).

Adanya perbedaan morfologis antar suatu populasi atau spesies biasanya


digambarkan dalam bentuk tubuh bagian luar secara keseluruhan. Deskripsi secara
kualitatif dapat digunakan untuk melihat perbedaan antar individu namun tetap
diperlukan deskripsi secara kuantitatif untuk melihat perbedaan dengan mengambil
berbagai ukuran dari individu-individu dan dinyatakann dalam statistik (misalnya ratarata, kisaran, ragam, dan korelasi dari ukuran-ukuran tersebut). Hal yang sama dapat
dilakukan pada ciri-ciri meristik (ciri-ciri yang bisa dihitung) misalnya jumlah sisik
(Strauss dan Bond, 1990 dalam Imron, 1998).
Ciri meristik bersifat stabil jumlahnya selama masa pertumbuhan setelah ukuran
tubuh yang sempurna tercapai, sedangkan karakter morfometrik berubah secara kontinu
seiring dengan bertambahnya ukuran dan umur. Morfometri merupakan salah satu cara
untuk mengetahui keanekaragaman dari suatu spesies dengan melakukan pengamatan
terhadap karakter fenetik (morfologi) secara umum. Data morfometri dapat digunakan
untuk menjelaskan ada atau tidaknya variasi dan diferensiasi antar populasi (Munshi and
Dutta, 1996).
Kajian morfometrik dan meristik sangat penting yang bertujuan untuk mengenal
dan melestarikan hewan herpetologi serta menghindari kepunahannya. Hal tersebutlah
yang mendasari dilakukannya praktikum mengenai identikasi morfologi dan kunci
determinasi kelas amphibia dan kelas reptilia ini.
I.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui karakter-karakter umum dari sifatsifat kelas amphibia dan kelas reptilia, mengetahui bentuk morfologi dari kelas amphibia
dan kelas reptilia, dan mengetahui karakter sifat-sifat pengidentifikasian dan
pengklasifikasian kelas amphibia dan kelas reptilia.

II.

TINJAUAN PUSTAKA

Herpetofauna berasal dari kata herpeton yang artinya binatang melata. Dahulu, sebelum
ilmu taksonomi berkembang maju, amfibi dan reptilia dimasukkan menjadi satu
kelompok hewan karena dianggap sama-sama melata. Dengan berkembangnya ilmu,
mereka kini menjadi dua kelompok terpisah. Kedua kelompok ini masuk ke dalam satu
bidang yaitu ilmu herpetologi karena mereka mempunyai cara hidup dan habitat yang
hampir sama yaitu sama-sama satwa vertebrata ektotermal (membutuhkan sumber panas
eksternal), serta memiliki metode pengamatan dan pengoleksian yang serupa (Kusrini, et
al., 2008).
Amphibia berasal dari bahasa yunani amphi dan bious dimana amphi berarti dua
dan bious berarti hidup. Amphibia merupakan hewan yang memiliki kehidupan ganda
maksudnya kehidupan ganda disini adalah hewan ini bisa hidup di dua alam yaitu dapat
hidup di darat dan di air. Akan tetapi terjadi pengecualian pada beberapa spesies yang
hidup dan menetap di air. Pada umumnya amphibia mempunyai siklus hidup awal di
perairan dan siklus hidup kedua adalah di daratan (Brotowidjoyo,1990).
Sebagian besar Amphibia ditemukan di habitat yang dalam
keadaan lembab seperti rawa-rawa dan hutan hujan. Amphibiaa yang
telah beradaptasi terhadap habitat yang lebih kering bahkan masih
menghabiskan banyak waktunya di dalam liang atau di bawah
dedaunan lembab yang tingkat kelembapannya tinggi. Amphibiaa
umumnya sangat bergantung pada kulitnya yang lembab untuk
pertukaran gas dengan lingkungannya. Beberapa spesies terrestrial
tidak memiliki paru-paru dan hanya bernapas melalui kulit dan rongga
mulutnya (Campbell, 2008).
Amphibia merupakan hewan yang kulitnya selalu basah dan berkelenjar, berjari
4-5 atau lebih sedikit,tidak bersirip, kelopak mata dapat digerakkan serta mempunyai
selaput yang dapat menutupi mata ketika berada di dalam air atau dikenal dengan istilah
membran niktitans (Sukiya, 2001). Amphibia memiliki 3 ordo yaitu ordo caudata

(urodela), ordo anura (salienta), dan ordo gymnophiona (cecillia). Ordo caudata adalah
amphibia yang pada bentuk dewasa mempunyai ekor, tubuhnya berbentuk seperti kadal.
Kedua, ordo anura (salienta), adalah amphibia yang pandai melompat dan pada hewan
dewasa tidak memiliki ekor. Ketiga, ordo gymnophiana (cecillia), adalah amphibia
dengan banyak vertebrae, rusuk panjang, kulit lunak dan dan antara mata dan hidung ada
tentakel yang dapat ditonjolkan keluar (Djuhanda, 1982).
Ordo Caudata tidak terdapat di Indonesia dan hanya ditemukan didaerah
temperata. Daerah terdekat yang dihuni oleh anggota ordo ini adalah Vietnam Utara,
Laos, dan Thailand Utara. Ordo caudata mempunyai empat tungkai, mempunyai mata
yang jelas dan mulut yang jelas, contohnya salamander (Mistar, 2003). Ordo Anura
memiliki struktur tubuh seperti berjongkok di mana ada empat kaki untuk melompat,
bentuk tubuh pendek, leher yang tidak jelas, tanpa ekor, mata melotot dan memiliki
mulut yang lebar. Tungkai belakang selalu lebih panjang dibanding tungkai depan.
Kulitnya bervariasi dari yang halus hingga kasar bahkan tonjolan-tonjolan tajam kadang
ditemukan seperti pada famili Bufonidae. Ukuran katak di Indonesia bervariasi mulai
dari yang terkecil yakni 10 mm hingga yang terbesar mencapai 280 mm (Iskandar,
1998).
Ordo Gymnophiona (sesilia) merupakan satu-satunya ordo dari amfibi yang tidak
mempunyai tungkai. Sesilia sangat mirip dengan cacing tapi mempunyai mulut dan mata
yang jelas, biasanya terdapat garis kuning pada sisi bagian tubuhnya. Mata direduksi dan
umumnya ditutupi oleh kulit berpigmen atau tulang kepala. Ordo Gymnophiona sulit
ditemukan karena kebiasaan hidup mereka di dalam liang-liang tanah (fossorial) dan
hanya keluar dari tanah ketika hujan lebat terjadi. (Mistar, 2003).
Reptilia berasal dari kata reptum yang berarti melata. Ciri umum kelas ini yang
membedakan dengan kelas vertebrata yang lain adalah seluruh tubuhnya ditutupi oleh
kulit kering atau sisik (Yasin, 1984). Reptilia adalah kelompok hewan vertebrata yang
hidupnya merayap atau melata. Reptilia juga tergolong ke dalam hewan yang berdarah
dingin yang suhu tubuhnya dipengaruhi oleh suhu lingkungan. Tubuh reptilia ditutupi
oleh sisik-sisik dari bahan tanduk yang kering atau tanpa kelenjar. Umumnya reptilia

mempunyai dua pasang kaki, masing-masing mempunyai lima jari yang bercakar, tetapi
pada jenis-jenis tertentu kakinya mereduksi atau sama sekali tidak ada. Jantungnya
mempunyai empat ruang yaitu dua serambi dan dua ventrikel. Habitat daripada reptilia
ada yang hidup didarat, air tawar, air laut, didaerah tropis dan daerah temperate
(Djuhanda, 1982).
Reptilia dibagi menjadi 3 ordo yaitu ordo Testudinata, dimana ciri khas dari ordo
ini adalah tubuh terlindung di antara karapaks (perisai dorsal) dan plastron (perisai
ventral, kepala dengan leher, ekor dan kaki semua menonjol keluar diantara karapaks
dan plastron, dua lubang hidung dekat ujung anterior kepala, tidak ada telinga luar,
membran timpani tertutup dengan selapis kulit dan lubang cloaca ventral pada dasar
ekor. Contoh dari ordo ini adalah kura-kura berlukis (Chyrsemys picta) dan penyu
(Caretta sp) (Radiopoetra, 1997).
Ordo yang kedua adalah ordo Squamata. Karakteristik dari ordo ini adalah
memiliki sisik yang tebuat dari zat tanduk dan sisik mengalami pergantian secara
periodik, sisik-sisiknya kecil dan fleksibel dan tidak memiliki rusuk abdominal. Contoh
ordo ini tokek (Hemidacty turcicus), bunglon (Draco sp). Ordo yang ketiga adalah ordo
Crocodila, dimana ciri khusus dari ordo ini adalah tubuh menjadi kepala, leher, badan
dan ekor. Kaki dengan jari yang bercakar kuat, mulutnya panjang, dua lubang pada
moncong, mata besar lateral dan mempunyai kelopak mata atas dan bawah, membran
niktitans tembus cahaya, lubang telinga tertutup oleh lipatan kulit, anus merupakan celah
longitudinal dibelakang pangkal kaki belakang. Contoh ordo ini adalah Crocodylus sp,
Alligator sp ( Djuhanda, 1983).

III.

PROSEDUR KERJA

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum identifikasi morfologi dan kunci determinasi kelas amphibia dan kelas reptilia
ini dilaksanakan pada hari Jumat tanggal 06 November 2015 di Laboratorium
Pendidikan I, Jurusan Biologi, Fakultas matematika dan ilmu pengetahuan alam,
Universitas Andalas, Padang.
3.2 Alat dan Bahan
Adapun alat yang digunakan adalah gabus berwarna hitam, penggaris ukuran 30 cm, dan
handphone. Bahan yang digunakan adalah dari kelas amphibi antara lain Fejervaria
cancrivora, Polypedates leucomystax, Dutaphrynus melanotictu, Hylarana picturata,
Hylarana erythraea, Hylarana parvacolla, Kalophrynus pleurostigma, Hylarana
nicobariensis, Phrynoidis osper, Ichthyopis glutinosa. Bahan yang digunakan untuk
reptil non serpentes antara lain adalah Hemidactylus frenatus, Dogania subplana,
Gonochepalus grandis. Bahan yang diganakan untuk reptil serpentes antara lain adalah
Dendrealapis pictus, Aheitula parsina, Phyton curtus, dan Tropidolaemus wagleri.
3.3 Cara Kerja
Adapun cara kerjanya adalah :
3.3.1 Kelas Ampihibia
Objek diletakkan pada gabus hitam dengan posisi kepala di sebelah kiri. Kemudian
diambil fotonya menggunakan handphone Asus dengan penggaris 30 cm sebagai alat
pembanding ukuran. Lalu dilakukan pengukuran dan perhitungan karakter morfometrik
yaitu panjang badan (PB), lebar kepala (LK), panjang kepala (PK), panjang kaki depan
(PKD), panjang tibia fibula (PTF), panjang femur (PF), panjang kaki belakang (PKB),
panjang moncong (PM), diameter tympanum (DT), diameter mata (DM), jarak inter
orbital (JIO), , jarak inter nares (JIN), urutan panjang jari kaki depan (UPJKD), urutan
panjang jari kaki belakang (UPJKB) dan karakter meristik berupa ada atau tidak alur

supraorbital, bentuk kelenjer paratoid, gigi fomer, tutupan selaput renang, processus
odontoid, bentuk kaki ujung jari, ada atau tidak lipatan dorsal lateral fold dan warna
kulit. Setelah dilakukan pengukuran, kunci determinasi pun dapat dibuat berdasarkan
deskripsi atau ciri khas yang kita lihat pada pengamatan praktikum.
3.3.2 Kelas reptilia
Objek diletakkan pada gabus hitam dengan posisi kepala di sebelah kiri. Kemudian
diambil fotonya menggunakan handphone Asus dengan penggaris 30 cm sebagai alat
pembanding ukuran. Lalu dilakukan pengukuran dan perhitungan karakter morfometrik
yaitu Total length (TL), Snout-to-vent length (SVL), Tail length (TAIL), Fore foot
length (FFL), Hind food length (HFL), Head length (HL), Head width (HW), Snout
length (SL), Eye diameter (ED), Tympanum diameter (TD), Wing span (WS), Limb
front-foot length (LFL), Upper front-foot length (UFL), Limb hind-foot length (LHL),
Upper hindt-foot length (UHL), Boddy length (BL), Total supra labial scale (TSLS),
Total infra labial scale (TILS), jumlah sisik lingkar badan (MSR), jumlah sisik ventral
(VEN), jumlah sisi ekor (SC), jumlah sisik supra labial (SSL), jumlah sisik labial (IL),
panjang moncong (SNL), color bentuk pupil, bentuk sisik, anal plate, bentuk sisik ekor,
bentuk kepala, bentuk rostral, bentuk tubuh, sisik loreal, lorealpit, benuk sisik anal,
habitat dan bentuk morfologi lain yang dimiliki.

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kelas amphibia


4.1.1 Fejervarya cancrivora
Klasifikasi
Kingdom

: Animalia

Filum

: Chordata

Kelas

: Amphibi

Ordo

: Anura

Famili

: Ranidae

Genus

: Fejervarya

Spesies

: Fejervarya cancrivora

Gambar 1. Fejervarya cancrivora

(Inger and Stuebing, 1997)


Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, didapatkan hasil Fejervarya cancrivora
memiliki panjang badan (PB) 60 mm, panjang kaki depan (PKD) 30 mm, panjang kaki
belakang (PKB) 47 mm, diameter mata (DM) 4 mm, urutan panjang jari kaki depan
(UPJKD) 2>4>3>1, lebar kepala (LK) 20 mm, panjang tibia fibula (PTF) 22 mm,
panjang moncong (PM) 10 mm, jarak inter orbital (JIO) 10 mm, urutan panjang jari kaki
belakang (UPJKB) 4>3>5>2>1, panjang kepala (PK) 25 mm, panjang femur (PF) 21
mm, diameter tympanum (DT) 4 mm, jarak inter nares (JIN) 4 mm. Alur superiorbital
tidak ada, tidak mempunyai kelenjer tiroid, gigi former ada pada bagian rahang atas,
tutupan selaput renang penuh, lipatan dorso lateral tidak ada, dan tubuh berwarna coklat.
Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan, dapat diamati bahwa
Fejervarya concrivora memiliki tubuh berwarna coklat cerah dengan bintil-bintil hitam
di punggungnya. Memiliki web setengah, memiliki gigi former dan prosesus odontoid.
Hal ini sesuai dengan pendapat Diesmos et al (2006) yang menyatakan Fejervarya
cancrivora memiliki bintil dikepala, memiliki lipatan kelenjar, mempunyai lipatan

dorsaventral yang terputus-putus, permukaan ventral halus, moncong yang berbentuk


oval. Tuberkel Subarticular berbentuk bulat. Jari-jari kaki yang panjang dan memiliki
anyaman dan dermal pinggiran.
4.1.2 Dutaphrynus melanotictus Schneider, 1799
Klasifikasi
Kingdom

: Animalia

Phylum

: Chordata

Class

: Amphibi

Ordo

: Anura

Familia

: Bufonidae

Genus

: Dutaphrynus

Species

: Dutaphrynus melanotictus

(Inger dan Stuebing, 1997)

Gambar 2. Dutaphrynus
melanotictus

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, didapatkan hasil Duttaphrynus melanosticus


memiliki panjang badan (PB) 50 mm, panjang kepala (PK) 20 mm, lebar kepala (LK) 15
mm, diameter tymphanium (DT) 3 mm, panjang moncong (PM) 5 mm, diameter mata
(DM) 4 mm, jarak inter nares (JIN) 4 mm, jarak inter orbital (JIO) 5 mm, panjang kaki
belakang (PKB) 23 mm, panjang femur (PF) 15 mm, panjang tibia-fibula (PTf) 15 mm,
urutan jari kaki depan (UJKD) 3>1>4>2, urutan jari kaki belakang (UJKB) 4>3>5>2>1,
memiliki garis supraorbital, memiliki tubercel, tidak memiliki dorsolateral line, memiliki
warna abu-abu, serta tutupan selaput renang setengah penuh. prosessus odontoid tidak
ada,tidak memiliki gigi former.
Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan, dapat diamati bahwa
Dutaphrynus melanotictus memiliki banyak tubercle atau bintik-bintik besar dan kecil di
permukaan tubuhnya, memiliki sepasang kelenjar parotoid (kelenjar racun) yang besar
panjang terdapat di atas tengkuk dan kaki dengan selaput renang yang sangat pendek.
Hal ini sesuai dengan pendapat Iskandar (2006) yang menyakan bahwa Dutaphrynus
melanotictus memiliki bintil-bintil kasar di punggung dengan ujung kehitaman dan tidak
memiliki selaput renang. Warna punggung bervariasi antara coklat abu-abu gelap,

kekuningan, kemerahan, sampai kehitaman. Pada tubuh terdapat garis supraorbital


berwarna hitam, alur-alur supra-orbital dan supratimpanik menyambung, tidak ada alur
parietal.
4.1.3 Polypedates leucomistax
Klasifikasi
Kingdom

: Animalia

Filum

: Chordata

Kelas

: Amphibi

Ordo

: Anura

Famili

: Rhacophoridae

Genus

: Polypedates

Spesies

: Polypedates leucomystax

Gambar 3. Polypedates leucomystax

(Inger and Stuebing, 1997)


Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, didapatkan hasil Polypedates leucomystax
memiliki panjang badan (PB) 44 mm, panjang kepala (PK) 14 mm, lebar kepala (LK) 15
mm, diameter tympanum (DT) 3 mm, panjang moncong (PM) 6 mm, diameter mata
(DM) 3 mm, jarak internares (JIN) 3 mm, jarak inter orbital (JIO) 7 mm, panjang kaki
belakang (PKB) 22 mm, panjang femur (PF) 20 mm, panjang tibia-fibula (PTf) 22 mm,
urutan jari kaki depan (UJKD) 2>1>4>3, urutan kaki belakang (UJKB) 4>5>3>2>1.
Tidak memiliki tubercle, dengan lipatan dorsolateral, webbing setengah penuh, dengan
warna kuning, terdapat gigi former, dan bentuk ujung jari seperti spatula.
Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan, diamati bahwa Polypedates
leucomystax adalah memiliki warna kuning kecoklatan dengan bintil-bintil warna yang
halus disekitaran dorsalnya. Memiliki web setengah atau tidak full dan mempunyai gigi
former. Katak ini memiliki bentuk ujung jari yang licin. Hal ini sesuai dengan pendapat
Darmawan (2008) yang menyatakan bahwa katak ini merupakan katak berukuran
sedang, jari melebar dengan ujung rata. Jari tangan setengahnya berselaput, sedangkan
jari kaki hampir sepenuhnya berselaput. Katak ini memiliki tekstur kulit yang halus
tanpa bintil dan lipatan. Bagian bawah berbintil granular yang jelas. Warna biasanya

coklat keabu-abuan, satu warna atau dengan bintik hitam atau dengan garis yang jelas
memanjang dari kepala sampai ujung tubuh. Habitat dari katak ini biasanya hidup di
antara tetumbuhan atau sekitar rawa dan bekas tebangan hutan sekunder.
4.1.4 Hylarana picturata
Klasifikasi
Kingdom

: Animalia

Filum

: Chordata

Kelas

: Amphibi

Ordo

: Anura

Famili

: Ranidae

Genus

: Hylarana

Spesies

: Hylarana picturata

Gambar 4. Hylarana picturata

(Inger and Stuebing, 1997)


Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, didapatkan hasil Hylarana picturata memiliki
panjang badan (PB) 37 mm, panjang kepala (PK) 19 mm, lebar kepala (LK) 15 mm,
diameter tympanum (DT) 4 mm, panjang moncong (PM) 70 mm, diameter mata (DM)
10 mm, jarak internares (JIN) 40 mm, jarak inter orbital (JIO) 30 mm, panjang kaki
belakang (PKB) 50 mm, panjang femur (PF) 20 mm, panjang tibia-fibula (PTf) 20 mm,
urutan jari kaki depan (UJKD) 3>4>1>2, urutan kaki belakang (UJKB) 4>5>3>2>1.
Tidak memiliki alur supraorbital, tanpa kelenjer paratoid, webbing tidak penuh,
memiliki lipatan dorsolateral,warna hitam orange.
Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan, dapat diamati bahwa Hylarana
picturata memiliki bentuk yang sangat menarik dengan warna hitam pekat dan dipenuhi
bintik-bintik warna merah keorenan. Spesies ini memiliki mata yang besar, kulitnya licin
dan terdapat garis lateral berwarna oren dipunggungnya. Menurut Inger R. dkk ( 2004),
spesies Hylarana picturata tersebar luas di sepanjang pulang sumatera kalimantan dan
Semenajung Malaya. Sebuah populasi juga di temukan di Pulau Tioman. Secara umum
banyak dari genus ini belum teridentifikasi.

4.1.5 Hylarana erythraea


Klasifikasi
Kingdom

: Animalia

Filum

: Chordata

Kelas

: Amphibi

Ordo

: Anura

Famili

: Ranidae

Genus

: Hylarana

Spesies

: Hylarana erythraea

(Inger and Stuebing, 1997)


Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, didapatkan hasil Hylarana erythraea memiliki
panjang badan (PB) 45 mm, lebar kepala (LK) 12 mm, panjang kepala (PK) 15 mm,
panjang kaki depan (PKD) 20 mm, panjang tibia fibula (PTF) 15 mm, panjang femur
(PF) 20 mm, panjang kaki belakang (PKB) 35 mm, panjang moncong (PM) 15 mm,
diameter tympanum (DT) 5 mm, diameter mata (DM) 5 mm, jarak inter orbital (JIO) 13
mm, jarak inter nares (JIN) 4 mm, urutan panjang jari kaki depan (UPJKD) 4<3<2<1,
urutan panjang jari kaki belakang (UPJKB) 2<5<4<3<1. Tidak memiliki alur
supraorbital, tanpa kelenjer paratoid, gigi former tidak ada, webbing penuh, memiliki
processus odontoid, memiliki lipatan dorsolateral,warna hijau kekuningan.
Hylarana erythraea memiliki tubuh kecil dan kurus berwarna hijau yang agak
keemasan, memiliki web setengah, mempunyai gigi former dan tidak memiliki prosesus
odontoid. Hal ini sesuai dengan pendapat Inger and Greenberg (1963) menyatakan
Hylarana erythraea mempunyai warna hijau gelap, ventralnya berwrna putih, tungkai
berwarna kuning dengan bercak yang tidak teratur, memiliki kulit yang halus serta
betinanya jauh lebih besar dari jantan. Spesies ini melimpah di habitat yang cocok dan
stabil dalam populasi. Spesies ini mampu beradaptasi dan dapat ditemukan di dekat
tempat tinggal manusia.

4.1.6 Hylarana parvacolla


Klasifikasi
Kingdom

: Animalia

Filum

: Chordata

Kelas

: Amphibi

Ordo

: Anura

Famili

: Ranidae

Genus

: Hylarana

Spesies

: Hylarana parvacolla

(Inger and Stuebing, 1997)


Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, didapatkan hasil Hylarana erythraea memiliki
panjang badan (PB) 4,5 cm, lebar kepala (LK) 1,5 cm, panjang kepala (PK) 1,5 cm,
panjang kaki depan (PKD) 2,2 cm, panjang tibia fibula (PTF) 2,4 cm, panjang femur
(PF) 1,8 cm, panjang kaki belakang (PKB) 3,2 cm, panjang moncong (PM) 1 cm,
diameter tympanum (DT) 0,4 cm, diameter mata (DM) 0,3 cm, jarak inter orbital (JIO)
0,5 cm, jarak inter nares (JIN) 0,4 cm, urutan panjang jari kaki depan (UPJKD)
3<4<2<1, urutan panjang jari kaki belakang (UPJKB) 4<5<3<2<1. Tidak memiliki alur
supraorbital, tanpa kelenjer paratoid, memiliki gigi former , webbing tidak penuh, tidak
memiliki processus odontoid, tidak memiliki lipatan dorsolateral, warna hitam keruh.
Hylarana parvaccola memiliki ukuran tubuh yang pendek dan kaki yang
panjang. Hal ini sesuai dengan pendapat Inger dan Greenberg (1963) yang menyatakan
Hylarana parvaccola adalah katak relatif kecii. Ukuran katak jantan dewasa 28-38 mm
dan betina 38-43 mm. Tubuh ramping dan kaki yang panjang. Biasanya ditemukan di
hutan dataran rendah dari berbagai jenis, dari berbukit (tapi dataran rendah) hutan hujan
primer untuk rawa hutan sekunder hutan. Tubuh berwarna hijau di atas dan putih atau
berwarna krem di bawah ini dan bibir atas biasanya jelas lebih ringan dari daerah
sekitarnya.

4.1.7 Kalophrynus pleurostigma


4.1.8 Hylarana nicobariensis
Klasifikasi
Kingdom

: Animalia

Filum

: Chordata

Kelas

: Amphibi

Ordo

: Anura

Famil

: Ranidae

Genus

: Hylarana

Spesies

: Hylarana nicobariensis

(Inger and Stuebing, 1997)


Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, didapatkan hasil Hylarana nicobariensis
memiliki panjang badan (PB) 5 cm, lebar kepala (LK) 1,9 cm, panjang kepala (PK) 3
cm, panjang kaki depan (PKD) 2,5 cm, panjang tibia fibula (PTF) 3 cm, panjang femur
(PF) 2 cm, panjang kaki belakang (PKB) 9 cm, panjang moncong (PM) 1,7 cm, diameter
tympanum (DT) 0,4 cm, diameter mata (DM) 0,5 cm, jarak inter orbital (JIO) 1,7 cm,
jarak inter nares (JIN) 0,3 cm, urutan panjang jari kaki depan (UPJKD) 4<3<1<2, urutan
panjang jari kaki belakang (UPJKB) 5<4<3<2<1. Tidak memiliki alur supraorbital,
tanpa kelenjer paratoid, tidak memiliki gigi former , webbing penuh, tidak memiliki
processus odontoid, memiliki lipatan dorsolateral, warna coklat tua.
Hylarana nicobariensis memiliki warna hitam kecoklatan dan terdapat bintil
yang halus, mempunya web setengah, mempunyai gigi former. Habitatnya biasanya di
hutan yang lembab atau sungai. Hal ini sesuai dengan pendapat Djuhanda (1982) yang
menyatakan bahwa Hylarana nicobariensis merupakan katak yang berukuran kecil
dengan tubuh ramping, kaki panjang, jari kaki setengah berselaput. Tekstur kulit halus
tanpa adanya bintil atau tonjolan, lipatan dorsolateral yang halus. Habitatnya terdapat di
perbatasan hutan di daerah yang terganggu, sekeliling air yang mengalir lambat atau
yang mengenang dan tidak terdapat di permukaan laut.

4.1.9 Phrynoidis asper


Klasifikasi
Kingdom

: Animalia

Filum

: Chordata

Kelas

: Amphibi

Ordo

: Anura

Famili

: Bufonidae

Genus

: Phrynoidis

Spesies

: Phrynoidis asper

(Inger dan Stuebing, 1997)


Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, didapatkan hasil Phrynoidis asper memiliki
panjang badan (PB) 6,8 cm, lebar kepala (LK) 2,6 cm, panjang kepala (PK) 3 cm,
panjang kaki depan (PKD) 3,4 cm, panjang tibia fibula (PTF) 3,7 cm, panjang femur
(PF) 3,2 cm, panjang kaki belakang (PKB) 5,5 cm, panjang moncong (PM) 0,5 cm,
diameter tympanum (DT) 0,7 cm, diameter mata (DM) 1 cm, jarak inter orbital (JIO) 1,1
cm, jarak inter nares (JIN) 0,6 cm, urutan panjang jari kaki depan (UPJKD) 4<3<2<1,
urutan panjang jari kaki belakang (UPJKB) 5<4<3<2<1. Memiliki alur supraorbital,
tanpa kelenjer paratoid, tidak memiliki gigi former , webbing penuh, tidak memiliki
processus odontoid, memiliki 4 lipatan dorsolateral, warna coklat tua.
Phrynoidis asper memiliki tubuh yang besar, tekstur kulit berbintil kasar dengan
warna coklat tua sampai kehitaman. Hewan ini memiliki alur supraorbital dan selaput
renang yang penuh. Hal ini sesuai dengan pendapat Iskandar (1998) yang menyatakan
bahwa kodok ini berwarna coklat tua kehitaman, keabu-abuan, atau kehitam-hitaman.
Memiliki kelenjar parotoid yang berbentuk lonjong. Tangan dan kaki dapat berputar. Jari
kaki berselaput renang atau memiliki webbing sampai ke ujung atau penuh.
Menurut Mistar (2003), Kodok ini berukuran besar, alur supraorbital
dihubungkan dengan kelenjar paratiroid oleh alur supratimpatik tekstur kulit sangat
kasar dan menomjol,dilipu bintil-bintil berduri. Warna tubuh biasanya coklat tua yang
kusam, keabu-abuan, atau kehitaman. Bagian bawah terdapat bintil-bintil hitam, jantan

biasanya memiiki kulit dagu kehitaman. Umumnya hewan ini dijumpai sepanjang
sungai, sekitar air terjun, hutan, dataran rendah sampai pegunungan, pada katinggian
1.440 mdpl.
4.1.10 Ichthyophis glutinosus
Klasifikasi
Kingdom

: Animalia

Filum

: Chordata

Kelas

: Amphibi

Ordo

: Gymnophiona

Famili

: Ichthyopiidae

Genus

: Ichthyopis

Spesies

: Ichthyophis glutinosus

(Inger dan Stuebing, 1997)


Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, maka didapatkan hasil yaitu tubuh
memiliki segmen, tidak memiliki lipatan dorsoventral, garis lateral line jelas dan
berwarna kuning, mata tereduksi dan bentuk kepala oval pipih. Menurut Duellman and
Trueb (1986), anggota famili ini mempunyai ciri-ciri tubuh yang bersisik, ekornya
pendek, mata relatif berkembang. Reproduksi dengan oviparous. Larva berenang bebas
di air dengan tiga pasang insang yang bercabang yang segera hilang walaupun
membutuhkan waktu yang lama di air sebelum metamorphosis.
Rachoporus margaritifer
Phrynoidis asper
Hylarana rufipes
Hylarana nicobariensis
Hylarana erythraea
Hylarana parvacolla
Fejervarya cancrivora
Fejervarya limnocharis

Hylarana picturata
4.2 Kelas Reptilia (Non Serpentes)
4.2.1 Hemidactylus frenatus (Cicak rumah)
Kingdom

Animalia

Filum

Chordata

Kelas

Reptilia

Ordo

Squamata

Family

Geckonidae

Genus

Hemidactus

Spesies

Hemidactylus frenatus Schlegel, 1836

(Moreau de Jonns, A, 1818)


Dari praktikum yang dilaksanakan hasil pengukuran dari Hemidactylus frenatus yaitu
panjang total (PT) 85 mm, panjang standar (PS) 52 mm, panjang ekor (PE) 32 mm,
diameter timpanium (DT) 1 mm, diameter mata (DM) 3 mm, lebar kepala (LK) 12 mm,
panjang kepala (PK) 20 mm, memiliki warna tubuh krem, moncong pendek, dan dapat
melakukan autotomi (pelepasan ekor).
Berdasarkan pengamatan, Hemidactylus frenatus memiliki warna tubuh abu-abu
dan ukuran panjang tubuh yang tidak terlalu panjang. Hal ini sesuai dengan pendapat
Goin, (1971) yang menyatakan Hemidactylus frenatus memiliki panjang tubuh 7,5 15
cm dimana ukuran tubuh jantan lebih besar dibandingkan dengan betina. Warna tubuh
abu-abu atau coklat muda. Pupil vertikal, digiti melebar dengan subdigital lamella,
lamella sub digiti dari digiti ke 4 melebar ke dasar digiti. Memiliki tubercle di bagian
punggung yang kecil, yang dibatasi dengan baris dorsolateral. Pada cicak, sisik
mereduksi menjadi tonjolan atau tuberkulum. Pada lidah terdapat lekukan dangkal pada
ujung lidah. Hemydactylus frenatus sering dijumpai di rumah- rumah yang merayap
pada dinding. Cicak rumah memiliki warna yang lebih terang dan halus dari tokek.
Cicak mendapatkan makanannya dengan cara menangkap atau memburu mangsa
menggunakan mulut dan mangsa ditelan secara utuh (raptoral).

4.2.2 Dogania subplana (Labi-Labi)


Kingdom

: Animalia

Filum

: Chordata

Kelas

: Reptilia

Ordo

: Chelonia

Famili

: Trionycidae

Genus

: Dogania

Spesies

: Dogania subplana Geoffroy, 1809

Gambar 6. Dogania subplana

(Geoffroy, 1809)
Dari pengamataan yang dilakukan dapat diukur Total length (TL) 160 mm, Snout to Vent
Length (SVL) 140 mm, Fore foot length (FFL) 15 mm, Hind foot leight (HFL) 20 mm,
Head Length (HL) 15 mm, Head Widght (HW) 20 mm, Snout Length (SL) 10 mm, Eye
Diameter (ED) 5 mm, Limb Front foot Lenght (LFL) 6 mm, Limb Hind foot Lenght
(HFL) 5 mm, Body lenght (BL) 12 mm, bewarna coklat dengan carapax yang lunak, dan
kepala yang hampir sama panjang dengan panjang tubuh.
Dogania subplana memiliki cangkang yang lunak dan memiliki cakar dan tulang
rawan. Kepala hewan ini dapat keluar masuk dari cangkangnya. Hal ini sesuai dengan
pendapat Iskandar (2000) yang menyatakan Dogania subplana memiliki cangkang yang
lunak dengan panjang tubuh 220 mm. Gigi hewan ini menyatu dan memiliki hidung
yang menyerupai belalai. Selain itu, Hewan yang di kenal dengan labi labi ini
memiliki cakar dan memiliki tulang rawan. Dogania subplana ini hidup di air yang
berlumpur dan berarus tenang. Lehernya

panjang dengan permukaan atasnya

mempunyai ruang dan garis longitudinal dan bagian bawahnya berwarna orange.
Kepalanya relatif besar dan hidung berbentuk tubular, sehingga penampilannya yang
menawan. Warna punggungnya abu-abu kehitaman, kecoklatan atau kemerahan dengan
pola atau bintik-bintik halus.

4.2.3 Gonochepalus grandis (Gray 1845)


Klasifikasi :
Kingdom

: Animalia

Filum

: Chordata

Kelas

: Reptilia

Ordo

: Squamata

Famili

: Agamidae

Genus

: Gonochepalus

Species

: Gonochepalus grandis (Gray 1845 )

Sumber

: Zipcodezoo.2015

Status

: Least concern

Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, Gonochepalus grandis memiliki total


lenght (TL) 440 mm, Snout to vent lenght (SVL) 130 mm, tail length (TAIL) 300 mm,
tympanium diameter (TD) 5 mm, eye diameter (ED) 5 mm, head width (HW) 22 mm,
head length (HL) 40 mm, snout length (SL) 20 mm, fore foot length (FFL) 65 mm, limb
front-foot length (LFL) 25 mm, upper front-foot length (UFL) 25 mm, hind foot length
(HFL) 100 mm, limb hint-foot length (LHL) 35 mm, upper hind-foot length (UHL) 35
mm, body length (BL) 100 mm, total supra labial scales (TSLS) 12 mm, total infra labial
scales (TILS) 11 mm. Kadal ini berbadan panjang dan ramping, memiliki surai, dan
memiliki warna kecoklatan dengan garis-garis belang kuning kehijauan.
Gonochepalus grandis memiliki badan yang panjang dan pada bagian tubuhnya
memiliki garis belang-belang kuning kehijauan. Hal ini sesuai dengan pendapat Iskandar
(2000) yang menyatakan bahwa secara umum Gonochepalus grandis merupakan Kadal
ini berbadan panjang dan ramping dan memiliki warna kecoklatan dengan garis-garis
belang kuning kehijauan. Ukuran panjang dari moncong sampai ventral 55 mm, ekor
405 mm, moncong lebih panjang dari pada lingkar mata, bibir atas dan bawah 10 atau
13, surai bagian atasnya terpisah.Warna, coklat atau hijau pudar bagian atas, seragam
atau bergais-garis melintang, bagian sisi bergaris coklat atau berbintik-bintik kuning,

betina mempunyai garis gelap dari belakang mata sampai timpanum bertemu dengan
warna terang, bagian bawah kecoklatan atau kekuningan, tenggorokan kadang-kadang
dengan garis gelap.
4.2.4 kura-kura

4.3 Kelas Reptil (Serpentes)


4.3.1 Dendrelaphis pictus
Filum

: Chordata

Kelas

: Reptilia

Ordo

: Squamata

Sub Ordo

: Serpentes

Famili

: Colubridae

Genus

: Dendrelapis

Spesies

: Dendrelaphis pictus G Melin, 1789

Gambar 7. Dendrelaphis pictus

(Jurgen, 1988)
Berdasarkan pengamatan, ciri yang teramati dari Dendrelapis pictus adalah memiliki
panjang standar (SVL) 520 mm, panjang ekor (Tal) 330 mm, (TL) 400 mm, diameter
mata (ED) 4 mm, lebar kepala (HW) 15 mm, (D-ln ) 5 mm, (D-SpDc) 5 mm, Jumlah
sisik lingkar badan (MSR) 10, Jumlah sisik ventral (VEN) 169, jumlah sisik ekor (SC)
141, Jumlah Sisik Supra Labial (SSL) 9, Jumlah Sisik Infralabial (IL)10. Bentuk Pupil
rounded, Bentuk Sisik smooth, sisik ekor double plate, bentuk kepala medium
(rounded), bentuk rostal tumpul, bentuk tubuh silindris, sisik loreal ada, dan loreal pith
tidak ada.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, Dendrelaphis pictus memiliki tubuh
yang panjang dan kurus dan memiliki warna kecoklatan. Hal ini sesuai dengan pendapat
Djuhanda (1982) yang menyatakan bahwa Dendrelaphis pictus merupakan ular yang
kurus ramping, panjang hingga sekitar 800 sampai 1500. Ekornya panjang, mencapai
sepertiga dari panjang tubuh keseluruhan. Dendrelaphis pictus mempunyai warna tubuh

coklat di bagian punggung. Pada masing-masing sisi tubuh bagian bawah terdapat pita
tipis kuning terang keputihan, dipisahkan dari sisik ventral (perut) yang sewarna oleh
sebuah garis hitam tipis memanjang hingga ke ekor. Kepala kecoklatan perunggu di
sebelah atas, dan kuning terang di bibir dan dagu, diantarai oleh coret hitam mulai dari
pipi yang melintasi mata dan melebar di pelipis belakang, kemudian terpecah menjadi
noktah-noktah besar dan mengabur di leher bagian belakang. Sisik-sisik ventral putih
kekuningan atau kehijauan.
4.3.2 Aheitulla parsina
Klasifikasi
Kingdom

: Animalia

Filum

: Chordata

Kelas

: Reptilia

Ordo

: Squamata

Subordo

: Serpentes

Family

: Colubridae

Genus

: Ahaetulla

Spesies

: Ahaetulla parsina Shaw, 1802

Gambar 8. Ahaetulla parsina

(Uetz, 2012)
Berdasarkan pengamatan, ciri yang teramati dari Ahaetulla parsina memiliki panjang
standar (SVL) 800 mm, panjang ekor (Tal) 420 mm, (TL) 126 mm, diameter mata (ED)
5 mm, lebar kepala (HW) 18 mm, (D-ln ) 5 mm, (D-SpDc) 10 mm, Jumlah sisik lingkar
badan (MSR) 15, Jumlah sisik ventral (VEN) 200, jumlah sisik ekor (SC) 188, Jumlah
Sisik Supra Labial (SSL) 45, Jumlah Sisik Infralabial (IL) 9. Bentuk pupil horizontal,
bentuk sisik smooth, Anal plate devide, sisik ekor paired, bentuk kepala medium, bentuk
rostal runcing, bentuk tubuh silindrisr, sisik loreal tidak ada, dan loreal pith tidak ada.

4.3.3 Phyton curtus (Schneider, 1801)


Kingdom

: Animalia

Filum

: Chordata

Kelas

: Reptilia

Ordo

: Squamata

Famili

: Phytonidae

Genus

: Phyton

Species

: Phyton curtus (Schneider, 1801)

Sumber

: Zipcodezoo, 2015

Berdasarkan pengamatan, ciri yang teramati dari Phyton curtus memiliki panjang
standar (SVL) 111,5 cm, panjang ekor (Tal) 9,5 cm, (TL) 121 cm, diameter mata (ED)
0,5 cm, lebar kepala (HW) 1 cm, (D-ln ) 1 cm, (D-SpDc) 1 cm, Jumlah sisik lingkar
badan (MSR) 54 buah, Jumlah sisik ventral (VEN) 163 buah, jumlah sisik ekor (SC) 26
buah, Jumlah Sisik Supra Labial (SSL) 8 buah, Jumlah Sisik Infralabial (IL) 18 buah.
Bentuk pupil vertikal, bentuk sisik berpasangan, bentuk kepala medium, bentuk rostal
rounded, bentuk tubuh snout, sisik loreal tidak ada, loreal pith tidak ada dan bentuk sisik
anal ganda.
Phyton curtus

memiliki tubuh yang berwarna coklat pada sisi dorsal dan

memiliki corak kehitaman pada tubuhnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Pope (1956)
yang menyatakan Phyton curtus memiliki warna menarik dengan ciri-ciri tubuh bagian
dorsal berwarna coklat gelap dengan corak kehitaman, tubuh bagian ventral berwarna
coklat kekuningan pada kepala terdapat corak seperti mata tombak (segitiga) berwarna
coklat gelap, Terdapat garis hitam dari belakang hidung melewati mata sampai kepala
bagian belakang, memiliki mata bulat besar, pupil mata elips vertical.

4.3.4 Tropidolaemus wagleri (Wagler, 1830)


Klasifikasi
Kingdom

: Animalia

Filum

: Chordata

Kelas

: Reptilia

Ordo

: Squamata

Famili

: Viperidae

Genus

: Tripidolamus

Spesies

: Tropidolaemus wagleri (Wagler, 1830)

Sumber

: Jurgen, 1988

Berdasarkan pengamatan, ciri yang teramati dari Tropidolaemus wagleri memiliki


panjang standar (SVL) 44 cm, panjang ekor (Tal) 9 cm, (TL) 53 cm, diameter mata (ED)
0,4 cm, lebar kepala (HW) 1,7 cm, (D-ln ) 1 cm, (D-SpDc) 1,1 cm, Jumlah sisik lingkar
badan (MSR) 25 buah, Jumlah sisik ventral (VEN) 140 buah, jumlah sisik ekor (SC) 53
buah, Jumlah Sisik Supra Labial (SSL) 8 buah, Jumlah Sisik Infralabial (IL) 9 buah.
Bentuk pupil rounded, bentuk sisik ekor double, bentuk kepala segitiga, bentuk rostal
sharp, bentuk tubuh silindris, sisik loreal ada, loreal pith ada dan bentuk sisik anal
berbintik.
Tropidolaemus wagleri memiliki tubuh berwarna hijau dan terdapat bintik-bintik
di tubuhnya. Menurut Zug (1993), Ular Tropidolaemus wagleri berwarna hijau
bercahaya dengan bercak warna-warni pada sisi perutnya. Fase yang sangat bagus dari
warna ular ini adalah saat berwarna hitam dan campuran dasar warna hitam, dengan
orange dan kuning sebagai pola yang dicampur dengan dasar warna hijau bercahaya.

V.

PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan dapat disimpulkan bahwa :
1. Fejervarya cancrivora memiliki warna coklat cerah dengan bintil-bintil hitam di
punggungnya tetapi tidak kasar thympanum berwarna hijau kecoklatan dan
memiliki gigi former.
2. Dutaphrynus melanotictus memiliki tubuh yang terdiri dari banyak tubercle,
warna thympanum kuning, warna webbing coklat muda dan kelenjar paratoid
membulat.
3. Polypedates leucomystax memiliki warna coklat kemerahan dengan bintil-bintil
yang halus dan mempunyai gigi fermer.
4. Hylarana picturata memiliki warna hitam pekat, memiliki gigi fermer, warna
thympanum hitam, warna webbing hitam bercak keorenan dan dorsolateral fold
berwarna orange.
5. Hylarana erythraea memiliki warna yang identik dengan kuning baik webbing
maupun dorsolateral fold, namun thympanum berwarna hijau dengan lingkaran
merah.
6. Hylarana parvacolla memiliki gigi fermer, memiliki disk, warna thympanum
coklat, warna webbing coklat muda dan dorsolateral fold berwarna hijau.
7. Hylarana nicobariensis memiliki warna hitam kecoklatan, memiliki gigi fermer,
warna thympanum hitam, warna webbing hitam dan dorsolateral fold berwarna
hitam kecoklatan.
8. Phrynoidis asper memiliki warna yang tubuh yang gelap atau hitam, warna
thympanum kuning sedangkan webbing berwarna coklat kehitaman.

9. Ichthyopis glutinosus memiliki bentuk yang seperti cacing berwarna kuning,


tidak memiliki lipatan dorsoventral, mata tereduksi dan bentuk kepala oval pipih.
10. Kalophrynus pleurostigma
11. Hemidactylus frenatus memiliki panjang tubuh 75 mm, dimana ukuran tubuh
jantan lebih besar dibandingkan dengan betina. Warna tubuh abu-abu atau coklat
muda.
12. Dogania subplana memiliki cakar dan memiliki tulang rawan, warna tubuh
coklat kehitaman.
13. Gonochepalus grandis, meliki badan panjang dan ramping, memiliki surai, dan
memiliki warna kecoklatan dengan garis-garis belang kuning kehijauan.
14. Kura-kura
15. Dendrelaphis pictus memiliki bentuk pupil round, bentuk sisik smoout, bentuk
kepala medium headed, bentuk rostral tumpul, bentuk tubuh silinder, sisik oreal
tidak ada dan loreal pit 1 pasang.
16. Aheitulla parsina
17. Phyton curtus memiliki bentuk pupil vertikal, bentuk sisik smooth, bentuk kepala
medium, bentuk rostral tumpul, bentuk tubuh snout, sisik oreal 3 pasang.
18. Tropidolaemus wagleri memiliki bentuk pupil vertikal, bentuk sisik segi lima,
anal plate tak berbentuk, bentuk sisik ekor segi lima, bentuk kepala segi tiga,
bentuk rostral tumpul, bentuk tubuh silindris, sisik oreal 5 pasang.
5.2 Saran
Adapun saran yang dapat diberikan adalah sebaiknya praktikan dapat memahami dan
mempelajari materi terlebih dahulu sebelum melaksanakan praktikum dan praktikan
harus lebih teliti lagi saat melakukan pengukuran.

DAFTAR PUSTAKA

Brotowidjoyo, M.1990. Zoologi Dasar. Jakarta:Erlangga.


Campbell. 2000. Biologi Kelima Jilid 3. Jakarta:Erlangga.
Darmawan, B. 2008.Keanekaragaman Amfibi di Berbagai Tipe Habitat : Studi Kasus di
Eks-HPH PT Rimba Karya Indah Kabupaten Bungo, Provinsi Jambi. IPB.
Bogor.
David, P. And D. Vogel. 1996. The Snakes of Sumatra:An Annotated Checklist and Key
with Natural History Notes. Edition Chimaira, Frankfurt-Ann-Main. Germany.
Diesmos, A. C., Diesmos, M. L., and Brown, R. (2006). ''Status and distribution of alien
invasive frogs in the Philippines.'' Journal of Environmental Science and
Management, 9(2), 41-53.
Djuhanda, T. 1982. Anatomi dari Empat Spesies Hewan Vertebrata. Amico. Bandung
Goin, C. J and O. B. Goin. 1971. Intoduction to Herpetology. Second edition. WH.
Freeman and Company. San fransisco.
Hillis, D. M. Hillis, J. J. Wiens. 2000. Molecules Versus Morphology in Systematics.In:
J. Wiens (ed) Phylogenetic Analysis of Morphological Data. Smitshonian
Institution Press. Philadelpia
Imron. 1998. Keragaman Morfologis dan Biokimiawi Beberapa Stok Keturunan
Induk Udang Windu (Penaeus monodon) Asal Laut yang Dibudidayakan di
Tambak. IPB. Bogor. Tesis.
Inger, R. F. and H. K. Voris, 2001. The Biogeographical Relations of The Frogs and
Snakes of Sundaland. Journal of Biogeography. 28: 863-891.
Inger, R. F., and Greenberg, B. (1963). ''The annual reproductive pattern of the frog
Rana erythraea in Sarawak.'' Physiological Zoology, 36, 21-33.
Inger,R., Iskandar,D., Peter, P., Norsham, Y. 2004. Hylarana picturata. In: IUCN 2013
Iskandar, D. T. 1998. Amphibi Jawa dan Bali. Puslitbang Biologi LIPI. Jakarta.
Iskandar, D.T. 2000. Kura-kura&Buaya Indonesia&Papua Nugini. PALMedia Citra.
Bandung.

Iskandar, D.T. and D.Y. Setyanto. 1996. The Amphibins and Reptiles of Anai. IPB. Bogor.
Iskandar, D.T. and W. R. Erdelen. 2006. Conservation of Amphibins and Reptiles in
Indonesia: Issues and Problems. Amphibin and Reptile Conservation.
IUCN, Conservation International, and NatureServe. (2006). Global Amphibin
Assessment: Polypedates otilophus. www.globalamphibins.org. Accessed on
13 May 2008.
IUCN, Conservation International, and NatureServe. (2015). Global Amphibin
Assessment: Hylarana rufipes. www.globalamphibins.org. Accessed on 20
Maret 2015.
Kusrini, M. D., L. F. Skerratt, S. Garland, L. Berger, and W. Endarwin. 2008.
Chytridiomycosis in frogs of Mount Gede Pangrango, Indonesia. Diseases of
Aquatic Organisms.
Mistar. 2003. Panduan Lapangan Amphibi Kawasan Ekosistem Leuser. PILI-NGO
Movement. Jakarta.
Munshi, J. S. D., H. M. Duta. 1996. Fish Morphology: Horizon of New Research.
Valley ,West Sumatera. Annual Report of FBRT Project no.2. Science
Publishers, Inc. New York.
Pope, CH. 1956. The Reptile World. Routledge and Kegal Paul Ltd : London
Radiopoetra.1997. Zoologi Dasar. Jakarta:Erlangga.
Sukiya. 2001. Biologi Vertebrata. Yogyakarta:Universitas Negeri Yogyakarta.
Yasin, M.1984. Zoologi Vertebrata. Surabaya:Sinar Wijaya.
Zug, George R. 1993. Herpetology : an Introductory Biology of Ampibians and Reptiles.
Academic Press. London.

Anda mungkin juga menyukai