Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PRAKTIKUM

SISTEMATIKA HEWAN VERTEBRATA


IDENTIFIKASI MORFOLOGI DAN KUNCI DETERMINASI
KELAS AMPHIBI

OLEH:
KELOMPOK 3 A

1. RATNA YUNITA (1610421035)


2. AULIA PUTRI (1610421031)
3. CICI CHRISMONICA RAHMI (1610422001)
4. NUR SYUHADA (1610422009)
5. FINA FITRILITA (1610422021)
6. WAHYU DWISA PUTRA (1610422056)

ASISTEN PJ: 1. METRI JAYA PUTRA


2. RINI SIMANJUNTAK

LABORATORIUM PENDIDIKAN IV
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG, 2017
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Di Indonesia yang berada pada daerah memiliki banyak kehidupan, salah

satunya Amphibia. Pambagian ini seperti di Kalimantan dihuni oleh paling sedikit 155

jenis, termasuk kodok primitif yaitu; Borbourula kalimantanensis. Para ahli

memperkirakan terdapat sekitar 6000-10000 jenis amphibia di dunia, terdapat 5.359

terbagi atas 3 bangsa: Gymmophiona (Apoda); lebih dikenal dengan sisilia ± 159

jenis. Anura; katak dan kodok ± 4.800 jenis, lebih dari 500 jenis di antara terdapat di

Indonesia. Di Indonesia bangsa ini mempunyai sebaran yang luas dari Sumatera

hingga Papua (Boulenger, 1882).

Ada sekitar 3000 spesies amphibi yang hidup di dunia, yang dikelompokkan

dalam 3 golongan yaitu Anura (katak dan kodok), Caudata atau Urodela (salamander),

dan Gymnophiona atau Apoda (Caecilia). Terminologi “amphibi” diterapkan pada

anggota kelas ini karena sebagian besar hewan menghabiskan tahap awal siklus

kehidupannya di dalam air (Sukiya, 2005)

Indonesia memiliki dua dari tiga ordo amphibi yang ada di dunia, yaitu

gymnophiona dan anura. Ordo gymnophiona dianggap langka dan sulit diketahui

keberadaannya, sedangkan ordo anura merupakan yang paling mudah ditemukan di

Indonesia mencapai sekitar 450 jenis atau 11% dari seluruh jenis anura di dunia. Ordo

Caudata merupakan satu-satunya ordo yang tidak terdapat di Indonesia (Iskandar

1996).

Berdasarkan American Museum Natural History (2011), Kelas amphibia di

dunia saat ini terdiri dari 6771 spesies, di mana Ordo Anura terdiri dari 5966 spesies,

Ordo Caudata 619 spesies, dan Ordo Ghymnophiona 186 spesies. Famili Bufonidae

dari Ordo Anura terdiri dari 558 spesies. Famili Megophryidae terdiri dari 156
spesies, famili Ranidae 347 spesies. Famili Microhylidae terdiri dari 487 spesies dan

321 spesies dari Rhacoporidae.

Amphibi merupakan hewan dengan kelembaban kulit yang tinggi, tidak

tertutupi oleh rambut dan mampu hidup di air maupun di darat. Amphibia berasal dari

bahasa Yunani yaitu Amphi yang berarti dua dan Bios yang berarti hidup. Karena itu

amphibi diartikan sebagai hewan yang mempunyai dua bentuk kehidupan yaitu di

darat dan di air. Pada umumnya, amphibia mempunyai siklus hidup awal di perairan

dan siklus hidup kedua adalah di daratan (Zug, 1993).

Amphibi juga merupakan hewan yang sangat peka terhadap perubahan

lingkungan. Kepekaan ini dapat dijadikan sebagai indikator terjadinya perubahan

lingkungan di sekitarnya. Dampak perubahan lingkungan terlihat pada turunnya

populasi yang disertai turunnya keanekaragaman jenis kodok. Contoh amfibia yang

terdapat di Indonesia adalah bangsa Gymnophiona (Cecilia), serta bangsa kodok dan

katak (Anura). Cecilia adalah semacam amfibia tidak berkaki yang badannya serupa

cacing besar atau belut. Satu lagi bangsa amfibia, yang tidak terdapat secara alami di

Indonesia, adalah Salamander. Amfibia dari daerah bermusim empat ini bertubuh

serupa kadal, namun berkulit licin tanpa sisik. Kelompok hewan ini tetap

mempertahankan ekornya sejak dari awal tumbuh (Safra, 2008).

Berdasarkan hal tersebut, dapat diketahui bahwasanya amphibi memiliki

keanekaragaman yang bervariasi. Oleh karena itu, berbagai penelitian terus

dilaksanakan demi mengungkap rahasia alam dan ilmu pengetahuan. Praktikum dalam

laboratorium merupakan skala kecil penelitian untuk mempelajari keanekaragaman

amphibi namun terdapat proses yang harus dilalui.

1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui karakter Amphibia dan parameter

yang penting untuk identifikasi dan membuat kunci determinasi dari kelas Amphibi.
II. TINJAUAN PUSTAKA

Amphibia merupakan suatu kelas hewan bertulang belakang (vertebrata) yang

mencakup hewan salamander, cacing, kodok, dan bangkong. Istilah ampibhia berarti

“kehidupan rangkap”, yaitu kehidupan yang menyangkut cara hidup hewan ini di air

maupun di darat (Inger, 1997).

Ketergantungan Amphibia terhadap lingkungannya bagi kepentingan suhu

tubuhnya membuat Amphibia umumnya terbatas pada habitat spesifik. Karena

Amphibia memiliki kontrol yang kecil terhadap suhu tubuhnya, maka demi kesehatan

maka Amphibia harus tetap berada dalam lingkungan dengan batas-batas suhu yang

sesuai. Dalam satu habitat, banyak terdapat mikro-habitat yang memiliki suhu berbeda

dengan suhu ambien. Amphibia menggunakan posisi tubuh untuk memanfaatkan

mikro-habitat ini, yaitu dengan cara memaparkan tubuh ke permukaan atau

sebaliknya. Beberapa jenis Amphibia juga mampu mengurangi kehilangan uap air dari

kulit, yang merupakan tehnik penguruangan suhu yang penting. Kebanyakan

Amphibia mampu mengubah warna agar mampu menyerap atau merefleksikan jumlah

radiasi matahari. Katak pohon dari marga Hylidae misalnya, seringkali memiliki

warna hijau yang berbeda saat panas (Kelaart, 1853).

Ampibia mempunyai ciri-ciri beberapa cirri yang khusus yaitu tubuh

diselubungi kulit yang berlendir, merupakan hewan poikiloterm, jatungnya terdiri dari

tiga ruangan yaitu dua serambi dan satu bilik, mempunyai dua pasang kaki dan pada

setiap kakinya terdapat selaput renang dan kakinya berfungsi untuk melompat dan

berenang, terdapat selaput tambahan pada matanya yang disebut dengan membran

niktitans yang sangat berfungsi pada saat menyelam, pada waktu kecebong ia bernafas

dengan insang, setelah dewasa alat pernafasannya berupa paru-paru dan kulit yang

hidungnya mempunyai katup yang mencegah air masuk kedalam rongga mulut ketika
menyelam, dan berkembang biak dengan cara melepaskan telurnya dan dibuahi oleh

yang jantan diluar tubuh induknya atau pembuahan eksternal (Djuanda, 1982).

Tubuh amphibia khususnya katak, terdiri dari kepala, badan, dan leher yang

belum tampak jelas. Amphibi dewasa memiliki mulut lebar dan lidah yang lunak yang

melekat pada bagian depan rahang bawah. Paru-paru selalu ada seperti yang terdapat

pada kelompok salamander, dan sebagian besar pernafasan juga dilakukan oleh kulit.

Pada katak sawah, kulit ini hampir selalu basah karena adanya sekresi kelenjar-

kelenjar mucus yang banyak terdapat didalamnya. Selain itu, kulit katak juga banyak

mengandung kapiler-kapiler darah dari cabang-cabang vena kutanea magna dan arteri

kutanea (Djuhanda, 1982).

Pada umumnya katak aktif pada malam hari (nocturnal) dan biasanya berada

dengan posisi kepala menghadap ke air. Ketika makan, katak menjulurkan lidahnya

yang panjang dan lunak untuk menangkap mangsa. Makanannya terutama terdiri dari

Arthropoda, cacing, larva serangga, ikan kecil, udang, kerang, katak muda bahkan

kadal, ular dan tikus kecil. Suhu udara yang turun pada malam hari dan naiknya

kelembaban udara atau kalau ada hujan memberi kondisi yang baik bagi kegiatan

katak (Jafnir, 1984).

Kita mengenal kira – kira 3000 spesies amphibia yang masih hidup yang dapat

dibagi menjadi 3 ordo yaitu : pertama, Apoda atau salamander cacing (kira – kira 150

spesies) yang “bagian besar masa hidupnya ada dalam tanah; kedua, Caudata atau

salamander (250 spesies) dan ketiga, Anura atau kodok dan bangkong (2600 spesies)

yang kaki belakangnya panjang. Sesuai dengan kebiasaannya untuk

melompat.Amphibia terdapat di semua bagian dunia, terutama Apoda terdapat di

daerah tropis, kecuali Australia, Sulawesi, Madagaskar, dan kepulauan hindia barat.

Caudata terutama terdapat di daerah beriklim sedang dan banyak sekali di Amerika

Utara. Dari sana hewan ini melalui pegunungan Andes menyebar ke daerah tropis
Amerika Selatan. Sedangkan Anura terdapat di mana – mana, kecuali di tempat yang

selalu beku dan di beberapa pulau tertentu (Inger, 1997).

Iskandar (1998), membedakan Ranidae menjadi dua anak suku yaitu anak suku

Ranidae dan anak suku Dicroglossinae, berdasarkan morfologi jari dan lipatan

dorsolateral. Anak suku Ranidae mencakup katak yang lebih kurang ramping dengan

sepasang lipatan dorsolateral yang jelas, ujung jari tangan dan kaki berakhir dengan

ujung yang melebar dan rata. Suku Bufonidae sangat umum dan tersebar hampir

diseluruh belahan dunia kecuali didaerah Australo-Papua. Anggota dari Bufonidae

kekar dan kasar penampilannya, dan pada beberapa jenis tubuh tertutup oleh bintil-

bintil, panjangnya bervariasi dari yang terkecil sekitar 25 mm sampai yang terbesar

sekitar 25 cm. Di Indonesia, suku ini diwakili oleh 6 marga diantaranya Bufo,

Ansonia, Leptophryne, Pedostibes, Pelophryne, Pseudobufo.

Dalam hal ini, Famili Ranidae merupakan katak yang persebarannya sangat

luas di Indonesia yang mewakili oleh sepuluh marga dan kurang dari 100 spesies.

Disumatera diwakili oleh lima marga dan kelima marga terdapar dalam Kawasan

ekosistenm Leuser. Habitatnya beragam dari hutan mangrove sampai hutan

pegunungan dari hutan primer, sekunder, belukar, padang rumput sampai sekitar

pemukiman. Sedangkan famili Bufonidae menempati dari pemukiman penduduk,

rawa, hutan sekunder, hutan primer, dari permukaan laut samapi pegunungan.

Ukurannya dari 25-250 mm (Iskandar, 2003).

Famili Megophryidae, hidup diantara daun-daun kering (serasah) di hutan,

sehingga sering tersamar oleh dedaunan tersebut. Katak ini dapat ditemukan mulai 0

mdpl sampai hampir 1500 mdpl, katak ini bergerak cukup lamban karena kakinya

yang relatif pendek. Tidak seperti katak jenis lain yang mengandalkan

kemampuannya meloncat dari satu tempat ketempat lain, katak family Megophryidae

lebih mengandalkan kemampuannya menyaru diantara dedaunan kering untuk dapat

bertahan hidup (Suprianto, 2010).


III. METODA PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum identifikasi, morfologi dan kunci identifikasi pisces ini dilaksanakan pada

hari Rabu, 2 November 2017 di Laboratorium Pendidikan 4 Jurusan Biologi, Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Andalas, Padang.

3.2 Alat dan Bahan


Pada praktikum identifikasi, morfologi dan kunci determinasi kelas pisces ada

beberapa jenis alat yang digunakan untuk membantu dalam praktikum antara lain bak

bedah, penggaris, dan alat tulis. Bahan atau objek yang di pakai adalah Fejervarya

concrivora, Fejervarya limnocharis, Polypedates pseudothylophus, Amnirana

nicobariensis, Duttaphrynus melanostictus, Phrynoidis asper, Limnonectes kuhlii,

Huia sumatrana, Odorana hosii, Hylarana picturata, Hylarana erithrea, dan

Polypedates leucomystax.

3.3 Cara Kerja


Katak diletakkan pada bak bedah lalu dilakukan pengukuran pada tubuh seperti,

panjang badan (SVL), Setelah melakukan pengukuran tersebut dilakukan juga

pengamatan terhadap warna kulit tubuh, ada tidaknya procesus odontoid, paratoid, ada

tidaknya tympanium, alur orbital, gigi maxila, gigi vomer , ada atau tidaknya

webbing, bentuk ujung jari, dan lipatan dorsoventral. Data tersebut dimasukkan ke

dalam tabel parameter, dan dibuat kunci determinasinya. Kemudian di gambar dalam

buku gambar dan diberi keterangan serta klasifikasinya


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Family Bufonidae

4.1.1. Duttaphrynus melanostictus

Klasifikasi

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Subfilum : Vertebrata

Kelas : Amphbia

Ordo : Anura

Family : Bufonidae Gambar 1. Duttaphrynus melanostictus

Genus : Duttaphrynus

Spesies : Duttaphrynus melanostictus (Schneider, 1799)

Sumber : Inger and stuebing, 2005

Pada pengamatan yang dilakukan didapatkan hasil pengukuran yaitu pada

Duttaphrynus melanosticus memiliki panjang badan (SVL) 5cm, urutan panjang jari

kaki depan (UPJKD) 3>4>2>1, urutan panjang jari kaki belakang (UPJKB)

4>3>5>2>1, prosessus odontoid, gigi former dan kelenjar pada ekstrimitas tidak ada,

bentuk kelenjar parotoid lonjong, tutupan selaput renang kaki depan tidak ada dan

kaki belakang jari ke 4 lepas 4 phalang dan bentuk ujung jari spatula, memiliki alur

supraorbital., dan supratympanik.bentuk pupil horizontal. Memiliki webbing dengan

ukuran sebagian,bewarna putih. Dan bentuk ujung jari yang bulat.

Menurut Iskandar (2003), kodok ini mempunyai garis supra orbital berwarna

hitam, alur-alur supra-orbital dan supratimpanik menyambung, tidak ada alur

parietal.Bagian punggung bervariasi warnanya antara coklat abu-abu gelap,

kekuningan, kemerahan, sampai kehitaman. Terdapat bintil-bintil kasar di punggung


dengan ujung kehitaman.Tanpa selaput renang, atau kaki dengan selaput renang yang

sangat pendek.

4.1.2 Phrynoidis asper

Klasifikasi

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Subfilum : Vertebrata

Kelas : Amphibia

Ordo : Anura

Family : Bufonidae Gambar 2. Phrynoidis asper

Genus : Phrynoidis

Spesies : Phrynoidis asper (Gravenhorst, 1829)

Sumber : Inger and stuebing, 2005

Didalam praktikum kali ini didapatkan data pengukuran Phrynoidis asper memiliki

panjang badan (SVL) 5,6 cm, urutan panjang jari kaki depan (UPJKD) 3>4>2>1,

urutan panjang jari kaki belakang (UPJKB) 4>3>5>2>1 Karakter morfologi yang

dapat diamati yaitu tidak memiliki procecus odontoid dan gigi former, tidak memiliki

webbing, memiliki lipatan dorsolateral bewarna coklat kehitaman,memiliki kelenjar

paratoid, bentuk ujung jari bulat tumpul, dan bentuk pupil horizontal

Phrynoidis asper memiliki tubuh besar dan gemuk. Kulit ditutupi dengan kutil

atau tuberkel, nama spesies ini berasal dari tekstur kulit kasar. Kepala lebar dan

tumpul, tanpa puncak kurus. Katak ini memiliki kelenjar parotoid bulat telur

terhubung ke pinggiran supraorbital oleh punggungan supratympanic, tympanum yang

terlihat. Tangan dan kaki yang keras, kaki keempat adalah terpanjang, dan semua jari

kecuali keempat sepenuhnya berselaput. Jantan memiliki bantalan perkawinan pada

dasar jari pertama. Phrynoidis asper biasanya coklat tua, abu-abu atau warna hitam,
dengan bercak hitam bagian perut. Jantan memiliki warna kehitaman pada

tenggorokan mereka (Iskandar 1998).

4.2. Family Dicroglossidae

4.2.1. Fejervarya limnocharis

Klasifikasi

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Subfilum : Vertebrata

Kelas : Amphibia

Ordo : Anura

Family : Dicloglosidae Gambar 3. Fejervarya limnocharis

Genus : Fejervarya

Spesies : Fejervarya limnocharis (Boie, 1835)

Sumber : Inger and stuebing, 2005

Pada pengamatan yang dilakukan didapatkan hasil pengukuran pada Fejervarya

limnocharis memiliki panjang badan (SVL) 4,5 cm, urutan panjang jari kaki depan

(UPJKD) 3>1>4>2, urutan panjang jari kaki belakang (UPJKB) 4>3>5>2>1, tidak

memilki prosessus odontoid tetapi memiliki gigi former, kelenjar parotoid tidak ada,

memiliki webbing berukuran setengah yang bewarna bening. Kaki belakang dan

bentuk ujung jari melengkung, tidak memiliki alur suprathymphanic. dan memiliki

fejervarya line. F.limnocharis memiliki bentuk pupil horizontal.

Menurut Iskandar (1998), katak ini merupakan jenis yang berukuran kecil

dengan ukuran jantan 50 mm dan betina sampai 60 mm. Memiliki kepala runcing,

pendek, jari kaki setengah yang berselaput, tepat sampai pada ruas yang terakhir.

Mempunyai sepasang bintil metatarsal. Kulit berbintil- bintil panjang jelas parallel

dengan sumbu tubuh. Warna tubuh kotor seperti lumpur dengan bercak gelap, kadang-

kadang berwarna kehijauan dan sedikit semu kemerahan.


4.2.2. Fejervarya cancrivora

Kalsifikasi

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Subphyllum : Vertebrata

Class : Amphibia

Ordo : Anura

Famili : Ranidae Gambar 4. Fejervarya cancrivora

Genus : Fejervarya

Species : Fejervarya cancrivora (Gravenhorst 1829)

Sumber : (Obst, 1988)

Dari pengamatan yang dilakukan didapatkan panjang badan (SVL) 4,5 cm. Urutan

panjang jari kaki depan (UPJKD) 1>3>4>2, urutan panjang jari kaki belakang

(UPJKB) 4>3>5>2>1, warna tubuh coklat kehitaman, Memiliki webbing berukuran

penuh dan berwarna bening, memiliki gigi former dan gigi maxila. tidak memiliki

dorsolateral, tidak memiliki alur supratymphanic, tidak memiliki kelenjar paratoid.

Dan bentuk pupil horizontal.

Katak berukuran besar dengan lipatan- lipatan atau bintil- bintil memanjang

parallel dengan sumbu tubuh. Hanya terdapat satu bintil metatarsal dalam, selaput

selalu melampaui bintil subartikuler terakhir jari kaki ke 3 dan ke 5. Warnanya seperti

lumpur yang kotor dengan bercak- bercak tidak simetris berwarna gelap.Sering

disertai dengan garis dorsolateral yang lebar (Iskandar,1998).

Penyebaran katak ini sangat luas sekali meliputi Asia Tenggara termasuk

India. Habitat dari species ini adalah hutan mangrove,, muara, rawa, daerah pesisir,

selokan, genangan air dan sawah serta sungai. Selain itu hewan ini bersifat toleran

terhadap salinitas sedang. Katak ini berukuran besar, memiliki lipatan dorsolateral

yang berwarna hitam (Mistar, 2003).


4.2.3. Limnonectes kuhlii

Klasifikasi

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Amphibia

Ordo : Anura

Family : Ranidae

Genus : Limnonectes Gambar 5. Limnonechtes kuhlii

Spesies : Limnonectes kuhlii (Tschudi, 1838)

Sumber : (Obst,1988)

Dari pengamatan yang dilakukan didapatkan data pengukuran yaitu pada Limnonectes

kuhlii memiliki Panjang Badan (SVL) 8,4 cm .Urutan Panjang Jari Kaki depan

(UPJKD) 3>1>4>2, Urutan Panjang Jari Kaki Belakang (UPJKB) 4>3>5>2>1. Tidak

memiliki alur suprathympanic dan kelenjar paratoid. Memiliki gigi fomer dan gigi

maxilla, memiliki webbing berukuran penuh dan bewarna hijau kehitaman, memiliki

processus odntoid, bentuk kaki ujung jari membulat, lipatan dorsal tidak terlihat jelas.

Dan bentuk pupil horizontal.

Katak ini berukukuran kecil, kepala runcing pendek, jari kaki sepasang bintil

metatarsal, tekstur kulit berkerut, tertutup oleh bintil-bintil panjang yang tampak tipis,

bintil-bintil ini biasanya memanjang parallel dengan sumbu tubuh. Warna kotor

seperti lumpur dengan bercak-bercak yang lebih gelap, kurang jelas tetapi simetris,

kadang-kadang dengan warna kehijauan dan sedikit semu kemerahan. kaki belakang

panjang dan kuat, kaki belakang berselaput renang tidak penuh sampai piringan sendi.

Ukuran tubuh jantan 90-175 mm dan betina 85-125 mm. Katak ini biasanya terdapat

di hutan primer sampai hutan sekunder, di sungai-sungai sedang sampai anak sungai,

saat musim kawin jantan menggali lubang di pasir atau kerikil halus ( gravel ), dimana
betina akan meletakkan telurnya. Katak ini tersebar di Aceh, Sumatra, Kalimantan,

dan Semenanjung Malaysia (Iskandar, 2003 ).

4.3. Famili Rhacoporidae

4.3.1. Polypedates pseudotilophus

Klasifikasi

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Amphibia

Ordo : Anura

Family : Rhacoporidae

Genus : Polypedates Gambar 6. Polypidates pseudotilophus

Spesies : Polypedates pseudotilopus

Sumber : (Obst,1988)

Dari pengamatan yang dilakukan didapatkan data pengukuran yaitu pada Limnonectes

kuhlii memiliki Panjang Badan (SVL) 5,1 cm .Urutan Panjang Jari Kaki depan

(UPJKD) 3>4>2>1, Urutan Panjang Jari Kaki Belakang (UPJKB) 4>5>3>2>1. Tidak

memiliki alur suprathympanic dan kelenjar paratoid. Memiliki gigi fomer dan gigi

maxilla, memiliki webbing berukuran setengah dan bewarna abu-abu. Tidak memiliki

processus odntoid, bentuk kaki ujung jari melengkung, lipatan dorsal tidak terlihat

jelas dan bentuk pupil horizontal.

Polypedates pseudotilophus untuk katak berukuran besar jantan berkisar 64-80

mm dan 82-97 mm betina . Kepala berbentuk segitiga, agak meruncing pada sudut

rahang. Jarak lubang mata lebih dari dua kali jarak lubang hidung. Timpanum

berbentuk oval dengan diameter horisontal 3/4 dari diameter mata. Terdapat tonjolan

tulang belakang mata dan di atas tympanum. Mempunyai gigi former, tubuh

umumnya kuat dengan kaki ramping. Kulit di atas umumnya halus dan mungkin
memiliki asperities spinose keputihan. Pada perut terdapat granular kasar, memiiki

web yang hampir penuh (Inger, 1968)

4.3.2. Polypedates leucomystax

Klasifikasi

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Amphibia

Ordo : Anura Gambar 7. Polypedates leucomystax

Family : Rhacoporidae

Genus : Polypedates

Spesies : Polypedates leucomystax Gravenhorst, 1829 (IUCN, 2016)

Dari praktikum yang telah dilakukan, didapatkan data pengukuran panjang badan

(SVL) 5 cm, urutan panjang jari kaki depan (UPJKD) 3>4>2>1, urutan panjang jari

kaki belakang (UPJKB) 4>5>3>2>1. Pada hewan ini juga didapatkan data

pengamatan yaitu tidak memiliki alur suprathympanic, tidak terdapat kelenjar

paratoid, terdapat gigi former dan gigi maxila, ukuran webbing setengah dengan

warna abu-abu kehitaman, tidak terdapat procesus odontoid dan bentuk ujung jari

bulat pipih. Hewan ini tidak memiliki lipatan dorsolateral dan memiliki tubuh yang

berwarna hijau muda kecoklatan dan mempunyai disk pada kakinya. Pupil katak ini

berbentuk horizontal.

Pada Polypedates leucomystax telurnya disimpan dalam sarang busa. Sarang

biasanya di permukaan genangan air, yang melekat pada vegetasi atau ranting. Berudu

abu-abu-hijau sampai diatas coklat. Mata jauh lateral, basis ekor bergaris dengan

pigmen horizontal yang berbatasan atas dengan garis pigmen gratis. Pada bagian

bawah adalah putih keperakan termasuk spiraculum dan pipi lateral (hampir mencapai

mata). Berudu tumbuh hingga 40-50 mm panjang total. Sirip ekor secara sempit

meruncing, membentuk sebuah flagel. Katak ini dapat ditemukan disekitar air yang
tenang, seperti kolam. Katak ini juga cepat beradaptasi dengan lingkungan manusia.

(Kelaart, 1853).

4.4. Famili Ranidae

4.4.1. Amnirana nicobariensis

Klasifikasi

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Subfilum : Vertebrata

Kelas : Amphibia

Ordo : Anura Gambar 8. Amnirana nicobariensis

Family : Ranidae

Genus : Amnirana

Spesies : Amnirana nicobariensis

Sumber : (Stoliczka, 1870)

Didalam praktikum kali ini didapatkan data pengukuran Amnirana nicobariensis

memiliki panjang badan (SVL)3,8 cm. Urutan panjang jari kaki depan (UPJKD)

3>4>2>1, urutan panjang jari kaki belakang (UPJKB) 4>3>5>2>1, tidak memilki

prosessus odontoid, memiliki gigi former, gigi maxila dan lipatan dorsolateral ,

kelenjar parotoid tidak ada, Tidak memiliki webbing. dan bentuk ujung jari

melengkung, tidak memiliki alur suprathymphanic. Dan bentuk pupil horizontal.

Menurut Iskandar (1998), katak ini berukuran kecil, perawakan ramping, kaki

panjang dan ramping, jari kaki stengahnya ditutupi selaput. Lipatan dorsolateralnya

halus, tekstur kulit berbintil halus terkadang juga tidak berbintil. Memilki warna

coklat muda dengan beberapa bagian tampak lebih gelap seperti pada bagian

selangkang. Habitanya biasa terdapat di perbatasan hutan di daerah yang terganggu,

sekeliling air yang mengalir lambat atau menggenang.


4.4.2. Hylarana erythrea

Klasifikasi

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Amphibia

Ordo : Anura

Family : Ranidae Gambar 9. Hylarana erythrea

Genus : Hylarana

Spesies : Hylarana erythraea Schlegel, 1837 (IUCN,2016)

Pada pengamatan yang telah dilakukan didapatkan data pengukuran panjang badan

(SVL) 4,4 cm, urutan panjang jari kaki depan (UPJKD) 3>4>2>1, urutan panjang jari

kaki belakang (UPJKB) 4>5>3>2>1. Pada hewan ini juga didapatkan data

pengamatan yaitu tidak memiliki alur supratymphanic, tidak terdapat kelenjar

paratoid, tidak terdapat gigi former tetapi mempunyai gigi maxilla, ukuran webbing

setengah, tidak terdapat procesus odontoid dan bentuk ujung jari setengah lingkaran.

Hewan ini memiliki lipatan dorsolateral yang bewarna kuning dan memiliki tubuh

yang berwarna hijau dengan ventral berwarna putih gading dan femur berwarna

cokelat kekuningan. Dan memiliki bentuk pupil horizontal.

Hylarana erythraea secara seksual dimorfik, betina dewasa mencapai ukuran


maksimum 78 mm SVL, dan jantan mencapai maksimum 48 mm SVL. Mewarnai
Sirip punggung bervariasi dari terang ke hijau gelap dan sisi ventral umumnya
keputihan. Memiliki lipatan krim dorso-lateral berwarna yang kadang-kadang
berbatasan dengan hitam. Tangan dan kakinya kekuning-kuningan dengan bercak
tidak teratur. Spesies ini memiliki kulit halus, dan panjang, jari-jari yang melebarkan
ke disk dengan alur. memiliki hindlimbs panjang. Ada tuberkulum metatarsal, tetapi
tuberkulum metatarsal luar tidak ada. Jantan yang jauh lebih kecil daripada betina
danJantan dewasa pembiakan memiliki bantalan perkawinan beludru kuning pada jari
pertama, membentang dari pergelangan tangan ke akhir metakarpal pertama.
Hylarana erythraea (Green Paddy Frog), katak ini ditemukan pada padang rumput.
Lokasi yang menjadi habitatnya adalah pada hutan sekunder muda (Iskandar 1998).

4.4.3. Huia sumatrana

Klasifikasi

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Amphibia

Ordo : Anura

Family : Ranidae Gambar 10. Huia sumatrana

Genus : Huia

Spesies : Huia sumatrana Yang, 1991 (IUCN,2016)

Dari praktikum yang telah dilakukan, didapatkan data pengukuran panjang badan

(SVL) 6,2 cm. Urutan panjang jari kaki depan (UPJKD) 3>4>1>2, urutan panjang jari

kaki belakang (UPJKB) 4>5>3>2>1, mempunyai disc, mempunyai garis dorsolateral

yang berwarna coklat kehitaman, memiliki webbing yang berwarna hijau kekuningan.

Hewan ini juga memiliki gigi maxilla dan gigi vomer, tetapi tidak ada processus

odontoid. Tidak mempunyai alur supratymphanic dan kelenjar paratoid. Bentuk

pupilnya adalah horizontal.

Huia sumatrana merupakan katak berukuran sedang berwarna coklat dengan

bintik hitam di permukaan kulitnya. Spesies ini endemik di pegunungan Sumatera

Barat (di Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu dan Provinsi Lampung).

Katk ini banyak terdapat pada ketinggian 200 mdpl hingga mencapai 1.200 m dpl

(Djoko iskandar, 2004)


4.4.4. Odorrana hosii

Klasifikasi

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Amphibia

Ordo : Anura

Family : Ranidae Gambar 11. Odorana hosii

Genus : Odorrana

Spesies : Odorrana hosii Boulenger, 1981 (IUCN,2016)

Dari praktikum yang telah dilakukan, didapatkan data pengukuran panjang badan

(SVL) 5 cm , urutan panjang jari kaki depan (UPJKD) 3>4>2>1, urutan panjang jari

kaki belakang (UPJKB) 4>5>3>2>1, mempunyai disc, tidak mempunyai garis

dorsolateral, memiliki webbing berukuran penuh dan bewarna coklat kehitaman.

Ujung jarinya berbentuk bulat. Tidak memiliki dorso lateral dan kelenjar

supratymphanic dan bentuk pupilnya horizontal.

Menurut Iskandar (1998), katak berukuran sedang sampai besar, berbadan

ramping, kaki brelakang panjang dan ramping. Jari kaki depan dan belakang dengan

piringan sendi datar dan jelas, tekstur kulit halus, kulit dengan kelenjar racun yang

memberikan bau busuk. Warna hijau zaitun hijau kecoklatan, sisi tubuh biasanya lebih

gelap sampai hitam, memanjang antara mata dan hidung samapi ke pangkal paha.

4.4.5. Hylarana picturata

Klasifikasi

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Amphibia

Ordo : Anura

Family : Ranidae Gambar 12. Hylarana picturata


Genus : Hylarana

Spesies : Hylarana picturata Schlegel, 1837 (IUCN,2016)

Dari praktikum yang telah dilakukan, didapatkan data pengukuran panjang badan

(SVL) 4,2 cm. Urutan panjang jari kaki depan (UPJKD) 3>4>1>2, urutan panjang jari

kaki belakang (UPJKB) 4>3>5>2>1, mempunyai procesus odontoid, gigi vormer dan

gigi maxilla. Mempunyai garis dorsolateral yang berwarna Orange-hitam, memiliki

webbing berukuran setengah yang berwarna abu-abu. Hewan ini juga Tidak memiliki

kelenjar supratymphanic dan kelenjar paratoid. Bentuk pupilnya adalah horizontal.

Hylarana picturata (Spotted Stream Frog), katak berukuran kecil sampai

sedang. Tympanum terlihat jelas. Kulit berwarna hitam dengan bercak berwarna

kuning. Terdapat garis kuning putus-putus dari moncong ke mata dan sampai ke

kloaka. Kaki belakang terdapat garis kuning. Jantan terdapat di sepanjang sungai

hutan primer dan sekunder. Betina lebih terestrial. Katak ini tercatat pada lokasi

pinggiran sungai (riparian) merupakan habitatnya. Katak ini lebih menyukai sungai

yang memiliki aliran yang deras (Iskandar 1998).

4.5 Famili Megophrydae

4.5.1 Megophrys nasuta (Baulenger, 1882)

Klasifikasi

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Amphibia

Ordo : Anura

Famili : Megophrydae

Genus : Megophrys

Species : Megophrys nasuta (Baulenger, 1882)

Dari praktikum yang telah dilakukan, didapatkan data pengukuran panjang Badan

(SVL) 8,4 cm .Urutan Panjang Jari Kaki depan (UPJKD) 3>1>4>2, Urutan Panjang
Jari Kaki Belakang (UPJKB) 4>3>5>2>1. Tidak memiliki alur suprathympanic dan

kelenjar paratoid. Memiliki gigi fomer dan gigi maxilla, memiliki webbing berukuran

penuh dan bewarna hijau kehitaman, memiliki processus odntoid, bentuk kaki ujung

jari membulat, lipatan dorsal tidak terlihat jelas. Dan bentuk pupil horizontal.

Hewan ini mendiami dataran rendah dan hutan hujan utuh submontane, umumnya di

sekitar hutan sungai. Orang dewasa terestrial dalam kebiasaan, tapi kecebong hidup di

hutan jelas sungai. Kehilangan dan fragmentasi habitat spesies 'adalah ancaman

utama. Populasi lokal mungkin menjadi terkena bahaya peristiwa stokastik. Spesies

ini dipanen untuk perdagangan hewan peliharaan nasional dan internasional, yang

dapat mempengaruhi penduduk local (Iskandar, 2003).


V. PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari praktikum yang telah dilaksanakan, dapat ditarik kesimpulan bahwa :

1. Dutaphrynus melanostictus memiliki ciri khas yaitu terdapat alur supraorbital.

2. Phrynoidis asper memiliki kelenjar paratoid yang berbentuk bulat lonjong, bentuk

ujung jari seperti gada dan memiliki kulit tubuh berwarna kekuningan

3. Fejervarya limnocaris memiliki selaput kaki setengah penuh dan tubuh yang

berwarna cokelat dengan ventral bercak coklat tua.

4. Fejevarya cancrivora ciri khasnya adalah tubuh yang berwarna cokelat dengan

bercak coklat tua

5. Limnonectes kuhlii ciri khasnya mempunyai procesus odontoid.

6. Polypedates leucomystax mempunyai ciri khas yaitu terdapatnya disk pada kaki.

7. Polypidates pseudotilophus

8. Amnirana nicobariensis memiliki bentuk moncongnya yang lebih runcing

9. Hyalarana erythrea memiliki tubuh yang berwarna hijau tua.


10. Huia sumatrana ciri khasnya terletak dibentuk badannya yang sejajar dengan
moncong.
11. Odorrana hosii ciri khasnya mempunyai jari tangan dan kaki yang panjang serta
datar

5.2 Saran

Dalam praktikum selanjutnya, praktikan diharapkan agar lebih teliti dalam melakukan

pengamatan dan pengukuran morfologi pada ikan, melakukan pembagian tugas antar

praktikan dalam satu kelompok sehingga lebih mengefisienkan waktu, hal-hal yang

tidak dipahami dapat ditanyakan kepada asisten yang bersangkutan, serta setelah

selesai praktikum, seluruh peralatan dibersihkan.


DAFTAR PUSTAKA

Amri, Khairul, dan Khairuman. 2008. Identifikasi hewan. Jakarta: Agromedia

Pustaka American Museum Natural History. 2011. Amphibi Spescies of The World.

http://research.amnh.org/vz/herpetology/amphibia/. 28 Maret

2011.

Boulenger, G. A. 1882. Catalogue of the Batrachia Gradientia s. Caudata and

Batrachia Apoda in the Collection of the British Museum. Second

Edition. London: Taylor and Francis.

Djuhanda, T. 1982. Anatomi dari empat Hewan Vertebrata_Armico : Bandung.

Iskandar, D.T. 1998. Amphibi Jawa dan Bali, Seri Panduan Lapangan. Puslitbang

Biologi-LIPI.

Iskandar, D.T Mirza. 2003. Panduan Lapangan Amfibi Kawasan Ekosistem Leuser :

Jakarta

Inger, R. F., and Stuebing, R. B. (1997). A Field Guide to the Frogs of Borneo.

Natural History Publications (Borneo) Limited, Kota Kinabalu.

Jafnir. 1984. Kemungkinan Pembudidayaan Kodok Rana macrodon di Payakumbuh.

UNAND: Padang.

Kelaart. 1853. Common tree Frog. Singapore: Faunae Zeylan Khan, M.S. (1991).

Morphoanatomical specialization of the buccopharyngeal region of the

anuran larvae and its bearing on the mode of larval feeding. Pakistan:

Unpublished Ph.D. dissertation, University of the Punjab, Lahore.

Zug, G. R. 1993. Herpetology : an Introductory Biology of Ampibians and Reptiles.

Academic Press. London, p : 357 – 358.

Anda mungkin juga menyukai